• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERSEPSI MAHASISWA TENTANG MULTIKULTURALISME PENGARUHNYA TERHADAP RADIKALISME ATAS NAMA AGAMA :Studi Deskriptif dalam Konteks Pendidikan Kewarganegaraan di Universitas Pendidikan Indonesia.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERSEPSI MAHASISWA TENTANG MULTIKULTURALISME PENGARUHNYA TERHADAP RADIKALISME ATAS NAMA AGAMA :Studi Deskriptif dalam Konteks Pendidikan Kewarganegaraan di Universitas Pendidikan Indonesia."

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

PERSEPSI MAHASISWA TENTANG MULTIKULTURALISME PENGARUHNYA TERHADAP RADIKALISME ATAS NAMA AGAMA

(Studi Deskriptif dalam Konteks Pendidikan Kewarganegaraan di Universitas Pendidikan Indonesia)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan

Oleh

GINA LESTARI 0907334

JURUSAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG

(2)

PERSEPSI MAHASISWA TENTANG MULTIKULTURALISME

PENGARUHNYA TERHADAP RADIKALISME ATAS NAMA AGAMA

(Studi Deskriptif dalam Konteks Pendidikan Kewarganegaraan di Universitas

Pendidikan Indonesia)

Oleh

Gina Lestari

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar

Sarjana pada Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

© Gina Lestari 2013

Universitas Pendidikan Indonesia

Januari 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

(3)

GINA LESTARI

PERSEPSI MAHASISWA TENTANG MULTIKULTURALISME PENGARUHNYA TERHADAP RADIKALISME ATAS NAMA AGAMA

(Studi Deskriptif dalam Konteks Pendidikan Kewarganegaraan di Universitas Pendidikan Indonesia)

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING:

Pembimbing I

Prof.Dr. H. Dasim Budimansyah, M. Si NIP. 19620316 198803 1 003

Pembimbing II

Prof. Dr. H. Endang Sumantri, M. Ed. NIP. 19410715 196703 1 001

Mengetahui

Ketua Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan,

(4)

SKRIPSI INI TELAH DIUJI PADA TANGGAL 31 JANUARI 2013. PANITIA UJIAN SIDANG TERDIRI ATAS:

KETUA :

Prof. Dr. H. Karim Suryadi, M. Si. NIP. 19700814 199402 1 001 SEKRETARIS :

Syaifullah, S. Pd., M. Si.

NIP. 19721112199903 1 001

PENGUJI TERDIRI ATAS:

PENGUJI I :

Prof. Dr. H. Sapriya, M. Ed. NIP. 19630820 198803 1 001 PENGUJI II :

Dr. Cecep Darmawan, S.Pd.S.IP.M.Si. NIP. 19690929 199402 1 001 PENGUJI III :

(5)

ABSTRAK

Gina Lestari, PERSEPSI MAHASISWA TENTANG MULTIKULTURALISME PENGARUHNYA TERHADAP RADIKALISME ATAS NAMA AGAMA (Studi Deskriptif dalam Konteks Pendidikan Kewarganegaraan di Universitas Pendidikan Indonesia).

(6)

ABSTRACT

Gina Lestari, STUDENTS' PERCEPTIONS OF MULTICULTURALISM

EFFECTS ON RADICALISM IN THE NAME OF RELIGION (Descriptive Study of Civic Education in the Context in Indonesia University of Education).

(7)

DAFTAR ISI

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitain ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 10

1. Secara Teoritis ... 10

2. Secara Praktis ... 10

E. Struktur Organisasi Skripsi ... 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 13

A. Teori dan Konsep Persepsi ... 13

1. Pengertian Persepsi ... 13

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi ... 16

3. Proses Persepsi ... 17

B. Eksistensi Multikultural di Indonesia ... 23

1. Konsep Multikulturalisme ... 23

2. Agama, Budaya dan Multikultural ... 31

3. Indonesia Sebagai Negara Multikultur ... 47

4. Bhineka Tunggal Ika sebagai Ciri Multikultural Indonesia .... 59

C. Fenomena Radikalisme di Indonesia ... 67

1. Agama dan Radikalisme ... 32

2. Keterkaitan Radikalisme Atas Nama Agama dengan Terorisme 79 3. Munculnya Radikalisme Atas Nama Agama di Indonesia ... 90

4. Faktor-Faktor Radikalisme Atas Nama Agama di Indonesia . 109 D. Faham Radikalisme Atas Nama Agama dan Eksistensi Multikulturalisme dalam Perhatian PKn ... 121

1. Perhatian PKn terhadap Faham Radikalisme Atas Nama Agama 121 2. Perhatian PKn terhadap Eksistensi Multikultural ... 135

E. Penelitian Terdahulu ... 154

(8)

BAB III METODE PENELITIAN... 158

1. Kuesioner Persepsi Mahasiswa tentang Multikulturalisme (Variabel X) ... 173

2. Kuesioner Persepsi Mahasiswa tentang Radikalisme Atas Nama Agama (Variabel Y) ... 174

G. Operasionalisasi Variabel ... 174

H. Proses Pengembangan Instrumen ... 178

1. Hasil Uji Coba Instrumen Penelitian ... 178

a. Uji Validitas ... 179

2. Tahap Penyusunan Instrumen ... 194

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian ... 194

H. Analisis Data ... 195

1. Reduksi Data (Data Reduction) ... 196

2. Penyajian Data (Data Display) ... 196

3. Kesimpulan (Verifikasi) ... 197

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 199

A. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 199

(9)

a. Asal daerah mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia 202 b. Agama yang dianut mahasiswa Universitas Pendidikan

Indonesia ... 204

c. Sikap toleransi mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia ... 206

2. Persepsi Mahasiswa tentang Multikulturalisme ... 208

3. Persepsi Mahasiswa tentang Radikalisme Atas Nama Agama 231 C. Pengujian Data ... 252

1. Pengujian Validitas Data ... 253

2. Pengujian Reliabilitas Data ... 256

3. Pengujian Normalitas Data ... 259

4. Pengujian Hipotesis Penelitian ... 261

a. Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia Bandung memiliki persepsi yang positif tentang multikulturalisme . 261 b. Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia Bandung memiliki persepsi yang negatif tentang radikalisme dalam beragama ... 263

c. Terdapat pengaruh yang signifikan antara persepsi mahasiswa tentang multikulturslisme terhadap persepsi mahasiswa tentang Radikalisme Atas Nama Agama ... 265

5. Koefisien Determinasi ... 269

D. Pembahasan Hasil Penelitian ... 271

1. Kondisi Multikultural di Kampus Universitas Pendidikan Indonesia ... 271

a. Asal daerah mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia 272 b. Agama yang dianut mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia ... 279

c. Sikap toleransi mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia 282 2. Persepsi Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia tentang Multikulturalisme ... 286

a. Kesadaran Budaya ... 287

b. Sub Nilai Multikultural ... 290

c. Wawasan Multikultural ... 294

3. Persepsi Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia tentang Radikalisme Atas Nama Agama ... 299

(10)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 320

A. Kesimpulan ... 320

B. Saran ... 321

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1. Profil Singkat Lima Organisasi Islam Garis Keras di Indonesia ... 101

Tabel 2. 2. Data Peristiwa Pemboman di Indonesia 1999-2009 ... 102

Tabel 2. 3. Daftar pemboman dan peledakan berkaitan dengan JI sejak 1999 104 Tabel 2. 4. Faktor-Faktor Penyebab Lahirnya Radikalisme Atas Nama Agama pada Muslim ... 114

Tabel 2. 5. Nilai-nilai Inti, Perdamaian, Hak-hak asasi manusia, Demokrasi dan Pembangunan Berkelanjutan, dan Nilai-nilai terkait yang Mendukungnya ... 134

Tabel 3. 1. Skala Likert ... 160

Tabel 3. 2. Istrumen Penelitian Bentuk Checklist ... 165

Tabel 3. 3. Responden wawancara ... 165

Tabel 3. 4. Variabel dan Indikator Penelitian ... 166

Tabel 3. 5. Jumlah mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia Angkatan 2009, 2010 dan 2011 Tahun Akademik 2011/ 2012 ... 177

Tabel 3. 6. Penghitungan jumlah sampel berdasarkan fakultas ... 180

Tabel 3. 7. Populasi dan sampel penelitian dengan rumus Isaac dan Michael 181

Tabel 3. 8. Responden wawancara ... 184

Tabel 3. 9. Tabel Analisis Soal Untuk Perhitungan Validitas... 190

Tabel 3. 10. Validitas Instrumen Kuesioner... 191

Tabel 3. 11. Reliabilitas Instrumen Kuesioner ... 192

Tabel 4. 1. Jumlah Mahasiswa UPI yang Dinyatakan Masih Aktif ... 201

Tabel 4. 2. Persentase Asal Daerah Mahasiswa UPI Angkatan 2009, 2010 dan 2011 ... 203

Tabel 4. 3. Persentase Agama yang Dianut Mahasiswa UPI Angkatan 2009, 2010 dan 2011 ... 205

Tabel 4. 4. Bobot Jawaban Responden ... 208

Tabel 4. 5. Indikator Kesadaran Budaya “Pengetahuan berbagai kebudayaan yang mempunyai jati diri beserta keunggulannya”. ... 209

