• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROGRAM BIMBINGAN RESOLUSI KONFLIK UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENYESUAIAN DIRI PESERTA DIDIK : Penelitian Kuasi Eksperimen pada Peserta Didik Kelas VIII SMP Negeri 13 Ambon Tahun Ajaran 2013/2014.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PROGRAM BIMBINGAN RESOLUSI KONFLIK UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENYESUAIAN DIRI PESERTA DIDIK : Penelitian Kuasi Eksperimen pada Peserta Didik Kelas VIII SMP Negeri 13 Ambon Tahun Ajaran 2013/2014."

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

(Penelitian Kuasi Eksperimen Pada Peserta Didik Kelas VIII SMP Negeri 13 Ambon Tahun Ajaran 2013/2014)

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Oleh

NELEKE HULISELAN 1102495

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING SEKOLAH PASCASARJANA

(2)

Program Bimbingan Resolusi Konflik

Untuk Meningkatkan Kemampuan

Penyesuaian Diri Peserta Didik

Oleh Neleke Huliselan S.Psi UPI Bandung, 2014

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Program Studi Bimbingan dan Konseling

© Neleke Huliselan 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

Februari 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

(3)

DISETUJUI DAN DISAHKAN PEMBIMBING

Pembimbing I

Dr. Ilfiandra, M.Pd 197211241999031003

Pembimbing II

Dr.Ipah Saripah, M.Pd 197710142001122001

Mengetahui,

Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia

(4)

ABSTRAK

Neleke Huliselan. (2014). Program Bimbingan Resolusi Konflik untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik. (Penelitian Kuasi Eksperimen pada Peserta Didik Kelas VIII SMP Negeri 13 Ambon Tahun Ajaran 2013/2014)

Penelitian ini bertujuan menghasilkan program bimbingan resolusi konflik untuk meningkatkan kemampuan penyesuaian diri peserta didik. Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode kuasi eksperimen, desain non-equivalent pretest-posttest control group. Populasi penelitian adalah 165 orang peserta didik kelas VIII SMP Negeri 13 Ambon . Sampel penelitian adalah 30 peserta didik yang berada pada tingkat kemampuan penyesuaian diri dengan kategori rendah dan sedang. Alat pengumpulan data berupa skala kemampuan penyesuaian diri. Teknik analisis data menggunakan uji-t. Hasil penelitian menunjukkan: (1) kemampuan penyesuaian diri peserta didik secara umum berada pada kategori sedang; (2) program bimbingan resolusi dapat dijadikan sebagai salah satu solusi untuk meningkatkan kemampuan penyesuaian diri peserta didik; (3) program bimbingan resolusi konflik efektif untuk meningkatkan kemampuan penyesuaian diri peserta didik. Hasil penelitian direkomendasikan untuk pengembangan keilmuan bimbingan dan konseling, guru bimbingan dan konseling serta peneliti selanjutnya.

(5)

ABSTRACT

Neleke Huliselan (2014). Conflict Resolution Guidance Program to Improve students’ Adjustment Ability (Quasi Experiment Research of Class 8th in SMP Negeri 13 Ambon Academic Year 2013/2014).

The main purpose of this research is to formulate a conflict resolution guidance program to improve students’ adjustment ability. The research used quantitative approach which applied quasi experiment method with non - equivalent pretest - posttest control group design. The population of this research was 165 students of class 8th SMP Negeri 13 Ambon in Academic Year 2013/2014, and the sample was 30 students which were categorized into low and moderate level of adjustment ability. Data was collected by using an adjustment scale. Data analysis technique used t-test. The results of the research point that: ( 1 ) the students’ ability of self-adjustment general is in moderate category, (2 ) the conflict resolution guidance program can be used as a solution to improve students’ adjustment ability, (3 ) conflict resolution guidance program is effective to improve students’ adjustment ability. The results from this research are recommended for scientific development of guidance and counseling, guidance and counseling teachers and for the further research.

(6)

DAFTAR ISI

A. Latar Belakang Penelitian 1

B. Identifikasi Masalah 9

C. Tujuan Penelitian 10

D. Pertanyaan Penelitian 11

E. Manfaat Penelitian 11

F. Asumsi dan Hipotesis Penelitian 12

BAB II BIMBINGAN RESOLUSI KONFLIK UNTUK

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENYESUAIAN DIRI

A. Konsep Penyesuaian Diri 14

1. Definisi Penyesuaian Diri 14

2. Jenis – Jenis Penyesuaian Diri 17

3. Karakteristik Penyesuaian Diri 20

4. Faktor – faktor yang Memengaruhi Penyesuaian Diri 25 B. Konsep Pendidikan Resolusi Konflik

1. Definisi Pendidikan Resolusi Konflik 32

2. Tujuan Pendidikan Resolusi Konflik 35

3. Strategi Pendidikan Resolusi Konflik 36

4. Pendekatan dan Kemampuan Dasar dalam Pendidikan

Resolusi Konflik 38

5. Posisi Bimbingan dalam Pendidikan Resolusi Konflik 44 C. Peningkatan Kemampuan Penyesuaian Diri melalui Bimbingan

(7)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Pendekatan, Metode dan Desain Penelitian 51

B. Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian 52

C. Definisi Operasional Variabel 54

D. Pengembangan Instrumen Penelitian 57

E. Rancangan Program Bimbingan Resolusi Konflik untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik Kelas VIII SMP Negeri 13 Ambon Tahun Ajaran 2013/2014 62

F. Teknik Analisis Data 73

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 78

1. Profil Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik Kelas VIII SMP Negeri 13 Ambon 78

2. Gambaran setiap Aspek Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik sebelum dan setelah Mengikuti Program Bimbingan Resolusi Konflik 82

3. Efektivitas Program Bimbingan Resolusi Konflik Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik Kelas VIII 85

4. Dampak Program Bimbingan Resolusi KonflikTerhadap Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik Kelas VIII SMP Negeri 13 Ambon 91

B. Pembahasan Hasil Penelitian 99

1. Profil Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik Kelas VIII SMP Negeri 13 Ambon 101

2. Efektivitas Program Bimbingan Resolusi Konflik untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik 106

C. Keterbatasan Penelitian 111

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan 113

B. Rekomendasi 114

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel Hal

3.1 Kisi – kisi Instrumen Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik 57 Kelas VIII Sekolah Menengah Pertama

3.2 Kriteria Reliabilitas Instrumen 61

3.3 Hasil Reliabilitas Kemampuan Penyesuaian Diri 61 3.4 Kategori Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik 74

3.5 Kategori Skor Kemampuan Penyesuaian Diri 74

4.1 Profil Umum Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik

Kelas VIII SMP Negeri 13 Ambon 78

4.2 Profil Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik Kelas VIII

Setiap Aspek 80

4.3 Profil Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik Kelas VIII

Setiap Indikator 81

4.4 Gambaran Tingkat Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik pada Masing-Masing Aspek sebelum Pemberian Bimbingan

Resolusi Konflik 82

4.5 Gambaran Tingkat Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik pada Masing-Masing Aspek setelah Pemberian Program

Bimbingan Resolusi Konflik 84

4.6 Uji Normalitas Data Kelompok Eksprimen Dan Kelompok Kontrol 85

4.7 Uji Homogenitas Varians Data Gain 86

4.8 Hasil Uji Statistik Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol 88

4.9 Hasil Uji-t Independen Data Gain 88

4.10 Hasil Uji-t Program Bimbingan Resolusi Konflik terhadap

(9)

DAFTAR GRAFIK

Grafik Hal

4.1 Profil Aspek Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik 79 4.2 Perbandingan Rerata setiap Aspek Kemampuan Penyesuaian Diri

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Hal

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

1. SK Pengangkatan Pembimbing dan Surat Izin Penelitian 2. Instrumen Kemampuan Penyesuaian Diri

3. Hasil Pengolahan Data Instrumen (Validitas dan Reliabilitas)

4. Hasil Analisis Profil Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik Kelas VIII 5. Program Bimbingan Resolusi Konflik untuk Meningkatkan Kemampuan

Penyesuaian Diri Peserta Didik

6. Jurnal Harian Peserta Didik Kelas VIII

7. Hasil Uji Efektivitas Program Bimbingan Resolusi Konflik untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik

(12)

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini merupakan pendahuluan yang membahas latar belakang penelitian yang menjadi titik tolak penelitian, identifikasi masalah, tujuan penelitian, pertanyaan penelitian, manfaat penelitian asumsi dan hipotesis penelitian.

