• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tafsir Surat al-Dluha> (Studi Komparasi Penafsiran Bint Syati’ dengan Quraish Shihab)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Tafsir Surat al-Dluha> (Studi Komparasi Penafsiran Bint Syati’ dengan Quraish Shihab)"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Nur Wahidah, 2018. Tafsir Surat al-Dluha> (Studi Komparasi Penafsiran Bint Syati’ dengan Quraish Shihab)

Peneltian ini membahas Tafsir Suratadh-Dhuha> oleh Bint asy-Syati’

dengan Quraish Shihab. Penulis akan berupaya membandingkan penafsiran suratal-Dluha> oleh kedua mufassir dari beberapa sisi, yaitu Epistemologi penafsiran, Metode Penafsiran dan penafsiran suratadh-Dhuha> yang nantinya juga akan dilihat dari berbagai sisi, baik kelebihan dan kekurangan ataupun lain-lain yang dapat dibandingkan dari kedua mufassir.

Secara umum, penelitian ini hendak mengkomparasi penafsiran surat al- Dluha>menurut Bint asy-Syati’ dan Quraish Shihab. Adapun rumusan masalah yang akan diteliti oleh penulis, anatara lain: (1) Bagaimaan Sejarah dan Konteks sosial Bint asy-Syati’ dan Quraish Shihab? (2) Apa metode yang digunakan Bint asy-Syati’ dan Quraish Shihab dalam menafsirkan Surat al-Dluha>? (3) Bagaimana persamaan dan perbedaan penafsiran surat al-Dluha>menurut Bint asy-Syati’ dan Quraish Shihab?

Penelitian ini merupakan kualitatif deskriptif analisis yang bertujuan untuk mendeskripsikan, mencatat, menganalisis, dan menginterpretasikan. Jenis penelitian adalah kepustakaan (library research). Selain itu peneliti juga menggunakan metode studi komparatif yaitu membandingkan sesuatu yang memiliki fitur yang sama. Dalam hal ini, peneliti menggunkan integrated comparative method, yaitu cara membandingkan yang lebih bersifat menyatu dan teranyam. Teknis ini menurut penulis akan mengesankan riset yang benar-benar membandingkan, bukan hanya menyandingkan. Dalam hal ini penulis akan berusaha mencari kesamaan dan perbedaan penafsiran surat ad-Dhuha menurut Bint asy-Syati’ dengan Quraish Shihab.

Penelitian ini sampai pada kesimpulan bahwa perbedaan metodologi yang digunakan kedua mufassir disebabkan oleh sejarah keilmuan dan konteks sosial mufassir tersebut. Bint Syati’ dengan metode yang digagas oleh suaminya, Amin al-Khuli yaitu (1) metode tematik, dengan mengumpulkan beberapa surat mengenai topik yang ingin dipelajari (2) Untuk memahami gagasan tertentu yang terkandung di dalam Al Qur’an, menurut konteksnya ayat-ayat di sekitar gagasan itu harus disusun menurut tatanan kronologis pewahyuannya (3) mencari arti linguistik aslinya yang memiliki rasa kearaban kata tersebut dalam berbagai penggunaan material (4) mempelajari naskah yang ada dalam susunan Al Qur’an untuk mengetahui kemungkinan maksudnya, baik bentuk lahir maupun semangat teks itu harus diperhatikan. Sedangkan Quraish Shihab merupakan salah satu mufassir nusantara yang ketika menulis tafsirnya (al-Misbah) menggunakan metode tahlili Dari perbedaan metodologi tersebut ditemukan beberapa persamaan dan perbedaan penafsiran surat al-Dluha>. Quraish Shihab mengemas tafsirnya dalam bahasa yang sederhana agar mudah dipahami oleh pembacanya. Bint asy- Syati’ dengan pendalaman bahasa dan sastra pada tafsirnya hendak membawaAl Qur’an keluar dari kungkungan ekslusif tafsir tradisional dengan menempatkannyasebagai bagian dari kajian kebahasaan dan kesusastraan.

(2)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB - LATIN ... x

DAFTAR ISI ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Fokus Kajian ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Definisi Istilah ... 9

F. Metode Penelitian ... 11

G. Sistematika Pembahasan ... 15

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 18

A. Penelitian Terdahulu ... 18

B. Kajian Teori ... 21

BAB III PAPARAN TEMUAN DATA ... 29

A. Bint asy-Syati’ ... 29

1. Biografi dan Karya-Karya ... 29

(3)

2. Konteks Sosial dan Latar Belakang Penafsiran ... 34

3. Tafsir Surat adh-Dhuha> Bint asy-Syati’ ... 37

B. Quraish Shihab ... 43

1. Biografi dan Karya-Karya ... 43

2. Konteks Sosial dan Latar Belakang Penafsiran ... 48

3. Tafsir Surat adh-Dhuha> Quraish Shihab ... 51

BAB IV ANALISIS DAN INTERPRETASI DATA ... 62

A. Epistemologi Penafsiran dan Sejarah Mufassir ... 62

B. Metodologi Penafsiran ... 65

C. Tafsir Surat adh-Dhuha Bint asy-Syati’ dan Quraish Shihab ... 68

BAB V KESIMPULAN ... 72

A. Kesimpulan ... 72

B. Saran-saran ... 74

DAFTAR PUSTAKA ... 75 PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

BIOGRAFI

(4)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Penelitian ini akan membahas Tafsir Surat al-Dluha> oleh Bint asy- Syati‟ dengan Quraish Shihab. Penulis akan berupaya membandingkan penafsiran surat al-Dluha> oleh kedua mufassir. Adapun perbandingan ini akan dilihat dari beberapa sisi, yaitu Epistemologi penafsiran, Metode Penafsiran dan penafsiran surat al-Dluha> yang nantinya juga akan dilihat dari berbagai sisi, baik kelebihan dan kekurangan ataupun lain-lain yang dapat dibandingkan dari kedua mufassir.

Sebenarnya ada banyak mufassir yang juga menafsirkan surat al- Dluha> ,dari kalangan tafsir klasik seperti tafsir Ibnu Katsir, tafsir Jalalain, tafsir Jami’ al-Bayan fi Tafsir al-Quran, dan Tafsir al-Kasyaf. Dari kalangan tafsir Kontemporer seperti tafsir al-Maraghi, tafsir al-Azhar, tafsir fi Zilalil Qur‟an.

Aisyah Abdurrahman atau yang lebih dikenal dengan nama Bint asy- Syati‟ (berasal dari nama pena yang ia gunakan untuk menulis). Namanya mulai menjadi buah bibir masyarakat umum karena aktivitasnya dalam mengkaji Sastra Arab dan tafsir Al-Qur‟an.1 Bahkan, dia disebut sebagai

1 Saiful Amin Ghofur, Mozaik Mufasir al-Qur’an dari Klasik Hingga Kontemporer (Yogyakarta:

Kaukaba Dipantara, 2013), 147

(5)

perempuan pertama yang menulis tafsir.2 Kiprahnya sebagai mufassir perempuan zaman kontemporer mendapat sambutan hangat dari masyarakat luas. terlebih ketika Bint asy-Syati‟ mampu menghasilkan karya monumentalnya Kitab at-tafsi>r al-Ba>ya>ni li> al-Qur’an al-Kari>m.3 Sebenarnya masih ada beberapa karyanya dalam bidang tafsir yang ditulis oleh Bint asy-Syati‟, yaitu: Maqāl fī al-Insān: Dirāsah Qur’āniyyah, Al Qur’an wa at- Tafsīr al-‘Asrī Hāz\ā Balāg li al-Nās, Al-Qur’ān wa al-Qadhāya al-Insān:

Dirāsah Qur’āniyyah.

Para peneliti menilai Kitab at-tafsi>r al-Ba>ya>ni li> al-Qur’an al-Kari>m sebagai representasi terbaik dari metodologi tafsir Al Qur‟an yang digagas oleh Amin Al-Khūlī, yang kemudian di terapkan pada tafsirnya oleh Bint asy- Syati‟. Karya sebuah tafsir tersebut memberikan sebuah tawaran metodologi baru yang berupaya membawa Al Qur‟an keluar dari kungkungan ekslusif tafsir tradisional dengan menempatkannya sebagai bagian dari kajian kebahasaan dan kesusastraan.4 Dalam tafsir ini Bint asy-Syati‟ menafsirkan empat belas surat pendek, yang salah satu pembahasannya adalah surat al- Dluha>. Penafsiran surat al-Dluha> oleh Bint asy-Syati‟ adalah sebagai respon meluapnya sisi-sisi subjektif yang dominan dalam penafsiran surat ad-Dhuha oleh beberapa mufassir. Lebih dari itu, bayak mufassir yang dikritiknya ketika ayat-ayat dalam surat al-Dluha> ditafsirkan dengan kecenderungan

2 Bint Asy-Syati‟, Wikipedia, https://en.wikipedia.org/wiki/Aisha_Abd_al-Rahman, diakses 1 november 2017

3 Saiful Amin Ghofur, Mozaik Mufasir al-Qur’an dari Klasik Hingga Kontemporer, 148

4 Nasaiy Aziz, “Metode Penafsiran al-Qur‟an Versi Bint asy-Syati‟”Jurnal al-Muashirah vol 10 (Januari 2013), 41

(6)

tertentu seperti israiliyat, teologis, sufistik, filosofis, dan yang dengan pendekatan ilmiah (tafsir ilmi).5

