PENERAPAN PEMBELAJARAN KONSEPTUAL INTERAKTIF DENGAN
PENDEKATAN MULTIREPRESENTASI UNTUK MENINGKATKAN
KONSISTENSI ILMIAH DAN MENURUNKAN KUANTITAS
MAHASISWA YANG MISKONSEPSI PADA MATERI
TERMODINAMIKA
TESIS
Diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan Fisika
Oleh
Syakti Perdana Sriyansyah NIM 1302448
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA SEKOLAH PASCASARJANA
PENERAPAN PEMBELAJARAN KONSEPTUAL INTERAKTIF DENGAN
PENDEKATAN MULTIREPRESENTASI UNTUK MENINGKATKAN
KONSISTENSI ILMIAH DAN MENURUNKAN KUANTITAS
MAHASISWA YANG MISKONSEPSI PADA MATERI
TERMODINAMIKA
Oleh
Syakti Perdana Sriyansyah
S. Pd Universitas Mataram, 2012
Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Sekolah Pascasarjana
Universitas Pendidikan Indonesia
© Syakti Perdana Sriyansyah 2015 Universitas Pendidikan Indonesia
Agustus 2015
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul “PENERAPAN
PEMBELAJARAN KONSEPTUAL INTERAKTIF DENGAN PENDEKATAN
MULTIREPRESENTASI UNTUK MENINGKATKAN KONSISTENSI
ILMIAH DAN MENURUNKAN KUANTITAS MAHASISWA YANG
MISKONSEPSI PADA MATERI TERMODINAMIKA” ini berserta seluruh
isinya adalah benar-benar karya saya sendiri. Saya tidak melakukan penjiplakan
atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika ilmu yang
berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan tersebut, saya siap
menanggung resiko/sanksi apabila dikemudian hari ditemukan adanya
pelanggaran etika keilmuan atau ada klaim dari pihak lain terhadap hasil keaslian
karya saya ini.
Bandung, Agustus 2015 Yang membuat pernyataan,
PENERAPAN PEMBELAJARAN KONSEPTUAL INTERAKTIF DENGAN
PENDEKATAN MULTIREPRESENTASI UNTUK MENINGKATKAN
KONSISTENSI ILMIAH DAN MENURUNKAN KUANTITAS
MAHASISWA YANG MISKONSEPSI PADA MATERI
TERMODINAMIKA
Oleh:
Syakti Perdana Sriyansyah NIM. 1302448
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian untuk mengetahui gambaran peningkatan konsistensi ilmiah mahasiswa dan penurunan kuantitas mahasiswa yang miskonsepsi pada materi hukum I termodinamika, sebagai dampak penerapan pembelajaran konseptual interaktif dengan pendekatan multirepresentasi. Penelitian pre-experiment yang menggunakan desain one-group pretest-posttest ini melibatkan 30 mahasiswa tahun pertama pendidikan fisika pada salah satu LPTK di kota Mataram. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik convenience sampling. Data konsistensi ilmiah mahasiswa dikumpulkan menggunakan instrumen tes Representational Conceptual Evaluation in The First Law of Thermodynamics (RCET), sedangkan kuantitas mahasiswa yang miskonsepsi diukur menggunakan The First Law of Thermodynamics Diagnostic Test (FDT). RCET berbentuk tes isomorfik pilihan ganda yang mencakup 10 tema dan FDT berbentuk tes tiga tingkat yang mencakup 11 label miskonsepsi pada materi hukum I termodinamika. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsistensi ilmiah mahasiswa mengalami rata-rata peningkatan sedang sebesar 39%, sedangkan kuantitas mahasiswa yang miskonsepsi mengalami rata-rata penurunan yang bervariasi dalam rentang 7% sampai 92%. Penurunan tertinggi terletak pada miskonsepsi bahwa sejumlah kalor lebih menyebar dalam wadah yang besar, sehingga suhu gas di dalamnya tidak naik sebesar kenaikan suhu pada wadah yang kecil. Penurunan terendah terletak pada miskonsepsi bahwa usaha total yang dilakukan oleh sistem yang mengalami proses siklik sama dengan nol. Tidak terdapat mahasiswa yang konsisten menjawab semua tema secara ilmiah. Namun demikian, mahasiswa setuju bahwa pembelajaran konseptual interaktif dengan pendekatan multirepresentasi yang diterapkan mampu meningkatkan konsistensi ilmiah dan menurunkan kuantitas mahasiswa yang miskonsepsi.
Kata Kunci: pembelajaran konseptual interaktif, multirepresentasi, konsistensi
THE APPLICATION OF INTERACTIVE CONCEPTUAL INSTRUCTION
WITH MULTIPLE REPRESENTATIONAL APPROACH TO INCREASE
STUDENTS’ SCIENTIFIC CONSISTENCY AND DECREASE THE QUANTITY OF STUDENTS WHO HAVE MISCONCEPTION
ON THERMODYNAMICS
Author:
Syakti Perdana Sriyansyah NIM. 1302448
ABSTRACT
A study has been conducted to perceive the increase in student’s scientific
consistency and the decrease in the quantity of students who have misconception on the the first law of thermodynamics concept, as the impact of the application of interactive conceptual instruction with multiple representational approach. This pre-experimental study used one-group pretest-posttest design and involved 30 first-year students of physics education at one LPTK in Mataram. Sampling was done by convenience sampling technique. Scientific consistency data were documented by using Representational Conceptual Evaluation in The First Law of Thermodynamics (RCET), while the quantity of students who have misconception was measured by using The First Law of Thermodynamics Diagnostic Test (FDT). RCET was designed as an isomorphic multiple-choice test that covers 10 themes and FDT was designed as a three-tier test that covers 11 labels misconceptions on the first law of thermodynamics. The findings showed that the average normalized change in student’s scientific consistency was 39% in the modest increase, while the average normalized change in the quantity of students who have misconception was varied in the range of 7% to 92%. The highest decrease lies in the misconceptions that the amount of heat is more diluted in the larger container, so the temperature does not increase as much as in the small container. The lowest decrease lies in the misconceptions that the net work done by a system undergoing a cyclic process must be zero. None of students answered all given themes scientifically consistently. However, students agreed that interactive conceptual instruction with multiple representational approach able to increase the scientific consistency and decrease the quantity of students who have misconception.
Keywords: interactive conceptual instruction, multiple-representations, scientific
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN HAK CIPTA ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
LEMBAR PERNYATAAN ... v
ABSTRAK ... vi
KATA PENGANTAR ... viii
UCAPAN TERIMAKASIH ... ix
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 9
C. Rumusan Masalah ... 10
D. Batasan Masalah... 10
E. Tujuan Penelitian ... 11
F. Manfaat Penelitian ... 12
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR PENELITIAN A. Kajian Pustaka ... 13
1. Pembelajaran Konseptual Interaktif ... 13
2. Pendekatan Multirepresentasi ... 15
3. Konsistensi Ilmiah ... 19
4. Miskonsepsi... 21
5. Identifikasi Miskonsepsi ... 23
6. Materi Termodinamika... 26
Halaman
B. Kerangka Pikir Penelitian ... 34
BAB III METODE PENELITIAN A. Metode dan Desain Penelitian ... 37
B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 37
C. Definisi Operasional... 38
D. Prosedur Penelitian... 39
E. Instrumen Penelitian... 41
F. Teknik Pengumpulan Data ... 45
G. Teknik Analisis Data ... 46
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 53
1. Deskripsi Data Konsistensi Ilmiah Mahasiswa ... 53
2. Deskripsi Data Konsistensi Representasi Mahasiswa ... 56
3. Deskripsi Data Kuantitas Mahasiswa yang Miskonsepsi ... 59
4. Deskripsi Data Keterlaksanaan Pembelajaran dan Skala Sikap Mahasiswa ... 62
B. Pembahasan ... 64
1. Konsistensi Ilmiah Mahasiswa ... 64
2. Konsistensi Representasi Mahasiswa ... 68
3. Konsistensi Ilmiah dan Representasi Mahasiswa pada Tiap Tema 69 4. Kuantitas Mahasiswa yang Miskonsepsi ... 77
5. Kekuatan dan Kelemahan Pembelajaran ... 88
BAB V KESIMPULAN, SARAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ... 91
B. Saran ... 92
C. Rekomendasi ... 93
DAFTAR PUSTAKA ... 95
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Kategori dan Pola Jawaban Tes Tiga Tingkat (Three Tier Test) ... 25
2.2 Rekapitulasi beberapa hasil penelitian pada konsep termodinamika ... 29
