MODEL PEMBELAJARAN TARI KREATIF
MELALUI PENGEMBANGAN BISINDO PADA SISWA TUNA RUNGU
DI SMPLB-B BUDI NURANI KOTA SUKABUMI
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan Seni
Oleh:
Yulia Hendrilianti, S.Pd.
NIM. 1303050
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SENI
SEKOLAH PASCASARJANA
MODEL PEMBELAJARAN TARI KREATIF
MELALUI PENGEMBANGAN BISINDO
PADA SISWA TUNA RUNGU
DI SMPLB-B BUDI NURANI KOTA SUKABUMI
Oleh
Yulia Hendrilianti
S.Pd., Universitas Pendidikan Indonesia, 2005
Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd)
pada Program Studi Pendidikan Seni, Sekolah Pascasarjana UPI
© Yulia Hendrilianti
Universitas Pendidikan Indonesia 2015
Hak Cipta dilindungi undang-undang
MODEL PEMBELAJARAN TARI KREATIF
MELALUI PENGEMBANGAN BISINDO PADA SISWA TUNA RUNGU
DI SMPLB-B BUDI NURANI KOTA SUKABUMI
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH :
Pembimbing
Prof. Dr. Hj. Tati Narawati, M.Hum. NIP. 19521205 198611 2 001
Mengetahui,
Ketua Program Studi Pendidikan Seni
Penguji I
Dr. Tri Karyono, M.Sn. NIP. 19661107 199402 1 001
Penguji II
Dr. Trianti Nugraheni, M.Si. NIP. 19730316 199702 2001
Penguji III
MODEL PEMBELAJARAN TARI KREATIF
MELALUI PENGEMBANGAN BISINDO PADA SISWA TUNA RUNGU
DI SMPLB-B BUDI NURANI KOTA SUKABUMI
Penelitian ini membahas tentang bagaimana mengajarkan tari kreatif pada siswa tunarungu kelas 8 SMPLB-B Budi Nurani Kota Sukabumi dengan mengembangkan kode-kode yang ada dalam Bisindo yang mirip dengan gerakan-gerakan tari sesuai dengan ritmik tari. Bagi siswa tunarungu, menari sesuai dengan ritmik adalah sesuatu yang relatif sulit karena membutuhkan beberapa kode visual yang merepresentasikan gerakan-gerakan tertentu dalam menari. Melalui model pembelajaran ini, peneliti berupaya untuk mengadaptasi kode-kode Bisindo yang familiar bagi siswa tunarungu untuk digunakan dalam menari. Dengan menggunakan kode-kode ini, para siswa terampil dan mampu berpikir kritis serta menciptakan gerakan-gerakan tari yang diadaptasi dari kode-kode Bisindo.
Kata kunci: Model Pembelajaran, Tari Kreatif, Isyarat Jari Bisindo, Siswa Tuna Rungu.
CREATIVE DANCE LEARNING MODEL THROUGH THE DEVELOPMENT
OF BISINDO CODES FOR DEAF STUDENTS OF SMPLB-B BUDI NURANI
SUKABUMI
Yulia Hendrilianti
Arts Education Study Program
Postgraduate School of Indonesia University of Education (UPI)
yhendrilianti@gmail.com
ABSTRACT
DAFTAR ISI
JUDUL
LEMBAR PERSETUJUAN ... i
LEMBAR PERNYATAAN ... ii
UCAPAN TERIMAKASIH ... iii
ABSTRAK ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR BAGAN ... ix
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Penelitian ... 1
B. Rumusan Masalah Penelitian ... 12
C. Tujuan Penelitian ... 12
D. Manfaat / Signifikansi Penelitian ... 13
E. Struktur Organisasi Tesis / Sistematika Penulisan Tesis ... 14
BAB II. KAJIAN PUSTAKA ... 16
A. Tuna Rungu ... 16
B. Golongan Tuna Rungu ... 19
C. Karakteristik Anak Tuna Rungu ... 22
D. Klasifikasi Tuna Rungu ... 23
E. Perbedaan sekolah Reguler dan Sekolah Khusus Anak Tuna Rungu ... 24
F. Pendidikan Seni dalam BKPBI ((Bina Komunikasi Persepsi Bunyi dan Irama) ... 27
I. Model Pembelajaran ... 33
J. Bisindo ... 57
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 62
A. Lokasi dan Subjek Penelitian ... 62
B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 65
C. Metode dan Desain Penelitian ... 66
D. Tekhnik Pengumpulan Data ... 69
E. Teknik Analisis Data ... 74
F. Validasi Hasil Penelitian ... 74
G. Jadwal Penelitian ... 75
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 76
A. Konsep Awal Pembelajaran ... 76
B. Proses Pengembangan Bisindo Dalam Model Pembelajaran Tari Kreatif ... 88
C. Hasil Pembelajaran Tari Kreatif Setelah Menggunakan Model Isyarat Bisindo ... 124
BAB V. SIMPULAN DAN SARAN ... 129
A. Simpulan ... 129
B. Saran ... 132
DAFTAR PUSTAKA ... 134
LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 136
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Pembangunan Nasional dalam bidang pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 adalah upaya
mencerdaskan kehidupan bangsa, meningkatkan kualitas manusia Indonesia,
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang bertujuan untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri
dan menjadi warga negara yang demokratis serta menguasai ilmu pengetahuan, teknologi
dan seni dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil, makmur dan beradab.
Implementasi pendidikan didalam kurikulum harus mampu menjamin peningkatan mutu
pendidikan dengan meningkatkan kualitas manusia Indonesia seutuhnya melalui olah
hati, olah pikir, olah rasa, olah raga agar memiliki daya saing dalam menghadapi
tantangan global dengan tetap berpegang pada nilai-nilai kultur kepribadian bangsa
Indonesia.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal
3, menyatakan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman, dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warganegara yang
demokratis dan bertanggung jawab. Melalui pendidikan, peserta didik dibentuk menjadi
warga negara yang demokratis, dan bertanggung jawab, yaitu mampu menghargai
perbedaan dan partisipasi dalam masyarakat.
UU No.20/2003 tentang sistem pendidikan Nasional, tercantum pengertian
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”. Pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila dan undang-undang dasar negara Republik Indonesia tahun 1945, berakar pada nilai-nilai agama,
kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.
Sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan
pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk
menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan
global sehingga perlu dilakukan pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah, dan
berkesinambungan.
Pendidikan merupakan segala bidang penghidupan, dalam memilih dan membina
kehidupan yang lebih baik, yang sesuai dengan martabat manusia, pendidikan
merupakan hal yang sangat penting dan tidak bisa lepas dari kehidupan. pendidikan
bukan untuk kampanye atau hal lain tentang kedudukan, namun berpengaruh pula
terhadap perkembangan suatu bangsa. Sejalan pengertian yang tercantum dalam pasal 1
butir 3 UU nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yang berbunyi, “
sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.”
Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan
mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan
bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki
pengetahuan dan keterampilan kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap
dan mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Untuk mencapai tujuan pendidikan nasional tersebut, maka pencapaiannya
dibebankan kepada masing-masing institusi/lembaga pendidikan sesuai dengan jenis
pendidikan dan tujuan kelembagaan pendidikan. Selanjutnya, dikembangkan
masing-masing, pencapaiannya tentu dibebankan pada penyelenggaraan, setiap bidang studi/mata
pelajaran.
Penyelenggaraan setiap bidang studi tentu memiliki tujuan. Tujuan masing-masing
bidang studi berbeda-beda meskipun semua bidang studi diarahkan untuk mencapai satu
tujuan kurikuler yang biasanya sudah dirumuskan secara seragam dan baku untuk semua
wilayah pendidikan.
Sekolah adalah sebuah organisasi yang mewadahi proses kegiatan administrasi,
dimana ada sejumlah orang yang terlibat aktif melakukan kegiatan kerja sama atas dasar
rasionalitas dan formalitas tertentu dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan. Sekolah
sebagai organisasi mengandung unsur-unsur: manusia, tujuan yang ingin dicapai,
tugas-tugas, wewenang, struktur, hubungan formalitas serta sarana prasarana.
Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan
diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan. Pendidik adalah tenaga
kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widya
iswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya,
serta berfartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.
Untuk mengembangkan potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai
dengan tujuan pendidikan, jenjang pendidikan merupakan tahapan pendidikan yang di
tetapkan bedasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai dan
kemampuan yang dikembangkan dalam satuan pendidikan, baik formal maupun non
formal. Pendidikan formal pada hakekatnya adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan
berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan
tinggi.
