• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Pembelajaran Konseptual Interaktif Dengan Pendekatan Multirepresentasi Untuk Meningkatkan Konsistensi Ilmiah Dan Menurunkan Kuantitas Mahasiswa Yang Miskonsepsi Pada Materi Termodinamika.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penerapan Pembelajaran Konseptual Interaktif Dengan Pendekatan Multirepresentasi Untuk Meningkatkan Konsistensi Ilmiah Dan Menurunkan Kuantitas Mahasiswa Yang Miskonsepsi Pada Materi Termodinamika."

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN PEMBELAJARAN KONSEPTUAL INTERAKTIF DENGAN

PENDEKATAN MULTIREPRESENTASI UNTUK MENINGKATKAN

KONSISTENSI ILMIAH DAN MENURUNKAN KUANTITAS

MAHASISWA YANG MISKONSEPSI PADA MATERI

TERMODINAMIKA

TESIS

Diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan Fisika

Oleh

Syakti Perdana Sriyansyah NIM 1302448

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA SEKOLAH PASCASARJANA

(2)

PENERAPAN PEMBELAJARAN KONSEPTUAL INTERAKTIF DENGAN

PENDEKATAN MULTIREPRESENTASI UNTUK MENINGKATKAN

KONSISTENSI ILMIAH DAN MENURUNKAN KUANTITAS

MAHASISWA YANG MISKONSEPSI PADA MATERI

TERMODINAMIKA

Oleh

Syakti Perdana Sriyansyah

S. Pd Universitas Mataram, 2012

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Pendidikan Indonesia

© Syakti Perdana Sriyansyah 2015 Universitas Pendidikan Indonesia

Agustus 2015

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,

(3)
(4)
(5)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul “PENERAPAN

PEMBELAJARAN KONSEPTUAL INTERAKTIF DENGAN PENDEKATAN

MULTIREPRESENTASI UNTUK MENINGKATKAN KONSISTENSI

ILMIAH DAN MENURUNKAN KUANTITAS MAHASISWA YANG

MISKONSEPSI PADA MATERI TERMODINAMIKA” ini berserta seluruh

isinya adalah benar-benar karya saya sendiri. Saya tidak melakukan penjiplakan

atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika ilmu yang

berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan tersebut, saya siap

menanggung resiko/sanksi apabila dikemudian hari ditemukan adanya

pelanggaran etika keilmuan atau ada klaim dari pihak lain terhadap hasil keaslian

karya saya ini.

Bandung, Agustus 2015 Yang membuat pernyataan,

(6)

PENERAPAN PEMBELAJARAN KONSEPTUAL INTERAKTIF DENGAN

PENDEKATAN MULTIREPRESENTASI UNTUK MENINGKATKAN

KONSISTENSI ILMIAH DAN MENURUNKAN KUANTITAS

MAHASISWA YANG MISKONSEPSI PADA MATERI

TERMODINAMIKA

Oleh:

Syakti Perdana Sriyansyah NIM. 1302448

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian untuk mengetahui gambaran peningkatan konsistensi ilmiah mahasiswa dan penurunan kuantitas mahasiswa yang miskonsepsi pada materi hukum I termodinamika, sebagai dampak penerapan pembelajaran konseptual interaktif dengan pendekatan multirepresentasi. Penelitian pre-experiment yang menggunakan desain one-group pretest-posttest ini melibatkan 30 mahasiswa tahun pertama pendidikan fisika pada salah satu LPTK di kota Mataram. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik convenience sampling. Data konsistensi ilmiah mahasiswa dikumpulkan menggunakan instrumen tes Representational Conceptual Evaluation in The First Law of Thermodynamics (RCET), sedangkan kuantitas mahasiswa yang miskonsepsi diukur menggunakan The First Law of Thermodynamics Diagnostic Test (FDT). RCET berbentuk tes isomorfik pilihan ganda yang mencakup 10 tema dan FDT berbentuk tes tiga tingkat yang mencakup 11 label miskonsepsi pada materi hukum I termodinamika. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsistensi ilmiah mahasiswa mengalami rata-rata peningkatan sedang sebesar 39%, sedangkan kuantitas mahasiswa yang miskonsepsi mengalami rata-rata penurunan yang bervariasi dalam rentang 7% sampai 92%. Penurunan tertinggi terletak pada miskonsepsi bahwa sejumlah kalor lebih menyebar dalam wadah yang besar, sehingga suhu gas di dalamnya tidak naik sebesar kenaikan suhu pada wadah yang kecil. Penurunan terendah terletak pada miskonsepsi bahwa usaha total yang dilakukan oleh sistem yang mengalami proses siklik sama dengan nol. Tidak terdapat mahasiswa yang konsisten menjawab semua tema secara ilmiah. Namun demikian, mahasiswa setuju bahwa pembelajaran konseptual interaktif dengan pendekatan multirepresentasi yang diterapkan mampu meningkatkan konsistensi ilmiah dan menurunkan kuantitas mahasiswa yang miskonsepsi.

Kata Kunci: pembelajaran konseptual interaktif, multirepresentasi, konsistensi

(7)

THE APPLICATION OF INTERACTIVE CONCEPTUAL INSTRUCTION

WITH MULTIPLE REPRESENTATIONAL APPROACH TO INCREASE

STUDENTS’ SCIENTIFIC CONSISTENCY AND DECREASE THE QUANTITY OF STUDENTS WHO HAVE MISCONCEPTION

ON THERMODYNAMICS

Author:

Syakti Perdana Sriyansyah NIM. 1302448

ABSTRACT

A study has been conducted to perceive the increase in student’s scientific

consistency and the decrease in the quantity of students who have misconception on the the first law of thermodynamics concept, as the impact of the application of interactive conceptual instruction with multiple representational approach. This pre-experimental study used one-group pretest-posttest design and involved 30 first-year students of physics education at one LPTK in Mataram. Sampling was done by convenience sampling technique. Scientific consistency data were documented by using Representational Conceptual Evaluation in The First Law of Thermodynamics (RCET), while the quantity of students who have misconception was measured by using The First Law of Thermodynamics Diagnostic Test (FDT). RCET was designed as an isomorphic multiple-choice test that covers 10 themes and FDT was designed as a three-tier test that covers 11 labels misconceptions on the first law of thermodynamics. The findings showed that the average normalized change in student’s scientific consistency was 39% in the modest increase, while the average normalized change in the quantity of students who have misconception was varied in the range of 7% to 92%. The highest decrease lies in the misconceptions that the amount of heat is more diluted in the larger container, so the temperature does not increase as much as in the small container. The lowest decrease lies in the misconceptions that the net work done by a system undergoing a cyclic process must be zero. None of students answered all given themes scientifically consistently. However, students agreed that interactive conceptual instruction with multiple representational approach able to increase the scientific consistency and decrease the quantity of students who have misconception.

Keywords: interactive conceptual instruction, multiple-representations, scientific

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN HAK CIPTA ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

LEMBAR PERNYATAAN ... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... viii

UCAPAN TERIMAKASIH ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 9

C. Rumusan Masalah ... 10

D. Batasan Masalah... 10

E. Tujuan Penelitian ... 11

F. Manfaat Penelitian ... 12

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR PENELITIAN A. Kajian Pustaka ... 13

1. Pembelajaran Konseptual Interaktif ... 13

2. Pendekatan Multirepresentasi ... 15

3. Konsistensi Ilmiah ... 19

4. Miskonsepsi... 21

5. Identifikasi Miskonsepsi ... 23

6. Materi Termodinamika... 26

(9)

Halaman

B. Kerangka Pikir Penelitian ... 34

BAB III METODE PENELITIAN A. Metode dan Desain Penelitian ... 37

B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 37

C. Definisi Operasional... 38

D. Prosedur Penelitian... 39

E. Instrumen Penelitian... 41

F. Teknik Pengumpulan Data ... 45

G. Teknik Analisis Data ... 46

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 53

1. Deskripsi Data Konsistensi Ilmiah Mahasiswa ... 53

2. Deskripsi Data Konsistensi Representasi Mahasiswa ... 56

3. Deskripsi Data Kuantitas Mahasiswa yang Miskonsepsi ... 59

4. Deskripsi Data Keterlaksanaan Pembelajaran dan Skala Sikap Mahasiswa ... 62

B. Pembahasan ... 64

1. Konsistensi Ilmiah Mahasiswa ... 64

2. Konsistensi Representasi Mahasiswa ... 68

3. Konsistensi Ilmiah dan Representasi Mahasiswa pada Tiap Tema 69 4. Kuantitas Mahasiswa yang Miskonsepsi ... 77

5. Kekuatan dan Kelemahan Pembelajaran ... 88

BAB V KESIMPULAN, SARAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ... 91

B. Saran ... 92

C. Rekomendasi ... 93

DAFTAR PUSTAKA ... 95

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Kategori dan Pola Jawaban Tes Tiga Tingkat (Three Tier Test) ... 25