Selanjutnya Quraish Shihab, merupakan salah satu dari sekian banyak mufassir nusantara serta seorang aktivis dibeberapa organisasi, Di samping mengajar, ia juga dipercaya untuk menduduki sejumlah jabatan. Quraish Shihab memang bukan satu-satunya pakar al-Qur'an di Indonesia, tetapi kemampuannya menerjemahkan dan meyampaikan pesan-pesan al-Qur'an dalam konteks kekinian dan masa post modern membuatnya lebih dikenal dan lebih unggul daripada pakar al-Qur'an lainnya.6 Sebagai mufassir kontemporer dan penulis yang produktif, M. Quraish Shihab menghasilkan berbagai karya yang telah banyak diterbitkan dan dipublikasikan. Salah satu karyanya yang menjadi karya monumental adalah tafsir al-Misbah merupakan tafsir al-Qur‟an 30 juz yang ditulisnya dengan sangat detail hingga 15 jilid/Volume. Ia menafsirkan al-Qur‟an secara runtut sesuai dengan tartib susunan mushaf.7

Perbandingan penafsiran dari kedua mufassir tersebut dirasa akan menarik, karena dilihat dari perbedaan Negara, politik, latar belakang keilmuan, metodologi penafsiran serta tujuan penafsiran. Selain dari Perbedaan yang signifikan tersebut, kedua mufassir pernah tinggal di Mesir

5 Nirwan Nuraripin, “Konstruksi Epistimologi Penafsiran Bint asy-Syati‟ dalam Surat ad-Duha”

(skripsi Jurusan Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin dan Pemikir Islam UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2015), 4

6 Quraish Shihab, Wikipedia https://id.wikipedia.org/wiki/Muhammad_Quraish_Shihab, diakses 1 november 2017

7 Saiful Amin Ghofur, Mozaik Mufasir al-Qur’an dari Klasik Hingga Kontemporer... 188

(7)

dalam 1 periode meskipun tidak pernah bertemu. Bahkan awal penulisan tafsir al-Misbah yaitu ketika Quraish Shihab menjadi Duta RI di Mesir.

Meskipun tidak secara khusus Quraish Shihab menafsirkan surat al- Dluha> seperti yang dilakukan oleh Bint asy-Syati‟, akan tetapi dari segi penafsiran pembahasan tidak diragukan lagi kerinciannya. Penulis juga ingin membandingan tafsir milik Bint asy-Syati‟ dengan salah satu mufassir di Indonesia, dan dirasa yang paling pas untuk disandingkan penafsirannya adalah milik Quraish Shihab melihat realitas bahwa tafsir miliknya ialah karya yang besar dan berkualitas, tanpa menafikkan karya mufassir nusantara lainnya yang juga berkualitas.

Perbandingan kedua tokoh diatas akan dikaji dengan metode komparasi, yaitu salah satu model penelitian al-Qur‟an atau tafsir (comparative reserch/al-bahts al-Muqarin). Secara bahasa, comparative berarti a compararison between things which have similar features, often used to help explain a principle or idea.8 Artinya, membandingkan sesuatu yang memiliki fitur yang sama, sering digunakan untuk menjelaskan prinsip atau gagasan. Istilah comparative reserch pada mulanya adalah sebuah metodologi riset dalam ilmu sosial yang bertujuan membuat perbandingan di berbagai negara atau budaya. Namun kemudian, seiring perkembangannya juga dilakukan dengan membandingan „sesuatu‟. Dalam kajian tafsir al- Qur‟an comparative reserch ini dikenal dengan (metode muqaran) al-Tafsir

8 Lihat cambrigne dalam Abdul Mustaqim, Metode Penelitian al-Qur’an dan Tafsir (Yogyakarta:

Idea Press, 2015), 134

(8)

al-Muqarin, sesuatu yang diperbandingkan itu dapat berupa, pemikiran, teori atau metodologi.

Dalam sejarah perkembangannya, tafsir sudah ada sejak zaman Rasulullah saw. Namun penjelasan mengenai ayat-ayat yang tidak dipahami atau samar tersebut tidak semuanya kita ketahui karena tidak sampainya riwayat-riwayat tentangnya atau memang karena Rasulullah saw, tidak menjelaskan semua kandungan al-Qur‟an. Jika pada masa Rasulullah saw, para sahabat menanyakan persoalan-persoalan yang tidak jelas kepada beliau, maka setelah wafatnya, mereka terpaksa melakukan ijtihad, khususnya mereka yang mempunyai kemampuan seperti Ali bin Abi Thalib, Ibnu

„Abbas, Ubay bin Ka‟ab, dan Ibnu Mas‟ud.9

Disamping itu, para tokoh tafsir dari kalangan sahabat yang disebutkan diatas mempunyai murid-murid dari pada tabi’in. Dalam sejarah perkembangan metode penafsiran, para mufassir mempunyai metode yang berbeda dalam perinciannya dengan mufassir yang lain.10 Jika ditelusuri perkembangannya, maka ditemukan secara garis besar penafsiran al-Qur‟an terdapat empat metode, yaitu: Ijmali (global), tahlili (analitis), muqarin (perbandingan), maudh’ui (tematik). Lain hal dengan mufassir klasik, mufassir modern kontemporer memiliki metode yang berbeda. Para mufassir modern kontemporer dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur‟an lebih menjelaskan bahwa Islam tidak bertentangan dengan ilmu pengetahuan dan

9 Quraish Shihab, Membumikan al-Quran: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, 71

10 Ibid, 73

(9)

kemoderana. Jika dilihat secara umum ada beberapa metode penafsiran al- Qur‟an di era modern kontemporer , (1) metodologi tafsir sastra tematik (2) metode linguistik arab (nukat al-Balaghah al ‘Arabiyah) dan gaya bahasa (Asalib al-Isti’mal), (3) metode gerakan ganda (Double Move ment)11 dan masih banyak lagi metode penafsiran al-Qur‟an yang di rumuskan oleh mufassir Kontemporer lainnya.

Dengan studi komparasi ini diharapkan penulis mampu menangkap serta memahami kandungan tafsir surat al-Dluha> menurut pemikiran Bint asy-Syati‟ dalam at-tafsi>r al-Ba>ya>ni li> al-Qur’an al-Kari>m dengan Quraish Shihab dalam tafsir al-Misbah. Mendapatkan perbandingan penafsiran, dengan menganalisa apabila ada persamaan atau perbedaan penafsiran surat ad-Dluha> dalam tafsir kedua tokoh. Serta mengalisis segala hal yang dibangun dalam upaya mendapatkan metodologi yang digunakan oleh kedua mufassir.

B. Fokus Kajian

Perumusan masalah dalam penelitian kualitatif disebut dengan istilah fokus penelitian. Bagian ini mencantumkan semua fokus permasalahan yang akan dicari jawabannya melalui proses penelitian.12 Dengan adanya rumusan masalah diharapkan dapat memecahkan masalah atau sedikitnya menutup

11 Ali Aljufri, Metodologi Tafsir Modern-Kontemporer, 134-143

12 Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Jember: IAIN Jember Press, 2017), 45

(10)

celah yang ada.13 Secara umum, penelitian ini hendak mengkomparasi penafsiran surat al-Dluha> menurut Bint asy-Syati‟ dan Quraish Shihab.

Adapun rumusan masalah yang akan diteliti oleh penulis, anatara lain:

1. Bagaimaan Sejarah dan Konteks sosial Bint asy-Syati‟ dan Quraish Shihab?

2. Apa metode yang digunakan Bint asy-Syati‟ dan Quraish Shihab dalam menafsirkan Surat al-Dluha>?

3. Bagaimana persamaan dan perbedaan penafsiran surat al-Dluha> menurut Bint asy-Syati‟ dan Quraish Shihab?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian merupakan gambaran tentang arah yang akan dituju dalam melakukan penelitian. Tujuan penelitian harus mengacu kepada masalah-masalah yang telah dirumuskan sebelumnya.

Adapun tujuan penelitian ini, antara lain:

1. Untuk mengetahui Sejarah dan Konteks sosial Bint asy-Syati‟ dan Quraish Shihab.

2. Untuk memahami metode yang digunakan Bint asy-Syati‟ dan Quraish Shihab dalam menafsrikan Surat al-Dluha>.

3. Untuk mendapatkan hasil persamaan dan perbedaan penafsiran surat al- Dluha> menurut Bint asy-Syati‟ dan Quraish Shihab.

13 Abd Muin Salim, Metodologi ilmu tafsir (Yoogyakarta: Teras, 2010), 164

(11)

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis

Manfaat teoritis adalah manfaat target jarak pendek dari penelitian ini, yakni mendapatkan komprasi penafsiran surat al-Dluha> dari Bint asy- Syati‟ dengan Quraish Shihab. Untuk mengetahui adanya persamaan atau perbedaan yang mungkin ada dari komparasi pemikiran kedua tokoh.

