4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Sub-model Biologi
4.1.1.1 Analisis Tutupan Karang dan Alga
Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan photoquadrat dan CPECe maka tutupan karang hidup tertinggi terdapat pada Stasiun 3 sebesar 27.32% dan terendah di Stasiun 2 sebesar 4.66%. Berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 04 tahun 2001 tentang Kriteri Baku Kerusakan Terumbu Karang, maka hanya pada Stasiun 3 kondisi tutupan karang hidupnya masuk kedalam kategori rusak sedang, sedangkan stasiun lainnya masuk kedalam kategori rusak buruk.
Tabel 1. Hasil analisis persentase tutupan karang hidup dan alga di Pulau Pramuka, TN Kepulauan Seribu.
No. Kategori Stasiun pengamatan %
1 2 3 4 5 1 Karang hidup 10.99* 4.66* 27.32** 11.66* 13.60* 12.77* 2 Karang mati 44.33 76.24 0.24 9.96 1.29 32.39 3 Alga 27.53 3.57 70.32 62.73 74.95 40.94 4 Pasir 15.47 12.69 1.61 12.97 4.80 11.65 5 Biota lainnya 1.67 2.58 0.48 2.52 5.35 2.22 6 Sampah 0.02 0.00 0.02 0.16 0.00 0.03 Total 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 Jumlah transek kuadrat 130 139 143 143 136 691
Sumber : Data hasil pengamatan Keterangan :
* : kategori rusak buruk; ** : kategori rusak sedang (Kepmen LH No. 04 tahun 2001 tentang Kriteria Baku Kerusakan Terumbu Karang)
Tutupan alga menunjukkan persentase yang tinggi pada hampir setiap stasiun pengamatan, kecuali pada Stasiun 2 dimana tutupan karang mati sangat mendominasi. Tutupan alga tertinggi terdapat pada Stasiun 5 sebesar 74.95% dan terendah pada Stasiun Stasiun 2 sebesar 3.57%.
Tutupan karang mati terbesar ditemukan pada Stasiun 2 sebesar 76.24% dan Stasiun 1 sebesar 44.33%. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan masyarakat setempat dimana Stasiun 1 dan Stasiun 2 merupakan lokasi perikanan
muroami yang masih berlangsung hingga saat ini sehingga karang mati yang ditemukan memiliki persentase yang besar dibandingkan dengan lokasi lainnya.
Sampah laut dengan persentase tertinggi ditemukan pada Stasiun 4 sebesar 0.16%, Stasiun 1 dan Stasiun 3 sebesar 0.02%. Sampah laut sebagian besar berupa sampah plastik yang diduga selain berasal dari Pulau Pramuka juga berasal dari tempat lainnya.
Berdasarkan hasil analisis di atas maka dapat disimpulkan bahwa tutupan karang hidup lebih kecil dibandingkan tutupan alga pada sebagian besar stasiun. Secara keseluruhan tutupan karang hidup sebesar 12.77% sedangkan tutupan alga jauh lebih besar yaitu sebesar 40.94%. Tutupan karang mati juga menunjukkan persentase yang lebih tinggi dari tutupan karang hidup yaitu sebesar 32.39% (Gambar 16).
Gambar 16. Persentase tutupan karang hidup, alga, karang mati, pasir dan biota lainnya di perairan Pulau Pramuka, TN Kepulauan Seribu.
Berdasarkan peta sebaran tutupan karang, alga serta organisme biotik dan abiotik lainnya (Gambar 17) dapat dapat dilihat masing-masing stasiun penelitian memiliki karakteristik yang berbeda. Karakteristik yang berbeda tersebut disebabkan oleh kondisi geografis yang berbeda-beda sehingga akan mengalami pengaruh dari alam berupa arus, angin dan gelombang yang berbeda pula sepanjang tahun.
Gambar 17. Hasil pengamatan tutupan karang hidup dan alga di Pulau Pramuka, TN Kepulauan Seribu.
4.1.1.2 Analisis Sedimentasi
Berdasarkan pengamatan sedimentasi selama 30 hari pada bulan Mei 2011 maka diperoleh hasil analisis sedimen dapat dilihat pada Tabel 2. Laju sedimentasi di perairan Pulau Pramuka di pengaruhi musim barat dan musim
Kategori : karang hidup karang mati alga pasir biota lain sampah
timur sepanjang tahun. Pada musim barat, arus berasal dari timur pada pagi hari sedangkan pada siang hingga sore hari arus berasal dari selatan sehingga stasiun 1, stasiun 2 dan stasiun 4 akan mengalami sedimentasi yang rendah dan pada stasiun 3 dan stasiun 5 akan mengalami sedimentasi yang tinggi. Pada musim timur, arus berasal dari barat pada pagi hari dan pada siang hingga sore hari arus berasal dari tenggara, sehingga pada stasiun 3 dan stasiun 5 sedimentasi relatif lebih rendah, sedangkan pada stasiun 1, stasiun 2 dan stasiun 4 sedimentasi relatif lebih tinggi.
Tabel 2. Laju sedimentasi di perairan Pulau Pramuka pada bulan Mei 2011.
No. Stasiun pengamatan Bobot (gr) Laju sedimentasi (gr/m2/bulan)
1 Stasiun 1 6.9574 283.9591 2 Stasiun 2 12.6106 514.6885 3 Stasiun 3 9.6522 393.9445 4 Stasiun 4 6.5379 266.8376 5 Stasiun 5 5.6083 228.8969 Rerata 8.2733 337.6653
Sumber : data hasil olahan (2011)
4.1.1.3 Analisis Faktor Penyebab Kerusakan Terumbu Karang
Untuk mendapatkan faktor-faktor penyebab kerusakan terumbu karang di sekitar perairan Pulau Pramuka berdasarkan persepsi masyarakat setempat maka dilakukan survei terhadap 20 orang yang terdiri dari nelayan 7 orang (35%), Pegawai Negeri Sipil 5 orang (25%), operator wisata 5 orang (25%), wirausaha 2 orang (10%) dan Pengurus RT 1 orang (5%), dimana dianggap memiliki pengetahuan dan perhatian terhadap kondisi terumbu karang di Pulau Pramuka serta mengamatinya dari tahun ke tahun. Berdasarkan hasil kuesioner maka terdapat 9 faktor penyebab kerusakan terumbu karang seperti terlihat pada Tabel 3 dan Lampiran 11.
Berdasarkan Tabel 3 maka menurut masyarakat faktor perikanan yang bersifat merusak merupakan faktor terbesar penyebab kerusakan karang. Menurut masyarakat Pulau Pramuka bahwa kegiatan pemboman dan sianida dulu pernah berlangsung di perairan Pulau Pramuka, dan hingga kini masih ditemukan kegiatan pemboman ikan meskipun secara sembunyi-sembunyi. Selanjutnya sampak yang berasal dar luar Pulau Pramuka sebagai faktor penyebab kerusakan terumbu karang terbesar selanjutnya, dimana pada beberapa tahun belakangan ini sangat sering dijumpai sampah di perairan yang diduga berasal dari daratan.
Tabel 3. Persentase faktor-faktor penyebab kerusakan terumbu karang di Pulau Pramuka, TN Kepulauan Seribu.
No. Faktor penyebab kerusakan terumbu karang di Pulau Pramuka %
1 Perikanan muroami 11.90
2 Sampah yang berasal dari Pulau Pramuka 7.50
3 Sampah yang berasal dari luar Pulau Pramuka 14.10
4 Limbah dari pemukiman penduduk yang langsung dibuang ke perairan laut 7.75
5 Jangkar kapal 7.50
6 Kegiatan wisatawan (menyelam dan snorkeling) 6.75
7 Kegiatan perikanan lainnya (ikan hias, mancing, dan lainnya) 5.80
8 Perikanan yang bersifat merusak (bom, sianida, dan lainnya) 31.95
9 Pengaruh sedimentasi 6.75
Jumlah total 100.00
Perikanan muroami merupakan faktor terbesar penyebab kerusakan terumbu karang selanjutnya. Kegiatan perikanan ini masih berlangsung hingga saat ini meskipun jumlah armada yang ada sudah sangat berkurang dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Selain itu itu limbah domestik yang langsung dibuang ke perairan juga menyebabkan kerusakan terumbu karang, dimana menurut masyarakat bahwa sebesar 32% limbah domestik langsung dibuang ke perairan sedangkan 68% sisanya diendapkan di daratan pulau. Jangkar kapal terutama milik nelayan juga menyebabkan kerusakan terumbu karang serta sampah yang berasal dari Pulau Pramuka yang dibuang langsung ke perairan. Kegiatan wisatawan berupa selam dan snorkeling, kegiatan perikanan tradisional seperti memancing dan ikan hias serta sedimentasi juga merupakan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kerusakan terumbu karang di perairan Pulau Pramuka.
Berdasarkan pengamatan dan wawancara terhadap masyarakat maka kegiatan perikanan yang merusak yaitu penggunaan bom dan sianida hanya dilakukan di sekitar stasiun 4 dan stasiun 5. Hal ini disebabkan karena lokasi di sekitar stasiun tersebut relatif kurang adanya pengawasan baik dari masyarakat maupun pihak berwenang seperti Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu dan pemerintah daerah setempat. Kegiatan snorkeling dan menyelam yang berpotensi merusak terumbu karang terjadi pada stasiun 1, stasiun 2, stasiun 4 dan stasiun 5, sedangkan pada stasiun 3 hampir jarang ditemui adanya kegiatan wisata. Faktor-faktor lainnya seperti sampah, jangkar, pengaruh sedimentasi dan buangan limbah hampir terjadi secara merata pada setiap stasiun. Sebaran faktor-faktor yang mengancam ekosistem terumbu karang di Pulau Pramuka dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Sebaran faktor-faktor yang mengancam ekosistem terumbu karang pada setiap stasiun.
No. Faktor yang mengancam
terumbu karang Satuan
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 Stasiun 5 1 Jangkar kapal % 7.5 7.5 7.5 7.5 7.5
2 Perikanan yang merusak % 0 0 0 15.9175 15.9175
3 Perikanan lain % 5.8 5.8 5.8 5.8 5.8
4 Selam dan snorkeling % 16.875 16.875 0 16.875 16.875
5 Sampah dari luar % 14.1 14.1 14.1 14.1 14.1
6 Sampah dari dalam % 7.5 7.5 7.5 7.5 7.5
7 Muroami % 11.90 11.90 11.90 11.90 11.90
8 Laju sedimentasi gr/m2/bln 283.9591 514.6885 393.9445 266.8376 228.8969
9 Tutupan karang hidup % 10.99 4.66 27.32 11.66 13.60
10 Tutupan alga % 27.53 3.57 70.32 62.73 74.95
Sumber : data hasil olahan (2012)
Sub-model biologi dikembangkan berdasarkan model Chang et al. (2008) yang telah dimodifikasi sesuai dengan kondisi yang ada di Pulau Pramuka. Pemodelan sub-model biologi dilakukan pada masing-masing stasiun pengamatan terumbu karang karena masing-masing stasiun memiliki karakteristik terumbu karang berbeda satu dengan lainnya. Perbedaan tersebut antara lain tutupan karang hidup, tutupan alga, tuutpan karang mati dan substrat pasir.
