• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR MOTIF TREND DAN SOLUSI.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR MOTIF TREND DAN SOLUSI."

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

1

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Kejahatanadalah hasil dari berbagai faktor yang beraneka ragam dan selalu berkembang seirama dengan perkembangan masyarakat. Kejahatan merupakan gejala sosial yang tidak mungkin dapat diberantas atau dihilangkan sama sekali, melainkan hanya dapat ditekan atau dikurangi jumlahnya.1 Dengan kata lain, kejahatan mungkin dapat ditekan sekecil mungkin, namun kejahatan tidak dapat dimusnahkan dari kehidupan manusia. Untuk menekan tingkat kejahatan agar menjadi sekecil mungkin, maka perlu diketahui faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya kejahatan tersebut. Secara teoritis, lingkungan sosial sangat membawa pengaruh bagi individu dalam membentuk tingkah laku seseorang terutama tingkah laku kriminal. Keberadaan dalam lingkungan sosial, pada umumnya bersifat saling mempengaruhi bagi timbulnya perilaku kriminal.

Faktor-faktor lain yang dapat dikemukakan misalnya, standar hidup yang rendah, mobilitas penduduk yang tinggi, perkembangan ilmu pengetahuan dan pembangunan dapat mempengaruhi seseorang untuk bertingkah laku kriminal.

Perkembangan yang terjadi akhir-akhir ini di kota Denpasar sebagai kota metropolitan menunjukkan gejala kriminalitas baik secara kuantitas, kualitas, maupun intensitasnya mengalami peningkatan walau tidak secara signifikan mempengaruhi perkembangan yang lainnya. Seperti yang diungkapkan Mulyana W. Kusumah, bahwa data yang disajikan dalam statistic kriminal Polri maupun sumber-sumber resmi lainnya membenarkan secara kuantitatif perkembangan kriminalitas menunjukkan kecenderungan kenaikan jumlah kejahatan.2

Salah satu kriminalitas yang terjadi di Denpasar Bali adalah kejahatan pencurian kendaraan bermotor seperti yang terlihat di dalam tabel di bawah ini:

(7)

2 Tabel.1. Jumlah Pencurian Kendaraan Bermotor dan pelaku yang Tertangkap

Tahun 2008-2012 di Denpasar

NO TAHUN CURNAMOR PELAKU

DITANGKAP

1 2008 129 39

2 2009 271 71

3 2010 158 35

4 2011 198 43

5 2012 137 56

TOTAL 893 224

*Sumber: Satreskrim Polresta Denpasar

(8)

3 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengertian Pencurian

Kejahatan terhadap harta benda adalah berupa perkosaan atau penyerangan terhadap kepentingan hukum orang atas harta benda milik orang lain (bukan milik petindak) yang seyogianya mendapat perhatian serius bagi aparat penegak hukum. Adapun jenis-jenis kejahatan terhadap harta benda dimuat dalam buku II Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), yaitu :

1. Pencurian (diefstal), diatur dalam Bab XXII.

2. Pemerasan dan pengancaman (afpersing dan afdreiging), diatur dalam Bab XXIII.

3. Penggelapan (versduistering), diatur dalam Bab XXIV.

4. Penipuan (bedrog), diatur dalam Bab XXV.

5. Penghancuran dan perusakan benda (vemieling of beschadiging van goederen), diatur dalam Bab XXVII.

6. Penadahan (heling), diatur dalam Bab XXX.3

Menurut sistematika Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, jenis-jenis kejahatan

yang termasuk dalam golongan ”kejahatan yang ditujukan terhadap hak milik dan lain-lain

hak yang timbul dari hak milik”, adalah kejahatan-kejahatan:

1. Pencurian.

2. Pemerasan.

3. Penggelapan.

3

(9)

4

4. Penipuan.

5. Pengerusakan.”4

Pada umumnya kejahatan tersebut merupakan tindak pidana formil yang berarti perbuatannya yang dilarang dan diancam hukuman oleh undang-undang. Diantara kejahatan-kejahatan terhadap milik orang, yang paling marak terjadi di Indonesia adalah pencurian.

Tindak pidana pencurian pertama yang diatur dalam Bab XXII Buku II KUHP ialah tindak pidana pencurian dalam bentuk pokok, yang memuat semua unsur dari tindak pidana pencurian. Tindak pidana pencurian dalam bentuk pokok itu diatur dalam pasal 362 KUHP yang rumusan aslinya berbahasa Belanda. Kemudian beberapa sarjana meterjemahkan rumusan tersebut dengan versinya masing-masing.

R. Sugandhi menerjemahkan pasal 362 KUHP sebagai beriku “Barang siapa mengambil barang, yang sama sekali atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk memiliki barang itu dengan melawan hukum, dipidana karena mencuri dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun atau denda sebanyak-banyaknya sembilan ribu rupiah”.5

Menurut R. Soesilo, Pasal 362 KUHP diterjemahkan sebagai berikut: “Barang siapa mengambil suatu barang, yang sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang lain dengan maksud akan memiliki barang itu dengan melawan hak, dihukum, karena pencurian, dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 9000,-”.6

Pasal 362 KUHP diterjemahkan menurut Moch. Anwar adalah: ”Barang siapa

mengambil barang yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain dengan maksud untuk memiliki barang itu secara melawan hukum, dihukum karena melakukan pencurian

4

A. F. 1979, Lamintang dan Djisman Samosir, Delik-Delik Khusus Kejahatan YangDitujukan Terhadap Hak

Milik Dan Lain-Lain Hak Yang Timbul Dari Hak Milik. Tarsito, Bandung,hal. 7.

5 R. Sugandhi, op.cit., hal. 376

6

(10)

5

dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau denda sebanyak-banyaknya 15 kali

enam puluh rupiah”.7

Terjemahan Pasal 362 KUHP menurut R. Sugandhi, R. Soesilo dan Moch. Anwar memiliki kesamaan versi, namun ada beberapa sarjana memiliki pandangan tersendiri walaupun pada prinsipnya menjelaskan tentang pencurian dalam bentuk pokok. Menurut P. A. F. Lamintang dan Djisman Samosir Pasal 362 KUHP diterjemahkan sebagai berikut:

Barang siapa mengambil suatu benda, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk menguasai benda tersebut secara melawan hak, maka ia dihukum karena salahnya melakukan pencurian, dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau denda setinggi-tingginya sembilan ratus rupiah.8

Dilihat dari rumusan tersebut, segera dapat kita ketahui bahwa pencurian itu merupakan delik yang dirumuskan secara formil atau yang disebut juga delict met formele omschrijving, dimana yang dilarang dan diancam dengan hukuman itu adalah suatu perbuatan yang dalam hal ini adalah perbuatan mengambil atau wegnemen.

Berbeda dengan terjemahan Pasal 362 KUHP menurut R. Sugandhi, R. Soesilo dan Moch. Anwar, dimana didalam terjemahannya diatas, P. A. F. Lamintang dan Djisman Samosir dengan sengaja menerjemahkan ”zich toeeigenen” itu dengan “menguasai” yang mana mempunyai pengertian berbeda dengan ”memiliki” yang ternyata sampai saat sekarang

banyak dipakai dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang telah diterjemahkan dalam

bahasa Indonesia, walaupun benar bahwa perbuatan ”memiliki” itu sendiri termasuk didalam pengertian ”zich toeeigenen” seperti yang dimaksudkan didalam Pasal 362 KUHP.9

2. Unsur-unsur pencurian.

Apa yang sebenarnya diatur didalam Pasal 362 KUHP itu, pertama-tama perlu diketahui unsur-unsur dari perbuatan pencurian tersebut. Tindak pidana pencurian dalam

7

Moch. Anwar. 1980, Hukum Pidana Bagian Khusus (KUI-IP Buku H). Alumni, Bandung, hal.17.

8

P. A, F. Lamintang dan Djisman Samosir, op.cit., hal. 49

(11)

6

bentuk pokok seperti yang diatur dalam Pasal 362 KUHP itu terdiri dari unsur-unsur subyektif dan unsur-unsur obyek1if.10

Menurut Pasal 362 KUHP, pencurian itu mengandung dua unsur pokok yaitu:

1. Unsur obyektif:

- Mengambil

- Barang

- Yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain

2. Unsur Subyektif

- Dengan maksud

- Untuk memiliki/untuk menguasai

- Secara melawan hukum

Mengambil merupakan unsur pertama dari tindak pidana pencurian ialah perbuatan

”mengambil” (wegnemen). Kata mengambil (wegnemen) dalam arti sempit terbatas pada menggerakkan tangan dan jari-jari, memegang barangnya, dan mengalihkannya ke tempat lain. Menurut P. A. F. Lamintang dan Djisman Samosir bahwa perbuatan mengambil ditafsirkan sebagai setiap perbuatan untuk membawa sesuatu benda dibawah kekuasaanya yang nyata dan mutlak. Noyon Langemeyer mengemukakan pandangannya yakni pengertian mengambil tersebut adalah selalu merupakan suatu tindakan sepihak untuk membuat suatu benda berada dalam penguasaannya (pelaku). Berikutnya, Simon memberikan pengertian mengambil adalah membawa sesuatu benda menjadi berada dalam penguasaannya atau membawa benda tersebut secara mutlak berada dibawah penguasaannya yang nyata.