(12)

warisanbudaya, mengembangkan kebudayaan nasional”. ... 210

Tabel 4. 7. Indikator Kesadaran Budaya “Merawat dan mengembangkan unsur

warisan budaya, mengembangkan kebudayaan nasional”. ... 211

Tabel 4. 8. Indikator Kesadaran Budaya “Merawat dan mengembangkan unsur

warisan budaya, mengembangkan kebudayaan nasional”. ... 212

Tabel 4. 9. Indikator Kesadaran Budaya “Merawat dan mengembangkan unsur

warisan budaya, mengembangkan kebudayaan nasional”. ... 213

Tabel 4. 10. Indikator Kesadaran Budaya “Merawat dan mengembangkan unsur

warisan budaya, mengembangkan kebudayaan nasional”. ... 214

Tabel 4. 11. Indikator Kesadaran Budaya “Merawat dan mengembangkan unsur

warisan budaya, mengembangkan kebudayaan nasional”. ... 215

Tabel 4. 12. Indikator Sub Nilai Multikulturalisme “Menegaskan identitas

kultural”... 217

Tabel 4. 13. Indikator Sub Nilai Multikulturalisme “Mempelajari dan menilai

warisan budaya” ... 218

Tabel 4. 14. Indikator Sub Nilai Multikulturalisme “Menghormati dan memahami

kebudayaan selain kebudayaannya” ... 219

Tabel 4. 15. Indikator Sub Nilai Multikulturalisme “Menghormati dan memahami

kebudayaan selain kebudayaannya” ... 220

Tabel 4. 16. Indikator Sub Nilai Multikulturalisme “Menilai dan merasa senang

dengan perbedaan” ... 221

Tabel 4. 17. Indikator Sub Nilai Multikulturalisme “Memandang perbedaan dalam

masyarakat sebagai kebaikan yang positif untuk dihargai dan

dipelihara” ... 222

Tabel 4. 18. Indikator Wawasan Multikultural “Mengakui perbedaan” ... 223

Tabel 4. 19. Indikator Wawasan Multikultural “Mengakui perbedaan” ... 224

Tabel 4. 20. Indikator Wawasan Multikultural “Memberi tempat terhadap

keragaman” ... 225

Tabel 4. 21. Indikator Wawasan Multikultural “Komunikatif, terbuka, dan tidak

(13)

saling curiga” ... 227

Tabel 4. 23. Indikator Wawasan Multikultural “Memberi tempat terhadap

keragaman keyakinan, tradisi, adat, budaya” ... 228

Tabel 4. 24. Indikator Wawasan Multikultural “Memberi tempat terhadap

keragaman keyakinan, tradisi, adat, budaya” ... 229

Tabel 4. 25. Indikator Wawasan Multikultural “Kerjasama sosial dan tolong

menolong secara tulus sebagai perwujudan rasa kemanusiaan” .. 230

Tabel 4. 26. Indikator Absolutisme “Pemahaman yang dangkal terhadap hakikat

ajaran agama, pengetahuan yang setengah-setengah sehingga

mengalami kerancuan konsep” ... 232

Tabel 4. 27. Indikator Absolutisme “Pemahaman yang dangkal terhadap hakikat

ajaran agama, pengetahuan yang setengah-setengah sehingga

mengalami kerancuan konsep” ... 233

Tabel 4. 28. Indikator Absolutisme “Memahami ajaran agama secara tekstual

tanpa memahami kandungan dan maknanya” ... 234

Tabel 4. 29. Indikator Eksklusivisme “Antipati dan memiliki subjektivitas tinggi” 235

Tabel 4. 30. Indikator Eksklusivisme “Kepribadian tertutup, tidak membuka

dialog” ... 236

Tabel 4. 31. Indikator Eksklusivisme “Kepribadian tertutup, tidak membuka

dialog” ... 237

Tabel 4. 32. Indikator Fanatisme “Fanatik organisasi, mengklaim yang paling

benar dan yang lain salah” ... 238

Tabel 4. 33. Indikator Fanatisme “Fanatik kepada keimanan sendiri dengan tidak

didukung oleh rasa toleran dan hati yang lapang” ... 239

Tabel 4. 34. Indikator Fanatisme “Fanatisme terhadap suatu pendapat tanpa

mengakui adanya pendapat lain dan merasa benar sendiri”... 241

Tabel 4. 35. Indikator Ekstrimisme “Sikap keras yang tidak pada tempatnya” 242

Tabel 4. 36. Indikator Ekstrimisme “Mengafirkan orang lain” ... 243

Tabel 4. 37. Indikator Ekstrimisme “Buruk sangka kepada orang lain” ... 244

Tabel 4. 38. Indikator Ekstrimisme “Menguatkan kemungkinan yang buruk

(14)

Tabel 4. 39. Indikator Agresivisme “Menggunakan kekerasan untuk mencapai

tujuan” ... 246

Tabel 4. 40. Indikator Agresivisme “Menggunakan kekerasan untuk mencapai tujuan” ... 247

Tabel 4. 41. Indikator Agresivisme “Menggunakan kekerasan untuk mencapai tujuan” ... 248

Tabel 4. 42. Indikator Agresivisme “Melakukan perubahan secara cepat dan menyeluruh tanpa kompromi” ... 249

Tabel 4. 43. Indikator Agresivisme “Menggunakan kekerasan untuk mencapai tujuan” ... 250

Tabel 4. 44. Indikator Agresivisme “Menggunakan kekerasan dalam mengajarka keyakinan atau pemahaman”... 251

Tabel 4. 45. Rekapitulasi Hasil Uji Validitas Variabel X ... 253

Tabel 4. 46. Rekapitulasi Hasil Uji Validitas Variabel Y ... 255

Tabel 4. 47. Reliabilitas Statistik ... 256

Tabel 4. 48. Rekapitulasi Hasil Uji Reliabilitas Variabel X ... 257

Tabel 4. 49. Reliabilitas Statistik ... 258

Tabel 4. 50. Rekapitulasi Hasil Uji Reliabilitas Variabel Y ... 258

Tabel 4. 51. Uji Normalitas ... 259

Tabel 4. 52. Pengujian Hipotesisi Persepsi Mahasiswa Tentang Multikulturalisme ... 262

Tabel 4. 53. Pengujian Hipotesisi Persepsi Mahasiswa Tentang Radikalisme Atas Nama Agama ... 263

Tabel 4. 54. Korelasi Variabel X dengan Y ... 265

Tabel 4. 55. Matriks Variabel X dengan Y ... 266

Tabel 4. 56. Uji Koefisien Regresi Secara Simultan ... 267

Tabel 4. 57. Koefisien Model ... 268

Tabel 4. 58. Koefisien Korelasi Pada Koefisien Determinasi ... 270

Tabel 4. 59. Uji Signifikansi ... 270

(15)

Tabel 4. 62. Koefisien Determinasi Kesadaran Budaya terhadap

radikalisme atas nama agama. ... 271

Tabel 4. 63. Model Summary ... 272

Tabel 4. 64. Koefisien Determinasi Sub nilai multikultural terhadap

radikalisme atas nama agama ... 272

Tabel 4. 65. Model Summary ... 273

Tabel 4. 66. Koefisien Determinasi Wawasan multikultural terhadap

radikalisme atas nama agama ... 273

Tabel 4. 67. Uji regresi pada indikator kesadaran budaya, sub nilai

multikultural dan wawasan multikultural... 274

(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1. Skema Proses Persepsi De Vito ... 19

Gambar 2. 2. Skema Proses Stimulus Respon ... 20

Gambar 2. 3. Variabel Psikologis di antara Rangsangan dan Tanggapan ... 22

Gambar 2. 4. Keempat komponen dari Religi... 32

Gambar 2. 5. Kerangka Kebudayaan ... 42

Gambar 2. 6. Skema Kerangka Umum Penyebab Terjadinya Kekerasan ... 94

Gambar 2. 7. Peranan Pendidikan dalam Tumbuh Kembangnya Modal Kultural 141 Gambar 2. 8. Diagram Struktur Keilmuan Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. ... 153

Gambar 3. 1. Sampel Representatif... 162

Gambar 3. 2. Kerangka Berpikir Penelitian ... 167

Gambar 3. 3. Kerangka titik tolak pemikiran penelitia ... 173

Gambar 3. 4. Pola Hubungan Sederhana Antara Variabel ... 176

Gambar 3. 5. Hubungan Variabel Independen-dependen ... 176

Gambar 3. 6. Gambar uji dua pihak ... 186

Gambar 4. 1. Diagram Normal Residu... 260

Gambar 4. 2. Persentase Asal Daerah Mahasiswa UPI Angkatan 2009, 2010 dan 2011 ... 272

Gambar 4. 3. Persentase Agama yang Dianut Mahasiswa UPI Angkatan 2009, 2010, dan 2011 ... 279

Gambar 4. 4. Keterkaitan antara keberagaman, toleransi, sikap menerima, dan hubungan harmonis dalam membentuk multikultural... 285

Gambar 4. 5. Persentasi Persepsi Mahasiswa Tentang Kesadaran Budaya ... 290

Gambar 4. 6. Persentasi Persepsi Mahasiswa Tentang Sub Nilai Multikultural 293 Gambar 4. 7. Persentasi Persepsi Mahasiswa Tentang Wawasan Multikultural 297 Gambar 4. 8. Persentasi Persepsi Mahasiswa Tentang Multikulturalisme ... 298

Gambar 4. 9. Persepsi Mahasiswa yang Negatif Terhadap Absolutisme ... 302

(17)

Gambar 4. 12. Persepsi Mahasiswa yang Negatif Terhadap Ekstrimisme ... 310

Gambar 4. 13. Persepsi Mahasiswa yang Negatif Terhadap Agresivisme ... 314

Gambar 4. 14. Persentasi Persepsi Mahasiswa Tentang Radikalisme Atas

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN I Surat-surat Penelitian

LAMPIRAN II Kisi-kisi dan Instrumen Penelitian

LAMPIRAN III Hasil Uji Coba Penelitian

LAMPIRAN IV Hasil Pengolahan Data Penelitian

LAMPIRAN V Hasil Wawancara Penelitian

(19)

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Negara Indonesia adalah salah satu negara multikultur terbesar di dunia.