A.Latar Belakang Penelitian

Manusia sebagai makhluk sosial dalam perkembangannya berinteraksi dengan lingkungannya. Lingkungan merupakan salah satu faktor yang memengaruhi terhadap pembentukan dan perkembangan perilaku individu, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosio-psikologis. Kurt Lewin mengatakan manusia dan lingkungannya merupakan bagian-bagian dari ruang kehidupan (life space) yang saling tergantung satu sama lain (Alwisol, 2009).

Dalam kenyataannya, lingkungan fisik maupun sosio-psikologis akan terus mengalami perubahan. Perubahan tersebut mencakup berbagai sektor kehidupan. Penduduk dunia semakin bertambah dari tahun ke tahun, ilmu pengetahuan dan teknologi mengalami kemajuan yang pesat, sumber daya alam untuk memenuhi hajat hidup manusia semakin terkuras, pertemuan antara penduduk asli dan pendatang yang memiliki karakteristik dan budaya berbeda tidak dihindarkan.

(13)

interaksi sosial manusia dan ia secara alamiah terjadi dalam kehidupan sosial. Namun dalam menghadapi konflik seseorang atau suatu masyarakat dapat mengambil sikap penyelesaian yang berbeda, sebagian mengambil sikap konstruktif dan sebagian lainnya bersikap destruktif.

Konflik yang terjadi di Maluku sejak tahun 1999, memunculkan sejumlah masalah yang cukup pelik baik itu dalam hubungan antar agama, etnis maupun negeri (daerah). Seperti masalah segregasi sosial, baik menyangkut segregasi pemukiman maupun polarisasi dalam kehidupan sosial, ekonomi, politik, dan juga masalah stigma-kolektif, misalnya Islam identik dengan teroris dan Kristen identik dengan separatis (Pariela, 2009). Lebih lanjut Pariela mengatakan kondisi segregasi masyarakat di Maluku berdasarkan garis agama sesungguhnya bukan fenomena yang baru. Pemerintah kolonial memberikan kontribusi cukup signifikan untuk melahirkan kondisi segregasi agama, untuk mempermudah kontrol mereka terhadap masyarakat jajahan. Sejak dahulu dengan sangat mudah kita dapat mengidentifikasi wilayah geografis desa-desa Islam maupun Kristen di Maluku. Dalam perkembangan kemudian kondisi segregasi tersebut cenderung mencair, terutama pada masyarakat di pusat-pusat wilayah pemerintahan dan ekonomi. Proses de-segregasi sosial kemudian hancur total bersamaan dengan konflik sosial Maluku yang terpicu pada masalah agama, antara Islam dan Kristen.

(14)

seorang tukang ojek yang beragama Islam didaerah komunitas Kristen (http://www.metronews.com, 11 September 2011). Tanggal 15 Mei 2012, konflik kembali terjadi di kota Ambon, bertepatan dengan hari Pattimura salah satu pahlawan nasional. Akibat bentrokan ini mengakibatkan 55 orang terluka, 3 rumah dan 10 motor hangus terbakar (http://news.viva.co.id, 15 Mei 2012).

Dilihat dari perspektif pendidikan dan perkembangan manusia, konflik sosial merupakan peristiwa kehidupan yang berpengaruh terhadap perkembangan mental dan psikososial bagi individu yang mengalaminya. Dalam jangka panjang peristiwa– peristiwa konflik tersebut dapat mengakibatkan trauma yang mempersulit penyesuaian diri serta menganggu perkembangan sosialnya, baik yang berhubungan dengan kegiatan pendidikan maupun untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dalam kaitan dengan kehidupan secara luas.

(15)

Salah satu faktor yang memengaruhi penyesuaian diri adalah lingkungan masyarakat. Ali & Asrori (2009) menyatakan konsistensi nilai-nilai, sikap-sikap, aturan-aturan, norma, moral dan perilaku masyarakat akan diidentifikasikan oleh individu yang berada dalam masyarakat tersebut sehingga akan berpengaruh terhadap proses perkembangan penyesuaian dirinya. Tidak sedikit kecenderungan penyimpangan perilaku dan kenakalan remaja sebagai salah satu bentuk penyesuaian diri yang tidak baik, berasal dari pengaruh lingkungan masyarakatnya.

Fenomena di lapangan menunjukan perilaku masyarakat dengan menyelesaikan konflik secara kekerasan sebagai salah satu respon dari penyesuaian diri yang buruk telah memberi pengaruh pada perilaku para peserta didik di kota Ambon. Dari tahun 2011 sampai 2012 tercatat beberapa peristiwa perkelahian yang melibatkan siswa/pelajar. Seperti yang terjadi pada tanggal 6 Juli 2011, dua kelompok mahasiswa Universitas Pattimura Ambon saling serang dengan menggunakan senjata tajam dan membakar sejumlah fasilitas kampus diantaranya gedung registrasi, laboratorium MIPA, dan Fakultas Ekonomi. Konflik ini ditenggarai karena protes hasil Seleksi Nasional Perguruan Tinggi Negeri yang dinilai tidak berimbang antara Mahasiswa Kristen dan Islam (http://www.metrotvnews.com, 6 Juli 2011 ).

(16)

berbeda yakni SMKN 4 Ambon, SMKN 7 Ambon, SMA Negeri 2 Ambon, SMA Negeri 13 Ambon, SMKN 1 Ambon dan SMP Negeri 11 Ambon, konflik diduga karena persoalan dendam lama kepada kakak kelas (Harian Radar Ambon, 17 September 2012). Awal November 2012 perkelahian sejumlah pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA) yang kembali terjadi di kawasan Pattimura Park mengakibatkan seorang remaja berusia 18 tahun mengalami luka (http://www.kompas.com, 6 November 2012).

Ketidakmampuan menyesuaikan diri yang ditunjukan dengan konflik dikalangan pelajar tidak terlepas juga dari aspek perkembangan mereka. Secara kronologis pelajar atau siswa berada pada masa adolesensi yang merupakan tahapan perkembangan sekitar usia 12 tahun dan berakhir sekitar 20 tahun, yang ditandai oleh perubahan fisik, kognitif dan sosial (Hurlock, 1980). Masa remaja yang merupakan masa peralihan menuju ke masa dewasa ini rentan akan perubahan. Pada masa ini remaja mengalami krisis identitas atau belum mencapai identitas dan masih dalam proses pencarian identitas, sehingga dalam masa pencarian identitas diri ini, remaja cenderung mengalami kebingungan. Akibat dari krisis identitas ini, menurut Erickson berpotensi untuk berbagai bentuk problem perilaku yang malasuai, seperti depresi, kenakalan ataupun tindakan agresif lainnya (Alwisol, 2009).

(17)

Brakoca (brani kore pica), Malboro (masuk lorong borong), young community calabor (komunitas pemuda urakan).

Konflik kekerasan yang melibatkan para siswa ini menuntut sekolah mengambil tanggung jawab untuk menyediakan program pendidikan dalam membantu para siswa ini memiliki kemampuan dalam menyesuaikan diri dengan baik sehingga pada saat menyelesaikan permasalahannya tidak menggunakan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma dimana dia hidup.

Maftuh (2004) menjelaskan para siswa mesti dididik dan dilatih dengan pengetahuan, kesadaran dan sikap serta ketrampilan untuk memecahkan konflik / masalahnya secara positif. Pernyataan ini sejalan dengan salah satu pilar pendidikan yang direkomendasikan oleh UNESCO yaitu Learning to Live Together. Dalam Learning to live together peserta didik melalui proses pendidikan dididik untuk

belajar hidup berdampingan secara damai, dengan memberikan rasa hormat dan perhatian pada orang lain, belajar tentang penerimaan, toleransi dari perbedaan, baik secara etnis, sosial, budaya maupun agama yang diinternalisasikan dan dipraktekkan bersama-sama untuk membantu menyelesaikan masalah.

(18)

setiap individu adalah meningkatkan kemampuan, kemampuan memecahkan masalah dan meningkatkan kemampuan menyesuaikan diri. Salah satu fungsi bimbingan adalah fungsi penyesuaian, yang berfungsi membantu individu menemukan penyesuaian diri dan perkembangannya secara optimal, (Nurihsan, 2006).

ASCA (American School Counselor Association) sebagai basis pengembangan tujuan program bimbingan dan konseling komprehensif telah membagi ranah dan ragam kompetensi dari jenjang Taman Kanak-Kanak sampai Sekolah Menengah Atas sebagai panduan untuk meraih perkembangan yang optimal (Rusmana, 2009).