Perbuatan mengambil sudah dimulai pada saat seseorang berusaha melepaskan kekuasaan atas benda dari pemiliknya. Pada umumnya perbuatan mengambil dianggap selesai, terlaksana apabila benda itu sudah berpindah dari tempat asalnya, tetapi dalam praktek ditafsirkan secara luas dan mengalami perkembangan di dalam pengertiannya, sehingga tidak sesuai lagi dengan pengertian dalam tata bahasa. Sebagai contoh: mengendarai mobil orang lain yang sedang terparkir tanpa izin pemiliknya dan setelah

10

(12)

7

mempergunakannya mobil dikembalikan pada tempatnya. Mempergunakan mobil itu adalah perbuatan mengambil bensin karena bensin dalam tank mobil itu terpakai. Dengan demikian, perbuatan mengambil harus dilihat dari kasusnya yang dihadapi sesuai dengan perkembangan masyarakat.

Mengenai barang yang diambil itu harus berharga, baik secara keseluruhan maupun sebagian. Tentang harga barang yang diambil itu tidak selalu harus bersifat ekonomis, misalnya barang yang diambil itu tidak mungkin dapat terjual kepada orang lain, akan tetapi bagi si korban barang tersebut berharga sebagai suatu kenang-kenangan. Van Bemmelen memberi contoh, yaitu: berupa beberapa halaman yang disobek dari suatu buku catatan atau Surat kabar; berupa beberapa helai rambut (hearlok) dari seseorang yang wafat yang dicintai.11

Menurut MemorievanToelichting mengenai pembentukan Pasal 362 KUHP, dapat

diketahui bahwa ”benda” tersebut haruslah diartikan sebagai benda berwujud yang menurut

sifatnya dapat dipindahkan. Dalam prakteknya sekarang pengertian tentang benda ini juga mengalami perkembangan, dimana yang dapat dijadikan obyek dari kejahatan pencurian itu

bukan lagi terbatas pada ”benda berwujud dan bergerak”, melainkan secara umum dapat

dikatakan bahwa menurut pengertian masa kini yang dapat dijadikan obyek pencurian adalah setiap benda baik itu merupakan benda bergerak maupun tidak bergerak, baik itu merupakan benda berwujud maupun tidak berwujud dan sampai batas-batas tertentu juga benda-benda yang tergolong resnullius.

Mengenai perkembangan atau penyimpangan yang demikian jauh dari maksud semula dari undang-undang tentang pengertian barang/benda di dalam pasal 362 KUHP itu dapat dilihat dari putusan-putusan pengadilan seperti berikut:

a. ArrestHogeRaad tanggal 23 Mei 1921 (N. J. 1921 halaman 564, W. 10728), tentang pencurian listrik (stroom). Arrest ini kemudian dikenal dengan apa yang disebut

“Electriciteits-arrest”;

11

(13)

8

b. Arrest Hoge Raad tanggal 9 Nopember 1932 (N. J. 1932 W. 12409), tentang pencurian gas;

c. Arrest Hoge Raad tanggal 23 Mei 1911 (N. J. 1911 W. 9205), tentang pencurian pohon atau kayu.12

Dari beberapa contoh diatas dapat diketahui, bahwa benda-benda tidak berwujud seperti tenaga listrik dan gas serta benda-benda tidak bergerak seperti pohon itu dapat dijadikan obyek dari kejahatan, pencurian. Yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain:

Barang yang dicuri tersebut tidak perlu seluruhnya milik orang lain, cukup sebagian saja, sedangkan yang sebagian milik pelaku sendiri. Barang yang tidak ada pemiliknya tidak dapat menjadi obyek pencurian, misalnya binatang liar yang hidup di alam, barang-barang yang sudah di buang oleh pemiliknya dan sebagainya.

Perkataan dengan maksud dalam rumusan Pasal 362 KUHP itu mempunyai arti yang sama dengan opzet atau kesengajaan, dimana harus ditafsirkan sebagai opzet dalam arti

sempit atau ”opzet als oogmerk” saja. Opzet atau maksud itu haruslah diartikan untuk menguasai benda yang diambilnya itu bagi dirinya sendiri secara melawan hak. Ini berarti bahwa harus dibuktikan:

a. Bahwa maksud orang itu adalah demikian atau bahwa orang itu mempunyai maksud untuk menguasai barang yang dicurinya itu bagi dirinya sendiri.

b. Bahwa pada waktu orang tersebut mengambil barang itu, ia harus mengetahui bahwa barang yang diambilnya adalah kepunyaan orang lain.

c. Bahwa dengan perbuatannya itu, ia tahu bahwa ia telah melakukan suatu perbuatan yang melawan hak atau bahwa ia tidak untuk berbuat demikian untuk memiliki/untuk menguasai:

Secara umum para sarjana menggunakan istilah memiliki. Dalam kaitannya dengan hal ini P. A. F. Lamintang dan Djisman Samosir menggunakan istilah menguasai, oleh karena didalam kenyataannya diketahui bahwa pengertian menguasai adalah lebih luas dari pengertian memiliki bagi dirinya sendiri. Bahkan lebih tepat jika diartikan sebagai menguasai

12

(14)

9

bagi dirinya sendiri, karena dengan kenyataan bahwa seseorang itu dapat menjual, memberikan, menyembunyikan, menggadaikan, sampai pada merusak sesuatu benda kepunyaan orang lain, tentulah orang tersebut perlu lebih dahulu menguasai benda itu.

Memiliki bagi diri sendiri adalah setiap perbuatan penguasaan atas barang tersebut, melakukan tindakan atas barang itu seakan-akan pemiliknya, sedangkan ia bukan pemiliknya. Setiap penggunaan atas barang yang dilakukan pelaku seakan-akan pemilik, sedangkan ia bukan pemilik. Noyon-Langemeyer memberi definisi memiliki barang” adalah menjelmakan menjadi perbuatan tertentu suatu niat untuk memanfaatkan suatu barang menurut kehendak sendiri.13 Maksud untuk memiliki barang itu perlu terlaksana, cukup apabila maksud itu ada, meskipun barang itu belum sempat dipergunakan, misalnya sudah tertangkap dulu, karena kejahatan pencurian telah selesai terlaksana dengan selesainya perbuatan mengambil barang.

Secara melawan hukum:

Maksud memiliki dengan melawan hukum atau maksud memiliki itu ditujukan pada melawan hukum, artinya ialah sebelum bertindak melakukan perbuatan mengambil barang, ia sudah mengetahui, sudah sadar memiliki barang orang lain (dengan cara yang demikian) itu adalah bertentangan dengan hukum. Pada dasarnya melawan hukum (wederrechtelyk) adalah sifat tercelanya atau terlarangnya dari suatu perbuatan tertentu. Dalam doktrin dikenal ada dua macam melawan hukum, yaitu pertama melawan hukum formil, dan kedua melawan hukum materiil. Melawan hukum formil adalah bertentangan dengan hukum tertulis, artinya sifat tercelanya atau terlarangnya suatu perbuatan itu terletak atau oleh sebab dari hukum tertulis, sedangkan melawan hukum materiil ialah disamping bertentangan dengan hukum tertulis, juga bertentangan dengan asas-asas hukum umum yang ada dalam kehidupan masyarakat.

Sebagaimana diterangkan dalam Memorie van Toelichting, maksud dicantumkarmya melawan hukum secara tegas dalam suatu tindak pidana, didasarkan pada suatu pertimbangan pembentuk Undang-undang bahwa ada kekhawatiran orang-orang tertentu yang melakukan perbuatan seperti yang dirumuskan itu yang tidak bersifat melawan hukum akan dapat juga dipidana. Demikian juga halnya dengan memasukkan unsur melawan hukum kedalam

(15)

10

rumusan pencurian. Pembentuk undang-undang merasa khawatir adanya perbuatan-perbuatan mengambil benda milik orang lain dengan maksud untuk memilikinya tanpa dengan melawan hukum. Apabila unsur melawan hukum tidak dicantumkan dalam rumusan hukum, maka orang seperti itu dapat dipidana. Keadaan ini bisa terjadi, misalnya seorang calon pembeli di toko swalayan dengan mengambil sendiri barang yang akan dibelinya.14

3. Klasifikasi Tindak Pidana Pencurian dalam KUHP

Sesuai dengan ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Tindak pencurian dikualifikasikan / dibedakan atas:

a. Pencurian biasa (Pasal 362 KUHP).

b. Pencurian dengan pemberatan (Pasal 363 KUHP). c. Pencurian ringan (Pasal 364 KUHP).

d. Pencurian dengan kekerasan (Pasal 365).

e. Pencurian dalam lingkungan keluarga (Pasal 367 KUHP).

Di dalam kaitannya dengan pembahasan karya tulis ini, penulis hanya akan terjelaskan lebih jauh dua ketentuan pasal saja yakni Pasal 363 dan 365, karena kedua ketentuan pasal tersebut memiliki spesifikasi atau kekhususan-kekhususah dalam kaitannya dengan terjadinya tindak pidana pencurian sepeda motor. Pencurian dengan pemberatan (Pasal 363 KUHP)

Bunyi Pasal 363 KUHP adalah:

(1) Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya tujuh tahun: 1. Pencurian ternak.

2. Pencurian yang dilakukan pada waktu terjadi kebakaran, ledakan, bahaya banjir, gempa bumi atau gempa laut, peletusan gunung berapi, kapal karam, kapal terdampar, kecelakaan kereta api, hura-hura, pemberontakan atau bahaya perang.

14

(16)

11

3. Pencurian waktu malam dalam sebuah rumah atau di pekarangan tertutup yang ada rumahnya, dilakukan oleh orang yang ada di situ tiada dengan setahunya atau tiada dengan kemauannya yang berhak.