Stasiun 1 lebih didominasi oleh karang mati dan alga. Stasiun 2 didominasi oleh karang mati dan substrat pasir. Tingginya persentase tutupan karang mati pada stasiun 1 dan stasiun 3 diduga karena merupakan daerah operasi kegiatan perikanan muroami yang cenderung bersifat merusak terumbu karang secara langsung. Rendahnya tutupan alga pada stasiun 2 diduga disebabkan tingginya kelimpahan biota bulu babi (sea urchin) di sekitarnya yang merupakan predator bagi alga.
Stasiun 3 didominasi oleh alga dan karang hidup, stasiun 4 didominasi oleh alga, subtrat pasir, karang hidup dan karang mati serta stasiun 5 didominasi oleh alga dan karang hidup. Selain itu faktor-faktor yang mengancam terumbu karang juga berbeda-beda pada setiap stasiun (Tabel 4). Sub-model biologi pada setiap stasiun dapat dilihat pada Gambar 18 hingga Gambar 22 dan keterangan variabel-variabel model tersebut dapat dilihat pada Lampiran 20 hingga Lampiran 26.
Gambar 18. Sub-model biologi stasiun 1 (modifikasi dari Chang et al. 2008).
Gambar 19. Sub-model biologi stasiun 2 (modifikasi dari Chang et al. 2008).
~ FISH C
DEST FISHING FACTOR
~ CORAL T 1
DEST DIVING FACTOR PHY D MUROAMI OPEN 1 CORAL 1 ALGA 1 A COLONY 1 C DISPLACE 1 C COLONY 1 CC 1 CA 1 EC 1 EA 1 TOTAL 1 PT A SS CA SS AA DIVING MD INNER PT CA 1 Limbah 1 SS CE 1 SS AE 1 ~ FISH P ~ FISH P WPC SS 1 MD OUTER ~ DOM WASTE ANCHOR DEST DIVING 1 OTHER FISHING DEST FISHING 1 ~ musim 1 PERCENT DIVING 1 DEST FISH 1
Sub-model Biologi Stasiun 1
~ FISH P
PT A DEST FISHING FACTOR
~ CORAL T 2 ~ musim 1 SS CA MUROAMI OPEN 2 CORAL 2 ALGA 2 A COLONY 2 C DISPLACE 2 C COLONY 2 CC 2 CA 2 EC 2 EA 2 TOTAL 2 DEST DIVING 2 PHY D Limbah 2 SS AA ~ DOM WASTE MD INNER PT CA 2 SS CE 2 SS AE 2 MD OUTER SS 2 ANCHOR DIVING OTHER FISHING
DEST FISHING 2 DEST FISH 2
DEST DIVING FACTOR PERCENT DIVING 2
Gambar 20. Sub-model biologi stasiun 3 (modifikasi dari Chang et al. 2008).
Gambar 21. Sub-model biologi stasiun 4 (modifikasi dari Chang et al. 2008).
~ FISH P PT A PHY D SS CA SS AA ~ musim 2 ~ CORAL T 3 MUROAMI OPEN 3 CORAL 3 ALGA 3 A COLONY 3 C DISPLACE 3 C COLONY 3 CC 3 CA 3 EC 3 EA 3 TOTAL 3 DEST DIVING 3 Limbah 3 ~ DOM WASTE MD INNER PT CA 3 SS CE 3 SS AE 3 MD OUTER SS 3 ANCHOR PERCENT DIVING 3 OTHER FISHING DEST FISHING 3
DEST FISH 3 DEST FISHING FACTOR
DEST DIVING FACTOR DIVING
Sub-model Biologi Stasiun 3
~ FISH P PT A ~ musim 1 PHY D SS CA SS AA ~ CORAL T 4 MUROAMI OPEN 4 CORAL 4 ALGA 4 A COLONY 4 C DISPLACE 4 C COLONY 4 CC 4 CA 4 EC 4 EA 4 TOTAL 4 DEST DIVING 4
DEST FISHING FACTOR
Limbah 4 DEST DIVING FACTOR
~ DOM WASTE MD INNER PT CA 4 SS CE 4 SS AE 4 MD OUTER SS 4 ANCHOR DIVING OTHER FISHING
DEST FISHING 4 DEST FISH 4
PERCENT DIVING 4
Gambar 22. Sub-model biologi stasiun 5 (modifikasi dari Chang et al. 2008).
Pengaruh musim barat dan musim timur terhadap laju sedimentasi dinyatakan kedalam variabel musim_1 dan variabel musim_2. Persentase sedimentasi pada stasiun 1, stasiun 2 dan stasiun 4 dipengaruhi oleh variabel musim_1 dan terlihat pada Gambar 23, sedangkan persentase sedimentasi pada stasiun 3 dan stasiun 5 dipengaruhi oleh variabel musim_2 dan terlihat pada Gambar 23.
Gambar 23. Variabel grafik musim_1 yang menyatakan persentase sedimentasi pada stasiun 1, stasiun 2 dan stasiun 4 pada bulan Mei-April.
~ FISH P PT A PHY D SS CA SS AA ~ musim 2 TOTAL 5
DEST FISHING FACTOR
DEST DIVING FACTOR
~ CORAL T 5 MUROAMI OPEN 5 CORAL 5 ALGA 5 A COLONY 5 C DISPLACE 5 C COLONY 5 CC 5 CA 5 EC 5 EA 5 DEST DIVING 5 Limbah 5 ~ DOM WASTE MD INNER PT CA 5 SS CE 5 SS AE 5 MD OUTER SS 5 ANCHOR PERCENT DIVING 5 OTHER FISHING DEST FISHING 5 DEST FISH 5 DIVING
Gambar 24. Variabel grafik musim_2 yang menyatakan persentase sedimentasi pada stasiun 3 dan stasiun 5 pada bulan Mei-April.
Berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan maka jumlah nelayan ikan karang di Pulau Panggang dan Pulau Pramuka rerata tiap bulan sekitar 30 orang dimana masing-masing nelayan rerata dapat menangkap ikan maksimum sebanyak 35 kg setiap hari maka rerata hasil tangkapan total setiap bulan adalah sebanyak 31 500 kg. Daerah penangkapan ikan karang adalah di sekitar perairan Pulau Pramuka, Pulau Panggang, Karang Lebar dan Karang Congkak. Hasil tangkapan yang hanya berasal dari Pulau Pramuka diperkirakan sebanyak 25% dari total tangkapan. Hasil tangkapan bulanan sangat dipengaruhi musim dimana pada musim barat hasil tangkapan akan lebih tinggi dibandingkan dengan musim timur. Menurut nelayan, hal ini disebabkan pada musim timur umumnya surut terendah terjadi pada pagi hingga siang hari sehingga nelayan tidak dapat memaksimalkan upaya tangkapnya, sedangkan pada musim barat umumnya surut terendah terjadi pada sore hingga malam hari sehingga pada pagi hingga siang hari nelayan dapat memaksimalkan upaya tangkapnya.
Variabel yang menyatakan hasil tangkapan ikan karang di Pulau Pramuka dinyatakan sebagai FISH_C dan daerah penangkapan tersebar merata di perairan Pulau Pramuka. Hasil tangkapan ikan karang di perairan Pulau Pramuka seperti terlihat pada Tabel 5 dan variabel FISH dapat dilihat pada Gambar 24.
Tabel 5. Hasil tangkapan ikan karang di Pulau Pramuka. Bulan Persentase tangkapan (%) Hasil tangkapan (kg)
1 90 1 417.50 2 90 1 417.50 3 70 1 102.50 4 60 945.00 5 45 708.75 6 40 630.00 7 45 708.75 8 50 787.50 9 60 945.00 10 70 1102.50 11 80 1260.00 12 90 1417.50
Sumber : data hasil olahan wawancara dengan nelayan Pulau Pramuka (2012)
Gambar 25. Variabel grafik FISH_C yang menyatakan hasil tangkapan ikan karang pada bulan Mei-April di perairan Pulau Pramuka.
Variabel CORAL_T pada setiap stasiun menyatakan penilaian wisatawan terhadap kondisi kualitas terumbu karang. Penilaian kualitas terumbu karang bersifat linier dengan kondisi terumbu karang aktual dimana semakin baik kondisi terumbu karang maka semakin baik juga penilaian dari wisatawan. Variabel grafik CORAL_T_1 untuk stasiun 1 berdasarkan kondisi terumbu karang pada stasiun 1 seperti terlihat pada Gambar 25.
Gambar 26. Variabel grafik CORAL_T_1 pada stasiun 1.
4.1.2 Sub-model Lingkungan Perairan
Parameter lingkungan yang digunakan didalam model ini antara lain laju sedimentasi, BOD dan curah hujan, sedangkan parameter pendukung lainnya antara lain suhu perairan, salinitas, derajat keasaman (pH), nitrat (NO3-N) dan
fosfat (PO4-P). Pengamatan parameter lingkungan tersebut dilakukan pada
Stasiun 1 hingga Stasiun 5 dan Stasiun A hingga Stasiun J (Gambar 27).
4.1.2.2 Analisis Curah Hujan
Data curah hujan yang digunakan didalam penelitian berasal dari stasiun klimatologi terdekat dengan Pulau Pramuka yaitu Stasiun Maritim Meteorologi dan Geofisika Tanjung Priok (Lampiran 9). Data yang digunakan merupakan rerata curah hujan bulanan tahun 1997 hingga 2011 (180 bulan atau 15 tahun) dan grafik curah hujan bulanan dapat dilihat pada Gambar 26.
Puncak musim hujan terjadi pada bulan Januari, Pebruari dan Desember sedangkan puncak musim kemarau terjadi pada bulan Juli dan Agustus. Pada bulan Maret hingga Juni terlihat curah hujan berkurang yang merupakan peralihan dari musim hujan ke musim kemarau, sedangkan bulan September hingga Nopember curah hujan bertambah yang merupakan peralihan dari musim kemarau ke musim hujan.
Gambar 27. Data pengamatan curah hujan (mm) rerata bulanan pada Stasiun Maritim Meteorologi dan Geofisika Tanjung Priok tahun 1997-2011.
4.1.2.3 Analisis Parameter Lingkungan
Data parameter lingkungan yang diamati antara lain : suhu, salinitas, derajat keasaman (pH), oksigen terlarut (DO), BOD5, fosfat (PO4-P) dan nitrat (NO3-N).
