• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN. menjawab permasalahan penelitian pada BAB 1 yaitu: - Hubungan antara kualifikasi akademik dengan penguasaan kompetensi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN. menjawab permasalahan penelitian pada BAB 1 yaitu: - Hubungan antara kualifikasi akademik dengan penguasaan kompetensi"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

65

Bab ini membahas hasil penelitian yang telah diperoleh saat peneliti melakukan penelitian di lapangan sekaligus pembahasannya. Hasil penelitian menjawab permasalahan penelitian pada BAB 1 yaitu:

- Tingkat penguasaan kompetensi professional dikalangan guru IPS terpadu Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) se Kota Salatiga, Jawa Tengah

- Hubungan antara kualifikasi akademik dengan penguasaan kompetensi profesional dikalangan guru IPS terpadu Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) se Kota Salatiga, Jawa Tengah - Hubungan antara latar belakang pendidikan ditinjau dari program studi

dengan penguasaan kompetensi professional dikalangan guru IPS terpadu Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) se Kota Salatiga, Jawa Tengah

4.1. Analisis Deskriptif

Sebagaimana telah dijelaskan dalam Bab III, analisis data mencakup analisis pendahuluan berupa statistik deskriptif dan analisis uji hipotesis dengan menggunakan statistik inferensial. Bagian ini menjelaskan temuan penelitian yang dikemukakan dalam bentuk statistik deskriptif. Perhitungan dalam statistik deskriptif meliputi distribusi frekuensi, tendensi pusat, dispersi, grafik dan

(2)

estimasi. Perhitungan secara lengkap dapat disimak dalam lampiran 4, halaman 35 sampai dengan halaman 39.

Distribusi frekuensi untuk penguasaan kompetensi profesional guru IPS Terpadu (Y) membagi data kedalam tujuh kelompok sebagaimana terlampir dalam tabel 3, lampiran 4 halaman 32. Berdasarkan tabel 3 nampak bahwa terdapat tiga (3) orang (4,76%) yang memiliki penguasaan kompetensi profesional terendah diantara guru lainnya. Disamping itu, enam (6) orang (9,52%) guru termasuk dalam kelompok terendah kedua (kelas kedua), 25 orang (39,68%) termasuk dalam kelompok ketiga, 7 orang (11,11%) termasuk dalam kelompok keempat, 11 orang (17,46%) termasuk dalam kelompok kelima, lima (5) orang (7,94%) termasuk dalam kelompok ketujuh (penguasaan kompetensi tertinggi), dan tidak ada guru yang termasuk dalam kelompok keenam. Rata-rata penguasaan kompetensi sebesar 35,81% dengan standart deviasi 14,98%. Parameter µY diestimasi pada rentang nilai antara 32,11 hingga 39,51.

Distribusi frekuensi membagi data kedalam beberapa kelompok data pada masing-masing variabel. Distribusi frekuensi untuk kualifikasi akademik (X1) membagi data kedalam dua kelompok, yaitu D4/ S1 dan non D4/S1. Berdasarkan data yang telah dikumpulkan, diperoleh temuan bahwa dari 63 sampel penelitian terdapat 50 orang (79,36%) berkualifikasi D4/S1, sedangkan 13 orang (20,64%) berkualifikasi non D4/S1. Dengan demikian, nampak bahwa sebagian besar guru yang menjadi sampel telah berkualifikasi akademik S1 yang sekaligus menjadi kelas modus.

(3)

Distribusi frekuensi untuk Program Studi (X2) membagi data kedalam lima kelompok, yaitu Pendidikan Geografi, Pendidikan Ekonomi, Pendidikan Sejarah, Pendidikan IPS,dan non Pendidikan IPS/lain-lain. Berdasar data yang telah dikumpulkan, ditemukan bahwa sebanyak 16 orang (25,4%) berasal dari Pendidikan Geografi, 13 orang (20,6%) guru berasal dari Pendidikan Ekonomi, 22 orang (34,9%) berasal dari Pendidikan Sejarah, dua (2) orang (3,2%) guru berasal dari Pendidikan IPS, dan sepuluh orang (15,87%) berasal dari program studi non pendidikan IPS. Dari data tersebut, nampak bahwa sebagian besar guru berasal dari program studi Pendidikan Sejarah.