4. Pencurian dilakukan oleh dua orang atau lebih bersama-sama.

5. Pencurian yang dilakukan, untuk dapat masuk ke tempat kejahatan atau untuk dapat mengambil barang yang akan dicuri itu dengan jalan membongkar, memecah atau memanjat atau memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian-pakaian palsu.

(2) Jika pencurian yang diterangkan dalam No.3 disertai dengan salah satu hal tersebut dalam No.4 dan 5, maka dijatuhkan pidana penjara selama-lamanya sembilan tahun.

Pencurian dalam Pasal 363 KUHP ini dinamakan pencurian dengan pemberatan.

Yang dimaksud dengan ”pencurian dengan pemberatan” (gequalificeerde diefstal) adalah bentuk pencurian sebagaimana yang dirumuskan dalam Pasal 362 KUHP bentuk pokoknya) ditambah unsur-unsur lain, yang bersifat memberatkan pencurian itu, dan oleh karenanya diancam dengan pidana yang lebih berat dari pencurian bentuk pokoknya.

Obyek pencuriannya adalah ternak, sebagai unsur obyektif tambahan. Pengertian ternak dapat dilihat dari rumusan Pasal 101 KUHP, yakni semua jenis binatang yang memamah biak (kerbau, lembu, kambing dan sebagainya), binatang yang berkuku satu (kuda, keledai) dan babi. Pencurian ternak dianggap berat, karena ternak tersebut merupakan milik petani ternak atau peternak yang terpenting.

Pencurian pada waktu:

(17)

12

Antara terjadinya malapetaka dengan pencurian itu harus ada hubungannya, artinya pencuri betul-betul mempergunakan itu untuk mencuri. Tidak termasuk disini misalnya orang yang mencuri dalam satu rumah dalam kota itu dan kebetulan saja pada saat itu di bagian kota terjadi suatu kebakaran, karena disini pencuri tidak sengaja memakai kesempatan yang ada karena kebakaran itu.

Pencurian pada waktu malam:

- dalam suatu rumah atau di pekarangan tertutup yang ada rumahnya;

- dilakukan oleh orang yang ada di situ tanpa sepengetahuan atau tanpa dikehendaki oleh yang berhak.

Waktu malam sebagaimana dimaksud oleh Pasal 98 KUHP adalah waktu antara matahari terbenam dan terbit kembali. Yang dimaksud rumah disini ialah bangunan yang dipergunakan sebagai tempat tinggal siang dan malam. Gudang dan toko yang tidak didiami pada waktu siang dan malam, tidak termasuk pengertian rumah. Sebaliknya gubug, gerbong kereta api dan petak-petak kamar di dalam perahu, apabila didiami siang dan malam termasuk dalam pengertian rumah.

Adapun yang dimaksud pekarangan tertutup adalah sebidang tanah yang mempunyai tanda-tanda batas yang nyata, tanda-tanda mana menunjukkan bahwa tanah dapat dibedakan dari bidang-bidang tanah sekelilingnya. Tertutup tidak selalu dikelilingi dengan tembok atau pagar sebagai tanda-tanda batas. Tanda-tanda batas dapat juga terdiri atas salinan air, tumpukan batu-batu, pagar tumbuh-tumbuhan, pagar bambu. Tidak perlu tertutupi rapat-rapat, sehingga orang tidak dapat masuk sama sekali. Disini pencuri harus betul-betul masuk ke dalam rumah dan sebagainya dan melakukan pencurian di situ.

Pencurian dilakukan oleh dua orang atau lebih:

Dalam hal ini dua orang (atau lebih) itu harus bertindak bersama-sama sebagaimana dimaksud oleh Pasal 55 KUHP, dan tidak seperti halnya yang dimaksud oleh Pasal 56 KUHP, yakni yang seorang bertindak, sedang yang lainnya hanya sebagai pembantu saja.

(18)

13

Dalam hal ini untuk dapat masuk ke tempat kejahatan atau untuk dapat mengambil barang yang akan dicuri itu, pencurian tersebut dilakukan dengan jalan membongkar, memecah, memanjat, atau memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian palsu. Yang diartikan membongkar ialah mengadakan perusakan yang agak besar, misalnya membongkar tembok, pintu, jendela dan sebagainya. Yang diartikan memecah ialah membuat kerusakan yang agak ringan, misalnya memecah kaca jendela dan sebagainya.

Tentang pemanjatan terdapat pada Pasal 99 KUHP. Menurut arti sesungguhnya, memanjat ialah membawa diri ke suatu ketinggian tertentu (guna memperoleh sesuatu yang dimaksud), dengan menggunakan atau tanpa sesuatu alat. Dalam ketentuan ini termasuk juga dalam sebutan memanjat adalah :

a. ke dalam rumah melalui lubang yang telah ada yang sedianya tidak untuk jalan masuk atau ke luar.

b. masuk ke dalam rumah melalui lubang dalam tanah yang sengaja digali (biasa disebut dengan perbuatan menggangsir).

c. masuk ke dalam rumah melalui selokan atau parit yang gunanya sebagai penutup jalan. Selanjutnya, mengenai penggunaan anak kunci palsu diatur dalam Pasal 100 KUHP, yakni yang dimaksud dengan anak kunci palsu ialah segala macam anak kunci yang tidak diperuntukkan membuka kunci dari sesuatu barang yang dapat dikunci, seperti almari, peti dan sebagainya, oleh yang berhak atas barang itu. Anak kunci duplikat bila tidak dipergunakan oleh yang berhak masuk pula dalam pengertian anak kunci palsu. Anak kunci yang telah hilang dari tangan yang berhak, jika orang itu telah membuat atau memakai anak kunci yang lain untuk membuka kunci itu, masuk pula menjadi anak kunci palsu. Selain daripada itu menurut bunyi Pasal 100 KUHP, semua perkakas meskipun tidak berupa anak kunci yang berupa apa saja, misalnya kawat atau paku yang kegunaannya bukan untuk membuka kunci, apabila digunakan oleh pencuri membuka kunci, masuk pula dalam sebutan anak kunci palsu.

(19)

14

palsu merupakan pakaian yang dipakai oleh orang, akan tetapi ia tidak berhak untuk itu. Misalnya, pencuri dengan memakai seragam polisi pura-pura sebagai seorang polisi dengan membawa surat keterangan palsu agar dapat dengan mudah masuk ke rumah seseorang untuk melakukan pencurian.

Pada Pasal 363 ayat (2) menetapkan, bahwa gabungan dari kejahatan tersebut dalam No.3 dengan salah satu yang tersebut dalam No.4 dan 5 merupakan masalah yang memperberat hukumannya.

Contoh: Dalam salah satu berita kriminal di harian Bali Post edisi hari Minggu, 15 April 2013 disebutkan bahwa satu unit sepeda motor Honda Grand milik Hadiman Baruh dicuri di areal parkir Jalan Kamboja Denpasar. Pada saat memarkir, korban telah memastikan bahwa sepeda motornya dalam kondisi terkunci stang. Pelaku dalam beraksi menggunakan kunci palsu (kupal). Dalam hal ini, kasus pencurian sepeda motor tersebut termasuk dalam jenis pencurian dengan pemberatan (Pasal 363 KUHP).15

Pencurian dengan kekerasan (Pasal 365 KUHP):

Pasal 365 KUHP menentukan bahwa:

(l) Dengan pidana penjara selama-lamanya sembilan tahun dipidana pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan pada orang, dengan maksud untuk menyediakan atau memudahkan pencurian itu, atau jika tertangkap tangan, supaya ada kesempatan bagi dirinya sendiri atau bagi yang turut serta melakukan kejahatan itu untuk melarikan diri atau supaya barang yang dicurinya tetap tinggal di tangannya.

(2) Pidana penjara selama-lamanya dua belas tahun dijatuhkan:

Ke-l. Jika perbuatan itu dilakukan pada waktu malam di dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, atau dijalan umum, atau di dalam kereta api, atau tram yang sedang berjalan;

15Se i ggu Tujuh Motor A blas”, Bali Pos

(20)

15

Ke-2. Jika perbuatan itu dilakukan bersama-sama oleh dua orang atau lebih;

Ke-3. Jika yang bersalah masuk ke tempat melakukan kejahatan itu dengan pembongkaran atau memanjat atau memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu;

Ke-4. Jika perbuatan itu berakibat ada orang luka berat

(3) Dijatuhkan pidana penjara selama-lamanya lima belas tahun jika perbuatan itu berakibat ada orang mati.

(4) Pidana mati atau penjara seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun dijatuhkan, jika perbuatan itu berakibat ada orang luka berat atau mati dan perbuatan itu dilakukan bersama-sama oleh dua orang atau lebih dan lagi pula disertai salah satu hal yang diterangkan dalam No. 1 dan 3.

Pasal 365 ayat (1) KUHP memuat unsur-unsur sebagai berilcut:

1. Obyektif:

a. pencurian dengan didahului; disertai; diikuti.

b. oleh kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap seseorang.

2. Subyektif:

a. dengan maksud untuk.

b. mempersiapkan atau mempermudah pencurian itu.

c. jika tertangkap tangan memberi kesempatan bagi diri sendiri atau peserta lain dalam kejahatan itu untuk melarikan diri, untuk mempertahankan kepemilikan atas barang yang dicuri.

(21)

16

berdaya lagi termasuk perbuatan kekerasan. Kekerasan itu harus ditujukan kepada orang. Seseorang tidak perlu para pemilik barang, misalnya pelayan rumah yang sedang menjaga rumah majikannya.