Pengambilan sampel dilakukan pada Stasiun 1, Stasiun 2, Stasiun 3, Stasiun 4 dan Stasiun 5 yaitu di sekitar terumbu karang seperti terlihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Parameter lingkungan sekitar terumbu karang di Pulau Pramuka, TN Kepulauan Seribu
Parameter Satuan Stasiun pengamatan Baku mutu(a)
1 2 3 4 5
Suhu oC 28.2 28.6 28.1 28.3 28.5 28-30(b)
Derajat keasaman (pH) - 8.67 8.36 8.83 8.60 8.50 7-8.5(c)
Salinitas ‰ 34.1 33.9 33.0 33.9 33.6 33-34(d)
Oksigen terlarut (DO) mg/l 7.3 5.6 8.4 8.5 7.4 > 5
BOD5 mg/l 0.45 0.95 1.20 1.50 1.20 20
Fosfat (PO4-P) mg/l 0.070 0.069 0.083 0.095 0.064 0.015
Nitrat (NO3-N) mg/l 0.038 0.539 0.047 0.281 0.035 0.008
Sumber : Data hasil pengamatan Keterangan :
(a) Baku mutu air laut untuk biota laut berdasarkan Kepmen LH No. 51 tahun 2004 (b) Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <2oC dari suhu alami
(c) Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <0,2 satuan pH
(d) Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <5% salinitas rata-rata musiman
Jan Peb Mar April Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des Rerata 350.1 397.8 153.2 88.4 87.3 64.1 36.8 30.8 46.5 79.3 109.4 195.8 0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 C u ra h h u ja n ( m m ) Bulan
Berdasarkan data hasil analisis parameter lingkungan maka parameter suhu, pH, salinitas, DO dan BOD5 masih berada diambang baku mutu sesuai dengan
Kepmen LH No. 51 tahun 2004, sedangkan nilai parameter fosfat dan nitrat untuk semua lokasi stasiun pengamatan lebih tinggi dari baku mutu.
Gambar 28. Lokasi pengambilan sampel parameter lingkungan di Pulau Pramuka, TN Kepulauan Seribu.
Nilai parameter fosfat untuk semua stasiun pengamatan lebih besar dibandingkan baku mutu (0.0015 mg/l). Nilai parameter fosfat tertinggi ditemukan pada Stasiun 4 (0.095 mg/l) dan terendah pada Stasiun 5 (0.064 mg/l). Demikian juga halnya dengan nilai parameter nitrat, dimana nilainya lebih tinggi
dari nilai baku mutu (0.008 mg/l). Nilai parameter nitrat tertinggi ditemukan pada Stasiun 2 (0.539 mg/l) dan terendah pada Stasiun 5 (0.035 mg/l).
Tingginya nilai kandungan nitrat dan fosfat pada perairan terumbu karang di Pulau Pramuka diduga karena pengaruh buangan limbah dari limbah domestik.
Kandungan nitrat berlebihan di suatu perairan diduga akan mempengaruhi reproduksi karang (Koop et al. 2001). Kandungan fosfor yang berlebihan disertai dengan keberadaan nitrogen akan memacu pertumbuhan alga sehingga terbentuk lapisan yang dapat mengurangi penetrasi cahaya matahari (Effendi 2003), sedangkan menurut Koop (2001) menyatakan bahwa penambahan kadar nutrient antara nitrat dan fosfat meningkatkan sitasan karang.
Sampel parameter BOD5 diambil pada 15 titik yang terdiri dari 5 titik di
sekitar terumbu karang (Stasiun 1, Stasiun 2, Stasiun 3, Stasiun 4 dan Stasiun 5), 6 titik di perairan pantai dekat buangan limbah domestik penduduk (Stasiun A, Stasiun C, Stasiun D, Stasiun E, Stasiun G dan Stasiun I) dan 4 titik di lokasi buangan limbah domestik penduduk (Stasiun B, Stasiun F, Stasiun H dan Stasiun J) seperti terlihat pada Tabel 7.
Nilai BOD di perairan yang tertinggi ditemukan di sekitar pelabuhan perikanan sebesar 8.95 mg/l. Tingginya nilai BOD tersebut diduga berasal dari limbah aktifitas pelabuhan perikanan. Nilai BOD terendah di sekitar perairan pantai ditemukan pada Stasiun C dimana hanya ditemukan 1 saluran buangan limbah yang langsung ke perairan, sedangkan untuk perairan pantai lainnya (Stasiun D, Stasiun E, Stasiun G dan Stasiun I) nilai BOD relatif lebih tinggi. Hal ini diduga disebabkan banyaknya saluran buangan limbah domestik yang langsung dibuang ke perairan. Nilai BOD di perairan pantai Pulau Pramuka secara keseluruhan masih berada dibawah baku mutu yang telah ditetapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup, yaitu kurang dari 20 mg/l untuk biota laut.
Nilai BOD dari limbah domestik tertinggi ditemukan pada Stasiun B yaitu terletak di sebuah fasilitas penginapan, sedangkan nilai BOD terendah ditemukan di Stasiun F sebesar 1.35 mg/l. Nilai BOD yang berasal dari limbah domestik di Pulau Pramuka masih berada di bawah baku mutu yang ditetapkan Kementerian Lingkungan Hidup yaitu kurang dari 100 mg/l.
Tabel 7. Hasil pengamatan parameter BOD5 di Pulau Pramuka, TN. Kepulauan Seribu.
Stasiun pengamatan BOD5 (mg/l) Keterangan
Stasiun A 8.95* Pelabuhan perikanan
Stasiun B 8.50** Lokasi buangan limbah penginapan
Stasiun C 1.65* Perairan pantai di sekitar buangan limbah domestik
Stasiun D 5.45* Perairan pantai di sekitar buangan limbah domestik
Stasiun E 2.65* Perairan pantai di sekitar buangan limbah domestik
Stasiun F 1.35** Lokasi buangan limbah rumah tangga
Stasiun G 7.05* Perairan pantai di sekitar buangan limbah domestik
Stasiun H 5.30** Lokasi buangan limbah rumah tangga
Stasiun I 6.95* Perairan pantai di sekitar buangan limbah domestik
Stasiun J 1.75** Lokasi buangan limbah penginapan
Sumber : Data hasil pengamatan Keterangan :
* Baku mutu parameter BOD5 air laut maksimal 20 mg/l untuk untuk biota laut berdasarkan Kepmen LH No. 51 tahun 2004
** Baku mutu parameter BOD5 maksimal 100 mg/l untuk untuk air limbah domestik
berdasarkan Kepmen LH No. 112 tahun 2003 dan maksimal 75 mg/l untuk air limbah rumah tangga berdasarkan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 122 tahun 2005
Perhitungan nilai BOD inisial yang digunakan dalam model dihitung berdasarkan data yang diperoleh pada Tabel 6 seperti terlihat pada Lampiran 19. Rerata nilai BOD yang dihasilkan oleh setiap orang adalah sebesar 0.99 mg/l. BOD inisial merupakan penjumlahan dari BODPP (BOD point source pollution)
dan BODNPP (BOD non-point source pollution). Nilai BODPP bulan Mei 2012
diperoleh sebesar 44 666.82 mg/l dan hanya sejumlah 32% yaitu 14 293.3824 mg/l yang dibuang langsung ke perairan. BODNPP dihitung dari limbah pelabuhan
pelabuhan, baik pelabuhan perikanan dan pelabuhan penyeberangan antar pulau dan penyeberangan dari Jakarta dan Pulau Pramuka. Berdasarkan hasil perhitungan maka BODNPP yang dihasilkan bulan Mei 2012 sejumlah 118.13
mg/l. BOD inisial total yang digunakan dalam model adalah sebesar 14 411.52 mg/l.
Berdasarkan hasil kuesioner terhadap masyarakat maka rerata jumlah air bersih yang dikonsumsi oleh masyarakat adalah sebesar 49.75 liter/orang/hari dan jumlah air limbah yang dihasilkan adalah sebesar 42% dari jumlah air bersih yang digunakan. Berdasarkan Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No.534/KPTS/M/2001 tentang pedoman penentuan standar pelayanan minimal bidang penataan ruang, perumahan dan permukiman dan pekerjaan umum maka air bersih minimal yang dibutuhkan untuk perumahan sebesar 30-50 liter per
orang setiap hari. Pemenuhan kebutuhan air bersih di Pulau Pramuka sudah sesuai dengan kebutuhan minimal air bersih yang ditetapkan.
Sub-model lingkungan perairan digunakan untuk menghitung jumlah limbah BOD yang dibuang langsung ke perairan, baik yang berasal dari limbah domestik (point source pollution) maupun dari kegiatan pelabuhan (non-point source
pollution). Berdasarkan persepsi masyarakat maka sejumlah 32% air limbah
domestik masyarakat (PPR), yang berupa limbah organik, dibuang langsung ke perairan dan sisanya sejumlah 68% diendapkan di sekitar pemukiman. Limbah BOD yang dihasilkan berasal dari buangan domestik masyarakat dan wisatawan (PP). Limbah yang berasal dari kegiatan pelabuhan (NPP) dipengaruhi oleh curah hujan (RPP) dan terbuang langsung ke perairan. Sub-model lingkungan perairan dapat dilihat pada Gambar 28 dan nilai variabel model dapat dilihat pada Lampiran 25.
Gambar 29. Sub-model lingkungan perairan (modifikasi dari Chang et al. 2008).
Variabel pengolahan air limbah (WPC) merupakan upaya pengolahan air limbah sebelum dibuang langsung ke perairan. Kualitas perairan menurut valuasi wisatawan dihitung dalam variabel WQ yang akan mempengaruhi valuasi ekonomi wisatawan terhadap keseluruhan sumberdaya terumbu karang di Pulau
~ WQ 2 TOURIST ~ WQ 1 ~ RPP Limbah INFLOW1 DISP ~ WQ 3 WPC ~ WQ 4 ~ WQ 5 Penduduk NPP PPR PP NP Limbah 1 Limbah 2 Limbah 3 Limbah 4 Limbah 5
Pramuka. Diasumsikan limbah yang dibuang langsung ke perairan tersebar secara merata di seluruh perairan Pulau Pramuka (Limbah_1, Limbah_2, Limbah_3, Limbah_4 dan Limbah_5).
Limbah yang dibuang langsung ke perairan diasumsikan menyebar merata di seluruh perairan Pulau Pramuka. Masing-masing stasiun akan mandapat beban 1/5 dari total limbah. Limbah yang dibuang pada masing-masing stasiun dihitung kualitas perairannya berdasarkan persepsi wisatawan menggunakan variabel WQ (Chang et al. 2008) berupa grafik seperti terlihat pada Gambar 29.