Kenyataan ini dapat dilihat dari kondisi sosiokultural maupun geografis yang

begitu kompleks, beragam, dan luas. “Indonesia terdiri atas sejumlah besar kelompok-kelompok etnis, budaya, agama, dan lain-lain yang masing-masing

plural (jamak) dan sekaligus juga heterogen “aneka ragam” (Kusumohamidjojo, 2000:45)”. Sebagai negara yang plural dan heterogen, Indonesia memiliki potensi kekayaan multi etnis, multi kultur, dan multi agama yang kesemuanya merupakan

potensi untuk membangun negara multikultur yang besar “multikultural

nation-state. Berdasarkan data sensus Indonesia's Population: Ethnicity and Religion in a Changing Political Landscape, Institute of Southeast Asian Studies

(http://id.wikipedia.org):

Terdapat lebih dari 300 kelompok etnik atau suku bangsa di Indonesia, Proporsi populasi jumlah suku bangsa di Indonesia menurut sensus Tahun 2000 sebagai berikut: Suku Jawa (41,7%), Sunda (15,4%), Tionghoa-Indo (3,7%), Melayu (3,4%), Madura (3,3%), Batak (3,0%), Minangkabau (2,7%), Betawi (2,5%), Bugis (2,5%), Arab-Indo (2,4%), Banten (2,1%), Banjar (1,7%), Bali (1,5%), Sasak (1,3%), Makassar (1.0%), Cirebon (0,9%), dan banyak suku-suku terpencil, terutama di Kalimantan dan Papua dengan populasi kecil yang hanya beranggotakan ratusan orang.

Hasil sensus di atas menggambarkan kekayaan multietnik dan multikultur

yang terdapat di Indonesia. Selain itu, multiagama juga menambah khazanah

tersendiri bagi Indonesia sebagai negara yang besar. “Pada tahun 2010, dari

240.271.522 penduduk Indonesia, terdiri dari kira-kira 85,1% pemeluk Islam,

9,2% Protestan, 3,5% Katolik, 1,8% Hindu, dan 0,4% Buddha

(http://id.wikipedia.org)”. Pemerintah Indonesia secara resmi hanya mengakui enam agama, yakni Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Buddha, dan Khonghucu.

Namun, di luar itu ada beberapa agama dan kepercayaan yang berkembang di

(20)

Pluralitas dan heterogenitas yang tercermin dari uraian tersebut diikat

dalam prinsip persatuan dan kesatuan bangsa yang kita kenal dengan semboyan “Bhineka Tunggal Ika” yang mengandung makna meskipun Indonesia berbhinneka, tetapi terintegrasi dalam kesatuan. Kemajemukan yang terintegrasi

dalam kesatuan merupakan keunikan tersendiri bagi bangsa Indonesia. Bersatu

dalam perbedaan harus disadari oleh setiap orang sebagai suatu kekuatan dan

kerukunan beragama, berbangsa dan bernegara. Akan tetapi, kemajemukan

terkadang membawa berbagai persoalan dan potensi konflik yang berujung pada

perpecahan. Pada dasarnya, bukan hal yang mudah mempersatukan suatu

keragaman tanpa didukung oleh kesadaran masyarakat multikultural.

Keragaman masyarakat multikultural sebagai kekayaan bangsa di sisi lain

sangat rawan memicu konflik dan perpecahan. Sebagaimana yang dikemukakan

oleh Nasikun (2007: 33) bahwa:

Kemajemukan masyarakat Indonesia paling tidak dapat dilihat dari dua cirinya yang unik, pertama secara horizontal, ia ditandai oleh kenyataan adanya kesatuan-kesatuan sosial berdasarkan perbedaan suku bangsa, agama, adat, serta perbedaan kedaerahan, dan kedua secara vertikal ditandai oleh adanya perbedaan-perbedaan vertikal antara lapisan atas dan lapisan bawah yang cukup tajam.

Analisis di atas membuktikan secara defacto maupun dejure bahwa secara

vertikal maupun horizontal, masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang paling

majemuk di dunia, selain Amerika Serikat dan India. Dalam pandangan Geertz

(Hardiman, 2002: 4) mengemukakan bahwa:

Indonesia ini sedemikian kompleksnya, sehingga sulit melukiskan anatominya secara persis. Negeri ini bukan hanya multietnis (Jawa, Batak, Bugis, Aceh, Flores, Bali, dan seterusnya), melainkan juga menjadi arena pengaruh multimental (India, Cina, Belanda, Portugis, Hindhuisme, Buddhisme, Konfusianisme, Islam, Kristen, Kapitalis, dan seterusnya).

Namun, menurut Wakil Ketua MPR RI Lukman Hakim Syaifudin yang

disampaikan dalam Sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan pada Jurusan Pendidikan

Kewarganegaraan UPI mengemukakan bahwa “Perbedaan jangan dipandang dengan suatu kacamata yang memisahkan, tetapi seharusnya perbedaan dipandang

(21)

bangsa kita bukan hanya berupa sumber daya alam yang melimpah, tetapi juga

warisan kekayaan berupa keanekaragaman budaya dan nilai-nilai luhur bangsa

Indonesia.

Negara yang memiliki keunikan multientis dan multimental seperti

Indonesia dihadapkan pada suatu dilematis tersendiri yang di satu sisi membawa

Indonesia menjadi bangsa yang besar sebagai multicultural nation-state, tetapi di

sisi lain menjadi ancaman tersendiri, seperti bara dalam sekam yang mudah

tersulut dan memanas. Kondisi ini merupaka suatu kewajaran sejauh

perbedaan-perbedaan disadari dan dihayati keberadaannya sebagai sesuatu yang harus

disikapi dengan toleransi. Namun, ketika perbedaan-perbedaan tersebut

mengemuka dan menjadi sebuah ancaman untuk kerukunan hidup, perbedaan

tersebut menjadi masalah yang harus diselesaikan.

Masyarakat Indonesia yang multikultur, multietnis, dan multiagama,

memiliki potensi yang besar untuk terjadinya konflik antarkelompok, etnis,

agama, dan suku bangsa. Hal ini mulai dikhawatirkan terjadi karena munculnya

beberapa indikasi ke arah yang dikhawatirkan. Salah satu indikasinya yaitu mulai

tumbuh suburnya berbagai organisasi kemasyarakatan, profesi, agama, dan

organisasi lainnya yang berjuang dan bertindak atas nama kepentingan

kelompoknya atau kepentingan lainnya yang dikhawatirkan memicu munculnya

berbagai konflik sosial yang bernuansa SARA (suku, agama, ras dan antar

golongan).

Tumbuh suburnya berbagai organisasi kemasyarakatan, profesi, dan

agama, bahkan munculnya berbagai organisasi radikal yang mengatasnamakan

agama tertentu, serta munculnya berbagai aliran keagamaan merupakan indikasi

nyata potensi konflik bernuansa SARA. Agama yang pada dasarnya merupakan

pedoman hidup bagi manusia yang terdiri atas nilai-nilai kebaikan tidak luput

dijadikan suatu legitimasi oleh pemeluk agamanya menjadi salah satu faktor

pemicu konflik. Kahmad (2009: 151) mengemukakan bahwa:

(22)

Munculnya konflik yang berlatar belakang agama pada dasarnya bukan

dipicu oleh ajaran agamanya, tetapi dipicu oleh umat beragama yang menjadikan

agama sebagai legitimasi paling ampuh bagi manusia untuk melakukan suatu

perbuatan, termasuk perbuatan-perbuatan yang memicu konflik. Burhani (2001:

22) mengatakan bahwa “ekstrimisme dan radikalisme banyak menjalar dan agama merupakan medan yang paling subur untuk tumbuhnya tindakan-tindakan itu.

Tidak ada satu kelompok agama pun yang imun atau kebal terhadap masalah ini”. Munculnya konflik baru sebagai manifestasi lahirnya berbagai organisasi

radikal dipengaruhi oleh berbagai faktor. Salah satu faktornya dipengaruhi oleh

paradigma bahwa kelompok lain, golongan lain, atau agama lain adalah salah dan

hanya kelompoknya yang benar. Organisasi radikal ini menjadi ancaman bagi

tatanan masyarakat yang sudah ada serta kepentingan dari kelompok lainnya. Hal

ini menggambarkan semakin berkembang sikap etnosentrisme, yang menganggap

hanya kelompok dan golongannya saja yang paling baik, benar, dan sempurna,

sedangkan kelompok yang lainnya jelek dan salah, serta berbagai kekurangan

lainnya.

