• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PEMBERIAN MACAM URIN TERNAK DAN MACAM KOMPOS TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN KANGKUNG DARAT (Ipomoea sp.) ORGANIK.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH PEMBERIAN MACAM URIN TERNAK DAN MACAM KOMPOS TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN KANGKUNG DARAT (Ipomoea sp.) ORGANIK."

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Oleh :

MUHAMMAD RIZKAN YULIADI

NPM. 0671010087

YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”JAWA TIMUR

FAKULTAS HUKUM

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM SURABAYA

(2)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur

Oleh :

MUHAMMAD RIZKAN YULIADI

NPM. 0671010087

YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”JAWA TIMUR

FAKULTAS HUKUM

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM SURABAYA

(3)

vi

karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul

KAJIAN HUKUM TENTANG RANGKAP JABATAN NOTARIS DAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH YANG TIDAK SATU WILAYAH KERJA ”. Adapun penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas

akhir yaitu penyusunan skripsi. Terselesaikannya skripsi, tidak lepas dari bantuan

berbagai pihak, peneliti mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang

telah membantu, khususnya kepada :

1. Bapak Haryo Sulistiyantoro, S.H., M.M selaku Dekan dan Wakil Dekan I

Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

serta selaku dosen wali penulis selama kuliah..

2. Bapak Sutrisno, S.H., M.Hum selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

3. Bapak Subani, S.H., M.Si selaku Kepala Program Studi Ilmu Hukum Fakultas

Hukum Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

4. Drs. H. Warsito, S.H, M.M., selaku Dosen Pembimbing Utama yang siap

membantu memberikan dukungan dan bimbingan serta pengarahan kepada

peneliti dalam pembuatan skripsi ini, sehingga dalam hal ini penulis dapat

(4)

vii

6. Seluruh Dosen dan Staff Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional

“Veteran” Jawa Timur yang telah banyak memberikan bekal ilmu

pengetahuan.

7. Kepada Abi dan Umi tersayang yang telah memberikan do’a, dorongan,

dukungan, moril dan materiil, serta telah mendidik dan membahagiakan saya.

8. Kedua Kakakku Fibriyanti Y.S. dan Gunardi A. terima kasih atas doanya.

9. Spesial terima kasihku buat Agustin W.S. sebagai calon pendamping hidupku

atas do’a dan dukungannya, serta tawa canda yang menjadi semangat saya

dalam belajar juga telah banyak membantu menyelesaikan skripsiku ini. Dan

semua temanku khususnya Adi Adrian dan Rudi Setiawan yang telah sedikit

banyak membantu saya, serta maaf apabila tidak semua nama dapat

disebutkan dan tidak ada unsur kesengajaan hanya tidak dapat mengingat

secara keseluruhan.

Penulis menyadari bahwa hasil penelitian yang tersusun dalam skripsi ini

masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran tetap penulis butuhkan

untuk penyempurnaan skripsi ini. Tak lupa juga penulis mengucapkan

permohonan maaf yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak atas kesalahan

yang diperbuat selama penyusunan skripsi ini

Surabaya, Desember 2010

(5)

viii

HALAMAN PERSETUJUAN MENGIKUTI UJIAN SKRIPSI... ii

HALAMAN PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN SKRIPSI... iii

HALAMAN REVISI SKRIPSI... iv

KATA PENGANTAR………... vi

DAFTAR ISI………... viii

DAFTAR LAMPIRAN………... xii

ABSTRAKSI... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang………... 1

B. Rumusan Masalah………... 7

C. Tujuan Penelitian………... 7

D. Manfaat Penelitian………... 8

E. Kajian Pustaka………... 8

1. Kajian tentang Pejabat Pembuat Akta Tanah....………... 8

a. Pengertian Umum...………….. 8

b. Dasar Pelaksanaan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah... 9

c. Tugas dan Kewenangan Pejabat Pembuat AktaTanah... 10

(6)

ix

a. Pengertian Umum... 12

b. Tugas dan Kewenangan Notaris... 14

c. Formasi Jabatan Notaris... 16

d. Dasar Hukum Notaris untuk dapat Merangkap Jabatan Sebagai PPAT... 16

3. Kajian Tentang Pengertian Wilayah... 17

F. Metode Penelitian... 18

1. Pendekatan Masalah...………... 18

2. Sumber Bahan Hukum dan/ atau Data………...…..………... 18

3. Pengumpulan Bahan Hukum dan/ atau Data…...…………... 20

4. Teknik Analisis Data...………... 21

5. Sistematika Penulisan...………...……... 21

BAB II AKIBAT HUKUM KANTOR NOTARIS TIDAK JADI SATU (WILAYAH KERJA) DENGAN KANTOR PPAT A. Penetapan Surat Keputusan Penempatan Notaris dan PPAT Berdasarkan Formasi... 23

1. Penetapan surat keputusan notaris berdasarkan formasi jabatan notaris... 23

(7)

x

BAB III KENDALA-KENDALA DALAM MENJALANKAN RANGKAP JABATAN NOTARIS YANG TIDAK JADI SATU (WILAYAH KERJA) DENGAN KANTOR PPAT

A. Tinjauan Umum Tentang Wilayah Kerja Notaris dan PPAT.... 38

1. Wilayah jabatan Notaris menurut UUJN... 38

2. Wilayah Kerja PPAT menurut Peraturan Jabatan PPAT... 38

B. Kendala-Kendala Internal Dalam Menjalankan Rangkap

Jabatan Notaris Yang Tidak Satu Kantor Dengan PPAT... . 40

1. Pelayanan Notaris menjadi tidak optimal dikarenakan

Notaris akan sering meninggalkan tempat kedudukan

untuk berada di kantor PPAT yang tidak jadi satu

dengan kantor Notaris... 40

2. Biaya-biaya operasional kantor menjadi lebih banyak,

karena ada 2 (dua) kantor. Yaitu Notaris dan PPAT

(satu wilayah jabatan)... 41

C. Kendala-Kendala Eksternal Dalam Menjalankan Rangkap

Jabatan Notaris dan PPAT Yang Tidak Satu Wilayah Kerja... 42

1. Persaingan baik untuk PPAT maupun Notaris

(8)

xi

Dalam Menjalankan Rangkap Jabatan Notaris dan PPAT... 43

1. Upaya Mengatasi Kendala-Kendala Internal

Dalam Menjalankan Rangkap Jabatan Notaris dan PPAT... 43

a. Dengan melakukan pembinaan dan pengawasan... 43

b. Menerapkan Sanksi Secara Tegas... 47

2. Upaya Mengatasi Kendala-Kendala Eksternal

Dalam Menjalankan Rangkap Jabatan Notaris dan PPAT... 49

BAB IV PENUTUP

A. KESIMPULAN... 51 B. SARAN... 52

(9)

xii

2006 Tentang ketentuan pelaksanaan Peraturan Jabatan PPAT.

Lampiran 2: Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia tertanggal 3 Agustus 2007 Nomor: M.01.H.T.03.01 Tahun 2007 Tentang Pengangkatan Notaris berdasarkan Formasi Jabatan Notaris.

Lampiran 3: Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.02.PR.08.10 Tahun 2004 tentang Tata Cara Pengangkatan Anggota, Pemberhentian Anggota, Susunan Organisasi, Tata Kerja, dan Tata Cara Pemeriksaan Majelis Pengawas Notaris.

(10)

xiii

NPM : 0671010087 Tempat/Tgl Lahir : Sidoarjo / 29 Juli 1987 Program Studi : Strata 1 (S1)

Judul Skripsi :

KAJIAN HUKUM TENTANG RANGKAP JABATAN NOTARIS DAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH YANG TIDAK SATU WILAYAH KERJA

ABSTRAKSI

Melihat penetapan formasi Notaris dan PPAT yang telah ditetapkan berdasarkan kewenangan masing-masing, nampak bahwa seorang Notaris bisa merangkap PPAT asalkan dalam satu wilayah kerja di dalam wilayah jabatan Notaris. Hal ini menjadi ketertarikan penulis untuk mengkaji tentang rangkap jabatan tersebut, dikarenakan tidak menutup kemungkinan akan terjadi rangkap jabatan antara Notaris dan PPAT yang tidak satu kantor tetapi masih satu wilayah jabatan Notaris. Sehingga wacana ini perlu dikaji agar bisa diketahui kemungkinan dampak yang akan muncul.

Metode Penelitian yuridis normatif, untuk menganalisa secara kualitatif, sumber dan jenis data menggunakan data primer dan data sekunder, teknik pengumpulan data dengan pengumpulan data primer dan data sekunder, teknik analisis data deskriptif kualitatif.

Hasil penelitian Kajian Hukum tentang Rangkap Jabatan Notaris dan PPAT yang tidak satu wilayah kerja adalah berdasar pada UUJN seorang Notaris bisa merangkap jabatan sebagai PPAT, asalkan satu wilayah jabatan. Hal ini diatur dalam ketentuan Pasal 17 huruf g UUJN yaitu Notaris dilarang merangkap jabatan sebagai PPAT di luar wilayah jabatan Notaris. Dengan kata lain seorang Notaris diperbolehkan untuk merangkap jabatan PPAT jika satu wilayah jabatan dengan wilayah jabatan Notaris tersebut. Sesuai dalam Pasal 19 UUJN Notaris hanya berkedudukan di suatu tempat di kota atau kabupaten, dan memiliki kewenangan wilayah jabatan seluruh wilayah provinsi dari tempat kedudukannya. Notaris wajib mempunyai hanya satu kantor, yaitu tempat kedudukannya dan tidak berwenang secara teratur menjalankan jabatan di luar tempat kedudukannya, dengan hanya mempunyai satu kantor, berarti notaris dilarang mempunyai kantor cabang, perwakilan dan/ atau bentuk lainnya, serta seluruh pembuatan akta harus sebisa mungkin dilaksanakan di kantor notaris kecuali pembuatan akta-akta tertentu.