Dengan penelitin ini diharapkan dapat memberikan kontribusi baru dalam penelitian tafsir, terutama pada studi komparasi pemikiran tokoh mufassir.

2. Manfaat praktis

Manfaat penelitian ini berisi tentang kontribusi apa yang akan diberikan setelah melakukan penelitian. Agar penelitian ini dapat berguna bagi semua pihak, baik institusi sendiri maupun penulis dan juga masyarakat umum.

a. Bagi penulis

Dengan mengkomparasikan pemikiran kedua tokoh, yaitu Bint asy- Syati‟ dengan Quraish Shihab diharapkan dapat menjadi pengalaman baru bagi penulis dalam hal penelitian pustaka, terutama penelitian studi komparasi. Menjawab keingintahuan penulis tentang tentang tafsir al-Dluha> dengan membaca beberapa buku yang terkait, serta tafsir al- Dluha> dalam Kitab at-tafsi>r al-Ba>ya>ni li> al-Qur’an al-Kari>m dan tafsir al-Misbah.

(12)

b. Bagi IAIN Jember

Penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah keilmuan dalam bidang tafsir di IAIN Jember, terutama pada fakultas Ushuluddin Adab dan Humaniora jurusan Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir yang dapat digunakan sebagai acuan terhadap penelitian-penelitian selanjutnya, terutama pada bidang tafsir.

c. Bagi Masyarakat Umum

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif terhadap pengetahuan masyarakat Muslim secara luas terutama mengenai tafsir al-Dluha>. Selain itu penelitian dapat dijadikan tambahan informasi, referensi, atau sumber bagi penelitian yang selanjutnya.

d. Bagi Akadamisi

Secara Akademisi penelitian ini merupakan tugas akhir sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar S. Ag (Sarjana Agama).

Pada jurusan Tafsir Hadist Prodi Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir fakultas Adab dan Humaniora.

E. Definisi Istilah

Definisi istilah berisi tentang pengertian istilah-istilah penting yang menjadi titik perhatian peneliti di dalam judul penelitian. Tujuannya agar tidak terjadi kesalahpahaman terhadap makna istilah sebagaimana yang dimaksud oleh peneliti.14

14 Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah...45

(13)

Adapun definisi istilah dalam penelitian yang berjudul Tafsir Surat al- Dluha> (Studi Komparasi Penafsiran Aisyah Abdurrahman (Bint asy-Syati‟) dengan Quraish Shihab) adalah sebagai berikut:

1. Tafsir

Definisi tafsir Yang dimaksud penulis pada penelitian ini ialah, juga seperti yang dikemukakan oleh Quraish Shihab, kata Tafsir, pada mulanya berarti penjelasan, atau penampakan makna. Ahmad Ibnu Faris (w. 395 H), pakar ilmu bahasa menjelaskan dalam bukunya al-Maqayis fi al- Lughah bahwa kata-kata yang terdiri dari ketiga huruf fa-sin-ra’

mengadnung makna keterbukaan dan kejelasan. Dari sini kata fasara (رسف) serupa dengan safara (رفس). Hanya saja yang pertama mengandung arti menampakkan makna yang dapat terjangkau oleh akal, sedang yang kedua, yakni safarra, menampakkan hal-hal yang bersifat material dan indrawi.

Patron kata tafsir (ريسفت) yang terambil dari kata fasara (رسف) mengandung makna kesungguhan membuka atau berulang-ulangan melakukan upaya membuka, sehingga itu berarti kesungguhan dan berulang-ulangnya upaya untuk membuka apa yang tertutup/menjelaskan apa yang musykil/sulit dari makna sesuatu, antara lain kosa kata.15

2. Metode Muqaran/komparasi

Metode muqaran adalah menjelaskan ayat-ayat al-Qur‟an dengan merujuk pada penjelasan para mufassir. Metode muqaran mempunyai

15 Quraish Shihab, Kaidah Tafsir: syarat, ketentuan dan aturan yang patut anda ketahui dalam memahami ayat al-Qur’an ( Tangerang: Lentera Hati, 2013), 9

(14)

pengertian yang lebih luas, yaitu membandingkan ayat-ayat al-Quran yang berbicara tentang tema tertentu, atau membandingkan ayat-ayat al-Qur‟an dengan hadist-hadist nabi.16

Metode tafsir ini menekankan kajiannya pada aspek perbandingan tafsir al-Qur‟an. Penafsiran yang menggunakan metode ini pertama sekali menghimpun sejumlah ayat-ayat al-Qur‟an, kemudian mengkajinya dan meneliti penafsiran sejumlah penafsir mengenai ayat-ayat tersebut dalam karya mereka. Melalui cara ini penafsir mengetahui posisi dan kecenderungan para penafsir sebelumnya yang dimaksudkan dalam objek kajian.

Metode muqaran juga digunakan dalam membahas ayat-ayat al-Qur‟an yang memiliki kesamaan redaksi namun berbicara tentang topik yang berbeda, atau sebaliknya.

F. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian a. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kepustakaan (library research). Jenis penelitian kepustakaan digunakan untuk mengumpulkan data yang berasal dari buku, naskah, dokumen, foto dan lain-lain yang berkenaan dengan al-Qur‟an dan tafsirnya.17

16 Rosihon Anwar dan Asep Muharom, ilmu tafsir (Bandung: Cv pustaka setia, 2015) 164

17 Nashruddin Baidan dan, Metodologi Khusus Penelitian Tafsir (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2016), 27-28

(15)

b. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian in iadalah metode kualitatif deskriptif analisis yang bertujuan untuk mendeskripsikan, mencatat, menganalisis, dan menginterpretasikan. Selain itu peneliti juga menggunakan metode studi komparatif yaitu membandingkan sesuatu yang memiliki fitur yang sama. Dalam hal ini, peneliti menggunkan integrated comparative method, yaitu cara membandingkan yang lebih bersifat menyatu dan teranyam. Teknis ini menurut penulis akan mengesankan riset yang benar-benar membandingkan, bukan hanya menyandingkan. Peneliti berusaha mencari artikulasi tertentu yang dapat mewadai konsep konsep tokoh yang dikaji, sehingga dalam uraian dan analisisnya tampak lebih dialektik dan komunikatif. Dalam hal ini penulis akan berusaha mencari kesamaan atau perbedaan penafsiran surat ad-Dhuha menurut Bint asy-Syati‟ dengan Quraish Shihab. 18

c. Pendekatan Penelitian

Pada penelitian ini penulis menggunakan pendekatan hermeneutika. Hermeneutika diartikan sebagai “the art science of interpreting especially authoritative writhings;mainly in application to scared scripture, and equivalent to exegeis” (seni dan ilmu menafsirkan khususnya tulisan-tulisan berkewenangan, terutama berkenaan dengan kitab suci dan/atau identik dengan tafsir).

18 Abdul Mustaqim, metode penelitian al-Qur’an dan Tafsir (Yogyakarta: CV Idea Sejahtera, 2015 ), 132-133

(16)

Hermeneutika juga dapat dipahami sebagai suatu ilmu filsafat yang memusatkan bidang kajiannya pada únderstanding of understanding”

(pemahaman pada pemahaman) terhadap teks, terutama teks kitab suci yang datang dari kurun waktu, tempat, serta situasi sosial yang asing bagi para pembacanya.19 Wilhem Dilthey, sebagai saah satu tokoh filsafat memperluas gagasan hermeneutika sebagai suatu disiplin yang dapat menjadi fondasi geisteswissenchaften (yaitu, semua disiplin yang memfokuskan pada pemahaaman seni, aksi, dan tulisan manusia). untuk menafsirkan ekspresi hidup manusia, baik itu yang berkaitan dengan hukum, karya sastra, maupun kitab suci membutuhkan tindakan pemahaman historis. Dilthey menyatakan, suatu tindakan yang secara fundamental berbeda dari pendekatan kuantitatif, penangkapan ilmu dari dunia alam, karena dalam tindakan pemahaman historis ini yang harus berperan adalah pengetahuan pribadi mengenai apa yang dimaksud manusia.20 Intinya tujuan hermeneutika secara umum yaitu untuk mehamahami secara mendalam.21 Hermeneutika memandang penafsiran/ interpretasi sebuah teks dengan menimbang beragam unsur dalam sebuah penafsiran, termasuk perbedaan tempat dan waktu, tingkat pengetahuan dan psikologis penafsir yang sangat mempengaruhi hasil sebuah penafsiran.22

19 Edi Susanto, Studi Hermeneutika Kajian Pengantar, 2

20 Richard E. Palmer, Hermeneutika Teori Baru Mengenai Interpretasi, 45

21 Imam Musbikin, Istanthiq al-Qur’an (Yogyakarta: Jaya Star Nine, 2016), 57

22 Ibid, 57

(17)

Dengan menggunakan pendekatan hermeneutika, diharapkan peenelitian terkait penafsiran Quraish Shihab dan Bint asy-Syati‟

dapat terurai secara lebih mendalam dengan memandang dan menimbang berbagai aspek yang terdapat di dalamnya, baik tempat dan rentan waktu penafsiran, hingga melacak karir intelektual untuk mengetahui tingkat pengetahuan keduanya dan juga aspek psikologis dengan melihat kecenderungan yang terdapat dalam karya-karya keduanya.

