• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM KREDIT DAN PERJANJIAN KREDIT BANK. Istilah kredit bukanlah hal yang asing dalam kehidupan sehari-hari di

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN UMUM KREDIT DAN PERJANJIAN KREDIT BANK. Istilah kredit bukanlah hal yang asing dalam kehidupan sehari-hari di"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN UMUM KREDIT DAN PERJANJIAN KREDIT BANK

A. Pengertian dan Dasar Hukum Kredit 1. Pengertian Kredit

Istilah kredit bukanlah hal yang asing dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat. Hal ini dapat ditemui dalam kegiatan jual beli dengan proses kreditan di masyarakat. Contoh sederhananya saja dapat dilihat dalam kegiatan seorang pedagang baik besar, menengah maupun kecil yang menjual barang dagangannya kepada masyarakat. Jual beli tersebut tidak hanya dilakukan secara tunai (kontan) tetapi juga dengan cara mengangsur atau cicilan. Pada umumnya masyarakat mengartikan kredit sama dengan utang, karena setelah jangka waktu tertentu

mereka harus membayar lunas.14

Secara etimologis kredit berasal dari bahasa latin. credere, yang berarti kepercayaan.Misalkan, seorang nasabah debitur yang memperoleh kredit dari bank adalah tentu seseorang yang mendapat kepercayaan dari bank. Hal ini menunjukkan bahwa yang menjadi dasar pemberian kredit oleh bank kepada

nasabah debitur adalah kepercayaan.15

14 Gatot Supramono, Perbankan dan Masalah Kredit: Suatu Tinjauan Yuridis,

Djambatan, Jakarta, 1995, hlm. 21.

15Hermansyah, Op.cit., hlm. 57.

Kredit berfungsi kooperatif antara sipemberi kredit (kreditur) dan sipenerima kredit (debitur). Mereka menarik keuntungan dan saling menanggung resiko. Dalam kegiatan kredit ini, kreditur akan mengambil keuntungan dari modal yang dipinjamkan kepada debitur dengan mengambil kontraprestasi yang disertai dengan bunga, sedangkan bagi debitur,

(2)

kredit merupakan bantuan yang diberikan kreditur untuk memenuhi dan menutupi kebutuhan debitur berupa pemberian prestasi (misalnya uang, barang) sehingga diantara debitur dan kreditur sama-sama mengambil keuntungan dari kegiatan kredit ini. Namun diantara prestasi dan kontraprestasi ini ada suatu masa atau tenggang waktu yang mengakibatkan adanya suatu resiko berupa ketidaktentuan dalam pelunasan pembayaran kredit oleh si debitur sehingga dibutuhkan adanya suatu jaminan dalam pemberian kredit yang dapat diambil, dicairkan apabila si debitur mengalami gagal bayar (tidak bisa membayar dan/atau melunasi kreditnya) tersebut sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, salah satu pengertian kredit adalah pinjaman uang dengan pembayaran pengembalian secara mengangsur atau pinjaman hingga batas jumlah tertentu yang diizinkan oleh bank atau badan lain. 16

Pasal 1 butir 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 dirumuskan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi

utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.17

16Soemarsono, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta. 2007, hlm. 599. 17 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, tentang “Perbankan”,

Pasal 1 butir 11.

Kredit dalam arti ekonomi adalah “penundaan pembayaran dari prestasi yang diberikan sekarang.” Jadi terdapat hubungan utang piutang antara kreditur dan debitur. Sedangkan dalam Undang-Undang Perbankan kredit adalah “penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau

(3)

kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan debitur. Jadi kredit merupakan utang piutang.

Berdasarkan pengertian diatas menunjukkan bahwa prestasi yang wajib dilakukan oleh debitur atas kredit yang diberikan kepadanya adalah tidak semata-mata melunasi utangnya tetapi juga disertai dengan bunga sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati sebelumnya.

Ketentuan Pasal 1 butir 5 Peraturan Bank Indonesia No. 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualiltas Aktiva Bank Umum menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga termasuk: (a) cerukan (overdraft), yaitu saldo negatif pada rekening giro nasabah yang tidak dapat dibayar lunas pada akhir hari; (b) pengambilalihan tagihan dalam rangka kegiatan anjak piutang; dan (c) pengambilalihan atau pembelian kredit dari

pihak lain.18

Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan unsur-unsur yang terdapat

didalam kreditur, yaitu:19

a. Kepercayaan

Yaitu adanya keyakinan dari pihak bank atas prestasi yang diberikannya kepada nasabah peminjam dana yang akan dilunasinya sesuai dengan yang diperjanjikan pada waktu tertentu;

18Peraturan Bank Indonesia No. 7/2/PBI/2005, Pasal 1 butir 5. 19 Rachmadi Usman (2), Op.cit., hlm. 238.