Dewasa ini Indonesia sebagai multicultural nation-state dihadapkan pada

persoalan yang mendera dan menggoncang kebhinekaan bangsa yaitu praktek

kekerasan yang mengatasnamakan agama, dari fundamentalisme, radikalisme,

hingga terorisme yang akhir-akhir ini semakin marak di tanah air. Salah satu

konflik komunal yang terjadi yaitu konflik di Maluku pada tahun 1999, menurut

ICG (2002a), van Klinken (2001) dan Thalib (2001) (dalam Jurnal Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik 2010:140) mengemukakan bahwa:

(23)

Kasus Maluku yang dilatarbelakangi kekerasan atas nama agama muncul

dari masalah pribadi yang sepele yang akhirnya berkembang menjadi kekerasan

agama yang menimbulkan korban ribuat orang. Kasus ini merupakan salah satu

kasus kekerasan agama terbesar yang terjadi di Indonesia. Masalah sekecil apapun

yang dilatarbelakangi intoleransi perbedaan-perbedaan ras, suku, maupun agama

berpotensi menjadi konflik besar yang memakan ribuan korban jiwa. Selain kasus

Maluku, kekerasan atas nama agama juga terjadi di Poso Sulawesi tengah yang

bermula pada tahun 1998 hingga menjatuhkan ratusan korban jiwa. Kasus lain

yang terjadi akibat intoleransi adalah munculnya terorisme yang melakukan

pemboman di beberapa wilayah Indonesia.

Menurut ICG (2001, 2002c) dan Tempo (14 Januari 2001, 25 Februari

2001) (dalam Jurnal Ilmu Sosial Ilmu Politik 2010:136) memaparkan bahwa:

“Serangkaian bom meledak dalam waktu yang nyaris bersamaan di dalam atau di

sekitar 38 gereja Katolik dan Protestan di 11 kota di Sumatra, Jawa dan Nusa

Tenggara Barat (NTB)”. Jauh sebelum kasus-kasus kekerasan di atas terjadi,

gerakan-gerakan radikal di Indonesia sudah terjadi sejak 1970an dan 1980an yang

berakar pada gerakan DI/TII yang bergerak di beberapa wilayah Jawa Barat, Jawa

Tengah, Sumatra (Aceh), Kalimantan, dan Sulawesi Selatan. Berdasarkan

penelitian yang dilakukan oleh SETARA Institut yang disusun oleh Ismail Hasani

(2010)mengemukakan bahwa: “Jawa Barat merupakan daerah yangmenjadi basis

perjuangan untuk merebut kekuasaan dan mendirikan Negara Islam melalui

Gerakan Darul Islam. Basis utamanya adalah Garut, Tasikmalaya, Cianjur, dan Ciamis”.

Terorisme dan radikalisme khususnya radikalisme agama merupakan

ancaman tidak hanya bagi multikultur tetapi juga menjadi ancaman bagi Negara

Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Ironisnya kasus-kasus kekerasan atas nama

agama ini menjadikan mahasiswa sebagai sasaran utamanya. Hal ini terlihat dari

munculnya kasus cuci otak NII pada mahasiswa dibeberapa kampus, hingga kasus

penculikan mahasiswa yang disinyalir dilakukan oleh gerakan NII KW IX yang

terjadi pada pertengahan tahun 2010. Gerakan Negara Islam Indonesia (NII) yang

(24)

terjadi terutama di lingkungan kampus. Kasus ini menjadi kecemasan bagi

kampus sebagai lingkungan yang kental dengan dunia pendidikan dan dakwah

kampus.

Kampus merupakan ranah publik dengan mahasiswa dan alumni terkait

kealmamaterannya menjadi sasaran berbagai pengaruh serta infiltrasi paham,

wacana, dan gerakan radikalisme agama dari luar. Menurut Azra

(http://cetak.kompas.com) “Rekrutmen Sel Radikal di Kampus” menyatakan bahwa:

Dari masa ke masa di lingkungan kampus hampir selalu ada kelompok radikal dan ekstrem, baik kanan maupun kiri.Beragam penelitian dan pengakuan mereka yang keluar dari sel-sel radikal dan ekstrem mengisyaratkan, mahasiswa perguruan tinggi umum lebih rentan terhadap rekrutmen daripada mahasiswa perguruan tinggi agama Islam. Gejala ini berkaitan dengan kenyataan bahwa cara pandang mahasiswa perguruan tinggi umum, khususnya bidang sains dan teknologi, cenderung hitam-putih. Mahasiswa perguruan tinggi agama Islam yang mendapat keragaman perspektif tentang Islam cenderung lebih terbuka dan bernuansa.

Menanggapi hal tersebut, menjadi suatu kehawatiran bagi dunia kampus

dalam menghadapi masalah radikalisme agama yang terjadi pada mahasiswa.

Mahasiswa yang dianggap sebagai kaum intelektual justru banyak terjaring oleh

kelompok NII sebagai organisasi gerakan radikal. Menurut Ketua Forum Ulama

Ummat Indonesia (FUUI) KH Athian Ali M (http://www.antaranews.com):

Dari empat kampus ITB, Unpad, Polban dan UPI, Kampus ITB sudah sejak dulu digoyang NII. Mahasiswa ITB menjadi yang terbanyak direkrut sebagai anggota NII oleh aktivitis NII gadungan, data mahasiswa di Kota Bandung yang direkrut NII Gadungan didasarkan pada data yang dimiliki FUUI pada 2002-2003, jumlah mahasiswa ITB yang direkrut oleh NII Gadungan mencapai 200 orang.

Berdasarkan data Forum Ulama Umat Indonesia (FUUI) dari penyelidikan

yang dilakukan organisasi Forum Komunikasi Dakwah Fakultas (FKDF)

(http://kampus.okezone.com), “ada 257 mahasiswa UNPAD terlibat gerakan NII. Data ini diperoleh FUUI justru dari UNPAD, Tapi data 257 mahasiswa itu bukan

(25)

Banyaknya mahasiswa yang terlibat dalam kasus radikalisme agama tidak

terlepas dari faktor internal dan eksternal pada mahasiswa. Berdasarkan studi

pendahuluan yang dilakukan oleh penyusun melalui tanya jawab dengan berbagai

kalangan mahasiswa baik kalangan mahasiswa aktifis, mahasiswa rohis, maupun

mahasiswa non aktifis didapat beberapa kesimpulan. Kesimpulan yang didapat

pada studi pendahuluan yaitu pada dasarnya mahasiswa rawan dimasuki berbegai

ideologi radikal karena secara internal dipengaruhi oleh psikologis. Faktor

psikologis tersebut diantaranya jiwa muda mahasiswa yang memiliki daya kritis

tinggi, hasrat ingit tahu yang tinggi serta masih labilnya emosi yang sulit

terkontrol.

Selain faktor internal tersebut diatas, faktor eksternal sedikit banyak

membawa pengaruh yaitu berupa kondisi kultural dunia kampus yang terbuka dan

mudah dimasuki berbagai ideologi, termasuk ideologi radikal. Hal ini dikarenakan

kampus dan segala kegiatannya cenderung sulit dikontrol mengingat dunia

kampus memberikan kebebasan bagi setiap organisasi ektra maupun intra kampus

untuk melakukan berbagai kegiatan di kampus. Selain itu, gerakan penanaman

ideologi radikal melalui cuci otak pada mahasiswa ini dilakukan dengan

sembunyi-sembunyi atau tertutup dengan menggunakan modus dakwah.

Berdasarkan permasalahan yang dipaparkan diatas, penyusun merasa

ironis dengan fakta yang ada. Oleh karena itu, dirasakan perlu adanya penelitian

yang mengkaji dan menganalisis masalah tersebut secara ilmiah dan logis yang

diharapkan dapat memberikan soludi terkait kasusu radikalisme agama di dunia

kampus. Untuk itu, maka perlu kiranya mencari suatu bentuk upaya pencegahan

terhadap radikalisme agama di kampus yang digali dari mahasiswa sebagai objek

kasus ini. Menurut Azra dalam (http://cetak.kompas.com) “Rekrutmen Sel

Radikal di Kampus” menyatakan bahwa:

(26)

mengandung penguatan paham kebangsaan-keindonesiaan dalam berbagai aspeknya.Agama semestinya tak hanya mengulangi ajaran teologis-normatif agama, tetapi juga penguatan perspektif keagamaan-kebangsaan dan diorientasikan untuk penguatan sikap intelektual tentang keragaman agama sekaligus toleransi intraagama dan antaragama serta antara umat beragama dan negara.

Berdasarkan pemaparan Azra diatas, maka pendidikan kewarganegaraan

memiliki peranan penting dalam upaya deradikalisasi di dunia kampus. Melalui

pendidikan kewargaenaraan dengan pendekatan multikultural, toleransi bisa

ditanamkan dalam proses belajar mengajar didunia kampus. Penanaman nilai-nilai

multikultur dalam pendidikan kewarganegaraan akan memberikan pemahaman

kebangsaan- keagamaan yang kuat pada mahasiswa. Pedidikan kewarganegaraan

tidak hanya mengembangkan kecerdasan intelektual tetepi juga kecerdasan sosial

karena dalam pendidikan kewarganegaraan terkandung kompetensi

kewarganegaraan yang terdiri dari civic knowledge, civic skill, civic disposition.