Gambar 30. Grafik variabel WQ untuk menilai kualitas perairan berdasarkan persepsi wisatawan.
Berdasarkan kuesioner terhadap wisatawan tentang kualitas perairan di Pulau Pramuka maka nilai rerata kualitas perairan adalah sebesar 53% dimana nilai tersebut setara dengan nilai kualitas air sebenarnya berdasarkan kandungan BOD perairan sebesar 2 882.304 mg/l. Berdasarkan perhitungan tersebut maka grafik nilai kualitas perairan pada Gambar 29 disesuaikan dengan kondisi sebenarnya.
4.1.3 Sub-model Sosial Ekonomi 4.1.3.1 Analisis Lahan
Penggunaan lahan di Pulau Pramuka dianalisis menggunakan citra satelit GeoEye-1 dengan resolusi 1.65 m (GeoEye 2010) yang diakuisisi pada tanggal 30 Juli 2010. Penggunaan lahan dibagi menjadi 6 kategori, yaitu (1) lahan kosong, (2) pemukiman penduduk, (3) jalan umum, (4) penginapan, (5) fasilitas publik dan
pemerintah serta (6) pelabuhan. Pengecekan lapangan dilakukan secara langsung untuk menentukan kategori penggunaan lahan yang terlihat di dalam citra satelit. Selanjutnya dibuat poligon untuk setiap bangunan sesuai dengan kategori dan peta penggunaan lahan menggunakan perangkat lunak ArcView 3.3 dan ArcGIS 9.3 serta dihitung luasan masing-masing poligon tersebut. Berdasarkan hasil perhitungan maka penggunaan lahan di Pulau Pramuka dapat dilihat pada Tabel 8 dan Gambar 30. Peta penggunaan lahan di Pulau Pramuka dapat dilihat pada Gambar 31.
Lahan atau tanah kosong yang belum dimanfaatkan merupakan bagian yang terbesar yaitu seluas 5.87 hektar (26.77%). Penggunaan lahan untuk fasilitas publik dan pemerintah seluas 5.65 hektar (25.74%), pemukiman penduduk seluas 4.78 hektar (21.81%), jalan umum seluas 2.76 hektar (12.60%) dan pelabuhan, baik pelabuhan transportasi laut dan pelabuhan perikanan seluas 1.32 hektar (6.01%). Dari luas lahan kosong yang tersedia maka sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai fasilitas penginapan bagi wisatawan dan pemukiman penduduk setempat.
Berdasarkan hasil analisis perhitungan pemanfaatan lahan untuk pemukiman penduduk maka rerata luas rumah di Pulau Pramuka sebesar 0.015 hektar (150 m2) dimana rerata jumlah penduduk setiap rumah berjumlah 4.12 orang. Satuan lahan di Pulau Pramuka adalah kapling dimana luas 1 kapling adalah 0.018 hektar (180 m2). Berdasarkan wawancara dengan masyarakat di Pulau Pramuka maka luas rumah 1 kapling dihuni 4 – 10 orang dengan rerata 7 orang setiap 1 kapling rumah merupakan batasan maksimal untuk merasa nyaman, sehingga jumlah orang maksimal dalam 1 hektar adalah sebanyak 388 orang (Lampiran 19).
Berdasarkan persepsi masyarakat maka jumlah rumah yang dibangun setiap tahun adalah 4 unit rumah. Luas rata-rata setiap rumah adalah 150 m2 (0.015 hektar) sehingga dalam 1 tahun dibangun rumah seluas 600 m2 (0.06 hektar). Laju pertumbuhan pemukiman penduduk setiap bulan adalah sebesar 0.06 hektar / 12 bulan yaitu 0.005 hektar/bulan (Lampiran 19).
Berdasarkan perhitungan pada Lampiran 19 maka daya dukung penginapan bagi wisatawan adalah sebesar 833 orang/hektar, sedangkan daya dukung pemukiman masyarakat adalah sebesar 388 orang/hektar.
Tabel 8. Hasil analisis pemanfaatan lahan di Pulau Pramuka, TN Kepulauan Seribu
No. Kategori Luas
(m2) Luas (hektar) Persentase (%) Jumlah (unit) 1 Lahan kosong 58 726 5.87 26.77 65 2 Pemukiman penduduk 47 842 4.78 21.81 318 3 Fasilitas jalan 27 643 2.76 12.60 1 4 Fasilitas penginapan 15 534 1.55 7.08 60
5 Fasilitas publik dan pemerintahan 56 463 5.65 25.74 30
6 Pelabuhan 13 189 1.32 6.01 4
Total 219 398 21.94 100.00
Sumber : Data hasil olahan (2011)
Gambar 31. Persentase penggunaan lahan di Pulau Pramuka, TN Kepulauan Seribu.
Terdapat 2 lokasi wisata snorkeling yang biasa dikunjungi wisatawan di Pulau Pramuka yaitu di bagian utara darmaga utara dan bagian selatan dari darmaga kabupaten. Lokasi selam yang biasa dikunjungi wisatawan di Pulau Pramuka adalah bagian timur Pulau Pramuka, yaitu terdapat wisata selam untuk melihat kapal karam. Lokasi selam lainnya adalah di dekat darmaga yang biasa digunakan bagi para wisatawan yang sedang mengambil sertifikasi selam (gambar 32).
Pulau Pramuka merupakan salah satu pelabuhan transit dari kapal masyarakat tujuan Muara Angke – Pulau Panggang dan menjadi tujuan akhir dari kapal cepat Kerapu milik Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu. Selain itu
pelabuhan Pulau Pramuka juga merupakan salah satu tujuan dari angkutan kapal antara pulau dari Pulau Panggang – Pulau Karya – Pulau Pramuka (Gambar 32).
Gambar 32. Peta penggunaan lahan di Pulau Pramuka, TN Kepulauan Seribu.
4.1.3.2 Analisis Penduduk
Data jumlah penduduk Pulau Pramuka pada tahun 2011 diperoleh dari masing-masing RT di RW 4 dan RW 5 Kelurahan Pulau Panggang di Pulau Pramuka yang dapat lihat pada Tabel 9. Penduduk berjenis kelamin laki-laki
berjumlah 581 orang (44.35%) dan perempuan berjumlah 729 orang (55.65%) dan total jumlah penduduk sejumlah 1 310 orang.
Tabel 9. Data penduduk Pulau Pramuka tahun 2011.
No. RW Penduduk Jumlah
L P
1 4 329 382 711
2 5 252 347 599
Total 581 729 1 310
Sumber : RW 4 dan RW 5 Kelurahan Pulau Panggang, Kab. Adm. Kepulauan Seribu 2012
Berdasarkan data yang diperoleh dari Kelurahan Pulau Panggang, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu tahun 2011 (Lampiran 10), maka dilakukan analisis pertumbuhan penduduk seperti dapat dilihat pada Tabel 10. Faktor pertambahan penduduk yaitu laju kelahiran sebesar 1.52% per bulan dan tidak ada pendatang yang tinggal di Pulau Pramuka. Faktor pengurangan penduduk yaitu laju kematian sebesar 0.34% per bulan dan laju orang yang meninggalkan pulau sebesar 0.07% per bulan.
Tabel 10. Data pertumbuhan penduduk Kelurahan Pulau Panggang
No. Kategori Persentase
1 Pertambahan penduduk
- kelahiran 1.52% per bulan - pendatang 0.00% per bulan 2 Pengurangan penduduk
- kematian 0.35% per bulan - meninggalkan pulau 0.07% per bulan
Sumber : data olahan (2012)
4.1.3.3 Analisis Wisatawan
Data jumlah wisatawan diperoleh dari Paguyuban Pengelola
Penginapan/Homestay di Pulau Pramuka sepanjang tahun 2011. Data jumlah wisatawan sepanjang tahun 2011 tersebut diverifikasi dengan cara memberikan kuesioner kepada 20 orang masyarakat pemerhati kegiatan wisata dan kondisi terumbu karang di Pulau Pramuka. Verifikasi data tersebut berupa pertanyaan apakah data kunjungan wisatawan per bulan sepanjang tahun 2011 melebihi atau kurang dari data yang ada. Data kunjungan wisatawan ke Pulau Pramuka sepanjang tahun 2011 dan hasil verifikasinya dapat dilihat pada Tabel 11 dan Lampiran 11.
Data jumlah wisatawan tersebut digunakan untuk menentukan jumlah responden wisatawan (n) yang diperlukan didalam pengisian kuesioner. Sebanyak 25 % dari perkiraan jumlah wisatawan yang berkunjung pada minggu ke-2 bulan Pebruari 2012 yaitu sekitar 100 orang seperti pada persamaan berikut :
Tabel 11. Data kunjungan wisatawan ke Pulau Pramuka dan hasil verifikasi sepanjang tahun 2011. No. Bulan Jumlah sebelum verifikasi* Verifikasi Jumlah hasil verifikasi** Persentase (%) Jumlah
Lebih Kurang Lebih Kurang
1 Januari 6 360 - 13.40 - 852 7 212 2 Pebruari 1 379 - 4.00 - 55 1 434 3 Maret 1 953 - - - - 1 953 4 April 3 486 5.25 - 183 - 3 303 5 Mei 2 519 2.00 - 50 2 569 6 Juni 1 774 22.00 - 390 - 1 384 7 Juli 2 398 0.25 - 5 - 2 393 8 Agustus 7 161 - 1.00 - 71 7 161 9 September 4 716 - 1.00 - 47 4 763 10 Oktober 3 129 4.90 - 153 - 2 976 11 Nopember 2 855 4.25 - 121 - 2 734 12 Desember 5 456 3.00 - 163 - 5 293 Jumlah 43 186 39.65 21.40 1.015 1.075 43 175 Rerata 3 599 3 598
Sumber : * : Paguyuban Pengelola Penginapan/Homestay di Pulau Pramuka; ** : hasil olahan
Gambar 33. Grafik kunjungan wisatawan ke Pulau Pramuka dan hasil verifikasi sepanjang tahun 2011. 6,360 1,379 1,953 3,486 2,519 1,774 2,398 7,161 4,716 3,129 2,855 5,456 7,212 1,434 1,953 3,303 2,569 1,384 2,393 7,161 4,763 2,976 2,734 5,293 1,000 2,000 3,000 4,000 5,000 6,000 7,000 8,000
Jan Peb Mar Apr Mei Juni Juli Agst Sept Okt Nop Des
W isa ta w an (o ra n g) Bulan
Berdasarkan hasil verifikasi pada Tabel 11 dan Gambar 33 maka terjadi perbedaan jumlah kunjungan wisatawan setiap bulannya kecuali pada kunjungan wisatawan pada bulan Maret 2011. Akan tetapi secara keseluruhan apabila dilihat rerata kunjungan wisatawan setiap bulan maka hanya dikoreksi sejumlah 1 orang.
