PENELITIAN
PENGARUH PEMBERIAN TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK
SOSIALISASI (TAKS) TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU KLIEN
ISOLASI SOSIAL DI RUANG GELATIK
RS JIWA PROF HB SA’ANIN PADANG
TAHUN 2011
Penelitian Keperawatan Jiwa
SURYA EFENDI Bp. 0910325127
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sehat menurut WHO adalah keadaan yang sempurna baik fisik, mental maupun sosial,
tidak hanya terbebas dari penyakit, kelemahan atau cacat (Notosoedirjo, 2002). Dalam
definisi tersebut jelas bahwa sehat bukan sekedar terbebas dari penyakit atau cacat. Orang
yang tidak berpenyakit pun belum tentu dikatakan sehat. Seseorang semestinya dalam
keadaan yang sempurna baik fisik, mental maupun sosial. Dalam perkembangan dan
pembangunan dunia akhir-akhir ini yang ditandai dengan modernisasi, industrialisasi dan
globalisasi, akan membawa banyak perubahan dalam kehidupan yang bisa menjadi stressor
bagi seseorang. Dengan tingginya stressor itu diperkirakan gangguan jiwa akan semakin
meningkat (Setiaji, 2002).
Salah satu bentuk gangguan jiwa yang paling banyak terdapat di seluruh dunia adalah
gangguan jiwa skizofrenia. Prevalensi skizofrenia di dunia adalah 0,1 per mil dengan tanpa
memandang perbedaan status sosial atau budaya (Varcarolis and Halter 2010). Sedangkan
hasil riset dasar kesehatan nasional tahun 2007 menyebutkan bahwa sebanyak 0,46 per mil
masyarakat Indonesia mengalami gangguan jiwa berat. Mereka adalah yang diketahui
mengidap skizofrenia dan mengalami gangguan psikotik berat (Depkes RI, 2007).
Skizofrenia adalah suatu gangguan jiwa berat yang ditandai dengan penurunan atau
ketidakmampuan berkomunikasi, gangguan realitas (halusinasi atau waham), afek yang tidak
wajar atau tumpul, gangguan kognitif (tidak mampu berpikir abstrak) serta mengalami
menarik diri dari pergaulan sosial (isolasi sosial). Isolasi sosial adalah keadaan dimana
seorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi
dengan orang lain di sekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian dan
tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Keliatet al, 2005).
Terjadinya gangguan ini dipengaruhi oleh faktor predisposisi diantaranya
perkembangan dan sosial budaya. Kegagalan dapat mengakibatkan individu tidak percaya
pada diri, tidak percaya pada orang lain, ragu, takut salah, pesimis, putus asa terhadap orang
lain, tidak mampu merumuskan keinginan, dan merasa tertekan. Keadaan ini dapat
menimbulkan perilaku tidak ingin berkomunikasi dengan orang lain, lebih menyukai berdiam
diri, menghindar dari orang lain, dan kegiatan sehari-hari terabaikan (Kusumawati dan
Hartono, 2010). Menurut Stuart and Sundeen, (2006) Individu dalam situasi seperti ini harus
diarahkan pada respon perilaku dan interaksi sosial yang optimal melalui asuhan
keperawatan yang komprehensif dan terus menerus disertai dengan terapi-terapi modalitas
seperti Terapi Aktivitas Kelompok (TAK), bahkan TAK Sosialisasi memberikan modalitas
terapeutik yang lebih besar daripada hubungan terapeutik antara dua orang yaitu perawat dan
klien.
TAK adalah terapi modalitas yang dilakukan perawat kepada sekelompok klien yang
mempunyai masalah keperawatan yang sama. Aktivitas yang digunakan sebagai terapi, dan
kelompok digunakan sebagai target asuhan. Di dalam kelompok terjadi dinamika interaksi
yang saling bergantung, saling membutuhkan dan menjadi laboratorium tempat klien berlatih
perilaku baru yang adaptif untuk memperbaiki perilaku lama yang maladaptif. Stuart and
Sundeen (2006) menambahkan bahwa TAK dilakukan untuk meningkatkan kematangan
TAK dapat menstimulus interaksi diantara anggota yang berfokus pada tujuan kelompok.