2.2 Rekapitulasi beberapa hasil penelitian pada konsep termodinamika ... 29

2.3 Matrik label miskonsepsi yang ingin diidentifikasi dalam soal ... 31

2.4 Fase Pembelajaran Konseptual Interaktif dengan Multirepresentasi ... 32

3.1 Kategori reliabilitas tes ... 44

3.2 Teknik Pengumpulan Data ... 45

3.3 Kriteria Penilaian Konsistensi Ilmiah ... 46

3.4 Kategori Level Konsistensi Ilmiah ... 46

3.5 Kategori Perolehan N-change positif ... 48

3.6 Kategori Perolehan N-change negatif ... 49

3.7 Pilihan set jawaban yang menunjukkan tiap label miskonsepsi ... 49

3.8 Matrik konsepsi ilmiah dan miskonsepsi dalam soal ... 50

3.9 Kriteria Keterlaksanaan Pembelajaran ... 52

4.1 Kuantitas Mahasiswa di Tiap Level Konsistensi Ilmiah ... 54

4.2 Persentase rata-rata skor konsistensi ilmiah mahasiswa tiap tema ... 55

4.3 Kuantitas Mahasiswa di Tiap Level Konsistensi Representasi ... 57

4.4 Persentase kuantitas mahasiswa pada tiap label miskonsepsi ... 60

4.5 Persentase mahasiswa tiap kategori untuk tiap item soal FDT ... 61

4.6 Rekapitulasi keterlaksanaan pembelajaran konseptual interaktif ... 62

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Berbagai representasi dalam pembelajaran termodinamika ... 18

2.2 Diagram kerangka pikir penelitian ... 36

3.1 Desain Penelitian one-group pretest-posttest design ... 37

3.2 Alur Penelitian ... 40

3.3 Tema 2 dari RCET dan dua pola jawaban konsisten secara representasi 47 4.1 Diagram persentase rata-rata skor konsistensi ilmiah mahasiswa pada tes awal, tes akhir dan n-change ... 53

4.2 Diagram persentase mahasiswa yang konsisten ilmiah pada tiap tema .. 55

4.3 Diagram persentase rata-rata skor konsistensi ilmiah pada tiap tema .... 56

4.4 Diagram persentase rata-rata skor konsistensi representasi mahasiswa pada tes awal, tes akhir dan n-change. ... 57

4.5 Perbandingan persentase mahasiswa di tiap level konsistensi ilmiah dan representasi di akhir pembelajaran... 58

4.6 Diagram persentase rata-rata skor konsistensi representasi mahasiswa pada tiap tema ... 59

4.7 Sampel item soal RCET#11 yang mewakili T2 ... 70

4.8 Sampel item soal RCET#9 yang mewakili T9 ... 71

4.9 Sampel item soal RCET#27 yang mewakili T6 ... 73

4.10 Sampel item soal RCET#16 yang mewakili T10 ... 74

4.11 Tampilan proses isokhorik (kiri) dan isobarik (kanan) dengan bantuan simulasi virtual Phet. ... 75

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

Lampiran A

A.1 Kisi-kisi Representational Conceptual Evaluation on The First Law of

Thermodynamics (RCET) ... 104

A.2 Kisi-kisi The First Law of Thermodynamics Diagnostic Test (FDT) ... 127

A.3 Rekapitulasi hasil ujicoba dan reliabilitas RCET (Test-Retest) ... 152

A.4 Rekapitulasi hasil ujicoba dan reliabilitas FDT (Test-Retest) ... 158

Lampiran B B.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Konseptual Interaktif dengan Pendekatan Multirepresentasi ... 162

B.2 Active Learning Problem Sheet (ALPS) ... 189

Lampiran C C.1 Instrumen Representational Conceptual Evaluation on The First Law of Thermodynamics (RCET) ... 231

C.2 Instrumen The First Law of Thermodynamics Diagnostic Test (FDT) ... 246

C.3 Rekapitulasi hasil tes awal dan tes akhir RCET ... 257

C.4 Rekapitulasi hasil tes awal dan tes akhir FDT ... 261

C.5 Rekapitulasi keterlaksanaan pembelajaran ... 265

C.6 Rekapitulasi skala sikap mahasiswa ... 279

Lampiran D D.1 Dokumentasi penelitian ... 281

D.2 Surat izin penelitian... 282

D.3 Surat keterangan telah melakukan penelitian ... 283

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembelajaran telah lama menjadi fokus esensial dalam penelitian

pendidikan fisika. Berbagai bentuk pembelajaran telah dirancang sedemikian rupa

guna memperoleh bentuk yang efektif dalam membantu mahasiswa mencapai

tujuan pembelajaran (McDermott, 2001). Salah satu tujuan yang diharapkan

adalah mahasiswa memiliki pemahaman konsep yang baik (Meltzer, 2005).

Menurut Hestenes (1997), indikator pemahaman konsep yang baik adalah ditandai

dengan kemampuan untuk mengenali dan memanipulasi konsep dalam berbagai

representasi. Mahasiswa yang benar-benar memahami konsep akan tetap mampu

menyelesaikan masalah, meski konteks dan representasinya berbeda.

Pemahaman konsep berkaitan erat dengan konsistensi dalam

menyelesaikan masalah. Savinainen dan Virii (2008) mendefinisikan konsistensi

sebagai kemampuan mahasiswa dalam menjawab soal berbeda yang melibatkan

konsep yang sama. Mahasiswa seringkali menggunakan pemahaman konsep yang

benar dalam menjawab soal yang diberikan, tapi tidak menerapkan kembali

konsep tersebut ketika konteks soal berubah. Steinberg dan Sabella (1997) berpendapat bahwa “perbedaan konteks dan sajian dapat menimbulkan perbedaan respon dari mahasiswa, bahkan sekalipun konsep yang mendasarinya identik”.

Hal ini menunjukkan bahwa mahasiswa hanya mampu menerapkan sebuah

konsep dalam konteks yang menggunakan representasi tertentu, tapi gagal jika

konteks atau representasi itu berubah (Savinainen dan Virii, 2004).

Kemampuan mahasiswa menggunakan representasi berbeda secara

konsisten (baik benar maupun salah secara ilmiah) untuk menyelesaikan soal

dengan konteks dan konten yang sama disebut konsistensi representasi.

Sedangkan kemampuan mahasiswa menjawab soal dengan konteks dan konten

yang sama secara konsisten dan benar secara fisika maupun representasi disebut

dengan konsistensi ilmiah (Nieminen dkk., 2010). Mahasiswa yang memiliki

(14)

2

tentu sebaliknya. Mahasiswa yang memiliki konsistensi representasi bisa saja

tidak memiliki konsistensi ilmiah. Oleh karena itu, konsistensi ilmiah lebih

penting karena mahasiswa yang memiliki konsistensi ilmiah selain menguasai

kemampuan representasi, juga dapat dipastikan memiliki pemahaman konsep

fisika yang benar.

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa maupun mahasiswa

masih sedikit yang memiliki konsistensi ilmiah. Penelitian Nieminen dkk. (2010)

terhadap 168 siswa sekolah menengah di Finlandia menunjukkan bahwa tidak ada

satu orang pun siswa yang konsisten secara ilmiah dalam menjawab soal konsep

gaya yang diberikan sebelum pembelajaran. Bahkan setelah pembelajaran,

persentase siswa yang konsisten hanya sebesar 11%. Hasil penelitian terhadap

mahasiswa juga menunjukkan hal yang sama. Hasil studi pendahuluan yang

dilakukan penulis terhadap 31 mahasiswa pendidikan fisika tahun pertama di

salah satu universitas di Jawa Barat memperlihatkan bahwa setelah mengikuti

pembelajaran konsep gaya, tidak ada satu pun mahasiswa yang konsisten secara

ilmiah, sedangkan yang cukup konsisten sebanyak 3% dan tidak konsisten

mencapai 97% (Sriyansyah dkk., 2015). Penelitian lainnya oleh Murtono dkk.

(2014) terhadap 401 mahasiswa pendidikan fisika di beberapa perguruan tinggi di

Indonesia juga menunjukkan hanya 19% mahasiswa yang konsisten menjawab

secara ilmiah soal tentang gerak, hukum Newton, usaha dan energi. Data ini

makin menegaskan bahwa mahasiswa calon guru fisika belum semuanya memiliki

konsistensi ilmiah yang konsisten. Kenyataan ini menuntut adanya suatu upaya

peningkatan konsistensi ilmiah mahasiswa calon guru fisika melalui sebuah

pembelajaran yang tepat.

Selain harus memiliki konsistensi ilmiah, mahasiswa calon guru fisika

juga tidak boleh miskonsepsi. Apabila calon guru mengalami miskonsepsi, maka

miskonsepsi ini akan ditularkan kepada siswa. Namun faktanya, banyak hasil

penelitian yang menemukan bahwa ternyata mahasiswa calon guru fisika juga

mengalami miskonsepsi. Darmadi (2005) dan Lusdiana (2006) melaporkan bahwa

mahasiswa calon guru fisika di Universitas Tadulako yang mengalami

(15)

3

Taufiq (2012) juga melaporkan bahwa mahasiswa calon guru fisika di Universitas

Negeri Semarang yang mengalami miskonsepsi pada konsep gaya mencapai 46%.

Sedangkan di Universitas Negeri Gorontalo, mahasiswa calon guru fisika yang

mengalami miskonsepsi terbesar pada lima konsep rangkaian listrik sederhana,

mencapai rata-rata persentase 43% (Mursalin, 2013).