(a) Jenis kelamin (b) Jenis pekerjaan
(c) Kota asal (d) Tingkat pendidikan
(e) Usia (f) Penghasilan
Gambar 34. Hasil analisis kuesioner wisatawan yang berkunjung ke Pulau Pramuka, TN Kepulauan Seribu. Laki-laki 63% perempuan 37% karyawan swasta 46% mahasiswa 26% pelajar 17% belum bekerja 7% PNS 3% wiraswasta 1% Jakarta 57% Bekasi 10% Bogor 8% tidak menjawa b 7% Depok 6% Tangeran g 6% Lainnya 2% SMA/SM K/STM 33% tidak menjawa b 24% S1 21% D3 10% SMP 9% D1 1% S2 1% S3 1% <21 thn 32% 21-30 thn 53% 31-40 thn 10% 41-50 thn 3% >50 thn 1% tidak menjawa b 1% < 1jt 34% 1 - 3 jt 34% 3 - 5 jt 13% > 5jt 6% tidak ada 13%
Kunjungan wisatawan tertinggi ke Pulau Pramuka terjadi pada awal tahun, pertengan tahun dan akhir tahun. Hal ini disebabkan karena pada bulan-bulan tersebut merupakan saat puncak liburan sehingga masyarakat lebih banyak dapat meluangkan waktu berwisata ke Pulau Pramuka.
Berdasarkan survei kuesioner terhadap 100 orang wisatawan yang dilakukan pada bulan Pebruari 2012 (Lampiran 3 dan Lampiran 4) maka diperoleh persentase kunjungan wisatawan berdasarkan jenis kelamin, jenis pekerjaan, kota asal, tingkat pendidikan, usia dan penghasilan seperti terlihat pada Gambar 33. Sejumlah 63% pria yang berwisata ke Pulau Pramuka, lebih besar dibandingkan wanita sebesar 37%. Berdasarkan jenis pekerjaan, maka persentase wisatawan terbesar adalah berprofesi sebagai karyawan swasta sebesar 46% kemudian diikuti mahasiswa sebesar 26% dan pelajar 17%. Sebanyak 57% wisatawan berasal dari Jakarta serta diikuti kota-kota lainnya seperti Bekasi, Bogor, Depok dan Tangerang.
Wisatawan yang berkunjung ke Pulau Pramuka berdasarkan tingkat pendidikan maka tingkat pendidikan SMU dan sederajat sebesar 33%, tidak menjawab 24%, S1 sebesar 21% serta diikuti dengan tingkat pendidikan D3, SMP, D1, S2 dan S3. Sejumlah 53% wisatawan memiliki kisaran usia antara 21 – 30 tahun, sebesar 32% dengan usia dibawah 21 tahun, sebesar 10% berusia antara 31-40 tahun, sebesar 3% berusia antara 41-50 tahun dan 1% berusia lebih dari 50 tahun serta sisanya tidak menjawab.
Berdasarkan penghasilan atau pendapatan per bulan maka wisatawan berpenghasilan berkisar antara Rp. 1.000.000,- - Rp. 3.000.000,- sebesar 34% sama dengan dengan wisatawan berpenghasilan kurang dari Rp. 1.000.000,-. Demikian juga halnya wisatawan berpenghasilan Rp. 3.000.000,- - Rp. 5.000.000,- sebesar 13% sama dengan wisatawan yang belum memiliki penghasilan. Sebanyak 6% wisatawan memiliki penghasilan lebih dari Rp. 5.000.000,- per bulan.
Survei kegiatan wisata menyelam (diving) dan snorkeling dari wisatawan dilakukan pada bulan Mei 2011, September 2011 dan Pebruari 2012 dimana survei dilakukan terhadap 100 orang wisatawan pada setiap survei. Berdasarkan hasil survei tersebut maka sejumlah rerata 28% dari wisatawan yang hanya
melakukan kegiatan diving dan snorkeling di Pulau Pramuka seperti terlihat pada Tabel 12. Selanjutnya data tersebut digunakan untuk menghitung jumlah wisatawan yang melakukan kegiatan diving dan snorkeling (variabel DIVING) didalam sub-model sosial ekonomi.
Tabel 12. Data persentase wisatawan yang hanya melakukan kegiatan wisata diving dan snorkeling di Pulau Pramuka.
No. Pengambilan data
Jumlah responden (orang) Melakukan diving dan snorkeling (orang) % 1 Mei 2011 100 32 32 2 September 2011 100 24 24 3 Pebruari 2012 100 28 28 Rerata 100 28 28
Sumber : hasil olahan ( 2012)
4.1.3.4 Analisis WTP
Berdasarkan data kuesioner terhadap wisatawan maka dilakukan analisis WTP menggunakan metode statistik regresi linier berganda pada taraf p = 0.05 (Lampiran 5). Jumlah responden yang mengisi dengan benar dan hasilnya dapat dipercaya adalah sebanyak 40 orang. Persamaan regresi linier berganda untuk menduga nilai WTP adalah sebagai berikut :
WTP = 5 FQ + 4.72 CORAL_T + 4.83 WQ + 0.68 I – 4.07 ... (6)
dimana :
WTP = WTP dugaan (dalam ratusan ribu rupiah); FQ = kualitas fasilitas penginapan; CORAL_T = kualitas terumbu karang; WQ = kualitas perairan; I = pendapatan (dalam jutaan rupiah)
Berdasarkan kelompok pendapatan maka wisatawan dibagi menjadi 5 kelompok yaitu : (1) tidak memiliki pendapatan; (2) kurang dari Rp. 1 000 000,-; (3) antara Rp. 1 000 000 dan Rp. 3 000 000,-; (4) antara Rp. 3 000 000,- dan Rp. 5 000 000,- dan (5) lebih dari Rp. 5 000 000,-. (Gambar 34f). WTP untuk masing masing kelompok pendapatan tersebut dihitung seperti pada persamaan berikut :
WTPx= 5 FQ + 4.72 CORAL_T + 4.83 WQ + 0.68 Ix – 4.07 ... (7)
x = kelompok pendapatan (0: tidak punya pendapatan; 1: kurang dari Rp. 1 000 000,-; 2: antara Rp. 1 000 000,- dan Rp. 3 000 000,-; 4: antara Rp. 3 000 000,- dan Rp. 5 000 000,- dan 5: lebih dari Rp. 5 000 00,-)
Hasil pengembangan sub-model sosial ekonomi yang dimodifikasi dari model Chang et al. (2008) dapat dilihat pada Gambar 22 dan keterangannya dapat dilihat pada Tabel 13. Sub-model sosial ekonomi meliputi jumlah wisatawan yang berkunjung, jumlah wisatawan yang berkunjung lagi, kepuasan wisatawan terhadap fasilitas yang ada kondisi terumbu karang dan kualitas lingkungan perairan, pemanfaatan lahan untuk pembangunan fisik untuk menunjang kegiatan wisata, pertumbuhan penduduk lokal, pertambahan jumlah rumah penduduk dan pemanfaatan lahan untuk pembangunan pemukiman penduduk akibat terjadinya pertumbuhan penduduk.
Rerata kualitas terumbu karang menurut valuasi wisatawan pada setiap
stasiun (CORAL_T_1 , CORAL_T_2, CORAL_T_3, CORAL_T_4 dan
CORAL_T_5) dinyatakan dalam CORAL_T. Kualitas terumbu karang (CORAL_T), kualitas perairan (WQ) dan kualitas fasilitas penginapan (FQ) digunakan untuk menghitung valuasi wisatawan terhadap sumberdaya terumbu karang (WTP). FEE_EFF merupakan peluang jumlah wisatawan yang berkunjung ke Pulau Pramuka yang dipengaruhi oleh biaya masuk (FEE). WTP, FEE_EFF dan persentase jumlah kunjungan wisatawan tiap bulan (ATR) digunakan untuk menghitung jumlah wisatawan yang akan berkunjung kembali ke Pulau Pramuka (COME) selain jumlah wisatawan yang baru pertama kali berkunjung (OTHER), dimana berdasarkan hasil survei maka jumlah wisatawan yang baru pertama kali berkunjung ke Pulau Pramuka sebesar 15 %.
Jumlah kunjungan wisatawan akan mempengaruhi permintaan akan fasilitas penginapan. Pertumbuhan fasilitas wisatawan di Pulau Pramuka memanfaatkan lahan kosong yang ada dengan laju sebesar 0.0064725 hektar per bulan atau 776.7 m2 per tahun dengan rerata luas tiap penginapan 258.9 m2 dan daya dukung penginapan bagi wisatawan sebesar 833 orang/hektar.
Jumlah penduduk Pulau Pramuka dipengaruhi oleh laju kelahiran, laju pendatang, laju kematian dan laju meninggalkan pulau. Pertambahan jumlah penduduk tersebut membutuhkan pemukiman dengan laju pertumbuhan sebesar
0.005 hektar/bulan yang memanfaatkan lahan kosong yang tersedia dengan daya dukung pemukiman sebesar 388 orang/hektar. Sub-model sosial ekonomi dapat dilihat pada Gambar 34 dan nilai variabel model dapat dilihat pada Lampiran 26.
Gambar 35. Sub-model sosial ekonomi (modifikasi dari Chang et al. 2008).
WTP dugaan untuk kelompok yang tidak berpenghasilan dinayatakan sebagai variabel WTP0, berpenghasilan kurang dari Rp. 1 000 000,- sebagai
variabel WTP1, berpenghasilan antara Rp 1 000 000,- hingga Rp. 3 000 000,-
sebagai variabel WTP2, berpenghasilan antara Rp. 3 000 000,- hingga Rp. 5 000
000,- sebagai variabel WTP4 dan berpenghasilan lebih dari Rp. 5 000 000,-
sebagai variabel WTP5. Variabel WTP merupakan rerata dari variabel WTP0,
WTP1, WTP2, WTP4 dan WTP5.
Variabel CORAL_T dan variabel WQ merupakan rerata dari kualitas terumbu karang dan kualitas lingkungan perairan dari seluruh stasiun. Variabel FQ (kualitas penginapan) merupakan penilaian kondisi penginapan dimana semakin mendekati rasio antara jumlah wisatawan dengan daya dukung penginapan maka kualitas penginapan akan semakin berkurang. Variabel grafik dari FQ dapat dilihat pada Gambar 35.
