• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PRAGMATIK BENTUK BAHASA PENOLAKAN DI KOS MAHASISWI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS PRAGMATIK BENTUK BAHASA PENOLAKAN DI KOS MAHASISWI"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

i SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1

Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah

Disusun Oleh : KARINA TRI UTAMI

A 310 060 246

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

(2)

ii

DI KOS MAHASISWI

(Penelitian Di Kos Flamboyan, Gonilan, Kartasura, Sukoharjo)

Diajukan

KARINA TRI UTAMI A 310 060 246

Telah Disetujui dan Disahkan di Depan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Muhammadiyah Surakarta

Mengetahui

Pembimbing I, Pembimbing II,

(3)

iii

DI KOS MAHASISWI

(Penelitian di Kos Flamboyan, Gonilan, Kartasura, Sukoharjo)

Oleh :

KARINA TRI UTAMI A 310 060 246

Telah Dipertahankan di Depan Dewan Penguji Pada tanggal : 26 Juli 2010

Dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan Dewan Penguji

1. Prof. Dr. Abdul Ngalim, MM.,M.Hum ( )

2. Drs. Andi Haris Prabawa, M.Hum ( )

3. Dra. Atiqa Sabardila, M.Hum. ( )

Surakarta, Juli 2010

Universitas Muhammadiyah Surakarta Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Dekan,

Drs. H. Sofyan Anif, M. Si NIK. 547

(4)

iv

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dimana pun dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka

Apabila ternyata di kemudian hari terbukti ada ketidak benaran dalam pernyataan saya di atas, maka saya akan bertanggung jawab sepenuhnya.

Surakarta, Juli 2010

KARINA TRI UTAMI A 310 060 246

(5)

v

Hei orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu (QS. Al Imron: 200)

Jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat kecuali bagi orang-orang yang khusyu

(QS. Al. Baqoroh : 45)

Jalani hidup dengan hati yang ikhlas (Penulis)

(6)

vi kupersembahkan teruntuk :

1. Bapak dan ibu tercinta, tiada kata lain yang bisa diucapkan selain terima kasih yang tak terkira atas kasih sayang, motivasi, pengorbanan dan doa yang selalu mengiringi langkahku.

2. Eyang Hj. Sulastri (Alm), terima kasih atas semua doa dan dorongannya. Maafkan cucumu ini yang baru bisa mewujudkan pesan terakhirmu.

3. Kakakku tersayang (Mbak Yuyun, Mas Agung, Mas Arif, Mbak Resti) yang selalu memberikan dorongan, doa, dan keceriaan.

4. Keponakanku tersayang dik Ziddan Inta Aniz yang selalu meramaikan suasana di rumah.

5. Adha tercinta, setiap curahan kasih sayang, doa dan kesabaran dalam penyelesaian skripsi ini merupakan motivasi untukku.

6. D’bebys (Dyah, Yula, Triana, Ana, Carmen) terima kasih atas segala dukungan dan segala tawa

7. Penghuni Flamboyan yang suka bikin onar (Melia, Nia, Lilis, Niken, dan Dian) terima kasih untuk semuanya.

8. Teman-teman angkatan 2006 khususnya kelas E terima kasih atas dukungannya.

(7)

vii Assalamu’ alaikum Wr.Wb

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi ini.

Penulisan skripsi ini digunakan untuk memenuhi syarat dalam rangka mencapai gelar sarjana Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta

Dalam melaksanakan penelitian dan penyusunan skripsi ini banyak bantuan bimbingan dan dorongan yang kami terima sehingga membantu penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini dengan kerendahan hati penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada berbagai pihak. 1. Drs. H. Sofyan Anif, M.Si. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu

pendidikan UMS yang telah memberikan motivasi dan bimbingan kepada penulis untuk melakukan penelitian.

2. Drs. Agus Budi Wahyudi, M.Hum. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah yang telah memberikan izin kepada penulis untuk menyusun skripsi.

3. Prof. Dr. Abdul Ngalim, MM.,M.Hum, selaku pembimbing 1 dengan disiplin memberikan motivasi dan bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

(8)

viii

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan. Hal ini dikarenakan keterbatasan pengetahuan penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun guna kesempurnaan skripsi ini.

Akhirnya, penulis berharap semoga karya kecil ini dapat bermanfaat bagi pembaca, khususnya mahasiswa keguruan ilmu pendidikan UMS.

Wasalamu’alaikum Wr.Wb

Surakarta, Juli 2010 Penulis

(9)

ix

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix ABSTRAKSI ... xi BAB I PENDAHULUAN ... 1 A. Latar Belakang ... 1 B. Pembatasan Masalah ... 3 C. Perumusan Masalah ... 3 D. Tujuan Penelitian ... 4 E. Manfaat Penelitian ... 4 F. Sistematika Penulisan ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

A. Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 6

B. Landasan Teori ... 7

BAB III METODE PENELITIAN ... 23

(10)

x

E. Teknik Pengumpulan Data ... 25

BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26

A. Hasil Penelitian ... 26 B. Pembahasan ... 51 BAB V PENUTUP ... 54 A. Simpulan ... 54 B. Saran ... 55 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(11)

xi

(Penelitian di Kos Flamboyan, Gonilan, Kartasura, Sukoharjo)

Karina Tri Utami. A 310 060 246. Jurusan Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. UMS. 2010.

Tujuan penelitian ini adalah 1) Untuk mendeskripsikan bentuk bahasa penolakan yang terdapat di kos Flamboyan, Gonilan, Kartasura, Sukoharjo. 2) Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi bentuk bahasa penolakan di kos Flamboyan, Gonilan, Kartasura, Sukoharjo, 3) Untuk mendeskripsikan pelaksanaan prinsip kerjasama dan prinsip kesopanan dalam bahasa penolakan di kos Flamboyan, Gonilan, Kartasura, Sukoharjo.

Penelitian ini menggunakan teknik simak dan catat. Yang dimaksud teknik simak dan catat adalah mengadakan penyimakan terhadap pemakaian bahasa lisan yang bersifat spontan dan mengadakan pencatatan terhadap data yang mengandung makna metaforis. Analisis data yang dipakai dalam pengolahan data ini adalah model analisis jalinan mengalir (flow model of analysis) yaitu saling menjalinnya ketiga komponen analisis yang berlaku, baik sebelum, pada waktu, dan sesudah pelaksanaan pengumpulan data secara paralel.

Hasil akhir yang penulis peroleh berdasarkan penelitian ini adalah, 1) bentuk bahasa penolakan yang terdapat dalam Kos Flamboyan ada 7 kategori, yaitu : a) penolakan dengan menggunakan isyarat non verbal, b) penolakan dengan menggunakan komentar, c) penolakan dengan menggunakan ucapan terima kasih, d) penolakan dengan menggunakan usul, komentar atau pilihan, e) penolakan dengan menggunakan syarat, f) penolakan dengan menggunakan alasan, g) penolakan dengan menggunakan kata tidak atau padanannya, nggak, ndak, dan jangan. 2) faktor-faktor yang mempengaruhi bentuk ungkapan penolakan di Kos Flamboyan, yaitu : a) situasi pada saat tuturan berlangsung, yaitu pada saat tuturan berlangsung penutur (orang yang menuturkan penolakan) dapat melakukan apa yang ajakan atau tawaran tuturnya atau tidak mungkin untuk melakukan ajakan atau permintaan lawan tuturnya, b) kondisi penutur (orang yang menuturkan penolakan) pada saat menuturkan sedang bergurau atau serius, c) keakraban antara penutur (orang yang menuturkan penolakan) dan lawan tutur (orang yang menawarkan, mengajak, atau meminta)

(12)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pragmatik adalah telaah mengenai segala aspek makna yang tidak tercakup dalam teori semantik, atau dengan perkataan lain, membahas segala aspek makna ucapan yang tidak dapat dijelaskan secara tuntas oleh referensi langsung pada kondisi-kondisi kebenaran kalimat yang diucapkan (Tarigan, 2009:31).

Yule (2006:4) berpendapat bahwa pragmatik adalah studi tentang bagaimana agar banyak yang disampaikan daripada yang dituturkan. Pragmatik itu menarik karena melibatkan bagaimana orang saling memahami satu sama lain secara linguistik, tetapi pragmatik dapat juga merupakan ruang lingkup studi yang mematahkan semangat karena studi ini mengharuskan kita untuk memahami orang lain dan apa yang ada dalam pikiran mereka.

Menurut Levinson (dalam Rahardi, 2007: 48) pragmatik adalah studi bahasa yang mempelajari relasi bahasa dengan konteksnya. Konteks yang dimaksud tergramatisasi dan terkondifikasi sehingga tidak dapat dilepaskan dari struktur bahasanya. Menurut Parker (dalam Rahardi, 2007: 48) mengemukakan bahwa pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal. Adapun yang dimaksud dengan

(13)

itu adalah bagaimana satuan lingual tertentu digunakan dalam komunikasi yang sebenarnya.