(11)

1

Profesi hukum yang cukup menjanjikan diantaranya adalah Notaris.

Tentu saja ada beberapa kompetensi khusus yang harus dipenuhi untuk

menjadi seorang notaris. Dengan kata lain, tidak mungkin seorang notaris

dapat berpraktik tanpa memiliki kemampuan memadai. Latar belakang

pendidikan hukum merupakan sebuah keharusan. Pendidikan Strata 2 hukum

bidang kenotariatan harus didahului dengan menempuh Strata 1 Ilmu Hukum.

Notaris merupakan pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik. Hal

ini telah diatur dalam ketentuan Pasal 1 Undang-Undang Jabatan Notaris

(selanjutnya disingkat UUJN). Jabatan Notaris juga merupakan jabatan

seorang pejabat negara atau pejabat umum, berdasarkan ketentuan-ketentuan

dalam UUJN pejabat umum adalah orang yang menjalankan sebagian fungsi

publik dari negara, khususnya di bidang hukum perdata.1

Notaris, selaku pejabat umum dalam setiap pelaksanaan tugasnya,

tidak boleh keluar dari “rambu-rambu” yang telah diatur oleh perangkat

hukum yang berlaku. Notaris dituntut untuk senantiasa menjalankan tugas dan

jabatannya, sesuai dengan kaidah hukum yang berlaku. Notaris wajib

menjunjung tinggi martabat jabatannya, baik saat menjalankan tugas

jabatannya maupun di luar tugas jabatannya. Ini berarti, bahwa notaris harus

1

(12)

selalu menjaga agar perilakunya tidak merendahkan jabatannya, martabatnya,

dan kewibawaannya sebagai Notaris.

Kode Etik Notaris merupakan seluruh kaedah moral yang menjadi

pedoman dalam menjalankan Jabatan Notaris. Ruang lingkup Kode Etik

Notaris berdasarkan Pasal 2 Kode Etik Notaris Ikatan Notaris Indonesia

(I.N.I), berlaku bagi seluruh anggota Perkumpulan maupun orang lain yang

memangku dan menjalankan Jabatan Notaris, baik dalam pelaksanaan jabatan

maupun dalam kehidupan sehari-hari.

Kode Etik Notaris Ikatan Notaris Indonesia (I.N.I), yang ditetapkan di

Bandung, pada tanggal 28 Januari 2005 tersebut memuat kewajiban, larangan

dan pengecualian bagi Notaris dalam Pelaksanaan Jabatannya. Notaris dapat

dikenakan sanksi apabila terbukti telah melakukan pelanggaran atas

ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam Kode Etik Notaris. Penerapan sanksi

atas pelanggaran Kode Etik perlu mendapatkan kajian lebih lanjut mengingat,

sanksi tersebut dijatuhkan oleh Organisasi Profesi Notaris dan tentu berbeda

dengan sanksi yang diberikan oleh Majelis Pengawas Notaris (selanjutnya

disingkat MPN) yang telah diatur dalam UUJN.

Pengawasan yang dilakukan oleh MPN berdasarkan UUJN, dapat

dikatakan bersifat preventif dan represif, karena telah memiliki aturan yang

jelas, yang juga bertujuan untuk menjaga agar para Notaris dalam

menjalankan profesinya tidak mengabaikan keluhuran martabat atau tugas

jabatannya, tidak melakukan pelanggaran terhadap peraturan yang berlaku,

(13)

Profesinya. Kegiatan pengawasan tidak hanya bersifat preventif, tetapi juga

bersifat represif, dengan memberikan penindakan atas pelanggaran

pelanggaran yang telah dilakukan oleh Notaris.

Sepanjang tahun 2005 hingga 2008 para notaris, termasuk notaris

“nakal” bisa bernafas lega. Sebab selama periode tersebut baik INI maupun

MPN tidak pernah menjatuhkan sanksi pemecatan terhadap notaris “nakal”.

Padahal saat kongres I.N.I XX di Surabaya berlangsung, mencuat banyak

dugaan pelanggaran yang dilakukan notaris. Mulai dari pelanggaran UUJN,

penggelapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang

dibayarkan klien, hingga membuat akta meski berada dibalik jeruji besi. Tidak

adanya notaris yang dikenakan sanksi oleh organisasi memang patut

dipertanyakan karena sudah ada MPN. Selain oleh MPN, kalangan anggota

Komisi Hukum DPR pun mengaku tetap mengawasi. Komisi III akan terus

mengawasi perilaku notaris dan pejabat pembuat akta tanah, karena banyak

notaris yang seenaknya membuat akta dan mereka harus memperbaharui izin

pertahun. Bisa jadi, minimnya penindakan notaris nakal disebabkan MPN

bersifat tidak bisa proaktif. Dalam wawancara dengan hukumonline beberapa

waktu lalu, Dirjen Administrasi Hukum Umum (AHU) Departemen Hukum

dan HAM Syamsudin Manan Sinaga, MPN tidak bisa bertindak tanpa ada

laporan dari masyarakat. Pasal 70 UUJN huruf g hanya memberi wewenang

kepada MPN Daerah untuk menerima laporan dari masyarakat mengenai

adanya dugaan pelanggaran kode etik.2

2

(14)

Fungsi Notaris adalah membuat akta-akta Notariil seperti akta

pendirian Comanditer Venontrohap (CV), Perseroan Terbatas (PT), yayasan,

koperasi, akta waris, akta perjanjian kerjasama, akta jual beli. Sedang untuk

akta-akta yang berkaitan dengan obyek tanah dibuat oleh Pejabat Pembuat

Akta Tanah (selanjutnya disingkat dengan PPAT). Jabatan sebagai Notaris ini

dapat dirangkap dengan jabatan sebagai PPAT, dengan ketentuan wilayah

kerjanya masih satu wilayah kerja dengan Kantor Pertanahan Kabupaten atau

Kotamadya/Kota. Dengan kata lain, rangkap jabatan tidak dilarang oleh UUJN

maupun peraturan PPAT.

Notaris diangkat oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia yang

sebelumnya didahului dengan mengajukan Surat Permohonan yang ditujukan

kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Sehingga dari surat

permohonan tersebut akan dilihat pada formasi Notaris yang telah ada di

Departemen Hukum dan HAM. Sedangkan untuk PPAT pengangkatannya

dilakukan oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional (selanjutnya disingkat

dengan BPN). PPAT diangkat untuk suatu daerah kerja tertentu, untuk

melayani masyarakat dalam pembuatan akta PPAT di daerah yang belum

cukup terdapat PPAT atau untuk melayani golongan masyarakat tertentu

dalam pembuatan akta PPAT tertentu.3 Hal ini diatur dalam Pasal 5 Peraturan

Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 (selanjutnya disingkat Peraturan Jabatan

PPAT). Yang dimaksud dengan daerah yang belum cukup terdapat PPAT

adalah daerah yang jumlah PPAT-nya belum memenuhi jumlah formasi yang

3

(15)

ditetapkan BPN. Di daerah yang sudah cukup terdapat PPAT dan merupakan

daerah tertutup untuk pengangkatan PPAT baru, Camat yang baru tidak lagi

ditunjuk sebagai PPAT Sementara. Dimana untuk menjadi PPAT telah

ditetapkan syarat-syarat khusus yang telah diatur dalam Pasal 6 Peraturan

Jabatan PPAT yaitu antara lain umur minimal 30 tahun, pendidikan Magister

Kenotariatan, dan lulus dari ujian PPAT yang diselenggarakan oleh BPN.

Sehingga formasi PPAT ditentukan oleh BPN, berdasarkan ketentuan yang

ada di tiap wilayah kabupaten.

Setelah dibukanya hasil Ujian Calon PPAT telah menimbulkan

persoalan baru, antara lain banyak peserta yang lulus tersebut, yang juga telah

menjalankan tugas jabatan sebagai notaris, ternyata ada yang berbeda tempat

kedudukan (kota/kabupaten) dalam wilayah jabatan (propinsi) yang sama atau

ada juga yang berbeda wilayah jabatan yang sudah pasti berbeda tempat

kedudukan. Khusus untuk mereka yang lulus sebagai PPAT dan ternyata

dalam jabatan yang berbeda dengan notaris, misalnya sebagai notaris di salah

satu kota/kabupaten di propinsi Jawa Barat, dan lulus sebagai PPAT di Jakarta

Selatan di DKI Jakarta, atau lulus sebagai PPAT yang berbeda kota/kabupaten

dalam wilayah jabatan yang sama, misalnya lulus sebagai PPAT di kota Kediri

dan sebagai notaris di Surabaya (keduanya propinsi Jawa Timur)

menimbulkan permasalahan yang sangat unik dan lucu, yang hanya ada di

(16)

permasalahan tersebut akan menempatkan UUJN sebagai aturan hukum untuk

menyelesaikannya.4

Pasal 17 huruf g menegaskan bahwa notaris dilarang merangkap

jabatan di luar wilayah jabatan notaris. Berdasarkan Pasal 85 UUJN apabila

larangan tersebut dilanggar dapat dikenai sanksi administratif dari MPN

secara berjenjang, Notaris terlebih dahulu diberi kesempatan untuk membela

diri mulai dari MPD, Majelis Pengawas Wilayah (selanjutnya disingkat

MPW), Majelis Pengawas Pusat (selanjutnya disingkat MPP) dan pada

akhirnya atas usulan MPP akan dilakukan pemberhentian tidak hormat oleh

Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia.