2.3 Matrik label miskonsepsi yang ingin diidentifikasi dalam soal ... 31
2.4 Fase Pembelajaran Konseptual Interaktif dengan Multirepresentasi ... 32
3.1 Kategori reliabilitas tes ... 44
3.2 Teknik Pengumpulan Data ... 45
3.3 Kriteria Penilaian Konsistensi Ilmiah ... 46
3.4 Kategori Level Konsistensi Ilmiah ... 46
3.5 Kategori Perolehan N-change positif ... 48
3.6 Kategori Perolehan N-change negatif ... 49
3.7 Pilihan set jawaban yang menunjukkan tiap label miskonsepsi ... 49
3.8 Matrik konsepsi ilmiah dan miskonsepsi dalam soal ... 50
3.9 Kriteria Keterlaksanaan Pembelajaran ... 52
4.1 Kuantitas Mahasiswa di Tiap Level Konsistensi Ilmiah ... 54
4.2 Persentase rata-rata skor konsistensi ilmiah mahasiswa tiap tema ... 55
4.3 Kuantitas Mahasiswa di Tiap Level Konsistensi Representasi ... 57
4.4 Persentase kuantitas mahasiswa pada tiap label miskonsepsi ... 60
4.5 Persentase mahasiswa tiap kategori untuk tiap item soal FDT ... 61
4.6 Rekapitulasi keterlaksanaan pembelajaran konseptual interaktif ... 62
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Berbagai representasi dalam pembelajaran termodinamika ... 18
2.2 Diagram kerangka pikir penelitian ... 36
3.1 Desain Penelitian one-group pretest-posttest design ... 37
3.2 Alur Penelitian ... 40
3.3 Tema 2 dari RCET dan dua pola jawaban konsisten secara representasi 47 4.1 Diagram persentase rata-rata skor konsistensi ilmiah mahasiswa pada tes awal, tes akhir dan n-change ... 53
4.2 Diagram persentase mahasiswa yang konsisten ilmiah pada tiap tema .. 55
4.3 Diagram persentase rata-rata skor konsistensi ilmiah pada tiap tema .... 56
4.4 Diagram persentase rata-rata skor konsistensi representasi mahasiswa pada tes awal, tes akhir dan n-change. ... 57
4.5 Perbandingan persentase mahasiswa di tiap level konsistensi ilmiah dan representasi di akhir pembelajaran... 58
4.6 Diagram persentase rata-rata skor konsistensi representasi mahasiswa pada tiap tema ... 59
4.7 Sampel item soal RCET#11 yang mewakili T2 ... 70
4.8 Sampel item soal RCET#9 yang mewakili T9 ... 71
4.9 Sampel item soal RCET#27 yang mewakili T6 ... 73
4.10 Sampel item soal RCET#16 yang mewakili T10 ... 74
4.11 Tampilan proses isokhorik (kiri) dan isobarik (kanan) dengan bantuan simulasi virtual Phet. ... 75
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
Lampiran A
A.1 Kisi-kisi Representational Conceptual Evaluation on The First Law of
Thermodynamics (RCET) ... 104
A.2 Kisi-kisi The First Law of Thermodynamics Diagnostic Test (FDT) ... 127
A.3 Rekapitulasi hasil ujicoba dan reliabilitas RCET (Test-Retest) ... 152
A.4 Rekapitulasi hasil ujicoba dan reliabilitas FDT (Test-Retest) ... 158
Lampiran B B.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Konseptual Interaktif dengan Pendekatan Multirepresentasi ... 162
B.2 Active Learning Problem Sheet (ALPS) ... 189
Lampiran C C.1 Instrumen Representational Conceptual Evaluation on The First Law of Thermodynamics (RCET) ... 231
C.2 Instrumen The First Law of Thermodynamics Diagnostic Test (FDT) ... 246
C.3 Rekapitulasi hasil tes awal dan tes akhir RCET ... 257
C.4 Rekapitulasi hasil tes awal dan tes akhir FDT ... 261
C.5 Rekapitulasi keterlaksanaan pembelajaran ... 265
C.6 Rekapitulasi skala sikap mahasiswa ... 279
Lampiran D D.1 Dokumentasi penelitian ... 281
D.2 Surat izin penelitian... 282
D.3 Surat keterangan telah melakukan penelitian ... 283
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembelajaran telah lama menjadi fokus esensial dalam penelitian
pendidikan fisika. Berbagai bentuk pembelajaran telah dirancang sedemikian rupa
guna memperoleh bentuk yang efektif dalam membantu mahasiswa mencapai
tujuan pembelajaran (McDermott, 2001). Salah satu tujuan yang diharapkan
adalah mahasiswa memiliki pemahaman konsep yang baik (Meltzer, 2005).
Menurut Hestenes (1997), indikator pemahaman konsep yang baik adalah ditandai
dengan kemampuan untuk mengenali dan memanipulasi konsep dalam berbagai
representasi. Mahasiswa yang benar-benar memahami konsep akan tetap mampu
menyelesaikan masalah, meski konteks dan representasinya berbeda.
Pemahaman konsep berkaitan erat dengan konsistensi dalam
menyelesaikan masalah. Savinainen dan Virii (2008) mendefinisikan konsistensi
sebagai kemampuan mahasiswa dalam menjawab soal berbeda yang melibatkan
konsep yang sama. Mahasiswa seringkali menggunakan pemahaman konsep yang
benar dalam menjawab soal yang diberikan, tapi tidak menerapkan kembali
konsep tersebut ketika konteks soal berubah. Steinberg dan Sabella (1997) berpendapat bahwa “perbedaan konteks dan sajian dapat menimbulkan perbedaan respon dari mahasiswa, bahkan sekalipun konsep yang mendasarinya identik”.
Hal ini menunjukkan bahwa mahasiswa hanya mampu menerapkan sebuah
konsep dalam konteks yang menggunakan representasi tertentu, tapi gagal jika
konteks atau representasi itu berubah (Savinainen dan Virii, 2004).
Kemampuan mahasiswa menggunakan representasi berbeda secara
konsisten (baik benar maupun salah secara ilmiah) untuk menyelesaikan soal
dengan konteks dan konten yang sama disebut konsistensi representasi.
Sedangkan kemampuan mahasiswa menjawab soal dengan konteks dan konten
yang sama secara konsisten dan benar secara fisika maupun representasi disebut
dengan konsistensi ilmiah (Nieminen dkk., 2010). Mahasiswa yang memiliki
2
tentu sebaliknya. Mahasiswa yang memiliki konsistensi representasi bisa saja
tidak memiliki konsistensi ilmiah. Oleh karena itu, konsistensi ilmiah lebih
penting karena mahasiswa yang memiliki konsistensi ilmiah selain menguasai
kemampuan representasi, juga dapat dipastikan memiliki pemahaman konsep
fisika yang benar.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa maupun mahasiswa
masih sedikit yang memiliki konsistensi ilmiah. Penelitian Nieminen dkk. (2010)
terhadap 168 siswa sekolah menengah di Finlandia menunjukkan bahwa tidak ada
satu orang pun siswa yang konsisten secara ilmiah dalam menjawab soal konsep
gaya yang diberikan sebelum pembelajaran. Bahkan setelah pembelajaran,
persentase siswa yang konsisten hanya sebesar 11%. Hasil penelitian terhadap
mahasiswa juga menunjukkan hal yang sama. Hasil studi pendahuluan yang
dilakukan penulis terhadap 31 mahasiswa pendidikan fisika tahun pertama di
salah satu universitas di Jawa Barat memperlihatkan bahwa setelah mengikuti
pembelajaran konsep gaya, tidak ada satu pun mahasiswa yang konsisten secara
ilmiah, sedangkan yang cukup konsisten sebanyak 3% dan tidak konsisten
mencapai 97% (Sriyansyah dkk., 2015). Penelitian lainnya oleh Murtono dkk.
(2014) terhadap 401 mahasiswa pendidikan fisika di beberapa perguruan tinggi di
Indonesia juga menunjukkan hanya 19% mahasiswa yang konsisten menjawab
secara ilmiah soal tentang gerak, hukum Newton, usaha dan energi. Data ini
makin menegaskan bahwa mahasiswa calon guru fisika belum semuanya memiliki
konsistensi ilmiah yang konsisten. Kenyataan ini menuntut adanya suatu upaya
peningkatan konsistensi ilmiah mahasiswa calon guru fisika melalui sebuah
pembelajaran yang tepat.
Selain harus memiliki konsistensi ilmiah, mahasiswa calon guru fisika
juga tidak boleh miskonsepsi. Apabila calon guru mengalami miskonsepsi, maka
miskonsepsi ini akan ditularkan kepada siswa. Namun faktanya, banyak hasil
penelitian yang menemukan bahwa ternyata mahasiswa calon guru fisika juga
mengalami miskonsepsi. Darmadi (2005) dan Lusdiana (2006) melaporkan bahwa
mahasiswa calon guru fisika di Universitas Tadulako yang mengalami
3
Taufiq (2012) juga melaporkan bahwa mahasiswa calon guru fisika di Universitas
Negeri Semarang yang mengalami miskonsepsi pada konsep gaya mencapai 46%.
Sedangkan di Universitas Negeri Gorontalo, mahasiswa calon guru fisika yang
mengalami miskonsepsi terbesar pada lima konsep rangkaian listrik sederhana,
mencapai rata-rata persentase 43% (Mursalin, 2013).