(4)

b. Waktu

Adanya jangka waktu tertentu antara pemberian kredit dan pelunasannya. Jangka waktu tersebut sebelumnya terlebih dahulu disetujui atau disepakati bersama antara pihak bank dan nasabah peminjam dana;

c. Prestasi

Yaitu adanya objek tertentu berupa prestasi dan kontraprestasi pada saat tercapainya persetujuan atau kesepakatan perjanjian pemberian kredit antara bank dan nasabah peminjam dana berupa uang dan bunga atau imbalan; d. Resiko

Yaitu adanya resiko yang mungkin akan terjadi selama jangka waktu antara pemberian dan pelunasan kredit tersebut, sehingga untuk mengamankan pemberian kredit dan menutup kemungkinan terjadinya wanprestasi dari nasabah peminjam dana, maka diadakanlah pengikatan jaminan dan agunan.

2. Dasar Hukum Kredit

Undang-Undang Perbankan tidak mencantumkan secara tegas apa dasar hukum perjanjian kredit. Namun demikian dari pengertian kredit, dapat disimpulkan bahwa dasar hukum perjanjian kredit adalah pinjam meminjam yang didasarkan kepada kesepakatan antara bank dengan nasabah (kreditur dengan

debitor).20

Masalah pinjam meminjam sendiri diatur dalam Buku III Bab ketiga belas KUH Perdata. Dalam Pasal 1754 KUH Perdata disebutkan, bahwa pinjam-meminjam ialah persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan kepada

(5)

pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula. Pasal 1 butir 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan (UU Perbankan) dirumuskan bahwa kredit adalah rumusan penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

Selanjutnya dalam Pasal 1765 KUH Perdata disebutkan, bahwa diperbolehkan memperjanjikan, bunga atas peminjaman uang atau lain barang yang menghabis karena pemakaian.

Dari pengertian ini, terlihat bahwa unsur-unsur pinjam-meminjam adalah: a. Adanya persetujuan antara peminjam dengan yang memberi pinjaman; b. Adanya suatu jumlah barang tertentu habis karena memberi pinjaman; c. Pihak yang menerima pinjaman akan mengganti barang yang sama; d. Peminjam wajib membayar bunga bila diperjanjikan.

Adapun ruang lingkup yang menjadi dasar hukum perjanjian kredit21

a. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Bab XIII, mengenai perjanjian pinjam meminjam uang;

adalah sebagai berikut:

21 Budi Untung, Kredit Perbankan di Indonesia, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2000, hlm.

(6)

b. Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yaitu:

1) Pasal 1 ayat 12 tentang perjanjian kredit;

2) Perjanjian anjak piutang yaitu perjanjian pembiayaan dalam bentuk pembelian dan atau pengalihan serta pengurusan piutang atau tagihan-tagihan jangka pendek suatu perusahaan dari transaksi perdagangan dalam dan atau luar negeri;

3) Perjanjian kartu kredit yaitu perjanjian dagang dengan mempergunakan kartu kredit yang kemudian diperhitungkan untuk melakukan pembayaran melalui penerbit kartu kredit;

4) Perjanjian sewa guna usaha yaitu perjanjian sewa menyewa barang yang berakhir dengan opsi untuk meneruskan perjanjian itu atau melakukan jual beli;

c. Perjanjian sewa beli, yaitu perjanjian yang pembayarannya dilakukan secara angsuran dan hak milik atas barang itu beralih kepada pembeli setelah angsurannya lunas dibayar;

d. Perjanjian pinjam meminjam dalam undang-undang melepas uang; e. Perjanjian pinjam memijam uang dalalm undang-undang riba.

Dari rumusan yang terdapat didalam Undang-Undang Perbankan, dasar dari perjanjian kredit tersebut adalah perjanjian pinjam meminjam dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1754.