Pasal 9 ayat (1) huruf d UUJN, menyebutkan bahwa notaris

diberhentikan sementara dari jabatannya karena melakukan pelanggaran

terhadap kewajiban dan larangan jabatan, maka notaris yang berbeda wilayah

jabatan sebagaimana tersebut telah melanggar larangan jabatan sebagaimana

tersebut dalam Pasal 17 huruf g UUJN. Dengan kejadian sebagaimana tersebut

di atas, sehingga pembelaan apapun yang akan dilakukan oleh notaris di

hadapan Majelis Pengawas atau di hadapan BPN, tidak ada gunanya karena

sudah jelas kesalahannya dan pengaturannya sudah jelas, hanya dalam hal ini

telah terjadi pemahaman yang tidak utuh oleh rekan-rekan notaris ketika akan

mengikuti ujian calon PPAT, baik terhadap UUJN maupun Peraturan Jabatan

PPAT mengenai wilayah jabatan dan tempat kedudukan, dalam arti yang

penting lulus ujian PPAT.

4

(17)

Melihat penetapan formasi notaris dan PPAT yang telah ditetapkan

berdasarkan kewenangan masing-masing, nampak bahwa seorang notaris bisa

merangkap PPAT asalkan dalam satu wilayah kerja di dalam wilayah jabatan

notaris. Hal ini menjadi ketertarikan penulis untuk mengkaji tentang rangkap

jabatan tersebut, dikarenakan tidak menutup kemungkinan akan terjadi

rangkap jabatan antara Notaris dan PPAT yang tidak satu kantor tetapi masih

satu wilayah jabatan notaris. Sehingga wacana ini perlu dikaji agar bisa

diketahui kemungkinan dampak yang akan muncul.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang dikemukakan di atas,

untuk jabatan notaris dan jabatan PPAT yang bisa dirangkap oleh satu orang,

tetapi tidak satu kantor maka penulis tertarik untuk mengangkat rumusan

masalah dalam skripsi ini, yakni :

1. Apa akibat hukum jika kantor notaris tidak jadi satu (wilayah kerja)

dengan kantor PPAT?

2. Apakah kendala-kendala dalam menjalankan kedua jabatan tersebut jika

kantor notaris tidak satu (wilayah kerja) dengan kantor PPAT?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan untuk mendapatkan berbagai macam

keterangan dan atau informasi yang sesuai dan berhubungan dengan judul

skripsi tersebut diatas yaitu sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui akibat hukum jika kantor notaris tidak jadi satu

(18)

2. Untuk mengetahui kendala-kendala dalam menjalankan kedua jabatan

tersebut jika kantor notaris tidak jadi satu (wilayah kerja) dengan kantor

PPAT.

D. Manfaat Penelitian

Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan di atas maka manfaat yang

diharapkan akan dicapai dalam penelitian tersebut adalah sebagai berikut :

1. Manfaat dari segi teoritis yaitu hasil dari diadakannya penelitian ini

diharapkan dapat memberikan masukan yang membawa nilai positif bagi

perkembangan ilmu pengetahuan hukum khususnya ilmu pengetahuan

mengenai perkembangan jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah dan atau

jabatan notaris sebagai pejabat negara atau pejabat umum di Indonesia.

2. Manfaat dari segi praktis diharapkan dapat memberikan manfaat bagi para

praktisi, instansi yang berkaitan maupun bagi para pihak yang ingin

mengetahui tentang jabatan PPAT dan atau jabatan notaris sehubungan

dengan adanya suatu pemikiran atau suatu wacana mengenai pemisahan

rangkap jabatan notaris dan PPAT.

E. Kajian Pustaka

1. Kajian Umum tentang Pejabat Pembuat Akta Tanah a. Pengertian Umum

Berdasarkan bunyi Pasal 1 ayat 1 dari Peraturan Jabatan PPAT

bahwa yang dimaksud dengan PPAT atau Pejabat Pembuat Akta

Tanah adalah pejabat umum yang diberikan kewenangan untuk

(19)

mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun.

PPAT bertugas pokok melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran

tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya

perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik

Atas Satuan Rumah Susun, yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran

perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan

hukum itu (Pasal 2 ayat 1 Peraturan Jabatan PPAT).

b. Dasar Pelaksanaan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah

Dasar hukum pelaksanaan jabatan PPAT adalah sejak

berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang

Pendaftaran Tanah, yang merupakan peraturan pendaftaran tanah

sebagai pelaksanaan Undang-Undang Pokok Agraria No.5 Tahun

1960. Di dalam peraturan tersebut PPAT disebutkan sebagai pejabat

yang berfungsi membuat akta yang bermaksud memindahkan hak atas

tanah, memberikan hak baru atau membebankan hak atas tanah.5 Hal

ini merupakan jabatan yang dijalankan untuk melaksanakan ketentuan

peraturan perundang-undangan yaitu ketentuan pada Pasal 19 dalam

Undang-Undang Pokok Agraria No.5 Tahun 1960 yang mengatur

mengenai pendaftaran tanah sebagai salah satu usaha pemerintah

dalam mengupayakan terwujudnya kesatuan atau unifikasi dibidang

hukum pertanahan di Indonesia, agar dapat memberikan suatu

kepastian hukum dan kekuatan pembuktian yang lebih luas serta

5

(20)

memperoleh tertib administrasi dibidang pertanahan bagi para pihak

yang berkepentingan.

Pada Pasal 7 ayat 3 dalam Peraturan Pendaftaran Tanah

ditentukan bahwa peraturan tentang jabatan PPAT akan diatur dalam

bentuk Peraturan Pemerintah tersendiri. Berdasarkan ketentuan yang

menetapkan PPAT sebagai Pejabat Umum dan ketentuan bahwa akta

PPAT adalah akta otentik yang mempunyai kekuatan pembuktian

penuh, maupun ketentuan tentang rahasia jabatan dari PPAT yang

harus dipegang teguh sedangkan rahasia jabatan tersebut sangat berarti

terhadap hubungan kepercayaan antara masyarakat yang menggunakan

jasa PPAT.

c. Tugas dan Kewenangan Pejabat Pembuat Akta Tanah

PPAT mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian

kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah

dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau

Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, yang akan dijadikan dasar bagi

pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh

perbuatan hukum sebagai berikut yaitu: jual-beli, tukar-menukar,

hibah, pemasukan ke dalam perusahaan (inbreng), pembagian hak

bersama, pemberian hak guna bangunan/hak pakai atas tanah hak

milik, pemberian hak tanggungan, pemberian kuasa membebankan hak

(21)

PPAT dalam melaksanakan tugas pokok, mempunyai

kewenangan membuat akta otentik mengenai semua perbuatan hukum

tersebut di atas sehubungan dengan hak atas tanah dan hak milik atas

satuan rumah susun, yang terletak di wilayah daerah kerjanya, yang

meliputi salah satu bidang tanah atau satuan rumah susun yang haknya

menjadi obyek perbuatan hukum dalam akta. Kewenangan tersebut

sesuai dengan ketentuan Pasal 1 butir ke 24 dari Peraturan Pendaftaran

Tanah yaitu bahwa Pejabat Pembuat Akta Tanah selanjutnya disebut

PPAT adalah Pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat

akta-akta tanah tertentu.

d. Formasi PPAT

Formasi PPAT adalah jumlah maksimum PPAT yang

diperbolehkan dalam satuan daerah kerja PPAT. Formasi ditentukan

oleh Menteri. Formasi dari PPAT ini telah diatur oleh Pasal 14

Peraturan Jabatan PPAT dan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala

Badan Pertanahan Nasional No.1 Tahun 1996. Peraturan

Menagria/KBPN no.1 tahun 1996 menyebutkan bahwa Formasi PPAT

di Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II ditetapkan berdasarkan

rumus sebagaimana tersebut dalam Pasal 1 ayat (2), adalah y= a1. Pada

Pasal 2 ayat (2), menyebutkan Kabupaten/Kota tingkat II yang jumlah

PPAT-nya telah mencapai jumlah sama atau lebih dari formasi yang

(22)

tertutup untuk pengangkatan PPAT baru maupun pindahan dari daerah

lain.6

e. Dasar Hukum PPAT Untuk Dapat Merangkap Jabatan Sebagai Notaris

PPAT dapat merangkap jabatan sebagai notaris (Pasal 7 ayat

(1) Peraturan Jabatan PPAT), tetapi PPAT tidak dapat merangkap

jabatan sebagai advokat (Pasal 7 ayat (2) huruf a Peraturan Jabatan

PPAT).

2. Kajian Tentang Notaris a. Pengertian Umum

Pengertian menurut Pasal 1 angka 1 UUJN “Notaris adalah

Pejabat Umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan

kewenangan lainnya sebagaimana dimaksudkan oleh undang-undang”.

Notaris merupakan Pejabat Publik yang menjalankan profesi dalam

pelayanan hukum kepada masyarakat, guna memberi perlindungan dan

jaminan hukum demi tercapainya kepastian hukum dalam masyarakat.

Pejabat Umum adalah orang yang melaksanakan sebagian fungsi

publik negara, yang khususnya di bidang hukum perdata.