Semua hasil penelitian tersebut memperlihatkan kenyataan bahwa banyak

mahasiswa calon guru fisika yang mengalami miskonsepsi dan memiliki

konsistensi ilmiah yang masih rendah. Hal ini menjadi indikasi adanya masalah

dalam pembelajaran fisika yang sebelumnya diterima oleh mahasiswa. Menurut

McDermott (2001), berdasarkan hasil penelitian pendidikan Fisika ditemukan

beberapa generalisasi permasalahan yang terjadi dalam pembelajaran fisika, antara

lain: (1) pembelajaran lebih cenderung kepada pemecahan masalah kuantitatif

bukan kualitatif, (2) pembelajaran tradisional kurang menekankan pada hubungan

antara konsep, representasi formal, dan dunia nyata, (3) pembelajaran tidak

mengatasi kesulitan konseptual tertentu, bahkan tidak meningkatkan pemahaman

tentang konsep dasar, (4) pembelajaran kurang menekankan pada kerangka

konseptual yang koheren dan perkembangan kemampuan penalaran mahasiswa,

dan (5) metode ceramah (teaching by telling) sangat tidak efektif bagi mahasiswa.

Berangkat dari keadaan ini, maka sudah selayaknya pembelajaran yang

bersifat konseptual untuk mahasiswa calon guru menjadi fokus dalam penelitian

pendidikan Fisika. Pembelajaran yang diharapkan tentu yang menekankan pada

penanaman pemahaman konsep secara mendalam, membentuk konsistensi ilmiah

dan mampu mengatasi miskonsepsi. Salah satu alternatif pembelajaran yang

demikian adalah pembelajaran konseptual interaktif. Pembelajaran konseptual

interaktif memiliki empat karakteristik, yaitu berfokus pada konsep (conceptual

focus), mengutamakan interaksi kelas (classroom interactions), menggunakan

bahan ajar berbasis penelitian (research-based materials), dan menggunakan teks

(use of texts) (Savinainen dan Scott, 2002). Laporan penelitian Rusdiana dan

Tayubi (2003), Tayubi dan Feranie (2004), dan Savinainen dan Scott (2002)

menjadi bukti empiris bahwa pembelajaran konseptual interaktif mampu secara

(16)

4

Pembelajaran konseptual interaktif menekankan pada penanaman konsep

di awal pembelajaran dengan melibatkan persamaan matematis seminimum

mungkin, hanya setelah konsep dipahami kemudian persamaan matematis

diberikan. Bagian ini dapat dimanfaatkan untuk mengatasi miskonsepsi. Pada

bagian penggalian dan penanaman konsep dalam pendekatan ini, biasanya

menggunakan demonstrasi atau alat peraga untuk memperlihatkan fenomena fisis

terkait konsep yang dipelajari. Ketika fenomena yang disajikan bertentangan

dengan konsepsi yang dimiliki mahasiswa, maka muncullah konflik kognitif.

Setelah itu, mahasiswa akan mengalami proses asimilasi dan akomodasi. Melalui

proses asimilasi, mahasiswa akan menggunakan konsep yang telah dimilikinya

untuk berhadapan dengan fenomena baru. Sedangkan melalui proses akomodasi,

mahasiswa akan mengubah konsep yang dimilikinya yang tidak sesuai dengan

fenomena baru, sehingga terjadilah perubahan konsep (Posner, dkk., 1982).

Dengan demikian, selain berguna untuk menanamkan konsep, pembelajaran

konseptual interaktif juga berguna untuk mengatasi miskonsepsi.

Hasil penelitian Suhandi, dkk. (2008), Gusrial (2009) dan Oni (2009)

terkait kolaborasi pendekatan pembelajaran ini dengan penggunaan simulasi

virtual menunjukkan bahwa pendekatan pembelajaran ini juga dapat digunakan

untuk mengatasi miskonsepsi. Tetapi, pada beberapa label konsep dalam

penelitian tersebut masih menunjukkan kuantitas siswa yang miskonsepsi cukup

tinggi. Hal ini berarti simulasi virtual belum cukup membantu dalam beberapa

konsep tertentu. Oleh karena itu, diperlukan berbagai bentuk representasi lain

yang sesuai dengan karakteristik konsep, terutama bagi beberapa fenomena

abstrak dalam Fisika yang masih belum banyak terdapat model simulasi

virtualnya, sementara mengandung banyak miskonsepsi dan kesulitan, seperti

pada hukum I Termodinamika.

Alternatif solusi yang dapat digunakan, yaitu pendekatan multirepresentasi

(Van Heuvelen, 1991a). Pendekatan multirepresentasi yang dimaksud berupa

pemanfaatan berbagai bentuk representasi, seperti verbal, piktorial, diagram,

grafik, matematik, dan interaktif untuk mendukung penanaman konsep dan

(17)

5

penekanan lebih besar pada pemahaman konsep dan penalaran kualitatif dan

melatih mahasiswa agar lebih fleksibel dalam menyelesaikan masalah.

Pendekatan ini dapat digunakan untuk mengajarkan dan mempelajari Fisika serta

mengatasi miskonsepsi dengan jalan membantu mahasiswa membangun sendiri

pemahaman kualitatif menggunakan multirepresentasi (Dufresne dkk, 1997; Van

Heuvelen, 1991b).

Pendekatan multirepresentasi dapat dipadukan pada bagian penanaman

dan penguatan konsep dalam pembelajaran konseptual interaktif. Pada bagian

penanaman konsep, mahasiswa diberi kesempatan untuk membangun sendiri

pemahamannya menggunakan multirepresentasi. Sedangkan di bagian penguatan

konsep, mahasiswa harus menyelesaikan masalah dalam konteks yang bervariasi

juga menggunakan multirepresentasi. Penggunaan multirepresentasi pada bagian

penanaman konsep sekaligus dapat membantu mengatasi miskonsepsi. Hal ini

karena penalaran kualitatif yang ditekankan dalam pendekatan multirepresentasi

berguna untuk membangun hubungan logis antara fakta ilmiah dengan konsepsi

yang dimiliki mahasiswa, sehingga mendukung terjadinya perubahan konseptual

(Lawson, 1988).

Selain itu, pemanfaatan multirepresentasi dalam pembelajaran konseptual

interaktif juga dimaksudkan untuk meningkatkan konsistensi ilmiah dengan

mengurangi penggunaan bentuk representasi matematis yang selama ini

mendominasi dalam pembelajaran. Lasry, Finkelstein, dan Mazur (2009) dan

Hake (1998) menyebutkan bahwa memang kenyataannya mahasiswa terlalu

banyak mendapatkan pelajaran Fisika yang dominan matematis dan terlalu sedikit

konsep. Akibatnya, mahasiswa mengalami kesulitan dalam mempelajari Fisika

karena mahasiswa justru lebih cenderung menghafal rumus dan algoritma

pemecahan masalah, bukan mencoba membangun pemahaman konseptual yang

mendalam (Elby, 1999). Oleh karena itu, pembelajaran konseptual dengan

pendekatan multirepresentasi sangat cocok dijadikan alternatif pembelajaran

untuk meningkatkan konsistensi ilmiah mahasiswa.

Pendekatan multirepresentasi telah banyak digunakan dalam penelitian

(18)

6

Heuvelen, 1991a; 1991b). Beberapa studi menggunakan pendekatan

multirepresentasi menunjukkan bahwa pendekatan ini memiliki potensi untuk

meningkatkan pemahaman konsep dan mengatasi miskonsepsi. Studi oleh Van

Heuvelen dan Zou (2001) menunjukkan bahwa pendekatan multirepresentasi

dalam pembelajaran proses usaha-energi mampu meningkatkan pemahaman

konsep fisika. Wong dkk (2011) juga menjelaskan bahwa pembelajaran

multirepresentasi pada konsep mekanika terbukti mampu membangun

pemahaman konsep yang mendalam dan koheren. Studi lain oleh Waldrip dkk

(2013) terhadap siswa sekolah menengah pertama menunjukkan bahwa partisipasi

aktif siswa dalam berbagai proses penalaran menggunakan representasi mampu

meningkatkan pemahaman konsep. Hasil studi Oktavianty (2012) menunjukkan

bahwa kemampuan kognitif dan keterampilan berpikir kritis siswa meningkat

setelah pembelajaran dengan multirepresentasi. Begitu juga dengan meningkatkan

kemampuan menjelaskan fenomena fisis (Oktifiyanti, 2012), konsistensi ilmiah

(Aminudin, 2013; Nurzaman, 2014) dan menurunkan miskonsepsi (Ulfarina,

2010; Suhandi dan Wibowo, 2012).

Akan tetapi, dari sekian banyak penelitian yang menggunakan

multirepresentasi, sebagian besar memfokuskan pada pemahaman konsep tentang

materi mekanika dalam penelitiannya. Belum ada penelitian multirepresentasi

yang mengambil konsistensi ilmiah pada materi termodinamika sebagai fokus dan

materi penelitian. Padahal, beberapa hasil penelitian sebelumnya menunjukkan

bahwa banyak mahasiswa mengalami miskonsepsi pada materi termodinamika

(Wattanakasiwich dkk., 2013; Meltzer, 2004; Loverude dkk, 2002; Christensen

dkk, 2009; Cochran dan Heron, 2006) dan juga hanya sedikit mahasiswa yang

memiliki konsistensi ilmiah yang konsisten (Sriyansyah dkk., 2015; Murtono

dkk., 2014). Alasan inilah yang membuat konsistensi ilmiah dan materi

termodinamika menjadi sangat layak untuk diteliti.