(7)

B. Jenis Kredit

Bahwa berdasarkan jangka waktu dan penggunaannya kredit dapat

digolongkan menjadi 3 (tiga) jenis,yaitu:22

1. Kredit investasi, yaitu kredit jangka menengah atau panjang yang diberikan kepada debitur untuk membiayai barang-barang modal dalam rangka rehabilitasi, modernisasi, perluasan, ataupun pendirian proyek baru, misalnya pembelian tanah dan bangunan untuk perluasan pabrik, yang pelunasannya dari hasil usaha dengan barang-barang modal yang dibiayai tersebut. Jadi, kredit investasi adalah kredit jangka menengah atau panjang yang tujuannya untuk pembelian barang modal dan jasa yang diperlukan untuk rehabilitasi, modernisasi, perluasan, proyek penempatan kembali dan/atau pembuatan proyek baru;

2. Kredit modal kerja, yaitu kredit modal kerja yang diberikan baik dalam rupiah maupun valuta asing untuk memenuhi modal kerja yang habis dalam satu siklus usaha dengan jangka waktu maksimal satu tahun dan dapat diperpanjang sesuai kesepakatan antara para pihak yang bersangkutan. Dapat juga dikatakan bahwa kredit ini diberikan untuk membiayai modal kerja, dan modal kerja adalah jenis pembiayaan yang diperlukan oleh perusahaan untuk operasi perusahaan sehari-hari;

3. Kredit konsumsi, yaitu kredit jangka pendek atau panjang yang diberikan kepada debitur untuk membiayai barang-barang kebutuhan atau konsumsi dalam skala kebutuhan rumah tangga yang pelunasannya dari penghasilan bulanan nasabah debitur yang bersangkutan. Dengan perkataan lain, kredit konsumsi merupakan kredit perorangan untuk tujuan nonbisnis, termasuk kredit pemilikan rumah. Kredit konsumsi biasanya digunakan untuk membiayai pembelian mobil atau barang konsumsi barang tahan lama lainnya.

(8)

Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 tidak menyebutkan jenis-jenis kredit yang berlaku saat ini. Secara umum, kredit terdiri dari beberapa

jenis bila dibagi atas beberapa kriteriayaitu:23

a. Penggolongan berdasarkan jangka waktu

1) Kredit jangka pendek, yakni kredit yang jangka waktunya tidak melebihi 1 tahun;

2) Kredit jangka menengah, yaitu kredit yang mempunyai jangka waktu antara 1 sampai 3 tahun;

3) Kredit jangka panjang, dalam hal ini merupakan kredit yang mempunyai jangka waktu diatas 3 tahun.

b. Penggolongan berdasarkan bidang ekonomi

1) Kredit untuk sektor pertanian, perburuhan dan sarana pertanian; 2) Kredit untuk sektor pertambangan;

3) Kredit untuk sektor perindustrian; 4) Kredit untuk sektor listrik, gas, dan air; 5) Kredit untuk sektor konstruksi;

6) Kredit untuk sektor perdagangan, restoran, dan hotel; 7) Kredit pengangkutan, dan komunikasi;

8) Kredit untuk sektor jasa.

c. Penggolongan berdasarkan tujuan penggunaannya

1) Kredit konsumtif, merupakan kredit yang diberikan kepada debitur untuk keperluan konsumsi seperti kredit profesi, kredit perumahan, kredit kendaraan bermotor, pembelian alat-alat rumah tangga, dan lain sebagainya;

(9)

2) Kredit produktif, yang terdiri dari:

a) Kredit investasi, yang dipergunakan untuk membeli barang modal atau barang-barang tahan lama, seperti tanah, mesin, dan sebagainya. Namun demikian, sering juga kredit ini digolongkan kedalam kredit investasi yang disebut sebagai kredit bantuan proyek;

b) Kredit modal kerja, untuk membiayai modal lancar yang habis dalam pemakaian, seperti untuk barang dagangan, bahan baku, overhead produksi dan sebagainya;

c) Kredit likuiditas, diberikan dengan tujuan untuk membantu perusahaan yang sedang kesulitan likuiditas. Misalnya kredit likuiditas dari Bank Indonesia yang diberikan untuk bank-bank yang memiliki likuiditas dibawah bentuk uang.

d. Penggolongan dari segi dokumen

1) Kredit ekspor, yaitu semua bentuk kredit sebagai sumber pembiayaan bagi usaha ekspor. Bisa dalam bentuk kredit langsung maupun tidak langsung misalnya: pembiayaan kredit modal kerja jangka pendek maupun kredit investasi untuk jenis industri yang berorientasi ekspor; 2) Kredit impor, yaitu bentuk kredit modal kerja yang khusus diberikan

untuk membiayai impor. Penarikannya hanya dapat digunakan untuk pelunasan dokumen L/C impor diluar biaya-biaya pajak impor. Penarikan baru dapat dilakukan oleh nasabah dengan menyerahkan surata aksep sebesar nilai dokumen L/C impor dikurangi nilai setoran jaminan.