Peran notaris sebagai pejabat umum yang diangkat oleh

menteri atau pejabat yang ditunjuk semakin besar terkait dengan

semakin maraknya orang-orang membuat suatu badan hukum. Hal ini

terjadi karena notaris berwenang untuk membuat suatu bentuk akta

otentik yang mampu memberikan perlindungan kepada pihak-pihak

6

(23)

yang melakukan perjanjian dikemudian hari undang-undang

mengatakan bahwa notaris sebagai pejabat umum yang diberi mandat

untuk membuat akta otentik merupakan syarat sahnya dalam membuat

suatu akta pendirian badan hukum, sebab akta yang dibuat notaris

memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna, dikarenakan sifat

keotentikan yang dimiliki notaris tersebut atas akta yang dibuatnya.

Notaris merupakan suatu profesi yang dilatar belakangi dengan

keahlian khusus yang ditempuh dalam suatu pendidikan dan pelatihan

khusus. Hal ini menuntut notaris untuk memiliki pengetahuan yang

luas dan tanggung jawab untuk melayani kepentingan umum. Pada saat

notaris menjalankan tugasnya, notaris harus memegang teguh dan

menjunjung tinggi martabat profesinya sebagai jabatan kepercayaan

dan terhormat. Dalam melayani kepentingan umum, notaris

dihadapkan dengan berbagai macam karakter manusia serta keinginan

yang berbeda-beda satu sama lain dari tiap pihak yang datang kepada

notaris untuk dibuatkan suatu akta otentik atau sekedar legalisasi untuk

penegas atau sebagai bukti tertulis atas suatu perjanjian yang

dibuatnya. Notaris dibebankan tanggung jawab yang besar atas setiap

tindakan yang dilakukan berkaitan dengan pekerjaannya, dalam hal ini

berkaitan dengan pembentukan akta otentik.

UUJN dapat secara tegas memberikan pengertian yang spesifik

dalam pembedaan jenis yang terdapat dalam akta otentik. Masyarakat

(24)

akta otentik. Masyarakat tidak pernah mengetahui secara spesifik jenis

akta yang dibuat oleh notaris. Dalam kenyataannya suatu akta adalah

otentik dikarenakan akta itu “dibuat oleh” pejabat dan dihadapan

pejabat umum seperti yang dimaksud dalam pasal 1868 KUH Perdata.

Notaris dikatakan pejabat umum, dalam hal ini dapat

dihubungkan dalam Pasal 1868 KUHPerdata yang menyatakan bahwa

suatu akta otentik adalah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang

ditentukan dalam Undang-Undang dibuat oleh atau dihadapkan Pejabat

Umum yang berwenang untuk itu,7 oleh karena itu didalam Pasal 1

UUJN diatur lebih lanjut tentang hal ini, bahwa yang dimaksud dengan

Pejabat Umum yang satu-satunya berwenang untuk membuat akta

otentik adalah Notaris, sepanjang tidak ditugaskan atau dikecualikan

kepada Pejabat atau orang lain. Pejabat umum lainnya yang juga dapat

membuat suatu akta otentik adalah Hakim, Pegawai Catatan Sipil dan

sebagainya.8

b. Tugas dan Kewenangan Notaris

Tugas dan pekerjaan notaris adalah selain membuat akta-akta

otentik seperti yang telah dinyatakan dalam pasal 1 UUJN maka

notaris juga ditugaskan antara lain:

1) Melakukan pendaftaran dan mengesahkan (waarmerking dan

legalisasi) surat-surat/akta-akta yang dibuat di bawah tangan.

7

R.Subekti dan R.Tjitrosudibyo, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, PT.Pradnya Paramita, Jakarta, 2006, h.475

8

(25)

2) Notaris juga memberikan nasehat hukum dan penjelasan mengenai

undang-undang kepada pihak-pihak yang bersangkutan.

3) Notaris dapat juga disebut biro jasa.

4) Membuat dokumen, salinan, turunan dari suatu akta dibawah

tangan atau membuat copy collatione.

5) Membuat keterangan hak waris bagi golongan Timur Asing yang

tunduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

6) Pekerjaan-pekerjaan lain yang berkaitan dengan perpajakan dan

urusan bea materai.

Kewenangan notaris bersifat umum yang ditentukan dalam

pasal 15 ayat (1) UUJN yaitu :

“Notaris berwenang untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan perundang-undangan dan/atau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain yang ditetapkan oleh Undang-Undang.”

Selain itu, notaris juga mempunyai kewenangan yang meliputi

4 hal, yaitu:9

1) Notaris harus berwenang sepanjang yang menyangkut akta yang

dibuat itu

2) Notaris harus berwenang sepanjang orang-orang untuk kepentingan

siapa akta itu dibuat

9

(26)

3) Notaris harus berwenang sepanjang mengenai tempat, di mana akta

itu dibuat

4) Notaris harus berwenang sepanjang mengenai waktu pembuatan

akta itu.

c. Formasi Jabatan Notaris

Berdasarkan Pasal 18 ayat (1) UUJN bahwa tempat kedudukan

Notaris berada di kota atau kabupaten, maka dengan demikian formasi

jabatan notaris harus ditentukan untuk tiap kota atau kabupaten

tersebut. Sangat tidak mudah untuk menentukan formasi atau jumlah

notaris yang dibutuhkan untuk tiap kota atau kabupaten, harus ada

parameter atau alasan yang terukur mengenai formasi notaris untuk

tiap kota atau kabupaten tersebut. Dalam Pasal 22 UUJN ditegaskan

bahwa formasi jabatan notaris ditetapkan berdasarkan :10

1) Kegiatan dunia usaha;

2) Jumlah penduduk; dan/ atau

3) Rata-rata jumlah akta yang dibuat oleh dan/ atau dihadapan notaris

setiap bulan.

d. Dasar Hukum Notaris Untuk Dapat Merangkap Jabatan Sebagai PPAT

Notaris dapat merangkap jabatan sebagai PPAT dalam lingkup

wilayah jabatannya (Pasal 17 huruf g UUJN), tetapi notaris tidak dapat

merangkap jabatan sebagai advokat (pasal 3 huruf g jo. Pasal 17 huruf

e UUJN).

10

(27)

3. Kajian Tentang Pengertian wilayah

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi ke Empat) wilayah

merupakan daerah (kekuasaan, pemerintahan, pengawasan, dsb);

lingkungan daerah (propinsi, kabupaten, kecamatan); bagian permukaan

bumi; lingkungan kerja pemerintah; selingkup tempat yang dipakai untuk

tujuan khusus.11 Sedangkan menurut Ensiklopedi Nasional Indonesia

wilayah adalah daerah yang biasanya mengandung kesamaan dalam

ciri-ciri tertentu. Suatu daerah dibatasi oleh letak geografis, seperti

propinsi-propinsi di Indonesia. Tetapi propinsi-propinsi-propinsi-propinsi di Indonesia juga

merupakan kesatuan administratif pemerintahan.12

Menurut Ensiklopedi Indonesia wilayah merupakan bagian di

muka bumi yang merupakan daerah tempat tinggal, tempat hidup, dan

sumber hidup warga negara dari negara yang bersangkutan; terdiri dari

tanah, air (sungai dan laut), dan udara. Wilayah yurisdiksi adalah

lingkungan hak dan kewajiban, serta tanggung jawab dalam suatu wilayah

atau lingkungan kerja tertentu atau kekuasaan hukum.13

Jadi kalau dikembangkan definisi wilayah adalah suatu daerah atau

lingkungan kerja tertentu yang menjadi kekuasaan dalam menjalankan

tugas (kekuasaan hukum, pemerintahan, pengawasan, dsb).

11

Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa (Edisi Keempat), PT.Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2002, h.1562

12

Ensiklopedi Nasional Indonesia, PT. Cipta Adi Pustaka, Jakarta, 1988, Cetakan Pertama, h.212

13

(28)

F. Metode Penelitian

1. Pendekatan Masalah

Metode pendekatan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini

adalah metode penelitian yuridis normatif. Pendekatan masalah ditentukan

dengan menelaah peraturan perundang-undangan, untuk menangkap

kandungan filosofi yang ada dalam peraturan perundangan tersebut

dikaitkan dengan isu hukum yang dihadapi.14

Pendekatan masalah yang penulis lakukan dalam penulisan skripsi

ini adalah dengan menelaah UUPA, Peraturan Pendaftaran Tanah tentang

BPN ditunjuk oleh Pemerintah sebagai lembaga penyelenggaraan dan

pelaksana pendaftaran tanah, Peraturan Jabatan PPAT dapat dirangkap

dengan jabatan sebagai Notaris, yang memiliki suatu wilayah kerja dalam

satu wilayah kerja kantor pertanahan kabupaten atau kotamadya/kota, serta

ketentuan-ketentuan dalam UUJN.

2. Sumber Bahan Hukum dan/atau Data

Data dalam penelitian ini menggunakan data primer dan data

sekunder, yaitu:

a. Data Primer adalah data yang diperoleh dengan cara mengadakan

penelitian melalui wawancara kepada pihak yang berwenang, yaitu

cara untuk memperoleh informasi dengan bertanya secara langsung

kepada responden yang telah ditetapkan sebelumnya.

14

(29)

b. Data Sekunder adalah data yang mendukung keterangan atau

menunjang kelengkapan data primer yang diperoleh dari perpustakaan

dan koleksi pustaka pribadi, yang dilakukan dengan cara studi pustaka

atau literatur, data sekunder ini terdiri dari:

1) Bahan hukum primer

Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat,

dan terdiri dari :15

a) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar

Pokok-pokok Agraria (UUPA).

b) Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan

Notaris.

c) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

d) Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan

Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah.

e) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang

Pendaftaran Tanah.

f) Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang

Pendaftaran Tanah.

g) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan

Nasional Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1996 tentang

Formasi Jabatan PPAT.