Salah satu ranah lingkup program Bimbingan dan Konseling di sekolah adalah ranah belajar untuk hidup (Learning to Live). Dalam ranah ini terdapat kompetensi dasar resolusi konflik yang harus dibekali kepada peserta didik pada, siswa di tingkat Sekolah Menengah Pertama (CSCA, 2000). Deutsch (2000) mengatakan kemampuan untuk menyelesaikan konflik ini perlu dilakukan dengan kesadaran dan motivasi yang dikembangkan dari model kinerja yang baik sehingga akan membantu siswa memiliki kemampuan dalam penyelesaian konflik.

(19)

keragaman budaya. Begitupun juga dengan Latipun (2007) dalam hasil penelitiannya menunjukkan konseling resolusi konflik antar remaja teman sebaya efektif meningkatkan perilaku damai dikalangan remaja.

Kemampuan dalam menyelesaikan konflik khususnya di kota Ambon belum diinternalisasikan dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari cara penanganan pihak sekolah kepada siswa yang melakukan perkelahian dengan sesama siswa pada 16 September 2012. Wakasek Humas SMA Negeri 2 Ambon M.F Sahureka mengatakan, pihak sekolah harus mengontrol siswa-siswi mereka dengan baik, pihak sekolah mempunyai sanksi poin bahkan sampai pemecatan dan patroli merupakan solusi yang baik. (Radar Ambon 22 September 2012). Hal yang sama juga dilakukan oleh pihak SMA Negeri 12 Ambon dalam menangani perkelahian antar siswa dengan memberikan sanksi bagi siswa yang memicu dan terlibat dikeluarkan dari sekolah tanpa didahului teguran. (www.beritamaluku.com, 13. Februari 2013).

Menurut Maftuh (2004), penyelesaian konflik antar pelajar diselesaikan oleh pihak yang memiliki otoritas seperti guru, dan kepala sekolah karena mereka mempunyai kekuasaan di sekolah. Keterlibatan pihak otoritas dalam banyak kasus untuk memecahkan konflik dikarenakan tidak ada yang mengajari siswa tentang bagaimana menyelesaikan konflik dalam cara-cara yang konstruktif.

(20)

adalah bagian penting dari alternatif-alternatif ini karena mengundang partisipasi dan mengharapkan mereka yang memilih untuk berpartisipasi merencanakan perilaku yang lebih baik dan kemudian berperilaku sesuai dengan yang diharapkan.

Dengan demikian perlu ada suatu program bimbingan bagi siswa berupa pengetahuan dan ketrampilan resolusi konflik sehingga dapat meningkatkan kemampuan mereka dalam menyesuaikan diri terhadap pribadi maupun lingkungannya.

B.Identifikasi Masalah

Beberapa fenomena yang terjadi dalam masyarakat seperti konflik sosial di Ambon awal tahun 1999, aksi pembakaran kampus Universitas Pattimura yang dilakukan oleh dua kelompok mahasiswa, perkelahian antar pelajar SMA dan SMP beberapa waktu lalu di kota Ambon, menunjukan masyarakat maupun para peserta didik belum sepenuhnya mampu untuk menyesuaikan diri dengan baik.

(21)

Posisi bimbingan dan konseling sebagai bagian dari pendidikan memegang peranan penting dalam membantu siswa agar dapat memiliki kemampuan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan. Untuk itu para siswa di kota Ambon perlu dibekali dengan pengetahuan dan ketrampilan dalam menyelesaikan masalah/konflik secara konstruktif. Program bimbingan resolusi konflik dinilai efektif untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menyesuaikan diri.

C.Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah merumuskan program bimbingan resolusi konflik yang dapat meningkatkan kemampuan penyesuaian diri peserta didik di Sekolah Menengah Pertama di Ambon.

Tujuan khusus penelitian adalah:

1. Memperoleh gambaran tentang kemampuan penyesuaian diri peserta didik di Sekolah Menengah Pertama di kota Ambon.

2. Merumuskan program bimbingan resolusi konflik yang efektif untuk meningkatkan kemampuan penyesuaian diri peserta didik Sekolah Menengah Pertama di kota Ambon.

(22)

D. Pertanyaan Penelitian

Adapun pertanyaan penelitian yang diungkapkan dalam penelitian sebagai berikut.

1. Bagaimana profil umum kemampuan penyesuaian diri siswa di Sekolah Menengah Pertama di Kota Ambon.

2. Bagaimana rumusan program bimbingan resolusi konflik untuk meningkatkan kemampuan penyesuaian diri siswa di Sekolah Menengah Pertama di Kota Ambon.

3. Bagaimana efektivitas program bimbingan resolusi konflik untuk meningkatkan kemampuan penyesuaian diri siswa di Sekolah Menengah Pertama di Kota Ambon.

E.Manfaat Penelitian

1. Secara teoretis untuk memperkaya keilmuan bimbingan dan konseling, terutama dengan pengembangan program bimbingan resolusi konflik untuk meningkatkan kemampuan penyesuaian diri.

2. Secara praktis penelitian ini bermanfaat untuk:

a. Menjadi dasar bagi para guru bimbingan dan konseling dalam penyusunan program bimbingan dan konseling khususnya yang berkaitan dengan penyesuaian diri peserta didik di sekolah – sekolah mereka.

(23)

F. Asumsi dan Hipotesis Penelitian

Asumsi yang melatarbelakangi pentingnya melakukan bimbingan resolusi konflik untuk meningkatkan kemampuan penyesuaian diri siswa Ambon adalah sebagai berikut.

1. Ketidakmampuan dalam menyesuaikan diri merupakan cara yang tidak sehat dalam menyelesaikan konflik. Apa yang buruk bukanlah konflik itu sendiri, tetapi kegagalan dalam menyelesaikan konflik, untuk itu individu perlu dibekali kemampuan dalam menyelesaikan konflik (Schneiders, 1960).

2. Pendidikan hendaknya mengembangkan kemampuan penyelesaian konflik secara damai dan tanpa kekerasan oleh karena itu pendidikan hendaknya juga meningkatkan pengembangan kedamaian dalam diri dan pikiran peserta didik sehingga dengan demikian mampu membangun secara lebih kokoh kualitas toleransi, kesabaran, kemauan untuk berbagi dan memelihara (UNESCO, 1994). 3. Resolusi konflik membantu siswa memperdalam pemahaman mereka tentang diri

mereka sendiri dan orang lain serta mengembangkan keterampilan hidup yang penting (Crawford & Bodine, 1996).

4. Model konseling resolusi konflik berlatar bimbingan komprehensif efektif untuk meningkatkan kompetensi hidup damai dan harmoni siswa (Ilfiandra, 2009). 5. Program resolusi konflik yang diintegrasikan dengan teknik bimbingan kelompok

(24)
(25)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini membahas pendekatan, metode dan desain penelitian, lokasi penelitian dan subyek penelitian, definisi operasional variabel, pengembangan instrumen penelitian, rancangan program bimbingan resolusi konflik untuk meningkatkan kemampuan penyesuaian diri peserta didik, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data.

A.Pendekatan, Metode dan Desain Penelitian

Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian adalah kuantitatif. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk mengkaji profil kemampuan penyesuaian diri peserta didik dan keefektifan program bimbingan resolusi konflik untuk meningkatkan kemampuan penyesuaian diri peserta didik.

Metode penelitian yang digunakan untuk mengetahui efektifitas program bimbingan resolusi konflik adalah metode kuasi eksperimen dengan desain nonequivalent control group. Dalam Nonequivalent control group design kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dipilih tidak secara random kemudian diberi pre- test untuk mengetahui keadaan awal dan post-test untuk mengetahui pengaruh

(26)

dalam situasi laboratorik murni yang bebas dari pengaruh lingkungan sosial selama diberikan perlakuan eksperimen.

Dalam penelitian ini yang diukur adalah kemampuan penyesuaian diri sebelum dan sesudah mendapatkan program bimbingan resolusi konflik. Berikut ini desain penelitian non-equivalent pretest-posttest control group design.

(Sugiyono, 2011)

O2 :Pengukuran kemampuan penyesuaian diri sesudah mendapatkan perlakuan melalui program bimbingan resolusi konflik.

O4 :Pengukuran kemampuan penyesuaian diri untuk kelompok yang tidak mendapatkan perlakuan

X :Perlakuan melalui program bimbingan resolusi konflik

B.Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di SMP Negeri 13 Jl. Laksadya Leo Wattimena Negeri Lama Ambon, dengan alasan sekolah ini merupakan sekolah yang secara persentase jumlah peserta didik maupun tenaga pendidik hampir sebanding antara Islam dan Kristen dibandingkan sekolah-sekolah lain di kota Ambon.