Kurikulum di Indonesia banyak mengalami perubahan. Pengajaran pembelajaran
telah berubah orientasinya, para guru juga diharapkan mengubah cara mengajar mereka
dari cara mengajar “Teacher-Centered” ke cara belajar yang “Student-Centered”.
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Proses belajar mengajar merupakan interaksi atau hubungan timbal balik antara
siswa dengan guru dan antara sesama siswa dalam proses pembelajaran. Pembelajaran
dijelaskan pula dalam undang – undang RI tentang sistem pendidikan nasional tahun 2003 adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu
mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur,
jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.
Guru adalah pelaku perubahan. Gagasan ini semestinya menjadi bagian hakiki
kinerja seorang guru. Namun, belajar dari perjumpaan dengan para guru di lapangan,
guru ternyata banyak menjumpai berbagai macam permasalahan, misalnya bagaimana
cara mengajarkan praktikum tanpa memiliki alat praktik, bagaimana cara mengajarkan
materi yang bukan bidangnya dan bagaimana pula cara melewati berbagai macam
permasalahan itu.
Status dan peran guru dalam masyarakat begitu penting. Pendidikan bermutu hanya
bisa diraih jika sekolah memiliki guru-guru bermutu, kualitas pendidikan akan banyak
tergantung pada kualitas gurunya. Guru mengemban peran istimewa dalam masyarakat
sebagai pelaku perubahan, tidak hanya perubahan yang menggerakan roda transformasi
sosial dan ekonomi dalam masyarakat, guru bisa memiliki peranan utama sebagai
pendidik karakter, bukan saja mengubah hidup siswa, namun juga memperkaya dan
memperkokoh kepribadian siswa menjadi insan berkeutamaan, karena memiliki
nilai-nilai yang ingin diperjuangkan dan diwujudkan dalam masyarakat. Bukan saja mengubah
anak didik menjadi anak pandai, melainkan membekali mereka dengan keutamaan dan
nilai-nilai yang mempersiapkan mereka menjadi insan yang bertanggung jawab terhadap
diri sendiri, orang lain, dan masyarakat.
Guru harus mampu membekali anak didik dengan nilai-nilai hidup yang berguna
bagi hidupnya sekarang dan yang akan datang. Ia hadir ikut melestarikan tradisi dan
menjaga agar nilai-nilai yang satu ke generasi yang lain terwariskan secara
berkesinambungan tanpa terputus membantu kelanggengan tata peradaban dalam
masyarakat, membangun jejaring menghubungkan masa lalu dan masa kini agar
masyarakat dan dunia bisa berjalan menuju masyarakat yang lebih baik di masa depan.
Guru mempunyai kedudukan atau posisi yang sangat penting dan menentukan.
Guru merupakan ujung tombak yang strategis, karena berhadapan langsung dengan
sasaran tugasnya,yaitu peserta didik. Tugas guru harus mampu membina siswa
personality), mengembangkan kemampuan berpikir atau kecerdasan (knowledge) serta
melatih keterampilan baik intelektual atau psikomotor (skill).
Guru yang efektif memahami diri sendiri dan peka terhadap kebutuhan siswa,
mencari metode yang dapat membantu siswa dalam belajar. Metode adalah suatu cara
kerja yang sistematis dan umum. Ia berfungsi sebagai alat untuk mencapai suatu tujuan.
Makin baik suatu metode makin efektif pula dalam pencapaiannya. tetapi tidak ada satu
metode pun yang dikatakan paling baik/dipergunakan bagi semua macam usaha
pencapaian tujuan. Baik tidaknya, tepat tidaknya suatu metode dipengaruhi oleh berbagai
faktor. Faktor utama yang menentukan metode adalah tujuan yang akan dicapai.
Metode mengajar atau pengajaran selain ditentukan atau dipengaruhi oleh tujuan,
juga oleh faktor kesesuaian dengan bahan, kemampuan guru untuk menggunakannya,
keadaan peserta didik dan situasi yang melingkupinya. Dengan kata lain, penerapan suatu
metode pengajaran harus memiliki:
1. Revelansi dengan tujuan.
2. Relevansi dengan bahan
3. Relevansi dengan keadaan peserta didik.
4. Relevansi dengan situasi pengajaran.
Metode yang digunakan oleh guru untuk mengajar harusnya dikuasai betul oleh
guru, ketidakmampuan seorang guru dalam menggunakan suatu metode pada waktu
mengadakan interaksi pengajaran akan berakibat banyak kejanggalan, bahkan
ditertawakan peserta didik.
Metode pengajaran harus mempertimbangkan keadaan/kesediaan peserta didik.
Kemampuan dan karakteristik peserta didik itu unique. Kecocokan suatu metode itu juga
sebetulnya relatif. banyak ragam metode pengajaran. Masing-masing metode memiliki
kelebihan/kebaikan dan kekurangan/kelemahan. Ketepatan dan kebaikan metode
pengajaran adalah jika ia dapat mendukung dan didukung oleh faktor-faktor pengajaran.
Siswa tunarungu adalah siswa yang mengalami kekurangan atau kehilangan
kemampuan mendengar. Istilah tunarungu berasal dari kata “Tuna” dan “Rungu”. Tuna artinya kurang dan rungu artinya pendengaran. Tunarungu adalah kekurangan atau
berfungsinya sebagian atau seluruh pendengaran, sehingga mengalami hambatan dalam
perkembangan bahasa untuk mengungkapkan dan menyampaikan fikirannya.
Ketunarunguannya berdampak menjadi gangguan pada kehidupannya, cara
belajarnya memerlukan upaya yang sungguh-sungguh harus menggunakan teknik dan
metode serta strategi pembelajaran yang tepat, sehingga memudahkan pemahaman oleh
anak. Selain itu pendapat Mufti Salim (Somantri, 2006, hlm. 93) memberi batasan bahwa:
”Anak tunarungu adalah anak yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar yang disebabkan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya sebagian atau
seluruh alat pendengaran, sehingga mengalami hambatan dalam perkembangan
bahasanya. Ia memerlukan bimbingan pendidikan khusus untuk mencapai kehidupan lahir
batin yang layak”.
Secara lahiriah anak tunarungu mengalami gangguan pada organ pendengaran yang
menyebabkan sulit untuk menangkap, mengolah, mengekspresikan dan merespon
bunyi-bunyi dari lingkungan dengan tepat, sehingga berpengaruh pada perkembangan bicara.
Mata-lah yang mengalihfungsikan atau menutupi hal-hal yang tidak dapat ditangkap
melalui organ pendengarannya. Melalui mata, anak tunarungu dapat melihat dan
mengamati segala hal yang terjadi dilingkungan. Walaupun anak tunarungu dapat
melihat, namun informasi yang ditangkap hanya melalui penglihatan tidak utuh,
terpotong dan diterima hanya sebagian saja. Akibat dari terbatasnya informasi berupa
bunyi/suara menyebabkan anak tunarungu tidak dapat menginterpretasikan informasi
yang diterimanya secara tepat. Hal ini memberikan dampak yang cukup besar bagi
perkembangan anak tunarungu terutama dalam berkomunikasi.
Siswa tunarungu memiliki hak yang sama seperti anak yang tidak berkebutuhan
khusus dalam hal pendidikan, hal ini tercantum pula dalam Undang-Undang Nomor 20
tahun 2003 pasal 5, yang menyatakan bahwa “setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu, dan warga negara yang memiliki
kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh
pendidikan khusus”.
Seluruh komponen pembelajaran, memang tidak mengkhususkan anak yang
siswa pada umumnya, yang membedakannya ada dalam segi komunikasi dan penggunaan
strategi pembelajarannya. Penggunaan strategi pembelajaran pada siswa tunarungu pada
dasarnya sama dengan strategi pembelajaran pada siswa pada umumnya, tetapi dalam
pelaksanaannya harus bersifat visual karena permasalahan anak tuna rungu ada pada
komunikasi. Proses pembelajaran siswa tuna rungu harus lebih memanfaatkan indera
penglihatannya, sehingga semua pembelajaran hendaknya diilustrasikan dalam bentuk
visual. Harus banyak memanfaatkan indera penglihatan siswa tunarungu untuk membantu
mereka mendapat informasi yang disampaikan. Hal ini disebabkan tidak berfungsinya
pendengaran siswa tunarungu secara optimal, sehingga pembelajaran dapat diilustrasikan
dalam bentuk visual.