TAK Sosialisasi juga membantu klien berinteraksi/berorientasi dengan orang lain.
Terapi Aktivitas Kelompok : Sosialisasi (TAKS) merupakan suatu rangkaian kegiatan
yang sangat penting dilakukan untuk membantu dan memfasilitasi klien isolasi sosial untuk
mampu bersosialisasi secara bertahap melalui tujuh sesi untuk melatih kemampuan
sosialisasi klien. Ketujuh sesi tersebut diarahkan pada tujuan khusus TAKS, yaitu :
kemampuan memperkenalkan diri, kemampuan berkenalan, kemampuan bercakap-cakap,
kemampuan menyampaikan dan membicarakan topik tertentu, kemampuan menyampaikan
dan membicarakan masalah pribadi, kemampuan bekerja sama, kemampuan menyampaikan
pendapat tentang manfaat kegiatan TAKS yang telah dilakukan. Langkah-langkah kegiatan
yang dilakukan dalam TAKS yaitu tahap persiapan, orientasi, tahap kerja dan tahap terminasi
dengan menggunakan metode dinamika kelompok, diskusi atau tanya jawab serta bermain
peran atau stimulasi.
Penelitian yang dilakukan oleh Setya, T (2009) didapatkan adanya pengaruh TAKS
terhadap kemampuan berinteraksi pada klien isolasi sosial di Rumah Sakit Jiwa Pusat Dr.
Soeharto Heerdjan Jakarta. Sedangkan penelitian Joko (2009) di Rumah Sakit Jiwa Surakarta
menyatakan bahwa ada pengaruh yang signifikan pelaksanaan TAKS sesi satu dan sesi dua
terhadap perubahan perilaku menarik diri.
Berdasarkan data laporan masing-masing ruang rawat inap RS. Jiwa Prof. HB. Sa’anin
Padang dalam enam bulan terakhir (dari bulan Maret 2011 sampai Agustus 2011), diketahui
bahwa klien dengan masalah isolasi sosial terbanyak terdapat di ruang Gelatik yaitu sebanyak
64 orang dari 352 orang (18,1 %). Sedangkan di ruangan Merpati sebanyak 54 orang dari 382
Cenderawasih 34 orang dari 462 orang (7,3 %), ruangan Flamboyan 19 orang dari 288 orang
(6,6 %), dan ruangan Anggrek sebanyak 4 orang dari 86 orang (4,7 %).
RS. Jiwa Prof. HB. Sa’anin Padang merupakan sebuah Rumah Sakit Jiwa tipe A yang
telah menerapkan Terapi Aktivitas Kelompok yaitu dengan dibentuknya ruang MPKP,
dimana salah satu programnya adalah pelaksanaan TAK. Berdasarkan pengalaman peneliti
secara langsung selama bekerja di RS Jiwa Prof. HB. Sa’anin Padang diketahui bahwa semua
ruang rawat inap di RS. Jiwa Prof. HB. Sa’anin Padang khususnya ruang Gelatik telah
melaksanakan TAK sebagai bagian dari kegiatan perawatan pasien yang dilaksanakan setiap
hari yang salah satunya adalah TAKS. TAKS dilakukan berurutan dari sesi 1 sampai sesi 7
yang dilaksanakan oleh perawat ruangan dan mahasiswa yang sedang melaksanakan praktik
klinik di RS. Jiwa Prof. HB. Sa’anin Padang. Perawat melaksanakannya sesuai dengan
prosedur yang ada pada buku panduan, tapi belum sepenuhnya memperhatikan indikasi untuk
pasien yang sudah bisa diikutsertakan dalam kegiatan ini, seperti masih ada klien yang belum
bisa melakukan interaksi interpersonal dan berespon sesuai dengan stimulus juga
diikutsertakan. Selain itu, klien yang tidak ada kemajuan setelah dirawat secara individu juga
diikutsertakan dalam kegiatan TAKS, padahal klien seperti ini belum bisa diikutsertakan
karena tidak akan memberi dampak walaupun dilibatkan dalam kegiatan TAKS.