Populasi penelitian adalah peserta didik Kelas VIII SMP Negeri 13 Ambon Tahun Ajaran 2013/2014 yang berjumlah 165 orang. Asumsi pemilihan peserta

(27)

didik Kelas VIII adalah: 1) peserta didik Kelas VIII adalah peserta didik yang sudah mengalami proses interaksi dengan teman sebayanya selama satu tahun lebih; 2) belum adanya Program Bimbingan dan Konseling di SMP Negeri 13 Ambon yang secara khusus untuk meningkatkan kemampuan penyesuaian diri peserta didik; 3) pembimbingan dapat dilakukan lebih lama karena masih memiliki masa studi satu tahun ke depan.

Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik non probability sampling. Non probability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang tidak memberi peluang/kesempatan bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Secara spesifik teknik yang dilakukan dalam pengambilan sampel ini adalah purposive sampling, dimana pengambilan sampel dilakukan atas dasar pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2011).

(28)

C.Definisi Operasional Variabel

Penelitian ini memuat dua variabel, yaitu variabel terikat dan variabel bebas. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah program bimbingan resolusi konflik, sedangkan variabel terikatnya adalah kemampuan penyesuaian diri. Untuk menghindari kesalahpahaman dalam memahami masalah penelitian, maka istilah-istilah dalam penelitian ini dijelaskaan secara operasional dalam uraian berikut.

1. Program Bimbingan Resolusi Konflik

Crawford & Bodine (1996) menyatakan pendidikan resolusi konflik adalah salah satu komponen kunci dari strategi sekolah yang membantu orang-orang muda dalam mencari alternatif terhadap kekerasan, tetapi juga mendukung mereka dalam mengembangkan kompetensi sosial dalam hal kerjasama, empati, pemecahan masalah secara kreatif, dan keterampilan dalam menjalin hubungan.

Jones (2001) mendefenisikan pendidikan resolusi konflik sebagai suatu spektrum dari proses yang memanfaatkan kemampuan komunikasi dan berpikir kreatif dan analitik untuk mencegah, mengelola, dan menyelesaikan konflik secara damai.

(29)

persepsi; 3) kemampuan emosional; 4) kemampuan komunikasi; 5) kemampuan berpikir kreatif; dan 6) kemampuan berpikir kritis.

2. Kemampuan Penyesuaian Diri

Schneiders (1960) mendefenisikan penyesuaian diri sebagai suatu proses yang melibatkan respon-respon mental dan perbuatan individu dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan, dan mengatasi ketegangan, frustrasi dan konflik secara sukses serta menghasilkan hubungan yang harmonis antara kebutuhan dirinya dengan norma atau tuntutan lingkungan ditempat dia hidup.

Merujuk pada pendapat Schneiders secara operasional kemampuan penyesuaian diri dalam penelitian ini adalah proses yang melibatkan respon mental dan perilaku sebagai upaya peserta didik Kelas VIII SMP Negeri 13 Ambon tahun ajaran 2013/2014 untuk memenuhi kebutuhan dan mengatasi ketegangan, frustrasi dan konflik secara sukses, serta menghasilkan hubungan yang harmonis antara kebutuhan dirinya dengan norma atau tuntutan lingkungan tempat dia hidup, yang ditandai dengan:

a. peserta didik memiliki kemampuan tidak menujukkan adanya ketegangan emosional yaitu tidak menunjukkan ekspresi emosi yang berlebihan, tidak menunjukkan emosi yang merugikan, mampu mengontrol diri;

(30)

menunjukkan sikap agresi, tidak menunjukkan sikap kompensasi, tidak menunjukkan sikap proyeksi;

c. peserta didik memiliki kemampuan untuk tidak menunjukkan adanya frustasi pribadi yaitu tidak menujukkan perasaan kecewa karena tidak terpenuhinya kebutuhan;

d. peserta didik memiliki pertimbangan rasional yaitu memecahkan masalah berdasarkan pertimbangan yang matang, mampu mengarahkan diri sesuai dengan keputusan yang diambil;

e. peserta didik mampu dalam belajar yaitu mampu mengembangkan kualitas pribadi, mampu mengatasi masalah;

f. peserta didik mampu menghargai pengalaman yaitu mampu memanfaatkan pengalaman masa lalu, mampu bercermin pada masa lalu yang terkait dengan keberhasilan atau kegagalan;

g. peserta didik mampu bersikap realistik, objektif yaitu mampu menerima kenyataan hidup secara wajar, mampu merespon situasi/masalah secara rasional (tidak didasari oleh prasangka buruk).

(31)

D.Pengembangan Instrumen Penelitian

Berdasarkan jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini maka dikembangkan instrumen penelitian berupa instrumen kemampuan penyesuaian diri yang digunakan untuk memperoleh gambaran tentang tingkat kemampuan penyesuaian diri peserta didik.

1. Kisi-kisi Instrumen Kemampuan Penyesuaian Diri

Jenis instrumen kemampuan penyesuaian diri disusun dengan menggunakan rating scales (skala penilaian) dengan alternatif respon pernyataaan berkisar dari 1 sampai dengan 5 yaitu: Sangat Tidak Mampu (STM) = 1 ; Tidak Mampu (TM) = 2; Cukup Mampu (CM) = 3 ; Mampu (M) = 4 ; Sangat Mampu (SM) = 5.

Adapun kisi-kisi instrumen penelitian kemampuan penyesuaian diri peserta didik disajikan dalam Tabel 3.1 berikut ini.

Tabel 3.1

Kisi-kisi Instrumen Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik Kelas VIII Sekolah Menengah Pertama

Variabel Aspek Indikator No Item Jumlah

a. Tidak menunjukkan ekspresi yang berlebihan

1,5,8,12, 16 5

b.Tidak menunjukkan emosi yang merugikan

10,19,29, 3

c. Mampu mengontrol diri 31,32,50 3

2.Kemampuan untuk tidak menunjukkan mekanisme psikologis

a. Tidak menunjukkan sikap rasionalisasi

2,3,28 3

b. Tidak menunjukkan sikap agresi 9,38,43,48 4

c. Tidak menunjukkan sikap kompensasi

(32)

Variabel Aspek Indikator No Item Jumlah

d. Tidak menunjukkan sikap proyeksi 24,37,49 3 3.Kemampuan untuk tidak

menunjukkan frustrasi pribadi

a. Tidak menunjukkan perasaan frustrasi

39,41,46 3

4. Memiliki pertimbangan rasional

a. Mampu memecahkan masalah berdasarkan pertimbangan yang matang.

44,47,51 3

b. Mampu mengarahkan diri sesuai dengan keputusan yang diambil.

6,15, 36 3

5.Kemampuan dalam belajar

a. Mampu mengembangkan kualitas diri untuk memenuhi kebutuhan atau mengatasi masalah yang terkait dengan keberhasilan atau kegagalan.

14,26,34 3

7.Kemampuan untuk bersikap realistik, objektif

a. Mampu menerima kenyataan hidup secara wajar

(33)

Instrumen penelitian ditimbang oleh tiga orang pakar untuk dikaji dan ditelaah dari segi konstruk, isi, dan redaksi kalimat. Para ahli penimbang instrumen adalah Prof. Dr. Syamsu Yusuf LN, M.Pd, Dr. Mubiar Agustin, M.Pd, dan Dr. Soestenes Mailoy, M.Pd.

Instrumen kemampuan penyesuaian diri yang diajukan oleh peneliti disempurnakan dengan pertimbangan para ahli yaitu: (1) ahli pertama memberi pertimbangan pada konstruk (kerangka dari konsep penyesuaian diri), isi (keterkaitan antara aspek-indikator kemampuan penyesuaian diri dengan setiap item pernyataan) serta redaksi kalimat; (2) ahli kedua memberi pertimbangan pada isi (keterkaitan antara aspek-indikator kemampuan penyesuaian diri dengan setiap item pernyataan); dan (3) ahli ketiga pada redaksi kalimat, disesuaikan dengan sampel penelitian.

Instrumen kemampuan penyesuaian diri yang telah ditimbang oleh para ahli kemudian direvisi sesuai dengan saran dan masukan dari para penimbang tersebut. Setelah itu instrumen yang telah direvisi di uji keterbacaan item oleh 6 orang peserta didik SMP Kelas VIII untuk mengetahui apakah setiap item dapat dan mudah dipahami oleh responden. Secara keseluruhan instrument kemampuan penyesuaian

diri dapat dipahami oleh peserta didik, hanya untuk kata “suku” kurang di pahami,

(34)

3. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen

Untuk mendapatkan suatu instrumen yang baik maka dilakukan uji coba instrumen. Uji coba instrumen ini mencakup uji validitas atau uji kesahihan item dan uji reliabilitas atau uji keandalan alat ukur.