Seni Budaya adalah bidang seni yang memiliki cakupan yang sangat luas, ada seni
rupa, musik, tari dan teater. Seni yang terintegrasi dengan budaya menghasilkan
keragaman seni dengan berbagai ciri khas yang dimilikinya. Dalam mata pelajaran seni
budaya, aspek budaya tidak dibahas secara tersendiri, tetapi terintegrasi dengan seni, oleh
karena itu, mata pelajaran Seni Budaya pada dasarnya merupakan pendidikan seni yang
berbasis budaya.
Pelajaran Seni Budaya diberikan dengan tujuan untuk memberikan pengalaman
estetik pada siswa dalam bentuk kegiatan berekpresi/berkreasi dan berprestasi. Peran ini
tidak dapat diberikan oleh mata pelajaran lain, hasil dari pembelajaran Seni budaya ini
diharapkan dapat membentuk pribadi siswa yang harmonis dan memiliki multi
kecerdasan. Siswa dibentuk agar mampu mengembangkan bakat dan kreativitasnya
sesuai dengan pilihan dengan potensi diri yang dimiliki para siswa.
Tujuan akhir pendidikan seni budaya tidak hanya menciptakan siswa yang cerdas
tetapi juga siswa yang jujur, bertanggung jawab, dan peduli terhadap sesama. Materi seni
budaya tidak sekedar mengajarkan mereka ahli dibidang seni, namun harus memasukan
nilai-nilai luhur yang akan membentuk siswa berperilaku berkarakter, sehingga karakter
nilai-nilai bangsa dapat diaplikasikan dalam kehidupan siswa sehari-hari.
Seni tari adalah seni gerak yang dinamis dan ekpresif, serta bentuk gerakannya
pembelajaran yang banyak memberikan manfaat, terutama membentuk mental siswa
didik baik secara pribadi maupun secara sosial, kebudayaan, serta kreativitas.
Seni tari yang diajarkan di sekolah merupakan suatu media ekspresi bagi siswa,
demikian juga dengan siswa yang memiliki keterbatasan pendengaran (tuna rungu), tentu
keterbatasan itu bukan suatu penghalang bagi siswa tunarungu untuk berekpresi, karena
mereka juga mampu mengungkapkan ekspresinya dengan baik meski sekalipun
keterbatasan fisik akan sedikit memberi hambatan dalam belajar, terutama ketika
berkomunikasi pada saat belajar menari .
Tari kreatif dalam pembelajaran seni tari di sekolah dapat membentuk siswa
menjadi kreatif, melalui pembelajaran tari kreatif pula siswa akan termotivasi untuk
bersikap kreatif, membiasakan berkreativitas serta mengembangkan kemampuan
interaksi sosial dalam pembelajaran yang lebih baik. Keterlibatan siswa secara langsung
dalam mencari sebuahgerakan tari melalui pengamatan apresiasi, menjadikan siswa dapat
saling bekerjasama, meningkatnya interaksi sosial siswa melalui pembelajaran kreatif.
Eksplorasi gerak melalui arahan isyarat Bisindo dalam tari kreatif, menggali
pengetahuan dan pengalaman siswa dalam berekpresi melalui kreasi siswa, mereka
bergerak tanpa terbebani, ekpresi mereka sangat antusias dalam berekplorasi, menyusun
ragam gerak dan berdiskusi membuat pola lantai, level sampai pada demonstrasi gerak
secara bersama-sama sesuai irama tari.
Bagi siswa normal, mungkin tidak akan memiliki kendala dalam pendengaran,
sehingga tidak akan menemukan hambatan dalam memperagakan gerakan sesuai irama.
Namun bagi siswa tuna rungu, ini merupakan suatu kesulitan yang membutuhkan strategi
khusus dalam pembelajaranya, dengan demikian penggunaan bahasa isyarat, akan
mempermudah pemahaman dalam pembelajaran seni tari. Cara berkomunikasi dengan
melibatkan bahasa verbal, bahasa isyarat dan bahasa tubuh bagi tunarungu akan
mempermudah siswa dalam memahami pembelajaran seni tari.
Dinegara Indonesia ada simbol bahasa isyarat yang disebut Bisindo (Bahasa Isyarat
Indonesia), meskipun Bisindo ini sekarang sudah mulai jarang dipergunakan oleh
kelompok tunarungu dalam komunikasi, baik itu disekolah maupun ditempat umum
komunikasi melalui mulut atau membaca mulut, dibandingkan simbol gerak isyarat
tangan yang tidak semua kalangan masyarakat mengetahui dan bisa memperagakan,
bahkan jikapun itu ada, tentu akan beragam dan berbeda setiap gerak serta pemaknaannya
di setiap wilayah.
Bisindo adalah bahasa isyarat Indonesia. Bahasa isyarat adalah bahasa yang
mengutamakan komunikasi manual, bahasa tubuh, dan gerak bibir, bukannya suara,
untuk berkomunikasi. Bahasa isyarat tidak menggunakan kata-kata ataupun tanda baca
tetapi menggunakan gerak yang berupa isyarat yang lazimnya sudah dimengerti oleh
pelaku dan penerima. Itulah sebabnya bahasa isyarat disebut juga komunikasi non verbal
yaitu bahasa yang tidak memakai kata-kata sama sekali dan merupakan bagian dari
komunikasi. Bisindo adalah sistem komunikasi yang praktis dan efektif untuk
penyandang tunarungu Indonesia yang dikembangkan oleh tunarungu sendiri. Bisindo
digunakan untuk berkomunikasi antar individu sebagaimana sama seperti halnya dengan
bahasa Indonesia pada umumnya. Dengan Bisindo penyandang tunarungu dapat
mengungkapkan pikiran dan perasaan secara leluasa dan mengekspresikan dirinya
sebagai insan manusia warga Negara Indonesia yang bermartabat sesuai dengan falsafah
hidup dan HAM. Bisindo ini dikembangkan dan disebarluaskan melalui wadah organisasi
GERKATIN (Gerakan untuk Kesejahteraan Tunarungu Indonesia). Pada saat ini pusat
Bisindo sedang mengkaji penyusunan standar, penyusunan kamus Bisindo, dan buku
mata pelajaran Bisindo.
Dalam keseharian, kita sering menggunakan bahasa isyarat saat kita berkomunikasi
dengan orang lain, meskipun orang lain mungkin sudah mengetahui bahasa lisan dan
tulisan kita dengan baik. Komunikasi non verbal juga menggunakan bagian tubuh
misalnya telinga, mata, tangan, dan mulut.
Bahasa isyarat pada siswa tuna rungu sangat berperan penting, sebab bahasa isyarat
jauh lebih baik daripada ucapan-ucapan sehingga mudah dimengerti oleh siswa tuna
rungu. Salah satu contoh isyarat yang masih lazim digunakan seperti bahasa isyarat
dengan mengangkat kedua bahu atau menggelengkan kepala berarti mengekspresikan
ketidaktahuan atau tidak mengerti apa yang sedang dibicarakan kemudian dengan
Pengajaran seni tari dengan menggunakan isyarat, tentu akan mempermudah proses
belajar menari bagi siswa tunarungu, dengan melihat isyarat jari atau tangan yang
dilakukan guru, maka anak tunarungu mudah memahami kode-kode tari yang
disampaikan guru serta mudah berkomunikasi dalam penyampaian materi selama
pembelajaran berlangsung.
Metode penyampaian materi tari di SMPLB-B dengan mempergunakan bahasa
simbol sehari-hari bagi anak tuna rungu, dengan isyarat jari, tangan dan berbagai gerak
yang melambangkan kosa kata Bahasa Indonesia. Pengembangan Bisindo dalam
pembelajaran seni tari khususnya, sebagai pengantar materi dan instruksi guru pengajar
dalam praktek menari. Dalam seni tari terdapat beberapa simbol kosakata yang
melambangkan gerak tertentu yang penggunaan istilah tersebut hanya digunakan dalam
bahasa tari. Contoh dari simbol kosakata tersebut adalah gedig, trisi, capang, sembah dan
beberapa istilah lainnya. Untuk memudahkan penyampaian materi maka dibuat beberapa
istilah agar mempermudah penyampaian materi dengan simbol yang dipergunakan mirip
dengan Bisindo, yang intinya mempergunakan jari dan tangan untuk mengganti bahasa
verbal atau menyimbolkan pernyataan tertentu.