Semua hasil penelitian tersebut memperlihatkan kenyataan bahwa banyak
mahasiswa calon guru fisika yang mengalami miskonsepsi dan memiliki
konsistensi ilmiah yang masih rendah. Hal ini menjadi indikasi adanya masalah
dalam pembelajaran fisika yang sebelumnya diterima oleh mahasiswa. Menurut
McDermott (2001), berdasarkan hasil penelitian pendidikan Fisika ditemukan
beberapa generalisasi permasalahan yang terjadi dalam pembelajaran fisika, antara
lain: (1) pembelajaran lebih cenderung kepada pemecahan masalah kuantitatif
bukan kualitatif, (2) pembelajaran tradisional kurang menekankan pada hubungan
antara konsep, representasi formal, dan dunia nyata, (3) pembelajaran tidak
mengatasi kesulitan konseptual tertentu, bahkan tidak meningkatkan pemahaman
tentang konsep dasar, (4) pembelajaran kurang menekankan pada kerangka
konseptual yang koheren dan perkembangan kemampuan penalaran mahasiswa,
dan (5) metode ceramah (teaching by telling) sangat tidak efektif bagi mahasiswa.
Berangkat dari keadaan ini, maka sudah selayaknya pembelajaran yang
bersifat konseptual untuk mahasiswa calon guru menjadi fokus dalam penelitian
pendidikan Fisika. Pembelajaran yang diharapkan tentu yang menekankan pada
penanaman pemahaman konsep secara mendalam, membentuk konsistensi ilmiah
dan mampu mengatasi miskonsepsi. Salah satu alternatif pembelajaran yang
demikian adalah pembelajaran konseptual interaktif. Pembelajaran konseptual
interaktif memiliki empat karakteristik, yaitu berfokus pada konsep (conceptual
focus), mengutamakan interaksi kelas (classroom interactions), menggunakan
bahan ajar berbasis penelitian (research-based materials), dan menggunakan teks
(use of texts) (Savinainen dan Scott, 2002). Laporan penelitian Rusdiana dan
Tayubi (2003), Tayubi dan Feranie (2004), dan Savinainen dan Scott (2002)
menjadi bukti empiris bahwa pembelajaran konseptual interaktif mampu secara
4
Pembelajaran konseptual interaktif menekankan pada penanaman konsep
di awal pembelajaran dengan melibatkan persamaan matematis seminimum
mungkin, hanya setelah konsep dipahami kemudian persamaan matematis
diberikan. Bagian ini dapat dimanfaatkan untuk mengatasi miskonsepsi. Pada
bagian penggalian dan penanaman konsep dalam pendekatan ini, biasanya
menggunakan demonstrasi atau alat peraga untuk memperlihatkan fenomena fisis
terkait konsep yang dipelajari. Ketika fenomena yang disajikan bertentangan
dengan konsepsi yang dimiliki mahasiswa, maka muncullah konflik kognitif.
Setelah itu, mahasiswa akan mengalami proses asimilasi dan akomodasi. Melalui
proses asimilasi, mahasiswa akan menggunakan konsep yang telah dimilikinya
untuk berhadapan dengan fenomena baru. Sedangkan melalui proses akomodasi,
mahasiswa akan mengubah konsep yang dimilikinya yang tidak sesuai dengan
fenomena baru, sehingga terjadilah perubahan konsep (Posner, dkk., 1982).
Dengan demikian, selain berguna untuk menanamkan konsep, pembelajaran
konseptual interaktif juga berguna untuk mengatasi miskonsepsi.
Hasil penelitian Suhandi, dkk. (2008), Gusrial (2009) dan Oni (2009)
terkait kolaborasi pendekatan pembelajaran ini dengan penggunaan simulasi
virtual menunjukkan bahwa pendekatan pembelajaran ini juga dapat digunakan
untuk mengatasi miskonsepsi. Tetapi, pada beberapa label konsep dalam
penelitian tersebut masih menunjukkan kuantitas siswa yang miskonsepsi cukup
tinggi. Hal ini berarti simulasi virtual belum cukup membantu dalam beberapa
konsep tertentu. Oleh karena itu, diperlukan berbagai bentuk representasi lain
yang sesuai dengan karakteristik konsep, terutama bagi beberapa fenomena
abstrak dalam Fisika yang masih belum banyak terdapat model simulasi
virtualnya, sementara mengandung banyak miskonsepsi dan kesulitan, seperti
pada hukum I Termodinamika.
Alternatif solusi yang dapat digunakan, yaitu pendekatan multirepresentasi
(Van Heuvelen, 1991a). Pendekatan multirepresentasi yang dimaksud berupa
pemanfaatan berbagai bentuk representasi, seperti verbal, piktorial, diagram,
grafik, matematik, dan interaktif untuk mendukung penanaman konsep dan
5
penekanan lebih besar pada pemahaman konsep dan penalaran kualitatif dan
melatih mahasiswa agar lebih fleksibel dalam menyelesaikan masalah.
Pendekatan ini dapat digunakan untuk mengajarkan dan mempelajari Fisika serta
mengatasi miskonsepsi dengan jalan membantu mahasiswa membangun sendiri
pemahaman kualitatif menggunakan multirepresentasi (Dufresne dkk, 1997; Van
Heuvelen, 1991b).
Pendekatan multirepresentasi dapat dipadukan pada bagian penanaman
dan penguatan konsep dalam pembelajaran konseptual interaktif. Pada bagian
penanaman konsep, mahasiswa diberi kesempatan untuk membangun sendiri
pemahamannya menggunakan multirepresentasi. Sedangkan di bagian penguatan
konsep, mahasiswa harus menyelesaikan masalah dalam konteks yang bervariasi
juga menggunakan multirepresentasi. Penggunaan multirepresentasi pada bagian
penanaman konsep sekaligus dapat membantu mengatasi miskonsepsi. Hal ini
karena penalaran kualitatif yang ditekankan dalam pendekatan multirepresentasi
berguna untuk membangun hubungan logis antara fakta ilmiah dengan konsepsi
yang dimiliki mahasiswa, sehingga mendukung terjadinya perubahan konseptual
(Lawson, 1988).
Selain itu, pemanfaatan multirepresentasi dalam pembelajaran konseptual
interaktif juga dimaksudkan untuk meningkatkan konsistensi ilmiah dengan
mengurangi penggunaan bentuk representasi matematis yang selama ini
mendominasi dalam pembelajaran. Lasry, Finkelstein, dan Mazur (2009) dan
Hake (1998) menyebutkan bahwa memang kenyataannya mahasiswa terlalu
banyak mendapatkan pelajaran Fisika yang dominan matematis dan terlalu sedikit
konsep. Akibatnya, mahasiswa mengalami kesulitan dalam mempelajari Fisika
karena mahasiswa justru lebih cenderung menghafal rumus dan algoritma
pemecahan masalah, bukan mencoba membangun pemahaman konseptual yang
mendalam (Elby, 1999). Oleh karena itu, pembelajaran konseptual dengan
pendekatan multirepresentasi sangat cocok dijadikan alternatif pembelajaran
untuk meningkatkan konsistensi ilmiah mahasiswa.
Pendekatan multirepresentasi telah banyak digunakan dalam penelitian
6
Heuvelen, 1991a; 1991b). Beberapa studi menggunakan pendekatan
multirepresentasi menunjukkan bahwa pendekatan ini memiliki potensi untuk
meningkatkan pemahaman konsep dan mengatasi miskonsepsi. Studi oleh Van
Heuvelen dan Zou (2001) menunjukkan bahwa pendekatan multirepresentasi
dalam pembelajaran proses usaha-energi mampu meningkatkan pemahaman
konsep fisika. Wong dkk (2011) juga menjelaskan bahwa pembelajaran
multirepresentasi pada konsep mekanika terbukti mampu membangun
pemahaman konsep yang mendalam dan koheren. Studi lain oleh Waldrip dkk
(2013) terhadap siswa sekolah menengah pertama menunjukkan bahwa partisipasi
aktif siswa dalam berbagai proses penalaran menggunakan representasi mampu
meningkatkan pemahaman konsep. Hasil studi Oktavianty (2012) menunjukkan
bahwa kemampuan kognitif dan keterampilan berpikir kritis siswa meningkat
setelah pembelajaran dengan multirepresentasi. Begitu juga dengan meningkatkan
kemampuan menjelaskan fenomena fisis (Oktifiyanti, 2012), konsistensi ilmiah
(Aminudin, 2013; Nurzaman, 2014) dan menurunkan miskonsepsi (Ulfarina,
2010; Suhandi dan Wibowo, 2012).
Akan tetapi, dari sekian banyak penelitian yang menggunakan
multirepresentasi, sebagian besar memfokuskan pada pemahaman konsep tentang
materi mekanika dalam penelitiannya. Belum ada penelitian multirepresentasi
yang mengambil konsistensi ilmiah pada materi termodinamika sebagai fokus dan
materi penelitian. Padahal, beberapa hasil penelitian sebelumnya menunjukkan
bahwa banyak mahasiswa mengalami miskonsepsi pada materi termodinamika
(Wattanakasiwich dkk., 2013; Meltzer, 2004; Loverude dkk, 2002; Christensen
dkk, 2009; Cochran dan Heron, 2006) dan juga hanya sedikit mahasiswa yang
memiliki konsistensi ilmiah yang konsisten (Sriyansyah dkk., 2015; Murtono
dkk., 2014). Alasan inilah yang membuat konsistensi ilmiah dan materi
termodinamika menjadi sangat layak untuk diteliti.