Uji validitas dilakukan secara kuantitatif untuk menunjukkan tingkat kesahihan instrumen yang digunakan dalam mengumpulkan data penelitian. Sebelum instrumen penelitian diberikan kepada subyek penelitian maka dilakukan uji coba instrumen pada sekolah yang berbeda dari lokasi penelitian.

Uji validitas item menggunakan bantuan perangkat lunak Statistical Product and Service Solutions (SPSS) 20.0 for Windows dengan teknik item-total product moment. Dari hasil analisis didapat nilai skor item dengan skor total. Nilai ini

kemudian di bandingkan dengan nilai r tabel. Untuk r tabel pada signifikansi 5% dengan uji 2 sisi dan n =125, maka di dapat r tabel sebesar 0.176. Berdasarkan hasil analisis didapat nilai korelasi untuk item 2,5 dan 7 kurang dari 0.176 (r hitung < r tabel ), maka dapat disimpulkan bahwa item-item tersebut tidak berkorelasi signifikan dengan skor total atau dinyatakan tidak valid dan harus dikeluarkan. Oleh karena itu, item instrumen kemampuan penyesuaian diri peserta didik yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah 48 pernyataan. Hasil perhitungan validitas dapat dilihat pada lampiran hasil pengolahan data instrumen.

(35)

Instrumen yang reliable adalah instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek yang sama akan menghasilkan data yang sama. Dalam pengujian reliabilitas instrumen digunakan rumus Crombach’s Alpha (α) dengan bantuan perangkat lunak Statistical Product and Service Solutions (SPPS) 20.0 for Windows. Bila r hitung < r tabel maka instrumennya dinyatakan reliable.

Kriteria untuk mengetahui reliabilitas, menggunakan klasifikasi kriteria yang dikemukakan oleh Guilford (Priatna, 2008) yang tercantum pada Tabel 3.2 berikut.

Tabel 3.2

Kriteria Reliabilitas Instrumen

Adapun hasil reliabilitas instrumen kemampuan penyesuaian diri peserta didik, dapat dilihat pada Tabel 3.3 sebagai berikut.

Tabel 3.3

Hasil Reliabilitas Kemampuan Penyesuaian Diri

Cronbach’s Alpha N of Items

.885 48

Berdasarkan kriteria tersebut maka reliabilitas instrumen kemampuan penyesuaian diri peserta didik dalam penelitian ini termasuk dalam kriteria sangat tinggi.

0.80 – 1.000 Derajat reliabilitas sangat tinggi 0.60 – 0.799 Derajat reliabilitas tinggi 0.40 – 0.599 Derajat reliabilitas sedang 0.20 – 0.399 Derajat reliabilitas rendah

(36)

E. Rancangan Program Bimbingan Resolusi Konflik untuk Meningkatkan

Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik Kelas VIII SMP Negeri 13 Ambon Tahun Ajaran 2013/2014

Program bimbingan resolusi konflik disusun berdasarkan hasil studi pendahuluan tentang kemampuan penyesuaian diri peserta didik Kelas VIII SMP Negeri 13 Ambon dan secara teoretis mengacu pada kemampuan dasar dalam resolusi konflik dari Crawford & Bodine (1996).

Sebelum diberikan sebagai intervensi, program bimbingan resolusi konflik telah diuji kelayakan oleh para ahli bimbingan dan konseling yaitu Dr. Ilfiandra, M.Pd, Dr. Ipah Saripah, M.Pd dan Dr Mubiar Agustin, M.Pd. Program bimbingan resolusi konflik yang diajukan oleh peneliti disempurnakan dengan pertimbangan para ahli yaitu: (1) ahli pertama memberi pertimbangan pada penyempurnaan konstruksi program bimbingan resolusi konflik, rasional, deskripsi kebutuhan, tahapan pelaksanaan program dan isi materi intervensi; (2) ahli kedua memberi pertimbangan pada penyempurnaan program bimbingan resolusi konflik mengenai rasional program, tata bahasa, dan isi materi intervensi; dan (3) ahli ketiga pada penyempurnaan program bimbingan resolusi konflik mengenai rasional program, asumsi program dan tahapan pelaksanaan program.

1. Rasional

(37)

pribadinya maupun lingkungan keluarga, teman sebaya, sekolah, dan masyarakat. Santrock (2007) menyatakan kemampuan remaja dalam melakukan penyesuaian diri dengan lingkungan sosialnya tidak timbul dengan sendirinya. Kemampuan ini diperoleh remaja dari lingkungan keluarga dan proses belajar dari pengalaman – pengalaman yang dialami dalam interaksinya dengan lingkungan sosialnya.

Penyesuaian diri individu dipengaruhi juga oleh cara seseorang dalam menyelesaikan konflik. Individu dapat menyelesaikan konfliknya dengan meningkatkan usaha ke arah pencapaian tujuan yang menguntungkan secara sosial atau sebaliknya memecahkan konflik dengan melarikan diri atau dengan cara destruktif (Hartono & Sunarto, 2008).

Maftuh (2004) menjelaskan para siswa mesti dididik dan dilatih dengan pengetahuan, kesadaran dan sikap serta ketrampilan untuk memecahkan konflik / masalahnya secara positif.

Pendidikan untuk menyelesaikan konflik adalah sejalan dengan salah satu pilar pendidikan yang dinyatakan oleh Unesco yaitu learning how to live together in harmony. Melalui proses pendidikan peserta didik belajar untuk hidup berdampingan

secara damai, dengan memberikan rasa hormat dan perhatian pada orang lain (Unesco, 1994).

(38)

dalam hal kerjasama, empati, pemecahan masalah secara kreatif, dan keterampilan dalam menjalin hubungan (Crawford & Bodine, 1996).

Posisi bimbingan dan konseling sebagai bagian dari pendidikan memegang peranan penting dalam membantu peserta didik agar dapat memiliki kemampuan dalam menyesuaikan diri sehingga pada saat menyelesaikan permasalahannya tidak menggunakan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma tempat dia hidup. Jones (Willis, 2004) menyatakan bimbingan merupakan suatu pemberian bantuan kepada individu dalam membuat suatu pilihan kemampuan dan penyesuaian dalam kehidupannya. Prinsip utama pengembangan setiap individu adalah meningkatkan kemampuan memecahkan masalah dan meningkatkan kemampuan menyesuaikan diri. Salah satu bentuk intervensi yang dapat diupayakan untuk meningkatkan kemampuan penyesuaian diri peserta didik adalah dengan bimbingan resolusi konflik.

ASCA (American School Counselor Association) sebagai salah satu basis pengembangan program bimbingan dan konseling dalam Position Statement on conflict resolution menyatakan program resolusi konflik harus melibatkan semua siswa dari prasekolah sampai kelas dua belas. Melalui partisipasi program resolusi konflik secara komprehensif siswa belajar keterampilan yang memaksimalkan potensi mereka untuk mencapai tujuan pribadi dan keberhasilan di sekolah. (ASCA, 2011).

(39)

skenario dalam memilih strategi resolusi konflik yang dapat diterapkan dalam situasi tertentu.

Program bimbingan resolusi konflik dalam penelitian ini adalah rencana kegiatan yang disusun secara sistematik dalam membekali peserta didik dengan kemampuan dasar resolusi konflik sehingga membantu peserta didik meningkatkan kemampuan penyesuaian diri.

Intervensi program bimbingan resolusi konflik dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik bimbingan kelompok seperti diskusi, role playing, maupun latihan yang memungkinkan setiap anggota untuk belajar berpartisipasi aktif dan berbagi pengalaman dalam upaya pengembangan wawasan, sikap dan ketrampilan yang diperlukan untuk mencegah timbulnya masalah atau pengembangan perilaku (Rusmana, 2009).

2 Deskripsi Kebutuhan

(40)

Beberapa aspek dan indikator dari kemampuan penyesuaian diri peserta didik Kelas VIII SMP Negeri 13Ambon tahun ajaran 2013/2014 yang perlu ditingkatkan melalui program bimbingan resolusi konflik yaitu:

a. Aspek kemampuan untuk tidak menunjukkan ketegangan emosional dengan skor rata-rata 33,7 dari skor ideal 37. Indikator mampu mengontrol diri dengan skor rata-rata 9,6 dari skor ideal 11.

b. Aspek memiliki pertimbangan rasional dengan skor rata-rata 20,7 dari skor ideal 22 dan indikator mampu memecahkan masalah berdasarkan pertimbangan yang matang dengan skor rata-rata 9,8 dari skor ideal 11.

c. Aspek kemampuan dalam menghargai pengalaman dengan skor rata-rata 24,2 dari skor ideal 26 dan indikator mampu bercermin pada masa lalu terkait dengan keberhasilan atau kegagalan dengan skor rata-rata 10 dari skor ideal 11 .