Selain alasan tersebut, materi termodinamika juga dipilih atas dasar

pertimbangan bahwa sejauh ini penelitian pada materi termodinamika lebih

banyak berupa penelitian untuk mendiagnosis kesulitan dan miskonsepsi. Tidak

(19)

7

termodinamika yang mencoba mendesain pembelajaran yang cocok untuk

mengatasi kesulitan dan miskonsepsi tersebut. Beberapa penelitian yang pernah

dilakukan juga masih memberi hasil perubahan yang tidak signifikan (Christensen

dkk, 2009). Oleh sebab itu, penulis merasa tertarik untuk mengambil materi

termodinamika.

Termodinamika adalah salah satu materi dalam kuliah Fisika Dasar bagi

mahasiswa calon guru. Termodinamika termasuk dalam fenomena abstrak yang

berkaitan dengan masalah multivariabel. Variabel-variabel tersebut berhubungan

satu sama lain pada suatu keadaan kesetimbangan termodinamik. Kemampuan

membangun hubungan logis antar variabel pada dua atau lebih keadaan

termodinamik sangat dibutuhkan untuk memahami konsep termodinamika.

Karakteristik seperti ini yang menyebabkan materi termodinamika mengandung

banyak kesulitan dan tidak sedikit pula mahasiswa yang mengalami miskonsepsi.

Beberapa penelitian yang menyelidiki tentang miskonsepsi mahasiswa

yang terjadi pada konsep termodinamika, antara lain: miskonsepsi pada konsep

kalor, usaha, energi dalam, dan hukum I termodinamika (Leinonen dkk, 2013;

Kautz dkk, 2005; Meltzer, 2004; Loverude dkk, 2002; Yeo dan Zadnik, 2001;

Roon dkk, 1994; Rozier dan Viennot, 1991; Fuchs, 1987; Granville, 1985), mesin

kalor, entropi dan hukum II termodinamika (Christensen dkk, 2009; Cochran dan

Heron, 2006; Jhonstone, 1977). Hasil penelitian ini secara umum menunjukkan

mahasiswa masih mengalami kesulitan untuk memahami konsep termodinamika.

Beberapa kesulitan yang dialami mahasiswa, antara lain: tidak mampu untuk (1)

membedakan konsep kalor, suhu, usaha, dan energi dalam, (2) mengaitkan hukum

pertama termodinamika dengan kompresi adiabatik gas ideal dan konteks

mekanika yang lebih luas, (3) menginterpretasikan diagram P-V untuk keadaan

termodinamika tertentu, dan (4) memahami konsep entropi dalam hukum kedua

termodinamika, termasuk arti dari sistem dan lingkungan (Loverude dkk, 2002;

Meltzer, 2004; Christensen, 2009).

Menurut Loverude dkk (2002), semua kesulitan dan miskonsepsi tersebut

dapat dibenahi dengan membantu mahasiswa untuk mengintegrasikan konsep dan

(20)

8

Hal ini membutuhkan penekanan pada proses pembelajaran. Akan tetapi

sayangnya, penelitian terkait dengan pengembangan pembelajaran pada materi

termodinamika masih sangat sedikit untuk tingkat universitas. Sekalipun memang

telah terdapat banyak penelitian tentang pembelajaran konsep dasar

termodinamika, seperti kalor, suhu, dan hantaran kalor, tapi yang fokus pada

pembelajaran konsep hukum pertama dan kedua termodinamika pada tingkat

universitas masih dalam hitungan jari (Meltzer, 2004).

Sebuah pendekatan yang pernah dirancang oleh Christensen dkk (2009)

untuk mengatasi miskonsepsi pada materi termodinamika masih memberi hasil

perubahan yang tidak signifikan setelah pembelajaran. Begitu juga dengan hasil

Leinonen dkk. (2013) yang menggunakan pembelajaran peer instruction

dipandang masih belum efektif dan efisien. Hal ini berarti bahwa pengembangan

pembelajaran dan desain kurikulum yang tepat masih sangat diperlukan untuk

membantu mahasiswa memahami konsep dasar dan mengatasi miskonsepsi pada

materi termodinamika (Meltzer, 2004; Kautz dkk, 2005).

Mengingat karakteristik fenomena termodinamika yang abstrak dan

berkaitan dengan masalah multivariabel, maka penanaman konsep harus menjadi

fokus utama. Pembelajaran konseptual interaktif dengan pendekatan

multirepresentasi akan menjadi pilihan tepat untuk digunakan. Pemanfaatan

multirepresentasi sangat berguna dalam melatih mahasiswa untuk membuat,

menginterpretasi, dan memanipulasi diagram P-V berbagai proses termodinamik.

Khususnya melatih untuk mengkonversi antara representasi diagram dan deskripsi

fisis dari sebuah proses yang diberikan, terutama dalam konteks proses siklis

(Meltzer, 2004). Inilah juga yang menjadi alasan mengapa pembelajaran

konseptual interaktif dengan pendekatan multirepresentasi layak dicoba untuk

meningkatkan konsistensi ilmiah dan mengatasi miskonsepsi pada materi

termodinamika.

Berdasarkan paparan tersebut, maka penulis merasa perlu melakukan

penyelidikan tentang penerapan pembelajaran konseptual interaktif dengan

(21)

9

terhadap peningkatan konsistensi ilmiah dan penurunan kuantitas mahasiswa

calon guru yang miskonsepsi pada materi termodinamika.

B. Identifikasi Masalah

Setiap pembelajaran senantiasa bertujuan agar mahasiswa memiliki

pemahaman konsep yang baik. Indikator pemahaman konsep yang baik adalah

ditandai dengan memiliki konsistensi ilmiah dan tidak miskonsepsi. Mahasiswa

dengan konsistensi ilmiah yang baik akan mampu menggunakan berbagai

repesentasi untuk menyelesaikan soal dengan konsepsi ilmiah. Oleh karena itu,

sangat diharapkan agar mahasiswa memiliki konsistensi ilmiah dan tidak

miskonsepsi pada semua materi Fisika.

Akan tetapi, berdasarkan paparan sebelumnya, masih banyak ditemukan

mahasiswa yang tidak konsisten secara ilmiah dalam memahami konsep fisika

(Murtono dkk., 2014) dan khusus pada materi termodinamika, banyak yang

mengalami miskonsepsi (Meltzer, 2004; Loverude dkk, 2002; Christensen dkk,

2009; Cochran dan Heron, 2006). Sementara itu, penelitian terkait pengembangan

pembelajaran pada materi termodinamika juga masih sedikit untuk tingkat

universitas (Meltzer, 2004), bahkan tidak terdapat laporan penelitian tentang

konsistensi ilmiah pada materi termodinamika. Hal ini membuat upaya untuk

meningkatkan konsistensi ilmiah dan mengatasi miskonsepsi pada materi

termodinamika menjadi sangat penting dan membutuhkan perhatian khusus. Oleh

karena itu, dipandang perlu melakukan upaya berkelanjutan untuk mendesain

alternatif pembelajaran yang efektif agar mampu meningkatkan konsistensi ilmiah

dan mengatasi miskonsepsi pada materi termodinamika.

Mengingat bahwa termodinamika berkaitan dengan fenomena abstrak dan

masalah multivariabel, maka pembelajaran yang diharapkan tentu harus dapat

memfasilitasi materi dengan karaktersitik demikian. Pembelajaran yang

dipandang mampu meningkatkan konsistensi ilmiah dan menurunkan kuantitas

miskonsepsi pada materi termodinamika adalah sebuah pembelajaran konseptual

interaktif (Savinainen dan Scott, 2002) dengan pendekatan multirepresentasi (Van

(22)

10

menunjukkan potensi pembelajaran konseptual interaktif dan pendekatan

multirepresentasi. Pembelajaran ini diharapkan menjadi sebuah pembelajaran

konseptual berkualitas.

.

C. Rumusan Masalah

Permasalahan yang ingin dijawab pada penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: “Sejauhmana penerapan pembelajaran konseptual interaktif dengan pendekatan multirepresentasi dapat meningkatan konsistensi ilmiah dan menurunkan kuantitas mahasiswa yang miskonsepsi pada materi termodinamika?”

Berdasarkan permasalahan tersebut, maka penelitian ini dilakukan untuk

menemukan jawaban atas pertanyaan penelitian berikut:

1. Bagaimana peningkatan konsistensi ilmiah mahasiswa calon guru pada materi

termodinamika sebagai dampak dari penerapan pembelajaran konseptual

interaktif dengan pendekatan multirepresentasi?

2. Bagaimana peningkatan konsistensi representasi mahasiswa calon guru pada

materi termodinamika sebagai dampak dari penerapan pembelajaran

konseptual interaktif dengan pendekatan multirepresentasi?

3. Bagaimana penurunan kuantitas mahasiswa calon guru yang miskonsepsi pada

materi termodinamika sebagai dampak dari penerapan pembelajaran

konseptual interaktif dengan pendekatan multirepresentasi?

4. Bagaimana tanggapan mahasiswa calon guru terhadap pembelajaran

konseptual interaktif dengan pendekatan multirepresentasi pada materi

termodinamika?