FEE Penduduk WTP ~ FEE EFF OTHER ~ ATR TRNY TOURIST ~ FQ COME GO
INP POP OUT POP
GR DR EMI IMI ~ WQ 1 Local ratio
Day a dukung pemukiman Luas pemukiman Lahan kosong
Pertumbuhan pemukiman
Day a dukung penginapan
~
CORAL T 2 Tourist ratio
DIVING Pertumbuhan penginapan Luas penginapan ~ CORAL T 3 ~ CORAL T 4 ~ CORAL T 1 ~ CORAL T 5 CORAL T ~ WQ 2 ~ WQ 3 WTP 0 I 0 WTP 1 I 1 I 2 I 4 I 5 WTP 2 WTP 4 WTP 5 CORAL T WQ ~ FQ ~ WQ 4 ~ WQ 5 WQ CORAL T WQ ~ FQ CORAL T WQ ~ FQ CORAL T TotalBenef it WQ ~ FQ WQ CORAL T ~ FQ ActualGR f raksi suitable
Penduduk per hektar ~
GRmultiplier
Gambar 36. Variabel grafik kualitas penginapan FQ.
4.1.4 Variabel Tak Bebas dan Variabel Bebas
Variabel tak bebas didalam model dinamik ini antara lain kunjungan wisatawan ke Pulau Pramuka (TOURIST), buangan limbah ke perairan (Limbah), persentase tutupan karang hidup (CORAL) dan persentase tutupan alga (ALGA). Variabel bebas didalam model dinamik ini antara lain faktor-faktor yang merusak terumbu karang, pengelolaan limbah (WPC) dan biaya masuk kawasan konservasi Pulau Pramuka (FEE).
Berdasarkan variabel tak bebas dan variabel bebas maka model dinamik pengelolaan ekosistem terumbu karang di P Pramuka dapat dinayatakan seperti pada persamaan berikut :
(TOURIST, Limbah, CORAL, ALGA) = f(CORAL THREATS, WPC, FEE) .. (7)
dimana :
TOURIST = jumlah wisatawan yang berkunjung ke Pulau Pramuka (orang); Limbah = jumlah limbah (BOD) total yang dibuang langsung ke perairan (mg/l) CORAL = persentase tutupan karang hidup;
ALGA = persentase tutupan alga;
CORAL THREATS = faktor-faktor yang mengancam terumbu karang di Pulau Pramuka (%);
WPC = pengolahan air limbah (%); FEE = biaya (Rp).
4.1.5 Simulasi Model Dinamik
Simulasi model dinamik pengelolaan ekosistem terumbu karang di Pulau Pramuka, TN Kepulauan Seribu menggunakan perangkat lunak Stella v9.0.2 seperti terlihat pada Gambar 37. Tampilan muka model digunakan untuk
melakukan simulasi variabel-variabel didalam sistem pengelolaan ekosistem terumbu karang di Pulau Pramuka.
Gambar 37. Tampilan muka model pengelolaan ekosistem terumbu karang di Pulau Pramuka, TN Kepulauan Seribu menggunakan perangkat lunak Stella v9.0.2.
Simulasi model dinamik pengelolaan ekosistem terumbu karang di Pulau Pramuka TN Kepulauan Seribu dilakukan selama 120 bulan (10 tahun) yang dimulai pada bulan Mei 2012 hingga Mei 2022 untuk melihat pengaruh suatu kebijakan pemangku kepentingan di Pulau Pramuka terhadap pengelolaan ekosistem terumbu karang.
Simulasi dilakukan dengan beberapa skenario antara lain untuk melihat pengaruh perubahan pada variabel bebas (faktor-faktor yang mengancam terumbu karang, pemanfaatan lahan untuk akomodasi wisata, biaya masuk kawasan konservasi Pulau Pramuka dan pengolahan limbah) terhadap variabel tak bebas yaitu perubahan persentase tutupan karang hidup, persentase tutupan alga, jumlah limbah yang masuk ke perairan dan jumlah wisatawan yang berkunjung ke Pulau Pramuka.
4.1.5.1 Simulasi Faktor-Faktor yang Mengancam Terumbu Karang
Berdasarkan persepsi masyarakat Pulau Pramuka bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kerusakan terumbu karang di perairan Pulau Pramuka antara lain perikanan menggunakan bom dan potasium, sampah yang berasal dari luar pulau,
perikanan muroami, sampah yang berasal dari pulau, jangkar kapal nelayan, kegiatan wisata selam dan snorkeling, sedimentasi dan perikanan tradisional seperti memancing dan ikan hias, sedangkan faktor limbah domestik yang dibuang ke perairan yang juga menyebabkan kerusakan terumbu karang lebih terkait dengan pengolahan air limbah. Simulasi pengelolaan faktor-faktor yang merusak terumbu karang terhadap jumlah wisatawan yang berkunjung ke Pulau Pramuka dapat dilihat pada Gambar 38 hingga Gambar 43.
Tanpa adanya pengelolaan terumbu karang menyebabkan tutupan alga pada stasiun 1 cenderung meningkat hingga mencapai 55% pada akhir simulasi, sedangkan tutupan karang hidup cenderung meningkat pada awal simulasi dari 10.99% menjadi 12.95% akan tetapi pada tahun ke-2 cenderung menurun hingga mencapai 0.02% pada akhir simulasi (Gambar 38a). Adanya pengelolaan faktor-faktor yang mengancam terumbu karang menyebabkan tutupan alga cenderung menurun dari 27.53% pada awal simulasi hingga mencapai 0.45% pada akhir simulasi, sedangkan tutupan karang cenderung meningkat dimana sebesar 10.99% pada awal simulasi menjadi 69.16% pada akhir simulasi (Gambar 38b).
(a) 1:24 PM Wed, Aug 22, 2012 Page 1 0.00 24.00 48.00 72.00 96.00 120.00 Months 1: 1: 1: 2: 2: 2: 0 1 1 1: CORAL 1 2: ALGA 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2
(b)
Gambar 38. Simulasi pengelolaan faktor-faktor yang merusak terumbu karang terhadap tutupan karang hidup dan tutupan alga pada stasiun 1 tanpa pengelolaan (a) dan adanya pengelolaan (b).
(a) 1:30 PM Wed, Aug 22, 2012 Page 1 0.00 24.00 48.00 72.00 96.00 120.00 Months 1: 1: 1: 2: 2: 2: 0 1 1 1: CORAL 1 2: ALGA 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 1:24 PM Wed, Aug 22, 2012 Page 1 0.00 24.00 48.00 72.00 96.00 120.00 Months 1: 1: 1: 2: 2: 2: 0 1 1 1: CORAL 2 2: ALGA 2 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2
Mei 2012 Mei 2014 Mei 2016 Mei 2018 Mei 2020 Mei 2022 Mei 2012 Mei 2014 Mei 2016 Mei 2018 Mei 2020 Mei 2022
(b)
Gambar 39. Simulasi pengelolaan faktor-faktor yang merusak terumbu karang terhadap tutupan karang hidup dan tutupan alga pada stasiun 2 tanpa pengelolaan (a) dan adanya pengelolaan (b).
Pada stasiun 2 terlihat tutupan alga cenderung meningkat pada awal simulasi hingga akhir simulasi, yaitu dari 3.57% hingga mencapai 52.39%, sedangkan tutupan karang hidup cenderung meningkat pada awal simulasi dari 4.66% meningkat mencapai 10.50% pada simulasi ke-16 (September 2013) dan kemudian cenderung menurun hingga mencapai 0.02% pada akhir simulasi (Gambar 39a). Adanya pengelolaan faktor-faktor yang mengancam terumbu karang menyebabkan tutupan alga cenderung menurun pada awal simulasi dan pada awal 2019 cenderung meningkat hingga mencapai 28.14% pada akhir simulasi, sedangkan tutupan karang hidup cenderung meningkat dari 4.66% pada awal simulasi hingga mencapai 60.06% pada simulasi ke-26 (Juli 2014) dan kemudian mencapai 28.04% pada akhir simulasi (Gambar 39b).
1:30 PM Wed, Aug 22, 2012 Page 1 0.00 24.00 48.00 72.00 96.00 120.00 Months 1: 1: 1: 2: 2: 2: 0 1 1 1: CORAL 2 2: ALGA 2 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2
(a)
(b)
Gambar 40. Simulasi pengelolaan faktor-faktor yang merusak terumbu karang terhadap tutupan karang hidup dan tutupan alga pada stasiun 3 tanpa pengelolaan (a) dan adanya pengelolaan (b).
Pada Gambar 40(a) memperlihatkan simulasi tutupan alga pada stasiun 3 yang cenderung menurun pada awal simulasi dan kemudian cenderung meningkat pada simulasi ke-49 (Juni 2016) hingga mencapai 52.05% pada akhir simulasi, sedangkan tutupan karang hidup cenderung menurun pada awal simulasi hingga mencapai 0.03% akhir simulasi.
1:24 PM Wed, Aug 22, 2012 Page 1 0.00 24.00 48.00 72.00 96.00 120.00 Months 1: 1: 1: 2: 2: 2: 0 1 1 1: CORAL 3 2: ALGA 3 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 1:30 PM Wed, Aug 22, 2012 Page 1 0.00 24.00 48.00 72.00 96.00 120.00 Months 1: 1: 1: 2: 2: 2: 0 1 1 1: CORAL 3 2: ALGA 3 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2
Mei 2012 Mei 2014 Mei 2016 Mei 2018 Mei 2020 Mei 2022
(a)
(b)
Gambar 41. Simulasi pengelolaan faktor-faktor yang merusak terumbu karang terhadap tutupan karang hidup dan tutupan alga pada stasiun 4 tanpa pengelolaan (a) dan adanya pengelolaan (b).
Adanya pengelolaan faktor-faktor yang mengancam terumbu karang pada stasiun 3 menyebabkan tutupan alga cenderung menurun pada awal simulasi hingga akhir simulasi mencapai 2.62%, sedangkan tutupan karang hidup cenderung menurun pada awal simulasi dan kemudian meningkat pada simulasi ke-5 hingga mencapai 56.12% pada pada akhir simulasi (Gambar 40b).
Tutupan alga dan tutupan karang hidup cenderung menurun pada awal simulasi pada stasiun 4 dan kemudian tutupan alga cenderung meningkat hingga akhir simulasi hingga mencapai 55.46% pada akhir simulasi, sedangkan tutupan
1:24 PM Wed, Aug 22, 2012 Page 1 0.00 24.00 48.00 72.00 96.00 120.00 Months 1: 1: 1: 2: 2: 2: 0 1 1 1: CORAL 4 2: ALGA 4 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 1:30 PM Wed, Aug 22, 2012 Page 1 0.00 24.00 48.00 72.00 96.00 120.00 Months 1: 1: 1: 2: 2: 2: 0 1 1 1: CORAL 4 2: ALGA 4 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2
Mei 2012 Mei 2014 Mei 2016 Mei 2018 Mei 2020 Mei 2022
karang hidup cenderung tetap menurun hingga mencapai 0.02% pada akhir simulasi (Gambar 41a).