3. Tujuan Program

Tujuan umum program bimbingan resolusi konflik adalah untuk dapat meningkatkan kemampuan penyesuaian diri peserta didik Sekolah Menengah Pertama.

Secara khusus, tujuan program bimbingan resolusi konflik agar peserta didik mampu:

a. meningkatkan kemampuan dalam mengontrol diri;

(41)

c. meningkatkan kemampuan dalam mengelola emosi secara positif; d. merespon situasi/masalah tidak didasari oleh prasangka buruk.

4. Asumsi Program

Program bimbingan resolusi konflik untuk meningkatkan kemampuan penyesuaian diri peserta didik didasarkan pada beberapa asumsi sebagai berikut. a. Ketidakmampuan dalam menyesuaikan diri merupakan cara yang tidak sehat

dalam menyelesaikan konflik. Apa yang buruk bukanlah konflik itu sendiri, tetapi kegagalan dalam menyelesaikan konflik, untuk itu individu perlu dibekali dengan kemampuan dalam penyelesaian konflik (Schneiders, 1960).

b. Sekolah dan cara pendidikan yang diberikan memainkan peranan penting dalam proses penyesuaian diri. Cara dan metoda yang digunakan pendidik dapat memberi kesempatan bagi peserta didik untuk belajar menyesuaikan diri dalam lingkungan tempat ia hidup. (Fahmi, 1982).

c. Resolusi konflik membantu siswa memperdalam pemahaman mereka tentang diri mereka sendiri dan orang lain serta mengembangkan keterampilan hidup yang penting. (Crawford & Bodine, 1996).

(42)

e. Program resolusi konflik yang diintegrasikan dengan teknik bimbingan kelompok berupa sosiodrama efektif dalam menurunkan perilaku agresif dan meningkatkan kemampuan penyelesaian masalah (Yavuzer, 2012).

5. Sasaran

Sasaran intervensi bimbingan resolusi konflik dilakukan terhadap 15 orang peserta didik Kelas VIII SMP Negeri 13 Ambon Tahun Ajaran 2013/2014, yang berusia rata-rata 13-15 tahun dan yang memiliki kemampuan penyesuaian diri pada kategori rendah dan sedang, yaitu: peserta didik yang kurang mampu dalam: (a) mengontrol diri, (b) memecahkan masalah secara matang, (c) mengelola emosi secara positif (d) merespon situasi/masalah secara obyektif (masih didasari oleh prasangka buruk).

6. Tahapan Pelaksanaan Program

Program Bimbingan Resolusi Konflik untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Peserta Didik, terdiri dari beberapa tahapan yaitu:

a. Tahap Pengungkapan awal, terdiri dari 2 sesi yaitu perkenalan dengan tujuan mengakrabkan diri antara konselor dan peserta didik dan pre test untuk mengumpulkan informasi mengenai kemampuan penyesuaian diri.

(43)

c. Tahap Kerja/Perlakuan yang terdiri dari 9 sesi. Setiap sesi terdapat berbagai topik kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan penyesuaian diri peserta didik dan membekali mereka dengan kemampuan dasar dalam resolusi konflik. Pada tahap ini digunakan beragam teknik bimbingan kelompok seperti diskusi kelompok, role playing, latihan serta salah satu strategi dalam resolusi konflik yaitu negosiasi.

d. Tahap Penutup/Refleksi Akhir terdiri dari penyampaian refleksi dari kegiatan yang telah dilakukan dalam bentuk permainan jaring laba-laba dan pengerjaan instrumen kemampuan penyesuaian diri yang merupakan post test untuk mengetahui hasil akhir dari kemampuan penyesuaian peserta didik.

7. Sesi Intervensi

Intervensi program bimbingan resolusi konflik untuk meningkatkan kemampuan penyesuaian diri peserta didik dilakukan selama 9 sesi. Sesi intervensi dirancang berdasarkan hasil dari indikator kemampuan penyesuaian diri peserta didik yang rendah dan sedang serta disesuaikan dengan kemampuan dasar yang perlu diberikan dalam pendidikan resolusi konflik.

Adapun isi intervensi program bimbingan resolusi konflik yaitu sebagai berikut:

(44)

isian). Adapun indikator keberhasilan dari sesi ini yaitu, peserta didik saling berinteraksi dan dapat menemukan orang lain yang memiliki kesamaan dengan dirinya.

Sesi kedua dengan topik pohon kebaikan. Sesi ini bertujuan agar peserta didik dapat mengidentifikasi cara-cara menunjukkan kepedulian / kebaikan pada orang lain di rumah, sekolah dan masyarakat. Teknik yang digunakan adalah creative probs. Adapun indikator keberhasilan dari sesi ini yaitu, peserta didik menemukan cara-cara yang dapat dilakukan dirinya untuk menunjukkan kebaikan / kepedulian kepada orang lain.

Sesi ketiga dengan topik mengelola emosi. Sesi ini bertujuan agar peserta didik mampu memahami cara mengelola emosi secara positif. Teknik yang digunakan adalah diskusi kelompok. Adapun indikator keberhasilan dari sesi ini yaitu peserta didik mengetahui hal-hal yang membuat mereka marah, sedih atau senang dan reaksi yang ditimbulkan serta menemukan cara dalam mengelola emosi sehingga tidak merugikan diri sendiri dan orang lain.

Sesi keempat dengan topik mengendalikan amarah. Sesi ini bertujuan agar peserta didik mengetahui dan mempraktikan teknik dasar dalam mengendalikan kemarahan.Teknik yang digunakan adalah relaksasi. Adapun indikator keberhasilan dari sesi ini yaitu peserta didik mengetahui dan memahami teknik relaksasi dalam mengendalikan kemarahan.

(45)

menggunakan kekerasan. Teknik yang digunakan adalah role playing. Adapun indikator keberhasilan dari sesi ini yaitu peserta didik dapat mempertunjukan cara mengkomunikasikan permasalahan berdasarkan fakta, perasaan yang dirasakan, kebutuhan dan keinginan.

Sesi keenam dengan topik membuat keputusan. Sesi ini bertujuan agar peserta didik dapat membuat keputusan yang telah dipikirkan baik-baik dengan mempertimbangkan kelebihan dan kekurangan. Teknik yang digunakan adalah diskusi kelompok. Adapun indikator keberhasilan dari sesi ini yaitu peserta didik dapat mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan dari setiap reaksi/keputusan yang akan dibuat dalam situasi konflik dan dapat membuat keputusan dalam menyikapi situasi tersebut.

Sesi ketujuh dengan topik “Untuk siapa uang ini?”. Sesi ini bertujuan agar peserta didik dapat melakukan negosiasi dalam menyelesaikan suatu masalah. Teknik yang digunakan adalah negosiasi. Adapun indikator keberhasilan dari sesi ini yaitu peserta didik menemukan cara dalam melakukan negosiasi untuk menyelesaikan permasalahan dengan orang lain,

(46)

Sesi kesembilan dengan topik pemutaran film “The Boy in The Striped Pajamas”. Sesi ini bertujuan agar peserta didik dapat belajar untuk menjalin pertemanan/persahabatan tanpa melihat perbedaan. Teknik yang digunakan adalah pemutaran film. Adapun indikator keberhasilan dari sesi ini yaitu peserta didik dapat menyebutkan nilai-nilai dari persahabatan dan mengungkapkan keinginannya untuk menjalin persahabatan dengan orang lain dari agama/suku yang berbeda.

8. Evaluasi dan Indikator Keberhasilan

Evaluasi program bimbingan merupakan upaya atau proses untuk menentukan derajat kualitas kemajuan kegiatan yang berkaitan dengan pelaksanaan program bimbingan di sekolah dengan mengacu pada kriteria atau patokan-patokan tertentu sesuai dengan program bimbingan yang dilaksanakan. Evaluasi diperlukan untuk memperoleh umpan balik terhadap keefektivan layanan bimbingan yang telah dilaksanakan.

(47)

diri peserta didik dilakukan melalui refleksi akhir dengan menggunakan instrumen kemampuan penyesuaian diri.

Indikator keberhasilan program bimbingan resolusi konflik adalah adanya peningkatan kemampuan penyesuaian diri peserta didik yang diukur dengan membandingkan hasil perolehan post test dan pre test instrumen kemampuan penyesuaian diri. Bila hasil perolehan pre test memperoleh peningkatan dibandingkan dengan hasil post test dapat dikatakan program bimbingan resolusi efektif dalam meningkatkan kemampuan penyesuaian diri peserta didik.

F. Teknik Analisis Data

Pada penelitian ini dirumuskan tiga pertanyaan. Secara berurutan masing-masing pertanyaan dijawab dengan cara sebagai berikut.