Kurikulum yang digunakan saat ini, memang masih menggunakan kurikulum yang
sama dengan kurikulum yang tidak berkebutuhan khusus, namun dengan kebijakan
kepala sekolah, materi tarianpun disesuaikan dengan kondisi siswa, dikarenakan siswa
tuna rungu hanya mampu menerima segala informasi dalam pembelajaran melalui satu
indera yaitu indera penglihatan saja.
Pembelajaran tari pada siswa tunarungu tingkat SMP di SLB, dengan menggunakan
model Bisindo merupakan tata cara dalam berkomunikasi dan bersosialisasi bagi siswa
tunarungu, dan tari sebagai bahasa non verbal, dimana didalamnya terdapat elemen gerak
yang menjadi isyarat pesan yang disampaikan akan menjadi lebih mudah untuk dipahami,
sehingga siswa tunarungu semakin bertambah kepercayaan dirinya dalam
mengembangkan kreativitas pengembangan diri. Meskipun kelemahannya tidak bisa
mendengar, namun panca indera penglihatannya sangat tajam, sehingga ketika
mempelajari seni tari maupun berkomunikasinya, mereka akan mengeluarkan pikirannya
Selama ini, pendidikan seni tari di SMPLB-B Budi Nurani belum dilaksanakan
secara optimal. Pelaksanaan pembelajaran seni tari lebih mengedepankan sekedar
tuntutan perlombaan saja, bukan tuntutan kebutuhan aktualisasi diri siswa untuk
berekplorasi dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar, sehingga siswa belum tergali
secara maksimal potensi dan bakat yang dimilikinya. Hal ini nampak dari
ketidaktersediaannya guru seni khusus, pengajaran diberikan oleh guru yang berlatar
belakang PLB, bukan guru yang berlatar belakang pendidikan seni, sehingga
pembelajaran lebih mengarah kepada teoretis saja, karena pengalaman dalam praktek
tidak dimiliki oleh pengajar, sehingga pengajaranpun masih dianggap hal yang tidak
penting, namun ketika ada program pemerintah, dengan diadakannya perlombaan yang
harus mewakili Kota Sukabumi ke tingkat provinsi, maka pihak sekolah memanggil
orang yang berkompeten dalam bidang tari untuk memberikan tarian yang siap
diperlombakan, dengan kisaran latihan yang singkat kurang lebih 8 kali pertemuan.
Menurut pihak sekolah, yang diwakili oleh kepala sekolah SMPLB-B Budi Nurani Kota
Sukabumi, dalam kesempatan wawancara secara langsung pada tanggal 8 November
2014, dengan alasan supaya siswa tidak merasa jenuh ketika menari, karena terlalu sering
latihan tari akan membuat mereka menjadi malas, dengan waktu yang singkat itulah yang
merupakan strategi agar siswa termotivasi dan tidak merasa kelelahan saat berlatih,
sehingga siswapun akan antusias dalam menari, bahkan sudah terbukti sampai siswa
pernah menjuarai di tingkat provinsi (Lina Darwati,52 th).
Kendala yang terjadi saat ini, tenaga pengajar khusus pembelajaran seni tidak
dimiliki oleh SMPLB-B Budi Nurani, sehingga pengajar seni diberikan kepada guru yang
memiliki keluarga yang berlatar belakang pendidikan seni, pembelajaran diberikan hanya
berfokus pada teori itupun sebatas pengenalan, guru hanya sekedar memberikan
pengetahuan dengan penyampaian informasi saja, Pembelajaran seperti ini nampak
kurang efektif, karena pembelajaran dengan menghapal tidak menyentuh pada proses
kreatif. Untuk mengantisipasi hal tersebut, maka penulis tidak membiarkan dilema guru
SLB yang enggan mengajar seni tari karena tidak memahami gerak tari, sehingga penulis
berinisiatif untuk membuat kode gerak tari dengan mempergunakan bahasa simbol
Bisindo pada simbol gerak tari, untuk mendorong guru agar mampu memberikan
pengajaran tari dengan mudah.
Materi tari kreatif melalui pengembangan Bisindo, akan disuguhkan dalam
pengamatan apresiasi secara langsung dengan pertunjukan tari topeng Klana sebagai
stimulus awal. Materi ini digunakan dengan alasan bahwa konteks dalam karakter gerak
tari topeng Klana cenderung dinamis dan gagah, selain itu pula gerak tari topeng Klana
bebas dari tuntutan perbedaan jenis kelamin, geraknya dapat dilakukan siswa putra
ataupun putri. Melalui apresiasi tari topeng ini pula, siswa secara tidak langsung
diarahkan pada tari tradisi, agar ketika siswa berkreasi nantinya, siswa akan berpijak dari
sebuah tradisi, dan pembelajaran tari mengarah pada tari kreatif yang berbasis muatan
lokal, siswa mampu berkreatifitas dengan balutan kearifan budaya lokal. Namun dasar
yang paling utama mengapa tari topeng dijadikan sebagai bahan apresiasi dari
pembelajaran tari kreatif melalui pengembangan Bisindo ini, karena gerak-gerak yang
yang terdapat dalam tari topeng klana, banyak gerak yang mendekati gerak-gerak isyarat
Bisindo, salah satu contoh, ketika siswa mengangkat bahu sebagai simbol ketidaktahuan
mereka saat ditanya, maka di dalam tari klana gerak bahu yang mereka lakukan itu,
merupakan gerak tari yang disebut dengan gerak obah bahu.
B. Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan terdahulu maka dapat
dirumuskan permasalahan penelitian ini adalah ” Bagaimana Model Pembelajaran Tari Kreatif Melalui Pengembangan Bisindo Pada Siswa Tuna Rungu Di SMPLB-B Budi Nurani Kota Sukabumi”
Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka pertanyaan penelitian meliputi :.
1. Bagaimana konsep awal model yang akan diaplikasikan di SMPLB-B Budi Nurani
Kota Sukabumi ?
2. Bagaimana proses pengembangan Bisindo dalam model pembelajaran tari kreatif
di SMPLB-B Budi Nurani Kota Sukabumi ?
3.
Bagaimana hasil pembelajaran Tari Kreatif setelah menggunakan model isyaratC. Tujuan Penelitian
Tujuan dari rencana penelitian ini adalah pertama penulis dapat memahami
bagaimana proses dan pengembangan Bisindo dalam model pendidikan seni tari di
sekolah luar biasa.
Kajian dan analisa dari penemuan tersebut dapat dideskripsikan dalam bentuk
laporan hasil penelitian yang akhirnya dapat dijadikan sebuah acuan atau formula untuk
pegangan bagi guru pendidikan seni di sekolah luar biasa khususnya yang sampai saat ini
belum paham dan kurang mengetahui bagaimana bahasa isyarat Bisindo, bisa
dikembangkan dan menjadi model dalam pembelajaran seni tari. Sesuai dengan rumusan
masalah, dan pertanyaan penelitian maka penelitian ini bertujuan juga untuk ;
1. Menghasilkan model pembelajaran tari kreatif yang bisa digunakan sebagai alternatif
dalam pembelajaran seni tari bagi para guru siswa tunarungu khususnya di
SMPLB-B Kota Sukabumi?
2. Mendeskripsikan konsep awal model yang akan diaplikasikan di SMPLB-B Budi
Nurani Kota Sukabumi .
3. Mendeskripsikan proses pengembangan Bisindo dalam model pembelajaran tari
kreatif di SMPLB-B Budi Nurani Kota Sukabumi.
4. Mendeskripsikan model akhir pembelajaran dengan pengembangkan Bisindo dalam
pembelajaran Tari kreatif di SMPLB-B Budi Nurani Kota Sukabumi.
5.
Mendeskripsikan hasil pembelajaran tari kreatif setelah menggunakan model isyaratBisindo di SMPLB-B Budi Nurani Kota Sukabumi.
D. Manfaat / Signifikansi Penelitian
Kegunaan dari hasil penelitian ini berupa temuan model yang diharapkan dapat
bermanfaat dan memperkaya pengetahuan yang berhubungan dengan pengembangan
Bisindo pada pembelajaran seni tari di Sekolah Luar Biasa. Kegunaan atau manfaat
penelitian ini dilihat dari aspek teoretis maupun praktis.