Lebih lanjut, untuk dapat dituntut menurut pasal ini, kekerasan atau ancaman kekerasan tersebut harus dilakukan terhadap orang, bukan pada barang, dan dapat dilakukan sebelumnya, bersamaan atau setelah pencurian itu dilakukan, asal maksudnya untuk menyiapkan atau memudahkan pencurian itu, dan apabila tertangkap tangan supaya ada kesempatan bagi diri atau kawannya yang turut melakukan pencurian tersebut untuk melarikan diri atau supaya barang yang dicuri itu dapat dipertahankan berada di tangannya. Pencuri yang masuk ke dalam rumah dengan merusak bagian rumah (pintu, jendela dan sebagainya) tidak tergolong dalam pencurian ini, karena kekerasan yang dilakukan itu tidak dikenakan pada orang.

Ancaman hukuman untuk pencurian ini diperberat (Pasal 365 ayat (2)), apabila disertai salah satu hal seperti di bawah ini:

1. Apabila perbuatan itu dilakukan pada waktu malam di dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, atau di jalan umum, atau di dalam kereta api atau tram yang sedang berjalan. Apabila pencurian tersebut dilakukan di dalam kereta api atau tram yang sedang berhenti, tidak masuk disini. Yang dimakud jalan umum adalah dataran tanah yang dipergunakan untuk lalu lintas umum, baik milik pemerintah atau swasta, asal dipergunakan untuk umum (siapapun boleh berlalu lintas di situ).

2. Apabila perbuatan itu dilakukan bersama-sama oleh dua orang atau lebih.

3. Apabila si pelaku masuk ke tempat melakukan kejahatan itu dengan pembongkaran atau memanjat atau memakai anak kunci palsu, perintah palsu, atau pakaian jabatan palsu. 4. Apabila perbuatan itu mengakibatkan ada orang yang mendapat luka berat. Ancaman

hukuman untuk pencurian ini diperberat lagi, apabila perbuatan ini mengakibatkan kematian seseorang. Hal ini dapat kita lihat dalam ketentuan Pasal 365 ayat (3) KUHP. Kematian itu harus hanya sebagai akibat belaka dari pencurian ini, dan tidak merupakan tujuan semula dari si pelaku.16 Sedangkan Pasal 365 ayat (4) KUHP menyatakan bahwa

16

(22)

17

menjatuhan hukuman penjara seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun, apabila perbuatan itu:

1. Menimbulkan akibat luka berat pada seseorang atau akibat matinya seseorang. 2. Dilakukan bersama-sama oleh dua orang atau lebih.

3. Disertai salah satu masalah tersebut dalam No. 1 dan 3 (Ayat 2), yakni): N0.l: pada waktu malam dalam sebuah rumah atau dalam pekarangan tertutup dimana berdiri sebuah rumah, di jalan umum, di dalam kereta atau tram yang sedang bergerak. No.2: yang bersalah memasuki tempat kejahatan dengan Cara: membongkar, memanjat, memakai anak kunci palsu, memakai perintah palsu atau memakai pakaian jabatan palsu.

4. Pencurian Kendaraan Bermotor

Pencurian kendaraan bermotor atau sering dikenal dengan “curanmor” jelas ditujukan pada situasi hilangnya unit kendaraan bermotor. Situasi kriminalitas terhadap pencurian kendaraan motor jauh lebih luas dari sekedar hilangnya kendaraan bermotor. Adapun situasi tersebut adalah:

a) kejahatan dengan mempergunakan alat bantu kendaraan bermotor; b) kejahatan dalam kndaraan bermotor;

c) kejahatan terhadap perangkat atau bagian dari kendaraan bermotor

Mengapa dikatakan “kejahatan” dan bukan hanya pencurian saja, mengingat mungkin

dilakukan berbagai kejahatan lain selain pencurian unit kendaraan bermotor (theff of violence)

itu sendiri. Baik kejahatan terhadap unit kendaraan bermotor maupun tiga variasi kejahatan-kejahatan yang terkait dengan kendaraan bermotor lainnya tersebut, memunculkan konsep

teknis yakni “semua kejahatan yang terkait dengan kendaraan bermotor” (vehicle-related criminalities)

(23)

18

terjadi pada atau yang terkait dengan kendaraan bermotor. Inilah yang oleh kepolisian disebut sebagai faktor-faktor korelatif kriminogenik.

Sebenarnya, wajah yang semakin kriminogenik tersebut bukan hanya terkait dengan kendaraan bermotor saja. Situasi jalan raya pada khususnya, maupun situasi tempat-tempat umum (public places) pada umumnya baik di Denpasar maupun di kota-kota lainnya, memang mengkhawatirkan dan merupakan faktor kriminogenik paling besar.

Situasi seperti ketidakteraturan, ketidakbersihan, ketidakpastian maupun ketiadaan dukungan sistem bagi orang-orang yang berada di tempat-tempat umum merupakan gambaran yang biasa terjadi. Praktis disemua tempat kita tidak bisa mengandalkan bekerjanya sistem bila kita mengalami musibah, terjatuh, tersesat, demikian juga kalau di begal. Dengan demikian, ancaman kejahatan, adalah salah satu indikasi ikutan saja yang makin membuat impresi kita tentang tempat-tempat tersebut terasa tidak nyaman.

Pencurian kendaraan bermotor, tidak selamanya merupakan keinginan murni pelaku

untuk memiliki kendaraan tersebut. Namun lebih dari itu, keinginan “memiliki” kendaraan tergantung juga karena “pesanan”. Sang pemesan menginginkan kendaraan bermotor dengan merek “A”, maka si pelaku pun mengincar pesanan tersebut baik yang berada di perparkiran maupun yang sedang melaju di jalan raya.

(24)

19 BAB III

TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

1. Tujuan Penelitian

Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah dimaksudkan untuk mengetahui, menganalisis secara mendalam dan selanjutnya memaparkannya dalam laporan penelitian tentang pencurian kendaraan bermotor dengan menemukam motif dan trend terjadinya pencurian kendaraan bermotor tersebut.

Tujuan yang lain adalah untuk menganalisis apa yang menjadi motif, trend, dan upaya (soulsi) pencegahan dan penanggulangan terhadap pencurian kendaraan bermotor melalui perspektif pendekatan kriminologi.

2. Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat dalam penelitian ini adalah:

a) secara teoritis/akademis: manfaat penelitian ini diharapkan dapat menambah yojanan pengetahuan yang terkait dengan faktor motif, trend pencurian kendaraan bermotor di wilayah hukum Polresta Denpasar; di samping itu pula dapat menambah wawasan pengetahuan tentang bagaimana upaya (solusi) penanggulangan pencurian kendaraan bermotor di wilayah tersebut.

b) secara praktis: penelitian ini diharapkan memiliki manfaat pada penegak hukum (praktisi) dalam masalah motif, trend dan solusi pencegahan maupun penanggulangan terhadap pencurian kendaraan bermotor yang semakin marak terjadi wilayah Polresta Denpasar.

(25)

20 BAB IV

METODE PENELITIAN a. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah pendekatan nondoktrinal (socio-legal approach). Pada prinsipnya studi sociolegal adalah studi hukum, yang menggunakan pendekatan metodelogi ilmu sosial dalam arti luas.

Mengutip pendapat Wheeler dan Thomas , studi mengenai sociolegal adalah suatu

pendekatan alternative yang menguji studi doktrinal terhadap hukum. Kata “socio” dalam sociolegalstudies merepresentasi keterkaitan antar konteks dimana hukum berada (an interface with a context within which law exists). Itulah sebabnya mengapa ketika seorang peneliti sociolegal menggunakan teori sosial untuk tujuan analisa, mereka sering tidak sedang bertujuan untuk memberi perhatian pada sosiologi atau ilmu sosial yang lain, melainkan hukum dan studi hukum.17

Operasional pendekatan socio-legal penelitian ini adalah untuk mendapat data empirik dan non empirik yang dilakukan dengan studi kasus terhadap pencurian kendaraan bermotor dalam perspektif kriminologi, dinamika motif, trend, dan solusi berupa penanggulangan kejahatan pencurian kendaraan bermotor.

Upaya menjawab apa yang menjadi tujuan pengkajian penelitian ini, maka studi ini menerapkan perspektif kriminologis18. Suatu pendekatan yang di dalamnya terkandung pengertian bahwa gejala hukum yang berupa kejahatan pencurian kendaraan bermotor dilihat sebagai gejala yang tidak terlepas dari kondisi masyarakatnya. Sehingga upaya pemahaman dan antisipasi terhadap gejala tersebut akan diperhatikan baik dari sudut hukum pidana (pemahaman dan pengkajian sistem hukum pidana dengan segala unsur-unsurnya), maupun dari sudut ilmu-ilmu sosial, khususnya sosiologi kriminal (pemahaman krimininologi sekitar

17

Sulistyowati Irianto & Shidarta (Editor), 2011. Metode Penelitian Hukum Konstelasi dan Refleksi, PenerbitYayasanObor Indonesia. hlm. 175.

(26)

21

upaya pengidentifikasian faktor-faktor korelasional, proses terjadinya kejahatan pencurian kendaraan bermotor, baik terhadap gejala motif, trend dan soulsinya).