1. Pertanyaan pertama mengenai gambaran kemampuan penyesuaian diri peserta didik Kelas VIII, di jawab dengan menggunakan kategorisasi jenjang, tujuannya adalah untuk menempatkan individu ke dalam kelompok – kelompok yang terpisah secara berjenjang menurut suatu kontinum berdasarkan atribut yang diukur (Azwar, 2008). Kategori jenjang sampel pada instrumen kemampuan penyesuaian diri dikelompokkan ke dalam tiga kategori yaitu: rendah, sedang dan tinggi. Perhitungan kategorisasi jenjang untuk instrumen penelitian kemampuan penyesuaian diri dilakukan sebagai berikut.

(48)

b. Menentukan skor minimal ideal dengan rumus: Skor minimal ideal = jumlah soal x skor terendah c. Mencari rentang skor ideal dengan rumus:

Rentang skor = Skor maksimal ideal – skor minimal ideal d. Mencari interval skor dengan rumus:

Interval skor = Rentang skor / 3

Dari langkah-langkah di atas, kemudian didapatkan kriteria sebagai berikut. Tabel 3.4

Kategori Penyesuaian Diri Peserta Didik

Kategori Rentang

Tinggi X > Min Ideal + 2.Interval

Sedang Min Ideal + Interval < X ≤ Min Ideal + 2.Interval

Rendah X ≤ Min Ideal + Interval

(Sudjana 1996)

Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, pengelompokkan data untuk mengetahui gambaran kemampuan penyesuaian diri peserta didik Kelas VIII SMP Negeri 13 Ambon dapat dilihat pada Tabel 3.5 sebagai berikut.

Tabel 3.5

(49)

peserta didik yang kategori kemampuan penyesuaian dirinya rendah dan sedang. Hasil rancangan setelah proses judgement tersaji dilampiran.

3. Pertanyaan ketiga tentang efektivitas program bimbingan resolusi konflik untuk meningkatkan kemampuan penyesuaian diri peserta didik kelas VII SMP Negeri 13 Ambon dilakukan dengan teknik uji t independen (independent sample t-test) melalui analisis pre-test dan post-test kemampuan penyesuaian diri peserta didik pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Sebelum melakukan uji t, ada uji prasyarat yang harus dilakukan, yaitu:

a. Uji Prasyarat Analisis 1) Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk menguji data tersebut berdistribusi normal atau tidak atau menguji normalitas data gains kedua kelompok. Pengujian normalitas data gains dilakukan dengan statistik uji Z Kolmogrov-Smirnov (p>0,05) dengan menggunakan SPSS 20.0.

2) Uji Homogenitas

(50)

Setelah uji prasyarat dilakukan langkah selanjutnya adalah pengujian efektivitas program. Pengujian efektivitas tersebut diuji dengan metode independent sample t-test dari data gain dengan menggunakan bantuan perangkat lunak

(software) Statistical Product and Service Solutions (SPSS) 20.0 for Windows. Tahapan dalam menguji efektivitas adalah sebagai berikut:

1) Hipotesis

Adapun hipotesis statistiknya adalah sebagai berikut: H0 : µ ekperimen = µ control

Program bimbingan resolusi konflik tidak dapat meningkatkan kemampuan penyesuaian diri peserta didik.

H0 : µ eksperimen > µ control

Program bimbingan resolusi konflik dapat meningkatkan kemampuan penyesuaian diri peserta didik.

2) Dasar Pengambilan keputusan

Pengambilan keputusan dilakukan dengan dua cara yaitu membandingkan nilai t hitung dengan t tabel atau dengan membandingkan nilai probabilitas

yang diperoleh dengan α = 0,05. Jika pengambilan keputusan berdasarkan

nilai t hitung, maka kriterianya adalah H0 diterima jika (t1-½α < t hitung < t

1-½α), dimana t1-½α didapat dari daftar tabel t dengan dk = (n1 + n2 – 1) dan

(51)

Jika pengambilan keputusan berdasarkan angka probabilitas (nilai p), maka kriterianya adalah:

Jika nilai p < 0,05, maka H0 ditolak.

(52)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Berdasarkan hasil pengolahan data dan pembahasan diperoleh kesimpulan dan rekomendasi sebagai berikut.

A. Kesimpulan

1. Profil kemampuan penyesuaian diri peserta didik Kelas VIII SMP Negeri 13 Ambon menunjukkan sebagian peserta didik berada pada kategori sedang. Artinya peserta didik sebagian cukup mampu untuk tidak menunjukkan ketegangan emosional, cukup mampu untuk tidak menunjukkan mekanisme psikologis, cukup mampu untuk tidak menunjukkan frustrasi pribadi, cukup mampu untuk menyelesaikan masalah secara rasional, mampu belajar untuk mengembangkan kualitas diri, cukup mampu untuk menghargai pengalaman, dan cukup mampu untuk bersikap realistik objektif.

2. Berdasarkan hasil validasi rasional pakar bimbingan dan konseling, program bimbingan resolusi konflik dapat dijadikan sebagai salah satu solusi dalam meningkatkan kemampuan penyesuaian diri peserta didik.

(53)

B. Rekomendasi

1. Bagi Pengembangan Keilmuan Bimbingan dan Konseling

Hasil penelitian ini menghasilkan temuan yang bermanfaat bagi studi yang terkait dengan bimbingan resolusi konflik maupun kemampuan penyesuaian diri. Kedepannya diharapkan dapat dikaji lebih lanjut mengenai bimbingan dan konseling resolusi konflik sehingga makin menambah khasanah keilmuan secara teoretis maupun praktis di bidang bimbingan dan konseling.

2. Bagi Guru Bimbingan Konseling/Konselor Sekolah

Program bimbingan resolusi konflik direkomendasikan bagi guru bimbingan dan konseling/konselor sekolah terlebih khusus guru bimbingan dan konseling di Kota Ambon agar dapat diintegrasikan ke dalam komponen program bimbingan dan konseling komprehensif di sekolah, sehingga menjadi program preventif untuk mengoptimalkan kemampuan penyesuaian diri peserta didik, dengan menempuh langkah-langkah:

a. memasukkan muatan bimbingan resolusi konflik ke dalam program tahunan bimbingan dan konseling di sekolah; dan

b. bekerjasama dengan guru mata pelajaran seperti PPKN, agama, dengan memasukkan beberapa muatan dari resolusi konflik dalam mata pelajaran. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya

(54)

penyesuaian diri peserta didik. Temuan ini dapat dijadikan informasi atau data awal bagi penelitian – penelitian selanjutnya di wilayah - wilayah yang pernah mengalami konflik.

b. Merancang penelitian selanjutnya dengan menggunakan metode, desain penelitian berbeda pada penelitian-penelitian selanjutnya sehingga faktor-faktor yang dapat berpengaruh terhadap hasil penilitian dapat diminimalisir. c. Memperluas Sampel penelitian tidak hanya pada kelas VIII, tetapi juga pada

(55)

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Mohammad & Asrori, Mohammad. (2009). Psikologi Remaja. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Alwisol. (2009). Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press.

Allwood, Maureen.A & Bell-Dolan, Debora. (2002). Childrens’s Trauma and Adjustment Reactions to Violent and Nonviolent War Experiences. J.Am ACAD, Child Adolesc.Psychiatry 41:4.

Azwar, Saifudin. (2008). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. ASCA Position Statements (2011). The Professional School Counselor and the

Promotion of Safe Schools through Conflict Resolution and Bullying/Harassment Prevention.

Buehler, C. Krishnakumar, A. Stone G. et al. (1998). Interparental Conflict Styles and Youth Problem Behaviors: A Two-Sample Replication Study. Journal of Marriage and The family; February 1998.60.1; aresearch Library pg 119. Bruno, Frank.J. (1983). Adjustment and Personal Growth : Seven Pathways. New

York: John Wiley & Sons.

Crawford, D & Bodine, R. (1996). Conflict Resolution Educatioan. A guide to Implementing Programs in School, Youth-Serving Organizations, and Community and juvenile Justice Settings. Washington,D.C: U.S. Department of Justice and U.S Departement of Education.

Chaplin. J.P. (2004). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: Rajawali Press.

Creswell, J.W. (2008). Educational Research. New Jersey: Pearson Education Inc. CSCA. (2000). Connecticut Comprehensive School Counseling Program.

Davidoff. L. (1991). Psikologi Suatu pengantar. Jilid 2. Alih Bahasa : Mari Jumiati. Jakarta: Erlangga.

(56)

Deutsch, M & Coleman, Peter. (2000). The Handbook Of Conflict Resolution, Theory and Practice. San Fransisco: Jossey Bass Inc.