Secara teoretis hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan memberi
masukkan berupa kajian konseptual yang berkaitan dengan pembelajaran seni tari,
pengembangan kurikulum, khususnya pendidikan untuk siswa yang berkebutuhan
khusus seperti tunarungu.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukkan dan bahan
pertimbangan bagi pihak-pihak sebagai berikut:
Bagi Institusi(Direktoral Jendral Pendidikan Luar Biasa, Dinas Pendidikan Propinsi, Kabupaten/Kota, Sekolah).
sebagai masukkan dan kajian dalam kegiatan pengembangan dan uji coba,
perencanaan dan penyelenggaraan pembelajaran, sehingga pengembangan isyarat
Bisindo sebagai alternatif model pembelajaran seni tari di sekolah bagi siswa
tunarungu, yang dapat meningkatkan keberhasilan instansi atau sekolah sebagai
lembaga pendidikan yang efektif dan produktif. Bagi Orang tua
Sebagai pengetahuan dalam mendidik siswa-siswi tunarungu dalam pendidikan
seni tari yang memberikan manfaat serta kemandirian siswa, sebagai generasi
penerus yang memiliki akhlak, jati diri, bangsa dalam kemajemukan budaya
bangsa. Bagi Guru
Memberikan masukkan tentang desain model serta metoda pembelajaran seni tari
bagi siswa tunarungu, sehingga dapat meningkatkan kualitas sumber daya
manusia sebagai output pendidikan di Sekolah Luar Biasa. Bagi Siswa
Dapat dijadikan sebagai motivasi dalam pelaksanaan pembelajaran tari disekolah
yang bermanfaat dalam kecakapan hidupnya dalam bermasyarakat, serta
menumbuhkan rasa tanggung jawab terhadap jati diri dan cinta budaya bangsa
serta sebagai sarana aktualisasi diri dalam mengembangkan bakat dan talentanya
E. Struktur Organisasi Tesis
Sistematika dalam penulisan penelitian ini dibagi kedalam lima bab dengan
rincian sebagai berikut :
BAB I : Pendahuluan; yang berisi uraian yang berkaitan denganini merupakan
pendahuluan yang terdiri dari Latar Belakang Masalah, tujuan penelitian,
manfaat/ Signifikansi penelitian dan struktur organisasi tesis. Pada bab ini
dijelaskan mengenai pentingnya penelitian ini dilakukan dan dasar-dasar yang
melandasinya serta fokus penelitian.
BAB II: Tinjauan Pustaka; bab ini merupakan suatu kajian teori yang dijadikan
landasan dalam penyusunan kerangka berpikir. Dalam bab ini, peneliti
mendudukan masalah yang diteliti dalam konteks bidang keilmuan. Adapun
uraian yang terdiri dari,Hipotesis Penelitian
BAB III : Metodologi Penelitian; Bab ini menguraikan secara rinci, mengenai metode
dan pendekatan yang digunakan, termasuk didalamnya uraian mengenai
lokasi Penelitian, populasi dan Sampel Penelitian, metode dan desain
penelitian;
BAB IV : Hasil penelitian dan pembahasan; Pada bab ini dijelaskan mengenai hasil
penelitian yang terdiri dari hasil observasi di SLB-B Budi Nurani Kota
Sukabumi, serta pengembangan kode isyarat komunikasi BISINDO menjadi
sebuah model pembelajaran seni tari di SLB-B Budi Nurani kota Sukabumi.
BAB V : Kesimpulan dan Saran, menyajikan pemaknaan peneliti terhadap analisis
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Subjek Penelitian
a. Tempat penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Luar Biasa Budi Nurani, yang lokasinya
terletak di jalan Lio Balandongan no. 12 kelurahan Sudajaya hilir, Kecamatan Baros,
Kota Sukabumi. SLB ini merupakan satu-satunya SLB yang ada diwilayah Kota
Sukabumi. Subjek penelitian yang dipilih dalam penelitian ini disesuaikan dengan
tuntutan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagaimana yang
diungkapkan pada bab sebelumnya dalam penelitian ini .
Lokasi penelitian ini adalah SMPLB-B Budi Nurani Kota Sukabumi yang ada di
bawah naungan Dinas Pendidikan Provinsi. Pemilihan lokasi diambil dengan beberapa
pertimbangan, diantaranya:
1. Sekolah tersebut merupakan sekolah yang berprestasi di bidang seni tari.
2. Sekolah ini merupakan satu-satunya sekolah berkebutuhan khusus yang ada di
wilayah Kota Sukabumi.
3. Atas masukan pengawas Seni Budaya SMP, yang merujuk ke SMPLB-B Budi
Nurani, karena menurut beliau, sekolah ini telah memenuhi kriteria yang baik
dalam segi fasilitas pendidikan maupun peserta didiknya.
4. Sekolah ini tidak memiliki guru seni khusus, selama ini pembelajaran seni hanya
berfokus pada teoretis, karena latar belakang pendidikan guru seni budayanya dari
pendidikan luar biasa. Sehingga penulis berminat untuk mengembangkan model
pembelajaran seni tari yang akan di eksperimentkan disekolah ini, dan berharap
penelitian ini tidak sebatas kepentingan pribadi untuk penelitian tesis semata,
namun setelah penelitian selesai apa yang sudah penulis lakukan di tempat
penelitian, dapat dilanjutkan oleh guru seni tersebut, sehingga memberi
pengalaman kepada guru cara mengajarkan tari untuk siswa tuna rungu dan
penelitian ini meninggalkan kebermanfaatan bagi guru disana, untuk melanjutkan
mengaplikasikan langsung pengajaran tari secara praktikum pula, dengan
menggunakan model Bisindo.
5. Ingin memberi pengalaman bagi siswa tunarungu dalam bidang kesenian
khususnya seni tari yang dapat melatih keberanian serta kepercayaan dirinya
melalui gerak tari, sehingga meningkatkan minat siswa tunarungu dalam seni tari.
Adapun subjek penelitian ini adalah para siswa kelas VIII di SMPLB-B Budi
Nurani Kota Sukabumi, yang usianya yang berumur 13-15 tahun. Penentuan subyek
dilakukan secara purposif dengan kriteria peserta didik kelas atas yang telah mengikuti
berbagai pembelajaran Seni Budaya yang diselenggarakan oleh sekolah.
b. Waktu Penelitian
Pelaksanaan eksperimen dilaksanakan mulai dari bulan maret 2015 sampai dengan
april 2015. Pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada table berikut ini.
Tabel: 3.1
Jadwal pelaksanaan penelitian
No. Hari, Tanggal Kegiatan Kelompok Sub pokok Bahasan
1 Selasa, 10 Maret 2015 Pretest Eksperimen Wawasan Tari
2 Selasa, 17 Maret 2015 Treatmen Eksperimen Gerak Tari
3 Selasa, 24 Maret 2015 Treatmen Eksperimen Gerak Tari
4 Selasa, 14 April 2015 Treatmen Eksperimen Iringan tari dan Arah hadap
5 Selasa, 28 April 2015 Treatmen Eksperimen Level Pola Lantai
Adapun rincian jelas pelaksanaan penelitian ini dilakukan melalui
tahapan-tahapannya sebagai berikut :
1. Tahap Orientasi
Tahap pertama pelaksanaan penelitian dengan menentukan permasalahan
1.1. Mengamati berbagai gejala yang terjadi di dalam proses pembelajaran seni
budaya di SMPLB-B Budi Nurani Kota Sukabumi yang dilakukan oleh guru
kelas / bidang studi di sekolah tersebut;
1.2. Memilih lokasi penelitian untuk memudahkan pelaksanaan dan mencari
tingkat permasalahan yang paling serius;
1.3. Mengurus perizinan (Sekolah bersangkutan);
1.4. Menyiapkan perlengkapan penelitian, seperti perangkat pedoman
wawancara, pedoman observasi dan pedoman penilaian dokumen serta alat
bantu perekam dan kamera.
2. Tahap Eksplorasi
Pada tahap ini, dilakukan pengumpulan data tentang pembelajaran seni di
SMPLB-B Budi Nurani Kota Sukabumi melalui pelaksanaan observasi,
wawancara serta studi dokumenter. Meskipun pelaksanaan disatukan,
pertanyaan-pertanyaan penelitian dimungkinkan berkembang sesuai dengan signifikan
keadaan di lapangan. Kegiatan yang dilakukan meliputi :
2.1. Mengobservasi pembelajaran seni budaya yang diterapkan pada saat ini di
lingkungan SMPLB-B Budi Nurani Kota Sukabumi oleh guru bidang studi
sejak tahap perencanaan pembelajaran, pelaksanaan hingga proses akhir
untuk mencapai tingkat profesional.