2. Sumber data

Pada penelitian ini dapat diperoleh data kepustakaan yang terdiri dari sumber primer dan sekunder. Sumber primer merupakan rujukan utama yang menjadi landasan data yang akan diamati dan dianalisis.

Sedangkan sumber data sekunder merupakan sumber-sumber lain-lain yang dapat menunjang kelengkapan data dalam penelitian.

a. Data Primer

Sesuai dengan dalam fokus dalam penelitian ini adalah tafsir ad- Dhuha menurut Bint asy-Syati‟ dan Quraish Shihab, data primer yang digunakan pada penelitian ini adalah Kitab at-tafsi>r al-Ba>ya>ni li> al- Qur’an al-Kari>m karya Aisyah Abduraahman (Bintu asy-Syati‟) dan tafsir al-Misbah karya Quraish Shihab.

(18)

b. Data Sekunder

Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari buku, jurnal, skripsi, majalah, artikel, web dan lain sebagainya yang berkaitan dengan data primer pada penelitian ini.

3. Tehnik pengumpulan data

Tehnik pengumpulan data adalah prosedur yang sistematis dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan. Selalu ada hubungan antara metode pengumpulan data dengan masalah penelitian yang akan dipecahkan, masalah memberi arah dan mempengaruhi metode pengumpulan data.23 Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah metode dokumentasi.

4. Analisis Data

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif-analisis. Metode deskriptif digunakan peneliti untuk mendeskripsikan penafsiran surat al-Dluha> menurut kedua tokoh yaitu Bint asy-Syati‟ dan Quraish Shihab. Sedangkan metode analisis digunakan untuk menganalisis adanya perbedaan atau persamaan penafsiran surat al-Dluha> menurut kedua tokoh.

G. Sistematika Pembahasan

Mengacu pada penelitian di atas, untuk memudahkan dan demi runtutnya penalaran dalam penelitian, kajian dalam penelitian ini akan dibagi

23 Prof. Dr. Abd. Muin Salim, MA, metodologi Ilmu Tafsir (Yogyakarta: Teras, 2010), 171

(19)

dalam tiga bagian umum, yaitu pendahuluan, isi dan penutup dengan sistematika sebagai berikut:

Bab I berisi pendahulian yang menguraikan tentang alasan serta argumentasi seputar pentingnya penelitian ini untuk di kaji. Sebagai landasan awal dalam melakukan penelitian, bab I terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, serta manfaat penelitian, definisi istilah, metode penelitian dan sistematika pembahasan.

Bab II bersisi tentang kajian pustaka yang terdiri dari kajian terdahulu dan kajian teori. Kajian terdahulu akan menguraikan tentang tulisan-tulisan yang berkenaan dengan pemikiran Aisyah Abdurrahman Bint asy-Syati‟ dan Quraish Shihab yang telah dilakukan/diteliti oleh peneliti sebelumnya.

Sedangkan kajian teori akan menguraikan tentang teori interpretasi/penafsiran dan teori interpretasi fenomenologis.

Bab III akan berisi tentang biografi intelektual Aisyah Abdurrahman Bint asy-Syati‟ dan Quraish Shihab yang terdiri dari latar belakang kehidupan termasuk karya-karya kedua mufassir pada tafsirnya yang menjadi sumber pokok pada penelitian ini. Pada bab III juga akan berisi pemaparan penafsiran kedua tokoh terhadap surat al-Dluha>.

Bab IV pada bab ini akan berisi mengenai inti dari penelitian, berisi tentang analisis pemikiran Bint asy-Syati‟ dan Quraish Shihab. Pada bab ini akan dibahas perbandingan penafsiran keduanya. Akan dicari persamaan atau perbedaan pada penafsiran surat al-Dluha>. Dan analisis metodologi yang digunakan kedua mufassir pada tafsirnya.

(20)

Bab V merupakan bab penutup yang akan memberikan kesimpulan terhadap penelitian ini dan saran-saran serta rekomendasi untuk penelitan selanjutnya.

(21)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu

1. Penelitian Terdahulu

Dalam melakukan penelitian, peneliti mencantumkan berbagai hasil penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian yang hendak dilakukan. Dengan melakukan langkah ini, maka akan dapat dilihat sampai sejauh mana orisinalitas dan posisi penelitian yang hendak dilakukan.1

Peneliti menemukan beberapa penelitian terkait pemikiran Quraish Shihab dalam tafsir al-Misbah dan Bint asy-Syati‟ dalam kitab al-tafsir al-Bayani li al-Qur’an al-Karim. Adapun penelitian terdahulu yang terkait yaitu, sebagai berikut:

a. Tesis yang ditulis oleh Badru Tamam pada tahun 2008 di sekolah pasca sarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang berjudul Corak Pemikiran Kalam Quraish Shihab Dalam Tafsir al-Misbah. Tesis ini membahas corak kalam pada tafsir al-Misbah Quraish Shihab, pembahsan tesis ini berkenaan dengan masalah ketuhanan dan manusia. pembahasannya di batasi pada hal itu saja karena masalah tersebut dianggap menjadi tema aktual yang menjadi topik pembicaraan pada masa kemasa. Tesis ini hanya sebatas

1 Tim Penyusun, Pedoman Karya ilmiah kampus....46

(22)

pembahasan corak kalam saja, tidak mengkomparasikan dengan tafsir lainnya dan tidak membahas tafsir surat ad-Dhuha didalamnya.2

b. Karya Benny Hifdul Fawaid yang berjudul “al-Balad dalam al- Qur’an (Studi Komparatif Tafsir Fi Zhilalil Qur’an dengan Tafsir al- Misbah)”. Tesis (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2006). Tesis ini mengkaji tafsir al-Balad dan derivasinya dalam al-Qur‟an dengan studi Komparasi pada tafsir Fi Zhilalil Qur’an dengan tafsir al- Misbah. Pembahasannya hanya terfokus pada ayat-ayat al-Balad dalam al-Qur‟an saja, akan tetapi tidak dengan ayat-ayat yang mengandung sinonim dengan al-Balad seperti al-Dar, al-Qaryah, Madinah, al-Wathan dan al-Ardh. Tesis ini juga mencari persamaan dan perbedaan yang mungkin ada pada penafsiran kedua tokoh.3

c. Skripsi yang ditulis Nirwan Nuraaripin pada tahun 2015 di Universitas Islam negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta yang berjudul Konstruksi Epistimologi Penafsiran Bint asy-Syati’ Dalam Surat ad-Duha.

Sripski ini mengkaji struktur fundamental epitimologi dan karakteristik serta unsur-unsur yang membentuk epistimologi Bint asy-Syati‟ dalam penafsiran surat ad-Duha. Menurut analisi Nirwan Nuraripin penafsiran Bint asy-Syati‟ pada surat al-Dluha> ini menuai berbagai kritik karena dianggap penafsirannya tidak terlepas dari posisinya sebagai salah satu mufassir di era reformatif. Skripsi ini

2 Badru Tamam, “Corak Pemikiran Kalam Quraish Shihab dalam Tafsir al-Misbah” (Tesis Program Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2008), 11

3 Benny Hifdul Fawaid, “al-Balad dalam al-Qur‟an (Studi Komparatif Tafsir Fi Zhilalil Qur‟an dengan Tafsir al-Misbah)” (Tesis Pascasarjana Konsentrasi Tafsir-Hadist UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2006), 12

(23)

tidak membahas tafsiran al-Dluha> Bint asy-Syati‟ dan tidak mengkomparasikan penafsiran Bint asy-Syati‟ pada surat ad-Duha.4 d. Skripsi yang ditulis oleh Muh Taqiyudin pada tahun 2010 di

Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta yang berjudul Qasam Dalam al-Qur’an (Studi Komparasi Pemikiran Ibn al-Qayyim al-Jauziyyah dan ‘Aisah Abdurrahman Bint al-Syati’ terhadap ayat- yat sumpah). Skripsi ini mengkaji pemikiran Ibn al-Qayyim dan Bint asy-Syati‟ tentang qasam dalam al-Qur‟an, serta mencari titik perbedaan antara pemikiran keduanya. Penelitian hanya terfokus pada pembahasan qasam dalam al-Qur‟an saja.5

e. Karya Saprialman yang berjudul “Konsep Iman Dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah Ayat 117 Dalam Tafsir Al-Misbah Karya Quraish Shihab Dan Relevansinya Dengan Tujuan Pendidikan Islam”. Skripsi (Yogyakarta: UIN Sunan Kali Jaga, 2015). Skripsi ini membahas konsep iman menurut Quraish Shihab dalam tafsir al-Misbah pada surat al-Baqarah ayat 117 dan relevansinya dengan tujuan pendidikan Islam. menurut Saprialman pengambilan topik dengan sumber tafsir surat al-Baqarah ayat 117 dalam tafsir al-Misbah dikarenakan pada pada surat dan ayat tersebut sudah mewakili ayat-ayat lainnya yang berbicara mengenai iman. Pada penelitian ini pembahasan tentang

4 Nirwan Nuraripin, “Konstruksi Epistimologi Penafsiran Bint asy-Syati‟ dalam Surat ad-Duha”...

xi

5 Muh Taqiyun, “Qasam Dalam al-Qur‟an: Studi Komparasi Pemikiran Ibn al-Qayyim al- Jauziyyah dan „Aisyah Abdurrahman Bint al-Syati‟ terhadap ayat-yat sumpah” (Skripsi Jurusan Tafsir dan Hadits Fakultas Ushuluddin, Studi Agama dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2010), vii

(24)

tafsir al-Misbah hanya terfokus pada satu ayat saja, namun dengan mencari relevansinya dengan tujuan pendidikan Islam.