Dalam kehidupan sehari-hari pengguna bahasa pada umumnya lebih mengutamakan keberhasilan dalam berkomunikasi dan menggunakan bahasa daripada mementingkan kebarhasilan kegramatikalan ujaran-ujaran mereka memang tata bahasa pada umumnya diajarkan secara formal di sekolah, sedang masyarakat umum belajar berbahasa lewat ujaran-ujaran yang komunikatif yang disampaikan terus-menerus oleh keluarga dan lingkungan dengan memperhatikan situasi dan kondisi interaksi yang sedang berlangsung. Sebagai contoh berikut ini penulis paparkan dua buah ujaran yang maknanya lebih banyak dipengaruhi oleh jauh dekatnya hubungan antara partisipan di dalam pergaulan mereka. Kebiasaan mengemukakan pendapat sesuai dengan tata cara pergaulan dalam masyarakat, norma, dan nilai-nilai yang dianut dalam budaya, pergaulan, pengetahuan yang sama-sama dimaklumi oleh para partisipan dipertimbangkan semua untuk menghasilkan ujaran-ujaran yang tepat, bukannya diatur oleh makna harfiah setiap kata yang dipergunakan.

(1) Berani bayar berapa? (2) Aku mau pulang sekarang.

Ujaran (1) yang berupa kalimat tanya dimaksudkan oleh penghuni kos ketika diminta untuk mengepel kamar temannya. Sedangkan kalimat (2) dalam konteks yang merupakan penolakan atau ajakan teman untuk diajak ikut seminar.

(14)

Sesuai dengan contoh tersebut, penolakan yang merupakan reaksi negatif terhadap suatu ajakan, permintaan atau tawaran memiliki bentuk bahasa tertentu sesuai dengan berbagai faktor sosial yang berpengaruh.

Sehubungan dengan berbagai bentuk penolakan yang ada di masyarakat maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang berbagai bentuk penolakan di kos Flamboyan, Gonilan, Kartasura, Sukoharjo. Penulis tertarik untuk meneliti masalah tersebut karena beberapa pertimbangan: pertama, berdasarkan penggunaan bahasa sebagai sarana penyampaian informasi dan pemakaian bahasa untuk maksud-maksud tertentu misalnya untuk penolakan. Untuk mengetahui maksud ujaran tersebut maka diperlukan pendekatan yaitu pendekatan pragmatik. Kedua, kajian pragmatik khususnya tentang bentuk penolakan dilingkungan kos mahasiswi sampai saat ini belum pernah dilakukan. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka penulis mencoba untuk melakukan penelitian secara mendalam dan menyeluruh tentang berbagai bentuk bahasa penolakan di kos Flamboyan, Gonilan, Kartasura, Sukoharjo dengan pendekatan pragmatik.

B. Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini penulis membatasi masalah pada bentuk bahasa penolakan yang dituturkan oleh penghuni kos Flamboyan. Ungkapan penolakan di kos Flamboyan yang tidak dituturkan oleh penghuni kos tidak diteliti dalam penelitian ini.

(15)

C. Rumusan Masalah

Dalam penelitian ini ada tiga masalah yang perlu dibahas atau dicari jawabannya.

1. Bagaimana bentuk bahasa penolakan yang terdapat di kos Flamboyan, Gonilan, Kartasura, Sukoharjo?

2. Faktor apa saja yang mempengaruhi bentuk bahasa penolakan di kos Flamboyan, Gonilan, Kartasura, Sukoharjo?

3. Bagaimana pelaksanaan prinsip kerjasama dan prinsip kesopanan dalam bahasa penolakan di kos Flamboyan, Gonilan, Kartasura, Sukoharjo?

D. Tujuan Penelitian

Ada tiga tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini.

1. Untuk mendeskripsikan bentuk bahasa penolakan yang terdapat di kos Flamboyan, Gonilan, Kartasura, Sukoharjo.

2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi bentuk bahasa penolakan di kos Flamboyan, Gonilan, Kartasura, Sukoharjo.

3. Untuk mendeskripsikan pelaksanaan prinsip kerjasama dan prinsip kesopanan dalam bahasa penolakan di kos Flamboyan, Gonilan, Kartasura, Sukoharjo.

E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoretis

a. Memperluas wawasan kebahasaan, khususnya pragmatik menuju pada kenyataan-kenyataan kebahasaan.

(16)

b. Dapat memperkaya kajian tentang pemakaian bahasa khususnya pada bentuk bahasa penolakan.

2. Manfaat Praktis

a. Dapat memberikan informasi tentang pentingnya memperhatikan konteks dan situasi bahasa bagi para pemakai bahasa khususnya untuk melakukan ungkapan penolakan.

b. Dapat memberikan informasi tentang kekayaan tindak berbahasa khususnya dalam bentuk bahasa penolakan.

F. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan, yang terdiri atas latar belakang, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II Landasan Teori, berisi sejumlah teori yang menjadi landasan dalam penelitian ini.

Bab III Metodologi Penelitian, berisi serangkaian proses penelitian yang saling berhubungan. Bab ini terdiri atas metode penelitian, deskripsi objek penelitian, data, saumber data, alat penelitian, metode pengumpulan data, dan metode analisis data, penyajian kaidah hasil penelitian.

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan, merupakan inti dari penelitian ini, yaitu berisi analisis data dan kesimpulan pembahasan.

(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu yang Relevan

Dalam penelitian Sulistyawati (2004) yang berjudul “Pemakaian Kalimat Imperatif Bahasa oleh Guru TK dalam Proses Belajar Mengajar”, ditemukan adanya bentuk imperatif yang digunakan oleh guru dalam proses belajar mengajar. Penelitian ini memiliki persamaan pada objek penelitiannya, yaitu sama-sama menggunakan analisis pragmatik. Namun, Sulistyawati memilih pemakaian kalimat imperatif, sedangkan yang diteliti oleh peneliti adalah bahasa penolakan yang dilakukan di kos mahasiswi.

Rahardi (2005) dalam penelitiannya yang kemudian dibukukan dengan judul “Pragmatik: Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia” menjelaskan perihal pragmatik bahasa Indonesia. Persamaan pada objek penelitiannya menggunakan analisis pragmatik. Akan tetapi, Rahardi melakukan penelitian untuk mengetahui hakikat tuturan imperatif dalam bahasa indonesia. Sedangkan yang diteliti oleh peneliti adalah bahasa penolakan yang dilakukan di kos mahasiswi.

Anggraeni (2006), meneliti “Kesantunan Bahasa Jawa Dialek Surabaya: Analisis Pragmatik”. Hasil ini menunjukkan bahwa wujud bahasa Jawa dialek Surabaya memiliki dua macam bentuk. Kedua jenis perwujudan itu: (1) wujud formal imperatif, dan (2) pragmatik imperatif, sedangkan pada penelitian ini adalah bahasa penolakan yang dilakukan di kos mahasiswi.

(18)

B. Landasan Teori

1. Bahasa dan Fungsi Bahasa

Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi dan mengidentifikasikan diri serta dalam fungsinya sebagai alat kominukasi verbal (Kridalaksana, 2001:21). Bahasa dalam dua fungsi tersebut mampu mengubah konsep abstrak menjadi lambang bunyi yang bersistem. Selanjutnya, bahasa tersebut digunakan sebagai alat komunikasi verbal.

Bahasa merupakan alat komunikasi yang paling efektif untuk kepentingan komunikasi antara sesama manusia. Hal tersebut tidak terlepas dari kodrat manusia sebagai makhluk sosial yang pada dasarnya selalu menginginkan kontak dengan manusia lain. Oleh sebab itu, bahasa tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Sehubungan dengan fungsi bahasa sebagai alat komunikasi dalam hubungannya dengan masyarakat, maka para ahli bahasa mulai melakukan berbagai kajian mengenai hal tersebut. Salah satu diantaranya adalah bidang kajian pragmatik.

Ada tiga metafungsi bahasa yang disampaikan oleh Halliday (dalam Sumarlam, 2003:3-4)

a. Fungsi ideasional berkaitan dengan peran bahasa untuk mengungkapkan ide, gagasan, dan isi pikiran, serta untuk mereflesikan realitas pengalaman partisipannya.

b. Fungsi interpersonal berkaitan dengan peranan bahasa untuk membangun dan memelihara hubungan sosial, untuk mengungkapkan peranan-peranan sosial dan peranan-peranan komunikasi yang diciptakan oleh bahasa itu sendiri.

(19)

c. Fungsi tekstual berkaitan dengan peranan bahasa untuk membentuk berbagai mata rantai kebahasaan dan mata rantai unsur situasi yang memungkinkan digunakannya bahasa oleh para pemakainya baik secara lisan maupun tertulis.

Bahasa memiliki tujuh fungsi bahasa yang dikemukakan oleh Halliday (dalam Sumarlam, 2003:1-3).

a. Fungsi instrumental (the instrumental function) berfungsi menghasilkan kondisi-kondisi tertentu dan menyebabkan terjadinya peristiwa-peristiwa tertentu.

b. Fungsi regulasi (the regulation function) berfungsi sebagai pengawas, pengendali, atau pengatur peristiwa, atau berfungsi untuk mengendalikan serta mengatur orang lain.

c. Fungsi pemerian atau fungsi representasi (the representasional

function) berfungsi untuk membentuk pernyataan-pernyataan, penyampaian fakta-fakta dan pengetahuan, menjelaskan, atau melaporkan realita dan sebenarnya sebagaimana yang dilihat atau dialami orang

d. Fungsi interaksi (the interecsional function) berfungsi menjamin dan memantapkan ketahanan dan keberlangsungan komunikasi serta menjalin interaksi sosial.

e. Fungsi perorangan (the personal function) fungsi ini memberi kesempatan kepada pembicara untuk mengekspresikan peranan, emosi pribadi, serta reaksi-reaksi yang mendalam.

f. Fungsi heuristik (the heuristic function) fungsi ini melibatkan penggunaan bahasa untuk memperoleh ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya dan mempelajari seluk-beluk lingkungannya.