Hasil observasi pada tanggal 16 Oktober 2011 pada sepuluh orang klien dengan
masalah keperawatan isolasi sosial yang telah diberikan TAKS sesi 1 sampai sesi 7 di ruang
Gelatik RS Jiwa Prof. HB. Sa’anin Padang, ditemukan tujuh orang klien masih suka
menyendiri, jarang berbincang-bincang dengan pasien yang lain, terlihat tidak semangat, afek
sudah mulai mau berinteraksi dengan pasien yang lain kadang-kadang masih sering tampak
melamun.
Data di atas menunjukkan bahwa pasien yang telah mendapat TAKS sebagian besar
masih menunjukkan perilaku isolasi sosial, seperti masih suka menyendiri, jarang
berbincang-bincang dengan pasien yang lain, tampak tidak bersemangat, afek tumpul, kontak
mata kurang dan lebih sering menunduk. Padahal secara teoritis TAKS dapat membantu
pasien untuk berinteraksi/bersosialisasi dengan orang lain.
Berdasarkan masalah di atas, peneliti menyimpulkan perlu diadakannya penelitian
mengenai Pengaruh Pemberian Terapi Aktivitas Kelompok : Sosialisasi (TAKS) terhadap
Perubahan Perilaku Klien Isolasi Sosial di Ruang Gelatik RS Jiwa Prof HB Sa’anin Padang
Tahun 2011.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada Pengaruh Pemberian
Terapi Aktivitas Kelompok : Sosialisasi (TAKS) terhadap Perubahan Perilaku Klien Isolasi
Sosial di Ruang Gelatik RS Jiwa Prof HB Sa’anin Padang Tahun 2011.
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui Pengaruh Pemberian
Terapi Aktivitas Kelompok : Sosialisasi (TAKS) terhadap Perubahan Perilaku Klien
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui perilaku klien isolasi sosial sebelum pemberian Terapi Aktivitas
Kelompok: Sosialisasi (TAKS).
b. Mengetahui perilaku klien isolasi sosial sesudah pemberian Terapi Aktivitas
Kelompok: Sosialisasi (TAKS).
c. Mengetahui Pengaruh Pemberian Terapi Aktivitas Kelompok: Sosialisasi (TAKS)
terhadap Perubahan Perilaku Klien Isolasi Sosial di Ruang Gelatik RS Jiwa Prof HB
Sa’anin Padang.
D. Manfaat Penelitian 1. Keilmuan
Memberikan kontribusi tentang indikasi klien yang bisa diikutsertakan dalam Terapi
Aktivitas Kelompok : Sosialisasi (TAKS) dalam mengubah perilaku isolasi sosial klien.
2. Institusi Pelayanan Kesehatan (RS)
Sebagai bahan masukan bagi petugas kesehatan di RS Jiwa Prof HB Sa’anin Padang agar
dapat meningkatkan pelaksanaan Terapi Aktifitas Kelompok : Sosialisasi (TAKS) dengan
memperhatikan indikasi klien yang bisa diikutsetakan.
3. Peneliti Selanjutnya
Sebagai data dasar dan data pendukung bagi peneliti selanjutnya untuk dapat melanjutkan
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan kesimpulan sebagai berikut :
1. Seluruh responden mengalami penurunan perilaku isolasi sosial setelah diberikan TAKS.
2. Terdapat pengaruh yang bermakna pada pemberian TAKS terhadap perubahan perilaku
klien isolasi sosial.
B. Saran
1. Bagi perawat RS. Jiwa Prof. HB. Sa’anin Padang diharapkan dapat meningkatkan
pelaksanaan TAKS dengan memperhatikan indikasi klien yang sudah bisa diikutsertakan
dalam TAKS.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang TAKS dengan menggunakan teknik
kualitatif untuk klien yang masih ditemukan penurunan kemampuan dalam
masing-masing sesi pada kegiatan TAKS agar klien tersebut dapat mengeksplorasikan perasaan