B. Kajian Teori

a. interpretasi/ penafsiran

Tafsir secara bahasa mengikuti wazan “taf‟il”, berasal dari akar kata al-fasr (f, s, r) yang berarti menjelaskan, menyingkap dan menampakkan atau menerangkan makna yang abstrak. Kata kerjanya mengikuti wazan “daraba – yadribu” dan “nasara – yansuru”. Dikatakan

“fasara (asy-Syai‟a) yafsiru” dan “yafsuru, fasran”, dan “fasarahu”, artinya “abanahu” (menjelaskannya). Kata at-tafsir dan al-fasr mempunyai arti menjelaskan dan menyingkap yang tertutup.6

Az-Zarkasi mendefinisikan tafsir adalah ilmu untuk memahami kitab Allah yang diturunkan kepada nabi-Nya, yaitu Muhammad saw, menjelaskan makna-maknanya dan menyimpulkan ketentuan-ketentuan hukum serta hikmah-hikmah. Itu semua diperoleh melalui ilmu bahasa Arab, Nahwu, Tashrif, Ilmu Bayan, Ushul Fiqih, Ilmu Qira‟at, Asbab an- Nuzul, dan Masikh-Mansukh.7

Dari definisi tafsir yang disampaikan oleh az-Zarkasi maka dapat di definisikan bahwa mufassir adalah seorang yang memiliki ilmu bahasa Arab, Nahwu, Tashrif, Ilmu Bayan, Ushul Fiqih, Ilmu Qira‟at, Asbab an- Nuzul, dan Nasikh-Mansukh. Yang berusaha menjelaskan makna-makna

6 Manna‟ Khalil al-Qathan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, terj. Mudzakir AS (Bogor: Pustaka Litera AntarNusa, 2013) , 456

7 Muhammad bin Alawi al-Maliki al-Husni, Mutiara Ilmu-ilmu al-Qur’an, terj. Rosihon (Bandung: Pustaka Setia, 1999), 401

(25)

dan menyimpulkan ketentuan-ketentuan hukum serta hikmah-hikmah yang ada pada al-Qur‟an.

Sedangkan penafsiran/interpretasi adalah usaha yang dilakukan mufassir untuk menjelaskan makna-makna dan menyimpulkan ketentuan-ketentuan hukum serta hikmah-hikmah yang ada pada al- Qur‟an. Dari definisi tafsir, mufassir, dan penafsiran diatas, berikut beberapa aliran tafsir dilihat dari segi sumber pengambilan atau orientasi penafsirannya:8

1. Tafsir bi al-Riwayah/bi-al-Ma’tsur/bi-al-Manqul: adalah penafsiran al-Qur‟an yang dilakukan dengan cara menafsirkan al-Qur‟an dengan al-Qur‟an, menafsirkan al-Qur‟an dengan al-Sunnah al- Nabawiyyah dan Menafsirkan al-Qur‟an dengan pendapat sahabat, bahkan tabi‟in menuurt beberapa ulama.

2. Tafsir bi al-Dirayah/ bi-al-Ma’qul/ bi-al-Ra’yi/ bi-al-Ijtihad: adalah penafsiran al-Qur‟an yang dilakukan berdasarkan ijtihad mufassir setelah mengenali terlebih dahulu bahasa Arab dari berbagai aspeknya serta mengenali lafal-lafal bahasa Arab dan segi-segi argumentasinya yang dibantu dengan menggunakan sya‟ir-sya‟ir jahili serta mempertimbangkan sabab nuzul, dan lain-lain sarana yang dibutuhkan oleh mufassir.9 Intinya, yang dimaksud dengan tafsir bi al-ra‟yi alah menafsirkan al-Qur‟ann dengan lebih

8 Muhammad Amin Suma, Ulumul Qur’an (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2014), 332

9 Muhammad Husayn al-Dzahabi dalam Muhammad Amin Suma...351

(26)

mengutamakan pendekatan kebahasaan dari berbagai seginya yang sagat luas.

3. Tafsir bi al-Isyarah: adalah menakwilkan al-Qur‟an dengan mengesampingkan (makna) lahiriahnya karena ada isyarat (indikator) tersembunyi yang hanya bisa disimak oleh orang-orang yang memiliki ilmu suluk dan tasawuf. Tetapi besar kemungkinan pula memadukan antara makna isyarat yang bersifat rahasia itu dengan makna lahir sekaligus.10

Selanjutnya klasifikasi metode tafsir dan corak penafsiran.

Berdasarkan cara menguaikan penafsiran ayat, yaitu:11 metode Tafsir al- tahlili (Deskriptif-Analisis), Tafsir al-Ijmali (Tafsir Global), Tafsir al- Muqaran (Tafsir Perbandingan), Tafsir al-Maudhu’i (tafsir tematik).

Corak penafsiran al-Qur‟an berdasarkan isi kandungan pembahasannya, terdiri dari:12 tafsir falsafi (Tafsir Filsafat), tafsir ilmi (Tafsir Ilmiah), tafsir tarbawi (Tafsir Pendidikan), tafsir akhlaqi (Tafsir Moral), dan tafsir fiqhi (Tafsir Hukum).

b. Hermeneutika

Definisi Hermeneutika menurut Hans Georg Gadamer dalam artikelnya “Classical and Philosophical Hermeneutics” yang di dalamnya dia mengungkapkan bahwa sebelum digunakan sebagai

10 Muhammad Abd al-„Azhim al-Zarqani dalam Muhammad Amin Suma...370

11 Ibid, 378

12 Ibid 395

(27)

disiplin keilmuan istilah tersebut me-refer pada pratice/tecne (sebuah aktivitas) penafsiran dan pemahaman. Dalam hal ini dia mengatakan:

Hermeneutics is the pratical art, a techne, involved in such thing as preaching other languages, explaining, and explicating texts. And, as the basis of all of these, the art of understanding, an art particularly required any time the meaning of something is not clear unambigious.13

(Hermeneutika adalah seni praktis, yakni techne, yang digunakan dalam hal-hal seperti berceramah, menafsirkan bahasa-bahasa lain, menjelaskan dan menerangkan teks-teks, dan sebagai dasar dari semua ini (ia merupakan) seni memahami, sebuah seni yang secara khusus dibutuhkan ketika makna sesuatu teks itu tidak jelas).

Dari makna yang di ungkapkan Gadamer tersebut pulalah Friedrich Schleiermacher mengartikan Hermeneutika dengan “seni memahami secara benar bahasa orang lain, khususnya bahasa tulis” (the art of understanding righly another man’s language, particularly his written language ). Selain sebagai seni, hermeneutika pada masa modern, menurut Gadamer, diartikan sebagai art of exegesis (seni menafsirkan), lelbih dari itu, hermeneutika sebagai disiplin yang membahas aspek- aspek metodis yang secara teoritis dapat menjustifikasi aktivitas penafsiran. Definisi hermeneutika sebagai gabungan antara aktivitas dan metode penafsiran juga didapati pada definisi yang dikemukakan oleh Franz-Peter Burkard: “Kunts der Interpretation von texten, im weiteren Sinn die theoretische Reflexion auf die Methoden und Bedingungen des Verstehens” (seni menafsirkan teks, dan dalam arti lebih luas

13 Sahiron Syamsuddin, Hermeneutika dan Pengembangan Ulumul Qur’an (Yogyakarta:

Pesantren Nawasea Press, 2009), 6

(28)

hemeneutika adalah refleksi teoritis tentang metode-metode dan syarat- syarat pemahaman).14

Meskipun para ahli memberikan definis hermeneutika yang agak berbeda-beda, namun mereka sepakat bahwa hermeneutika membahas metode-metode yang tepat untuk memahami dan menafsirkan hal-hal yang perlu ditafsirkan., seperti ungkapan-ungkapan atau simbol-simbol yang karena berbagai macam faktor sulit dipahami. Ini adalah arti hermeneutika secara sempit. Dalam arti luas, bisa dikatakan bahwa hermeneutika adalah cabang ilmu pengetahuan yang membahas hakekat, metode dan syarat serta prasyarat penafsiran. 15

Wilhem Dithey menjadikan hermeneutika sebagai Fondasi Geisteswisssenschaften (semua ilmu sosial dan kemanusiaan, semua disiplin yang menafsirkan ekspresi-ekspresi “kehidupan batin manusia”, baik dalam bentuk ekspresi isyarat (sikap), perilaku historis, kodifikasi hukum, karya seni atau sastra).16 Maksud gagasan Dilthey adalah untuk berusaha mengembalikan kedudukan Humaniora kepada tempatnya setelah diporak-porandakan oleh paham-paham tokoh filsafat sebelumnya yang menyatakan bahwa segala sesuatu yang tidak dapat dibuktikan melalui eksperimen merupakan sesuatu yang tidak ilmiah atau tidak bermakna.17 Dilthey menganggap makna yang perlu dipahami dari

14 Ibid...6

15 Ibid...10

16 Richard E. Palmer, Hermeneutika Teori Baru Mengenai Interpretasi, terj. Musnur Henry&Damanhuri Muhammed (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), 110

17 Quraish Shihab, Kaidah Tafsir: syarat, ketentuan dan aturan yang patut anda ketahui dalam memahami ayat al-Qur’an... 413

(29)

ilmu humaniora adalah makna teks dalam konteks kesejarahannya.