(20)

g. Fungsi imajinatif (the imaginatife function) berfungsi sebagai pencipta sistem, gagasan, atau kisah yang imajinatif.

2. Pragmatik

Kridalaksana (2001:176) mengidefinisikan pragmatik sebagai syarat-syarat yang mengakibatkan serasi tidaknya pemakaian bahasa dalam komunikasi dan aspek-aspek pemakaian bahasa atau konteks luar bahasa yang memberikan sumbangan kepada makna ujaran. Pragmatik adalah studi bahasa yang mempelajari relasi bahasa dengan konteksnya. Konteks yang dimaksud tergramatisasi dan terkondifikasi sehingga tidak dapat dilepaskan dari struktur bahasanya Levinson (dalam Rahardi, 2007:48).

Parker (dalam Rahardi, 2007: 48) mengemukakan bahwa pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal. Adapun yang dimaksud dengan itu adalah bagaimana satuan lingual tertentu digunakan dalam komunikasi yang sebenarnya.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat di simpulkan bahwa pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal, yaitu berkaitan dengan bagaimana satuan bahasa itu digunakan dalam komunikasi. Pragmatik pada dasarnya menyelidiki bagaimana makna di balik tuturan yang terikat pada konteks yang melingkupi di luar bahasa, sehingga dasar dari pemahaman terhadap pragmatik adalah hubungan antara bahasa dengan konteks.

3. Situasi Tutur

Dalam hubungannya dengan banyaknya maksud yang disampaikan oleh penutur dalam sebuah tuturan, Leech (dalam Wijana,2009:14-16)

(21)

harus selalu dipertimbangkan dalam studi pragmatik. Aspek-aspek tersebut adalah sebagai berikut.

a. Penutur dan lawan tutur

Mencakup penulis dan pembaca bila tuturan bersangkutan dikomunikasikan dengan media tulisan. Aspek-aspek yang berkaitan dengan penutur dan lawan tutur ini adalah usia, latar belakang sosial ekonomi, jenis kelamin, tingkat keakraban, dan sebagainya.

b. Konteks tuturan

Konteks tuturan penelitian linguistik adalah konteks dalam semua aspek fisik atau setting sosial yang relevan dari tuturan yang bersangkutan.

c. Tujuan tuturan

Bentuk tuturan yang diutarakan oleh penutur dilatar belakangi oleh maksud dan tujuan. Dalam hal itu bentuk-bentuk tuturan yang bermacam-macam dapat digunakan untuk menyatakan maksud yang sama atau sebaliknya, berbagai macam maksud dapat diutarakan dengan tuturan yang sama.

d. Tuturan sebagai bentuk tindakan atau aktivitas

Pragmatik berhubungan dengan tindak verbal (verbal act) yang terjadi dalam situasi tertentu. Dalam hubungan ini pragmatik menangani bahasa dalam tingkatannya yang lebih konkret dibanding dengan tata bahasa. Tuturan sebagai entitas yang konkret jelas penutur dan lawan tuturnya, serta waktu dan tempat pengutaraannnya.

(22)

e. Tuturan sebagai produk tindak verbal

Tuturan sebagaimana dalam kriteria empat merupakan wujud dari tindak verbal dalam pragmatik.

Kelima aspek tersebut Leech harus selalu diperhatikan dalam mengkaji setiap tuturan karena dalam setia tuturan akan selalu terikat pada konteks yang melingkupinya. Jadi, aspek-apek di atas tidak dapat lepas dari bagian suatu tuturan.

4. Peristiwa Tuturan

Peristiwa tutur (speech event) merupakan kegiatan sosial, yang di dalamnya terdapat interaksi antarpenutur dalam situasi tertentu. Suwito (1996:36) menyatakan bahwa peristiwa tuturan adalah serangkaian tindak tutur yang terorganisasi untuk mencapai suatu. Peristiwa tuturan merupakan rentetan tindak tutur dalam satu bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan lawan tutur dengan satu tema atau topik tuturan pada waktu, tempat, dan situasi tertentu serta tidak dapat dilepaskan dari aspek-aspek yang melingkupi tuturan dalam suatu komunikasi antara penutur dan lawan tutur atau antara komunikan dengan komunikator.

Sehubungan dengan konsep peristiwa tutur dan situasi pemakaian bahasa, maka unsur-unsur situasi tutur yang dikemukakan oleh Dell Hymes (dalam Suwito,1996:39) dalam bentuk akronim bahasa Inggris

Speaking yang pemeriaanya sebagai berikut:

Setting dan scene, yaitu tempat dan suasana bicara

Participant, yaitu pembicara, lawan bicara, dan pendengar End, yaitu tujuan

(23)

Act sequance, yaitu suatu peristiwa dimana seseorang

menggunakan kesempatan bicara

Key, yaitu nada suara dan ragam bahasa yang digunakan Instrumen, yaitu alat untuk menyampaikan pendapatnya Norm of interaction, yaitu aturan permainan yang mesti

ditaati

Genre, yaitu jenis kegiatan yang mempunyai sifat lain dari

yang lain. 5. Tindak tutur

Tindak tutur adalah produk atau hasil dari kalimat dalam kondisi tertentu dan merupakan satuan terkecil dari komunikasi linguistik.

Searle mengemukakan bahwa secara pragmatis setidak-tidaknya ada tiga jenis tindakan yang dapat diwujudkan oleh seorang penutur, yakni tindak lokusi (Locutionary Act), tindak ilokusi (Ilocutionary Act), dan tindak perlokusi (Perlocutionary Act) (Wijana, 2009: 20).

a. Tindak lokusi

Tindak lokusi adalah tindak tutur untuk menyatakan sesuatu. Tindak tutur itu disebut sebagai The Act of Saying Something. Contoh tindak lokusi adalah sebagai berikut.

(3) Rumah Dian besar.

(4) Ibu sedang memasak di dapur.

Kedua kalimat di atas diutarakan oleh penuturnya semata-mata hanya untuk menginformasikan sesuatu tanpa tendensi untuk melakukan sesuatu, apalagi untuk mempengaruhi lawan tuturnya. Tindak lokusi adalah tindakan yang paling mudah diidentifikasi, karena dalam pengidentifikasian tindak lokusi tanpa memperhitungkan konteks tuturannya.

(24)

b. Tindak ilokusi

Tindak ilokusi adalah tindak tutur yang tidak hanya digunakan untuk menginformasikan sesuatu, tetapi juga melakukan sesuatu sejauh situasi tuturnya dipertimbangkan secara seksama. Contoh tindak Ilokusi adalah:

(5) Saya haus. (6) Gulanya habis.

Tuturan tersebut bukan sekedar menginformasikan rasa haus dan gula habis tetapi dimaksudkan untuk minta minum dan menyuruh membeli gula, hal inilah contoh tindak ilokusioner atau ilokusi.

c. Tindak perlokusi

Tindak perlokusi menurut Searle (dalam Wijana, 2009:23) adalah tindak tutur yang pengutaraannya dimaksudkan untuk mempengaruhi lawan tuturnya. Contoh tindak tutur perlokusi:

(7) Rumahnya jauh (8) Televisinya 20 inchi

Tuturan ke (7) bila diutarakan oleh seseorang kepada ketua perkumpulan, maka ilokusinya adalah secara tidak langsung menginformasikan bahwa orang yang dibicarakan tidak dapat terlalu aktif di dalam organisasinya. Kalimat (8) bila diutarakan oleh seseorang kepada temannya pada saat akan diselenggarakan siaran langsung kejuaraan piala dunia, kalimat ini tidak hanya mengandung lokusi, tetapi juga ilokusi yang berupa ajakan untuk menonton ditempat temannya, dengan perlokusi lawan tutur menyetujui ajakannya.

(25)

6. Jenis-jenis Tindak Tutur

Jenis-jenis tindak tutur dibagi menjadi tiga: a. Tidak tutur langsung dan tak langsung

1) Tindak Tutur Langsung

Tindak tutur dilihat dari penggunaan kalimat secara konvensional, maksudnya jika kalimat berita difungsikan untuk mengatakan sesuatu, kalimat tanya untuk bertanya, kalimat perintah untuk menyuruh, mengajak, memohon, dan sebagainya (Wijana, 2009:28).

(9) X: Din, perutku kok lapar, ya Y:Ada makanan di almari X: Baik, kuambil semua, ya?

Tuturan di atas menjelaskan bahwa ia mengetahui tuturan yang diutarakan oleh lawan tuturnya bukanlah sekedar menginformasikan sesuatu, tetapi menyuruh orang yang diajak berbicara.

2) Tindak Tutur Tak Langsung

Tindak tutur tak langsung adalah tindak tutur yang diutarakan secara tidak langsung, tetapi harus segera dilaksanakan maksud yang terimplikasi di dalamnya. Tindak tutur tidak langsung ini digunakan agar pembicaraan lebih dan jika hal itu merupakan perintah maka dapat diutarakan dengan kalimat berita atau kalimat tanya, agar orang yang diperintah tidak merasa dirinya diperintah. Misal:

(26)

(10) X: Saya kemarin tidak dapat hadir

Y: Sudah tahu. Kemarin kamu tidak kelihatan

Tuturan yang diutarakan secara tidak langsung biasanya tidak dapat dijawab secara langsung tetapi harus segera dilaksanakan maksud yang terimplikasi di dalamnya.

b. Tindak tutur literal dan tindak tutur tak literal 1) Tindak Tutur langsung Literal

Yaitu tindak tutur yang diutarakan dengan modus tuturan dan makna yang sama dengan maksud pengarangnya, maksudnya adalah penggunaan kalimat sesuai dengan fungsinya misalnya bertanya dengan kalimat tanya, memberi tahu dengan kalimat berita, dan sebagainya. Contoh tindak tutur langsung literal:

(11) Jam berapa sekarang?