15

(30)

h) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia Republik

Indonesia Nomor: M.01.HT.03.01 Tahun 2007 tentang Formasi

Jabatan Notaris.

2) Bahan hukum sekunder

Penulisan skripsi ini ada beberapa bahan hukum sekunder

yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, di

antaranya meliputi buku-buku hukum, jurnal hukum,

majalah-majalah hukum, serta bahan perkuliahan yang menyangkut

pembahasan masalah yang ada.

3) Bahan hukum tertier, yakni bahan yang memberikan petunjuk

maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder,

contohnya adalah kamus, ensiklopedia, indeks kumulatif, dan

seterusnya.

3. Pengumpulan Bahan Hukum dan/atau Data

Bahan hukum kepustakaan diinventarisasi dengan menggunakan

cara mengklarifikasi bahan-bahan bacaan tersebut yang bersumber dari

peraturan perundang-undangan, buku-buku, dokumen resmi, publikasi dan

hasil penelitian kemudian dipilah-pilah, selanjutnya disistematisasikan

dengan mengambil bahan hukum yang ada relevansinya dengan materi

yang dibahas.16

16

(31)

4. Teknik Analisis Data

Metode analisis data penelitian ini menggunakan metode kualitatif

yaitu penelitian yang mengacu pada norma hukum yang terdapat dalam

peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan serta norma-norma

yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Dan menguraikan data

secara bermutu dalam bentuk kalimat yang teratur, runtun, logis, tidak

tumpang tindih, dan efektif, sehingga memudahkan interpretasi data dan

pemahaman hasil analisis, kemudian hasilnya akan dimanfaatkan untuk

membahas permasalahan yang diajukan dalam skripsi ini.17

5. Sistematika Penulisan

Penelitian ini dilakukan dengan mencari bahan-bahan hukum yang

kemudian dianalisa untuk dibuat suatu laporan akhir sebagai hasil

penelitian yang disusun dalam suatu karya ilmiah berupa skripsi dengan

sistematika penulis yang secara garis besarnya akan terbagi dalam 4

(empat) bab, dimana antara bab yang satu dengan bab yang lain

masing-masing saling berhubungan dan berurutan, yang tersusun antara lain

sebagai berikut :

BAB I, merupakan pendahuluan. Dalam bab ini terdiri atas 10 sub

bab, yakni Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian,

Manfaat Penelitian, Kajian Pustaka, Pendekatan Masalah, Sumber Bahan

Hukum dan/atau Data, Pengumpulan Bahan Hukum dan/atau Data, Teknik

Analisis Data, Sistematika Penulisan.

17

(32)

BAB II, merupakan uraian jawaban atas rumusan masalah yang

pertama yakni akibat hukum kantor notaris tidak jadi satu (wilayah kerja)

dengan kantor PPAT. Dalam bab ini terdiri atas 3 sub bab, yakni yang

pertama penetapan SK Notaris dan PPAT berdasarkan formasi, kedua

mengenai rangkap jabatan notaris dengan PPAT, ketiga mengenai akibat

hukum dari notaris yang tidak jadi satu (wilayah kerja) dengan PPAT.

BAB III, merupakan uraian jawaban atas rumusan masalah yang

kedua yakni menjelaskan tentang kendala-kendala dalam menjalankan

rangkap jabatan notaris yang tidak jadi satu (wilayah kerja) dengan PPAT.

Dalam bab ini terdiri atas 4 sub bab, tinjauan umum tentang wilayah kerja

Notaris dan PPAT, kendala-kendala internal dalam menjalankan rangkap

jabatan Notaris yang tidak satu kantor dengan PPAT, kendala-kendala

eksternal dalam menjalankan rangkap jabatan Notaris dan PPAT yang

tidak satu wilayah kerja dan upaya mengatasi kendala-kendala tersebut.

BAB IV, merupakan penutup dari penyusunan skripsi ini. Dalam

bab IV ini berisi mengenai kesimpulan dan saran, Kesimpulan yaitu

sesuatu yang dapat diambil dari permasalahan yang telah diangkat oleh

penulis, dan saran yang dapat diberikan dari penulis dalam menyikapi

(33)

23

A. Penetapan Surat Keputusan Penempatan Notaris dan PPAT Berdasarkan Formasi

1. Penetapan surat keputusan notaris berdasarkan formasi jabatan notaris

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 12 UUJN maka yang

dimaksud dengan formasi jabatan notaris adalah penetuan jumlah notaris

yang dibutuhkan pada suatu wilayah jabatan notaris. Bagi notaris untuk

penempatan ditetapkan berdasarkan atas Surat Keputusan (selanjutnya

disingkat dengan SK) Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia Republik

Indonesia tertanggal 3 Agustus 2007 Nomor: M.01.H.T.03.01 Tahun 2007

tentang Pengangkatan Notaris berdasarkan Formasi Jabatan Notaris.18

Kemudian diangkat sumpah oleh pejabat terkait, baru seseorang

mempunyai wewenang untuk menjalankan jabatannya sebagai notaris.

Serta berkewajiban menyampaikan alamat kantor kepada organisasi

notaris, MPD dan Bupati atau Walikota di tempat notaris tersebut

diangkat. Jadi keberadaan seorang notaris dalam suatu daerah harus jelas

sehingga dapat dipertanggungjawabkan legalitas alamatnya.19

Berdasarkan SK Menteri Kehakiman tersebut maka ditetapkannya

formasi untuk jabatan notaris berdasarkan kegiatan dunia usaha, atau

18

Yudha Pandu (ed.), op.cit., h.55

19

(34)

jumlah penduduk atau rata-rata jumlah akta yang dibuat oleh dan/atau di

hadapan notaris setiap bulannya. Dan dalam hal tidak terdapat notaris di

suatu wilayah kerja notaris dan formasi notaris tidak atau belum terpenuhi,

tetapi ada permohonan dari calon notaris atau dari Pemerintah Daerah

untuk diangkat seorang notaris di daerah tersebut, maka Menteri

Kehakiman dapat mengangkat notaris pada wilayah kerja yang

bersangkutan.20 Pada formasi jabatan notaris yang diperuntukkan bagi

daerah-daerah tertentu yaitu bagi DKI Jakarta, Surabaya, Bandung,

Semarang, dan Medan, hanya diperuntukkan bagi notaris-notaris pindahan

yang memenuhi syarat yang telah ditentukan, untuk pindah ke

daerah tersebut. Hal ini disebabkan karena jumlah Notaris di

daerah-daerah tersebut dianggap cukup untuk mengisi formasi penempatan sesuai

dengan peraturan yang berlaku.

Adanya pembatasan seperti tersebut di atas maka para notaris yang

baru diangkat dengan sendirinya hanya dapat mengisi formasi di luar

daerah-daerah yang telah disebutkan di atas atau tepatnya di wilayah

pinggiran kota-kota besar tersebut, dan di kota-kota kecil lainnya.

Ketentuan lebih lanjut mengenai formasi jabatan notaris sebagaimana

dimaksud pada Pasal 1 diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM

Nomor M.01.HT.03.01 Tahun 2007.

Sedangkan untuk tempat kedudukan notaris mengacu pada

ketentuan Pasal 18 UUJN yang berbunyi sebagai berikut:

20

(35)

a. Notaris mempunyai tempat kedudukan di daerah kabupaten atau kota.

b. Notaris mempunyai wilayah jabatan meliputi seluruh wilayah provinsi

dari tempat kedudukannya.

Berdasarkan ketentuan tersebut, maka wilayah jabatan seorang

notaris mempunyai kewenangan untuk membuat akta sampai wilayah

provinsi dari tempat kedudukannya.

Menurut Pasal 19 ayat (1) UUJN “Notaris wajib mempunyai hanya

satu kantor, yaitu di tempat kedudukannya”, artinya dengan hanya

mempunyai satu kantor, berarti notaris dilarang mempunyai kantor

cabang, perwakilan, dan atau bentuk lainnya. Dan menurut Pasal 19 ayat

(2) UUJN disebutkan “Notaris tidak berwenang secara teratur menjalankan

jabatan di luar tempat kedudukannya”. Dalam Pasal ini menjelaskan

bahwa akta notaris sedapat-dapatnya dilangsungkan di kantor notaris

kecuali pembuatan akta-akta tertentu, misalnya : akta wasiat, berita acara

penarikan undian, akta protes tidak mau membayar atau akta-akta yang

dihadiri oleh banyak pihak. Yang dimaksud dengan “secara teratur

menjalankan jabatannya di luar tempat kedudukannya” adalah kegiatan

pembuatan akta yang dilakukan dalam rentang waktu sebagian besar

dilakukan di luar kota.

2. Penetapan surat keputusan PPAT berdasarkan formasi PPAT

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 7 Peraturan Jabatan PPAT

maka yang dimaksud dengan formasi jabatan PPAT adalah jumlah

(36)

Pengangkatan PPAT dilakukan oleh Menteri di bidang

agraria/pertanahan melalui Surat Keputusan Kepala Badan Pertanahan

Nasional Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2006 Tentang Penetapan

Formasi PPAT, untuk suatu daerah kerja tertentu guna melayani

masyarakat dalam pembuatan akta PPAT di daerah yang belum cukup

terdapat PPAT atau untuk melayani golongan masyarakat tertentu.21

Dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2006

(selanjutnya disingkat Peraturan Kepala BPN No.1 Tahun 2006) tentang

ketentuan pelaksanaan Peraturan Jabatan PPAT, pada pasal 7 ayat (1)

menyebutkan bahwa formasi PPAT dengan mempertimbangkan

faktor-faktor sebagai berikut:

a. jumlah kecamatan di daerah yang bersangkutan;

b. tingkat perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak

milik atas satuan rumah susun;

c. tingkat perkembangan ekonomi daerah yang bersangkutan;

d. jumlah permohonan untuk dapat diangkat sebagai PPAT di daerah

Kabupaten/Kota yang bersangkutan;

e. jumlah PPAT yang sudah ada pada setiap daerah Kabupaten/Kota yang

bersangkutan;

f. lain-lain faktor yang dianggap penting oleh Kepala BPN.