Selain alasan tersebut, materi termodinamika juga dipilih atas dasar
pertimbangan bahwa sejauh ini penelitian pada materi termodinamika lebih
banyak berupa penelitian untuk mendiagnosis kesulitan dan miskonsepsi. Tidak
7
termodinamika yang mencoba mendesain pembelajaran yang cocok untuk
mengatasi kesulitan dan miskonsepsi tersebut. Beberapa penelitian yang pernah
dilakukan juga masih memberi hasil perubahan yang tidak signifikan (Christensen
dkk, 2009). Oleh sebab itu, penulis merasa tertarik untuk mengambil materi
termodinamika.
Termodinamika adalah salah satu materi dalam kuliah Fisika Dasar bagi
mahasiswa calon guru. Termodinamika termasuk dalam fenomena abstrak yang
berkaitan dengan masalah multivariabel. Variabel-variabel tersebut berhubungan
satu sama lain pada suatu keadaan kesetimbangan termodinamik. Kemampuan
membangun hubungan logis antar variabel pada dua atau lebih keadaan
termodinamik sangat dibutuhkan untuk memahami konsep termodinamika.
Karakteristik seperti ini yang menyebabkan materi termodinamika mengandung
banyak kesulitan dan tidak sedikit pula mahasiswa yang mengalami miskonsepsi.
Beberapa penelitian yang menyelidiki tentang miskonsepsi mahasiswa
yang terjadi pada konsep termodinamika, antara lain: miskonsepsi pada konsep
kalor, usaha, energi dalam, dan hukum I termodinamika (Leinonen dkk, 2013;
Kautz dkk, 2005; Meltzer, 2004; Loverude dkk, 2002; Yeo dan Zadnik, 2001;
Roon dkk, 1994; Rozier dan Viennot, 1991; Fuchs, 1987; Granville, 1985), mesin
kalor, entropi dan hukum II termodinamika (Christensen dkk, 2009; Cochran dan
Heron, 2006; Jhonstone, 1977). Hasil penelitian ini secara umum menunjukkan
mahasiswa masih mengalami kesulitan untuk memahami konsep termodinamika.
Beberapa kesulitan yang dialami mahasiswa, antara lain: tidak mampu untuk (1)
membedakan konsep kalor, suhu, usaha, dan energi dalam, (2) mengaitkan hukum
pertama termodinamika dengan kompresi adiabatik gas ideal dan konteks
mekanika yang lebih luas, (3) menginterpretasikan diagram P-V untuk keadaan
termodinamika tertentu, dan (4) memahami konsep entropi dalam hukum kedua
termodinamika, termasuk arti dari sistem dan lingkungan (Loverude dkk, 2002;
Meltzer, 2004; Christensen, 2009).
Menurut Loverude dkk (2002), semua kesulitan dan miskonsepsi tersebut
dapat dibenahi dengan membantu mahasiswa untuk mengintegrasikan konsep dan
8
Hal ini membutuhkan penekanan pada proses pembelajaran. Akan tetapi
sayangnya, penelitian terkait dengan pengembangan pembelajaran pada materi
termodinamika masih sangat sedikit untuk tingkat universitas. Sekalipun memang
telah terdapat banyak penelitian tentang pembelajaran konsep dasar
termodinamika, seperti kalor, suhu, dan hantaran kalor, tapi yang fokus pada
pembelajaran konsep hukum pertama dan kedua termodinamika pada tingkat
universitas masih dalam hitungan jari (Meltzer, 2004).
Sebuah pendekatan yang pernah dirancang oleh Christensen dkk (2009)
untuk mengatasi miskonsepsi pada materi termodinamika masih memberi hasil
perubahan yang tidak signifikan setelah pembelajaran. Begitu juga dengan hasil
Leinonen dkk. (2013) yang menggunakan pembelajaran peer instruction
dipandang masih belum efektif dan efisien. Hal ini berarti bahwa pengembangan
pembelajaran dan desain kurikulum yang tepat masih sangat diperlukan untuk
membantu mahasiswa memahami konsep dasar dan mengatasi miskonsepsi pada
materi termodinamika (Meltzer, 2004; Kautz dkk, 2005).
Mengingat karakteristik fenomena termodinamika yang abstrak dan
berkaitan dengan masalah multivariabel, maka penanaman konsep harus menjadi
fokus utama. Pembelajaran konseptual interaktif dengan pendekatan
multirepresentasi akan menjadi pilihan tepat untuk digunakan. Pemanfaatan
multirepresentasi sangat berguna dalam melatih mahasiswa untuk membuat,
menginterpretasi, dan memanipulasi diagram P-V berbagai proses termodinamik.
Khususnya melatih untuk mengkonversi antara representasi diagram dan deskripsi
fisis dari sebuah proses yang diberikan, terutama dalam konteks proses siklis
(Meltzer, 2004). Inilah juga yang menjadi alasan mengapa pembelajaran
konseptual interaktif dengan pendekatan multirepresentasi layak dicoba untuk
meningkatkan konsistensi ilmiah dan mengatasi miskonsepsi pada materi
termodinamika.
Berdasarkan paparan tersebut, maka penulis merasa perlu melakukan
penyelidikan tentang penerapan pembelajaran konseptual interaktif dengan
9
terhadap peningkatan konsistensi ilmiah dan penurunan kuantitas mahasiswa
calon guru yang miskonsepsi pada materi termodinamika.
B. Identifikasi Masalah
Setiap pembelajaran senantiasa bertujuan agar mahasiswa memiliki
pemahaman konsep yang baik. Indikator pemahaman konsep yang baik adalah
ditandai dengan memiliki konsistensi ilmiah dan tidak miskonsepsi. Mahasiswa
dengan konsistensi ilmiah yang baik akan mampu menggunakan berbagai
repesentasi untuk menyelesaikan soal dengan konsepsi ilmiah. Oleh karena itu,
sangat diharapkan agar mahasiswa memiliki konsistensi ilmiah dan tidak
miskonsepsi pada semua materi Fisika.
Akan tetapi, berdasarkan paparan sebelumnya, masih banyak ditemukan
mahasiswa yang tidak konsisten secara ilmiah dalam memahami konsep fisika
(Murtono dkk., 2014) dan khusus pada materi termodinamika, banyak yang
mengalami miskonsepsi (Meltzer, 2004; Loverude dkk, 2002; Christensen dkk,
2009; Cochran dan Heron, 2006). Sementara itu, penelitian terkait pengembangan
pembelajaran pada materi termodinamika juga masih sedikit untuk tingkat
universitas (Meltzer, 2004), bahkan tidak terdapat laporan penelitian tentang
konsistensi ilmiah pada materi termodinamika. Hal ini membuat upaya untuk
meningkatkan konsistensi ilmiah dan mengatasi miskonsepsi pada materi
termodinamika menjadi sangat penting dan membutuhkan perhatian khusus. Oleh
karena itu, dipandang perlu melakukan upaya berkelanjutan untuk mendesain
alternatif pembelajaran yang efektif agar mampu meningkatkan konsistensi ilmiah
dan mengatasi miskonsepsi pada materi termodinamika.
Mengingat bahwa termodinamika berkaitan dengan fenomena abstrak dan
masalah multivariabel, maka pembelajaran yang diharapkan tentu harus dapat
memfasilitasi materi dengan karaktersitik demikian. Pembelajaran yang
dipandang mampu meningkatkan konsistensi ilmiah dan menurunkan kuantitas
miskonsepsi pada materi termodinamika adalah sebuah pembelajaran konseptual
interaktif (Savinainen dan Scott, 2002) dengan pendekatan multirepresentasi (Van
10
menunjukkan potensi pembelajaran konseptual interaktif dan pendekatan
multirepresentasi. Pembelajaran ini diharapkan menjadi sebuah pembelajaran
konseptual berkualitas.
.
C. Rumusan Masalah
Permasalahan yang ingin dijawab pada penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: “Sejauhmana penerapan pembelajaran konseptual interaktif dengan pendekatan multirepresentasi dapat meningkatan konsistensi ilmiah dan menurunkan kuantitas mahasiswa yang miskonsepsi pada materi termodinamika?”
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka penelitian ini dilakukan untuk
menemukan jawaban atas pertanyaan penelitian berikut:
1. Bagaimana peningkatan konsistensi ilmiah mahasiswa calon guru pada materi
termodinamika sebagai dampak dari penerapan pembelajaran konseptual
interaktif dengan pendekatan multirepresentasi?
2. Bagaimana peningkatan konsistensi representasi mahasiswa calon guru pada
materi termodinamika sebagai dampak dari penerapan pembelajaran
konseptual interaktif dengan pendekatan multirepresentasi?