Ehrlich B Katherine. Dykas, Mathhhew J dan Cassidy,J. (2012) Tipping Points in Adolescent Adjustment: Predicting Social Functioning From Adolescents’ Conflict With Parents and Friends. Journal of Family Psychology © 2012 American Psychological Association 2012, Vol. 26, No. 5, 776–783.

Fahmi, Mustafa. (1982). Penyesuaian Diri Pengertian dan Peranannya dalam Kesehatan Mental. Jakarta: Bulan Bintang

Fountain, Susan. (2000). The Impact of Conflict Resolution Education on Children in Armed Conflict Opportunities and challenges in UNICEF projects. The Fourth R, Volume 93, November-December 2000, pp. 3-6. Published by School Students Through Interactive Drama and Role Play. Journal of School Violence Volume 6, Issue 4, 2007 pages 57-79.

Gladding, Samuel T. (2012). Konseling. Profesi yang Menyeluruh. Edisi Keenam. (Alih Bahasa : Winarno & Yuwono). Jakarta: Indeks.

Gerungan, (2009). Psikologi Sosial. Bandung: Refika Aditama.

Goodnough. (2004), The Professional School Counselor as Educator. http://jupiter.plymouth.edu/~ggoodno/CounselorasEducator.htm. Diakses. 18 April 2013.

Gunarsa, Singgih D. (2007). Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hartono, A dan Sunarto H. (2008). Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Rineka

Cipta.

(57)

Hetharion, Wiliem Yacob. (2011). Hubungan keefektifan kepemimpinan kepala sekolah, iklim sekolah dan motivasi kerja guru dengan kinerja guru pada SD Negeri yang berada di wilayah perbatasan pasca konflik kota Ambon. Tesis. Pascasarjana Universitas Negeri Malang: Tidak diterbitkan.

Ilfiandra, Saripah, I dan Sudrajat, D. (2009). Model Konseling Resolusi Konflik Berlatar Belakang Bimbingan Komprehensif untuk Mengembangkan Kompetensi Hidup Damai dan Harmoni Siswa Daerah Rawan Konflik. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Johnson, D.W dan Johnson, R.T. (1995). Teaching Students To Be Peacemakers : A Meta-Analysis. Journal of Research in Education, Vol.12, No.1.

Jones, Tricia S dan Kmitta, Dan. (2001). School Conflict Management Evaluating Your Conflict Resolution Education Program (A guide for educators and evaluators). Ohio : ODE/OCDRCM.

Kelly, Joan.B. (2000) Children's Adjustment in Conflicted Marriage and Divorce: A Decade Review of Research American Academy of Child and Adolescent Psychiatry.

Latipun, (2007). Pengembangan Model Terapi Berfokus Resolusi Konflik Teman Sebaya : Studi Kasus Kelompok Pada Remaja di Kota Makassar. http://elib.pdii.lipi.go.id/katalog/index.php/searchkatalog/byId/52703. Diakses 15 Januari, 2013.

Law.P.C, Cuskelly.M, dan Carroll. A. (2012). Young People’s Perceptions of Family, Peer, and School Connectedness and Their Impact on Adjustment. Australian Journal of Guidance and Counseling 2012 page 1 of 26.

Maftuh, Bunyamin. (2004). Implementasi Model Pengajaran Resolusi Konflik Melalui Pendidikan Kewarganegaraan Sekolah Menengah Atas, Disertasi Doktor. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Myers, David G. (2010). Psikologi Sosial. (Alih Bahasa : Aliya Tusyani, dkk). Jakarta: Salemba Humanika.

Nurihsan, Achmad Juntika. (2006). Bimbingan dan konseling dalam berbagai latar kehidupan. Bandung: PT Refika Aditama.

(58)

Pariela, Tony. (2009). Makalah : Masalah Pluralisme Dalam Konflik di Maluku. The Wahid Institute.

Permana, Budi Ediya. (2009). Program Bimbingan Kelompok dengan Pendekatan Halaqah (mentoring) untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Remaja. Studi Quasi Eksperimen terhadap Siswa Kelas XI Ilmu Sosial di SMA Negeri 1 Kota Sukabumi. Tesis. Sekolah Pascasarjana UPI: Tidak diterbitkan.

Pinquart, Martin; Pfeiffer, Jens P. Psychological Adjustment in Adolescents with Vision Impairment. International Journal of Disability, Development and Education, v59 n2 (p145-155 2012).

Robinson, Melissa G dan Way Niobe (2003) A Longitudinal Study of the Effects of Family, Friends, and School Experiences on the Psychological Adjustment of Ethnic Minority, Low-SES Adolescents. Journal of Adolescent Research, Vol. 18 No. 4, July 2003 324-346.

Rosidah, Ainur. (2013). Efektivitas Teknik Permainan dalam Bimbingan Kelompok untuk Meningkatkan Penyesuaian Diri Siswa. Studi Kuasi Eksperimen terhadap Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013. Tesis. Sekolah Pascasarjana UPI: Tidak diterbitkan.

Rusmana, Nandang. (2009). Bimbingan dan Konseling Kelompok di Sekolah (Metode, Teknik dan Aplikasi). Bandung: Rizqi Press.

Santrock, John W (2007). Remaja Jilid 2 Edisi Kedua. (Editor Novietha Indra Sallama). Erlangga.

Schneiders. Alexander. A. (1960). Personality Development and Adjustment in Adolescence. Milwaukee: Bruce Pub.Co.

______ (1964). Personal Adjustment and Mental Health. New York: Holt, Rinehart and Winston.

Semiun Yustinus. (2006). Kesehatan Mental. Jogyakarta: Kanisius.

Shin, Huiyoung & Ryan, Alilison.M (2012) How do Young Adolescents Cope With Social Problems? An Examination of Social Goals, Coping With Friends, and Social Adjustment. The Journal of Early Adolescence, December 2012; vol. 32, 6: pp. 851-875., first published on December 13, 2011.

(59)

Sudjana. (1996). Metode Statistika. Bandung: Tarsito Bandung.

Surya, M. (1988). Bimbingan dan Konseling : Teori dan Praktek. Yogyakarta: Pustaka Ilmu.

Turnuklu, Abbas. Gurler, Selma et al. (2010). The effects of conflict resolution and peer mediation training on Turkish elementary school students’ conflict resolution strategies. (Journal of Peace Education Volume 7, Issue 1, 2010).

Ulfah. (2011). Program Bimbingan dan Konseling Pribadi Sosial Untuk Meningkatkan kemampuan Penyesuaian Diri Siswa Terhadap Keragaman Budaya. Thesis. Sekolah Pascasarjana UPI: Tidak Diterbitkan.

UNESCO. (2004). EFA Global Monitoring Report (Education For All ; The Quality Imperative). France: UNESCO Publishing.

Yavuzer, Yasemin. (2012). Effect of Creative Drama-based Group Guidance on Male-Adolescents’ Conflict Resolution Skills. Eurasian Journal of Educational Research, Issue 47, Spring 2012, 113-130.

Gambar

Tabel
Grafik
Gambar
Gambar 3.1 Desain Penelitian
+4

Referensi

Dokumen terkait

“ wanita pekerja seks adalah seseorang yang melakukan hubungan seksual dengan sesama atau lawan jenis secara berulang-ulang dan bergantian diluar perkawinan yang

Pada penelitian budidaya pascapanen dengan perlakuan gelap dan salinitas 20 ppt, 8HN3HG (pengkayaan N+P+Fe) dapat meningkatkan kadar agar dan produksi agar lebih tinggi

Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Kementerian Agama R.I, menyatakan bahwa lembaga di bawah ini telah melakukan updating data Pendidikan Islam (EMIS) Periode Semester GENAP

Agar gaya-gaya hydrodinamis yang timbul pada aliran filtrasi tidak akan menyebabkan gejala sufosi dan sembulan yang sangat membahayakan baik tubuh embung maupun

Topik penelitian yang sudah dikerjakan antara lain: Ungkapan Geng di Kota Madya Surakarta Ditinjau dari Sosio- linguistik (Ketua) (1997), Penelitian tentang Bentuk dan Makna

Perusahaan khususnya pihak manajemen selalu dihadapkan pada perencanaan pengambilan keputusan yang menyangkut berbagai macam alternative yang harus dipilih .Dalam penggambilan

Dalam melakukan analisis terhadap laporan keuangan ini, penulis menggunakan analisis rasio keuangan yang terdiri dari rasio likuiditas, rasio aktivitas, rasio leverage, dan

(Penelitian Tindakan Kelas Pada Kelompok B di Paud Al Fathi Kecamatan Pekenjeng Kabupaten Garut Taun Ajaran 2013 - 2014). DISETUJUI DAN