Tuturan di atas menanyakan pukul berapa ketika itu dan maksud bertanya dengan kalimat tanya.

2) Tindak Tutur Langsung Tidak Literal

Yaitu tindak tutur yang diutarakan dengan modus kalimat yang sesuai dengan maksud tuturan, tetapi kata-kata yang dipakai tidak memiliki makna yang sama dengan maksud penuturnya. Contohnya adalah:

(12) Lantainya kotor

Tuturan di atas tidak hanya memberikan informasi tetapi terkandung maksud memerintah yang diungkapkan secara tidak langsung dengan kalimat berita.

(27)

Yaitu tindak tutur yang diutarakan dengan modus kalimat yang sesuai dengan maksud tuturan, tetapi kata-kata yang menyusunnya tidak memiliki makna yang sama dengan maksud penuturnya. Contoh tindak tutur langsung tidak literal:

(13) Kalau makan biar kelihatan sopan, buka saja mulutmu! Tuturan di atas menjelaskan bahwa penutur menyuruh lawan tuturnya untuk menutup mulut sewaktu makan agar terlihat sopan.

4) Tindak Tutur Tidak Langsung Tidak Literal

Yaitu tindak tutur yang diutarakan dengan modus kalimat dan makna kalimat yang tidak sesuai dengan maksud yang hendak diutarakan. Contohnya:

(14) Lantainya bersih sekali

Tuturan di atas untuk menyuruh seseorang untuk mengepel lantai yang kotor.

7. Prinsip Kerjasama

Grice (dalam Wijana,2009:42) mengemukakan bahwa di dalam rangka melaksanakan prinsip kerjasama itu, setiap penutur harus mematuhi empat maksim sebagai berikut:

a. Maksim kuantitas (maxsim of quantity)

Maksim kuantitas menghendaki setiap peserta pertuturan memberikan kontribusi yang secukupnya atau sebanyaknya yang dibutuhkan oleh lawan bicaranya. Misalnya:

(15) X : Siapa namamu? Y: Melia

(28)

X: Di mana rumahmu? Y: Pacitan

Jawaban (Y) atas pertanyaan (X) pada percakapan di atas memenuhi maksim kuantitas, karena memberikan kontribusi yang memadai, dan mencukupi pada setiap tahapan komunikasi. Kuantitas jawaban (Y) adalah Melia dan Pacitan.

b. Maksim kualitas (maxsim of quality)

Maksim percakapan ini mewajibkan setiap peserta percakapan hendaknya didasarkan pada bukti-bukti yang memadai. Misalnya : (16) Guru : Coba kamu Andi, apa ibu kota Jawa Tengah?

Andi : Surabaya, Pak Guru.

Guru: Pintar, kalau begitu ibukota Jawa Timur Semarang, ya?

Contoh tersebut menunjukkan bahwa seorang guru bertanya kepada salah satu muridnya yang bernama Andi tentang ibukota Jawa Tengah namun jawaban Andi salah, karena yang benar adalah Semarang bukan Surabaya. Jadi jawaban tersebut tidak memenuhi maksim kualitas karena tidak memenuhi jawaban yang diharapkan. c. Maksim relevansi (maxim of relevance)

Maksim relevansi ialah aturan pertuturan yang menuntut adanya relevansi dalam tuturan antara pembicaraan dengan masalah yang sedang dibicarakan. Misalnya:

(17) X : pak ada tabrakan bus lawan kereta api di Rangkas Bitung.

(29)

Dialog di atas adalah percakapan antara seorang ayah dengan anaknya. Bila sang ayah sebagai peserta percakapan yang kooperatif, maka tidak selayaknya ia mempersamakan peristiwa kecelakaan yang diceritakan anaknya itu dengan sebuah pertandingan atau kejuaraan. Di dalam kecelakaan tidak ada pemenang, dan tidak ada pula pihak yang akan menerima hadiah. Semua pihak akan menderita kerugian, bahkan mungkin akan memakan korban jiwa. Jadi kontribusi yang dibeikan oleh (Y) melanggar maksim relevansi, yaitu penyimpangan jawaban yang diberikan oleh seorang ayah terhadap pernyataan sang anak. d. Maksim pelaksanaan (maxim of manner)

Maksim pelaksanaan ialah aturan pertuturan yang mengharuskan peserta tutur untuk memberikan kontribusi tuturan yang runtuh, tidak ambigu, tidak taksa, dan tidak berlebihan. Misalnya:

(18) X : Sepeda saya ringsek tertabrak mobil. Dapatkah anda

memperbaiki sehingga kembali seperti semula? Y : bisa tapi waktunya setengah abad.

Jawaban (Y) yang menyatakan bisa tapi waktunya setengah abad bersifat melebih-lebihkan. Hal itu memang disengaja karena untuk menciptakan sausana humor.

8. Prinsip Kesopanan

Berkaitan dengan pembagian maksim, Leech (dalam Wijana, 2004:51) berpendapat bahwa selain keempat maksim di atas, dalam prinsip kerja sama masih diperlukan prinsip kesopanan yang dibagi dalam enam maksim.

(30)

a. Maksim kebijaksanaan

Adalah aturan dalam pertuturan dengan cara meminimalkan kerugian terhadap lawan tutur dan memaksimalkan keuntungan bagi lawan bicara. Contoh:

(19) Silahkan (anda) datang kerumah saya.

(20) Silahkan kiranya (anda) datang ke rumah saya.

(21) kalau tidak keberatan, sudilah (anda) datang ke rumah saya. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa semakin panjang tuturan seorang semakin besar pula keinginan orang itu untuk bersikap sopan kepada lawan bicaranya. Demikian pula tuturan yang diutamakan secara tidak langsung lazimnya lebih sopan dibandingkan dengan tuturan yang diutarakan secara langsung. b. Maksim penerimaan

Maksim penerimaan adalah aturan pertuturan yang meminimalkan ketidakhormatan terhadap orang lain dan memaksimalkan pujian terhadap orang lain. Perhatikan contoh kalimat berikut.

(22) Anda harus meminjami saya mobil. (23) Saya akan meminjami anda mobil.

(24) Saya akan datang ke rumahmu untuk makan siang.

(25) Saya akan mengundangmu ke rumah untuk makan malam. Tuturan (22) dan (23) dirasa kurang sopan karena penutur berusaha memaksimalkan keuntungan dirinya dengan menyusahkan orang lain. Sebaliknya (24) dan (25) penutur berusaha memaksimalkan kerugian mengenai dengan memaksimalkan kerugian diri sendiri. c. Maksim kemurahan

Adalah pertuturan dengan meminimalkan keuntungan bagi diri sendiri dan memaksimalkan kerugian diri sendiri. Maksim ini

(31)

dinyatakan dengan kalimat ekspresif dan asertif. Dengan penggunaan kalimat ekspresif dan asertif ini jelaslah tidak hanya dalam menyuruh dan menawarkan sesuatu seseorang harus berlaku sopan, tetapi di dalam mengungkapkan perasaan, dan menyatakan pendapat ia tetap diwajibkan berlaku sopan. Contohnya:

(26) + Permainanmu sangat bagus. - Tidak saya kira biasa-biasa saja.

Tokoh (+) bersikap sopan karena berusaha memaksimalkan keuntungan (-) lawan tuturnya. Lawan tuturnya atau (-) menerapkan paradox pragmatik dengan berusaha meminimalkan penghargaaan diri sendiri.

d. Maksim kerendahan hati

Maksim kerendahan hati adalah aturan dalam pertuturan dengan memaksimalkan ketidak hormatan terhadap diri sendiri, dan meminimalkan rasa hormat terhadap diri sendiri. Perhatikan contoh kalimat berikut:

(27) + Betapa pandainya orang itu. - Betul di memang pandai. (28) + Kau sangat pandai. - Ya, saya memang pandai.

Agar jawaban yang (-) dalam (27) terasa sopan, (-) dapat menjawab seperti (28) di bawah ini sehingga ia terkesan meminimalkan rasa hormat bagi dirinya sendiri.

(32)

e. Maksim kecocokan

Maksim kecocokan tuturan dalam pertuturan dengan memaksimalkan kecocokan di antara mereka dan meminimalkan ketidak cocokan di antara mereka. Perhatikan contoh berikut: (29) + Bahasa Inggris sukar, ya?

- Ya.

(30) + Bahasa Inggris sukar, ya? - ( siapa bilang), mudah sekali.