Berdasarkan ke 6 (enam) faktor penentuan dalam penempatan

formasi PPAT untuk yang angka 6 yakni lain-lain faktor yang dianggap

21

(37)

penting oleh Kepala BPN tergantung pada kondisi atau daerah baru yang

mana oleh BPN dianggap perlu untuk diangkat PPAT. Jadi semua

tergantung kebijaksanaan kepala BPN.

Formasi PPAT ditetapkan secara periodik dan ditinjau kembali

apabila terjadi perubahan pada faktor-faktor penentu tersebut. Ketentuan

Pasal 9 Peraturan Kepala BPN No.1 Tahun 2006 menyebutkan:

a. formasi atau kebutuhan dan penunjukkan PPAT Sementara ditetapkan

oleh Kepala Badan dengan mempertimbangkan faktor sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1);

b. dalam hal di daerah kabupaten/kota yang telah ditetapkan oleh kepala

BPN sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 PPATnya telah terpenuhi,

maka terhadap Camat yang baru dilantik tidak lagi ditunjuk sebagai

PPAT, kecuali jumlah PPAT yang telah ada berkurang dari jumlah

formasi yang telah ditetapkan atau formasinya diadakan perubahan;

c. formasi PPAT sementara yang telah ditetapkan, dapat ditinjau kembali

oleh Kepala BPN apabila terdapat perubahan berdasarkan

pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (1) di atas.

Berdasarkan ketentuan di atas maka formasi untuk penempatan

PPAT penting sekali supaya tidak terjadi persaingan tidak sehat dan dapat

ditempatkan seorang PPAT di suatu wilayah berdasarkan kepadatan

penduduk dan kesempatan bagi PPAT bekerja dengan tenang.

Ketentuan dalam Pasal 11 Peraturan BPN No.1 thn 2006

(38)

a. PPAT diangkat oleh Kepala BPN;

b. untuk dapat diangkat sebagai PPAT, yang bersangkutan harus lulus

ujian PPAT yang diselenggarakan oleh BPN Republik Indonesia;

c. ujian PPAT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diselenggarakan

untuk mengisi formasi PPAT di kabupaten atau kota yang formasi

PPATnya belum terpenuhi.

Adanya persyaratan dari Pasal 11 ini, maka yang bisa diangkat

sebagai PPAT, yaitu telah mendapat pendidikan khusus spesialis notariat

atau program pendidikan khusus PPAT yang diadakan oleh lembaga

pendidikan tinggi di samping harus pula lulus dari ujian yang diadakan

oleh Kantor Menteri Negara Agraria/BPN. Dengan demikian

kemungkinan diangkat sebagai PPAT tanpa ujian ataupun yang belum

pernah mendapatkan pendidikan khusus tentang PPAT tidak akan

mungkin. Jika ada PPAT Sementara Camat atau Kepala Desa maka

tentunya pemerintah perlu mengatur dengan suatu Peraturan Menteri atas

dispensasi tersebut.

Ketentuan dalam Pasal 12 Peraturan BPN No.1 thn 2006 menyebutkan

bahwa:

a. sebelum mengikuti ujian PPAT, yang bersangkutan wajib mengikuti

pendidikan dan pelatihan PPAT yang diselenggarakan oleh BPN RI

yang penyelenggaraannya dapat bekerja sama dengan organisasi

(39)

b. pendidikan dan pelatihan PPAT sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dimaksudkan untuk mendapatkan calon PPAT yang professional dan

memiliki kemampuan dalam melaksanakan tugas jabatannya.

c. Materi ujian PPAT terdiri dari:

1) Hukum Pertanahan Nasional

2) Organisasi dan Kelembagaan Pertanahan

3) Pendaftaran Tanah

4) Peraturan Jabatan PPAT

5) Pembuatan Akta PPAT, dan

6) Etika profesi.

Berdasarkan ketentuan pasal di atas, maka untuk menjadi seorang

PPAT harus melalui tahapan-tahapan yang telah ditetapkan oleh peraturan

tersebut. Karena ketentuan-ketentuan tersebut merupakan syarat mutlak

untuk dapat diangkat menjadi PPAT.

Ketentuan dalam Pasal 20 ayat (1) Peraturan Jabatan PPAT

menyebutkan bahwa “PPAT harus berkantor di satu kantor dalam daerah

kerjanya”. Artinya dengan hanya mempunyai satu kantor, seorang PPAT

dilarang mempunyai kantor cabang, perwakilan, dan atau bentuk lainnya.

B. Rangkap Jabatan Notaris dengan PPAT

Berdasar pada UUJN seorang notaris bisa merangkap jabatan sebagai

PPAT, asalkan satu wilayah jabatan. Hal ini diatur dalam ketentuan Pasal 17

huruf g UUJN yaitu notaris dilarang merangkap jabatan sebagai PPAT di luar

(40)

untuk merangkap jabatan PPAT jika satu wilayah jabatan dengan wilayah

jabatan notaris tersebut. Sedang pada ketentuan Pasal 7 Peraturan Jabatan

PPAT ayat (1) menyebutkan bahwa “PPAT dapat merangkap jabatan sebagai

notaris, konsultan atau penasehat hukum”. Sehingga untuk PPAT merangkap

notaris diperbolehkan menurut Peraturan Jabatan PPAT dan tidak dilarang

dalam ketentuan UUJN.

Notaris dan PPAT pada dasarnya adalah jabatan yang berbeda. PPAT

merupakan singkatan dari Pejabat Pembuat Akta Tanah. Seorang PPAT belum

tentu seorang notaris. Begitu pula sebaliknya, seorang notaris juga belum tentu

seorang PPAT. Di Indonesia PPAT adalah seorang pejabat umum yang

diangkat oleh kepala BPN untuk membuat berbagai akta tentang pertanahan.

Hanya delapan akta yang diurus oleh seorang PPAT.

Akta yang menjadi tanggung jawab PPAT adalah sebagai berikut:22

1. Akta Jual beli

2. Akta Tukar-menukar 3. Akta Hibah

4. Akta Pemasukan dalam perusahaan (inbreng) 5. Akta Pembagian Harta Bersama

6. Akta Pemberian Hak Guna Bangunan/hak milik/hak pakai atas tanah 7. Akta Pemberian Hak Tanggungan

8. Pemberian Kuasa Membebankan Hak Tanggungan.

Selain delapan akta di atas, PPAT tidak memiliki wewenang untuk

membuat akta lain. Sebagai contoh, seorang PPAT tidak bisa membuat sebuah

akta tentang pendirian badan hukum atau membuat akta tentang

sewa-menyewa. Terdapat tiga macam PPAT, yaitu:23

22

Ira Koesoemawati dan Yunirman Rijan, op.cit., h.38

23

(41)

1. PPAT adalah orang yang sudah menempuh studi kasus tentang PPAT, kemudian mereka akan diuji oleh BPN pusat. Jika lulus mereka sah menjadi pejabat PPAT.

2. PPAT Sementara biasanya dijabat kepala desa atau camat di suatu daerah. Pemerintah mengangkat camat atau kepala desa setempat karena melihat tempat itu tidak terdapat PPAT. PPATS ini akan diberi pelatihan khusus terlebih dahulu hingga memenuhi kualifikasi yang diinginkan pemerintah. 3. PPAT Khusus biasanya hanya bersifat insidentil karena mereka diangkat

jika pemerintah memiliki program tertentu.

Sedangkan akta otentik yang dibuat oleh seorang notaris dapat

dibedakan atas:

1. Akta yang dibuat “oleh” (door) notaris atau yang dinamakan “akta relaas

atau “akta pejabat“ (ambtelijke akten) ;

2. Akta yang dibuat “dihadapan” (ten overstaan) notaris atau yang dinamakan

“akta partij” (partij akten) ;

Pengertian akta partij, adalah akta yang dibuat untuk bukti dan merupakan

keterangan yang diberikan oleh para penghadap, dengan jalan

menandatanganinya. Sedangkan akta relaas, adalah akta yang dibuat untuk

bukti mengenai perbuatan (termasuk keterangan yang diberikan secara lisan,

tidak menjadi soal apapun isinya) dan kenyataan yang disaksikan oleh notaris

di dalam menjalankan tugasnya di hadapan para saksi. Di sini notaris

memberikan secara tertulis dengan membubuhkan tanda tangannya, kesaksian

dari apa yang dilihat dan didengarnya.