4.1.1. Penguasaan Guru Dalam Membedakan Stuktur Ilmu-Ilmu Sosial (IIS) dan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) (Y1)

Rata – rata penguasaan guru IPS Terpadu di SMP dan MTs se Kota Salatiga, Jawa Tengah dalam membedakan struktur Ilmu – Ilmu Sosial (IIS) dan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) sebasar 35,81 % dan telah di ukur berdasarkan tujuh indikator pertanyaan yang di susun oleh penulis dalam pedoman wawancara (lampiran satu). Hasil dari wawancara kepada 63 orang guru IPS Terpadu adalah sebagai berikut :

1. Ada 20 orang guru IPS Terpadu(31,75%) yang dapat menjelaskan dengan benar apa yang di maksud dengan Ilmu – Ilmu Sosial, dan sisanya 43 orang guru IPS Terpadu (68,25%) tidak dapat menjelaskan dengan benar apa yang dimaksud dengan Ilmu – Ilmu Sosial (IIS).

(4)

2. Hanya ada satu orang guru IPS Terpadu (1,59%) yang dapat menjelaskan apa yang di maksud dengan struktur Ilmu – Ilmu Sosial (IIS), dan sisanya sebanyak 62 orang guru IPS Terpadu (98,41%) tidak dapat menjelaskan dengan benar apa yang dimaksud dengan struktur Ilmu – Ilmu Sosial (IIS).

3. Ada 28 orang guru IPS Terpadu (44,44%) yang dapat menyebutkan dengan benar apa sajakan yang termasuk dalam struktur Ilmu – Ilmu Sosial (IIS), dan sisanya sebanyak 35 orang guru IPS Terpadu (55,56%) tidak dapat menyebutkan dengan benar apa sajakan yang termasuk dalam struktur Ilmu – Ilmu Sosial (IIS)

4. Ada 22 orang guru IPS Terpadu (34,92%) yang dapat menyebutkan dengan benar perbedaan Ilmu – Ilmu Sosial (IIS) dengan Ilmu pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu, dan sisanya sebanyak 41 orang guru IPS Terpadu (65,08%) yang tidak dapat menyebutkan dengan benar erbedaan Ilmu – Ilmu Sosial (IIS) dengan Ilmu pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu.

5. Ada 15 orang guru IPS Terpadu yang dapat menjelaskan dengan benar pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu, dan sisanya sebanyak 48 orang guru IPS Terpadu (76,19%) yang tidak dapat menjelaskan dengan benar pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu.

6. Hanya ada satu orang guru IPS Terpadu yang dapat menjelaskan tentang struktur Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu, dan sisanya

(5)

sebanyak 62 orang guru IPS Terpadu (98,41%) tidak dapat menjelaskan dengan benar tentang struktur Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu.

7. Ada 48 orang guru IPS Terpadu (76,19%) yang dapat menyebutkan apa sajakah yang termasuk dalam struktur Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu, dan sisanya sebanyak 15 orang guru IPS Terpadu (23,81%) yang tidak dapat dapat menyebutkan apa sajakah yang termasuk dalam struktur Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu. 4.1.2. Penguasaan Guru Mengenai Konsep Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu (Y2)

Rata – rata penguasaan guru IPS Terpadu di SMP dan MTs se Kota Salatiga, Jawa Tengah mengenai Konsep Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu sebesar 29,36 % dan telah di ukur berdasarkan empat indikator pertanyaan yang di susun oleh penulis dalam pedoman wawancara (lampiran satu) adalah sebagai berikut :

1. Hanya ada tujuh orang guru IPS Terpadu (11,11%) yang dapat menjelaskan apa yang di maksud dengan konsep dasar Ekonomi, sedangkan sisanya sebanyak 56 orang guru IPS Terpadu (88,89%) yang tidak dapat menjelaskan apa yang di maksud dengan konsep dasar Ekonomi.

2. Terdapat 15 orang guru IPS Terpadu (23,80%) yang dapat menjelaskan apa yang di maksud dengan konsep dasar Geografi, sedangkan sisanya sebanyak 48 orang guru IPS Terpadu (76,20%)

(6)

yang tidak dapat menjelaskan apa yang di maksud dengan konsep dasar Geografi.