C. Perjanjian Kredit Bank

Jika syarat-syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata sudah dipenuhi, maka berdasarkan Pasal 1338 KUH Perdata,

(10)

perjanjian telah mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan kekuatan suatu undang-undang.

Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, ditentukan bahwa kredit diberikan berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain, namun undang-undang tersebut tidak menentukan lebih lanjut mengenai bagaimana bentuk persetujuan pinjam-meminjam tesebut.

Subekti berpendapat bahwa: “Dalam bentuk apapun juga pemberian kredit itu diadakan, dalam semuanya itu pada hakikatnya yang terjadi adalah suatu perjanjian pinjam-meminjam sebagaimana diatur oleh KUH Perdata Pasal 1754

sampai dengan Pasal 1769.”24

Demikian juga halnya yang dikemukakan pula oleh Mariam Darus Badrulzaman: “Dari rumusan yang terdapat didalam Undang-Undang Perbankan mengenai perjanjian kredit, dapat disimpulkan bahwa dasar perjanjian kredit adalah perjanjian pinjam-meminjam didalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1754. Perjanjian pinjam-meminjam ini juga mengandung makna yang luas yaitu objeknya adalah benda yang menghabis jika verbruiklening termasuk didalamnya uang. Berdasarkan perjanjian pinjam meminjam ini, pihak penerima pinjaman menjadi pemilik yang dipinjam dan kemudian harus dikembalikan dengan jenis yang sama kepada pihak yang meminjamkan. Karenanya perjanjian kredit ini merupakan perjanjian yang bersifat riil, yaitu

24R. Subekti, Jaminan-Jaminan untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia, PT.

(11)

bahwa terjadinya perjanjian kredit ditentukan oleh “penyerahan” uang oleh bank

kepada nasabah.”25

Dari pengertian “kredit” dan “pembiayaan”, dapat ditarik beberapa

kesimpulan bahwa:26

1. Kredit atau pembiayaan yang diberikan oleh bank, baik dengan sistem konvensional ataupun syariah, keduanya berakar pada suatu perjanjian yang merujuk pada ketentuan yang diatur dalam Buku II KUH Perdata; 2. Pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan tidak terbatas pada cara

konvensional, dimana peminjam harus memberikan imbalan berupa bunga melainkan berkembang dengan imbalan atau bagi hasil;

3. Pemberian kredit atau pembiayaan diatur secara khusus dalam beberapa ketentuan perundang-undangan, merupakan hal yang lazim mengingat kepentingan manusia senantiasa berkembang dari waktu ke waktu, dan kredit atau pembiayaan tidak dapat diberikan dalam suatu bentuk tertentu saja;

4. Subjek pemberi kredit atau kreditur diatur oleh suatu lembaga, yaitu bank sebagai lembaga intermediasi atau perantara. Ketentuan pengaturan lembaga intermediasi tidak hanya bank, dikarenakan dalam praktik terdapat pula lembaga lainnya, yaitu pegadaian, anjak piutang atau factoring, leasing yang memiliki kegiatan hampir sama dengan bank; 5. Penyediaan kredit tidak dapat dikatakan hanya bersifat konsensual saja,

tetapi juga riil. Penyediaan kredit yang bersifat konsensual diberikan dalam fasilitas rekening koran, demand loan atau fasilitas kredit lainnya.

25Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Alumni, Bandung, 1994, hlm. 110. 26 Johannes Ibrahim, Cross Default & Cross Collateral Sebagai Upaya Penyelesaian Kredit Bermasasalah, Refika Aditama, Bandung, 2004, hlm. 29.

(12)

Akan tetapi terdapat pula penyediaan kredit secara riil, misalnya untuk pembelian rumah atau kendaraan;

6. Syarat penggunaannya tidak selalu menggunakan cara giral melalui cek, giro, ataupun pemindah-bukuan. Dalam praktik perbankan, tidak mustahil pula dilakukan penarikan secara tunai melalui kasir dengan menggunakan kuitansi sebagai bukti pengambilan.