3. Bagaimana penurunan kuantitas mahasiswa calon guru yang miskonsepsi pada
materi termodinamika sebagai dampak dari penerapan pembelajaran
konseptual interaktif dengan pendekatan multirepresentasi?
4. Bagaimana tanggapan mahasiswa calon guru terhadap pembelajaran
konseptual interaktif dengan pendekatan multirepresentasi pada materi
termodinamika?
5. Apa kekuatan dan kelemahan pembelajaran konseptual interaktif dengan
pendekatan multirepresentasi untuk mengajarkan materi termodinamika
berdasarkan implementasinya?
D. Batasan Masalah
Agar lingkup masalah yang diteliti lebih fokus, maka dilakukan
11
1. Peningkatan konsistensi ilmiah mahasiswa dimaksudkan sebagai perubahan
konsistensi ilmiah ke arah lebih baik antara sebelum dan sesudah
pembelajaran. Kategori peningkatan konsistensi ilmiah mahasiswa ditentukan
oleh rata-rata skor N-change positif ( c̅ ).
2. Peningkatan konsistensi representasi mahasiswa dimaksudkan sebagai
perubahan konsistensi representasi ke arah lebih baik antara sebelum dan
sesudah pembelajaran. Kategori peningkatan konsistensi representasi
mahasiswa ditentukan oleh rata-rata skor N-change positif ( c̅ ).
3. Penurunan kuantitas mahasiswa yang miskonsepsi dimaksudkan sebagai
perubahan kuantitas mahasiswa yang mengalami miskonsepsi ke arah yang
lebih sedikit antara sebelum dan sesudah pembelajaran. Kategori penurunan
kuantitas mahasiswa yang miskonsepsi ditentukan oleh rata-rata skor
N-change negatif ( c̅ ).
4. Materi fisika yang ditinjau dalam penelitian ini difokuskan pada materi hukum
I termodinamika dan aplikasinya dalam berbagai proses termodinamik gas
ideal pada ruang tertutup (isotermal, isobarik, isokhorik, adiabatik, dan
ekspansi bebas).
E. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mencapai tujuan sebagai berikut:
1. Mendapatkan gambaran peningkatan konsistensi ilmiah mahasiswa calon guru
pada materi termodinamika sebagai dampak penerapan pembelajaran
konseptual interaktif dengan pendekatan multirepresentasi.
2. Mendapatkan gambaran peningkatan konsistensi representasi mahasiswa calon
guru pada materi termodinamika sebagai dampak penerapan pembelajaran
konseptual interaktif dengan pendekatan multirepresentasi.
3. Mendapatkan gambaran penurunan kuantitas mahasiswa calon guru yang
miskonsepsi pada materi termodinamika sebagai dampak penerapan
12
4. Mendapatkan gambaran tanggapan mahasiswa calon guru terhadap
pembelajaran konseptual interaktif dengan pendekatan multirepresentasi pada
materi termodinamika.
5. Mendapatkan gambaran mengenai kekuatan dan kelemahan pembelajaran
konseptual interaktif dengan pendekatan multirepresentasi untuk
meningkatkan konsistensi ilmiah dan menurunkan miskonsepsi materi
termodinamika berdasarkan implementasinya.
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai :
1. Bahan pengembangan pembelajaran dan desain kurikulum yang tepat pada
pembelajaran Fisika, khususnya materi termodinamika, oleh pengambil
kebijakan dan pengembang kurikulum.
2. Alternatif pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan oleh tenaga
pendidik dalam merancang pembelajaran konseptual yang berkualitas.
3. Bukti empiris tentang potensi pemanfaatan pendekatan multirepresentasi
dalam pembelajaran konseptual interaktif pada materi termodinamika yang
dapat dijadikan sebagai pembanding, pendukung dan rujukan bagi penelitian
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode dan Desain Penelitian
Metode penelitian yang sesuai dengan tujuan penelitian ini adalah metode
pre-experiment. Metode eksperimen ini dipilih karena sesuai dengan tujuan
penelitian yang hanya ingin melihat dampak suatu perlakuan terhadap variabel
terikat, tidak sampai pada pengujian efektivitasnya jika dibanding dengan perlakuan
lain (Creswell, 2014; Fraenkel dkk., 2012). Variabel yang diteliti terdiri atas
variabel bebas dan variabel terikat. Pembelajaran konseptual interaktif dengan
pendekatan multirepresentasi merupakan variabel bebas, sedangkan konsistensi
ilmiah dan kuantitas mahasiswa yang miskonsepsi merupakan variabel terikat.
Desain pre-experiment yang digunakan adalah one-group pretest-posttest
design. Desain ini disajikan pada Gambar 3.1, dimana subyek penelitian hanya
menggunakan satu kelas tanpa kelompok pembanding. Subyek penelitian diberi tes
awal (pretest), dilanjutkan dengan perlakuan berupa pembelajaran konseptual
interaktif dengan pendekatan multirepresentasi (X), kemudian tes akhir (posttest)
(O) (Creswell, 2014). Tes awal dan tes akhir berupa tes konsistensi ilmiah (O1) dan
diagnostik miskonsepsi (O2).
O
1, O
2→
X
→
O
1, O
2Tes Awal Perlakuan Tes Akhir
Gambar 3.1 Desain Penelitian one-group pretest-posttest design
B. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi penelitian ini adalah seluruh mahasiswa calon guru fisika di salah
satu LPTK di Kota Mataram, Propinsi Nusa Tenggara Barat. Sampel penelitian
sebanyak 30 mahasiswa semester dua yang mengikuti perkuliahan Fisika Dasar II
pada tahun ajaran 2014/2015. Pengambilan sampel penelitian menggunakan teknik
convenience sampling, yaitu teknik dimana sampel yang dipilih untuk penelitian
38
C. Definisi Operasional
Untuk menghindari kesalahan penafsiran istilah-istilah dalam penelitian ini,
maka penulis memberi penjelasan istilah sebagai berikut:
1. Pembelajaran konseptual interaktif dengan pendekatan multirepresentasi
didefinisikan sebagai pembelajaran konseptual yang memanfaatkan beragam
representasi (verbal, diagram, grafik dan matematik) untuk menanamkan dan
menguatkan konsep dalam setting interaktif. Pembelajaran ini dilengkapi
lembar kerja yang memanfaatkan multirepresentasi. Karakteristik pembelajaran
konseptual interaktif dengan pendekatan multirepresentasi meliputi: (1)
conceptual focus ; (2) classroom interactions; (3) research-based material
using multiple-representations format (ALPS); dan (4) use of text.
Keterlaksanaan pembelajaran diamati melalui observasi selama pembelajaran
dengan panduan lembar observasi;
2. Konsistensi ilmiah didefinisikan sebagai kemampuan mahasiswa untuk
menggunakan representasi berbeda secara konsisten dan benar secara ilmiah
dalam menyelesaikan soal isomorfik (dengan konteks dan konten yang sama).
Adapun apabila mahasiswa mampu menggunakan representasi secara konsisten
namun tidak melihat benar atau salah secara ilmiah, maka disebut konsistensi
representasi. Konsistensi ilmiah dan representasi dalam penelitian ini diukur
menggunakan Representational Conceptual Evaluation in The First Law of
Thermodynamics (RCET). Level konsistensi ilmiah dan representasi mahasiswa
dikategorikan menjadi tiga, yaitu konsisten, cukup konsisten dan tidak
konsisten;
3. Miskonsepsi didefinisikan sebagai konsepsi yang telah tertanam kuat dan
diyakini kebenarannya oleh mahasiswa, sedangkan konsepsi tersebut berbeda
dengan konsepsi ilmiah menurut para ilmuwan. Penelitian ini menentukan
kuantitas mahasiswa yang miskonsepsi berdasarkan data hasil First Law of
39
D. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian yang dilalui terdiri atas tiga tahap, yaitu tahap
perencanaan, tahap pelaksanaan dan tahap akhir. Garis besar prosedur penelitian
disajikan secara ringkas dalam alur penelitian pada Gambar 3.2.
1. Tahap Perencanaan
Tahap perencanaan diawali dengan kegiatan studi pendahuluan untuk
mengamati kegiatan pembelajaran riil yang dilakukan di kelas dan mengidentifikasi
pemahaman konsep, konsistensi ilmiah dan miskonsepsi pada mahasiswa tahun
pertama (freshman). Hasil pengamatan memberikan gambaran sejauhmana
pemahaman konsep dan konsistensi awal yang dimiliki oleh mahasiswa.
Selain itu, hasil studi literatur terhadap penelitian sebelumnya juga semakin
menguatkan temuan-temuan studi pendahuluan tentang profil pemahaman konsep,
konsistensi ilmiah dan miskonsepsi yang dimiliki mahasiswa. Hal ini semakin
memperjelas masalah yang diidentifikasi. Hasil studi literatur juga memberikan
alternatif solusi yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah tersebut, yaitu
pembelajaran konseptual inteaktif dengan pendekatan multirepresentasi.