2.2. Melakukan wawancara dengan subjek penelitian dalam situasi yang
harmonis. Wawancara ini bersifat “snow ball sampling”, artinya jika orang
yang pertama belum memberikan jawaban yang lengkap maka akan
dihimpun dari orang-orang yang terkait dan mempunyai karakteristik yang
sama.
2.3. Mengumpulkan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan masalah
dengan bahasa isyarat Indonesia, baik mengenai persepsi, dasar, alokasi
kegiatan, sistematika dan prosedur serta implementasi kebijakan tersebut.
3. Tahap Pengecekan
Pada tahap ini, dilakukan pengecekan ulang semua data atau informasi yang
telah dikumpulkan dalam kegiatan terdahulu. Upaya demikian bermanfaat bagi
kelengkapan atau kesempurnaan data serta validitas data yang dapat dipercaya.
Teknik pengecekan data-data ini melalui kegiatan yang meliputi :
3.1. Mengecek ulang data-data yang sudah tekumpul, baik data bersumber
dari dokumentasi maupun melalui pengamatan dan konfirmasi.
3.2. Meminta data dan informasi ulang kepada subjek penelitian apabila
ternyata data yang telah terkumpul tersebut belum lengkap. Kegiatan
yang dilakukan dengan mengkonfirmasi secara langsung.
3.3. Meminta penjelasan pada pihak-pihak terkait tentang pembelajaran Seni
tari dengan mengembangkan Bisindo, terutama kepada para ahli
pendidikan dan para peneliti pembelajaran seni yang bukan termasuk
subjek dalam penelitian ini.
B. Populasi dan Sample Penelitian
Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh siswa tunarungu kelas 8 SMPLB-B yang berjumlah 8 orang. Adapun penentuan
sample dalam penelitian ini menggunakan sampling jenuh, yang mana semua anggota
C. Metode dan Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode penelitian
deskriptif. Tujuannya adalah untuk mendeskripsikan dan menganalisis data dan
informasi yang dikumpulkan sehubungan dengan pembelajaran seni tari di SLB-B Budi
Nurani Kota Sukabumi. Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini yaitu
dengan menggunakan study pustaka dan juga observasi langsung di lingkungan sekolah,
untuk mendapatkan data dengan melakukan wawancara secara langsung dengan kepala
sekolah, siswa dan guru yang bersangkutan.
Penelitian berlangsung dalam latar belakang alamiah, dimana peneliti sendiri
instrumen utamanya dan analisis data dilakukan dengan induktif kualitatif. Penggunaan
metoda dan pendekatan ini berangkat dari tujuan pokok penelitian yaitu mendeskripsikan
dan menganalisis pembelajaran seni tari dengan mengembangkan isyarat Bisindo di
SLB-B SLB-Budi Nurani Kota Sukabumi. Upaya untuk mencari alternatif jawaban yang
dikembangkan dari permasalahan bersumber dari unsur-unsur terkait dalam pembelajaran
seni tari di kelas sebagai subjek penelitian.
Pada bagian ini akan dikemukakan metodologi penelitian yang penyajiannya
diklasifikasikan menjadi lima bagian. Bagian pertama membicarakan metoda, teknik dan
alat pengumpulan data. Pada bagian kedua dijelaskan mengenai subjek penelitian. Bagian
ketiga menjelaskan pelaksanaan penelitian. Kemudian pada bagian keempat, dijelaskan
mengenai teknik pengolahan dan analisis data, dan kelima menguraikan tentang pengujian
tingkat kepercayaan.
1. Metode Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian pendekatan kualitatif, analisisnya menggunakan
metode deskriptif yang bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis data dan
informasi yang dikumpulkan sehubungan dengan pengembangan BISINDO dalam
pembelajaran seni tari. Metode kualitatif digunakan dengan beberapa pertimbangan,
pertama yakni menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan
dengan kenyataan ganda; kedua metode ini menyajikan secara langsung hakikat
dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama dan terhadap
pola-pola nilai yang dihadapi.
Metode yang dianggap tepat dalam penelitian ini adalah metode analisis
deskriptif dengan pendekatan metode kreatif melalui pengembangan Bisindo.
Tujuannya adalah untuk mendeskripsikan dan menganalisis data dan informasi yang
dikumpulkan sehubungan dengan pembelajaran seni tari di SMPLB-B Budi Nurani
Kota Sukabumi. Penelitian berlangsung dalam latar belakang alamiah, dimana peneliti
sendiri merupakan instrumen utamanya dan analisis data dilakukan dengan induktif
kualitatif. Penggunaan metoda dan pendekatan ini berangkat dari tujuan pokok
penelitian
Bagan; 3.1. Desain Alur Metode Penelitian
STUDI PENDAHULUAN
Penelitian Lapangan
Model pembelajaran kreatif pada pembelajaran seni tari
Faktual
- Pembelajaran kreatif yang diadaptasi - Pengembangan model pembelajaran kreatif
melalui pengembangan isyarat bisindo
2. Instrumen Penelitian
Instrumen utama dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri ( manusia sebagai
instrumen ). Peneliti datang ke situs berpegang pada fokus, kerangka konseptual,
sampel, dan beberapa pertanyaan awal. Lincoln dan Guba ( 1985, hlm. 199 ) secar
tegas mengemukakan bahwa apabila metode penelitian telah jelas kualititaf maka
instrumen yang digunakan adalah Manusia. Peneliti sebagai instrumen melakukan
observasi, wawancara, mengkaji dokumen-dokumen dan catatan-catatan yang ada
dilapangan dan menjelaskan isyarat-isyarat non-verbal.
Huberman & Miles (1984, hlm. 42) menjelaskan bahwa seseorang peneliti
kualitatif melakukan penelitian berpegang pada fokus dan pembatasan studi melalui
kerangka kerja konseptual, pertanyaan-pertanyaan penelitian, dan penentuan sampel.
Ketiga komponen tersebut merupakan rambu-rambu dalam melaksanakan penelitian di
lapangan. Fokus cukup longgar memberi peluang untuk menggunakan cara lain dalam
mengungkap isu-isu utama yang ada di lapangan. Peneliti kualitatif berangkat ke
lapangan dengan rencana mengumpulkan data, langsung atau tidak langsung, dan
biasanya berpegang pada kerangka kerja konseptual dan pertanyaan-pertanyaan
penelitian.
Instrumen dalam penelitian ini mempunyai empat ciri : (1) tidak dibuat secara
rinci; (2) bisa disesuaikan dengan konteks penelitian atau kondisi nyata di lapangan;
(3) lebih mengutamakan pendalaman kasus yang dikaji; (4) dimulai dengan beberapa
pertanyaan awal sesuai dengan teknik pengumpulan data yang digunakan. Walaupun
bersifat longgar, tetapi tetap berpegang pada struktur dan keabsahan konteks atau
kerangka konseptual yang telah dibangun. Pertimbangan ini menempatkan ketiga
pertanyaan pokok di atas menjadi rambu-rambu atau arahan utama bagi peneliti dalam
proses pengumpulan data di lapangan.
Alat-alat yang digunakan untuk mengumpulkan data terdiri dari seperangkat
pedoman observasi, pedoman wawancara, dan pedoman studi dokumenter. Pedoman
observasi digunakan untuk melihat situasi dan kondisi yang terjadi selama proses
sebagai pembimbing peneliti untuk mengarahkan pelaksanaan konfirmasi dengan
subjek penelitian
D. Tekhnik Pengumpulan Data
Penelitian ini menghimpun semua data lapangan yang berkaitan langsung dengan
problema dan bersumber dari dokumen dan jawaban responden, baik siswa, guru dan
kepala sekolah. Data dokumen juga dikumpulkan sehubungan dengan proses
pembelajaran seni tari dan isyarat Bisindo, metode pembelajaran tarinya, serta
pengalokasian kegiatan, dan keadaan tenaga pendidikan bidang studi seni tari di SLB-B
Budi Nurani Kota Sukabumi.
Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data yang digunakan antara lain
teknik pengamatan (observasi), wawancara, dan studi dokumentasi. Ketiga teknik ini
digunakan dengan harapan dapat saling melengkapi untuk memperoleh data yang
diperlukan, sedangkan jenis data yang diperlukan diklarifikasi menjadi data primer dan
data sekunder. Data primer bersumber dari wawancara langsung dan observasi dengan
guru kelas yang sekaligus sebagai guru bidang studi seni serta siswa sebagai objek yang
menerima pembelajaran. Data primer ini didukung oleh informasi dari berbagai pihak
yang terkait, baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Teknik-teknik untuk
memperoleh data dari guru kelas yang sekaligus sebagai guru bidang studi seni ini
akan dijelaskan lebih lanjut mengenai metode dan instrumen pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini.
