PROSES
PENGEMBALIAN
UANG
PENGGANTI
SEBAGAI
PIDANA
TAMBAHAN DALAM TINDAK PIDANA
KORUPSI
(Studi Kasus di Wilayah Kejaksaan
Tinggi
Sumatera Barat)SKRIPSI
Di"j"L*
qsto rrtnnsurti
gb
Woigusy
ontut
wrr*t(Ittdnryo bfi
ge{wSwjwa fufuE
t
Oleh:
Program Kekhususan
: SI$TEM PERADILAN PIDANA (PK.V}FAKULTAS
HUKUM
UNIVERSITAS
ANDALAS
PADANG
2087
No. Reg : 2377 lPK.Vl07 12047PROSES
PENGEMBALIAN
UANG
PENGGANTI SEBAGAI PIDANA
TAMBAHAN DALAM TINDAK PIDANA
KORIJPSI
(
Studi
KasusDi
KejaksaanTinggi
SumateraBarat
)
'
(Kamisar,
03 140 261, FakultasHukum
UNAND,64
Halaman,2007)
ABSTRAK
Penegakan
hukum
di
bidangtindak pidana korupsi
sangat gencar dilakukan, namun semakin kuat penegakan hukum yang dilakukan, korupsi juga tak kunjung hilang,bahkan
sebaliknya
diibaratkan
bak
cendawan
tumbuh
di
musim
hujan.
Untuk mengembalikan kerugian keuangan negara atau perekonomian negara yang disebabkan oleh para pelaku (koruptor)tindak
pidana korupsiperlu
adanya sistem yangjelas
dan dasar hukum yangkuat,
serta adanya peraturan perundang-undangan yanglebih
tegasdalam hal tuntutan terhadap pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti yang
jumlahnya
sebanyak-banyaknya sama denganharta
bendayang
diperolehdari
tindak pidana korupsi. Dengan demikian tidak ada celah lagi bagi para koruptor untuklari
dari pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti tersebut. Dengan banyaknya paraterpidana
tindak pidana korupsi yang
tidak
sanggup membayar
uang
pengganti, menyebabkan halini
menjadi tunggakan dalam Registrasi Eksekusidi
Kejaksaan dan halini
sampai sekarang belum dapat diatasi dengan maksimal.Dari
latar belakang tersebuttimbul
permasalahanyang
hendakditeliti
antaralain:
l)
bagaimanakah implementasi pidana uang pengganti dalam tindak pidana korupsidi
wilayah hukum Kejaksaan Tinggi SumateraBarat,
2)
bagaimanakah pelaksanaan pidanauang
penggantidalam
tindak pidanakorupsi oleh
Kejaksaan selaku eksekutor terhadap putusan Pengadilan dalam wilayah hukumnya,3)
kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan pidana uang pengganti terhadap kasustindak
pidanakorupsi
di
wilayah hukum
KejaksaanTinggi
Sumatera Barat. Dalam penulisan skripsi ini, penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif yaitu caraBAB
I
PENDAIIULUAN
A.
Latar
Belakang.
t
Dalam
rangka penegakan supremasihukum
di
negara Indonesia dewasa ini,Kejaksaan
merupakan salah satu lembaga yangmemiliki
peranan yang sangat penting guna melaksanakan kewenangannya dalamhal
melakukan penuntutan terhadap perkarapidana
dan
sebagai eksekutor terhadap putusan pengadilanyang telah
mempunyai kekuatanhukum
tetap.Dalam
hal
eksekusi terhadap putusan pengadilan, Kejaksaan melakukan suatu proses atau tata caruuntuk
melaksanakan eksekusi tersebut sehinggaputusan
pengadilan terhadapterdakwa
baik
berupa pidana
pokok
maupun
pidana tambahan dapat dilaksanakan sebagai hukuman terhadap perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa.Suatu fenomena sosial
yang
dinamakan dengankorupsi telah
menjadi realitasperilaku hidup
manusiadi
dunia
sampai saatini
dalam interaksi sosial dan dianggap sebagai perbuatan yang menyimpang serta dapat membahayakan kehidupan masyarakat,bangsa dan negara. Perilaku tersebut dalam segala bentuknya dicela
oleh
masyarakat, bahkan termasuk parakoruptor
itu
sendiri,
sesuai dengan ungkapan"koruptor teriak
kontptor".l
Pencelaan masyarakat terhadap perbuatan
korupsi menurut konsepsi
yuridis dimanifestasikan dalam rumusan hukum sebagai suatu bentuk'lindak
pidana".Di
dalampolitik
hukum pidana Indonesia, korupsi dianggap suatu bentuk tindak pidana yang perlu' Elwi Danil dan Aria Zurnetti, (2002). Hukum Pidana Korupsi, (Ditaat Kuliah),Padang: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Bagian Hukum Pidana lakultas Hukum Unand, hal
didekati secara khusus, karena diancam dengan pidana cukup berat bagi para pelaku yang melanggarnya.2
Tidak saja dari dalam negeri, berbagai lembaga atau organisasi
di
luar negeri baik swasta maupun pemerintahjuga
berpendapatbahwa
fenomenakorupsi di'Indonesia
sudah sangat parah. Halini
di tunjukan dengan berbagai hasil survey atau penelitian yang merekalakukan dan
dibandingkan dengankondisi
di
berbagai negaralainnya.