Oleh karenanya, perjanjian kredit tetap masih berakar pada perjanjian pinjam-meminjam yang diatur dalam KUH Perdata, tetapi mengalami berbagai perubahan sesuai dengan tuntutan zaman. Oleh karena itu perjanjian kredit tetap

dikategorikan sebagai perjanjian tidak bernama (onbenoemde overeenkomst).27

Perjanjian kredit tidak secara khusus diatur dalam KUH Perdata. Meskipun perjanjian kredit tidak diatur secara khusus dalam KUH Perdata tetapi dalam membuat perjanjian kredit tidak boleh bertentangan dengan asas atau ajaran umum yang terdapat dalam hukum perdata, seperti ditegaskan sebagai berikut: semua perjanjian baik yang mempunyai nama khusus maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama khusus maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan-peraturan umum termuat dalam Bab I dan Bab II.28

Perjanjian kredit merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam pemberian kredit, tanpa perjanjian kredit yang ditandatangani bank dan debitur, maka tidak ada pemberian kredit itu. Perjanjian kredit merupakan ikatan antara bank dengan debitur yang isinya menentukan dan mengatur hak dan kewajiban

27Ibid., hlm. 30.

(13)

kedua pihak sehubungan dengan pemberian atau pinjaman kredit (pinjam uang). Perjanjian kredit adalah perjanjian pokok (prinsipil) yang bersifat riil. Sebagai perjanjian prinsipil, maka perjanjian jaminan adalah assessor-nya. Ada dan berakhirnya perjanjian jaminan bergantung pada perjanjian pokok. Arti riil ialah bahwa terjanjinya perjanjian kredit ditentukan oleh penyerahan uang oleh bank kepada nasabah debitur. Sebagai contoh jika perjanjian kredit berakhir karena ada pelunasan hutang maka secara otomatis perjanjian jaminan akan menjadi hapus atau berakhir. Tetapi sebaliknya jika perjanjian jaminan hapus atau berakhir misalnya barang yang menjadi jaminan musnah maka perjanjian kredit tidak berakhir. Jadi perjanjian kredit harus mendahului perjanjian jaminan, tidak mungkin ada jaminan tanpa ada perjanjian kredit. Perjanjian kredit berlaku sejak ditandatangani kedua pihak, kreditur dan debitur. Sejak ditandatanganinya perjanjian kredit bank sebagai kreditur sudah mencatat adanya kewajiban menyerahkan uang oleh bank disebut mencairkan uang secara bertahap sesuai perjanjian. Adanya kewajiban menyerahkan uang tersebut dalam pembukuan bank dicatat dalam posisi of balanced yang dalam akutansi disebut komitmen. Komitmen artinya bank setiap saat (any time) siap untuk menyerahkan uang kepada debitur sesuai permintaan debitur sepanjang memenuhi syarat-syarat yang diatur dalam perjanjian kredit. Jika bank secara riil telah menyerahkan uang, maka bank akan mencatat dalam pembukuannya pada sisi on balanced artinya perjanjian kredit benar-benar terjadi dan berlaku. Jadi meskipun perjanjian kredit

(14)

telah ditandatangani bank dan debitur, tetapi jika debitur belum menarik uangnya

maka perjanjian kredit dianggap belum terjadi/belum ada.29

Perjanjian kredit yang telah ditandatangani para pihak, baik yang berbentuk akta dibawah tangan (dibuat para pihak sendiri) atau dalam bentuk akta

otentik (dibuat oleh dan dihadapan notaris), mempunyai fungsi sebagai berikut:30

a. Perjanjian kredit sebagai alat bukti bagi kreditur dan debitur yang membuktikan adanya hak dan kewajiban timbal balik antara bank sebagai kreditur dan debitur. Hak debitur adalah menerima pinjaman dan menggunakan sesuai tujuannya dan kewajiban debitur mengembalikan hutang tersebut baik pokok dan bunga sesuai waktu yang ditentukan. Kewajiban kreditur meminjamkan sejumlah uang kepada debitur, dan hak kreditur menerima pembayaran kembali pokok dan bunga;

b. Perjanjian kredit dapat dipergunakan sebagai alat atau sarana pemantau atau pengawasan kredit yang sudah diberikan, karena perjanjian kredit berisi syarat dan ketentuan dalam pemberian kredit dan pengembalian kredit. Untuk mencairkan kredit dan penggunaan kredit dapat dipantau dari ketentuan perjanjian kredit tersebut;

c. Perjanjian kredit merupakan perjanjian pokok yang menjadi dasar dari perjanjian ikutannya yaitu perjanjian pengikatan jaminan. Pemberian kredit pada umumnya dijamin dengan benda-benda bergerak atau benda tidak bergerak milik debitur atau milik pihak ketiga yang harus dilakukan pengikatan jaminan;

d. Perjanjian kredit hanya sebagai alat bukti biasa yang membuktikan adanya hutang debitur artinya perjanjian kredit tidak mempunyai kekuatan

29

Ibid, hlm.98. 30

(15)

eksekutorial atau tidak memberikan kekuasaan langsung kepada bank atau kreditur untuk mengeksekusi barang jaminan apabila debitur tidak mampu melunasi hutangnya (wanprestasi).