Kajian penelitian ini lebih mencerminkan suatu penelitian yang bersifat deskriptif-analitis, suatu tipe penelitian yang tidak saja terhenti pada penggambaran semata melainkan sampai pada upaya pengkajian bentuk motif, trend, dan solusi tentang kejahatan pencurian kendaraan bermotor namun sampai pada analisis mendalam terhadap suatu masalah yang hendak dikaji (suatu penelitian empirik konvensional yang bersifat kuantitatif, lazim dilakukan dalam ranah sosiologi makro)19. Selain itu pula dalam pengkajiannya digunakan penelitian kualitatif.

b. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kepolisian Daerah Bali, Kepolisian Resort Kota (Polresta) Denpasar, dan Lembaga Pemasyarakatan Denpasar

c. Data dan Sumber Data

Data adalah keterangan atau bahan nyata yang dapat dijadikan dasar kajian (analisis atau kesimpulan)20. Fact is something that, actually exists; an aspect of reality21. Jenis data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang digali secara langsung di lapangan yang meliputi perilaku kejahatan pencurian kendaraan bermotor yakni tentang motif, dan trend kejahatan nya. Tradisi penelitian yang dipilih dalam

19 Soetandyo Wignyosoebroto (1994) mengemukakan, bahwa “Hukum manakala dikonsepsikan sebagai norma-norma di dalam sistem perundang-undangan hukum nasional, maka metode penelitian yang diterapkan adalah doktrinal, bersaranakan logika deduktif untuk membangun sistem hukum positif. Hukum yang dikonsepsikan sebagai pola-pola perilaku sosial yang terlembagakan eksis sebagai variable sosial yang empirik, metode penelitian yang diterapkan adalah sosiologis struktural makro. Hukum yang dikonsepsikan sebagai manifestasi makna-makna simbolik para pelaku sosial sebagaimana tampak dalam interaksi antar mereka metode penelitian yang diterapkan adalah nondoktrinal atau sosiologi dengan pendekatan interaksionis mikro dengan analisis kualitatif”. Selanjutnya dikemukakan pula, ciri-ciri dari tipe-tipe penelitian hukum, yaitu bila penelitian hukum itu hukum doktrinal, lazimnya bertujuan untuk (a) menemukan hukum atau (b) menciptakan hukum, sedangkan penelitian hukum nondoktrinal (sosiologis), lazimnya bertujuan untuk (a) melakukan pengujian (verifikasi) teori-teori makro (structural) tentang hukum dan masyarakat yang bercirikan kuantitatif, atau (b) membangun teori mikro (simbolik interaksionis) tentang hukum dan masyarakat yang bercirikan kualitatif. (Lihat Soetandyo Wignyosoebroto dalam MasalahMetodologikdalamPenelitianHukumsehubungandenganMasalahKeragamanPendekatanKonseptualnya, Makalah disajikan dalam Forum Komunikasi Hasil Penelitian Bidang Hukum, DirBinlitabmas, Dirjen Dikti, Depdikbud, Bandungan, 5-6 Desember 1994.

20

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi ketiga, Balai Pustaka, Jakarta, 2002, hlm. 239.

(27)

22

penelitian ini adalah penelitian kualitatif sehingga wujud data penelitian bukan berupa angka-angka untuk keperluan analisis kuantitatif-statistik akan tetapi data tersebut adalah infomasi yang berupa kata-kata atau disebut data kualitatif.22.

Sampel sebagai inforrman ditentukan secara purposive. Sumber data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari bahan-bahan hukum berupa buku-buku literatur, peraturan perundang-undangan, majalah ilmiah, jurnal dan laporan penelitian, koran serta kamus.

Peneliti kualitatif dituntut dapat menggali data berdasarkan apa yang diucapkan, dirasakan, dan dilakukan oleh partisipan atau sumber data. Peneliti kualitatif harus bersifat

"perspektif emic" artinya memperoleh data bukan "sebagai mana seharusnya, bukan berdasarkan apa yang difikirkan oleh peneliti, tetapi berdasarkan sebagaimana adanya yang

terjadi di lapangan yang dialami, dirasakan dan difikirkan oleh partisipan/sumber data”.23

Dalam hal instrumen penelitian kualitatif, Lincoln and Guba (1986) menyatakan bahwa:

"The instrument of choice in naturalistic inquiry is the human. We shall see that other forms of instrumentation may be used in later phases of the inquiry, but the human is the initial and continuing mainstay. But if the human instrument has been used extensively in earlier stages of inquiry, so that an instrument can be constructed that is grounded in the data that the human instrument has product"

Selanjutnya Nasution (1988) menyatakan:

"Dalam penelitian kualitatif, tidak ada pilihan lain daripada menjadikan manusia sebagai instrumen penelitian utama. Alasannya ialah bahwa, segala sesuatunya belum mempunyai bentuk yang pasti. Masalah, fokus penelitian, prosedur penelitian, hipotesis yang digunakan, bahkan hasil yang diharapkan, itu semuanya tidak dapat ditentukan secara pasti dan jelas sebelumnya. Segala sesuatu masih perlu dikembangkan sepanjang penelitian itu. Dalam keadaan yang serba tidak pasti dan tidak jelas itu, tidak ada pilihan lain dan hanya peneliti itu sendiri sebagai alat satu-satunya yang dapat mencapainya "

Berdasarkan dua pernyataan tersebut dapat dipahami bahwa, dalam penelitian kualitatif pada awalnya permasalahan belum jelas dan pasti, maka yang menjadi instrumen adalah

22Chaedar Alwasilah, Pokoknya Kualitatif: Dasar-dasar Merancang dan Melakukan Penelitian Kualitatif, Pustaka Jaya, Jakarta, 2002, him. 67. sedangkan mengenai sumber data kualitatif, menurut Heribertus Sutopo, dapat berupa manusia --- dengan tingkah lakunya- peristiwa, dokumen, arsip, dan benda-benda lain. Baca Heribertus Sutopo, Pengantar Penelitian Kualitatif: Dasar- dasar Teori dan Praktis, IMversitas Sebelas Maret, Surakarta, 1988,hlm.23.

(28)

23

peneliti sendiri. Tetapi setelah masalahnya yang akan dipelajari jelas, maka dapat dikembangkan suatu instrumen.

Penelitian kualitatif instrumen utamanya adalah peneliti sendiri namun selanjutnya setelah fokus penelitian menjadi jelas, maka kemungkinan akan dikembangkan instrumen penelitian sederhana, yang diharapkan dapat melengkapi data dan membandingkan dengan data yang telah ditemukan melalui observasi dan wawancara.

d. Teknik Pengumpulan Data.

Teknik atau cara pengumpulan data dapat dilakukan dengan tiga cara yakni dengan

interview (wawancara), kuesioner (angket), obseravsi (pengamatan), dan triangulasi gabungan ketiganya24.

Penentuan sumber data pada orang yang diwawancarai dilakukan secara

purposive, yaitu dipilih dengan pertimbangan dan tujuan tertentu. Hasil penelitian tidak akan digeneralisasikan ke populasi karena, pengambilan sampel tidak diambil secara random. Hasil penelitian dengan metode kualitatif hanya berlaku untuk kasus situasi sosial tersebut,

Penelitian kualitatif tidak menggunakan istilah populasi, tetapi oleh Spradley dinamakan "social situation" atau situasi sosial yaag terdiri atas tiga elemen yaitu: tempat

(place) pelaku (actors), dan aktivitas (activity) yang berinteraksi secara sinergis. Situasi sosial tersebut, dapat di lihat berikut keluarga dan aktivitasnya, atau orang-orang di sudut-sudut jalan yang sedang ngobrol, atau di tempat kerja, di kota, desa atau wilayah suatu negara. Situasi sosial tersebut, dapat dinyatakan sebagai obyek penelitian yang ingin diketahui "apa yang terjadi" di dalamnya. Pada situasi sosial atau obyek penelitian ini peneliti dapat mengamati secara mendalam aktivitas (activity) orang-orang (actors) yang ada pada tempat (place)

tertentu25.

e. Teknik Penentuan Sampel Penelitian.

24Sugiyono, Opcit, hlm. 137

25

(29)

24

Teknik sampling adalah merupakan teknik pengambilan sampel. Untuk menentukan sampel yang akan digunakan dalam penelitian, terdapat berbagai teknik sampling yang digunakan.

1. Probability Sampling

Probability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel. Teknik ini meliputi, simple random sampling, proportionate stratified random sampling, disproportionate stratified random, sampling area (cluster) sampling (sampling menurut

daerah).

2. Nonprobability Sampling

Non-probability Sampling adalah teknik pengambilan sampel yang tidak memberi peluang/kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Teknik sampel ini meliputi, sampling sistematis, kuota, aksidental, purposive, jenuh, snowball.

Dalam penelitian kualitatif, teknik sampling yang sering digunakan adalah purposive sampling, dan snowball sampling. Seperti telah dikemukakan bahwa, purposive sampling

(30)

25

Sampel adalah himpunan bagian atau sebagian dari populasi.26 Teknik penentuan sampel yang dipergunakan dalam penelitian kuantitatif ini adalah:

Purposive sampling adalah penarikan sampel berdasarkan tujuan tertentu yang dipilih sendiri oleh peneliti berdasarkan pertimbangan kriteria dan karakteristik tertentu. Teknik ini digunakan dalam menentukan lokasi penelitian.

Data yang digunakan adalah data primer, yang diperoleh dari hasil wawancara dan survey pengakuan diri (selfreport). Di atas sudah dikemukakan tentang teknik atau cara pengumpulan data dapat dilakukan dengan tiga cara yakni dengan interview (wawancara), kuesioner (angket), obseravsi (pengamatan), dan gabungan ketiganya27.

f. Teknik Analisis Data.