(a)
(c)
Gambar 42. Simulasi pengelolaan faktor-faktor yang merusak terumbu karang terhadap tutupan karang hidup dan tutupan alga pada stasiun 5 tanpa pengelolaan (a) dan adanya pengelolaan (b).
Adanya pengelolaan terumbu karang menyebabkan tutupan alga pada stasiun 4 cenderung menurun pada awal simulasi hingga akhir simulasi mencapai 0.36%, sedangkan tutupan karang hidup cenderung meningkat pada awal simulasi hingga akhir simulasi mencapai 70.24% (Gambar 41b).
1:24 PM Wed, Aug 22, 2012 Page 1 0.00 24.00 48.00 72.00 96.00 120.00 Months 1: 1: 1: 2: 2: 2: 0 1 1 1: CORAL 5 2: ALGA 5 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 1:30 PM Wed, Aug 22, 2012 Page 1 0.00 24.00 48.00 72.00 96.00 120.00 Months 1: 1: 1: 2: 2: 2: 0 1 1 1: CORAL 5 2: ALGA 5 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2
Mei 2012 Mei 2014 Mei 2016 Mei 2018 Mei 2020 Mei 2022
Gambar 42(a) memperlihatkan simulasi tutupan alga dan tutupan karang hidup pada stasiun 5 tanpa adanya pengelolan terumbu karang. Tutupan alga dan tutupan karang hidup cenderung menurun pada awal simulasi, tetapi tutupan alga cenderung meningkat pada simulasi ke-48 hingga mencapai 54.77% pada akhir simulasi, sedangkan tutupan karang hidup cenderung menurun hingga mencapai 0.02% pada akhir simulasi. Adanya pengelolaan faktor-faktor yang mengancam terumbu karang menyebabkan tutupan alga cenderung menurun hingga mencapai 0.26% pada akhir simulasi, sedangkan tutupan karang hidup cenderung meningkat hingga mencapai 69.31% pada akhir simulasi (Gambar 42b).
Tanpa adanya pengelolaan terumbu karang menyebabkan jumlah wisatawan yang berkunjung cenderung menurun dari sebanyak 3 598 orang pada awal simulasi menjadi sekitar 2 074 orang pada akhir simulasi. WTP cenderung meningkat pada awal simulasi dan kemudian cenderung menurun dari sejumlah Rp. 343 000,- pada awal simulasi hingga mencapai Rp. 272 000,- pada akhir simulasi (Gambar 43a). Adanya pengelolaan faktor-faktor yang mengancam terumbu karang menyebabkan jumlah wisatawan meningkat hingga mencapai 9 363 orang pada akhir simulasi. WTP wisatawan juga cenderung meningkat pada awal simulasi hingga mencapai Rp. 456 000,- pada simulasi ke-20 (Januari 2014) akan tetapi kemudian cenderung menurun hingga mencapai Rp. 291 000,- pada akhir simulasi (Gambar 43b). Adanya pengelolaan terhadap faktor-faktor yang mengancam terumbu karang menyebabkan jumlah wisatawan cenderung meningkat akan tetapi nilai WTP menjadi lebih kecil dibandingkan tanpa adanya pengelolaan.
(a)
(b)
Gambar 43. Simulasi pengelolaan faktor-faktor yang merusak terumbu karang terhadap jumlah wisatawan, WTP dan limbah dengan tanpa pengelolaan (a) dan adanya pengelolaan (b).
Tanpa adanya pengelolaan menyebabkan jumlah wisatawan yang berkunjung cenderung menurun dan tidak melebihi daya dukung penginapan yang ada (Gambar 44a). Adanya pengelolaan faktor-faktor yang mengancam terumbu karang menyebabkan jumlah kunjungan wisatawan cenderung meningkat hingga melebihi daya dukung penginapan yang ada pada yaitu simulasi 21 hingga ke-35 dan kemudian cenderung berada dibawah daya dukung penginapan. Adanya pengelolaan faktor-faktor yang mengancam terumbu karang menyebabkan jumlah
1:24 PM Wed, Aug 22, 2012 Page 1 0.00 24.00 48.00 72.00 96.00 120.00 Months 1: 1: 1: 2: 2: 2: 3: 3: 3: 4: 4: 4: 0 10000 20000 0 3000 6000 0 4 7 0 30000 60000
1: TOURIST 2: Penduduk 3: WTP 4: Limbah
1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 1:30 PM Wed, Aug 22, 2012 Page 1 0.00 24.00 48.00 72.00 96.00 120.00 Months 1: 1: 1: 2: 2: 2: 3: 3: 3: 4: 4: 4: 0 10000 20000 0 3000 6000 0 4 7 0 30000 60000
1: TOURIST 2: Penduduk 3: WTP 4: Limbah
1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4
Mei 2012 Mei 2014 Mei 2016 Mei 2018 Mei 2020 Mei 2022
wisatawan yang berkunjung cenderung meningkat hingga melebihi daya dukung penginapan (Gambar 44b).
(a)
(b)
Gambar 44. Simulasi pengelolaan faktor-faktor yang merusak terumbu karang terhadap jumlah wisatawan dan daya dukung penginapan dengan tanpa pengelolaan (a) dan adanya pengelolaan (b).
4.1.5.2 Simulasi Biaya Masuk Kawasan Konservasi Pulau Pramuka
Simulasi biaya masuk ke kawasan konservasi dilakukan untuk melihat dampaknya terhadap tutupan karang hidup di perairan Pulau Pramuka. Berdasarkan PP Nomor 59 tahun 1998 tentang Tarif Atas Jenis PNBP pada Departemen Kehutanan maka besarnya biaya masuk ke kawasan konservasi Pulau
1:24 PM Wed, Aug 22, 2012 Page 1 0.00 24.00 48.00 72.00 96.00 120.00 Months 1: 1: 1: 2: 2: 2: 0 10000 20000
1: TOURIST 2: Day a dukung penginapan
1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 1:30 PM Wed, Aug 22, 2012 Page 1 0.00 24.00 48.00 72.00 96.00 120.00 Months 1: 1: 1: 2: 2: 2: 0 10000 20000
1: TOURIST 2: Day a dukung penginapan
1 1 1 1 1 2 2 2 2 2
Mei 2012 Mei 2014 Mei 2016 Mei 2018 Mei 2020 Mei 2022
Pramuka adalah sebesar Rp. 2 500,-, sedangkan sebagian besar wisatawan yang berkunjung tidak membayar biaya masuk. Hasil kuesioner terhadap wisatawan menunjukkan bahwa rerata biaya masuk yang sanggup mereka bayar adalah sebesar Rp. 36 000,-. Berdasarkan analisis biaya masuk (Lampiran 29) maka besarnya biaya masuk yang paling optimal adalah sebesar Rp. 36 000,-. dan digunakan didalam simulasi pengelolaan biaya masuk.
(a)
(b)
Gambar 45. Simulasi biaya masuk terhadap tutupan karang hidup dan tutupan alga pada stasiun 1 tanpa pengelolaan (a) dan adanya pengelolaan (b).
1:24 PM Wed, Aug 22, 2012 Page 1 0.00 24.00 48.00 72.00 96.00 120.00 Months 1: 1: 1: 2: 2: 2: 0 1 1 1: CORAL 1 2: ALGA 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 1:34 PM Wed, Aug 22, 2012 Page 1 0.00 24.00 48.00 72.00 96.00 120.00 Months 1: 1: 1: 2: 2: 2: 0 1 1 1: CORAL 1 2: ALGA 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2
Mei 2012 Mei 2014 Mei 2016 Mei 2018 Mei 2020 Mei 2022
Gambar 45(a) memperlihatkan simulasi tutupan alga dan tutupan karang hidup pada stasiun 1 dengan tanpa adanya pengelolaan, dimana tutupan alga lebih tinggi dibandingkan awal simulasi sedangkan tutupan karang hidup cenderung menurun hingga mencapai 0.02% pada akhir simulasi. Adanya biaya masuk menyebabkan tutupan alga cenderung meningkat hingga akhir simulasi mencapai 54.20%, sedangkan tutupan karang hidup cenderung menurun hingga mencapai 0.04% pada akhir simulasi (Gambar 45b).
(a)
(b)
Gambar 46. Simulasi biaya masuk terhadap tutupan karang hidup dan tutupan alga pada stasiun 2 tanpa pengelolaan (a) dan adanya pengelolaan (b).
1:24 PM Wed, Aug 22, 2012 Page 1 0.00 24.00 48.00 72.00 96.00 120.00 Months 1: 1: 1: 2: 2: 2: 0 1 1 1: CORAL 2 2: ALGA 2 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 1:34 PM Wed, Aug 22, 2012 Page 1 0.00 24.00 48.00 72.00 96.00 120.00 Months 1: 1: 1: 2: 2: 2: 0 1 1 1: CORAL 2 2: ALGA 2 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2
Mei 2012 Mei 2014 Mei 2016 Mei 2018 Mei 2020 Mei 2022
Gambar 46 menunjukkan simulasi tutupan alga dan tutupan karang hidup pada stasiun 2 dengan pengelolaan biaya masuk. Terlihat bahwa adanya pengelolaan biaya masuk tidak menyebabkan tutupan karang hidup menjadi lebih baik bahkan cenderung sama dengan tanpa adanya biaya masuk, sedangkan tutupan alga pada tanpa ada biaya masuk dan dengan biaya biaya masuk cenderung meningkat lebih tinggi.
(a)
(b)
Gambar 47. Simulasi biaya masuk terhadap tutupan karang hidup dan tutupan alga pada stasiun 3 tanpa pengelolaan (a) dan adanya pengelolaan (b).
Gambar 47 menunjukkan simulasi tutupan karang hidup dan alga pada stasiun 3. Terlihat bahwa dengan adanya pengelolaan biaya masuk tidak
1:24 PM Wed, Aug 22, 2012 Page 1 0.00 24.00 48.00 72.00 96.00 120.00 Months 1: 1: 1: 2: 2: 2: 0 1 1 1: CORAL 3 2: ALGA 3 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 1:34 PM Wed, Aug 22, 2012 Page 1 0.00 24.00 48.00 72.00 96.00 120.00 Months 1: 1: 1: 2: 2: 2: 0 1 1 1: CORAL 3 2: ALGA 3 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2
Mei 2012 Mei 2014 Mei 2016 Mei 2018 Mei 2020 Mei 2022
menyebabkan tutupan karang hidup menjadi lebih baik bahkan cenderung sama dengan tanpa adanya biaya masuk, dimana tutupan karang hidup cenderung menurun hingga 0.03% sedangkan tutupan alga cenderung menurun pada awal simulasi dan kemudian meningkat hingga mencapai 51.07% pada akhir simulasi.