Dilihat dari bentuknya, umumnya perjanjian kredit perbankan menggunakan bentuk perjanjian baku (standard contract). Berkaitan dengan itu, memang dalam praktiknya bentuk perjanjiannya telah disediakan oleh pihak bank sebagai kreditur sedangkan debitur hanya mempelajari dan memahaminya dengan baik. Perjanjian yang demikian itu biasa disebut dengan perjanjian baku (standard contract), dimana dalam perjanjian tersebut pihak debitur hanya dalam posisi menerima atau menolak tanpa ada kemungkinan untuk melakukan negosiasi atau tawar-menawar.

Apabila debitur menerima semua ketentuan dan persyaratan yang ditentukan oleh bank, maka ia berkewajiban untuk menandatangani perjanjian kredit tersebut, tetapi jika debitur menolak ia tidak perlu untuk menandatangani perjanjian kredit tersebut.

Perjanjian kredit ini perlu memperoleh perhatian yang khusus baik oleh bank sebagai kreditur maupun oleh nasabah sebagai debitur, karena perjanjian kredit mempunyai fungsi yang sangat penting dalam pemberian, pengelolaan, dan penatalaksanaan kredit tersebut. Berkaitan dengan itu, menurut Ch. Gatot

Wardoyo perjanjian kredit mempunyai fungsi-fungsi sebagai berikut:31

(16)

a. Perjanjian kredit berfungsi sebagai perjanjian pokok;

b. Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat bukti mengenai batasan-batasan hak dan kewajiban diantara kreditur dan debitur;

c. Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat untuk melakukan monitoring kredit.

Kredit atau pembiayaan yang diberikan oleh bank, baik dengan sistem konvensional ataupun syariah, keduanya berakar pada suatu perjanjian yang merujuk pada ketentuan yang diatur dalam Buku II KUH Perdata.

D. Prinsip dan Analisis Kredit 1. Prinsip-prinsip kredit

Sebagaimana diketahui, pembayaran kredit selalu terjadi dimasa yang akan datang, maka yang memberikan pinjaman harus menilai apakah harapan debitor

tentang kesanggupannya untuk membayar kembali adalah cukup wajar.32

Kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang diberikan oleh bank mengandung resiko, sehingga dalam setiap pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah harus memperhatikan asas-asas perkreditan atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang sehat dan berdasarkan prinsip kehati-kehatian. Untuk itu sebelum memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap berbagai aspek. Berdasarkan penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Perbankan yang diubah, yang mesti dinilai oleh bank sebelum

(17)

memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari nasabah debitor, yang kemudian terkenal dengan sebutan “the five C of credit analysis” atau prinsip 5 C’s.Pada sasarannya konsep 5 C’s ini akan dapat memberikan informasi mengenai itikad baik (willingness to pay) dan kemampuan membayar (ability to pay)

nasabah untuk melunasi kembali pinjaman beserta bunga.33

a. Penilaian watak (character)

Penilaian watak atau kepribadian calon debitur dimaksudkan untuk mengetahui kejujuran dan itikad baik calon debitor untuk melunasi atau mengembalikan pinjamannya, sehingga tidak akan menyulitkan bank dikemudian hari. Hal ini dapat diperoleh terutama didasarkan kepada hubungan yang telah terjalin antara bank dan (calon) debitur atau informasi yang diperoleh dari pihak lain yang mengetahui moral, kepribadian dan perilaku calon debitur dalam kehidupan kesehariannya. b. Penilaian kemampuan (capacity)

Bank harus meneliti tentang keahlian calon debitur dalam bidang usahanya dan kemampuan manajerialnya, sehingga bank yakin bahwa usaha yang akan dibiayainya dikelola oleh orang-orang yang tepat, sehingga calon debiturnya dalam jangka waktu tertentu mampu melunasi atau mengembalikan pinjamannya.