5. Apa kekuatan dan kelemahan pembelajaran konseptual interaktif dengan

pendekatan multirepresentasi untuk mengajarkan materi termodinamika

berdasarkan implementasinya?

D. Batasan Masalah

Agar lingkup masalah yang diteliti lebih fokus, maka dilakukan

(23)

11

1. Peningkatan konsistensi ilmiah mahasiswa dimaksudkan sebagai perubahan

konsistensi ilmiah ke arah lebih baik antara sebelum dan sesudah

pembelajaran. Kategori peningkatan konsistensi ilmiah mahasiswa ditentukan

oleh rata-rata skor N-change positif ( c̅ ).

2. Peningkatan konsistensi representasi mahasiswa dimaksudkan sebagai

perubahan konsistensi representasi ke arah lebih baik antara sebelum dan

sesudah pembelajaran. Kategori peningkatan konsistensi representasi

mahasiswa ditentukan oleh rata-rata skor N-change positif ( c̅ ).

3. Penurunan kuantitas mahasiswa yang miskonsepsi dimaksudkan sebagai

perubahan kuantitas mahasiswa yang mengalami miskonsepsi ke arah yang

lebih sedikit antara sebelum dan sesudah pembelajaran. Kategori penurunan

kuantitas mahasiswa yang miskonsepsi ditentukan oleh rata-rata skor

N-change negatif ( c̅ ).

4. Materi fisika yang ditinjau dalam penelitian ini difokuskan pada materi hukum

I termodinamika dan aplikasinya dalam berbagai proses termodinamik gas

ideal pada ruang tertutup (isotermal, isobarik, isokhorik, adiabatik, dan

ekspansi bebas).

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mencapai tujuan sebagai berikut:

1. Mendapatkan gambaran peningkatan konsistensi ilmiah mahasiswa calon guru

pada materi termodinamika sebagai dampak penerapan pembelajaran

konseptual interaktif dengan pendekatan multirepresentasi.

2. Mendapatkan gambaran peningkatan konsistensi representasi mahasiswa calon

guru pada materi termodinamika sebagai dampak penerapan pembelajaran

konseptual interaktif dengan pendekatan multirepresentasi.

3. Mendapatkan gambaran penurunan kuantitas mahasiswa calon guru yang

miskonsepsi pada materi termodinamika sebagai dampak penerapan

(24)

12

4. Mendapatkan gambaran tanggapan mahasiswa calon guru terhadap

pembelajaran konseptual interaktif dengan pendekatan multirepresentasi pada

materi termodinamika.

5. Mendapatkan gambaran mengenai kekuatan dan kelemahan pembelajaran

konseptual interaktif dengan pendekatan multirepresentasi untuk

meningkatkan konsistensi ilmiah dan menurunkan miskonsepsi materi

termodinamika berdasarkan implementasinya.

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai :

1. Bahan pengembangan pembelajaran dan desain kurikulum yang tepat pada

pembelajaran Fisika, khususnya materi termodinamika, oleh pengambil

kebijakan dan pengembang kurikulum.

2. Alternatif pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan oleh tenaga

pendidik dalam merancang pembelajaran konseptual yang berkualitas.

3. Bukti empiris tentang potensi pemanfaatan pendekatan multirepresentasi

dalam pembelajaran konseptual interaktif pada materi termodinamika yang

dapat dijadikan sebagai pembanding, pendukung dan rujukan bagi penelitian

(25)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode dan Desain Penelitian

Metode penelitian yang sesuai dengan tujuan penelitian ini adalah metode

pre-experiment. Metode eksperimen ini dipilih karena sesuai dengan tujuan

penelitian yang hanya ingin melihat dampak suatu perlakuan terhadap variabel

terikat, tidak sampai pada pengujian efektivitasnya jika dibanding dengan perlakuan

lain (Creswell, 2014; Fraenkel dkk., 2012). Variabel yang diteliti terdiri atas

variabel bebas dan variabel terikat. Pembelajaran konseptual interaktif dengan

pendekatan multirepresentasi merupakan variabel bebas, sedangkan konsistensi

ilmiah dan kuantitas mahasiswa yang miskonsepsi merupakan variabel terikat.

Desain pre-experiment yang digunakan adalah one-group pretest-posttest

design. Desain ini disajikan pada Gambar 3.1, dimana subyek penelitian hanya

menggunakan satu kelas tanpa kelompok pembanding. Subyek penelitian diberi tes

awal (pretest), dilanjutkan dengan perlakuan berupa pembelajaran konseptual

interaktif dengan pendekatan multirepresentasi (X), kemudian tes akhir (posttest)

(O) (Creswell, 2014). Tes awal dan tes akhir berupa tes konsistensi ilmiah (O1) dan

diagnostik miskonsepsi (O2).

O

1

, O

2

X

O

1

, O

2

Tes Awal Perlakuan Tes Akhir

Gambar 3.1 Desain Penelitian one-group pretest-posttest design

B. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi penelitian ini adalah seluruh mahasiswa calon guru fisika di salah

satu LPTK di Kota Mataram, Propinsi Nusa Tenggara Barat. Sampel penelitian

sebanyak 30 mahasiswa semester dua yang mengikuti perkuliahan Fisika Dasar II

pada tahun ajaran 2014/2015. Pengambilan sampel penelitian menggunakan teknik

convenience sampling, yaitu teknik dimana sampel yang dipilih untuk penelitian

(26)

38

C. Definisi Operasional

Untuk menghindari kesalahan penafsiran istilah-istilah dalam penelitian ini,

maka penulis memberi penjelasan istilah sebagai berikut:

1. Pembelajaran konseptual interaktif dengan pendekatan multirepresentasi

didefinisikan sebagai pembelajaran konseptual yang memanfaatkan beragam

representasi (verbal, diagram, grafik dan matematik) untuk menanamkan dan

menguatkan konsep dalam setting interaktif. Pembelajaran ini dilengkapi

lembar kerja yang memanfaatkan multirepresentasi. Karakteristik pembelajaran

konseptual interaktif dengan pendekatan multirepresentasi meliputi: (1)

conceptual focus ; (2) classroom interactions; (3) research-based material

using multiple-representations format (ALPS); dan (4) use of text.

Keterlaksanaan pembelajaran diamati melalui observasi selama pembelajaran

dengan panduan lembar observasi;

2. Konsistensi ilmiah didefinisikan sebagai kemampuan mahasiswa untuk

menggunakan representasi berbeda secara konsisten dan benar secara ilmiah

dalam menyelesaikan soal isomorfik (dengan konteks dan konten yang sama).

Adapun apabila mahasiswa mampu menggunakan representasi secara konsisten

namun tidak melihat benar atau salah secara ilmiah, maka disebut konsistensi

representasi. Konsistensi ilmiah dan representasi dalam penelitian ini diukur

menggunakan Representational Conceptual Evaluation in The First Law of

Thermodynamics (RCET). Level konsistensi ilmiah dan representasi mahasiswa

dikategorikan menjadi tiga, yaitu konsisten, cukup konsisten dan tidak

konsisten;

3. Miskonsepsi didefinisikan sebagai konsepsi yang telah tertanam kuat dan

diyakini kebenarannya oleh mahasiswa, sedangkan konsepsi tersebut berbeda

dengan konsepsi ilmiah menurut para ilmuwan. Penelitian ini menentukan

kuantitas mahasiswa yang miskonsepsi berdasarkan data hasil First Law of

(27)

39

D. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian yang dilalui terdiri atas tiga tahap, yaitu tahap

perencanaan, tahap pelaksanaan dan tahap akhir. Garis besar prosedur penelitian

disajikan secara ringkas dalam alur penelitian pada Gambar 3.2.

1. Tahap Perencanaan

Tahap perencanaan diawali dengan kegiatan studi pendahuluan untuk

mengamati kegiatan pembelajaran riil yang dilakukan di kelas dan mengidentifikasi

pemahaman konsep, konsistensi ilmiah dan miskonsepsi pada mahasiswa tahun

pertama (freshman). Hasil pengamatan memberikan gambaran sejauhmana

pemahaman konsep dan konsistensi awal yang dimiliki oleh mahasiswa.

Selain itu, hasil studi literatur terhadap penelitian sebelumnya juga semakin

menguatkan temuan-temuan studi pendahuluan tentang profil pemahaman konsep,

konsistensi ilmiah dan miskonsepsi yang dimiliki mahasiswa. Hal ini semakin

memperjelas masalah yang diidentifikasi. Hasil studi literatur juga memberikan

alternatif solusi yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah tersebut, yaitu

pembelajaran konseptual inteaktif dengan pendekatan multirepresentasi.