(a)
(b)
Gambar 48. Simulasi biaya masuk terhadap tutupan karang hidup dan tutupan alga pada stasiun 4 tanpa pengelolaan (a) dan adanya pengelolaan (b).
Demikian juga halnya pada stasiun 4 pada Gambar 48, dimana adanya pengelolaan biaya masuk tidak menyebabkan tutupan karang hidup lebih baik dan bahkan cenderung menurun hingga mencapai 0.02%, sedangkan tutupan alga
1:24 PM Wed, Aug 22, 2012 Page 1 0.00 24.00 48.00 72.00 96.00 120.00 Months 1: 1: 1: 2: 2: 2: 0 1 1 1: CORAL 4 2: ALGA 4 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 1:34 PM Wed, Aug 22, 2012 Page 1 0.00 24.00 48.00 72.00 96.00 120.00 Months 1: 1: 1: 2: 2: 2: 0 1 1 1: CORAL 4 2: ALGA 4 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2
Mei 2012 Mei 2014 Mei 2016 Mei 2018 Mei 2020 Mei 2022
cenderung menurun pada awal simulasi dan kemudian meningkat hingga mencapai 54.43% pada akhir simulasi.
(a)
(c)
Gambar 49. Simulasi biaya masuk terhadap tutupan karang hidup dan tutupan alga pada stasiun 5 tanpa pengelolaan (a) dan adanya pengelolaan (b).
Pada stasiun 5 pada Gambar 49(a) dan Gambar 49(b) menunjukkan bahwa adanya pengelolaan biaya masuk tidak menyebabkan tutupan karang hidup lebih baik dan bahkan cenderung menurun hingga mencapai 0.02%, sedangkan tutupan alga cenderung menurun pada awal simulasi dan kemudian meningkat hingga mencapai 53.78% pada akhir simulasi.
1:24 PM Wed, Aug 22, 2012 Page 1 0.00 24.00 48.00 72.00 96.00 120.00 Months 1: 1: 1: 2: 2: 2: 0 1 1 1: CORAL 5 2: ALGA 5 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 1:34 PM Wed, Aug 22, 2012 Page 1 0.00 24.00 48.00 72.00 96.00 120.00 Months 1: 1: 1: 2: 2: 2: 0 1 1 1: CORAL 5 2: ALGA 5 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2
Mei 2012 Mei 2014 Mei 2016 Mei 2018 Mei 2020 Mei 2022
(a)
(b)
Gambar 50. Simulasi biaya masuk terhadap jumlah wisatawan, WTP dan limbah dengan tanpa pengelolaan (a) dan adanya pengelolaan (b).
Gambar 50(a) dan Gambar 50(b) menunjukkan simulasi jumlah wisatawan dan WTP tanpa pengelolaan terumbu karang dan adanya pengelolan biaya masuk. Adanya biaya masuk menyebabkan WTP lebih besar pada akhir simulasi yaitu sebesar Rp. 310 000,- dibandingkan tanpa biaya masuk sebesar Rp. 272 000,-. Akan tetapi jumlah wisatawan lebih sedikit yaitu sebanyak 367 orang dibandingkan tanpa biaya masuk sebanyak 2 074 orang pada akhir simulasi.
1:24 PM Wed, Aug 22, 2012 Page 1 0.00 24.00 48.00 72.00 96.00 120.00 Months 1: 1: 1: 2: 2: 2: 3: 3: 3: 4: 4: 4: 0 10000 20000 0 3000 6000 0 4 7 0 30000 60000
1: TOURIST 2: Penduduk 3: WTP 4: Limbah
1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 1:34 PM Wed, Aug 22, 2012 Page 1 0.00 24.00 48.00 72.00 96.00 120.00 Months 1: 1: 1: 2: 2: 2: 3: 3: 3: 4: 4: 4: 0 10000 20000 0 3000 6000 0 4 7 0 30000 60000
1: TOURIST 2: Penduduk 3: WTP 4: Limbah
1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4
Mei 2012 Mei 2014 Mei 2016 Mei 2018 Mei 2020 Mei 2022
(a)
(b)
Gambar 51. Simulasi biaya masuk terhadap jumlah wisatawan dan daya dukung penginapan dengan tanpa pengelolaan (a) dan adanya pengelolaan (b).
Adanya pengelolaan biaya masuk menyebabkan jumlah wisatawan yang berkunjung cenderung lebih sedikit, sedangkan tanpa adanya pengelolaan menyebabkan jumlah wisatawan lebih banyak dibandingkan dengan adanya pengelolaan biaya masuk. Kedua skenario pengelolaan tersebut tidak menyebabkan jumlah wisatawan yang berkunjung melebihi daya dukung penginapan yang ada (Gambar 51a dan Gambar 51b).
1:24 PM Wed, Aug 22, 2012 Page 1 0.00 24.00 48.00 72.00 96.00 120.00 Months 1: 1: 1: 2: 2: 2: 0 10000 20000
1: TOURIST 2: Day a dukung penginapan
1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 1:34 PM Wed, Aug 22, 2012 Page 1 0.00 24.00 48.00 72.00 96.00 120.00 Months 1: 1: 1: 2: 2: 2: 0 10000 20000
1: TOURIST 2: Day a dukung penginapan
1 1 1 1 1 2 2 2 2 2
Mei 2012 Mei 2014 Mei 2016 Mei 2018 Mei 2020 Mei 2022
4.1.5.3 Simulasi Pengolahan Air Limbah
Simulasi pengolahan limbah dilakukan untuk melihat dampaknya terhadap tutupan karang, tutupan alga, jumlah wisatawan, kandungan limbah yang dibuang ke perairan dan nilai WTP wisatawan. Pengolahan air limbah yang digunakan didalam simulasi ini adalah sebesar 30% yang merupakan nilai persentase pengolahan terkecil untuk menjamin ekosistem terumbu berada dalam kondisi baik (tutupan karang hidup lebih dari 50 %).
(a)
(b)
Gambar 52. Simulasi pengolahan limbah terhadap tutupan karang hidup dan tutupan alga pada stasiun 1 tanpa pengelolaan (a) dan adanya pengelolaan (b).
1:24 PM Wed, Aug 22, 2012 Page 1 0.00 24.00 48.00 72.00 96.00 120.00 Months 1: 1: 1: 2: 2: 2: 0 1 1 1: CORAL 1 2: ALGA 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 1:37 PM Wed, Aug 22, 2012 Page 1 0.00 24.00 48.00 72.00 96.00 120.00 Months 1: 1: 1: 2: 2: 2: 0 1 1 1: CORAL 1 2: ALGA 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2
Mei 2012 Mei 2014 Mei 2016 Mei 2018 Mei 2020 Mei 2022
Gambar 52(a) menunjukkan kondisi tutupan karang hidup dan tutupan alga pada stasiun 1 tanpa adanya pengelolaan terumbu karang, dimana tutupan karang cenderung menurun sedangkan tutupan alga cenderung meningkat. Adanya pengolahan limbah sebesar 30% menyebabkan tutupan karang hidup cenderung meningkat pada awal simulasi tetapi kemudian cenderung menurun hingga mencapai 0.18% pada akhir simulasi. Tutupan alga cenderung menurun pada awal simulasi akan tetapi kemudian cenderung meningkat hingga mencapai 41.95% pada akhir simulasi.
(a)
(b)
Gambar 53. Simulasi pengolahan limbah terhadap tutupan karang hidup dan tutupan alga pada stasiun 2 tanpa pengelolaan (a) dan adanya pengelolaan (b).
1:24 PM Wed, Aug 22, 2012 Page 1 0.00 24.00 48.00 72.00 96.00 120.00 Months 1: 1: 1: 2: 2: 2: 0 1 1 1: CORAL 2 2: ALGA 2 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 1:37 PM Wed, Aug 22, 2012 Page 1 0.00 24.00 48.00 72.00 96.00 120.00 Months 1: 1: 1: 2: 2: 2: 0 1 1 1: CORAL 2 2: ALGA 2 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2
Mei 2012 Mei 2014 Mei 2016 Mei 2018 Mei 2020 Mei 2022
Adanya pengolahan limbah menyebabkan tutupan karang hidup pada stasiun 2 cenderung meningkat pada awal simulasi hingga mencapai 13.49% pada simulasi ke-24 (Juli 2014) akan tetapi kemudian menurun hingga mencapai 0.03% pada akhir simulasi, sedangkan tutupan alga cenderung stabil pada awal simulasi dan kemudian meningkat hingga mencapai 39% pada akhir simulasi (Gambar 53b).
(a)
(b)
Gambar 54. Simulasi pengolahan limbah terhadap tutupan karang hidup dan tutupan alga pada stasiun 3 tanpa pengelolaan (a) dan adanya pengelolaan (b).
Tanpa adanya pengelolaan (Gambar 54a) menyebakan tutupan karang hidup pada stasiun 3 cenderung menurun hingga mencapai 0.03% pada akhir simulasi,
1:24 PM Wed, Aug 22, 2012 Page 1 0.00 24.00 48.00 72.00 96.00 120.00 Months 1: 1: 1: 2: 2: 2: 0 1 1 1: CORAL 3 2: ALGA 3 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 1:37 PM Wed, Aug 22, 2012 Page 1 0.00 24.00 48.00 72.00 96.00 120.00 Months 1: 1: 1: 2: 2: 2: 0 1 1 1: CORAL 3 2: ALGA 3 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2
Mei 2012 Mei 2014 Mei 2016 Mei 2018 Mei 2020 Mei 2022
sedangkan adanya pengolahan limbah menyebabkan tutupan karang hidup menurun tetapi pada simulasi ke-29 (Oktober 2014) cenderung meningkat hingga mencapai 13.64% pada akhir simulasi (Gambar 54b), sedangkan tutupan alga lebih rendah yaitu 26.20% dibandingkan tanpa adanya pengolahan limbah mencapai 52.05%.
(a)
(b)
Gambar 55. Simulasi pengolahan limbah terhadap tutupan karang hidup dan tutupan alga pada stasiun 4 tanpa pengelolaan (a) dan adanya pengelolaan (b).
Tanpa adanya pengelolan terumbu karang (Gambar 55a) dibandingkan dengan adanya pengolahan limbah pada stasiun 4 tidak menyebabkan tutupan
1:24 PM Wed, Aug 22, 2012 Page 1 0.00 24.00 48.00 72.00 96.00 120.00 Months 1: 1: 1: 2: 2: 2: 0 1 1 1: CORAL 4 2: ALGA 4 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 1:37 PM Wed, Aug 22, 2012 Page 1 0.00 24.00 48.00 72.00 96.00 120.00 Months 1: 1: 1: 2: 2: 2: 0 1 1 1: CORAL 4 2: ALGA 4 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2
Mei 2012 Mei 2014 Mei 2016 Mei 2018 Mei 2020 Mei 2022