Kalau kemampuan bisnisnya kecil, tentu tidak layak diberikan kredit dalam skala besar, demikian juga jika trend bisnisnya atau kinerja

(18)

bisnisnya menurun, maka kredit juga semestinya tidak diberikan. Kecuali jika penurunan itu karena kekurangan biaya sehingga dapat diantisipasi bahwa dengan tambahan biaya lewat peluncuran kredit, maka trend atau

kinerja bisnisnya tersebut dipastikan akan semakin membaik.34

c. Penilaian terhadap modal (capital)

Bank harus melakukan analisis terhadap posisi keuangan secara menyeluruh mengenai masa lalu dan yang akan datang, sehingga dapat diketahui kemampuan permodalan calon debitur dalam menunjang pembiayaan proyek atau usaha calon debitur yang bersangkutan.

Dalam praktek selama ini bank jarang sekali memberikan kredit untuk membiayai seluruh dana yang diperlukan nasabah. Nasabah wajib menyediakan modal sendiri, sedangkan kekurangannya itu dapat dibiayai dengan kredit bank. Jadi bank fungsinya adalah hanya menyediakan

tambahan modal, dan biasanya lebih sedikit dari pokoknya.35

d. Penilaian terhadap agunan (collateral)

Untuk menanggung pembayaran kredit macet, calon debitur umumnya wajib menyediakan jaminan berupa agunan yang berkualitas tinggi dan mudah dicairkan yang nilainya minimal sebesar jumlah kredit atau pembiayaan yang diberikan kepadanya. Untuk itu sudah seharusnya bank wajib meminta agunan tambahan dengan maksud jika calon debitur tidak dapat melunasi kreditnya, maka agunan tambahan tersebut dapat dicairkan

34 Munir Fuady, Hukum Perkreditan Kontemporer, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,

1996, hlm. 23.

(19)

guna menutupi pelunasan atau pengembalian kredit atau pembiayaan yang tersisa.

e. Penilaian terhadap prospek usaha nasabah debitur (condition of economy) Bank harus menganalisis keadaan pasar didalam dan diluar negeri baik masa lalu maupun yang akan datang, sehingga masa depan pemasaran dari hasil proyek atau usaha calon debitur yang dibiayai bank dapat diketahui.

Selain memperhatikan hal-hal diatas, bank harus pula mengetahui mengenai tujuan penggunaan kredit dan rencana pengembangan kreditnya serta

urgensi dari kredit yang diminta.36

Bank dalam memberikan kredit, selain menerapkan prinsip 5 C’s, juga

menerapkan apa yang dinamakan dengan prinsip 5 P sebagai berikut:37

a. Party (Para Pihak)

Para pihak merupakan titik sentral yang diperhatikan dalam setiap pemberian kredit. Untuk itu pihak pemberi kredit harus memperoleh suatu “kepercayaan” terhadap para pihak, dalam hal ini debitur. Bagaimana karakternya, kemampuannya, dan sebagainya.

b. Purpose (Tujuan)

Tujuan dari pemberian kredit juga sangat penting diketahui oleh pihak kreditur. Harus dilihat apakah kredit akan digunakan untuk hal-hal yang positif yang benar-benar dapat menaikkan income perusahaan. Dan harus

36 Edy Putra Tje Aman, Kredit Perbankan Suatu Tinjauan Yuridis, Liberty, Yogyakarta,

1989, hlm. 15.

(20)

pula diawasi agar kredit tersebut benar-benar diperuntukkan untuk tujuan seperti diperjanjikan dalam suatu perjanjian kredit.

c. Payment (Pembayaran)

Harus pula diperhatikan apakah sumber pembayaran kredit dari calon debitur cukup tersedia dan cukup aman. Sehingga dengan demikian diharapkan bahwa kredit yang akan diluncurkan tersebut dapat dibayar kembali oleh debitur yang bersangkutan. Jadi harus dilihat dan dianalisis apakah setelah pemberian kredit nanti, debitur punya sumber pendapatan, dan apakah pendapatan tersebut mencukupi untuk membayar kembali kreditnya.

d. Profitability (Perolehan Laba)

Unsur perolehan laba oleh debitur tidak kurang pula pentingnya dalam suatu pemberian kredit. Untuk itu, kreditur harus berantisipasi apakah laba yang akan diperoleh oleh perusahaan lebih besar daripada bunga pinjaman dan apakah pendapatan perusahaan dapat menutupi pembayaran kembali kredit, cash flow, dan sebagainya.

e. Protection (Perlindungan)

Diperlukan suatu perlindungan terhadap kredit oleh perusahaan debitur. Untuk itu, perlindungan dari kelompok perusahaan, atau jaminan dari holding, atau jaminan pribadi pemilik perusahaan penting diperhatikan. Terutama untuk berjaga-jaga sekiranya terjadi hal-hal diluar skenario atau diluar prediksi semula.