Kontribusi (-) dalam (29) lebih sopan dibandingkan dengan dalam (30) karena dalam (30) (-) memaksimalkan ketidak cocokannya dengan pernyataan (+). Dalam hal ini tidak berarti orang harus senantiasa setuju dengan pendapat atau peryataan lawan tuturnya. Dalam hal ia tidak menyetujui apa yang dinyatakan oleh lawan tuturnya ia dapat membuat pernyataan yang mengandung ketik setujuan atau ketidak cocokan partial atau (partial agreement). f. Maksim kesimpatian

Adalah aturan dalam pertuturan dengan memaksimalkan rasa simpati kepada orang lain, dan meminimalkan rasa antipati kepada orang lain. Maksim ini dinyatakan dalam kalimat ekspresif dan asertif. Sebagai contoh adalah:

(31) + Bibiku meninggal dunia minggu kemarin. - Oh, aku turut berduka cita.

Wacan (31) memenuhi maksim kesimpatian karena memaksimalkan rasa simpati kepada lawan tuturnya yang mendapatkan kedukaan.

(33)

Brown dan Levinson (dalam Wijana, 2007:60-61) menunjukkan secara meyakinkan bahwa penutur mempergunakan strategi linguistik yang berbeda-beda di dalam memperlakukan secara wajar lawan tuturnya. Dalam hal ini Brown dan Levinson mengidentifikasikan tiga strategi dasar.

a. Tingkat jarak sosial (distance rating)

Antara penutur dan lawan tutur yang ditentukan berdasarkan parameter perbedaan umur, jenis kelamin, dan latar belakang sosiokultural.

b. Tingkat status sosial ( power rating)

Yang didasarkan atas kedudukan yang asimetrik antara penutur dan lawan tutur di dalam konteks pertuturan.

c. Tingkat peringkat tindak tutur (rank rating)

Yang didasarkan atas kedudukan relatif tindak tutur yang satu dengan tindak tutur yang lain.

9. Komponen Tindak Tutur

Pada waktu seorang hendak berbicara, terlebih dahulu terbentuklah suatu pesan di dalam kepala orang itu yang merupakan kehendaknya atau ungkapan perasaannya. Jika saatnya telah tiba, maka pesan (message) itu akan dilontarkan menjadi ujaran (utterance) yang kemudian dapat didengar oleh orang yang diajak bicara atau orang yang kebetulan dekat dengannya. Terjadinya lontaran ujaran dipengaruhi oleh banyak hal, tergantung pada macam dan kualitas butir-butir yang telah mempengaruhinya. Butir-butir penentu ini disebut komponen tutur, karena butir-butir ini menjadi variabel penentu ujud bentuk ujaran yang terlontarkan oleh seorang penutur.

(34)

Adapun komponen tersebut adalah pribadi penutur, warna emosi penutur, maksud penutur, asal penutur, anggapan penutur terhadap kedudukan sosial dan relasinya dengan mitra tutur, hadirnya orang ketiga, mitra tutur, peristiwa tutur, suasana bicara, ekologi percakapan, bentuk wacana, dan norma kebahasaan lain (Paina Partana, 2005:51-53).

(35)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian dengan metode deskriptif kualitatif. Deskriptif kualitatif merupakan suatu pendekatan yang juga disebut pendekatan investigasi karena biasanya peneliti mengumpulkan data dengan cara bertatap muka langsung dan berinteraksi dengan orang-orang ditempat penelitian (MC Millan & Schumaker, 2003). Dengan pendekatan kualitatif ini penelitian akan menggambarkan dan menganalisis setiap individu dalam kehidupan dan pemikiran.

Penelitian ini berkaitan dengan fenomena kebahasaan yang berkaitan dengan penggunaan bahasa dalam kehidupan sehari-hari dalam hubungannya dengan situasi dan konteks pembicaraan. Ancangan yang digunakan adalah dengan pendekatan pragmatik.

Pendekatan pragmatik disini maksudnya mengkaji maksud penyapa baik yang tersurat maupun yang tersirat dibalik tuturan yang dianalisis. Maksud-maksud tuturan, terutama Maksud-maksud yang diimplikasikan hanya dapat diidentifikasikan lewat penggunaan bahasa itu secara konkret dengan mempertimbangkan konkret dan situasi tuturannya. Pada prinsipnya yang dimaksudkan adalah mengkaji ujaran penutur yang terikat pada konteks.

(36)

B. Deskripsi Objek Penelitian

Wisma Flamboyan, Gonilan, Kartasura, Sukoharjo di sebelah barat kampus 1 Universitas Muhammadiyah Surakarta. Tepatnya di jalan Perum Barito RT.02 RW.X Gonilan, Kartasura. Seluruh penghuni kos berjumlah 19 orang, yang semuanya berstatus mahasiswi dari UMS, terdiri dari mahasiswi FKIP, Ekonomi, Komunikasi dan informatika, Ilmu kesehatan. Angkatan 2003, 2006,2008, dan 2009 yang ada dalam kos Flamboyan. Mayoritas mahasiswi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP). Asal daerah penghuni kos Flamboyan yaitu berasal dari Wonogiri, Boyolali, Klaten, Pekalongan, Batang, Pacitan, Magetan, Karanganyar dan Sragen. Dalam komunikasi sehari-hari bahasa yang digunakan adalah bahasa Jawa.

C. Data dan Sumber Data

Dalam penelitian tuturan lisan yaitu bentuk bahasa penolakan yang terdapat di kos Flamboyan, Gonilan, Kartasura, Sukoharjo.

Sumber data adalah asal dimana penelitian itu diperoleh. Sumber data dalam penelitian ini adalah penghuni kos Flamboyan, Gonilan, Kartasura, Sukoharjo.

D. Alat Penelitian

Alat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah peneliti yang bertindak sebagai pencari dan pengumpul data. Selain itu juga diperlukan sarana pendukung seperti kartu data, alat tulis untuk mencatat data, kaset/tape

(37)

E. Teknik Pengumpulan Data

Pada tahap pengumpulan data ini metode yang digunakan adalah metode simak. Teknik simak adalah suatu metode pemerolehan data yang dilakukan dengan cara menyimak suatu penggunaan bahasa (Sudaryanto dalam Mahsun, 2005:90).

Sebagai teknik dasar yang digunakan yaitu tekni sadap, yaitu dalam mendapatkan data, peneliti mengadakan penyimakan penggunaan bentuk bahasa penolakan yang terjadi di kos Flamboyan. Teknik lanjutan yang dipakai adalah teknik simak libat cakap (SLC), teknik simak bebas libat cakap (SBLC), dan teknik catat. Cara kerja keempat teknik tersebut adalah: (1) teknik simak libat cakap (SLC), yaitu kegiatan penyadapan dilakukan dengan ikut berpartisipasi dalam pembicaraan sambil menyimak pembicaraan tersebut, dengan peneliti sebagai alat yang dilibatkan langsung dalam membentuk dan memunculkan data, (2) teknik SBLC, ditempuh dengan melakukan penyimakan suatu pembicaraan dan menyadap penggunaan bentuk bahasa penolakan tanpa melibatkan diri peneliti dalam pembicaraan tersebut, (3) teknik catat, dilakukan untuk mencatat faktor-faktor penting yang melatar belakangi penggunaan bahasa penolakan terutama faktor-faktor nonlingual yang menyangkut komponen tutur dan konteks.

(38)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Data-data yang dikumpulkan dan diklasifikasikan kemudian dianalisis lebih lanjut berdasarkan dua kategori, yaitu berdasarkan bentuk-bentuk bahasa penolakan dan berdasarkan asumsi-asumsi pragmatik yang telah disebutkan di atas.

Adapun kategori bentuk bahasa penolakan tersebut meliputi; Penggunaan isyarat atau penolakan non-verbal, penggunaan komentar sebagai penolakan, komentar itu biasanya berhubungan dengan ajakan, tawaran, atau permintaan, penggunaan ucapan terimakasih sebagai penolakan. biasanya diikuti dengan komentar atau alasan, penggunaan usul atau pilihan lain agar penjawab bebas dari tugas memenuhi ajakan, tawaran atau permintaan pembicara, penggunaan syarat atau kondisi sebagai pengganti penolakan, memberitahukan alasan penolakan, menggunakan kata tidak atau padanannya dengan atau tanpa didahului dengan permintaan maaf. Analisis berdasarkan asumsi-asumsi pragmatik yang meliputi tindak tutur langsung dan tindak tutur tak langsung tindak tutur literal dan tindak tutur tidak literal, tindak tutur lokusi, ilokusi, dan perlokusi serta pelaksanaan terhadap prinsip kerjasama dan kesopanan.

(39)

Mengingat banyaknya data pada penelitian ini, penulis hanya menganalisis beberapa data. Data yang dianalisis adalah data-data yang dapat mewakili data-data lain yang sejenis.

1. Analisis Berdasarkan Bentuk Bahasa Penolakan a. Penggunaan isyarat atau penolakan non-verbal

Penggunaan isyarat atau penolakan non-verbal ini biasanya dilakukan ketika penjawab ragu untuk menolak atau menerima tawaran yang diberikan.

(1) Karin : Nek gelem ngetik go laptopku saiki wae.

(kalau mau ngetik pakai laptopku sekarang saja) Diah : (diam dan mengerutkan dahi) (data no. 18). (2) Melia : Gelem iki Lis (roti bakar)

(Mau ini, Lis)

Lilis : eemm...(lalu menggelengkan kepala) (data no. 14)

Peristiwa tutur tersebut dilakukan oleh Karin dan Diah. Ketika Karin menyuruh untuk mengetik memakai laptopnya kepada Diah, kelihatan bahwa Diah ragu-ragu untuk menerima atau menolak tawaran Karin. Hal ini disebabkan Diah memang ingin memakai laptop untuk mengetik, tetapi dia belum selesai mengumpulkan data. Demikian pula dengan data no. (2), dimana dalam data ini dijelaskan bahwa Lilis kelihatan ragu-ragu untuk menjawab ya atau tidak. Hal ini disebabkan karena Lilis tidak menyukai roti bakar, tetapi dia juga tidak ingin membuat temannya kecewa. Pada akhirnya Lilis menggelengkan kepala untuk menolak roti bakar yang ditawarkan Melia kepadanya.