Setelah menentukan variabel-variabel yang akan diteliti dan menemukan solusi
yang dipandang tepat berdasarkan kajian literatur, tahap selanjutnya adalah
penyusunan instrumen dan perangkat pembelajaran. Tahap penyusunan ini
didahului dengan analisis materi dan standar kompetensi yang akan dicapai dalam
pembelajaran. Penyusunan instrumen tes diagnostik miskonsepsi (FDT) yang
berupa three tier-test, diawali dengan menyusun kisi-kisi instrumen sesuai dengan
daftar miskonsepsi yang ditentukan, membuat rancangan soal sesuai kisi-kisi yang
dimodifikasi dari instrumen peneliti sebelumnya, mengkonsultasikannya kepada
dosen pembimbing dan melakukan validasi kepada beberapa pakar, merevisi sesuai
saran perbaikan, dan mengujicobakan soal tersebut kepada mahasiswa tahunkedua
yang telah menempuh kuliah termodinamika. Sedangkan penyusunan tes
konsistensi (RCET) diawali dengan menentukan tema konsep yang akan
dikembangkan menjadi beberapa soal dengan tiga representasi berbeda. Tiap tema
40
membuat rancangan soal awal yang akan dikonsultasikan ke pembimbing,
memvalidasi soal ke pakar dan mengujicobakannya kepada mahasiswa yang telah
menempuh kuliah termodinamika. Proses penyusunan instrumen dan perangkat
pembelajaran melalui proses justifikasi oleh beberapa ahli konten fisika dan
evaluasi dalam pembelajaran fisika. Terakhir adalah ujicoba.
Tes Awal
Penyusunan Instrumen Penelitian dan Perangkat Pembelajaran Studi Literatur
41
Gambar 3.2 Alur Penelitian
Hasil analisis ujicoba instrumen ini akan menghasilkan instrumen yang siap
digunakan untuk penelitian setelah sebelumnya melalui revisi akhir yang
diperlukan. Setelah instrumen dan perangkat pembelajaran siap, dilanjutkan dengan
mengurus perizinan untuk penelitian di universitas yang ditentukan.
2. Tahap Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan diawali dengan melakukan tes awal, kemudian dilanjutkan
dengan kegiatan pembelajaran untuk tiga kali pertemuan sesuai dengan rencana
yang telah disusun. Pengamatan terhadap kegiatan pembelajaran konseptual
interaktif menggunakan pendekatan multirepresentasi dilakukan setiap kali
pertemuan dengan bantuan dua orang pengamat. Setelah kegiatan pembelajaran
yang direncanakan selesai, subyek penelitian diuji kembali pada tes akhir.
Selanjutnya diberi skala sikap untuk mengetahui tanggapan mereka tentang
pembelajaran konseptual interaktif menggunakan pendekatan multirepresentasi.
Berikutnya dilanjutkan dengan tahap akhir.
3. Tahap Akhir
Tahap ini merupakan tahap analisis data yang diperoleh dan penyusunan
laporan akhir. Hasil analisis data kemudian dibahas secara mendalam dan berujung
pada kesimpulan. Kesimpulan yang ditarik tentunya sebagai jawaban atas
permasalahan penelitian.
E. Instrumen Penelitian
1. Jenis Instrumen
Instrumen yang digunakan terdiri atas tes konsistensi, tes diagnostik
miskonsepsi, skala sikap, dan lembar observasi. Berikut penjelasan tiap instrumen.
a) Tes Konsistensi (RCET)
Representational Conceptual Evaluation in The First Law of
Thermodynamics (RCET) berupa soal berbentuk pilihan ganda sebanyak 30 butir
yang terbagi dalam 10 tema. Setiap tema terdiri atas tiga soal dengan tiga
42
sama. Indikator tes RCET disusun berdasarkan taksonomi Bloom revisi (Anderson
dkk., 2001). Kisi-kisi penyusunan tes RCET dapat dilihat pada Lampiran A.1.
b) Tes Diagnostik Miskonsepsi (FDT)
First Law of Thermodynamics Diagnostic Test (FDT) berbentuk tes tiga
tingkat (three tier test) yang bertujuan untuk mengidentifikasi miskonsepsi
mahasiswa. Bentuk tes ini berupa pilihan ganda di masing-masing tingkat. Tingkat
pertama berisi konten soal beserta pilihan jawaban, tingkat kedua berisi pilihan
alasan, dan tingkat ketiga berupa derajat keyakinan Certainty of Response Index
(CRI), yaitu yakin dan tidak yakin. Tes FDT berjumlah 14 butir yang mencakup 11
label miskonsepsi. Kisi-kisi penyusunan tes FDT dapat dilihat pada Lampiran A.2.
c) Skala Sikap
Skala sikap digunakan untuk menjaring tanggapan mahasiswa terhadap
pembelajaran dengan pendekatan multirepresentasi yang telah dilakukan. Skala
sikap ini berupa lembar yang berisi daftar pernyataan yang diisi oleh mahasiswa
sesuai dengan skala sikap yang dipilih dan apa yang mahasiswa rasakan dalam
proses pembelajaran. Skala sikap ini disusun dalam bentuk pernyataan positif dan
negatif dengan dua pilihan respon, yaitu setuju (S) dan tidak setuju (TS).
Rekapitulasi skala sikap mahasiswa dapat lihat pada Lampiran C.6.
d) Lembar Observasi
Lembar observasi ini berupa daftar isian yang di dalamnya terdapat aktivitas
guru dan mahasiswa yang diisi oleh observer untuk mengamati keterlaksanaan
pembelajaran secara langsung. Lembar observasi ini berbentuk cheklist (√), artinya
jika kriteria yang dimaksud dalam lembar observasi terlaksana maka pengamat
akan memberikan tanda cheklist (√). Rekapitulasi hasil keterlaksanaan
pembelajaran dapat dilihat pada Lampiran C.5.
2. Analisis Instrumen
Sebelum instrumen tes digunakan, terlebih dahulu dianalisis validitas dan
43
a) Validitas Tes
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kesahihan atau
kevalidan suatu instrumen (Arikunto, 2013). Validitas tes menunjukkan sejauhmana
tes itu reliabel dan relevan, yaitu mampu mengukur secara konsisten apa yang
diukur. Uji validitas instrumen penelitian ini cukup menggunakan validitas konten
yang dinilai oleh tiga orang ahli konten termodinamika dan dua orang ahli evaluasi
pembelajaran fisika berdasarkan kisi-kisi penyusunan tes (Aubrecht dan Aubrecht,
1983). Validitas konten menunjukkan kesesuaian antara item tes dengan domain
konten yang diajarkan.
Berdasarkan hasil validasi oleh kelima ahli tersebut, diketahui bahwa kedua
instrumen RCET dan FDT layak untuk digunakan dalam penelitian setelah melalui
perbaikan yang disarankan. Untuk instrumen RCET, jumlah butir soal tetap
dipertahankan sebanyak 30 karena soal telah sesuai dengan indikator yang
ditetapkan, sesuai dengan format representasi yang digunakan dalam tiap tema dan
soal tepat dengan kunci yang diberikan. Adapun beberapa catatan yang diberikan
ahli konten meliputi: (1) untuk soal yang mengandung konsep mikroskopik, seperti
RCET#1 diperbaiki supaya koheren dengan hukum termodinamika; (2) perhatikan
kesesuaian arah proses yang ditampilkan dalam diagram P-V dengan deskripsi yang
diberikan; (3) perbaiki redaksi stem soal sesuai dengan catatan perbaikan yang
diberikan. Selain itu, ahli juga mengingatkan bahwa soal RCET yang disusun
memerlukan ketajaman berpikir untuk menyelesaikannya, sehingga pertimbangkan
proses pembelajaran yang berlangsung.
Untuk instrumen FDT, tetap juga dipertahankan sebanyak 14 soal. Ahli
memberi beberapa perbaikan yang meliputi: untuk soal FDT#9, agar lebih
ditekankan dalam proses pembelajaran, perbaiki redaksi pada soal yang diberi
catatan, dan untuk soal FDT#14 kunci jawaban tidak tepat, perbaiki sesuai saran
yang diberikan. Namun demikian, secara keseluruhan item soal yang disusun
44
b) Reliabilitas Tes
Reliabilitas tes dapat diartikan sebagai konsistensi pengukuran, yaitu
konsistensi hasil yang diberikan oleh instrumen tes tersebut apabila digunakan
dalam beberapa kali pengukuran (Popham, 2006). Penelitian ini menggunakan
reliabilitas eksternal (stability reliability) yang diukur menggunakan metode tes
ulang (test-retest). Metode ini melihat korelasi antara skor pada dua pengukuran
yang menggunakan tes dan kelompok yang sama dalam kurun waktu berbeda.
Nilai korelasi kedua skor pengukuran dihitung menggunakan persamaan
Pearson product moment berikut:
rxy = koefisien korelasi antara variabel X dan Y;
N = jumlah responden;
X = skor item tes pada pengukuran I; = skor item tes pada pengukuran II.
Nilai koefisien korelasi yang diperoleh dikonsultasikan dengan tabel r
product moment dengan taraf signifikan 5%. Apabila nilai koefisien korelasi hitung
lebih kecil dari nilai tabel (rxy<rtabel), maka instrumen dikatakan tidak reliabel.