Terhadap data primer, digunakan teknik analisis data tipe Strauss dan J. Corbin28, yaitu dengan menganalisis data sejak peneliti berada di lapangan (field). Oleh karena itu selama dalam penelitian, peneliti menggunakan analisis interaktif dengan membuat fieldnote yang terdiri atas deskripsi dan refleksi data.29 Selanjutnya peneliti melakukan penyusunan, pengkatagorian data dalam pola/thema. Setelah data hasil penelitian dianggap valid dan liable,

langkah selanjutnya adalah merekonstruksi dan menganalisisnya secara induktif-kualitatif untuk menjawab permasalahan yang menjadi fokus dalam penelitian ini.

Langkah-langkah teknik analisis data penelitian ini mengikuti model interatif analisis data seperti yang dikemukakan oleh Mattew B. Miles and A. Michael Huberman30, yang bergerak dalam tiga siklus kegiatan, yaitu. reduksi data, penyajian data, dan penarikan simpulan atau verifikasi. Simpulan di sini maksudnya bukanlah simpulan yang bersederajat dengan generalisasi.

26

Bambang Sunggono, op.cit., hlm. 119. 27Sugiyono, Opcit, him. 137

28A. Strauss and J. Corbin Busir, Qualitative Research; Grounded Theory Procedure and Techniques, Lindon Sage Publication, 1990, hlm. 19

29H.B. Sutopo, Metodologi Penelitian Kualitatif Bagian II, Universitas Negeri Sebelasmaret Press, Surakarta, 1990, hlm. 11.

(31)

26

Model interaktif tersebut bila diragakan adalah sebagai berikut:31

Pengumpulan Data

Reduksi Data

Sajian Data

Penarikan Kesimpulan

Verifikasi

Sumber : Adaptasi dari Mattew B. and A Michael Huberman (1992)

Terhadap data sekunder, dalam mencari kebenaran umum akan dilakukan dengan menggunakan logika deduktif, khususnya pada saat analisis awal (penggunaan teori-teori), namun tidak tertutup kemungkinan dilakukan analisis dengan menggunakan logika induktif terhadap kejahatan pencurian kendaraan bermotor di Denpasar Bali.

(32)

27 BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembahasan mengenai modus, trend, dan solusi pencegahan terhadap pencurian kendaraan bermotor di kota Denpasar akan dibahas dan diuraikan berdasarkan hasil temuan di lapangan.

Tabel 2. Jumlah Pencurian kendaraan bermotor Berdasarkan Modus Operandi di Polresta Denpasar tahun 2008 - 2012

No Tahun Jumlah Modus Operandi

Kunci Palsu

Kunci asli Rampas

1 2008 129 106 16 7

2 2009 271 255 12 4

3 2010 158 133 19 6

4 2011 198 176 21 1

5 2012 137 110 24 3

Total 893 780 92 21

Sumber : Sat. Reskrim Polresta Denpasar 2013

(33)

28

Mengenai modus operandi ataupun cara melakukan kejahatan yang dipakai para pencuri sepeda motor sangatlah beraneka ragam. Dari data yang tercatat selama lima tahun terakhir (tahun 2008 – 2012), modus operandinya antara lain dengan cara menggunakan kunci palsu sebanyak 780 kasus (87% dari jumlah kasus pencurian sepeda motor tahun 2008-20l2), dengan kunci asli atau nyantol sebanyak 92 kasus (10% dari jumlah kasus pencurian sepeda motor tahun 2008-2012), dan dengan cara merampas (Curas) langsung dari pemilik atau pengendara sepeda motor sebanyak 21 kasus (3% dari jumlah kasus pencurian sepeda motor tahun 2008 – 2012).

Tabel 3. LAPORAN KEHILANGAN DAN PENANGANAN PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR PADA MASING2 POLRES/TA & POLDA DI BALITAHUN 2014

NO LAPORAN KE

KEPOLISIAN

JAN PEB MRT APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES JLH

1 DENPASAR 19 11 23 - - - 40 26 36 41 28 20 244

2 BADUNG 2 5 2 - - - 3 3 1 6 3 1 26

3 GIANYAR - 1 1 - - - 2 3 1 6 3 1 18

4 BANGLI - - - 1 - - - 1

5 KLUNGKUNG - 3 - - - - 1 - - - 4

6 KARANGASEM - - - 2 1 3 6

7 BULELENG 1 5 2 - - - 4 4 8 6 7 1 38

8 JEMBRANA - - - 3 - 1 1 - - 5

9 TABANAN 1 3 3 - - - - 2 1 2 1 3 16

10 POLDA BALI 2 - 3 - - - 1 - 1 - 7

TOTAL 25 28 34 - - - 54 38 50 62 44 30 365

* Sumber : Data Polda Bali telah diolah penulis

(34)

29

penanganan pencurian kendaraan bermotordi wilayah kepolisianBuleleng sebanyak 38 kasus ( 10,4 %), Polres Badung 26 kasus ( 7,2 %), Polres Gianyar 18 kasus (4,9 %), Polres Tabanan 16 kasus (4,4 %), Polda Bali 7 kasus ( 1,9 %) yang ditangani mengenai pelaporan terjadinya pencurian kendaraan bermotor, Polres Karangasem 6 kasus ( 1,6 %), Polres Jembrana 5 kasus (1,4 %), Polres Klungkung 4 kasus (1,1 %), dan Polres Bangli 1 kasus (0,3 %).

Penanganan kasus pencurian kendaraan bermotor yang terjadi di Bali sebanyak 365 kasus bukanlah berarti jumlah yang disajikan dalam tabel tersebut merupakan kejadian yang sebenarnya, berarti masih ada kasus yang tidak dilaporkan yang diakibatkan karena adanya percobaan perbuatan pencurian kendaraan bermotor sehingga kendaraan bermotornya tidak jadi hilang/ lenyap, atau juga beberapa hari kemudian kendaraan bermotornya sudah kembali yang disebabkan ketika mengambil kendaraan tidak memberitahu pemiliknya. Oleh karenanya tidak direkam di dalam laporan kejadian di masing-masing Polres/Polda Bali.

Maraknya pencurian kendaraan bermotor (curanmor) di Denpasar yang menunjukkan tingkat tertinggi di masing-masing Polres ditengarai karena lalu lintas perekonomian dan pusat kegiatan bisnis, perdagangan, perkantoran dan pariwisata dapat memicu terjadinya peristiwa curanmor tersebut. Kemudahan memperoleh kredit kendaraan dan mobilitas kerja dapat dipandang sebagai pemicu terjadinya pencurian kendaraan bermotor.

(35)

30

Tabel 4. LAPORAN KEHILANGAN DAN PENANGANAN PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR PADA MASING2 POLRES/TA & POLDA DI BALI S/D AGUSTUS TAHUN 2015

NO PELAPORAN KE KEPOLISIAN

JAN PEB MRT APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES JLH

1 DENPASAR 20 47 19 12 9 17 19 18 - - - - 161

2 BADUNG 4 5 1 - 2 3 1 3 - - - - 19

3 GIANYAR 1 - 1 1 4 1 3 2 - - - - 13

4 BANGLI - - - 1 - - - - 1

5 KLUNGKUNG - 2 1 - - 1 - - - 4

6 KARANGASEM 1 1 - - 1 - - 1 - - - - 4

7 BULELENG 1 3 1 - 2 2 1 4 - - - - 14

8 JEMBRANA - - 1 - 1 3 - - - 5

9 TABANAN - 3 1 1 1 - - 1 - - - - 7

10 POLDA BALI 1 4 1 - - 2 - - - 8

TOTAL 28 65 26 14 20 29 24 30 - - - - 236

* Sumber : Data Polda Bali telah diolah penulis

Di tahun 2015 sampai dengan bulan Agustus, terjadi pelaporan dan penanganan kasus pencurian kendaraan bermotor yang agak berbeda dengan peristiwa di tahun 2014. Memang terjadi penurunan yang sangat drastis pada masing-masing Polres/ta Polda se Bali. Suatu kemajuan yang sangat berarti apabila terjadi penurunan peristiwa kejahatan pada suatu wilayah kepolisian di Bali.

(36)

31

kepolisianPolres Badung 19 kasus (8,06 %), Buleleng sebanyak 14 kasus (5,94 %), Polres Gianyar 13 kasus (5,52 %), Polda Bali 8 kasus (3,39 %) yang ditangani mengenai pelaporan terjadinya pencurian kendaraan bermotor, Polres Tabanan 7 kasus (2,97 %), Polres Jembrana 5 kasus (2,12 %), Polres Karangasem 4 kasus (1,69 %) sama dengan Polres Klungkung 4 kasus ( 1,69 %), , dan Polres Bangli 1 kasus (0,40 %).

Jika diperhatikan tabel di atas nampak terjadi penurunan pencurian kendaraan bermotor, kemungkinan hal ini disebabkan karena menyadari bahwa kejahatan curnamor adalah kejahatan

yang sering pelakunya di ”hakimi massa”, dan pengawasan dalam patroli kepolisian juga menyiutkan nyali pelaku kejahatan curanmor. Kesempatan untuk berbuat bisa dicegah oleh warga masyarakat sebagai pemilik atau pengendara sepeda motor dengan cara semakin mewaspadai perilaku kejahatan curanmor.