(40)

Dari penelitian yang penulis lakukan ternyata para responden lebih suka menggunakan jawaban terselubung dalam menolak suatu tawaran atau ajakan. Dalam hal ini para penghuni kos flamboyan pada umumnya merasa enggan untuk menolak atau menyampaikan sesuatu yang tidak menyenangkan pemohon / pengajar dengan terus terang.

b. Penggunaan komentar sebagai penolakan

Komentar biasanya berhubungan dengan ajakan, tawaran atau permintaan. Dalam hal ini nampaknya penjawab meragukan tentang kebenaran sesuatu yang diutarakan oleh pembicara. Berikut akan penulis deskripsikan beberapa data yang dapat mewakili bentuk penolakan tersebut.

Berikut bentuk penolakan dengan menggunakan komentar yang disampaikan kepada orang yang menawarkan dengan komentar yang lugas namun terlihat kurang menghargai orang yang menawarkan.

(3) Lilis : Meh pesen baju di Gemini? (Mau pesan baju di Gemini?) Melia : Modele ki lho

(Modelnya itu lho) (data no. 44)

Peristiwa tutur tersebut dilakukan oleh Lilis dan Melia pada saat Lilis sudah membuka gambar kaos di facebook yaitu model longdress. Melia saat itu kelihatan kurang tertarik karena tidak menyukai model baju tersebut. Kemudian ia berkomentar tentang warna jaket tersebut, yang secara tidak langsung merupakan suatu bentuk penolakan atas tawaran Lilis. Bentuk penolakan tersebut terlihat kurang sopan karena ia langsung mengomentari model baju tersebut tanpa didahului permintaan maaf.

(41)

(4) Diah : Ijah,...nggonku sisan di pelne! (Ijah....punyaku sekalian di pelkan) Nia : Wani bayar piro?

(Berani bayar berapa?) (data no. 13)

c. Penggunaan ucapan terima kasih sebagai penolakan

Penolakan bentuk ini biasanya diikuti dengan komentar atau alasan. Penjawab berterima kasih karena diperhatikan, ditawari suatu jasa dan lain sebagainya sambil memberitahukan bahwa dirinya telah dapat mengatasi masalahnya sendiri. Berikut akan penulis deskripsikan beberapa data tentang bentuk penolakan ini.

Berikut penolakan yang menggunakan ucapan terima kasih dan disertai dengan alasan penolakan.

(5) Melia : Gelem milk tea? (mau milk tea)

Dian : matur nuwun, aku gak doyan susu (terima kasih, aku gak suka susu) (Data no. 45)

Peristiwa tutur tersebut dilakukan oleh Melia dan Dian. Bentuk penolakan tersebut terdengar sopan dan menghargai Melia. Selain mengucapkan terima kasih Dian juga memberikan alasan mengapa ia menolak tawaran tersebut yakni karena ia tidak doyan dengan susu.

Berikut bentuk penolakan yang menggunakan ucapan terima kasih tanpa disertai dengan alasan.

(6) Dian : Gelem? (menyodorkan nasi goreng) (Mau?)

Melia : tursuwun

(42)

Peristiwa tutur tersebut dilakukan oleh Dian dan Melia. Pada saat itu Dian sedang makan nasi goreng di kamar dan tinggal separo, kemudian Melia datang maka terjadilah percakapan tersebut. Bentuk penolakan Melia terdengar tegas dan tanpa disertai dengan alasan penolakan. Setelah ditelusuri ternyata Melia tidak bisa makan bersama dengan orang lain dalam satu piring nasi goreng yang ditawarkan tersebut tinggal separo maka ia langsung menolak dengan tegas meski dengan ucapan teriam kasih.

Berikut bentuk penolakan dengan menggunakan ucapan terima kasih tanpa disertai dengan alasan dengan maksud untuk bergurau.

(7) Karin : Kamarku sisan yo! (Kamarku sekalian ya!) Niken : Matur suwun wae

(terima kasih saja) (Data no. 33)

Peristiwa tutur tersebut dilakukan oleh Karin dan Niken. Bentuk penolakan ini meski diucapkan dengan matur suwun (terima kasih) namun di situ terlihat bahwa Niken mengucapkan dengan menyepelekan Karin. Hal itu karena ia memang tidak akan mau mengepelkan kamar Karin. Karinpun tidak benar-benar menyuruh Niken atau ia hanya bergurau.

d. Penggunaan usul atau pilihan lain agar penjawab bebas dari tugas memenuhi ajakan, tawaran, atau permintaan pembicara

Penggunaan usul atau alternatif ini merupakan penolakan halus yang konstruktif. Pembicara dalam hal ini merasa diperhatikan, tidak sekedar ditolak tetapi diberi kemungkinan lain untuk membantu

(43)

memecahkan persoalannya. Berikut akan penulis deskripsikan beberapa data yang dapat mewakili bentuk penolakan ini.

(8) Diah : Ayo kancani aku ning warnet. (Ayo temani aku ke warnet)

Karin : mbok karo Niken wae, aku meh sinau go maju

sesok

(Sama Niken aja, aku mau belajar untuk ujian besok)

(Data no. 7)

Peristiwa tutur tersebut dilakukan oleh Diah dan Karin. Penolakan yang dilakukan Karin terhadap Diah tersebut dilakukan karena Karin saat itu lebih mengutamakan belajar untuk maju ujian besok daripada menemani Diah ke warnet. Karin tidak terlalu merasa bersalah membiarkan Diah untuk menemani. Bentuk penolakan seperti membuat Diah tidak merasa diacuhkan dan diabaikan karena Karin memberikan pilihan lain pada Diah.

e. Penggunaan syarat atau kondisi sebagai pengganti penolakan

Penolakan bersyarat ini masih memberikan peluang pengajak untuk memenuhi persyaratan. Bila syarat itu terpenuhi penjawab akan memenuhi pula ajakan, tawaran, atau permintaan itu. Oleh penjawab penolakan bersyarat ini memang bisa dipergunakan untuk menguji keseriusan pengajak. Sebab bila pengajak memang bersungguh-sungguh pastilah dia rela memenuhi persyaratan yang diajukan asalkan persyaratan itu wajar-wajar saja. Untuk lebih jelasnya berikut akan penulis deskripsikan beberapa data yang dapat mewakili bentuk penolakan dengan menggunakan syarat atau kondisi.

(44)

(9) Diah : Make up ku wis podo entek ki pengen ning relasi (make up ku sudah pada habis, mau ke relasi) Melia : Nek aku wis jupuk duit wae

(Kalau aku sudah ambil uang saja) (data no. 4) Peristiwa tutur tersebut dilakukan oleh Diah dan Melia. Persyaratan yang diajukan Melia sebenarnya tidak sukar dipenuhi oleh Diah dan Melia juga beralasan baik, sebab Melia tidak mungkin belanja karena uangnya sudah mepet. Dan hal itu dapat juga ia lakukan besok jika uang kiriman dari orang tua sudah datang dan Melia juga dapat memenuhi persyaratan yang diajukan Diah, karena barang-barang Melia hampir habis tetapi ia masih bisa menunda sampai keesokan harinya.

Penggunaan syarat atau kondisi sebagai pengganti penolakan juga dapat memberi peluang kepada pengajak atau pemohon untuk mendapatkan apa yang ia inginkan dari lawan tuturnya. Bila kondisi memungkinkan dan dapat dipenuhi oleh penjawab maka penjawab akan menjawab.

(10) Diah : Nek ning Grand Mall nitip hotpant koyo iki ya, ukurane L

(Kalau ke Grand Mall nitip hot pant seperti ini ya, ukuranya L)

Karin : Nek duitku cukup, yo soale aku meh belanja (kalau duitku cukup yo, soalnya aku mau belanja) Peristiwa tutur tersebut dilakukan oleh Diah dan Karin. Persyaratan yang diajukan oleh Karin dapat terpenuhi kalau kondisinya nanti memungkinkan. Dan Karin dapat memenuhi permintaan Diah jika uangnya setelah ia dapat membeli semua baju yang ingin dibeli dan uangnya masih tersisa. Namun demikian, ia juga bisa tidak memenuhi permintaan Diah jika uangnya tidak cukup.

(45)

f. Memberikan alasan penolakan seperti dalam contoh berikut dengan atau tidak didahului permintaan maaf

Bentuk penolakan dengan mengemukakan alasan yang berbagai macam kedengarannya lebih halus dan lebih sopan daripada penolakan tegas. Penjawab menunjukkan adanya kepedulian atau concern terhadap pengajak walaupun sedikit.

Berikut akan penulis berikan data yang dapat mewakili bentuk ungkapan penolakan yang menggunakan alasan di Kos Flamboyan.

(11) Melia : Pengen ora? (Mau nggak?)