Sehingga hermeneutika menurut Dithey bertujuan untuk memahami teks sebagai ekspresi sejarah, dan bukan ekspresi mental penggagas, sehingga yang perlu di dekonstruksi dari teks adalah makna dari peristiwa sejarah yang mendorong lahirnya teks.18

Teori ini dikembangkan dalam hermeneutika Wilhem Dilthey untuk mengungkap keutuhan suatu fenomena. Untuk mendapatkan basis metodologi tertentu Dilthey memandang sesuatu sebagai:19

1. Merupakan sebuah problem epistemologi

2. Persoalan mendalami konsepsi terhadap kesadaran sejarah

3. Kebutuhan untuk memahami ekspresi dari luar “kehidupan itu sendiri”

Teori yang muncul dalam konteks untuk memperjelas distingsi antara geisteswissenschaften (semua ilmu sosial dan kemanusiaan, semua disiplin yang menafsirkan ekspresi-ekspresi “kehidupan batin manusia”.

baik dalam bentuk ekspresi isyarat (sikap), perilaku historis, kodifikasi hukum, karya seni, atau sastra) dan naturewissenschaften (ilmu alam) ini dapat diaplikasikan dalam melihat metodologi yang digunakan oleh Bintu Syathi‟dan Quraisy Shihab. Dengan melihat seperti apa bentuk epistemologi yang dibangun oleh keduanya terkait perihal tafsir menafsirkan, diharapkan syarat pertama dari tiga pandangan diatas dapat muncul. Kedua, konsep dalam memahami terhadap kesadaran sejarah

18 Edi Susanto, Studi Hermeneutika Kajian Pengantar (Jakarta: Kencana, 2016), 47-48

19 Richard E. Palmer, Hermeneutika Teori Baru Mengenai Interpretasi, 112

(30)

dilakukan dalam bentuk penelusuran secara historis latar belakang penafsiran dengan segala hal yang melingkupinya. Baik pendidikan, sosial-budaya, politik, dan ekonomi terhadap kedua mufasir tersebut.

Ketiga, segala hal yang dibangun dalam upaya mendapatkan metodologi yang digunakan oleh kedua mufaasir ini merupakan kebutuhan untuk memahami segala bentuk ekspresi penafsiran.

Geisteswissenschaften dapat dipahami hanya jika obyeknya dapat diakses melalui suatu prosedur yang didasarkan pada hubungan sistematis antara pengalaman, ekspresi dan pemahaman. Pengalaman (erfahrung-Erlebnis) dimaknai Dilthey sebagai unit yang secara bersamaan diyakini mempunyai makna umum. Dalam hermeneutika, Erlebnis ini mempresentasikan kontak langsung dengan hidup yang dapat disebut “pengalaman hidup langsung.” Ekspresi (Ausdrucke) dipahami oleh Dilthey sebagai “obyektivikasi” pemikiran (pengetahuan, perasaan, keinginan) manusia. Pemahaman dipahaminya sebagai proses jiwa (geistige) di mana kita memperluas pengalaman hidup (erlebnis) manusia. Dengan meletakkan hermeneutika sebagai dasar geisteswissenschaften, Dilthey mengatakan bahwa manusia adalah

“makhluk historis” (eingeschichtliche wesen).20

Konsep Geisteswissenschaften dalam hermeneutika Dilthey sebagaimana disebutkan di atas hanya dapat digunakan dengan mengurai hubungan dari pengalaman, ekspresi dan pemahaman. Relevansi

20 Masykur Wahid, Teori Interpretasi Paul Ricoeur, (Yogyakarta: LKIS, 2015), 33

(31)

penggunaan hermeneutika Dilthey dalam penelitian ini untuk menganalisa bagaimana kedua penafsir yakni Bint asy-Syathi‟ dan Quraish Shihab mengawali proses pemahaman mereka (berbagai faktor- faktor dan pengalaman hidup yang memunculkan pemahaman mulai dari sosio-historis dan pendidikan), kemudian bagaimana keduanya mengekspresikan pengalaman tersebut melalui karyanya terutama saat menafsirkan surat al-Dluha>, hingga ekspresi yang berupa penafsiran tersebut dapat menjadi pemahaman untuk memperluas pengalaman hidup manusia. karenanya, konsep hermeneutika Dilthey dirasa tepat untuk diterapkan dalam penelitian ini.

(32)

BAB III

PAPARAN DAN TEMUAN DATA

A. Bint asy-Syati’

1. Biografi dan Karya-Karya

Aisyah Abdurrahman atau yang lebih dikenal dengan nama penanya yaitu Bint asy-Syati‟ adalah penafsir modern yang bergelut pada bidang studi sastra Arab dan tafsir al-Qur‟an. Beliau dilahirkan di sebelah barat sungai Nil. Nama itu dipakai karena memang ia dilahirkan di tepian Sungai Nil. Nama tersebut berarti anak perempuan pinggir (sungai). Beliau dibesarkan di tengah keluarga muslim yang shaleh dan ta‟at dalam melaksanakan ajaran agama.1 Bint asy-Syati‟ lahir pada tanggal 6 november 1913, ayahnya Syaikh Muhammad „Ali Abdurrahman adalah seorang ulama sekaligus pengikut ajaran sufi dan begitu konservatif, seorang alumni Universitas al-Azhar sekaligus pengajar di Dumyat Religious Institute, sebuah sekolah di desanya.2

Menginjak usia 5 tahun, Bint asy-Syati‟ mulai belajar menulis dan membaca pada gurunya yaitu Syeikh Mursi di Bakhum desa kelahiran ayahnya. Beliau kembali ke Damietta (rumah) ketika musim dingin dan musim gugur untuk belajar tata bahasa Arab dan materi keislaman dengan ayahnya, dan materi tersebut harus dihafalkan secara keseluruhan.

1 Saiful Amin Ghofur, Mozaik Mufasir al-Qur‟an dari Klasik Hingga Kontemporer (Yogyakarta:

Kaukaba Dipantara, 2013), 147.

2 Nasaiy Aziz, “Metode Penafsiran al-Qur‟an Versi Bint asy-Syati‟”Jurnal al-Muashirah vol 10 (Januari 2013), 36.

(33)

Pelajarannya dengan Syeikh Mursi berakhir ketika beliau sudah menyelesaikan hafalan al-Qur‟annya secara keseluruhan. Disebabkan oleh kefanatikan ayahnya yang seorang konservatif, Bint asy-Syati‟ mengalami kesulitan untuk mengakses pendidikan formal di luar rumah. Beruntungnya ada ibu dan kakeknya (Damhuji) yang berpandangan progresif meminta ayahnya untuk mendukung keinginan anaknya tersebut, membuat beliau berhasil belajar di pendidikan formal.3

Pendidikan dasarnya selesai ketika beliau berusia 10 tahun, setelah itu ibunya mendaftarkannya di sekolah umum selama tiga tahun di al- Mansoura.4 Dan sekolah guru di Tanta. Bint asy-Syati‟ meraih gelar Sarjana Muda (Baccoloureat of Art/BA) di bidang sastra Arab pada tahunn 1934.

Berkat gelar BA tersebut, beliau dinominasikan menjadi asisten di Fakultas Seni (Faculty of Art) dan dipromosikan menjadi sekretaris Universitas Putri dan pimpinan Govermental Institute for the High Class Girl.5

Selanjutnya beliau melanjutkan studi di Universitas Fuad 1 (sekarang Universitas Kairo) dan mengambil spesialisasi bahasa dan sastra Arab hingga meraih gelar sarjannya (Lc. I Licence) tahun 1939. Beliau meraih Gelar MA (Master of Art) pada tahun1941, dengan tesis yang berjudul “Kehidupan Penyair Abul „A‟la> al-Ma’arri> (w. 1058). Bint asy- Syati‟ juga sempat meniti karir sebagai pengawas pengajaran sastra Arab

3 Muh Taqiyun, “Qasam dalam al-Qur‟an (Studi Komparasi Pemikiran Ibn al-Qayyim al-Jauziyah dan „Aisyah Abdurrahman Bint al-Syati‟ terhdap ayat-ayat Sumpah)”, (Skripsi, Jurusan Tafsir dan Hadist Fakultas Ushuluddin, Studi Agama dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2010), 10.