Tabel 5. Pencurian Kendaraan Bermotor di Polres/tadan Polda Bali Tahun 2014 s/d Agustus 2015

NO POLRES / TA & POLDA BALI 2014 AGST 2015 JUMLAH PERSENTASE %

1 DENPASAR 244 161 405 67, 39

2 BADUNG 26 19 45 7, 49

3 GIANYAR 18 13 31 5, 16

4 BANGLI 1 1 2 6, 33

5 KLUNGKUNG 4 4 8 1, 33

6 KARANGASEM 6 4 10 1, 66

7 BULELENG 38 14 52 8, 65

8 JEMBRANA 5 5 10 1, 66

9 TABANAN 16 7 23 3, 83

10 POLDA BALI 7 8 15 2, 50

T O T A L 365 236 601 100 %

(37)

32

Perkembangandata di atas menunjukkan bahwa tahun 2014 sampai dengan Agustus 2015 telah terjadi penurunan yang cukup signifikan. Selama dua tahun kurang total peristiwa yang terjadi sebanyak 601 kasus dimana dibagi menjadi tahun 2014 sebanyak 365 kasus dan tahun sampai dengan Agustus 2015 sebanyak 236 kasus. Paling tidak terjadi penurunan angka kriminalitas sebesar 129 (130) kasus.

Jika diperhatikan jumlah totoal peristiwa curanmor selama 2 tahun terakhir nampaklah bahwa di Kepolisian resort kota Denpasar masih menduduki tingkat teratas menunjukkan selama setahun telah terjadi 405 kasus ( 67,39 %), disusul penanganan curanmordi wilayah kepolisian resort Buleleng sebanyak 52 kasus (8,65 %), Polres Badung 45 kasus (7,49 %), Polres Gianyar 31 kasus (5,16 %), Polda Bali 15 kasus (2,50 %) yang ditangani mengenai pelaporan terjadinya pencurian kendaraan bermotor, Polres Tabanan 23 kasus (3,83 %), Polres Jembrana 10 kasus (1,66 %), Polres Karangasem 10 kasus (1,66 %) sama dengan Polres Klungkung 8 kasus (1,33 %), dan Polres Bangli 2 kasus (0,33 %).

Tabel 6. MODUS OPERANDI PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR DI POLRESTA DENPASAR TAHUN 2014 S/D AGUSTUS 2015

NO MODUS OPERANDI 2014 AGUSTUS 2015 JUMLAH

1 Menggunakan Kunci Palsu 131 97 228

2 Kunci Nyantol di sepeda motor 53 31 84

3 Mengambil Paksa dari Korban 24 14 38

4 Mengambil Kunci di kamar korban 11 4 15

5 Mengambil kunci saat korban tertidur 17 9 26

6 Meminjam tetapi tidak mengembalikan 8 6 14

T O T A L 244 161 405

* Sumber : Data Polda Bali telah diolah penulis

(38)

33

motor merupakan trend setelah penggunaan kunci palsu yakni sebnayak 84 kasus. Jelas disini letak kesalahannya adalah juga pada korban yang kurang hati-hati atau lalai. Selanjutnya perbuatan begal atau merampas sepeda motor secara paksa juga terjadi 38 kasus selama dua tahun itu. Pertemanan sebagai kawan akrab kadang disadari bahwa kurang waspada terhadap perilaku teman sehingga dengan mudah keluar masuk kamar (kost) sehingga kesempatan digunakan untuk mengambil kunci sepeda motor saat korban tertidur dan terus menghilang. Dalam kurun dua tahun telah terjadi peristiwa semacam itu berjumlah 26 kasus.demikian pula mengambil kunci di kamar korban 15 kasus danmeminjam motor tetapi tidak mengembalikan sebanyak 14 kasus. Perilaku semacam ini juga didasari atas pertemanan, demikian akrab, baik, dan tidak bermasalah yang pada akhirnya kebaikan itu berbalas ketidakberuntungan.

Tabel 7. FREKUENSI PENURUNANMODUS OPERANDI PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR DI POLRESTA DENPASAR TAHUN 2014 S/D AGUSTUS 2015

NO MODUS OPERANDI 2014 AGUSTUS 2015 PENURUNAN

1 Menggunakan Kunci Palsu 131 97 34

2 Kunci Nyantol di sepeda motor 53 31 22

3 Mengambil Paksa dari Korban 24 14 10

4 Mengambil Kunci di kamar korban 11 4 7

5 Mengambil kunci saat korban tertidur 17 9 8

6 Meminjam tetapi tidak mengembalikan 8 6 2

T O T A L 244 161 83

* Sumber : Data Polda Bali telah diolah penulis

(39)

34

mengambil kunci dalam kamar korban 7 kasus, dan 8 kasus merupakan penurunan curanmor saat di mana korban sedang tertidur, dan meminjam sepeeda motor tanpa mengembalikan sebanyak 2 kasus.

TABEL 8. MOTIF PELAKU PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR DI POLRESTA DENPASAR TAHUN 2014 S/D AGUSTUS 2015

NO MOTIVASI PELAKU 2014 AGUSTUS 2015 JUMLAH

1 Ingin memiliki sepeda motor 49 21 70

2 Atas dasar pesanan pihak lain 42 37 79

3 Kebutuhan ekonomi hidup sehari-hari 67 56 123

4 Diajak teman 18 9 27

5 Biaya pulang kampoeng, perkawinan, dll 68 38 106

T O T A L 244 161 405

* Sumber : Data Polda Bali telah diolah penulis

(40)

35 TABEL 9. FREKUENSI PENURUNAN MOTIF PELAKU PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR

DI POLRESTA DENPASAR TAHUN 2014 S/D AGUSTUS 2015

NO MOTIVASI PELAKU 2014 AGUSTUS 2015 PENURUNAN

1 Ingin memiliki sepeda motor 49 21 28

2 Atas dasar pesanan pihak lain 42 37 5

3 Kebutuhan ekonomi hidup sehari-hari 67 56 11

4 Diajak teman 18 9 9

5 Biaya pulang kampoeng, perkawinan, dll 68 38 30

T O T A L 244 161 83

* Sumber : Data Polda Bali telah diolah penulis

Selama dua tahun terakhir telah terjadi penurunan motif curanmor yang terjadi di Polresta Denpasar sebanyak 83 kasus. Telah terjadi trends penurunan motif pelaku melakukan kejahatan curanmor terdiri dari untuk biaya pulang kampoeng biasanya alasannya adalah untuk perkawinan, upacara lainnya sebanyak 30 kasus, ingin memiliki sepeda motor 28 kasus,kebutuhan ekonomi hidup sehari-hari, diajak teman 11 kasus. Bahkan untuk diajak teman melakukan curanmor sebanyak 9 kasus. Dan terakhir melakukan kejahatan curanmor atas dasar pesanan pihak lain terjadi 5 kasus.

(41)

36

ganda dan alarm, pengawasan parkir yang kurang baik tidak kalah pentingnya memang pelaku curanmor itu sendiri semakin lihai menjalankan aksi kejahatannya.

Menurut catatan satuan Reskrim Polresta Denpasar, jika dibandingkan dengan jenis curanmor yang lain, pencurian jenis kendaraan bermotor roda dua/sepeda motor ini memang jauh lebih banyak. bahwa kasus pencurian sepeda motor memang jauh lebih banyak. Bahwa kasus pencurian sepeda motor ini lebih banyak terjadi karena jumlah sepeda motor lebih banyak dimiliki masyarakat, cara melakukannya pun lebih mudah dimana diperlukan waktu kurang lebih 1 menit dengan menggunakan kunci letter T untuk sepeda motor yang hanya menggunakan kunci setang saja, serta dalam melakukan aksinya tidaklah terlalu mencurigakan. Disamping itu, penjualannya cepat dengan kata lain konsumennya banyak, bila diantarpulaukan lebih mudah, sepeda motor akan susah dikenali baik dari aparat kepolisian, korban maupun pihak ketiga dan apabila dipecah dalam artian dijual rombeng (misalnya: spion saja) lebih mudah.

Tempat Kejadian Perkara (TKP) kasus pencurian sepeda motor di wilayah Kota Denpasar selama lima tahun terakhir ini meliputi tempat-tempat seperti, pertokoan/pasar, perumahan/pemukiman, sekolah, perkantoran, obyek wisata/rekreasi, lapangan umum, tempat parkir, jalan umum, dan lain-lain. Dengan gambaran seperti ini, setiap tempat menunjukkan kerawanan untuk terjadinya suatu tindak pidana pencurian sepeda motor. Tidak jarang para pelaku sebelum beraksi biasanya terlebih dahulu melakukan pengamatan terhadap tempat-tempat tersebut untuk mengetahui situasi dan kondisi keamanannya sehingga nanti dapat memperlancar aksinya. Diantara tempat-tempat tersebut yang memiliki tingkat kerawanan yang paling tinggi yakni, areal parkir (misalnya, areal parkir RS. Sanglah, areal parkir Pasar Badung, areal parkir swalayan, dll) dan pemukiman (misalnya, kos-kosan). Menurut salah seorang pelaku pencurian sepeda motor, yang bernama I Komang Sanjaya (Napi LP Kelas IIA Denpasar), mengungkapkan bahwa daerah pemukiman khususnya tempat kos-kosan memiliki peluang yang besar untukterjadinya pencurian sepeda motor karena biasanya di tempat tersebut banyak terdapat sepeda motor yang diparkir yang rata-rata pemiliknya sudah merasa aman saehingga pengamannya sendiri kurang diperhatikan.

(42)

37

status bujangan, melakukan perbuatan baru satu kali dengan motif kebutuhan ekonomi. Perbuatan yang dilakukannnya adalah dengan menggunakan kunci letter T (kunci palsu). Esbon BBKillasadok, 31 tahun telah menikah dengan motif melakukan kejahatan pencurian bermotor adalah untuk kepentingan sekolah anak-anaknya dengan cara menggandakan kuci duplikat. Pelaku lainnya Maskur Hrm Dalu, 22 tahun belum menikah, melakukan curanmor atas dasar kebutuhan ekonomi dengan cara mendatangi rumah kos temannya dan menggandakan kunci sepeda motor temannya tersebut. Demikian juga Amur Rasyid, 26 tahun telah menikah, juga mencuri sepeda motor temannya dengan cara menggunakan kunci letter T, dengan motif kebutuhan ekonomi. Dan Nyoman Rerod, 21 tahun, menikah, motifnya untuk membayar biaya kost, caranya karena kunci nyanol di sepeda motor ya tinggal melarikan saja.