Sebaliknya, bila nilai koefisien korelasi hitung lebih besar atau sama dengan nilai
tabel (rxy ≥ rtabel), maka instrumen reliabel (Arikunto, 2013). Kategori nilai
koefisien korelasi disajikan pada Tabel 3.1 berikut.
Tabel 3.1 Kategori reliabilitas tes
45
Instrumen yang telah divalidasi dan direvisi, kemudian diujicobakan kepada
57 mahasiswa untuk RCET dan 51 mahasiswa untuk FDT. Mahasiswa yang
dilibatkan dalam ujicoba instrumen adalah mahasiswa pendidikan fisika tahun
kedua di salah satu universitas di Jawa Barat. Mahasiswa tersebut baru saja
menyelesaikan perkuliahan termodinamika. Koefisien korelasi yang diperoleh
berturut-turut sebesar 0,48 untuk RCET dan 0,41 untuk FDT. Keduanya berada
pada kategori reliabilitas cukup dan masih dapat diterima. Rekapitulasi hasil
ujicoba instrumen RCET dan FDT dapat dilihat selengkapnya pada Lampiran A.3
untuk RCET dan Lampiran A.4 untuk FDT.
F. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan teknik tes dan teknik non tes. Teknik
tes berupa tes RCET dan tes FDT, sedangkan teknik non tes berupa skala sikap dan
lembar observasi. Teknik pengumpulan data disajikan dalam bentuk matrik antara
teknik pengumpulan data, sumber data, jenis data dan instrumen pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2 Teknik Pengumpulan Data
Teknik Pengumpulan
Sumber
Data Jenis Data Instrumen
46
G. Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh terdiri atas data kuantitatif dan kualitatif. Data
kuantitatif dianalisis menggunakan uji statistik, sedangkan data kualitatif dianalisis
secara deskriptif untuk menemukan indikator yang cenderung muncul dalam
penelitian. Masing-masing teknik analisis data dijabarkan sebagai berikut.
1. Analisis Tes
Pada penelitian ini, teknik analsis untuk data konsistensi ilmiah dan data
konsistensi representasi adalah sama. Oleh sebab itu, berikut akan dicontohkan
analisis data untuk konsistensi ilmiah. Pemberian skor masing-masing tema yang
terdiri dari tiga soal dengan bentuk representasi berbeda, mengacu pada aturan yang
digunakan oleh Nieminen dkk. (2010), seperti yang disajikan dalam Tabel 3.3.
Tabel 3.3 Kriteria Penilaian Konsistensi Ilmiah
Untuk mengetahui level konsistensi ilmiah masing-masing mahasiswa
dalam keseluruhan tes, maka dihitung rata-rata skor untuk semua tema. Skor
mahasiswa untuk semua tema dijumlahkan lalu dibagi dengan jumlah tema,
sehingga rata-rata skor juga akan berada dalam interval 0 sampai 2. Berdasarkan
rata-rata skor tersebut, konsistensi ilmiah (KI) mahasiswa dikategorikan menjadi
tiga level konsistensi (Nieminen dkk., 2010), seperti pada Tabel 3.4.
Tabel 3.4 Kategori Level Konsistensi Ilmiah
Skor Kriteria
2 Apabila mahasiswa memilih tiga dari tiga jawaban yang berhubungan dan benar secara ilmiah dalam satu tema sama.
1 Apabila mahasiswa memilih dua dari tiga jawaban yang berhubungan dan benar secara ilmiah dalam satu tema sama.
0
Apabila mahasiswa hanya memilih satu atau tidak ada dari tiga jawaban yang berhubungan dan benar secara ilmiah dalam satu tema sama.
Level Interval Skor Kategori
47
Gambar 3.3 Tema 2 dari RCET dan dua pola jawaban yang konsisten secara representasi = Konsisten representasi
48
Untuk mengetahui peningkatan konsistensi ilmiah dilakukan dengan
menghitung besarnya skor change positif yang dinormalisasi (N-change). Hal ini
dilakukan untuk menghindari kesalahan interpretasi perolehan gain masing-masing
mahasiswa. Nilai N-change positif (<c>) dihitung menggunakan rumus yang sama
dengan N-gain yang dikembangkan oleh Hake (1998), tapi disempurnakan oleh
Marx dan Cummings (2007). Hal ini dilakukan penulis untuk menghindari
kesalahan interpretasi pada saat melakukan pembahasan dan penyajian data. Nilai
<c> positif untuk peningkatan dan <c> negatif untuk penurunan.
( 3.2 )
dimana Spost adalah rata-rata skor KI tes akhir, Spre adalah rata-rata skor KI tes awal,
dan Smax adalah rata-rata skor KI maksimal tes. Kategori perolehan N-gain disajikan
pada Tabel 3.5 berikut.
Tabel 3.5 Kategori Perolehan N-change positif
Interval Kriteria
( ) ≥ 70% 30% ≤ ( ) < 70%
( ) < 30%
Tinggi Sedang Rendah
(Hake,1998).
Sedangkan untuk mengetahui penurunan kuantitas mahasiswa yang
miskonsepsi menggunakan persamaan N-change negatif yang diberikan oleh Marx
dan Cummings (2007).
( 3.3 )
dimana ( ) adalah reduksi kuantitas mahasiswa yang miskonsepsi yang
dinormalisasi, Mpost dan Mpre berturut-turut adalah kuantitas mahasiswa yang
miskonsepsi setelah dan sebelum pembelajaran. Kategori penurunan kuantitas
49
Tabel 3.6 Kategori Perolehan N-change negatif
Interval Kriteria
Adapun untuk menghitung skor miskonsepsi mahasiswa ditentukan dari pola
jawaban yang diberikan mahasiswa. Mahasiswa akan mendapatkan skor
miskonsepsi apabila pola jawaban yang diberikan sesuai dengan alternatif set yang
menunjukkan masing-masing label miskonsepsi, seperti ditunjukkan pada Tabel
3.7. Adapun matrik sebaran miskonsepsi tiap label miskonsepsi dan nomor soal tes
FDT disajikan pada Tabel 3.8.
Tabel 3.7 Pilihan set jawaban yang menunjukkan tiap label miskonsepsi
Label Pilihan jawaban yang menunjukkan sebuah miskonsepsi
berdasarkan pola jawAban di ketiga tingkat pada tes FDT n
M1
1/B/B/A; 1/B/A/A; 1/B/D/A; 1/C/B/A; 1/C/D/A; 1/C/A/A; 1/D/B/A; 1/D/D/A; 1/A/B/A; 1/A/A/A; 1/A/D/A; 3/D/B/A; 7/D/B/A; 9/B/A/A; 13/B/D/A; 13/A/B/A; 13/A/A/A
5
M2
2/A/A/A; 2/A/E/A; 2/B/D/A; 2/B/A/A; 2/B/C/A; 2/B/E/A; 2/C/A/A; 2/C/E/A; 2/D/A/A; 2/D/E/A; 14/A/A/A; 14/A/B/A; 14/A/C/A; 14/A/F/A; 14/B/A/A; 14/B/C/A; 14/B/F/A; 14B/G/A
2
50
Tabel 3.8. Matrik konsepsi ilmiah dan miskonsepsi dalam soal
Label Miskonsepsi Konsepsi Ilmiah No.
Soal
M1
Usaha merupakan fungsi keadaan. (Leinonen dkk., 2013; Meltzer, 2004; Loverude dkk., 2002)
Usaha merupakan fungsi bergantung proses/lintasan yang dilalui, bukan fungsi keadaan. Usaha adalah suatu mekanisme perpindahan energi.
#1, #3, #7, #9, #13
M2 Kalor merupakan fungsi keadaan. (Leinonen, 2013; Meltzer, 2004)
Kalor merupakan fungsi bergantung proses/lintasan yang dilalui, bukan fungsi keadaan. Kalor adalah suatu mekanisme perpindahan energi.
#2, #14
M3
Usaha positif dilakukan oleh lingkungan pada sistem selama proses ekspansi
isobarik.
(Leinonen dkk., 2013; Meltzer, 2004)
Usaha negatif dilakukan oleh lingkungan pada sistem atau usaha positif dilakukan oleh sistem pada lingkungan selama proses ekspansi isobarik.
∆V>0; Wpd=−∫ P. dV<0
#3
M4
Usaha bukan termasuk mekanisme
perpindahan energi. (Leinonen dkk., 2013; Meltzer, 2004;
Loverude dkk, 2002)
Usaha (W) dan kalor (Q) merupakan dua cara yang terpisah (independen) untuk memindahkan energi berdasarkan hukum I termodinamika ∆U=Q+Wpd.
#4
M5
Terjadi perubahan energi kinetik total molekul saat kompresi isotermal gas ideal.
(Leinonen dkk., 2013; Meltzer, 2004)
Energi kinetik total molekul disebut juga energi dalam gas (U=EKtot=(3/2)nRT) yang bergantung pada jumlah molekul
dan suhu.