Setelah menentukan variabel-variabel yang akan diteliti dan menemukan solusi

yang dipandang tepat berdasarkan kajian literatur, tahap selanjutnya adalah

penyusunan instrumen dan perangkat pembelajaran. Tahap penyusunan ini

didahului dengan analisis materi dan standar kompetensi yang akan dicapai dalam

pembelajaran. Penyusunan instrumen tes diagnostik miskonsepsi (FDT) yang

berupa three tier-test, diawali dengan menyusun kisi-kisi instrumen sesuai dengan

daftar miskonsepsi yang ditentukan, membuat rancangan soal sesuai kisi-kisi yang

dimodifikasi dari instrumen peneliti sebelumnya, mengkonsultasikannya kepada

dosen pembimbing dan melakukan validasi kepada beberapa pakar, merevisi sesuai

saran perbaikan, dan mengujicobakan soal tersebut kepada mahasiswa tahunkedua

yang telah menempuh kuliah termodinamika. Sedangkan penyusunan tes

konsistensi (RCET) diawali dengan menentukan tema konsep yang akan

dikembangkan menjadi beberapa soal dengan tiga representasi berbeda. Tiap tema

(28)

40

membuat rancangan soal awal yang akan dikonsultasikan ke pembimbing,

memvalidasi soal ke pakar dan mengujicobakannya kepada mahasiswa yang telah

menempuh kuliah termodinamika. Proses penyusunan instrumen dan perangkat

pembelajaran melalui proses justifikasi oleh beberapa ahli konten fisika dan

evaluasi dalam pembelajaran fisika. Terakhir adalah ujicoba.

Tes Awal

Penyusunan Instrumen Penelitian dan Perangkat Pembelajaran Studi Literatur

(29)

41

Gambar 3.2 Alur Penelitian

Hasil analisis ujicoba instrumen ini akan menghasilkan instrumen yang siap

digunakan untuk penelitian setelah sebelumnya melalui revisi akhir yang

diperlukan. Setelah instrumen dan perangkat pembelajaran siap, dilanjutkan dengan

mengurus perizinan untuk penelitian di universitas yang ditentukan.

2. Tahap Pelaksanaan

Tahap pelaksanaan diawali dengan melakukan tes awal, kemudian dilanjutkan

dengan kegiatan pembelajaran untuk tiga kali pertemuan sesuai dengan rencana

yang telah disusun. Pengamatan terhadap kegiatan pembelajaran konseptual

interaktif menggunakan pendekatan multirepresentasi dilakukan setiap kali

pertemuan dengan bantuan dua orang pengamat. Setelah kegiatan pembelajaran

yang direncanakan selesai, subyek penelitian diuji kembali pada tes akhir.

Selanjutnya diberi skala sikap untuk mengetahui tanggapan mereka tentang

pembelajaran konseptual interaktif menggunakan pendekatan multirepresentasi.

Berikutnya dilanjutkan dengan tahap akhir.

3. Tahap Akhir

Tahap ini merupakan tahap analisis data yang diperoleh dan penyusunan

laporan akhir. Hasil analisis data kemudian dibahas secara mendalam dan berujung

pada kesimpulan. Kesimpulan yang ditarik tentunya sebagai jawaban atas

permasalahan penelitian.

E. Instrumen Penelitian

1. Jenis Instrumen

Instrumen yang digunakan terdiri atas tes konsistensi, tes diagnostik

miskonsepsi, skala sikap, dan lembar observasi. Berikut penjelasan tiap instrumen.

a) Tes Konsistensi (RCET)

Representational Conceptual Evaluation in The First Law of

Thermodynamics (RCET) berupa soal berbentuk pilihan ganda sebanyak 30 butir

yang terbagi dalam 10 tema. Setiap tema terdiri atas tiga soal dengan tiga

(30)

42

sama. Indikator tes RCET disusun berdasarkan taksonomi Bloom revisi (Anderson

dkk., 2001). Kisi-kisi penyusunan tes RCET dapat dilihat pada Lampiran A.1.

b) Tes Diagnostik Miskonsepsi (FDT)

First Law of Thermodynamics Diagnostic Test (FDT) berbentuk tes tiga

tingkat (three tier test) yang bertujuan untuk mengidentifikasi miskonsepsi

mahasiswa. Bentuk tes ini berupa pilihan ganda di masing-masing tingkat. Tingkat

pertama berisi konten soal beserta pilihan jawaban, tingkat kedua berisi pilihan

alasan, dan tingkat ketiga berupa derajat keyakinan Certainty of Response Index

(CRI), yaitu yakin dan tidak yakin. Tes FDT berjumlah 14 butir yang mencakup 11

label miskonsepsi. Kisi-kisi penyusunan tes FDT dapat dilihat pada Lampiran A.2.

c) Skala Sikap

Skala sikap digunakan untuk menjaring tanggapan mahasiswa terhadap

pembelajaran dengan pendekatan multirepresentasi yang telah dilakukan. Skala

sikap ini berupa lembar yang berisi daftar pernyataan yang diisi oleh mahasiswa

sesuai dengan skala sikap yang dipilih dan apa yang mahasiswa rasakan dalam

proses pembelajaran. Skala sikap ini disusun dalam bentuk pernyataan positif dan

negatif dengan dua pilihan respon, yaitu setuju (S) dan tidak setuju (TS).

Rekapitulasi skala sikap mahasiswa dapat lihat pada Lampiran C.6.

d) Lembar Observasi

Lembar observasi ini berupa daftar isian yang di dalamnya terdapat aktivitas

guru dan mahasiswa yang diisi oleh observer untuk mengamati keterlaksanaan

pembelajaran secara langsung. Lembar observasi ini berbentuk cheklist (√), artinya

jika kriteria yang dimaksud dalam lembar observasi terlaksana maka pengamat

akan memberikan tanda cheklist (√). Rekapitulasi hasil keterlaksanaan

pembelajaran dapat dilihat pada Lampiran C.5.

2. Analisis Instrumen

Sebelum instrumen tes digunakan, terlebih dahulu dianalisis validitas dan

(31)

43

a) Validitas Tes

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kesahihan atau

kevalidan suatu instrumen (Arikunto, 2013). Validitas tes menunjukkan sejauhmana

tes itu reliabel dan relevan, yaitu mampu mengukur secara konsisten apa yang

diukur. Uji validitas instrumen penelitian ini cukup menggunakan validitas konten

yang dinilai oleh tiga orang ahli konten termodinamika dan dua orang ahli evaluasi

pembelajaran fisika berdasarkan kisi-kisi penyusunan tes (Aubrecht dan Aubrecht,

1983). Validitas konten menunjukkan kesesuaian antara item tes dengan domain

konten yang diajarkan.

Berdasarkan hasil validasi oleh kelima ahli tersebut, diketahui bahwa kedua

instrumen RCET dan FDT layak untuk digunakan dalam penelitian setelah melalui

perbaikan yang disarankan. Untuk instrumen RCET, jumlah butir soal tetap

dipertahankan sebanyak 30 karena soal telah sesuai dengan indikator yang

ditetapkan, sesuai dengan format representasi yang digunakan dalam tiap tema dan

soal tepat dengan kunci yang diberikan. Adapun beberapa catatan yang diberikan

ahli konten meliputi: (1) untuk soal yang mengandung konsep mikroskopik, seperti

RCET#1 diperbaiki supaya koheren dengan hukum termodinamika; (2) perhatikan

kesesuaian arah proses yang ditampilkan dalam diagram P-V dengan deskripsi yang

diberikan; (3) perbaiki redaksi stem soal sesuai dengan catatan perbaikan yang

diberikan. Selain itu, ahli juga mengingatkan bahwa soal RCET yang disusun

memerlukan ketajaman berpikir untuk menyelesaikannya, sehingga pertimbangkan

proses pembelajaran yang berlangsung.

Untuk instrumen FDT, tetap juga dipertahankan sebanyak 14 soal. Ahli

memberi beberapa perbaikan yang meliputi: untuk soal FDT#9, agar lebih

ditekankan dalam proses pembelajaran, perbaiki redaksi pada soal yang diberi

catatan, dan untuk soal FDT#14 kunci jawaban tidak tepat, perbaiki sesuai saran

yang diberikan. Namun demikian, secara keseluruhan item soal yang disusun

(32)

44

b) Reliabilitas Tes

Reliabilitas tes dapat diartikan sebagai konsistensi pengukuran, yaitu

konsistensi hasil yang diberikan oleh instrumen tes tersebut apabila digunakan

dalam beberapa kali pengukuran (Popham, 2006). Penelitian ini menggunakan

reliabilitas eksternal (stability reliability) yang diukur menggunakan metode tes

ulang (test-retest). Metode ini melihat korelasi antara skor pada dua pengukuran

yang menggunakan tes dan kelompok yang sama dalam kurun waktu berbeda.

Nilai korelasi kedua skor pengukuran dihitung menggunakan persamaan

Pearson product moment berikut:

rxy = koefisien korelasi antara variabel X dan Y;

N = jumlah responden;

X = skor item tes pada pengukuran I; = skor item tes pada pengukuran II.

Nilai koefisien korelasi yang diperoleh dikonsultasikan dengan tabel r

product moment dengan taraf signifikan 5%. Apabila nilai koefisien korelasi hitung

lebih kecil dari nilai tabel (rxy<rtabel), maka instrumen dikatakan tidak reliabel.

Sebaliknya, bila nilai koefisien korelasi hitung lebih besar atau sama dengan nilai

tabel (rxy ≥ rtabel), maka instrumen reliabel (Arikunto, 2013). Kategori nilai

koefisien korelasi disajikan pada Tabel 3.1 berikut.