Diah : Pengen sih cuma wis sikat gigi

(mau sih, cuma sudah sikat gigi) (data No. 35) Peristiwa tutur tersebut dilakukan oleh Melia dan Diah. Malam itu Melia sedang makan mie goreng ia lalu menawarkan pada Diah. Karena Diah sudah sikat gigi, maka ia pun menolak tawaran Melia. Bentuk penolakan yang diutarakan terlihat cukup sopan yaitu “Pengen sih cuma wis sikat gigi” di situ terlihat bahwa Diah menghargai tawaran itu dan sebenarnya dia juga ingin tetapi ia menolak dengan alasan bahwa dia malas untuk sikat gigi lagi sehingga tidak menyinggung perasaan Melia.

g. Menggunakan kata tidak atau pandanannya, dengan atau tanpa didahului dengan permintaan maaf

Bentuk penolakan ini masih terbagi menjadi 4 macam berdasarkan tingkat kesopanan. Berikut akan penulis deskripsikan. Bentuk bahasa penolakan sering diikuti oleh alasan agar penolakan

(46)

yang disampaikan tidak kedengaran terlalu keras, tegas, atau kasar. Perhatikan data yang akan penulis deskripsikan.

(12) Nia : Ayo tumbas maem! (ayo beli makan) Niken : Gak ah, aku jik wareg.

(Nggak ah, aku masih kenyang) (data no. 01)

Peristiwa tutur tersebut dilakukan oleh Nia dan Niken. Tuturan tersebut di waktu sore hari, pada saat itu Nia mengajak Niken beli makan ke warung, Nia dan Niken sama-sama angkatan 2009 sehingga percakapan antara keduanya terlihat santai dan bahasa penolakan yang diucapkan oleh Nikenpun lebih lugas dan tanpa didahului dengan permintaan maaf meski dia mengungkapkan alasan tetapi bahasa penolakan yang disampaikan kurang begitu halus. Hal tersebut dikarenakan usia, angkatan, dan keakraban antara Nia dan Niken.

Berikut adalah contoh bentuk ungkapan penolakan dengan mengungkapkan kata tidak didahului permintaan maaf.

(13) Diah : Engko sore ono acara gak? Kancani tumbas baju

yuk?

(Nanti sore ada acara gak? Temeni beli baju yuk! Melia : Sorry aku gak iso, engko sore meh garap tugas (Sorry aku nggak bisa, nanti sore mau mengerjakan

tugas) (Data no. 02)

Peristiwa tutur tersebut dilakukan oleh Diah dan Melia. Tuturan tersebut terjadi di kamar Melia, pada saat itu Diah sedang membutuhkan teman untuk menemaninya membeli baju untuk suatu acara. Namun demikian, saat itu Melia juga tidak bisa dan harus

(47)

menolak permintaan Diah. Maka Melia menolak dengan bahasa yang halus dan tidak membuat Diah tersinggung. Bahasa penolakan yang dikemukakan Melia terlihat sopan karena didahului permintaan maaf dan menyampaikan alasan yang kuat mengapa ia menolak permintaan Diah.

2. Analisis Berdasarkan Asumsi-asumsi Pragmatik

Tindak tutur adalah produk hasil dari suatu kalimat dalam kondisi tertentu dan merupakan kesatuan terkecil dari komunikasi linguistik yang dapat berwujud pernyataan, perintah, tanya, atau yang lainnya (Searle, 1969, dalam Suwito, 1983, h.33).

Tindak tutur memiliki berbagai kategori dan fenomena yang aktual menurut ahli bahasa. Analisis tindak tutur ini meliputi dua kategori tindak tutur. Tindak tutur yang pertama menurut Wijana, yaitu tindak tutur langsung dan tindak tutur tidak langsung, tindak tutur literal dan tindak tutur tidak literal. Kedua adalah tindak tutur Austin yaitu tindak tutur lokusi, ilokusi, dan perlokusi.

a. Tindak Tutur Langsung –Tindak Tutur Tidak Langsung 1) Tindak Tutur Langsung

Tindak tutur langsung adalah tindak tutur yang dibentuk oleh pemfungsian secara konvensional modus-modus kalimat tertentu, seperti modus kalimat berita untuk memberitahu, kalimat tanya untuk bertanya, dan kalimat perintah untuk

(48)

memerintah secara langsung. Berikut ini akan penulis deskripsikan beberapa data sebagai contoh tindak tutur langsung dalam ungkapan penolakan di kos Flamboyan berdasarkan modus kalimat yang digunakan.

a) Kalimat Berita

Kalimat berita adalah kalimat yang berfungsi untuk memberitahu sesuatu atau hal seperti yang dinyatakan dalam kalimat tersebut.

(14) Diah : Jane aku sesuk meh njuk tulung di terne ke

perpus

(Sebenarnya aku besok mau minta tolong di antar ke perpus

Melia : Jo karo aku, aku sesok kuliah

(Jangan sama aku, aku besok kuliah) (Data No. 46)

Tuturan Diah pada kalimat diatas merupakan tuturan kalimat langsung yang menggunakan modus kalimat berita. Kalimat yang diucapkan Melia bermaksud memberitahukan kepada Diah bahwa Melia tidak bisa memenuhi ajakan karena besok harus kuliah. Melia berharap Diah dapat memahami apa yang ia beritahukan.

b) Kalimat Tanya

Kalimat tanya adalah kalimat yang berfungsi untuk menanyakan sesuatu atau hal yang sesuai dengan apa yang terkandung dalam suatu kalimat. Berikut ini akan

(49)

dikemukakan contoh data yang merupakan kalimat langsung bermodus kalimat tanya.

(15) Karin : Engko melu ning Klaten? (Nanti ikut ke Klaten?) Melia : Pacarku meh mulih ki mbak.

(Pacarku mau pulang mbak)

(Data no. 43)

Ungkapan penolakan Melia adalah tindak tutur langsung yang menggunakan modus kalimat tanya. Ungkapan diatas mengandung maksud untuk menanyakan sesuatu seperti yang terkandung pada kalimat tersebut. Kalimat yang diucapkan Melia merupakan bentuk penolakan terhadap ajakan Karin untuk pergi ke Klaten.

Berdasarkan contoh kalimat tanya pada tindak tutur langsung dengan menggunakan modus kalimat tanya dapat disimpulkan bahwa kalimat tanya dalam tindak tutur langsung berfungsi untuk menanyakan sesuatu atau hal untuk mendapatkan informasi atau pendapat dari lawan tuturnya. c) Kalimat Perintah

Kalimat perintah adalah kalimat yang berfungsi untuk memerintah atau menyuruh lawan bicara tentang sesuatu atau hal seperti yang terkandung dalam kalimat tersebut. Sebagai contoh akan penulis deskripsikan data yang merupakan kalimat langsung yang menggunakan modus kalimat perintah.

(50)

(16) Diah : Tolong pintune di tutup (Tolong pintunya di tutup) Dian : ben lho, sumuk barang kok

(Biar lho, gerah juga kok) (Data no. 10)

Tuturan Dian pada peristiwa tutur tersebut merupakan bentuk penolakan yang diungkapkan dengan tindak tutur langsung menggunakan modus kalimat perintah. Perintah yang dinyatakan Dian dalam tuturan tersebut yaitu memerintah agar Diah yang saat itu sudah rapi membukakan pintu. Meskipun kamar Dian dekat dengan ruang tamu dan Diah saat itu berada dibelakang tapi karena Dian baru saja dari kamar mandi maka ia menyuruh Dian yang membukakan pintu.

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa kalimat perintah dalam ungkapan penolakan dengan menyuruh lawan tutur (O2) atau orang ketiga untuk melakukan apa yang diperintahkan kepadanya. Dengan demikian, (O1) tidak perlu melakukan perintah atau ajakan dari lawan tuturnya karena sudah digantikan orang lain ataupun lawan tuturnya sendiri. 2) Tindak Tutur Tak Langsung

Tindak tutur tidak langsung adalah tindak tutur untuk memerintah seseorang melakukan sesuatu secara tidak langsung dengan menggunakan modus kalimat berita, kalimat tanya, dan kalimat perintah. Tindak tutur ini mempunyai maksud agar orang

(51)

yang diperintah (O2) tidak merasa kalau dirinya diperintah atau disuruh. Untuk memperjelas pernyataan di atas akan penulis deskripsikan data yang merupakan tindak tutur tidak langsung bermodus kalimat berita, kalimat tanya, dan kalimat perintah. 1) Kalimat Berita

Fungsi kalimat berita dalam tindak tutur tak langsung adalah memberitahukan sesuatu dan memerintahkan sesuatu secara tidak langsung. Contoh deskripsinya adalah sebagai berikut :

(17) Melia : Ayo terne pipis

(Ayo anterin buang air kecil)

Niken : Jik rame wae kok, aku wae mau

dewe

(masih rame kok, aku aja tadi sendiri)

(Data no. 8)

Ungkapan Niken tersebut merupakan bentuk penolakan yang bermodus kalimat berita. Niken yang saat itu dimintai tolong oleh Melia untuk mengantarkan ke kamar mandi berusaha menolak dengan kalimat berita tersebut yaitu ”Masih ramai kok, Aku aja tadi sendiri”. Niken menolak ajakan Melia dengan cara memberitahukan bahwa yang mengantri kamar mandi masih banyak dan Niken juga baru dari kamar mandi sendiri. Kalimat tersebut diberitakan kepada Melia agar Niken bebas dari ajakan Melia.