Perbedaan antara Notaris dan PPAT terletak pada wewenang yang

dimilikinya. Seorang PPAT memiliki wewenang yang lebih sempit

dibandingkan seorang notaris. Berdasarkan Pasal 2 Peraturan Jabatan PPAT,

(42)

peralihan hak serta mengeluarkan akta yang menerangkan status atau kondisi

sebidang tanah. Dapat penulis kemukakan beberapa pendapat dari notaris yang

juga merangkap jabatan sebagai PPAT yaitu antara lain:

Notaris/PPAT Suyanto, Sarjana Hukum, dalam hal ini mengemukakan

pendapatnya:

“Bidang tugas Notaris dan PPAT adalah berbeda dalam obyek dan subyek dari masing-masing jabatan, tetapi antara keduanya saling berhubungan erat dimana bidang perdata juga mencakup bidang pertanahan, dan demikian pula sebaliknya. Memang antara kedua jabatan tersebut adalah terpisah dan adanya notaris dapat menjadi PPAT adalah karena terdapat pengaturan yang demikian dalam peraturan perundang-undangan dimana pengaturan yang demikian tersebut terjadi karena kebutuhan yang sangat mendesak akan PPAT pada tahun 1960 an yaitu setelah diundangkannya Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 atau dikenal dengan UUPA, untuk melaksanakan ketentuan Pasal 19 UUPA tentang Pendaftaran tanah yang pada waktu itu belum cukup terdapat pejabat yang akan melaksanakan pendaftaran tanah, sehingga Notaris juga ditunjuk sebagai PPAT tentunya dengan Pertimbangan keprofesionalan notaris sebagai pejabat umum”.24

Adanya suatu pemikiran atau wacana demikian ini maka Dalam

perkembangan selanjutnya peran PPAT dan Notaris ternyata tidak dapat

begitu saja dipisahkan karena jasa PPAT yang notaris atau notaris yang PPAT

lebih banyak yang diperlukan sesuai dengan perkembangan perekonomian di

era globalisasi, terlebih-lebih dibidang perbankan yang mempunyai peranan

penting dalam pertumbuhan perekonomian negara.

Pendapat yang hampir sama juga dikemukakan oleh notaris yang juga

PPAT yaitu Notaris dan PPAT Nukmayati, Sarjana Hukum berpendapat:

“Jabatan Notaris dan PPAT tersebut dalam perkembangannya justru sangat dibutuhkan oleh masyarakat dimana masyarakat membutuhkan pelayanan

24

(43)

yang tepat, cepat dan sederhana, dan pada kenyataannya mereka yang memerlukan jasa PPAT akan mencari Notaris yang juga PPAT”.25

Hal ini juga sesuai dengan penjelasan dari Notaris dan PPAT

Muhammad Hafid, Sarjana Hukum menyatakan bahwa:

“Sejak dulu jabatan notaris dan jabatan PPAT memang terpisah tetapi pada perkembangannya sekarang di era globlalisasi justru antara kedua jabatan tersebut lebih tepat apabila dilaksanakan oleh satu orang, agar tugas dan fungsi pelayanan seorang pejabat umum kepada masyarakat tidak terlalu merepotkan karena masyarakat dapat dilayani kebutuhannya akan jasa Notaris maupun jasa PPAT hanya disatu atap atau tepatnya masyarakat mendapatkan pelayanan secara terpadu pada seorang pejabat umum”.26

Seorang Notaris dalam menjalankan tugasnya dibatasi oleh

koridor-koridor aturan. Pembatasan ini dilakukan agar seorang notaris tidak

melampaui batas dalam menjalankan praktiknya dan bertanggungjawab

terhadap segala hal yang dilakukannya. Tanpa adanya pembatasan, seseorang

cenderung akan bertindak sewenang-wenang. Demi sebuah pemerataan,

pemerintah membatasi wilayah kerja seorang notaris. Dalam ketentuan Pasal

17 huruf g UUJN juga sudah mengatur bahwa seorang notaris dilarang

menjalankan jabatan di luar wilayah jabatannya. Sebagai contoh, seorang

notaris yang memiliki wilayah kerja di Yogyakarta tidak dapat membuka

praktik atau membuat akta autentik di wilayah Jakarta (batas yuridiksi notaris

adalah provinsi).27

(44)

C. Akibat Hukum dari Kantor Notaris yang Tidak Jadi Satu (Wilayah Kerja) dengan PPAT

Wilayah jabatan notaris adalah daerah kerja notaris dalam

menjalankan tugas jabatannya. Notaris hanya bisa menjalankan tugas dan

jabatannya di daerah hukum yang telah ditentukan kepadanya dan hanya di

daerah itulah notaris berwenang untuk memberikan pelayanan hukum pada

masyarakat khususnya dalam pembuatan akta otentik. Setiap notaris harus

ditentukan wilayah jabatannya, hal ini bertujuan supaya Notaris terjamin

dalam melaksanakan pelayanan jabatannya di lingkungan yang telah

ditetapkan dan juga agar para masyarakat yang membutuhkan pelayanan

notaris dapat lebih mudah untuk menjumpai notaris yang mereka inginkan

baik pada waktu siang maupun pada waktu malam hari, dan disamping itu

untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak sehat di kalangan para

notaris.28

Pasal 17 butir a UUJN, notaris dilarang menjalankan jabatan di luar

wilayah jabatannya. Apabila notaris membuat akta diluar daerah jabatannya,

maka akta tersebut hanya berlaku sebagai akta di bawah tangan, sebagaimana

dinyatakan dalam Pasal 1869 KUHPerdata, yaitu:

“Suatu akta yang karena tidak berkuasa atau tidak cakapnya pegawai termaksud di atas, atau karena suatu cacat dalam bentuknya, tidak dapat diperlakukan sebagai akta otentik, namun demikian mempunyai kekuatan sebagai tulisan di bawah tangan jika ia ditandatangani oleh kedua belah pihak.”

28

(45)

Pasal tersebut, jelas bahwa suatu surat untuk dapat disebut akta, harus

ditandatangani dan jika tidak ditandatangani oleh yang membuatnya, maka

surat itu adalah surat bukan akta. Dengan demikian, jelas bahwa

tulisan-tulisan yang tidak ditandatangani kendatipun diperuntukkan untuk

pembuktian, seperti karcis kereta api, dan lain-lain tidak dapat disebut akta.

Tujuan dari keharusan ditandatangani surat untuk dapat disebut akta adalah

untuk memberi ciri atau untuk mengindividualisasi sebuah akta, sebab

tandatangan dari setiap orang mempunyai ciri tersendiri yang tidak mungkin

sama dengan tandatangan orang lain.

Sedangkan akibat hukum apabila kantor notaris tidak jadi satu dengan

kantor PPAT, hal ini dimungkinkan. Akan tetapi apabila notaris sering

meninggalkan tempat kedudukannya yang jelas akan terkena ketentuan Pasal

17 huruf (b) yaitu: “Notaris dilarang meninggalkan wilayah jabatannya lebih

dari 7(tujuh) hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang sah”. Hal ini

bertujuan agar masyarakat mendapat pelayanan dari kantor notaris dalam

kaitannya untuk pembuatan akta.

Selain itu notaris yang bersangkutan akan dikenakan sanksi

kedisiplinan dari Ikatan Notaris Indonesia (I.N.I) karena dianggap melakukan

larangan dalam Kode Etik Notaris yang mempunyai kantor perwakilan atau

kantor cabang. Seperti yang tercantum dalam ketentuan Pasal 4 angka 1 Kode

Etik Notaris yang berbunyi, “dilarang mempunyai lebih dari 1 (satu) kantor,

(46)

Jika seorang notaris mempunyai kantor lebih dari 1 (satu) atau kantor

Notaris tidak jadi satu wilayah kerja dengan kantor PPAT maka hal ini dapat

dikatakan sebagai pelanggaran yang dilakukan oleh PPAT ataupun notaris

tersebut. Wilayah jabatan notaris mengikuti wilayah kerja PPAT. Sebagai

ilustrasi dapat dijelaskan apabila ada seorang notaris mempunyai kantor

notaris di kota Gresik, sedangkan kantor PPAT-nya berada di kota

Lamongan. Maka hal ini dianggap sebagai kantor cabang atau kantor

perwakilan dari kantor notaris yang ada di Lamongan. Karena wilayah

jabatan notaris melingkupi wilayah propinsi dan daerah propinsi dibagi atas

kabupaten dan kota. Sedangkan wilayah kerja PPAT hanya melingkupi

wilayah kabupaten saja. Dalam kasus di atas dimana kantor Notaris yang ada

di kota Gresik masih berada dalam satu wilayah jabatan dengan daerah kerja

kantor PPAT yang ada di kota Lamongan yaitu propinsi Jawa Timur.

Keterkaitan antara tempat kedudukan notaris dengan wilayah jabatan notaris

dapat diartikan bahwa notaris mempunyai wilayah kerja satu propinsi dari

tempat kedudukannya, artinya, notaris dapat saja membuat akta di luar

tempat kedudukannya selama masih berada pada propinsi yang sama. Tetapi

notaris juga dapat membuat akta dengan datang ke kota atau kabupaten lain

dalam provinsi yang sama. Tetapi apabila dilihat dari segi Kode Etik Notaris

Pasal 3 angka (8) yang berbunyi “Menetapkan satu kantor di tempat

kedudukan dan kantor tesebut merupakan satu-satunya kantor bagi notaris

yang bersangkutan dalam melaksanakan tugas jabatan sehari-hari”, jelas

(47)

oleh Ikatan Notaris Indonesia (INI). Disamping itu, apabila kantor notaris

menjadi satu dengan wilayah kerja kantor PPAT maka masyarakat lebih

mudah untuk menjumpai notaris atau PPAT tersebut sesuai dengan waktu

(48)

38

A. Tinjauan Umum Tentang Wilayah Kerja Notaris dan PPAT 1. Wilayah jabatan Notaris menurut UUJN

Daerah jabatan notaris adalah daerah kerja notaris dalam

menjalankan tugas jabatannya. Notaris hanya bisa menjalankan tugas dan

jabatannya di daerah hukum yang telah ditentukan kepadanya dan hanya di

daerah itulah notaris berwenang untuk memberikan pelayanan hukum pada

masyarakat khususnya dalam pembuatan akta otentik.