Kompetensi kewarganegaraan menurut Branson (Budimansyah dan Suryadi,

2008:33) terdiri atas tiga komponen penting yaitu:

1) Civic knowledge (pengetahuan kewarganegaraan), berkaitan dengan kandungan atau apa yang seharusnya diketahui oleh warga negara; 2) Civic skill (kecakapan kewarganegaraan), adalah kecakapan intelektual dan partisipatoris warga negara yang relevan; dan 3) Civic disposition (watak kewarganegaraan).

Kompetensi kewarganegaraan tersebut merupakan kompetensi yang

semestinya dimiliki warganegara/ masyarakat multikultur sebagai upaya

pengembangan wawasan multikultural. Menurut Tim Departemen Agama RI

(PKUB: 2003) menyatakan bahwa:

(27)

Berangkat dari pemaparan di atas, penulis tertarik untuk mengadakan suatu

penelitian mengenai persepsi mahasiswa tentang multikulturalisme pengaruhnya

terhadap Radikalisme Atas Nama Agama. Mengingat mahasiswa menjadi salah

satu sasaran dari tindakan makar radikalisme ini, maka penulis merasa tertarik

untuk mencari tahu bagaimana persepsi mahasiswa tentang multikulturalisme

pengaruhnya terhadap persepsi mahasiswa tentang Radikalisme Atas Nama

Agama. Dengan demikian, penulis mencoba mencari jawabannya melalui suatu

penelitian berjudul “PERSEPSI MAHASISWA TENTANG MULTIKULTURALISME PENGARUHNYA TERHADAP RADIKALISME ATAS NAMA AGAMA (Studi Deskriptif dalam Konteks Pendidikan Kewarganegaraan di Universitas Pendidikan Indonesia)”.

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka masalah penelitian ini

dirumuskan yaitu bagaimana persepsi mahasiswa tentang multikulturalisme

pengaruhnya terhadap radikalisme atas nama agama? Berdasarkan masalah

penelitian diatas, dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana kondisi keberagaman mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia

Bandung?

2. Bagaimana persepsi mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia Bandung

tentang multikulturalisme?

3. Bagaimana persepsi mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia Bandung

tentang radikalisme atas nama agama?

4. Bagaimana pengaruh antara persepsi mahasiswa tentang multikulturslisme

terhadap persepsi mahasiswa tentang radikalisme atas nama agama?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan merupakan hal utama yang menjadi motif seseorang untuk

melakukan tindakan. Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk menganalis

persepsi mahasiswa tentang multikulturalisme pengaruhnya terhadap radikalisme

(28)

1. Mengetahui kondisi keberagaman mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia

Bandung.

2. Mengetahui persepsi mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia Bandung

tentang multikulturalisme.

3. Mengetahui persepsi mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia Bandung

tentang radikalisme atas nama agama.

4. mengetahui pengaruh antara persepsi mahasiswa tentang multikulturslisme

terhadap persepsi mahasiswa tentang radikalisme atas nama agama.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini berkaitan dengan upaya untuk memperoleh informasi dan

data mengenai persepsi mahasiswa tentang multikulturalisme pengaruhnya

terhadap radikalisme atas nama agama. sehubungan dengan hal tersebut,

penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara teoritis maupun

secara empiris (praktis). Adapun manfaat penelitian ini dapat diuraikan sebagai

berikut.

1. Secara Teoretis

Melalui penelitian ini, diharapkan dapat menghasilkan temuan-temuan

baru yang akan berguna bagi perkembangan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn),

serta menambah wawasan dan pengetahuan, khususnya tentang multikulturalisme

dan radikalisme atas nama agama dengan menganalisis, mengkaji, dan

mengungkapkan informasi argumentatif dan teoritik persepsi mahasiswa tentang

multikulturalisme pengaruhnya terhadap pencegahan radikalisme atas nama

agama.

2. Secara Praktis a. Bagi Mahasiswa

1) Meningkatkan wawasan dan pemahaman multikultural sebagai upaya

pencegaran radikalisme atas nama agama.

(29)

3) Meningkatkan rasa nasionalisme dan pemahaman empat pilar kebangsaan

(UUD NRI 1945, Pancasila, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika) sebagai

wujud warga negara yang baik.

b. Bagi Dosen

1) Mengembangkan inovasi dalam mata kuliah pendidikan kewarganegaraan

dengan pendekatan multikultural untuk menanamkan toleransi dalam

keberagaman sebagai upaya deradikalisasi pada mahasiswa melalui proses

belajar mengajar.

2) Meningkatkan pengetahuan mahasiswa tentang keberagaman berbangsa

dan beragama untuk menumbuhkan sikap kerukunan dan toleransi dalam

kehidupan sehari-hari.

3) Meningkatkan rasa nasionalisme dan penanaman empat pilar kebangsaan

(UUD NRI 1945, Pancasila, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika) untuk

mencegah masuknya radikalisme agama pada mahasiswa.

c. Bagi Perguruan Tinggi

1) Sebagai motivasi untuk lebih mengembangkan pengetahuan tentang

multikultural mahasiswa dalam rangka menamkan sikap toleransi dan

Bhineka Tunggal Ika.

2) Sebagai bahan pertimbangan bagi peningkatan kualitas pembelajaran

Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) dengan pendekatan multikultural

dalam proses pembelajaran di kampus.

3) Sebagai upaya mengembangkan multikultural dalam mencegah

radikalisme atas nama agama di kampus.

4) sebagai bahan pertimbangan dalam pengambil kebijakan khususnya yang

terkait dengan upaya pencegahan radikalisme atas nama agama di kampus.

E. Struktur Organisasi Skripsi

Struktur organisasi skripsi berisi rincian tentang urutan penulisan dari

setiap bab dan bagian bab dalam skripsi mulai dari bab satu hingga bab terakhir.

Skripsi ini terdiri atas lima bab, pada bab satu sebagai pendahuluan dipaparkan

(30)

penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional dan anggapan dasar. Pada bab

dua yang merupakan kajian pustaka dipaparkan tentang teori dan konsep persepsi,

eksistensi multikulturalisme di Indonesia, fenomena radikalisme di Indonesia,

paham radikalisme atas nama agama dan eksistensi multikulturalisme dalam

perhatian PKn, penelitian terdahulu serta hipotesis. Pada bab tiga dipaparkan

mengenai pendekatan dan metode penelitian, teknik pengumpulan data,

operasionalisasi variabel, populasi dan sampel penelitian, instrumen penelitian,

pengujian data, tahap penelitian, serta tahap pengolahan dan analisis data. Pada

bab empat dipaparkan mengenai deskripsi lokasi penelitian, deskripsi data hasil

penelitian, pengujian data dan pembahasan hasil penelitian. Sementara itu, pada

(31)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Subjek Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Lokasi dalam penelitian ini adalah Universitas Pendidikan Indonesia Bumi

Siliwangi, Bandung. Kampus utama Universitas Pendidikan Indonesia terletak di

Jalan Setiabudi 229 Bandung dengan luas 615.766 m2 ( kurang lebih 61 hektar),

kini sedang diperluas ke arah barat hingga mencapai 75 hektar. Di kampus utama,

Universitas Pendidikan Indonesia memiliki 7 (tujuh) fakultas dan satu Sekolah

Pascasarjana (SPs).

Ketujuh fakultas tersebut adalah: (1) Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP), (2)

Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (FPIPS), (3) Fakultas Pendidikan

Bahasa dan Seni (FPBS), (4) Fakultas Pendidikan Matematika dan IPA

(FPMIPA), (5) Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan (FPTK), (6) Fakultas

Pendidikan Olahraga dan Kesehatan (FPOK), serta (7), Fakultas Pendidikan

Ekonomi dan Bisnis (FPEB).

2. Populasi Penelitian

Keseluruhan dari objek penelitian bisa dikatakan sebagai suatu populasi penelitian. “Populasi berasal dari kata bahasa Inggris population yang berarti jumlah penduduk. Dalam metode penelitian, kata populasi amat populer

digunakan untuk menyebutkan serumpun atau sekelompok objek yang menjadi sasaran penelitian” (Bungin, 2010: 99).

Populasi sebagai sasaran suatu penelitian memeliki peran yang sangat

penting dalam penelitian, maka dari itu peneliti harus jeli dalam menentukan

keakuratan populasi. Populasi (Sugiyono, 2011:80) adalah “wilayah generalisasi

yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan”.

Sementara itu, Suharsimi Arikunto (2010: 173) berpandangan bahwa

(32)

penelitian dalam hal ini adalah manusia yaitu mahasiswa Universitas Pendidikan

Indonesia. “Populasi memiliki parameter yakni bisa terukur yang menunjukkan ciri dari populasi itu” (Zuriah, 2009: 16).