4 Bint asy-Syati‟ dalam Nasaiy Aziz, “Metode Penafsiran al-Qur‟an Versi Bint asy-Syati” , 36

5 Ibid, 36

(34)

pada kementrian Pendidikan Mesir pada tahunn 1942. Kemudian pada tahun 1950, beliau berhasil meraih gelar Ph. D (Doctor of Philosophy) dengan nilai yang patut dipuji. Disertasinya membahas tentang Critical Research on Reesalat al-Ghufran (Trearise on Forgeveness). Setelah itu akhirnya beliau menjadi guru besar bahasa Arab khusus untuk perempuan di Universitas

„Ain al-Sya>ms.6

Beliau sudah aktif menulis di bidang sastra sejak lama, dengan menulis puisi dan esai sastra di majalah wanita an-Nahdhah an-Nisa>iyyah (Women Awakening Maganize). Kemudian pada tahun 1929, beliau menjadi guru di sekolah dasar khusus wanita di al-Mansoura. Pada akhir tahun 1932 pengawas Guru pada Departemen Pendidikan memindahkan tempat tugas, dan beliau bekerja sebagi Juru Tulis di staf sekretaris di Institute Quija (Quija College).

Pada tahun 1939, Bint asy-Syati‟ di angkat menjadi asisten dosen di Universitas Kairo. Kemudian pada tahun 1942, berkat keaktifan dalam bidang menulis akhirnya beliau dipromosikan sebagai pengawas bahasa dan sastra Arab di Departemen Pendidikan. Pada tahun 1957-1962, beliau kembali dipromosikan menjadi asisten Professor sembari menjadi dosen bahasa Arab di Universitas „Ayn al-Sya>ms. Pada tahun 1967 merupakan puncak karir Bint asy-Syati‟ yang akhirnya menjadi Professor penuh di Universitas tersebut. Pada tahun 1998, Bint asy-Syati‟ menghembuskan nafas terakhir di usia 85 tahun disebabkan oleh serangan jantung mendadak.

6 Ibid, 37

(35)

Wafatnya Bint asy-Syati‟ ini meninggalkan banyak tanda tanya bagi generasi penerusnya, karena minimnya informasi tentang pribadi beliau.7

Sebagai mufasssir dan aktivis akademik, Bint asy-Syati‟ juga menulis beberapa karya terkait studi al-Qur‟an. Dalam tesisnya yang berjudul “An Examination of Bent al-Sha>ti‟ Method of Interprinting the Qur‟an”, dari beberapa pendekatan Sahiron Syamsudin membagi dua model sistematika studi al-Qur‟an oleh Bint asy-Syati‟ yang disuguhkan dalam karya-karyanya, yaitu:8

Pertama, studi al-Qur‟an model klasik, yang menafsirkan al- Qur‟an menurut klasifikasi surat-suratnya. Model ini diterapkan pada karya monumentalnya, yaitu at-tafsi>r al-Ba>ya>ni li> al-Qur‟an al-Kari>m, yang telah terbit dalam 2 volume.

Kedua, studi al-Qur‟an dalam hubungannya dengan tema-tema tertentu (model tematik), seperti yang terdapat dalam tiga karyanya, yaitu:

Maqāl fī al-Insān: Dirāsah Qur‟āniyyah, Al Qur‟an wa at-Tafsīr al-„Asrī Hāz\ā Balāg li al-Nās, Al-Qur‟ān wa al-Qadhāya al-Insān: Dirāsah Qur‟āniyyah, serta masih ada karya-karya beliau lainnya.

7 Lihat, Valeri J. Hoffman dalam Nasaiy Aziz, “Metode Penafsiran al-Qur‟an Versi Bint asy- Syati‟”, 37

8 Sahiron Shamsuddīn, “An Examination of Bint al-Shāti' Method of Interprinting the Qur‟an”, (Tesis, MeGill University of Canada: Institute of Islamic Studies, MeGill University, 1998), 50-51

(36)

a. at-tafsi>r al-Ba>ya>ni li> al-Qur‟an al-Kari>m

Tafsir ini merupakan magnum opus dari Bint asy-Syati‟, tercetak menjadi II volume. Vol. I dicetak pada tahun 1966 dan 196delapan, dan vol. II diterbitkan pada tahun 1969. Pada tafsir al-Bayan ini terdapat 14 surat yang ditafsirkan oleh beliau dan diseleksi olehnya sendiri. 14 surat tersebut merupakan bagian surat-surat dari 30 juz yang turun sebelum hijrah dengan pembagian masing-masing 7 surat setiap volume.

b. Maqāl fī al-Insān: Dirāsah Qur‟āniyyah

Bertolak dari pemikiran bahwa manusia menempati posisi sentral dalam Al Qur‟an, karya-karya Bent asy-Syāti` di bidang studi Al Qur‟an dengan perspektif dan kandungannya senantiasa dikaitkan dengan manusia dalam Al Qur‟an. Karya ini dianggap sebagai persembahan kepada Amīn Al-Khūlī, sang pembuka mata hati, penulisannya mengedepankan pendekatan semantik dan retoris. Hal ini sesuai dengan pernyataan Bint asy-Syati` sendiri pada paragraf pertama dari wacana yang membedakan makna kata kunci al-basyar, al-ins, dan al-insān.

Bahkan ungkapan tersebut juga mengesankan penggunaan perspektif lain, yaitu semiotik.

c. Al Qur‟an wa at-Tafsīr al-„Asrī Hāzā Balāg li al-Nās

Karya ini disuguhkan kepada pembacanya sebagai jawaban alternatif bagi mereka yang mempertayakan dan meragukan ketetapan pemahaman terhadap al-Qur‟an sebagaimana yang dipahami oleh manusia yang hidup pada 14 abad silam ketika al-Qur‟an itu diturunkan.

(37)

Menurut Bint asy-Syati‟ hal ini perlu disampaikan karena perbadaan zaman yang begitu jauh antara dahulu dan sekarang. Pada zaman tersebut mereka belum mengenal ilmu pengetahuan modern seperti biologi, Geologi, Kimia, dan Antropologi.9

d. Al-Qur‟ān wa al-Qadhāya al-Insān: Dirāsah Qur‟āniyyah

Karya ini sebenarnya merupakan edisi cetak ulang serta ringkasan dari kedua karya sebelumnya. Kecuali yang terdapat pada tiga sub bab terakhir yang merupakan hal baru, belum pernah di jelaskan pada dua karya sebelumnya. Pada buku ini juga terdapat dua bagian, pertama berisi ringkasan dari Maqāl fī al-Insān: Dirāsah Qur‟āniyyah dan bagian kedua berisi ringkasan dari Al Qur‟an wa at-Tafsīr al-„Asrī.10 2. Konteks Sosial dan latar belakang penafsiran

Tafsir al-Bayan ditulis mulai tahun 1962, pada zaman tersebut di Mesir mulai terjadi kesetaraan gender bagi semua warga negaranya, terlepas dari jenis kelamin, serta hak perempuan untuk memilih dan untuk berdiri di pemilihan DPR (1956). Konstitusi ini merupakan konstitusi pertama bagi Mesir dan Arab yang memberikan wanita hak pilih untuk memilih dan mendapatkan pekerjaan. Pada tahun 1957 tepatnya, untuk pertama kali ada enam perempuan yang menjadi kandidat untuk pemilihan. Antara tahun 1956-1979, perempuan Mesir mulai mengambil peran politik, mendapat keterwakilannya di parlemen dan diangkat ke kabinet. Presiden Gamal Abdul Nasser juga memiliki aksi nasional yang dikenal dengan Nasser‟s

9 Jansen dalam Nasaiy Aziz, “Metode Penafsiran al-Qur‟an Versi Bint asy-Syati‟”, 40

10 Nasaiy Aziz, “Metode Penafsiran al-Qur‟an Versi Bint asy-Syati‟”, 40

(38)

1962 socialist Charter for National Action, pada hal ini Nasser mendukung adanya kesetaraan Gender dak hak semua warga negara untuk mendapat akses kesehatan, pendidikan, dan pekerjaan. Nasser mencoba untuk menciptakan ruang politik dan ekonomi yang baru bagi perempuan.

Walaupun rezim Nasser telah membuka peluang wanita untuk kemajuan publik, rezim ini masih belum mempersoalkan struktur keluarga, kekuasaan dan budaya patriaki, atau hukum agam tentang keluarga. Jadi laki-laki masih mendominasi didalam keluarga, tempat kerja, dan pemerintahan.11

Pada rezim Anwar Sadat, eksistensi wanita juga mulai berkembang di ruang publik dan dunia intelektual, kehidupan sosial, dan pengalaman profesonal untuk melanjutkan aktivisme mereka. Akan tetapi pada konstitusi 1971 di era Anwar Sadat, konstitusi Mesir membatalkan hukum kesetaraan perempuan yang telah dijamin di bawah rezim Nasser, dan keseteraan Gender akan memungkinkan terjadi hanya jika hal tersebut tidak bertentangan dengan aturan hukum Syariah. Konstitusi 1971 menyatakan:

“Negara menjamin keseimbangan dan kesepakatan antara tugas wanita terhadap keluarganya, di satu sisi dan terhadap pekerjaannya dalam masyarakat dan kesetaraannya dengan pria di bidang politik, sosial, dan budaya, di sisi lain tanpa melanggar aturan hukum Syariah.”12 Pada masa ini Bint asy-Syati‟ sudah dipromosikan dan selebihnya pula sudah menjadi

11 Aat Rif‟ati Zulfa, “Upaya United Nations Women dalam Penghapusan Diskriminasi Terhadap Kaum Perempuan Di Mesir Pasca Revolusi Messir”, (Skripsi, Jurusan Ilmu Hubungan International Fakulats Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah, Yogyakarta, 2017), 42-43

12 Ibid, 43

(39)

professor. Hal ini juga tentu tidak terlepas dari peran kebijakan Nasser atas kesetaraan gender saat itu di Mesir.