Tabel 3.1 Kategori reliabilitas tes

(33)

45

Instrumen yang telah divalidasi dan direvisi, kemudian diujicobakan kepada

57 mahasiswa untuk RCET dan 51 mahasiswa untuk FDT. Mahasiswa yang

dilibatkan dalam ujicoba instrumen adalah mahasiswa pendidikan fisika tahun

kedua di salah satu universitas di Jawa Barat. Mahasiswa tersebut baru saja

menyelesaikan perkuliahan termodinamika. Koefisien korelasi yang diperoleh

berturut-turut sebesar 0,48 untuk RCET dan 0,41 untuk FDT. Keduanya berada

pada kategori reliabilitas cukup dan masih dapat diterima. Rekapitulasi hasil

ujicoba instrumen RCET dan FDT dapat dilihat selengkapnya pada Lampiran A.3

untuk RCET dan Lampiran A.4 untuk FDT.

F. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan teknik tes dan teknik non tes. Teknik

tes berupa tes RCET dan tes FDT, sedangkan teknik non tes berupa skala sikap dan

lembar observasi. Teknik pengumpulan data disajikan dalam bentuk matrik antara

teknik pengumpulan data, sumber data, jenis data dan instrumen pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2 Teknik Pengumpulan Data

Teknik Pengumpulan

Sumber

Data Jenis Data Instrumen

(34)

46

G. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh terdiri atas data kuantitatif dan kualitatif. Data

kuantitatif dianalisis menggunakan uji statistik, sedangkan data kualitatif dianalisis

secara deskriptif untuk menemukan indikator yang cenderung muncul dalam

penelitian. Masing-masing teknik analisis data dijabarkan sebagai berikut.

1. Analisis Tes

Pada penelitian ini, teknik analsis untuk data konsistensi ilmiah dan data

konsistensi representasi adalah sama. Oleh sebab itu, berikut akan dicontohkan

analisis data untuk konsistensi ilmiah. Pemberian skor masing-masing tema yang

terdiri dari tiga soal dengan bentuk representasi berbeda, mengacu pada aturan yang

digunakan oleh Nieminen dkk. (2010), seperti yang disajikan dalam Tabel 3.3.

Tabel 3.3 Kriteria Penilaian Konsistensi Ilmiah

Untuk mengetahui level konsistensi ilmiah masing-masing mahasiswa

dalam keseluruhan tes, maka dihitung rata-rata skor untuk semua tema. Skor

mahasiswa untuk semua tema dijumlahkan lalu dibagi dengan jumlah tema,

sehingga rata-rata skor juga akan berada dalam interval 0 sampai 2. Berdasarkan

rata-rata skor tersebut, konsistensi ilmiah (KI) mahasiswa dikategorikan menjadi

tiga level konsistensi (Nieminen dkk., 2010), seperti pada Tabel 3.4.

Tabel 3.4 Kategori Level Konsistensi Ilmiah

Skor Kriteria

2 Apabila mahasiswa memilih tiga dari tiga jawaban yang berhubungan dan benar secara ilmiah dalam satu tema sama.

1 Apabila mahasiswa memilih dua dari tiga jawaban yang berhubungan dan benar secara ilmiah dalam satu tema sama.

0

Apabila mahasiswa hanya memilih satu atau tidak ada dari tiga jawaban yang berhubungan dan benar secara ilmiah dalam satu tema sama.

Level Interval Skor Kategori

(35)

47

Gambar 3.3 Tema 2 dari RCET dan dua pola jawaban yang konsisten secara representasi = Konsisten representasi

(36)

48

Untuk mengetahui peningkatan konsistensi ilmiah dilakukan dengan

menghitung besarnya skor change positif yang dinormalisasi (N-change). Hal ini

dilakukan untuk menghindari kesalahan interpretasi perolehan gain masing-masing

mahasiswa. Nilai N-change positif (<c>) dihitung menggunakan rumus yang sama

dengan N-gain yang dikembangkan oleh Hake (1998), tapi disempurnakan oleh

Marx dan Cummings (2007). Hal ini dilakukan penulis untuk menghindari

kesalahan interpretasi pada saat melakukan pembahasan dan penyajian data. Nilai

<c> positif untuk peningkatan dan <c> negatif untuk penurunan.

( 3.2 )

dimana Spost adalah rata-rata skor KI tes akhir, Spre adalah rata-rata skor KI tes awal,

dan Smax adalah rata-rata skor KI maksimal tes. Kategori perolehan N-gain disajikan

pada Tabel 3.5 berikut.

Tabel 3.5 Kategori Perolehan N-change positif

Interval Kriteria

( ) ≥ 70% 30% ≤ ( ) < 70%

( ) < 30%

Tinggi Sedang Rendah

(Hake,1998).

Sedangkan untuk mengetahui penurunan kuantitas mahasiswa yang

miskonsepsi menggunakan persamaan N-change negatif yang diberikan oleh Marx

dan Cummings (2007).

( 3.3 )

dimana ( ) adalah reduksi kuantitas mahasiswa yang miskonsepsi yang

dinormalisasi, Mpost dan Mpre berturut-turut adalah kuantitas mahasiswa yang

miskonsepsi setelah dan sebelum pembelajaran. Kategori penurunan kuantitas

(37)

49

Tabel 3.6 Kategori Perolehan N-change negatif

Interval Kriteria

Adapun untuk menghitung skor miskonsepsi mahasiswa ditentukan dari pola

jawaban yang diberikan mahasiswa. Mahasiswa akan mendapatkan skor

miskonsepsi apabila pola jawaban yang diberikan sesuai dengan alternatif set yang

menunjukkan masing-masing label miskonsepsi, seperti ditunjukkan pada Tabel

3.7. Adapun matrik sebaran miskonsepsi tiap label miskonsepsi dan nomor soal tes

FDT disajikan pada Tabel 3.8.

Tabel 3.7 Pilihan set jawaban yang menunjukkan tiap label miskonsepsi

Label Pilihan jawaban yang menunjukkan sebuah miskonsepsi

berdasarkan pola jawAban di ketiga tingkat pada tes FDT n

M1

1/B/B/A; 1/B/A/A; 1/B/D/A; 1/C/B/A; 1/C/D/A; 1/C/A/A; 1/D/B/A; 1/D/D/A; 1/A/B/A; 1/A/A/A; 1/A/D/A; 3/D/B/A; 7/D/B/A; 9/B/A/A; 13/B/D/A; 13/A/B/A; 13/A/A/A

5

M2

2/A/A/A; 2/A/E/A; 2/B/D/A; 2/B/A/A; 2/B/C/A; 2/B/E/A; 2/C/A/A; 2/C/E/A; 2/D/A/A; 2/D/E/A; 14/A/A/A; 14/A/B/A; 14/A/C/A; 14/A/F/A; 14/B/A/A; 14/B/C/A; 14/B/F/A; 14B/G/A

2

(38)

50

Tabel 3.8. Matrik konsepsi ilmiah dan miskonsepsi dalam soal

Label Miskonsepsi Konsepsi Ilmiah No.

Soal

M1

Usaha merupakan fungsi keadaan. (Leinonen dkk., 2013; Meltzer, 2004; Loverude dkk., 2002)

Usaha merupakan fungsi bergantung proses/lintasan yang dilalui, bukan fungsi keadaan. Usaha adalah suatu mekanisme perpindahan energi.

#1, #3, #7, #9, #13

M2 Kalor merupakan fungsi keadaan. (Leinonen, 2013; Meltzer, 2004)

Kalor merupakan fungsi bergantung proses/lintasan yang dilalui, bukan fungsi keadaan. Kalor adalah suatu mekanisme perpindahan energi.

#2, #14

M3

Usaha positif dilakukan oleh lingkungan pada sistem selama proses ekspansi

isobarik.

(Leinonen dkk., 2013; Meltzer, 2004)

Usaha negatif dilakukan oleh lingkungan pada sistem atau usaha positif dilakukan oleh sistem pada lingkungan selama proses ekspansi isobarik.

∆V>0; Wpd=−∫ P. dV<0

#3

M4

Usaha bukan termasuk mekanisme

perpindahan energi. (Leinonen dkk., 2013; Meltzer, 2004;

Loverude dkk, 2002)

Usaha (W) dan kalor (Q) merupakan dua cara yang terpisah (independen) untuk memindahkan energi berdasarkan hukum I termodinamika ∆U=Q+Wpd.

#4

M5

Terjadi perubahan energi kinetik total molekul saat kompresi isotermal gas ideal.

(Leinonen dkk., 2013; Meltzer, 2004)

Energi kinetik total molekul disebut juga energi dalam gas (U=EKtot=(3/2)nRT) yang bergantung pada jumlah molekul

dan suhu.

#5

M6

Tidak terdapat perpindahan kalor saat

kompresi isotermal gas ideal.

(Leinonen, 2013; Meltzer, 2004)

Pada proses isotermal ∆U=0,berdasarkan ∆U=Q+Wpd; maka

Q=Wpd. Artinya, usaha yang diterima sistem, energinya akan

dilepaskan oleh sistem ke lingkungan berupa perpindahan kalor tanpa sedikitpun mengubah energi dalam gas.

(39)

51

Tabel 3.8. Matrik konsepsi ilmiah dan miskonsepsi dalam soal ( Lanjutan )

Label Miskonsepsi Konsepsi Ilmiah No.

Soal

M7

Setiap terjadi proses perpindahan kalor, selalu melibatkan usaha. (Meltzer, 2004; Loverude dkk, 2002; Goldring dan Osborne, 1994)

Usaha (W) dan kalor (Q) merupakan dua cara yang terpisah (independen) untuk memindahkan energi berdasarkan hukum I termodinamika ∆U=Q+Wpd.