#5
M6
Tidak terdapat perpindahan kalor saat
kompresi isotermal gas ideal.
(Leinonen, 2013; Meltzer, 2004)
Pada proses isotermal ∆U=0,berdasarkan ∆U=Q+Wpd; maka
Q=Wpd. Artinya, usaha yang diterima sistem, energinya akan
dilepaskan oleh sistem ke lingkungan berupa perpindahan kalor tanpa sedikitpun mengubah energi dalam gas.
51
Tabel 3.8. Matrik konsepsi ilmiah dan miskonsepsi dalam soal ( Lanjutan )
Label Miskonsepsi Konsepsi Ilmiah No.
Soal
M7
Setiap terjadi proses perpindahan kalor, selalu melibatkan usaha. (Meltzer, 2004; Loverude dkk, 2002; Goldring dan Osborne, 1994)
Usaha (W) dan kalor (Q) merupakan dua cara yang terpisah (independen) untuk memindahkan energi berdasarkan hukum I termodinamika ∆U=Q+Wpd.
Usaha total yang dilakukan oleh gas selama proses siklis sama dengan nol. (Leinonen dkk., 2013; Meltzer, 2004)
Usaha total selama proses siklis tidak nol. Luasan yang dilingkupi lintasan dalam diagram P-V sama dengan nilai
absolut usaha yang dilakukan selama proses siklis tersebut. #9
M9
Kalor total yang dipindahkan ke dalam gas selama proses siklis sama dengan nol. (Leinonen dkk., 2013; Meltzer, 2004)
Kalor total yang dipindahkan selama proses siklis tidak sama dengan nol. Pada proses siklik, ∆U=0, berdasarkan
∆U=Q+Wpd; Q= Wpd.
#10
M10
Suhu sistem tetap pada proses kompresi
adiabatik.
(Leinonen dkk., 2013; Loverude dkk., 2002; Rozier dan Viennot, 1991)
Pada proses kompresi adiabatik, Q=0; ∆V<0; Wpd=−∫ P. dV
>0. Berdasarkan ∆U=Q+Wpd; ∆U=Wpd>0.
Semua usaha yang dilakukan /diterima oleh gas digunakan untuk menurunkan/menaikkan energi dalam gas.
#11
M11
Sejumlah kalor akan lebih menyebar pada wadah yang lebih besar, sehingga suhunya tidak meningkat sebesar peningkatan suhu pada wadah lebih kecil.
Semakin besar volume, maka semakin kecil peningkatan suhu gas di dalamnya.
(Rozier dan Viennot, 1991)
Pada proses isokhorik, ∆V=0, Wpd=0, maka ∆U=Q. Kalor yang
diserap/dilepas sistem digunakan untuk menaikkan /menurunkan energi dalam sistem. ∆U~∆T atau ∆U= Q=nCV∆T, maka kenaikan suhu tidak bergantung volume.
Bila jumlah kalor yang diberikan sama, maka perubahan suhu sistem akan sama sekalipun volume wadah berbeda.
52
2. Analisis Skala Sikap
Data skala sikap diperoleh dalam bentuk skala kualitatif. Pernyataan yang
diajukan berupa pernyataan positif dan negatif dengan pilihan setuju (S) dan tidak
setuju (TS). Skala kualitatif ini kemudian dikonversi menjadi skala kuantitatif
dengan langkah analisis berikut:
a. memeriksa kelengkapan jawaban skala sikap yang telah diisi responden;
b. membuat tabulasi dan pengelompokkan data sesuai dengan kode responden;
c. menghitung persentase tanggapan masing-masing respon (S dan TS) tiap item
pernyataan; dan
d. menganalisis persentase tanggapan tiap item pernyataan untuk mengungkap
kecenderungan tanggapan responden terhadap pernyataan yang diberikan.
3. Analisis Lembar Observasi
Data keterlaksanaan pembelajaran konseptual interaktif dengan pendekatan
multirepresentasi diperoleh melalui observasi. Data berupa skala kualitatif yang
perlu dikonversi menjadi skala kuantitatif. Pengolahan data dilakukan dengan
mencari persentase keterlaksanaan pembelajaran yang dihitung dengan persamaan:
( 3.4 )
Selanjutnya persentase keterlaksanaan tersebut diinterpretasikan berdasarkan
kriteria keterlaksanaan pembelajaran seperti yang tercantum pada Tabel 3.9
(Ahmad, 2014).
Tabel 3.9 Kriteria Keterlaksanaan Pembelajaran
KM (%) Kriteria
KM = 0 Tak satu kegiatan pun terlaksana
0 < KM < 25 Sebagian kecil kegiatan terlaksana
25 ≤ KM < 50 Hampir setengah kegiataan terlaksana
KM = 50 Setengah kegiatan terlaksana
50 < KM < 75 Sebagian besar kegiatan terlaksana
75 ≤ KM < 100 Hampir seluruh kegiatan terlaksana
DAFTAR PUSTAKA
Ainsworth, S. (1999). The function of multiple representations. Computer & Education, 33. pp. 131-152.
Aminudin, D. (2013). Profil konsistensi representasi dan konsistensi ilmiah siswa SMP pada konsep gerak. Skripsi S1. Tidak dipublikasikan. Jurusan Pendidikan Fisika, Universitas Pendidikan Indonesia.
Ahmad, A. (2014). Penerapan model pembelajaran generatif berbantuan simulasi komputer untuk mereduksi kuantitas siswa yang miskonsepsi dan meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa pada materi teori kinetik gas. Tesis S2. Tidak dipublikasikan. Universitas Pendidikan Indonesia.
Anderson, L.W. dan Krathwohl, D.R. (2001). A taxonomy for learning, teaching, and assessing. New York: Longman.
Arikunto, S. (2013). Prosedur penelitian: suatu pendekatan praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Arikunto, S. (2011). Dasar-dasar evaluasi pendidikan (edisi kedua). Jakarta: Bumi Aksara.
Arons, A. B. (1983). Student patterns of thinking and reasoning Part One. Physc. Teach. 21. pp. 576-581.
Aubrecht II, G. J. dan Aubrecht, J. D. (1983). Constructing objective tests. Am. J. Phys. 51(7). pp. 613-620.
Bao, L. 2006. Theoritical comparison of average normalized gain calculations. Am. J. Phys. 74 (10).pp. 917-922.
Beall, H. (1994). Probing student misconceptions in thermodynamics with in-class writing. J. Chem. Edu. 71(12). pp.1056–1057.
Caleon, I. dan Subramaniam, R. (2010). Development and application of a three-tier diagnostic test to assess secondary students‘ understanding of waves. Int. J. Sci. Edu. 32(7). pp. 939–961.
Chi, M.T.H., Feltovich, P.J. dan Glaser, R. (1981). Categorization and representation of physics problems by expert and novices. Cogn. Sci. 5. pp. 121-152.
96
dissertations, Department of Physics, Iowa State University, (unpublished).
Christensen, W. M., Meltzer, D. E. dan Ogilvie, C. A. (2009). Student ideas regarding entropy and the second law of thermodynamics in an introductory physics course. Am. J. Phys. 77(10). pp. 907-917.
Clement, J. (1993). Using bridging analogies and anchoring intuitions to deal with students‘ preconceptions in physics. Journal of Research in Science Teaching30 (10). pp. 1241-1257.
Cochran, M. J. dan Heron, P. R. L. (2006). Development and assessment of research-based tutorials on heat engines and the second law of thermodynamics. Am. J. Phys. 74(8). pp. 734-741.
Coletta, V. P. dan Phillips, J. A. (2005). Interpreting FCI scores: Normalized gain, preinstruction scores, and scientific reasoning ability. Am. J. Phys. 73(12). pp. 1172-1182.
Coletta, V. P., Phillips, J. A. dan Steinert, J. J. (2007). Why you should measure your students‘ reasoning ability. Physc. Teach. 45. pp. 235-238.
Creswell, J. W. (2014). Research Design: Quantitative, Qualitative, and Mixed Methods Approaches. United Stated of America: SAGE Publications.
Dahar, R.W. (2011). Teori-teori belajar dan pembelajaran. Jakarta: Erlangga.
Darmadi, I. W. (2005). Meminimalisir miskonsepsi mahasiswa dalam mata kuliah Fisika Dasar I melalui penggunaan Peta Konsep dan Peta Vee. Tidak Diterbitkan. Lembaga Penelitian Universitas Tadulako.
Dufresne, R. J., Gerace, W. J. dan Leonard, W. J. (1997). Solving physics problems with multiple representations. Phys. Teach. 35. pp. 270-275.
Elby, A. (1999). Another reason that physics students learn by rote. Am. J. Phys.
67 (7), pp. S52-S57.
Eriylmaz, A. (2010). Development and application of three-tier heat and temperature test: Sample of Bachelor and graduate students. Egitim Arastilmalari – Eurasian Journal of Educational Research. 40. pp. 53-76. Eriylmaz, A. dan Sürmeli, E. (2002). Üç-aşamalı sorularla öğrencilerin ısı ve