Wilayah jabatan notaris menurut Pasal 18 ayat 2 UUJN notaris

mempunyai wilayah jabatan meliputi seluruh wilayah provinsi dari tempat

kedudukannya. Keterkaitan antara tempat kedudukan notaris dengan

wilayah jabatan notaris dapat diartikan bahwa notaris mempunyai wilayah

kerja satu propinsi dari tempat kedudukannya, artinya notaris dapat saja

membuat akta di luar tempat kedudukannya selama sepanjang masih

berada pada propinsi yang sama.

2. Wilayah Kerja PPAT menurut Peraturan Jabatan PPAT

Berdasarkan Peraturan Jabatan PPAT maka, dapat dijelaskan

bahwa wilayah kerja PPAT adalah satu wilayah kerja Kantor Pertanahan

Pemerintah Kabupaten atau Pemerintah Kota Daerah Tingkat II.

Sedangkan untuk wilayah kerja PPAT Sementara dan PPAT Khusus

(49)

penunjukkannya. Apabila sebelum berlakunya Peraturan Jabatan PPAT ini

seseorang PPAT mempunyai wilayah kerja yang tidak sesuai dengan

ketentuan yang ada pada Peraturan Jabatan PPAT ini (wilayah kerjanya

melebihi satu wilayah kerja kantor pertanahan) maka PPAT tersebut harus

memilih salah satu dari wilayah kerja tersebut atau setelah 1 (satu) tahun

wilayah kerja PPAT tersebut sesuai denah tempat kantor PPAT tersebut

berada. Daerah kerja PPAT telah diatur di dalam Pasal 1 ayat (1) Peraturan

Jabatan PPAT adalah sebagai berikut :

Pasal 12 ayat (2) Peraturan Jabatan PPAT tentang daerah kerja

PPAT adalah satu wilayah kerja Kantor Pertanahan Kabupaten/Pemerintah

Kota, dan juga di atur pada Pasal 13 ayat (1) serta ayat (2) Peraturan

Jabatan PPAT adalah sebagai berikut :

a. Pasal 13 ayat (1) : apabila suatu wilayah Kabupaten/Kota dipecah

menjadi dua atau lebih wilayah Kabupaten/Pemerintah Kota, maka

dalam waktu satu tahun sejak diundangkannya undang-undang tentang

pembentukan Kabupaten/Pemerintah Kota. Sebagai daerah kerja

dengan ketentuan bahwa apabila pemilihan tersebut tidak dilakukan

pada waktunya, maka mulai 1 (satu) tahun sejak diundangkannya

undang-undang pembentukan Kabupaten atau Pemerintah Kota daerah

Tingkat II baru tersebut daerah kerja PPAT yang bersangkutan hanya

meliputi wilayah Kabupaten atau Pemerintah Kota letak kantor PPAT

(50)

b. Pasal 13 ayat (2) : Pemilihan Daerah Kerja sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) berlaku dengan sendirinya mulai 1 (satu) tahun sejak

diundangkannya undang-undang pembentukan Kabupaten/Pemerintah

Kota daerah Tingkat I yang baru.

Serta diatur juga dalam Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan

Jabatan PPAT yaitu :

a. Pasal 14 ayat (1) : Formasi ditetapkan oleh Menteri Agraria/Badan

Pertanahan Nasional

b. Pasal 14 ayat (2) : apabila formasi PPAT untuk suatu daerah kerja

PPAT sudah terpenuhi maka Menteri Agraria/Badan Pertanahan

Nasional menetapkan wilayah tersebut tertutup pengangkatan PPAT.

Maksud dari Pasal 14 ayat (2) tersebut di atas : Dengan adanya

penetapan formasi ada suatu daerah Kabupaten atau Wilayah Daerah

Tingkat II akan dapat dibatasi penempatan PPAT pada suatu daerah,

sehingga daerah lain yang masih tersedia lowongannya dapat diisi, maka

tujuan penetapan pemerataan PPAT dapat tercapai.

B. Kendala-Kendala Internal dalam Menjalankan Rangkap Jabatan Notaris yang Tidak Satu Kantor Dengan PPAT

1. Pelayanan notaris menjadi tidak optimal dikarenakan notaris akan sering

meninggalkan tempat kedudukan untuk berada di kantor PPAT yang tidak

jadi satu dengan kantor notaris

Hal ini karena wilayah kerja PPAT di luar kantor notaris tetapi

(51)

meninggalkan tempat kedudukan untuk berada di kantor PPAT yang di

luar wilayahnya, hal ini tidak diperbolehkan oleh UUJN yang telah

mengatur dalam Pasal 17 UUJN yang menjelaskan bahwa Notaris hanya

berkedudukan di suatu tempat di kota atau kabupaten, dan memiliki

kewenangan wilayah jabatan seluruh wilayah propinsi dari tempat

kedudukannya. Notaris hanya memiliki 1 (satu) kantor tidak boleh

membuka cabang atau perwakilan dan tidak berwenang secara teratur

menjalankan jabatan dari luar tempat kedudukannya, yang artinya seluruh

pembuatan akta harus sebisa mungkin dilaksanakan di kantor notaris

kecuali pembuatan akta-akta tertentu.

2. Biaya-biaya operasional kantor menjadi lebih banyak, karena ada 2 (dua)

kantor. Yaitu Notaris dan PPAT (satu wilayah jabatan)

Apabila notaris yang tidak satu kantor dengan PPAT atau kantor

notaris berada di luar wilayah kerja PPAT, maka terdapat 2 (dua) kantor

yang dijalankan. Hal ini dapat berdampak pada membengkaknya

biaya-biaya operasional, yang mana biaya-biaya-biaya-biaya tersebut adalah biaya-biaya untuk

menggaji karyawan, biaya untuk transportasi atau perjalanan notaris untuk

menjalankan praktik di 2 (dua kantor) yang berbeda tempat, biaya

operasional sehari-hari ataupun tiap bulannya yang wajib dikeluarkan

(peralatan kantor, Pajak Bumi dan Bangunan, listrik, telepon, air, dsb).

Karena tingginya biaya operasional yang dikeluarkan oleh Notaris

dan PPAT, hal ini berbentur dengan semakin banyaknya persaingan antar

(52)

Notaris dan PPAT tersebut mengatur strategi untuk menurunkan harga jasa

dari pada umumnya. Padahal Notaris dan PPAT tersebut mau tidak mau

harus mengeluarkan biaya operasional yang tinggi karena mempunyai dua

kantor yang berbeda tempat.

C. Kendala-Kendala Eksternal dalam Menjalankan Rangkap Jabatan Notaris dan PPAT Yang Tidak Satu Wilayah Kerja.

1. Persaingan baik untuk PPAT maupun Notaris menjadi tidak sehat

Kota-kota besar yang sudah terlalu banyak notaris dan atau PPAT

ini kemudian ternyata berkembang suatu persaingan yang kurang sehat di

antara para sesama Notaris dan atau PPAT yang mengakibatkan terjadinya

persaingan yang tidak sehat pula dalam menetapkan jumlah uang jasa di

antara para sesama Notaris dan atau PPAT kepada para pihak yang

membutuhkan jasa Notaris dan atau PPAT, yaitu dengan cara menetapkan

uang jasa yang lebih rendah dari yang telah ditetapkan. Sehingga

dikhawatirkan mutu pelayanan kepada masyarakat tidak terjaga dengan

baik sesuai dengan tugas pelayanan pejabat umum kepada publik atau

masyarakat yang memerlukannya.

2. Majelis Pengawas Daerah (MPD) akan semakin kesulitan mengawasi

akta-akta yang dibuat oleh notaris.

Kendala yang juga sangat penting adalah adanya pengawasan yang

dilakukan oleh masyarakat, dimana masyarakat juga memiliki peranan

yang sangat penting dalam pembangunan hukum di Indonesia. Karena

(53)

Sehingga MPD kesulitan untuk mengawasi akta-akta yang dibuat oleh

notaris.29

Sehingga yang menjadi tujuan pokok pengawasan terhadap

banyaknya akta-akta yang dibuat oleh notaris tidak sesuai atau belum

sesuai dengan pengertian akta notaris itu sendiri yaitu akta otentik, agar

segala hak dan kewenangan maupun kewajiban yang diberikan kepada

notaris dalam menjalankan tugasnya sebagaimana yang ditetapkan dalam

UUJN.

D. Upaya Mengatasi Kendala-Kendala Internal dan Eksternal dalam Menjalankan Rangkap Jabatan Notaris dan PPAT

1. Upaya Mengatasi Kendala-Kendala Internal dalam Menjalankan Rangkap

Jabatan Notaris dan PPAT

Adapun upaya untuk mengatasi kendala internal bagi notaris yang

sering meninggalkan kantor. Upaya-upaya tersebut adalah sebagai berikut:

a. Dengan melakukan pembinaan dan pengawasan

Pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas PPAT

dilaksanakan oleh Menteri Negara Agraria dalam hal ini oleh Kepala

BPN. Demikian luasnya kewenangan yang dipercayakan oleh Negara

kepada notaris sehingga perlu ada lembaga kontrol yang berfungsi

untuk melakukan pembinaan dan pengawasan agar kewenangan

tersebut dilasanakan sesuai dengan makna sumpah jabatannya, yaitu

29

Referensi

Dokumen terkait