Berdasarkan kategori populasi, populasi dalam penelitian ini merupakan

populasi teoretis (theoritical population) yaitu sejumlah populasi yang

batas-batasnya ditentukan secara kualitatif (Zuriah, 2009: 117). Berdasarkan pada

kategori populasi teoretis, populasi dalam penelitian ini ditentukan batas-batasnya

yaitu mahasiswa (semestar 3, 5, dan 7) angkatan 2009, 2010, dan 2011 di

Universitas Pendidikan Indonesia yang masih aktif dan sedang menempuh jenjang

Sarjana (S1) di semua fakultas di Universitas Pendidikan Indonesia Bandung. Sifat populasi dalam penelitian ini adalah “populasi yang bersifat heterogen yaitu populasi yang unsur-unsurnya memiliki sifat dan keadaan yang

bervariasi sehingga perlu ditetapkan batas-batasnya baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif” (Zuriah, 2009: 117). Gambaran mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia yang heterogen terlihat dari berbagai fakultas, latar

belakang mahasiswa, prestasi akademik mahasiswa dan ciri-ciri lain dari

mahasiwa yang heterogen satu sama lainnya.

Pertimbangan memilih Universitas Pendidikan Indonesia Bandung karena

mahasiswa UPI terdiri atas sejumlah besar kelompok-kelompok etnis, budaya,

agama, dan lain-lain yang masing-masing plural (jamak) dan sekaligus juga

heterogen (aneka ragam). Selain pertimbangan tersebut, peneliti mengambil

populasi pada mahasiswa semestar 3, 5 dan 7 (angkatan 2009, 2010, dan 2011)

dikarenakan berbagai pertimbangan sebagai berikut:

1. Untuk mahasiswa Semestar 3, 5, dan 7 (angkatan 2009, 2010, dan 2011)

diasumsikan telah mengontrak mata kuliah dasar umum yang bermuatan

pendidikan nilai, moral dan pendidikan akhlak

(hablumminalloh-hablumminannas) yaitu MKDU Pendidikan Kewarganegaraan, Pendidikan

Agama (Pendidikan Agama Islam, Kristen, dan agama lain), Mengikuti

Tutorial Pendidikan Agama Islam. Mata kuliah ini penuh dengan pendidikan

(33)

mahasiswa telah diperkenalkan dan diberi pemahaman terhadap etika, moral,

akhlak (hablumminalloh-hablumminannas), dan pemahaman kebangsaan

keindonesiaan (Bhenaka Tunggal Ika).

2. Untuk mahasiswa angkatan 2009, 2010, dan 2011 diasumsikan telah

mendapatkan pengalaman organisasi baik tingkat jurusan maupun tingkat

universitas, yang memberi keterampilan (skill) organisasi dan pengalaman

organisasi yang bisa menjadi indikator pemahaman mahasiswa tentang

bagaimana berorganisasi dan berinteraksi dengan mahasiswa lain dari berbagai

latar belakang jurusan, fakultas, daerah, suku, ras, budaya, dan agama yang

berbeda.

3. Untuk mahasiswa angkatan 2009, 2010, dan 2011 diasumsikan telah mengenal

iklim kampus baik secara akademik maupun non akademik, sehingga dapat

menjadi indikator pemahaman mahasiswa tentang iklim dunia kampus baik

secara akademik maupun nonakademik.

Berdasarkan data yang diperoleh dari BAAK Universitas Pendidikan

Indonesia, dapat dijelaskan bahwa jumlah populasi dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

Tabel 3.1

Jumlah mahasiswa Universitas Pendidikan IndonesiaAngkatan 2009, 2010 dan

2011 Tahun Akademik 2011/ 2012

No Fakultas Jumlah

Mahasiswa

1. Fakultas Ilmu Pendidikan 2836

2. Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial 2246 3. Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni 3340 4. Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Alam

2545

5. Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan 1873 6. Fakultas Pendidikan Olah Raga dan Kesehatan 1598 7. Fakultas Pendidikan Ekonomi dan Bisnis 1486

Jumlah 15924

(34)

Alasan peneliti memilih mahasiswa Universitas Pendidikan Indoneisa

Bandung sebagai populasi penelitian dikarenaka berdasarkan pertimbangan

tempat place, Universitas Indonesia memiliki gambaran keberagaman. Hal ini

terlihat dari gambaran mahasiswa yang berasal dari berbagai latar belakang

budaya dan daerah yang plural. Selain itu, mahasiswa Universitas Pendidikan

Indoneisa terdiri dari berbagai keilmuan dan agama yang berbeda.

Di samping faktor tersebut, kampus pada dasarnya sangat rawan dimasuki

ideologi dan paham-paham radikal, termasuk tindakan makar atas nama agama.

Universitas Pendidikan Indonesia juga tidak terlepas dari kerawanan munculnya

radikalisme atas nama agama.

3. Sampel Penelitian

Pengambilan sempel dalam penelitian dilakukan agar memudahkan

peneliti dalam mengambil sebagian dari populasi yang ada dengan tetap

mempertahankan keakuratan data yang diperoleh dari populasi yang ada.

Koentjaraningrat (1977: 88) berpandangan bahwa “sudah jelas bahwa dalam suatu

penelitian dalam lapangan apa pun saja, tak mungkin seorang peneliti dapat meneliti dan mengobservasi seluruh jumlah total dari subyek yang ditelitinya.” Pengambilan sampel dalam penelitian merupakan hal yang penting, peneliti harus

menyesuaikan pengambilan sempel dengan keadaan populasi dan jenis penelitian. Sugiyono (2011: 81) mengemukakan bahwa “sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut”. Pengambilan sempel dalam suatu populasi harus mempertahankan dan menggambarkan

karakteristik dari populasi yang ada. Sejalan dengan pendapat tersebut, Burhan

Bungin (2010: 102) berpandangan bahwa sampel merupakan wakil dari semua

unit strata dan sebagainya yang ada di dalam populasi. Untuk penjelasan ini

(35)

Sampel

Populasi

Gambar 3.1

Sampel Representatif

Sumber: Bungin (2010: 102)

Nasution (2003: 86) berpandangan bahwa “bila populasi terlampau besar kita ambil sejumlah sempel yang representatif. Sempel yang representatif adalah sempel yang mewakili keseluruhan populasi.” Sampling yang representatif adalah sempel yang memberikan keterwakilan dari sifat, karakteristik dan keadaan populasi secara keseluruhan. “Metodologi sampling yang representatif pada dasarnya menyangkut masalah sampling dimanakah ciri-ciri yang terdapat pada

sempel yang terbatas itu benar-benar menggambarkan keadaan sebenarnya dalam keseluruhan dari populasi” (Koentjaraningrat, 1977: 89).

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah

menggunakan “random sampling (memilih sampel secara acak) dimana

pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa

memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu” (Sugiyono, 2011:82).

Pengambilan sampel secara acak pada random sempling bukan berarti tanpa

pertimbangan dan bisa diambil tanpa ketentuan. Nasution (2003: 87)

berpandangan bahwa:

(36)

Random sampling memberikan hak yang sama kepada setiap subjek untuk

memperoleh kesempatan dipilih menjadi sampel (Suharsimi, 2012:177). Dengan

teknik ramdom sampling maka diharapkan peneliti bisa mendapatkan data yang

akurat yang diperoleh dari mahasiswa secara acak.

Sesuai dengan keadaan populasi yang berjenjang terdiri dari beberapa

angkatan belajar yang tersebar di beberapa fakultas dan jurusan/ prodi, maka

Random sempling yang digunakan dalam penelitian ini adalah proporsional

stratified random sampling yang merupakan pengambilan sampel jika

populasinya memiliki susunan bertingkat atau berlapis-lapis. Sebagaimana

dikemukakan Sugiyono (2011:82) bahwa “teknik ini (proporsional stratified

random sampling) digunakan bila populasi mempunyai anggota/ unsur yang tidak homogen “heterogen”dan berstrata secara proporsional”.

Ukuran sampel dalam penelitian diambil berdasarkan kaidah penentuan

jumlah sampel berdasarkan teori yang dikembangkan Slovin. Berdasarkan teori

yang dikembangkan teori Slovin, untuk tingkat kesalahan 1%, 5%, 10%, dengan

rumusan untuk menghitung ukuran sampel dari populasi yang diketahui

jumlahnya adalah sebagai berikut (Nazir, 2005: 311):

Keterangan:

S = Ukuran sampel N = Ukuran populasi

e (Bound of Error) = 0,1 (tingkat kesalahan10 %)/ kelonggaran ketelitian

Berdasarkan data yang diperoleh dari Direktorat Akademik Universitas

Pendidikan Indonesia, jumlah mahasiswa program sarjana (Angkatan 2009, 2010

dan 2011) yang masih aktif kuliah di Universitas Pendidikan Indonesia Bandung

adalah 15924 orang, maka untuk menetukan sampel dapat dihitung dengan rumus

(37)

Pengambilan sampel dalam penelitian ini merujuk pada rumus yang

dikembangkan Slovin dengan mengambil tingkat kesalahan 10%, yang melakukan

perhitungan ukuran sampel didasarkan atas kesalahan 10%. Jadi sampel yang

diperoleh mempunyai kepercayaan 90% terhadap populasi. Berdasarkan

penghitungan menggunakan rumus Slovin, maka dari jumlah populasi 15924

orang didapat sampel 100 orang. Karena populasi berstrata, maka sampelnya juga

harus berstrata. Sugiyono (2011: 89-90) berpandangan bahwa “karena populasi

berstrata, maka sampelnya juga berstrata”. Jadi jumlah sampel berdasarkan jumlah

mahasiswa setiap fakultas dapat dianalisis berdasarkan rumus bagai berikut:

Keterangan:

ni : Jumlah sampel untuk setiap fakultas

n : Jumlah sampel seluruhnya (100%)

Ni : Jumlah populasi setiap fakultas

(38)

Dengan menggunakan rumus diatas, maka proporsi sampel untuk setiap

fakultas dapat terlihat pada tabel berikut:

Tabel 3.2

Penghitungan jumlah sampel berdasarkan fakultas

No Fakultas Ni : N x 100% Jumlah

1 FIP 2836 : 15924 x 100 17,8 dibukatkan 18 2 FPIPS 2246 : 15924 x 100 14,1 dibukatkan 14 3 FPBS 3340 : 15924 x 100 20,9 dibukatkan 21 4 FPMIPA 2545 : 15924 x 100 15,9 dibukatkan 16 5 FPTK 1873 : 15924 x 100 11,7 dibukatkan 12 6 FPOK 1598 : 15924 x 100 10 dibukatkan 10 7 FPEB 1486 : 15924 x 100 9,3 dibukatkan 9 Sumber: Modifikasi Sugiyono (2011: 90)

Berdasarkan hasil penghitungan diatas, maka populasi dan sampel dalam

penelitian ini dapat digambarkan dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 3.3

Populasi dan sampel penelitian dengan rumus Isaac dan Michael

No Fakultas Jumlah

Populasi

Jumlah Sampel

1. Fakultas Ilmu Pendidikan 2836 18

2. Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial 2246 14 3. Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni 3340 21 4. Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam 2545 16

5. Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan 1873 12 6. Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan 1598 10 7. Fakultas Pendidikan Ekonomi dan Bisnis 1486 9

Jumlah 15924 100

Peneliti menggunakan pendekatan kuantitatif karena memungkinkan

peneliti untuk mengumpulkan data menggunakan teknik kuesioner dan didukung

oleh teknik wawancara. Adapun sampel yang menjadi responden dalam penelitain

(39)

Tabel 3.4

Responden wawancara

No Responden

1. Ketua Tutorial Universitas Pendidikan Indonesia 2012 2. Presiden Mahasiswa BEM REMA UPI 2012

3. Ketua UKM Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK) 2012

Responden wawancara diatas diambil dengan pertimbangan berdasarkan

tujuan penelitian dan metode penelitian deskriptif yang digunakan. Peneliti

berharap dengan data yang didapat dari berbagai reponden wawancara diatas,

akan menghasilkan data yang kuat dan lengkap. Baik data dari kuesiones maupun

data wawancara, keduanya diharapkan bisa saling memperkuat dan melengkapi

data penelitian, sehingga hasil penelitian lebih sistematis, akurat, kredible, logis,

dan ilmiah sehingga mendukung terhadap metode penelitian deskriptif yang

mendeskripsikan dan menggali data secara mendalam dengan pendekatan

kuantitatif yang bukan berarti pengumpulan datanya berupa angket saja tetapi

dapat juga didukung oleh teknik wawancara jika diperlukan.

B. Desain Penelitian

Penelitian yang baik harus menggunakan metode penelitian yang sesuai

dan menunjang terhadap tujuan dan kegunaan penelitian serta didukung oleh dsain

penelitian yang baik. Dsain penelitian merupakan peta gambaran alur penelitian

yang dilakukan oleh peneliti. Dsain dalam penelitian ini merujuk pada

kehawatiran peneliti netang kasus radikalisme atas nama agama yang masuk ke

dunia kampus pada pertengahan tahun 2009. Hal tersebut memberikan

ketertarikan bagi peneliti untuk mencari tahu bagaimana persepsi mahasiswa

tentang multikulturalisme pengaruhnya terhadap persepsi mahasiswa tentang

radikalisme atas nama agama.

Dengan metode dan pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini,

(40)

multikulturalisme dan persepsi mahasiswa tentang radikalisme atas nama agama

serta pengaruh persepsi mahasiswa tentang multikulturalisme terhadap persepsi

mahasiswa tentang radikalisme atas nama agama. Berikut merupakan desain

penelitian yang melandasi penelitian ini, yaitu:

Gambar 3.2

Kerangka Berpikir Penelitian

C. Metode Penelitian

Metodologi sebagaimana dikemukakan oleh Moleong (2007:237) adalah

suatu pendekatan umum untuk mengkaji topik penelitian. Dari pengertian tersebut, menegaskan bahwa metodologi adalah suatu pendekatan umum, untuk

mengkaji dan mencari jawaban atas permasalahan dalam penelitian. Sementara

itu, Sugiono (2011: 2) berpandangan bahwa metode penelitian merupakan cara

ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan”.

Berdasarkan pemaparan di atas, metode penelitian harus memiliki ciri

ilmiah yaitu dilaksanakan berdasarkan tujuan dan kegunaan dengan cara-cara

(41)

sangat berpengaruh terhadap hasil penelitian. “Metode penelitian merupakan

metode spesifik pengumpulan data dan analisis data dalam suatu studi” (Emzir,

2009: 26). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian

deskriptif „Description Research‟. Suharsimi Arikunto (2010: 3) memaparkan

bahwa:

Istilah deskriptif berasal dari bahasa Inggris to describe yang berarti memaparkan atau menggambarkan suatu hal misalnya keadaan, kondisi, situasi, peristiwa, kegiatan dan lain-lain. Dengan demikian yang disebut dengan penelitian deskriptif adalah penelitian yang dimaksudkan untuk menyelidiki keadaan, kondisi atau hal-hal lain yang sudah disebutkan, yang hasilnya dipaparkan dalam bentuk laporan penelitian.

Metode penelitian deskriptif adalah suatu cara untuk memperolah

pengetahuan atau memecahkan permasalahan yang dihadapi. “Penelitian

deskriftip adalah penelitian yang dimaksudkan untuk menyelidiki keadaan,

kondisi atau hal-hal lain yang sudah disebutkan, yang hasilnya dipaparkan dalam

bentuk laporan penelitian” (Arikunto, 2010: 3). Metode deskriptif diarahkan untuk

memberikan gejala-gejala, fakta-fakta, atau atau kejadian-kejadian secara

sistematis dan akurat. Sejalan dengan pendapat tersebut, Nurul Zuriah (2009: 47)

berpandangan bahwa “penelitian deskriptif adalah penelitian yang diarahkan

untuk memberikan gejala-gejala, fakta-fakta atau kejadian-kejadian secara

sistematis dan akurat, mengenai sifat-sifat populasi atau daerah tertentu.” Dengan

menggunakan metode penelitian desktiptif, peneliti menganalisis suatu fakta,

kajian, atau gejala dengan sistematis dan akurat sehingga data yang dikumpulkan

selama penelitian menjadi data yang lengkap dan ilmiah.

Alasan peneliti menggunakan metode deskriptif dalam penelitian ini

adalah agar memudahkan peneliti dalam menganalisis, mengkaji, dan

mengungkapkan informasi argumentatif dan teoritik terkait persepsi mahasiswa

tentang multikulturalisme pengaruhnya terhadap radikalisme atas nama agama

secara lebih mendalam. Dengan pengkajian secara mendalam melalui metode

deskriptif maka diharapkan akan ditemukan pemecahan permasalahan dan

solusi-solusi permasalahan ketika penelitian di lapangan. Penelitian deskriptif yang

(42)

sebab akibat yang bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan (korelasi)

antara persepsi mahasiswa tentang multikulturalisme terhadap persepsi mahasiswa

tentang radikalisme. Sejalan dengan hal tersebut, Arikunto (2010: 4)

berpandangan bahwa:

Penelitian korelasi „penelitian korelasional‟ adalah penelitian yang dilakukan oleh peneliti untuk mengetahui tingkat hubungan antara dua variabel atau lebih, tanpa melakukan perubahan, tambahan, atau manipulasi terhadap data yang memang sudah ada.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dalam menganalisis

fakta, gejala dan kasus berupa angka-angka dan analisis berupa statistik. Sugiyono

(2011: 7) memaparkan bahwa “metode kuantitatif merupakan metode ilmiah/

scientific karena telah memenuhi kaidah-kaidah ilmiah yaitu kongkrit/empiris,

obyektif, terukur, rasional dan sistematis...data penelitian berupa angka-angka dan

analisis menggunakan statistik.” Pendekatan kuantitatif (Sugiyono, 2011:7)

berpandangan merupakan:

Suatu pendekatan penelitian yang telah memenuhi kaidah-kaidah ilmiah, yaitu konkrit/empiris, objektif, terukur, rasional, dan sistematis serta secara primer menggunakan paradigma postpositivist dalam mengembangkan ilmu pengetahuan (seperti pemikiran tentang sebab akibat, reduksi kepada variabel, hipotesis dan pertanyaan spesifik, menggunakan pengukuran, dan observasi serta pengujian teori), menggunakan strategi penelitian, seperti eksperimen dan survei yang memerlukan data statistik.

Secara metodologis, penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif

sebagai pendekatan utama berdasarkan hakikat penelitian kuantitatif, sebagaimana

dikemukakan oleh Sugiono (2008:14) yang berpandangan bahwa “metode yang

digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, dengan teknik

pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara random, dengan

pengumpulan data menggunakan instrument penelitian.”