1. Observasi
Observasi adalah sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap
gejala yang tampak pada objek penelitian. Pengamatan dan pencatatan yang dilakukan
terhadap obyek ditempat terjadi atau berlangsungnya peristiwa, sehinggga observer
berada bersama objek yang sedang diteliti atau diobservasi secara langsung. Observasi
ini bertujuan untuk mengerti ciri- ciri dn luasnya signifikasi dari interrelasi
Teknik observasi ini digunakan oleh peneliti pada saat melakukan penelitian.
Pada saat kegiatan penelitian, peneliti terjun langsung kelapangan, dengan kata lain
peran peneliti adalah sebagai observer as participant ( observer sebagai partisipan )
yang turut aktif dilapangan mengikuti secara penuh aktivitas dalam kelompok guna
memperoleh data melalui pengamatan mengenai pembelajaran yang diselenggarakan,
interaksi yang terjadi selama kegiatan belajar, respon-respon yang dapat dicatat selama
pelaksanaan yang kemungkinan memberikan dampak posistif atau negatif dari
interaksi yang berlangsung selama pembelajaran. Alat yang digunakan dalam
observasi ini adalah panduan observasi, alat rekam suara, kamera poto, catatan sebagai
dokumentasi.
Observasi partisipasi dilakukan dilokasi penelitian di SLB-B Budi Nurani kota
Sukabumi, dengan tujuan untuk memperoleh gambaran kondisi pembelajaran yang
telah dilakukan di SLB-B dalam kegiatan pembelajaran seni tari. Untuk mendapatkan
hasil pengamatan yang memiliki validitas yang tinggi, maka harus dilakukan
pengamatan secara terus menerus dan berulang-ulang sehingga memberikan
keyakinan bahwa situasi tersebut memang merupakan situasi yang sebenarnya. Selain
itu, harus dapat menafsirkan sendiri hal-hal atau objek yang diteliti atau diamati.
Supaya pengamatan tersebut kedalam teknik pengumpulan data, maka kriteria-kriteria
yang digunakan adalah sebagai berikut;
1. Pengamatan yang dilakukan untuk penelitian yang telah dirancang secara
sistematik.
2. Pengamatan yang dilakukan harus berkaitan dengan tujuan penelitian yang telah
dirancang.
3. Pengamatan tersebut dicatat secara sistematik dan dihubungkan dengan hipotesis
penelitian.
4. Pengamatan harus dapat dilihat validitas dan rehabilitasnya.
Teknik ini digunakan untuk mengamati secara langsung kondisi pembelajaran
metode pembelajaran seni budaya, serta fasilitas sekolah, sarana dan prasarana
pembelajarannya. Adapun Waktu pelaksanaan penelitian ini dilakukan selama 5
minggu, yaitu pada bulan maret dan April 2015.
2. Wawancara
Wawancara adalah alat pengumpul informasi dengan cara mengajukan sejumlah
pertanyaan secara lisan untuk dijawab secara lisan pula. Ciri utama wawancara adalah
kontak langsung dengan tatap muka antara pencari informasi (interviewer) dan sumber
informasi (interviewee). ( Margono, 2000, hlm. 165 ) ” Wawancara adalah suatu
percakaan tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih yang duduk berhadapan
secara fisik dan diarahkan pada suatu masalah tertentu. Wawancara adalah percakapan
dengan bertatap muka dengan tujuan memperoleh informasi faktual untuk menafsir
dan menilai kepribadian individu atau untuk tujuan-tujuan konseling /penyuluhan, atau tujuan terapeutis”.
Wawancara dilakukan untuk mengetahui secara langsung pendapat berupa
pernyataan pengetahuan, perasaaan, pengalaman, yang mencerminkan respon positif
atau negatif pada saat pembelajaran diberikan yang tidak dapat dipantau akan tetapi
dapat dirasakan setelah dilakukan wawancara, serta wawancara mendalam kepada
responden setelah pembelajaran untuk mengetahui dampak dari pembelajaran tersebut.
Selain itu, wawancara dilakukan untuk menggali data yang belum terungkap karena
keterbatasn observasi jadi wawancara digunakan untuk menambah dan memperjelas
hasil observasi.
Dalam melakukan wawancara, peneliti berinteraksi dengan subjek penelitian
agar peneliti dapat menganalisis dan menafsirkan jawaban yang diwawancarai. Teknik
ini digunakan untuk menggali dan memperoleh data atau informasi yang lebih
mendalam dan relevan dengan masalah yang diteliti. Wawancara dilakukan dengan
kepala sekolah, guru bidang studi seni budaya dan siswa kelas VIII SMPLB-B Budi
Nurani. Wawancara dilakukan dengan dua cara yaitu wawancara dengan berstruktur
struktur ringkasan unsur-unsur yang tercakup dalam ringkasan itu sama seperti
ringkasan observasi. Dimulai dari penjelasan identitas, deskripsi situasi atau konteks,
identifikasi masalah, deskripsi data, dan ditutup oleh pertanyaan-pertanyaan
berikutnya. Wawancara dilakukan selama 2 minggu pada bulan maret 2015 selama
tiga hari.
Begitu juga tujuannya, membuat file-file yang dapat membantu untuk
memudahkan proses analisis, membuat kategori, menarik hubungan atau
membandingkan, menarik kesimpulan dan pembuktiannya. Sesungguhnya teknik
ringkasan hasil wawancara ini tergolong dalam mengelola data, ringkasan ini sangat
berarti dalam proses analisis selama pengumpulan data.
3. Studi Dokumentasi
Dokumen yang dikaji dalam tesis ini adalah suatu tulisan atau catatan berupa
laporan, arsip, atau catatan materi lain, tidak dipersiapkan secara khusus untuk
merespon permintaan peneliti. Dokumentasi yang tergolong sebagai sumber informasi
dalam penelitian ini meliputi pelaksanaan pembelajaran seni tari dikelas dengan
menggunakan isyarat Bisindo terhadap siswa SLB-B Budi Nurani Kota Sukabumi.
Studi dokumentasi ini dituangkan dalam satu ringkasan, tertulis. Struktur
ringkasan terdiri dari identitas, deskripsi dokumen pembelajaran seni tari, hubungan
dokumen terhadap fokus kajian, rangkuman isi dokumen, pertanyaan-pertanyaan
untuk penelusuran selanjutnya. Sama seperti kedua teknik sebelumnya, format studi
dokumetasi ini juga dimaksudkan untuk mempermudah dalam proses analisis,
penarikan dan pengujian kesimpulan, serta membangun keabsahan penelitian.
4. Analisis Data Kualitatif
Analisis data kualitatif digunakan untuk memaknai deskripsi objektif tentang
pengembangan model Bisindo dalam pembelajaran seni tari pada siswa tuna rungu di
kualitatif digunakan untuk mendeskripsikan pelaksanaan pembelajaran dengan
menggunakan isyarat Bisindo.
Mengolah dan menganalisis data kualitatif, merujuk kepada analisis data
kualitatif menurut Miles dan Huberman (1992). Berdasarkan pada uraian miles dan
huberman dalam sitorus, dkk (2003) dalam menganalisis data kajian ini dilakukan tiga
jalur analisis yaitu; reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.
Melalui reduksi data maka dilakukan proses pemilihan, pemusatan perhatian
pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari
catatan tertulis dilapangan. Proses ini dilakukan secara terus menerus selama
penelitian berlangsung, bahkan sebelum data benar-benar terkumpul, sebagai mana
tampak dari kerangka konseptual, permasalahan penelitian, dan pendekatan
pengumpulan data yang dipilih. Kegiatan yang dilakukan dalam mereduksi data
adalah melalui; meringkas data, mengkode, menelusur tema, membuat gugus-gugus,
membuat partisi, dan menulis memo, melalui reduksi data tersebut, dilakukan
penajaman, penggolongan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan
mengorganisasi data dengan cara sedemikian rupa sehingga kesimpulan akhir dapat
diambil.
Setelah dilakukan reduksi data maka kegiatan selanjutnya adalah melakukan
penyajian data. Data yang sudah diperoleh kemudian disusun menjadi sekumpulan
informasi sehingga memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan
pengambilan tindakan. Penyajian data tersebut dilakukan dalam bentuk teks naratif
dari catatan lapangan dalam bentuk matrik, grafik, maupun jaringan serta bagan.