Dari data tersebut dapat dilihat bahwa pelaku pencurian sepeda motor dengan modus operandi menggunakan kunci palsu paling banyak digunakan. Adapun mengenai penggunaan anak kunci palsu diatur dalam Pasal 100 KUHP, yakni yang termasuk sebutan anak kunci palsu adalah segala alat yang tidak diperlakukan untuk membuka kunci itu yang dinamakan anak kunci palsu segala macam dari barang seperti lemari, rumah, peti, termasuk kendaraan bermotor. Anak kunci duplikat bila tidak digunakan oleh yang berhak, masuk juga dalam pengertian anak kunci palsu. Anak kunci yang telah hilang dari tangan yang berhak, jika orang itu telah membuat atau memakai anak kunci yang lain untuk membuka kunci itu, masuk pula menjadi anak kunci palsu. Selain itu, menurut ketentuan Pasal 100 KUHP, semua perkakas meskipun tidak berupa anak kunci yang berupa apa saja, misalnya kawat atau paku.

B. Upaya-Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Pencurian Sepeda Motor Di Kota Denpasar

Kriminalitas merupakan masalah serius yang harus dihadapi manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Timbulnya berbagai macam kejahatan sebagai salah satu gejala sosial yang keberadaannya senantiasa menyerang dan mengganggu ketertiban umum dan ketentraman masyarakat, mengharuskan kita untuk memikirkan cara-cara penanggulangannya yang tepat.

(43)

38

penauggulangan pencurian sepeda motor, maka hal tersebut diartikan sebagai usaha mencegah dan mengurangi kasus pencurian sepeda motor, serta meningkatkan penyelesaian kasusnya. Dalam rangka penanggulangan tersebut tantu memerlukan upaya-upaya yang bersifat terpadu, yang tidak saja melibatkan unsur-unsur aparat penegak hukum di Negara kita tetapi juga memerlukan peran serta anggota masyarakat.

Upaya Preventif

Usaha penanggulangan kriminalitas melalui upaya preventif atau pencegahan oleh pihak kepolisian dan aparat penegak hukum lainnya serta dengan dukungan dan menggerakkan Pam swakarsa masyarakat, mengusahakan untuk memperkecil ruang gerak serta kesempatan dilakukannya tindak pidana pencurian sepeda motor dan kejahatan secara umum. Upaya ini meliputi kegiatan penjagaan, perondaan, pengawalan, pengembangan sistem penginderaan dan peringatan lebih dini pada lingkungan pemukiman dan lingkungan kerja.

Terkait uraian diatas, pihak kepolisian sebagai aparat penegak hukum yang paling awal berhadapan dengan kejahatan dan pelaku kejahatan memegang peranan penting dalam rangka kegiatan penanggulangan kejahatan. Menurut Bawengan, tugas preventif Pori berupa patroli-patroli yang dilakukan secara terarah dan teratur, mengadakan tanya jawab dengan orang lewat, termasuk usaha pencegahan kejahatan atau pelaksanaan tugas preventif memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum.

Bahwa upaya preventif dalam penanggulangan tindak pidana pencurian sepeda motor di Kota Denpasar yang telah dilakukan pihak Polresta Denpasar adalah :

a. Patroli

Kegiatan patroli pada hakekatnya adalah semua bentuk kegiatan yang mempunyai tujuan utama pencegahan kejahatan, baik dilakukan dengan jalan kaki serta kendaraan. Diantaranya dilaksanakan pada daerah-daerah atau jalur-jalur tertentu secara rutin atau waktu-waktu tertentu guna meminimalisasi kasus pencurian sepeda motor khususnya di wilayah Kota Denpasar.

(44)

39

Yakni upaya penanggulangan dengan penghadangan dan pemeriksaan terhadap kendaraan-kendaraan di jalan-jalan umum. Disini para petugas melakukan pemeriksaan terhadap kelengkapan surat-surat kendaraan dan kendaraan itu sendiri serta pengendara dan orang bersamanya termasuk barang-barang yang ada padanya.

c. Operasi khusus

Dalam hal ini dilakukan dengan mengadakan operasi yang diberi nama “Operasi

Jaran” (pengejaran kendaraan). Operasi ini dilakukan sebanyak dua kali dalam setahun.

Adanya operasi oleh aparat kepolisian tersebut bertujuan mencapai situasi kamtibmas terkendali dan menghilangkan keresahan masyarakat, dimana yang khusus menjadi sasaran operasinya adalah pencurian kendaraan bermotor.

d. Bimbingan kepada masyarakat

Adalah petugas kepolisian memberikan bimbingan kepada masyarakat untuk turut berpartisipasi dalam pencegahan dan penemggulangan kejahatan baik melalui program pemerintah atau kegiatan yang diprakarsai oleh warga masyarakat sendiri. Dalam hal ini melalui media massa ataupun bertatap muka langsung dengan masyarakat dalam ceramah dan himbauannya kepada masyarakat terkait maraknya pencurian sepeda motor yaitu : memarkir kendaraan bermotor di tempat yang aman, mengguuakan kunci pengaman ganda, memasang alrm, saat memarkir kendaraan jangan sampai kunci tertinggal atau tidak terkunci dan tidak meletakkan surat-surat kendaraan pada jok.

e. Mengaktifkan sistem kring (pengawasan daerah tertentu)

Sistem penangkalan kejahatan dengan cara pembentukan team yang ditempatkan di daerah rawan, sesuai dengan kerawanan kamtibmas dan masing-masing team harus dapat mengawasi dan menguasai situasi. Pada setiap kring ditentukan tempat pertemuan kembali (TPK) atau tempat berkumpul, berpencar dan berkumpul kembali.

f. Mengefektifkan peran siskamling dan siskam swakarsa

(45)

40

pihak kepolisian diharapkan sistem keamanan lingkungan di masing-masing tempat perlu ditingkatkan, begitu juga dengan sistem keamanan dari dan terhadap diri pribadi.

Selain upaya-upaya yang telah disebutkan diatas, dalam rangka penanggulangan tindak pidana pencurian sepeda motor di wilayah Kota Denpasar dengan kita mengetahui faktor-faktor penyebabnya sebagaimana dijelaskan sebelumnya, maka dapat dikemukakan beberapa upaya preventif lainnya (Cara abolionistik). Hal-hal tersebut yakni :

1. Meningkatkan penjagaan dan pengawasan di kawasan-kawasan pintu masuk pulau Bali pada umumnya dan kota Denpasar pada khususnya. Hal ini dilakukan untuk mencegah keluar masuknya sepeda motor hasil curian serta mempersempit ruang gerak jaringan komplotan pencuri sepeda motor;

2. Memperluas lapangan kerja serta meningkatkan tingkat pendidikan masyarakat, Seperti kita ketahui bahwa Salah satu penyebab utama timbulnya permasalahan kriminalitas di masyarakat adalah karena rendahnya tingkat pendidikan dan kesulitan ekonomi yang dihadapi sebagian anggota masyarakat. Dalam hal ini peranan pemerintah sangat diperlukan sehingga nantinya diharapkan dapat meminimalisir terjadinya berbagai macam kejahatan termasuk pencurian sepeda motor.

3. Memperketat sistem pengamanan areal-areal parkir umum di wilayah Kota Denpasar. Hal ini perlu dilakukan mengingat kawasan tersebut rawan terjadi pencurian sepeda motor, dan lain-lain.

Upaya Represif

Gambar

Tabel 2.  Jumlah Pencurian kendaraan bermotor  Berdasarkan Modus
Tabel 3.  LAPORAN KEHILANGAN DAN PENANGANAN PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR
Tabel 4.  LAPORAN KEHILANGAN DAN PENANGANAN PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR
TABEL 8.  MOTIF PELAKU  PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR DI POLRESTA DENPASAR
+2

Referensi

Dokumen terkait

Untuk dapat mengetahui apa yang sebenarnya diatur didalam pasal 365 KUHP yang berbunyi “b arang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang

Faktor penghambat Polda Lampung dalam menanggulangi tindak pidana pencurian kendaraan bermotor dengan kekerasan (pembegalan) yang memungkinkan dapat menyebabkan

Kemudahan tersebut di dapat karena untuk membeli suatu produk kendaraan bermotor, pihak pembeli tidak harus membayar harga barang secara lunas seketika, akan tetapi

Pemalsuan (Pasal 263 KUHPidana), yaitu tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku setelah kendaraan bermotor ada di tangan mereka, tindak pidana ini meliputi

Upaya Aparat Penegak Hukum Polsek Deli Tua Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Pencurian Kenderaan Bermotor Roda Dua Dengan Kekerasan Yang Dilakukan

Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPn BM) yang terutang atas impor atau penyerahan Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, dapat dibebaskan

Menurut perumusan yang berlaku yang diterangkan dalam KUHP Pasal 285, pelaku perkosaan sebagai suatu tindak kejahatan adalah “Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman

Seorang anak tidak dapat dikenakan beban kewajiban hukum atas usia mereka sampai mereka mencapai usia puber, qadhi hanya mampu untuk memperingatkan kelalaian yang dilakukan atau