(52)

2) Kalimat Tanya

Kalimat tanya dalam tindak tutur tak langsung selain berfungsi untuk menanyakan sesuatu, sekaligus dapat berfungsi untuk menolak secara tak langsung kepada O1. Hal tersebut bertujuan agar O1 paham dengan apa yang dituturkan oleh O2 bahwa ia menolak ajakan atau permintaan O1. Kalimat tanya O1 biasanya berupa gurauan atau ketidaksukaan terhadap apa yang diinginkan oleh O1. Berikut akan penulis deskripsikan beberapa contoh kalimat tidak langsung bermodus kalimat tanya.

(18) Diah : Ijah...gonku sisan di pelne! (Ijah....punyaku sekalian di pel!) Nia : Wani bayar piro?

(Berani bayar berapa?) (Data no. 13)

Kedua tuturan di atas adalah tuturan yang bermaksud menolak dengan modus kalimat tanya. Tuturan Nia tersebut memang bermodus kalimat tanya, namun secara tidak langsung menyiratkan penolakan atas permintaan Diah.

Jawaban Nia adalah ungkapan yang menggunakan kalimat tanya. Ungkapan tersebut tidak semata-mata untuk bertanya ”Berani bayar berapa?” akan tetapi ungkapan tersebut mengandung makna menolak permintaan atau perintah Diah. Jawaban Nia di atas jika diperhatikan bukanlah suatu pertanyaan yang benar-benar harus dijawab karena jawaban

(53)

tersebut hanyalah gurauan terhadap permintaan Diah yang tentu tidak benar-benar memerintah atau hanya bermaksud bergurau.

3) Kalimat perintah

Kalimat perintah dalam ungkapan penolakan ini selain berfungsi untuk memerintah secara tidak langsung juga bermaksud untuk menolak suatu ajakan atau permintaan. Sebagai contoh akan penulis deskripsikan beberapa data yang merupakan kalimat tidak langsung yang bermodus kalimat perintah.

(19) Diah : Ning Centro Yuk! (Ke Centro yuk!)

Melia : Tulung bukakne FBku wae mbak! (Tolong bukakan FBku saja mbak!) (Data no. 19)

Tuturan yang dikemukakan oleh Melia merupakan salah satu bentuk penolakan yang menggunakan modus kalimat perintah. Tuturan tersebut selain merupakan kalimat perintah juga secara tidak langsung merupakan bentuk ungkapan penolakan dari ajakan Diah dengan tuturan ” Tolong bukakan FBku saja mbak!” merupakan suatu bentuk penolakan dan perintah kepada Diah yang mengajaknya pergi ke Centro.

(54)

b. Tindak Tutur Literal – Tindak Tutur Tidak Literal 1) Tindak Tutur Literal

Tindak tutur literal (literal speech act) adalah tindak tutur yang maksudnya sama dengan makna kata-kata yang digunakannya. Sebagai contoh tindak tutur literal. Perhatikan beberapa data berikut:

(20) Diah : Engko sore ono acara gak? Kancani

tumbas

baju yuk?

(Nanti sore ada acara gak? Temeni beli baju

yuk!)

Melia : Sorry aku gak iso, engko sore meh garap

tugas

(Sorry aku nggak bisa, nanti sore mau mengerjakan tugas)

(Data no. 02)

Ungkapan penolakan Melia di atas termasuk tindak tutur literal. Karena kalimat tersebut merupakan ungkapan penolakan yang dilakukan secara literal yaitu Melia saat dimintai tolong oleh Diah untuk mengantarkannya membeli baju langsung menolak dan mengemukakan alasan yang jelas. Kalimat tersebut diutarakan memang untuk menolak dan memberitahukan alasan penolakan tersebut.

Ungkapan penolakan secara literal maksud yang ingin disampaikan Melia kepada Diah karena menggunakan kalimat yang runtut sesuai dengan maksudnya yaitu sebagai ungkapan penolakan.

(55)

2) Tindak Tutur Tidak Literal

Tindak tuutr tidak literal adalah tindak tutur yang mempunyai maksud tidak sama dengan kata-kata yang digunakannya. Tindak tutur ini ada yang mempunyai maksud menyindir, memerintah, mengkritik, atau memohon kepada lawan tuturnya melalui maksud yang tersirat dalam tuturan. Berikut akan penulis deskripsikan contoh tindak tutur tidak literal pada ungkapan penolakan di Kos Flamboyan.

(21) Karin : Meh piket neh po? (Mau piket lagi apa?) Niken : Aku wis kesel

(Aku sudah capek) (Data no. 6)

Ungkapan Niken sepintas tidak terlihat sebagai ungkapan penolakan. Namun, jika dilihat lebih jeli ungkapan tersebut mengandung makna yang mendalam bagi yang mendengar apalagi yang merasa. Saat Niken mengutarakan penolakan ia secara tidak langsung menolak apa yang diperintahkan Karin yang memerintah dengan modus kalimat tanya ”Mau piket lagi?”. Kalimat tersebut mengandung perintah karena saat itu ruang tengah belum bersih dan Karin yang hari itu juga piket sedang membersihkan dapur.

c. Tindak Tutur Lokusi, Ilokusi, dan Perlokusi 1) Tindak Tutur Lokusi

Tindak tutur lokusi adalah tindak tutur yang mempunyai maksud untuk menyampaikan sesuatu informasi yang

(56)

disampaikan oleh penutur kepada lawan tutur. Dalam hal ini yang menyampaikan adalah O2. Tindak tutur lokusi ini dilakukan tanpa tendensi atau maksud melakukan sesuatu, apalagi mempengaruhi lawan tuturnya. Contoh tindak lokusi dalam ungkapan penolakan di Kos Flamboyan adalah sebagai berikut.

(22) Karin : Mbok salah siji enek sing ngresiki

(Mbok salah satu ada yang membersihkan) Niken : Sing sijine kui sing wegah

(yang salah satunya itu yang nggak mau) (Data no. 21)

Ungkapan Niken tersebut merupakan bentuk penolakan atas perintah Karin. Ungkapan penolakan tersebut hanya untuk memberikan informasi kepada Niken bahwa tidak ada seorangpun yang mau membersihkan tanpa ada maksud lain yang terselubung, misalnya menyuruh dan mempengaruhi Karin untuk membersihkan.

2) Tindak Tutur Ilokusi

Tindak tutur ilokusi adalah tindak tutur yang selain berfungsi untuk menyatakan sesuatu juga berfungsi untuk melakukan sesuatu. Dalam tindak tutur ini berarti satu tuturan mengandung dua maksud yaitu menginformasikan dan menyuruh melakukan sesuatu. Untuk mengidentifikasi tindak tutur ilokusi, peranan konteks sangat diperlukan. Sebagai contoh akan penulis deskripsikan contoh ungkapan penolakan yang juga merupakan tindak tutur ilokusi.

(57)

(23) Diah : Make up ku wis podo entek ki pengen ning

relasi

(make up ku sudah pada habis, mau ke relasi)

Melia : Nek aku wis jupuk duit wae

(Kalau aku sudah ambil uang saja) (data no. 4)

Ungkapan Melia di atas merupakan suatu ungkapan penolakan terhadap ajakan Diah. Dalam ungkapan penolakan tersebut terkandung beberapa maksud selain menolak. Maksud tersebut yaitu berupa penyampaian informasi bahwa Melia belum mengambil uang di ATM dan maksud lain yaitu menyuruh Diah untuk belanja make up besok saja, agar mereka berdua bisa belanja bersama-sama jika ia sudah mengambil uang di ATM. 3) Perlokusi

Tindak tutur perlokusi adalah tindak tutur yang pengutaraannya dimaksudkan untuk mempengaruhi lawan tuturnya. Dalam tindak perlokusi ini yang terpenting adalah daya pengaruh atau efek tindak ujaran yang ditimbulkan terhadap lawan tuturnya.

(24) Melia : Ayo terne pipis

(Ayo anterin buang air kecil) Niken : Jik rame wae kok, aku wae mau

dewe

(masih rame kok, aku aja tadi sendiri)

Referensi

Dokumen terkait

Sistem informasi yang terkomputerisasi sebaiknya dilakukan analisis sehingga sistem informasi yang digunakan dapat menjadi lebih optimal dalam mendukung proses

Puncak dari musik dan karya seni atau karya sastra ini adalah pada saat Richard Wagner menemukan teori Gesamtkunstwerk , sebuah karya seni yang total maksudnya

Unsur penunjang berfungsi untuk memperindah motif utama dan menjelaskan makna yang ada dalam motif utama selain model lafal-makna yang terdiri dari aksara Arab yang dibuat

maka kami Unit Layanan Pengadaan, Pokja Jasa Konsultan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bone Bolango, mengundang saudara untuk megikuti acara seperti tersebut pada Perihal diatas

Tindak kekerasan ini dapat dilakukan oleh suami atau istri terhadap pasangan masing-masing, atau terhadap anak-anak, anggota keluarga yang lain, dan terhadap

Hasil penelitian menunjukkan bahwa produk simulator yang dikembangkan dapat menampilkan karakteristik motor induksi tiga fase sesuai dengan hasil simulasi SIMULINK, dan

Melalui penelitian ini, dikembangkan media pembelajaran fisika berbasis komputer pokok bahasan arus dan tegangan listrik bolak-balik untuk siswa SMA/MA kelas XII dengan

Jumlah DNA yang dikesan pada sampel pakaian mengandungi darah, air kencing dan najis sebelum dan selepas basuhan dobi dan mesin basuh adalah seperti di dalam Jadual