(43)

memengaruhi- dipengaruhi oleh- sesuatu yang lain. Jaringan hubungan ini tidak linear...”.

Peneliti menggunakan pendekatan kuantitatif dalam penelitian ini

dikarenakan dengan menggunakan pendekatan ini, peneliti bisa mendapatkan

fakta dan data yang terukur, rasional, dan objektif. “Penelitian kuantitatif banyak

dituntut menggunakan angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran terhadap

data tersebut, serta penampilan dari hasilnya” (Arikunto, 2010: 27). Sehingga,

penelitian ini didukung oleh data yang akurat dan terukur, Burhan Bungin (2005:

36) mengemukakan bahwa:

Penelitian kuantitatif dengan fomat deskriptif bertujuan untuk menjelaskan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi, serta berbagai variabel yang timbul di masyarakat yang menjadi objek penelitian itu berdasarkan apa yang terjadi. Kemudian mengangkat kepermukaan karakter atau gambaran tentang kondisi, situasi, ataupun variabel tersebut.

Peneliti berharap fakta dan data yang didapat memiliki kekuatan

konseptual yang didapat melalui pendekatan kuantitatif untuk memperluas

perolehan data. Sehingga diharapkan dapat diperoleh data yang akurat, terukur

dan sistematis sehingga diperoleh data yang lengkap dan akurat.

D. Definisi Operasional

Kerangka pemikiran bertujuan agar tidak terjadi salah pengertian dan

untuk memperoleh kesatuan arti dan pengertian dari judul penelitian ini, perlu

kiranya diberikan penjelasan mengenai istilah yang digunakan dalam judul

penelitian tersebut.

1. Persepsi

Persepsi adalah pengamatan tentang objek-objek, peristiwa atau

hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan

pesan. Persepsi ialah memberikan makna pada stimulus indrawi (sensory stimuli)

(44)

Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah

pengamatan individu pada suatu informsi atau pesan yang diterimanya secara

inderawi, dipengaruhi oleh pengalaman dan pengetahuan dimana outputnya

berupa ide, konsep atau keyakinan terhadap sesuatu.

2. Multikultural

Secara etimologis, multikulturalisme dibentuk dari kata multi (banyak) dan

kultur (budaya), KBBI bermakna “bersifat keberagaman budaya”. Secara hakiki, dalam kata ini terkandung “pengakuan akan martabat manusia yang hidup dalam komunitasnya dengan kebudayaannya masing-masing yang unik” (Mahfud, 2005:

75). Menurut Azra (Zubaedi, 2012: 54) mengatakan bahwa:

Multikulturalisme adalah gerakan sosio-intelektual yang mempromosikan nilai-nilai dan prinsip-prinsip perbedaan serta menekankan pentingnya penghargaan pada setiap kelompok yang mempunyai kultur berbeda. Orientasinya adalah kehendak untuk membawa masyarakat dalam suasana rukun, damai, egaliter, toleran, saling menghargai, saling menghormati, tanpa ada konflik dan kekerasan dan tanpa menghilangkan kompleksitas perbedaan yang ada.

Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa multikultural adalah suatu

keberagaman budaya yang unik yang didalamnya terkandung pengakuan akan

martabat manusia.

3. Radikalisme Atas Nama Agama

Banyak pengamat dan ahli yang mengkaji radikalisme atas nama agama

yang memberikan definisi beragam tentang radikalisme atas nama agama.

Amirsyah (2012: 50) mengemukakan bahwa:

Radikalisme atas nama agama adalah paham yang lebih merujuk pada fenomena pemahaman keagamaan yang keliru, karena melahirkan aksi kekerasan oleh satu kelompok tertentu dengan seolah-olah membawa legitimasi agama di dalamnya.

Qardhawi (2009: 40) berpandangan bahwa “Indikasi radikalisme yang

(45)

pendapat lain, fanatik terhadap pemahamannya sendiri tanpa memberikan tempat bagi pendapat lain...”. Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa radikalisme atas nama agama adalah suatu paham gerakan dalam agama yang

bertindak secara ekstrem dan menggemakan kekerasan.

E. Anggapan Dasar

Menurut Surakhmad (Arikunto, 2010: 104) menyatakan bahwa anggapan

dasar adalah sebuah titik tolak pemikiran yang kebenarannya diterima oleh

penyelidik. Berdasarkan pendapat tersebut, anggapan dasar dalam penelitian ini

dapat dirumuskan, sebagai berikut:

1. Persepsi merupakan proses pengamatan seseorang yang berasal dari komponen

kognisi. Melalui komponen kognisi ini akan timbul ide kemudian konsep

mengenai apa yang dilihat berdasarkan norma yang dimiliki pribadi seseorang

akan terjadi keyakinan (beliefe) terhadap objek tersebut (Mari‟at, 1982: 24).

2. Tingkah laku seseorang merupakan fungsi dari cara dia memandang. Oleh

karena itu, untuk mengubah tingkah laku seseorang, harus dimulai dari

mengubah persepsinya (Sobur, 2003: 447).

3. Pengembangan wawasan multikultural pada setiap unsur dan lapisan

masyarakat hasilnya kelak diharapkan terwujudnya masyarakat tidak saja

mengakui perbedaan, tetapi mampu hidup saling menghargai, menghormati

secara tulus, komunikatif, dan terbuka, tidak saling curiga, memberi tempat

terhadap keragaman keyakinan, tradisi, adat, maupun budaya dan paling utama

adalah berkembangnya kerjasama sosial dan tolong menolong secara tulus

sebagai perwujudan rasa kemanusiaan yang dalam dari ajaran agama

masing-masing, Tim Departemen Agama RI (PKUB: 2003).

4. Dari masa ke masa di lingkungan kampus hampir selalu ada kelompok radikal

dan ekstrem, baik kanan maupun kiri. Mahasiswa perguruan tinggi umum lebih

rentan terhadap rekrutmen daripada mahasiswa perguruan tinggi agama Islam,

(46)

5. Ideologi radikal dan teroristik harus dihadapi dengan kontraideologi dan

perspektif keagamaan keIndonesiaan yang utuh. Yang mendesak dilakukan adalah revitalisasi mata kuliah yang bersifat ”ideologis”: Pancasila, Pendidikan Kewargaan, dan Agama, Azyumardi Azra (http://cetak.kompas.com).

Dari anggapan dasar tersebut di atas, penting kiranya bagi peneliti untuk

memaparkan titik tolak pemikiran peneliti yaitu sebagai berikut:

Gambar 3.3

Kerangka titik tolak pemikiran penelitia

F. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian digunakan peneliti untuk mendapatkan data dan

informasi dari responden penelitian. Instrumen penelitian yang digunakan oleh

peneliti adalah kuesioner kepada mahasiswa angkatan 2009, 2010, dan 2011 dari

semua fakultas di Universitas Pendidikan Indonesia, Bumi Siliwangi. Adapun

instrumen yang digunakan untuk mengukur variabel persepsi mahasiswa tentang

multikulturalisme dan variabel persepsi mahasiswa tentang radikalisme atas nama

Gambar

Tabel 4. 65. Model Summary ..........................................................................
Gambar 4. 14. Persentasi Persepsi Mahasiswa Tentang Radikalisme Atas
Tabel 3.1 Jumlah mahasiswa Universitas Pendidikan IndonesiaAngkatan 2009, 2010 dan
Gambar 3.1 Sampel Representatif
+7

Referensi

Dokumen terkait

Analisis deskriptif menurut Natawiria (2010 : 30) adalah analisis yang menggambarkan suatu data yang akan dibuat baik sendiri maupun secara kelompok.

Pembuatan minyak dengan cara basah dapat dilakukan melalui pembuatan santan terlebih dahulu atau dapat juga di pres dari daging kelapa setelah digoreng. Santan kelapa merupakan

Kepercayaan, Iklan (Advertising) Dan Persepsi Resiko (Perceived Risk) Terhadap Keputusan Pembelian Produk Secara Online Pada Ibu Muda Kelas Menegah di Perumahan Johor Indah Permai

Setelah Lembar Perhitungan Pajak Penghasilan Terutang bagi Wajib Pajak dengan status PH dan MT terisi, pengisian kembali ke formulir induk SPT pada kotak “Pengembalian/Pengurangan

ANALISIS PENERAPAN GOOD GOVERNANCE BISNIS SYARIAH DAN PENCAPAIAN KINERJA PERBANKAN SYARIAH INDONESIA.. DITINJAUDARI MAQASHID SHARIAH

Pihak lain yang bukan direktur utama/pimpinan perusahan/pengurus koperasi yang namanya tidak tercantum dalam akta pendirian/anggaran dasar, sepanjang pihak lain

Secara umum Kelompok Kerja mengenai revitalisasi industri, tenurial, pemberdayaan masyarakat (termasuk di dalamnya pengembangan hutan tanaman rakyat dan kemitraan)

Berdasarkan Berita Acara Hasil Pelelangan Nomor : BA.03/BOR.141.LPSE/ULP_POKJA KONSTRUKSI/LMD/VI/2016 tanggal 10 Juni 2016 untuk Pekerjaan Belanja Modal Penataan Halaman GPU