Hasilpenelitian
tersebut, ternyata
menempatkanIndonesia
pada peringkat bawah
atautergolong pada negara dengan tingkat korupsi yang sangat parah. Terlepas dari berbagai parameter yang mungkin bisa diperdebatkan, hasil-hasil penelitian tersebut harus
di
akui sebagai suatu kenyataan yang tidak terbantahkan.3Begitu
juga
dengan hasil stffvey lembaga Tronparency Internasional menunjukan bahwa korupsidi
Indonesaia masihsulit
diberantas meskipun rezim yang menyuburkan korupsi, yakni Orde Baru telah tumbang. Hasil survey lembaga tersebut mengkategorikan Indonesia dalamlima
besar negara terkorupdi
dunia. Suatu Identitas bangsa yang tidak menyenangkan, bahkan memalukan.o Makadari
itu
sangatperlu
dilakukan upaya untuk pemberantasan tindak pidana korupsi ini.Tindak Pidana Korupsi digolongkan ke dalam tindak pidana yang extra ordinary
crime,
karenakorupsi
merupakantindak
pidanayang sistemik dan
meluas. Sebagaiakibatnya
tidak
hanya merugikan keuangan negara tetapijuga
telah melanggar hak-hakekonomi dan sosial
masyarakat. serta menghambat pembangunandan
perekonomiant
El*i
Danil dan AnaZurnexl lbid.'
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, (1999), Strategi Jakarla: Pusat Pendidikan dan Latihan Pengawasan BPKP, hal24.o
Luh Nyoman Dewi Triandayani (2002). Budaya Korupsi AIaPengembangan Kawasan (PSPK), hal
l.
Pemberantasan Korupsi Nasional,
negara sehingga harus diberantas agar tercipta masyarakat
adil
dan makmur berdasarkanLruD
1945 dan Pancasila.Perbuatan
korupsi terjadi
di
segalabidang kehidupan,
baik
dalam
lembaga pemerintahan maupun dalam lembaga swasta. Perkara tindak pidana korupsi merupakan perkara yang dapat digolongkanke dalam "The
lVhiteCollar Crime",
atatr "kejahatankerah
putih"
yaitu
kejahatan
yang dilakukan
oleh
orang-orang
yang
mempunyai kedudukantinggi
dalam masyarakat dan dilakukan sehubungan dengan tugas/pekerjaan serta wewenang yangdimilikinya.t
Oleh karenaitu
diperlukanpula
upaya-upaya yang luar biasa ( ekstra ordinary instrument ) untuk menanggulanginya.Hal itu
dilakukan dengan memberlakukan Undang-undang tentang Tindak PidanaKorupsi
yaitu
Undang-undangNomor
3l
Tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak PidanaKorupsi
serta Undang-undangNomor
20
Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undangNomor
3l
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.Di
dalam
undang-undang tersebut terdapatlah beberapaupaya ekstra tersebut
yangdiantaranya pembalikan beban pembuktian
dan
sanksi pidanayang
beratdan
bersifat kumulatif, seperti pidana penjara, denda dan pidana pembayaran uang pengganti.Masalahnya, sampai sekarang
tidak
ada aturan yangjelas
tentang bagaimanaproses eksekusi
terhadap
pidana
pembayaran
uang
pengganti
atau
dalam
hal pengembalian kerugian keuangan negara yang dilakukanoleh
terdakwatindak
pidanakorupsi
tersebut. Hanya beberapa pasal yang menyinggung tentanghal
pengembalian kerugian keuangan negara yaitu Pasal4
dan Pasal 18 ayat(l)
huruf (b)
Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999.Tetapiitu
bukan menyangkut proses pengembaliannya melainkan hanya mengenai pengembalian kerugian keuangan negara atau kerugian perekonomian5 Elwi
negara
tidak
menghapuskan dipidananya pelakutindak
pidana serta pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta benda yang diperolehdari
tindak
pidanakorupsi.
Maka dari
itu
perlu
adanya suatu transparansi mengenai proses atau tata cara pengembaliandari
uang penggantitindak
pidanakorupsi
setelahputusan hakim tentang suatu perkara tindak pidan korupsi yang diputus telah mempunyai
kekuatan hukum tetap.