Kegiatan analisis data selanjutnya adalah dilakukan penarikan kesimpulan yang
didasarkan dari hasil penyajian data yang telah dilakukan. Kesimpulan tersebut juga
masih di verifikasi selama penelitian berlangsung dengan cara; memikir ulang selama
penulisan, tinjauan ulang pada catatan-catatan dilapangan serta melalui peninjauan
kembali dan tukar pikiran dengan teman sejawat maupun pakar untuk
E. Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan kegiatan yang dilakukan setelah data dari seluruh
responden atau sumber data lain terkumpul ( Sugiyono, 2008, hlm 147). Data yang
diperoleh dari kegiatan pengumpulan dat berupa hasil pretest dan posttest selanjutnya
dibandingkan perbedaannya.
Tujuan analisis dalam penelitian ini adalah untuk memperoleh data kepastian
apakah yang terjadi pengaruh penggunaan isyarat Bisindo pada pembelajaran seni tari di
SLB-B Budi nurani kelas 8. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini analisis
deskriptif kualitatif. Pada akhir pembelajaran dilakukan penilaian terhadap hasil tes
yang dicapai oleh peserta didik. Seperti yang dinyatakan oleh sugiyono ( 2007, hlm.
207 ), bahwa statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis data
dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang terkumpul sebagai
adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau
generalisasi.
F. Validasi Hasil Penelitian
Upaya mencapai keabsahan atas data dan informasi yang dihimpun di lapangan,
maka secara aktual akan dilakukan dengan mempedomani kombinasi konsep Nasution
(1988) dan Mugahdjir (1990) melalui tiga langkah seperti diuraikan di bawah ini :
1. Kredibilitas; dimaksudkan untuk mengetahui seberapa jauh kebenaran hasil penelitian
dapat dipercaya. Dalam kepentingan ini, dilakukan kegiatan berupa: (a) Trianggulasi
yakni mengecek kebenaran data dengan membandingkan data yang diperoleh dari
sumber lain, seperti membicarakannya dengan dosen PLB atau yang relevan lainnya.
(b) membicarakan dengan kolega guna memperoleh penajaman analisis, seperti
teman-teman seangkatan atau mereka yang telah menyelesaikan studi setingkat lainnya.
diusahakan menyimpulkan secara bersama untuk menghindarkan perbedaan persepsi
dan melakukan konfirmasi dengan nara sumber dari hasil wawancara sehingga
kekurangan, kekeliruan dapat diperbaiki sesuai dengan yang dimaksud oleh nara
sumber.
2. Transferbilitas; dimaksudkan untuk mengetahui hingga mana hasil penelitian dapat
diaplikasikan atau digunakan dalam situasi lain. Dalam kepentingan ini, dilakukan
kegiatan mendeskripsikan serinci mungkin bagaimana penelitian ini dapat diterapkan,
terutama di SMPLB-B Budi Nurani Kota Sukabumi.
G. Jadwal Penelitian
3.2. Jadwal pelaksanaan penelitian ditunjukan pada table di bawah ini
No Kegiatan
2014 2015
Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun
1 Pengumpulan Referensi (Survey Pra Penelitian)
2 Study Pustaka
3 Penyusunan Proposal Tesis
4 Seminar Proposal
5 Pelaksanaan Penelitian
6 Pengolahan data, analisis dan penyusunan laporan
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
V.1 Simpulan
Dari hasil penelitian yang telah ditemukan dari hasil lapangan sesuai dengan tujuan
penelitian yaitu mendeskripsikan proses pembelajaran tari kreatif melalui pengembangan
Bisindo bagi siswa tunarungu SMPLB-B Budi Nurani Kota Sukabumi, mendeskripsikan
hasil pembelajaran tari kreatif dengan pengembangan Bisindo bagi siswa tunarungu
SMPLB-B Budi Nurani Kota Sukabumi, peneliti menyimpulkan bahwa proses
pembelajaran tari kreatif melalui pengembangan Bisindo dapat menggali kreativitas
siswa, pelaksanaan kegiatan belajar mengajar seni tari dengan metode kreatif membuat
siswa senang dalam menerima pembelajaran, sehingga siswa dapat menumbuhkan minat
dalam bidang tari serta mengekplorasi bakat yang dimilikinya.
Peran guru Sekolah Luar Biasa sering dicitrakan memiliki peran ganda karena
sistim pengajarannya borongan, semua mata pelajaran hanya diajarkan oleh guru yang
sama, baik itu pelajaran matematika, agama maupun pelajaran seni. Tugas guru SLB-B
merupakan tugas yang boleh dikatakan agak rumit, karena siswa SLB-B yang kurang
pendengaran memiliki sikap dan tingkah laku yang unik dibandingkan siswa yang normal
pendengarannya, ini akan berpengaruh terhadap proses pembelajaran serta tingkah laku
siswa yang harus di arahkan menjadi lebih baik, karena siswa tunarungu memiliki
karakateristik dan klasifikasi jenis ketunarunguannya. Pembelajaran seni tari di SLB-B
Budi Nurani Kota Sukabumi yang dihimpun pengajarannya oleh guru kelas, lebih
cenderung pada teoretis sebatas pengenalan, aktivitas belajar siswa tidak mengarah pada
ranah psikomotorik, namun lebih cenderung pada ranah kognitif, guru hanya sekedar
memberikan pengetahuan dengan penyampaian informasi bersifat memindahkan ilmu
pengetahuan. Kegiatan belajar mengajar dengan metode konvensional (tradisional) yang
didominasi oleh guru, siswa banyak mengeluarkan energi untuk berpikir secara abstrak
tari yang tidak pernah diajarkan oleh guru kelas, namun pengalaman tari dididapat diluar
pembelajaran oleh pelatih yang diundang kepala sekolah, untuk pemenuhan materi yang
akan dilombakan oleh kedinasan pemerintah setempat maupun provinsi, dengan kisaran
latihan kurang lebih 8 kali pertemuan untuk mencapai satu tarian.
Peneliti merasa tertarik untuk membuat sebuah alternatif suatu model
pembelajaran dari pengembangan isyarat komunikasi kaum tunarungu yang terbiasa
memakai bahasa isyarat dalam berkomunikasi atau menyampaikan gagasan atau ide
dengan cara membaca bibir, menulis, memberi aba-aba, dan memberi isyarat seperti
gerak tangan, kepala, badan dan sebagainya. Model pembelajaran tari kreatif lebih
memberikan kebebasan kepada siswa untuk lebih mengembangkan daya imajinasi dan
kreativitasnya, siswa termotivasi menghasilkan sesuatu yang kreatif, dan pembelajaran
lebih dominan peranannya pada siswa, sedangkan guru bertindak sebagai organisator,
fasilitator dan evaluator. Melalui praktek tari kreatif, siswa tunarungu dibekali bagaimana
memahami arti sebuah keindahan dan perasaan estetis, digali dari kreativitasnya yang
inovasi, berguna dan dapat dimengerti. Materi Topeng Klana sengaja disuguhkan pada
apresiasi siswa, sebagai bahan apresiasi dari pembelajaran tari kreatif melalui
pengembangan Bisindo, karena dalam tari topeng Klana, gerak tari mendekati
gerak-gerak isyarat Bisindo, salah satu contoh, ketika siswa mengangkat bahu sebagai simbol
ketidaktahuan mereka saat ditanya, maka di dalam tari klana gerak bahu yang mereka
lakukan itu, merupakan gerak tari yang disebut dengan gerak Obah bahu. Melalui
rangsang kinestetik ini membuat siswa melakukan aktifitas pisik dengan menciptakan
suatu produk baru, dari bentuk pengembangan karya lain menjadi karya baru,
mengembangkan ide-ide dalam eksplorasi gerak serta dapat menemukan simbol gerak
dalam proses penyusunan tari bagi siswa tunarungu. Kebebasan berekspresi dalam
menemukan gerak pribadi sebagai materi dasar tari, menanamkan kesadaran siswa tuna
rungu terhadap bahasa komunikasi mereka yang dapat dibuat menjadi sebuah gerak,
mengolah dan merangkai gerak-gerak kreatif yang dihasilkannya guna menggagas,
menciptakan, dan menyajikan karya tarinya sesuai tingkat perkembangan. Teori seni
diberikan hanya sebatas pengenalan, dan praktik lebih diutaman dengan mengembangkan