Pendekatan yang digunakan pada penafsirannya ialah pendekatan bahasa dan sastra, sehingga secara eksterbal tidak dapat dilepaskan dari aspek kultural dan historisitas teksnya. Meluapnya sisi subyektif yang dominan dalam penafsiran al-Dluha> menggungah respon dari Bint asy- Syati‟ untuk menafsirkan surat tersebut. Menurutnya, banyak mufassir dalam menafsirkan surat al-Dluha> memiliki kecenderungan tertentu seperti Israiliyat, Teologis, Sufistik, filosofis, dan yang disebut dengan pendekatan ilmiah (tafsir ilmi).13

Atas respon tersebut, Bint asy-Syati‟ merumuskan metodologi penafsiran baru yang berusaha mencari makna obyektif penafsiran surat al- Dluha> . Beliau secara terang-terangan menerapkan dan mengembangkan metodologi yang telah digagas oleh suaminya, Amin al-Khuli. Dengan metode tersebut penafsirannya dalam surat al-Dluha> tampak berbeda dengan mufassir yang lain.14

Untuk latar belakang penulisan tafsir al-Bayan sendiri penulis mendapati alasan penulisan yang ditorehkan oleh Bint asy-Syati‟ pada kata pengantar. Menurutnya sudah banyak sekali bahasa kata indah yang ditemui selama berkecimpung dalam dunia sastra dan bahasa Arab seperti bahasa ukuran, bahasa pembicaraan, bahasa pujian, dan lain-lain. Menurut beliau

13 Nirwan Nuraripin, “Konstruksi Epistimologi Penafsiran Bint asy-Syati‟ dalam Surat ad-Duha”, (skripsi, Jurusan Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin dan Pemikir Islam UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2015), 4-5

14 Ibid, 5

(40)

dari semua bahasa yang ditemuinya tersebut, tidak ada yang lebih mulia dari bahasa al-Qur‟an. Maka dari itu menurut Bint asy-Syati‟ seharusnya orang Arab juga harus mengerti akan bahasa al-Qur‟an tersebut dengan pengertian yang sungguh-sungguh pula. Karena menurut beliau bahasa al-Qur‟an tersebut memiliki rahasia serta memiliki khasiat menyembuhkan. Dari beberapa aspek tersebutlah beliau menulis tafsir al-Bayan ini, untuk mengungkap rahasia bahasanya yang di nilai sangat mulia tersebut.15

3. Tafsir Surat al-Dluha> Bint asy-Syati’

Surat Ad-Dhuha merupakan surat Makiyyah tanpa ada ikhtilaf. Yang dikenal Surat ke 11 dari runtutan turunnya Ayat dan diturunkan setelah fajar. Para ahli tafsir bersepakat bahwa Asbab Nuzulnya yaitu, melambatnya wahyu yang diterima Nabi Muhammad SAW. pada awalnya sehingga ayat tersebut dapat menjawab isu yang mana telah dikatakan bahwa: Tuhan telah meninggalkan Muhammad dan membencinya.

ىَحُّضلاَو ىَجَس اَذِإ ِلْيَّللاَو

Nampak surat tersebut terdapat sumpah dengan menggunakan huruf

“wawu”. Pendapat agung dari pada pendahulu yaitu: Sesungguhnya Sumpah al-Qur‟any ini mengandung makna mengagungkan Dzat yang bersumpah. Ibnu qoyyim Al-Jauziyyah berkata: “Sumpah Allah SWT pada sebagian makhluk-makhlukNya menunjukkan bahwa makhluk tersebut termasuk dalam tanda kekuasaan-Nya yang Agung.” Pendapat ini sudah

15 Aisyah Abdurrahman, at-tafsi>r al-Ba>ya>ni li> al-Qur‟an al-Kari>m Vol I, (TT: Dar al-Ma‟arif ,1990), 13

(41)

masyhur yang mengarahkan bahwa setiap perkara yang dipakai sumpah dengan menggunakan wawu di dalam Al-Qur‟an menunjukkan keagungan perkara tersebut.

Setelah bertadabur dan berangan-angan, Bint asy-Syati‟ meyakini bahwa qasam yang ada dalam surat al-Dluha> ini keluar dari konteks asli sumpah secara bahasa untuk mengagungkan. Dan dialihkan pada makna bayan seperti keluarnya konteks struktur amr, dan nahi dan istifham dari makna aslinya yang ada pada struktur kalimat. Dalam pengamatan bahasa menurutnya, maka “wawu” dalam susunan ini mengarah kuat pada panca indera yang dapat dirasakan yang tidak asing yang akan menjelaskan pada makna-makna atau perkara yang samar yang tidak akan dirasakan oleh panca indera.

Sumpah menggunakan “wawu” dalam contoh (

ىَحُّضلاَو

) Wad-Dhuha

umumnya merupakan struktur balaghoh untuk menjelaskan makna ma‟ani dengan menampakkan perasaan. Dan tidak diisyaratkan untuk pengaguman. Sesungguhnya dimaksudkan pada kuatnya memalingkan.

Pemilihan sesuatu yang dijadikan sumpah mempertimbangkan sifat yang sesuai dengan kondisi. Jika di teliti sumpah-sumpah di dalam Al-Qur‟an seperti dalam surat al-Dluha>, kita menemukan pemalingan makna pada sebuah bentuk materi yang terlihat dan kenyataannya dapat disaksikan. Dan dihadapkan dengan penjelasan dengan bentuk lain yang bersifat maknawi yang sepadan namun tidak dapat disaksikan juga tidak dapat dilihat. Terjadi

(42)

perdebatan: Di dalam Al-Qur‟an terdapat sumpah “حبصلاب” (Demi subuh) saat memerah, saat terbit, dan “راهنلاو” (demi siang) saat Nampak jelas.

Dan “ليللاو” saat gelap, saat menyelimuti, saat berlalu. Maka jelaslah mana makna-makna petunjuk dan kebenaran. Atau kesesatan dan kebatilan dengan tanda cahaya dan kegelapan. Keterangan ini adalah keterangan maknawi yang dapat dirasakan. Yaitu memungkinkan untuk dijadikan sumpah dalam AL-Qur‟an dengan menggunakan huruf qosam “wawu”.

Maka dapat diterima tanpa ada beban maupun paksaan dalam merenunginya.

Penjelasan ini sesuai dengan perincian dan penggalian referensi serta dalil-dalil dari penelitian yang khusus, tunggal, dan meluas mengenai

“Sumpah di dalam AL-Qur‟an” Namun disini – Aspek penelitian terbatas dengan tema- Dan terkadang cukup Sumpah-Sumpah Al-Qur‟an dari Surat- surat yang kita pilih. Agar kita dapat menjelaskan gagasan dan menerangkan pengamatan.

Sesuatu yang dijadikan sumpah dalam surat al-Dluha> merupakan bentuk materi dan kejadian yang dapat dirasakan. Dapat disaksikan oleh manusia setiap hari yaitu sinar yang bercahaya di waktu pagi hari.

Kemudian menghilangnya malam saat sunyi dan tenang. Tanpa adanya kekacauan alam atau tanpa dorongan untuk mengingkarinya saat datangnya dua kondisi tersebut. Bahkan tiada yang merisaukan hati seseorang bahwa langit telah meninggalkan bumi dan menyelamatkannya dari kegelapan dan kesedihan setelah bersinarnya cahaya di pagi hari (waktu Dluha>). Maka apa

Referensi

Dokumen terkait

Namun hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian FR Retno Anggraini (2006) dan eddy (2005) yang menyebutkan bahwa profitabilitas tidak berpengaruh pada tingkat pengungkapan

lnstitut lnsinyur Wageningen di Hindia Belanda pada tahun 1932 mengungkapkan beberapa keinginan mengenai masa praktek sebagai berikut : "banyak orang menganggap

(3) Rencana Detail Teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah rencana yang memuat perhitungan detail teknis dari semua prasarana dan sarana pengelolaan air limbah yang layak

Kajian kes ini adalah untuk mengenalpasti kesediaan pelajar Saijana Pendidikan (Teknikal) ke arah pembentukan seseorang pendidik yang cemerlang.. Antara ciri-ciri pembentukan

Energi yang dibatasi diperoleh dari area di bawah kurva beban lama yang terbentuk, bagian-bagian dari area tersebut ditentukan oleh nilai generator yang beroperasi

NO Nama Nomor Stambuk Pembimbing Jenis Kelamin Program Studi/Jurusan Lembang Kecamatan Kabupaten Nomor HP/WA 1 KETY RINA PAEMBONAN 217511010. Matius Tandi Kombong,

Hasil pengujian hipotesis (H 4 ) ditemukan bahwa variabel kualitas pelayanan dalam penelitian ini memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan konsumen Mc