Berdasarkan latar belakang permasalahan
di
atas tersebut penulis sangat tertarikuntuk meneliti dan ingin
mengetahui tentang bagaimana proses pengembalian uang pengganti Tindak Pidana Korupsidi
Kejaksaan sebagai pihak eksekutor terhadap putusan Pengadilanyang
telah
mempunyai kekuatanhukum tetap dalam
hal
perkara pidana karena sepengetahuanpenulis belum
ada Undang-undang yang mengatur tentang hal tersebut.Oleh
karenaitu,
penulis
berkeinginanuntuk
menuangkan pennasalahanini
dalam bentuk tulisan berupa skripsi denganjudul:
PROSES PENGEMBALIAN
UANG
PENGGANTI SEBAGAI
PIDANA
TAMBAHAN DALAM TINDAK PIDANA
KORUPSI
( Studi Kasus
Di Kejaksaan Tinggi
SumateraBarat )
B. Perumusan Masalah.
Berkaitan dengan
latar
belakang masalah diatas, maka akan dibahas beberapapermasalahan tentang:
1.
Bagaimanakah Implementasi PidanaPembayaran Uang
Pengganti dalam2.
Bagaimana Pelaksanaan Pidana Pembayaran Uang Pengganti dalam TindakPidana
Korupsi
oleh
Kejaksaan selaku Eksekutor
Terhadap
Putusan Pengadilan dalam Wilayah Hukum SumateraBarat?
3.
Kendala yang Dihadapi dalam
PelaksanaanPidana
Pembayaran UangPengganti terhadap Kasus
Tindak
PidanaKorupsi oleh
Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat.C.
Tujuan
Penelitian.Bertitik
tolak
dari perumusan masalah diatas, maka tujuan yang hendak dicapai melalui penelitianini
adalah:1.
Untuk
mengetahui bagaimana Implementasidari
Pidana Pembayaran UangPengganti terhadap Kasus Tindak Pidana Korupsi
di
Wilayah Sumatera Barat.2.
Untuk
mengetahui bagaimana
PelaksanaanPidana
Pembayaran
UangPengganti dalam
Tindak
PidanaKorupsi oleh
Kejaksaan selaku Eksekutor terhadap Putusan pengadilan dalam Wilayah Hukum Sumatera Barat.3.
Untuk
mengetahui
Kendala
yang
dihadapi
dalam
Pelaksanaan PidanaPembayaran
Uang
Pengganti terhadap KasusTindak
PidanaKorupsi
oleh KejaksaanTinggi
Sumatera Barat.D.
Manfaat
Penelitian.Suatu penelitian hendaknya
memiliki
hasil yang dilakukan tersebut tidak sia-sia, oleh sebabitu
secara:
l.
Manfaat TeoritisDiharapkan penelitian
ini
dapat memberikan manfaatbagi
perkembangan ilmu pengetahuan hukum pada umumnya, bidang hukum pidana pada khususnya serta menjadibahan referensi oleh mahasiswa, dosen serta masyarakat luas dalam rangka menambah wawasan dan pengetahuan.
2.
Manfaat PraktisDiharapkan agar
hasil
penelitianini
dapat bergunabagi
aparat penegak hukum dan praktisi hukum dalam mewujudkan supremasi hukurn dan menyelamatkan keuangannegara dari Tindak Pidana Korupsi.
E.
Kerangka Teoritis
danKonseptual
l.
Kerangka TeoriDalam penulisan
skripsi
ini
diperlukan suatu kerangkateoritis
sebagai landasanteori
danberpikir
dalam membicarakan masalah pengembalian uang pengganti sebagaipidana tambahan dalam tindak pidana korupsi. Untuk itu akan dijabarkan sebagai berikut:
a. Tindak Pidana
Sebagian besar para
ahli
hukum pidanalebih
cenderung menggunakan istilah tindak pidana sebagai terjemahan "straJbaarfeit'' seperti yang dikemukakan oleh Simon6.Simon
menyatakanStrc/baarfeit
adalah kelakuan(handeling) yang
diancam denganpidana
yang bersifat
melawan
hukum yang
berhubungandengan
kesalahan yang dilakukanoleh
orang yang mampu bertanggungjawab.Lain hal
dengan pendapat Van Hamel yang merumuskan tindak pidana atau perbuatan pidana sebagai berikut: S*aJbaar5
2.
J.
BAB
IV
PENUTUP
A.
KesimpulanBerdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.
Implementasi/penerapanpidana
tambahan pembayaranuang
pengganti dalam kasustindak
pidanakorupsi
di
rvilayahhukum
Kejaksaan Tinggi SumateraBarat telah
sesuai dengan Peraturan Perundang-
UndanganTindak
PidanaKorupsi.
Hal
ini
tergambardari
datayang
diperoleh dari KejaksaanTinggi
Sumatera Barat, bahwa setiap tuntutan Jaksa dan PutusanHakim selalu memuat pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti dalam kasus tindak pidana korupsi.