Disamping menggunakan prinsip pemberian kredit diatas, bank dalam memberikan kredit juga menggunakan prinsip 3 R, yaitu:

a. Returns (Hasil yang diperoleh)

Returns, yakni hasil yang diperoleh oleh debitur, dalam hal ini ketika kredit telah dimanfaatkan dan dapat diantisipasi oleh calon kreditur.

(21)

Artinya perolehan tersebut mencukupi untuk membayar kembali kredit beserta bunga, ongkos-ongkos, disamping membayar keperluan perusahaan yang lain seperti untuk cash flow, kredit lain jika ada, dan sebagainya;

b. Repayment (Pembayaran kembali)

Kemampuan bayar dari pihak debitur tentu saja juga mesti dipertimbangkan. Dan apakah kemampuan bayar tersebut match dengan schedule pembayaran kembali dari kredit yang akan diberikan itu. Ini juga merupakan hal yang tidak boleh diabaikan;

c. Risk Bearing Ability (Kemampuan Menanggung Resiko)

Hal lain yang perlu diperhatikan juga adalah sejauh mana terdapatnya kemampuan debitur untuk menanggung resiko. Misalnya dalam hal terjadi hal-hal diluar antisipasi kedua belah pihak. Terutama jika dapat menyebabkan timbulnya kredit macet.

Untuk itu, harus diperhitungkan apakah misalnya jaminan dan/atau

asuransi barang atau kredit sudah cukup aman untuk menutupi resiko tersebut.38

2. Analisis kredit

Bank sebelum memutuskan apakah suatu permohonan dapat diterima atau ditolak, maka langkah lain juga yang harus dilakukan adalah melakukan analisis terhadap permohonan yang diajukan oleh debitur. Pentingnya untuk melakukan analisis ini adalah untuk menghindari resiko kemungkinan terjadinya kredit macet.

Mengenai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya sesuai dengan

(22)

yang diperjanjikan, maka dari Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 dapat disimpulkan bahwa:

a. Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian yang seksama atas watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha debitur;

b. Dalam memperoleh keyakinan atas kemampuan debitur mengembalikan utangnya, agunan hanya dapat berupa barang, proyek, atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan.

Berdasarkan analisis kredit tersebut, bank akan memberikan keputusan menolak atau menyetujui permohonan calon debitur. Oleh karena itu, setiap analisis kredit harus memuat penilaian yang lengkap dan sempurna sehingga dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan peraturan intern bank dan peraturan perundang-undangan lainnya.

Referensi

Dokumen terkait

Τα ονόματα των θεών έφτασαν πολύ αργότερα στην Ελλάδα από την Αίγυπτο κι έτσι τα έμαθαν οι Πελασγοί, με εξαίρεση αυτό του Διονύσου,

Pembangunan kesehatan suatu negara tidak dapat terlepas dari suatu sistem yang disebut dengan Sistem Kesehatan. Pada intinya sistem kesehatan merupakan seluruh aktifitas

Strategi yang digunakan perusahaan agar pelanggan tidak menggunakan barang substitusi tersebut adalah dengan menyediakan produk bahan kimia dalam jumlah yang dapat memenuhi

(Rüdiger, 2019) Ini dilakukan karena pemerintah Denmark ingin perusahaan yang ada di negaranya bisa mengambil untung terkait pengembangan energi terbarukan, dengan

Beban kognitif mahasiswa diukur pada tiga komponen, yaitu usaha mental siswa untuk menggambarkan extraneous cognitive load (ECL), kemampuan menerima dan mengolah informasi untuk

Sebagaimana dikemukakan oleh Fatttah (2003) bahwa” kualitas hasil pembelajaran sangat ditentukan oleh kualitas proses pembelajaran.” Kualitas proses pembelajaran yang

Jamur adalah makanan kaya serat dan mineral seperti kalium, besi, dll juga mengandung Vitamin B tinggi dan ergosterol yang akan dikonversi menjadi vitamin D dalam