Usaha total yang dilakukan oleh gas selama proses siklis sama dengan nol. (Leinonen dkk., 2013; Meltzer, 2004)

Usaha total selama proses siklis tidak nol. Luasan yang dilingkupi lintasan dalam diagram P-V sama dengan nilai

absolut usaha yang dilakukan selama proses siklis tersebut. #9

M9

Kalor total yang dipindahkan ke dalam gas selama proses siklis sama dengan nol. (Leinonen dkk., 2013; Meltzer, 2004)

Kalor total yang dipindahkan selama proses siklis tidak sama dengan nol. Pada proses siklik, ∆U=0, berdasarkan

∆U=Q+Wpd; Q= Wpd.

#10

M10

Suhu sistem tetap pada proses kompresi

adiabatik.

(Leinonen dkk., 2013; Loverude dkk., 2002; Rozier dan Viennot, 1991)

Pada proses kompresi adiabatik, Q=0; ∆V<0; Wpd=−∫ P. dV

>0. Berdasarkan ∆U=Q+Wpd; ∆U=Wpd>0.

Semua usaha yang dilakukan /diterima oleh gas digunakan untuk menurunkan/menaikkan energi dalam gas.

#11

M11

Sejumlah kalor akan lebih menyebar pada wadah yang lebih besar, sehingga suhunya tidak meningkat sebesar peningkatan suhu pada wadah lebih kecil.

Semakin besar volume, maka semakin kecil peningkatan suhu gas di dalamnya.

(Rozier dan Viennot, 1991)

Pada proses isokhorik, ∆V=0, Wpd=0, maka ∆U=Q. Kalor yang

diserap/dilepas sistem digunakan untuk menaikkan /menurunkan energi dalam sistem. ∆U~∆T atau ∆U= Q=nCV∆T, maka kenaikan suhu tidak bergantung volume.

Bila jumlah kalor yang diberikan sama, maka perubahan suhu sistem akan sama sekalipun volume wadah berbeda.

(40)

52

2. Analisis Skala Sikap

Data skala sikap diperoleh dalam bentuk skala kualitatif. Pernyataan yang

diajukan berupa pernyataan positif dan negatif dengan pilihan setuju (S) dan tidak

setuju (TS). Skala kualitatif ini kemudian dikonversi menjadi skala kuantitatif

dengan langkah analisis berikut:

a. memeriksa kelengkapan jawaban skala sikap yang telah diisi responden;

b. membuat tabulasi dan pengelompokkan data sesuai dengan kode responden;

c. menghitung persentase tanggapan masing-masing respon (S dan TS) tiap item

pernyataan; dan

d. menganalisis persentase tanggapan tiap item pernyataan untuk mengungkap

kecenderungan tanggapan responden terhadap pernyataan yang diberikan.

3. Analisis Lembar Observasi

Data keterlaksanaan pembelajaran konseptual interaktif dengan pendekatan

multirepresentasi diperoleh melalui observasi. Data berupa skala kualitatif yang

perlu dikonversi menjadi skala kuantitatif. Pengolahan data dilakukan dengan

mencari persentase keterlaksanaan pembelajaran yang dihitung dengan persamaan:

( 3.4 )

Selanjutnya persentase keterlaksanaan tersebut diinterpretasikan berdasarkan

kriteria keterlaksanaan pembelajaran seperti yang tercantum pada Tabel 3.9

(Ahmad, 2014).

Tabel 3.9 Kriteria Keterlaksanaan Pembelajaran

KM (%) Kriteria

KM = 0 Tak satu kegiatan pun terlaksana

0 < KM < 25 Sebagian kecil kegiatan terlaksana

25 ≤ KM < 50 Hampir setengah kegiataan terlaksana

KM = 50 Setengah kegiatan terlaksana

50 < KM < 75 Sebagian besar kegiatan terlaksana

75 ≤ KM < 100 Hampir seluruh kegiatan terlaksana

(41)

DAFTAR PUSTAKA

Ainsworth, S. (1999). The function of multiple representations. Computer & Education, 33. pp. 131-152.

Aminudin, D. (2013). Profil konsistensi representasi dan konsistensi ilmiah siswa SMP pada konsep gerak. Skripsi S1. Tidak dipublikasikan. Jurusan Pendidikan Fisika, Universitas Pendidikan Indonesia.

Ahmad, A. (2014). Penerapan model pembelajaran generatif berbantuan simulasi komputer untuk mereduksi kuantitas siswa yang miskonsepsi dan meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa pada materi teori kinetik gas. Tesis S2. Tidak dipublikasikan. Universitas Pendidikan Indonesia.

Anderson, L.W. dan Krathwohl, D.R. (2001). A taxonomy for learning, teaching, and assessing. New York: Longman.

Arikunto, S. (2013). Prosedur penelitian: suatu pendekatan praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Arikunto, S. (2011). Dasar-dasar evaluasi pendidikan (edisi kedua). Jakarta: Bumi Aksara.

Arons, A. B. (1983). Student patterns of thinking and reasoning Part One. Physc. Teach. 21. pp. 576-581.

Aubrecht II, G. J. dan Aubrecht, J. D. (1983). Constructing objective tests. Am. J. Phys. 51(7). pp. 613-620.

Bao, L. 2006. Theoritical comparison of average normalized gain calculations. Am. J. Phys. 74 (10).pp. 917-922.

Beall, H. (1994). Probing student misconceptions in thermodynamics with in-class writing. J. Chem. Edu. 71(12). pp.1056–1057.

Caleon, I. dan Subramaniam, R. (2010). Development and application of a three-tier diagnostic test to assess secondary students‘ understanding of waves. Int. J. Sci. Edu. 32(7). pp. 939–961.

Chi, M.T.H., Feltovich, P.J. dan Glaser, R. (1981). Categorization and representation of physics problems by expert and novices. Cogn. Sci. 5. pp. 121-152.

(42)

96

dissertations, Department of Physics, Iowa State University, (unpublished).

Christensen, W. M., Meltzer, D. E. dan Ogilvie, C. A. (2009). Student ideas regarding entropy and the second law of thermodynamics in an introductory physics course. Am. J. Phys. 77(10). pp. 907-917.

Clement, J. (1993). Using bridging analogies and anchoring intuitions to deal with students‘ preconceptions in physics. Journal of Research in Science Teaching30 (10). pp. 1241-1257.

Cochran, M. J. dan Heron, P. R. L. (2006). Development and assessment of research-based tutorials on heat engines and the second law of thermodynamics. Am. J. Phys. 74(8). pp. 734-741.

Coletta, V. P. dan Phillips, J. A. (2005). Interpreting FCI scores: Normalized gain, preinstruction scores, and scientific reasoning ability. Am. J. Phys. 73(12). pp. 1172-1182.

Coletta, V. P., Phillips, J. A. dan Steinert, J. J. (2007). Why you should measure your students‘ reasoning ability. Physc. Teach. 45. pp. 235-238.

Creswell, J. W. (2014). Research Design: Quantitative, Qualitative, and Mixed Methods Approaches. United Stated of America: SAGE Publications.

Dahar, R.W. (2011). Teori-teori belajar dan pembelajaran. Jakarta: Erlangga.

Darmadi, I. W. (2005). Meminimalisir miskonsepsi mahasiswa dalam mata kuliah Fisika Dasar I melalui penggunaan Peta Konsep dan Peta Vee. Tidak Diterbitkan. Lembaga Penelitian Universitas Tadulako.

Dufresne, R. J., Gerace, W. J. dan Leonard, W. J. (1997). Solving physics problems with multiple representations. Phys. Teach. 35. pp. 270-275.

Elby, A. (1999). Another reason that physics students learn by rote. Am. J. Phys.

67 (7), pp. S52-S57.

Eriylmaz, A. (2010). Development and application of three-tier heat and temperature test: Sample of Bachelor and graduate students. Egitim Arastilmalari – Eurasian Journal of Educational Research. 40. pp. 53-76. Eriylmaz, A. dan Sürmeli, E. (2002). Üç-aşamalı sorularla öğrencilerin ısı ve

Gambar

Tabel                                                                                                                  Halaman
Gambar                                                                                                             Halaman
Gambar 3.1 Desain Penelitian one-group pretest-posttest design
Tabel 3.1 Kategori reliabilitas tes
+7

Referensi

Dokumen terkait

As for the present study, science students can benefit from peer feedback,. especially in developing and improving their lab report where scientific writing

A Case Study of Peer Feedback in a Chinese EFL Writing Classroom.. Chinese Journal of applied Linguistics, Volume

[r]

Rayhan, Tina Sari. Perilaku Pencarian Informasi Mahasiswa dalam Menyelesaikan Skripsi Pada Program Studi Ilmu Perpustakaan dan Informasi Universitas Sumatera

Gerusan lokal ( local scouring ) terjadi pada suatu kecepatan aliran dimana sedimen ditranspor lebih besar dari sedimen yang disuplai.. Transpor sedimen bertambah

Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Beluntas (Pluchea indicaL.) Terhadap Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis dan Pseudomonas aeruginosa.Jurnal Ilmiah

The interview data also revealed during the preparation and implementation process, the teachers experienced having difficulties with material modification due to the fact

[r]