Pelaksanaan
pidana
tambahan pembayaranuang
pengganti
di
wilayahhukum
KejaksaanTinggi
Sumatera Baratbelum
dapatoptimal
dilakukan pelaksanaannya.Hal
ini
dibuktikan
denganhasil penelitian
melalui
data yang diperolehdi
KejaksaanTinggi
Sumatera Barat bahwa selama tahun 2003-
2006 belum ada satupun terpidana kasus tindak pidana korupsi yang membayaruang
pengganti yang
jumlahnya
sebanyak-banyaknya samadengan hasil korupsi yang dilakukannya.
Hal-hal yang menjadi kendala dalam pelaksanaan pidana pembayaran uang pengganti kerugian terhadap kasus tindak pidana korupsi diantaranya :
a.
Terpidana tidak dapat mengembalikan kerugian keuangan negara denganalasan
bahwa
harta
benda
terpidana
tidak
mencukupi
untukmengembalikan
kerugian kerugian keuangan negara
yang
telahdikorupsinya.
b.
Terhadap terpidana
yang
meninggal
dunia,
sedangkanahli
waristerpidana
yang akan dituntut melalui
gugatan perdata
juga
tidak mempunyai harta benda yang ditinggalkan terpidana.c.
Terpidanalebih
banyakmemilih
pidanakurungan
sebagai penggantibagi yang tidak
sanggup membayarpidana
uang
pengganti
karena pidana kurungan tersebut relatif ringan.Karena
tidak
dibayarnya uang penggantioleh
terpidanatindak
pidana korupsi dengan berbagai alasan menyebabkan tunggakkandalam
regitrasi
eksekusi yang berimbaspada
eksistensi kejaksaanitu
sendiri dalam
melaksanakan eksekusi di wilayah hukumnya.B. Saran
Berdasarkan
hasil
penelitian dan
pembahasan pada bab-babterdahulu,
makapenulis
mengajukan beberapa saranberikut untuk
perbaikan pelaksanaan pidana pembayaran uang pengganti dalam kasus Tindak PidanaKorupsi
di
masa yang akan datang. Saran-saran tersebut antara lain :l.
Perlunya ada kesamaan visi/cara pandang Jaksa penuntut Umum dan Hakimdalam
menilai/melihat besarnya pembayaran uang penggantiyang
harus ditetapkan sebagai pidana tambahan dalam perkara tindak pidana korupsi.2.
Jaksa selaku eksekutor harus melaksanakan semua putusan tentang pidanapembayaran
uang
pengganti secara
tegas. Jaksa
tidak
bolehDAFTAR PUSTAKA
Buku-buku:
Andi
Hamzah. 1994. Asas-Asos Hukum Pidana. Rineka Cipta. Jakarta.Badan
Pengawasan Keuangandan
Pembangunan,1999, "Strategi
Pemberantasan Korupsi Nasional", Pusat Pendidikan dan Latihan Pengawasan BPKP, Jakarta.Darwan
Prinst.
2002.
PemberantasanTindak
Pidana Korupsi. Citra Aditya
Bakti.Bandung.
Elwi
Danil, dkk,
2002,Hukum Pidana
Korupsi,
(Dihat
Kuliah),
Direktorat
JendralPendidikan
Tinggi
Departemen PendidikanNasional
Bagian Hukum
PidanaI
Fakultas Hukum Unand, Padang.E.Y.
Kanter,
dkk,
2002, Asas-Asss HukumPidana
di
Indonesiadan
Penerapannya,Storia
Grafika, Jakarta.Frans Hendra Winafia, 2001, Kontpsi dan Hukum
di
Indonesia, Pro Justicia TahunXIX
No. 3 FH Unpar, Bandung.Ilham
Gunawan.
1993.Postur Korupsi
di
Indonesia
Tinjauan
Yuridis,
Sosiologis, Budaya, dan Politis. Angkasa. Bandung.J.C.T.
Simorangkir,
Rudy
T.
Erwin,
J.T.
Prasetyo.
2005. Kamus Hukum.
Sinar Grafika. Jakarta.Leden Marpaung, 2005, Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana, Sinar Grafika. Jakarta.
Luh Nyoman
Dewi
Triandayani (ed), 2A02, Budoya KorupsiAla
Indonesra, Pusat Studi Pengembangan Kawasan (PSPK), Jakarta.Mochtar Lubis,
dkk
(ed), 1988, Bunga Rampai Korupsi, Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), Jakarta.Moeljatno. 2000. Asas-Asas Hukum Pidana. Rineka Cipta. Jakarta.
R. Wiyono.2005. Pembahasan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sinar Grafika. Jakarta.
Soerjono Soekanto. 1999. Metode Penelitian Hukum. Universitas Indonesia Press
(UI-Press). Jakarta.