3. Terdapat 19 orang guru IPS Terpadu (30,15%) yang dapat menjelaskan apa yang di maksud dengan konsep dasar Sejarah, sedangkan sisanya sebanyak 44 orang guru IPS Terpadu (69,85%) tidak dapat menjelaskan apa yang di maksud dengan konsep dasar Sejarah.

4. Terdapat 33 orang guru IPS Terpadu (52,38%) yang dapat menjelaskan apa yang di maksud dengan konsep dasar Sosiologi, sedangkan sisanya sebanyak 30 orang guru IPS Terpadu (47,52%) yang tidak dapat menjelaskan apa yang di maksud dengan konsep dasar Sosiologi.

5.1.3. Penguasaan Guru Mengenai Manfaat IPS Terpadu (Y3)

Rata – rata penguasaan guru IPS Terpadu di SMP dan MTs se Kota Salatiga, Jawa Tengah mengenai manfaat Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu sebesar 57,67 % dan telah di ukur berdasarkan tiga indikator pertanyaan yang di susun oleh penulis dalam pedoman wawancara (lampiran satu) adalah sebagai berikut :

1. Ada 19 orang guru IPS Terpadu (30,15%) yang dapat menjelaskan dengan benar peranan Ilmu – Ilmu Sosial (IIS) bagi Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu, dan sisanya sebanyak 44 orang guru IPS Terpadu (69,85%) tidak dapat menjelaskan

(7)

dengan benar peranan Ilmu – Ilmu Sosial (IIS) bagi Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu.

2. Ada 53 orang guru IPS Terpadu (84,12%) yang menjawab ada manfaat mata pelajaran Ilmu pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu, sisanya sebanyak sepuluh orang guru IPS Terpadu menjawab tidak ada manfaat mata pelajaran Ilmu pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu.

3. Ada 36 orang guru IPS Terpadu (57,14%) yang dapat menjawab dengan benar manfaat Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Teerpadu, sedangkan sebanyak 27 orang guru menjawab dengan salah manfaat Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu.

4.2. Analisis Inferensial

Terkait dengan perumusan masalah pertama mengenai penguasaan kompetensi profesional di kalangan guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu se Kota Salatiga Jawa Tengah, peneliti melakukan perhitungan dengan teknik Z-test. Berdasarkan data yang telah dikumpulkan untuk penguasaan kompetensi profesional di kalangan guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu (Y), diperoleh nilai Z hitung sebesar -20,735 dengan asumsi nilai hipotesis sebesar 75%, dan dengan tingkat kesalahan ( adalah sebesar 5%. Nilai Z hitung ini selanjutnya dibandingkan dengan Z tabel, dimana Z tabel untuk = 5% adalah 1,645 sebagai batas kanan, dan -1,645 sebagai batas kiri. Dengan demikian, Z hitung berada didaerah penerimaan H1. Pada akhirnya diperoleh kesimpulan bahwa H0 ditolak, dan H1 diterima. Gambar dapat di lihat pada lampiran 5.

(8)

Terkait dengan perumusan masalah kedua, yaitu “adakah hubungan kualifikasi akademik dengan penguasaan kompetensi profesional di kalangan guru IPS Terpadu Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) se Kota Salatiga, Jawa Tengah?”peneliti melakukan perhitungan korelasi dengan beda mean (t hitung) antara variabel kualifikasi akademik (X1) dengan penguasaan kompetensi profesional di kalangan guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu (Y). Hasil perhitungan menunjukkan bahwa beda mean (t hitung) sebesar 1,37. Nilai t hitung ini akan dibandingkan dengan t tabel, dimana t tabel untuk = 5% adalah 1,691. Dengan demikian, daerah penerimaan Ho adalah diantara -1,691 hingga 1,691. Nampak bahwa t hitung berada didaerah penerimaan Ho. Dengan demikian, Ho diterima, dan H1 ditolak.

Terkait dengan perumusan masalah ketiga yaitu “adakah hubungan program studi dengan penguasaan kompetensi profesional di kalangan guru IPS Terpadu Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) se Kota Salatiga, Jawa Tengah?”, peneliti melakukan perhitungan korelasi dengan analisis variance antara variabel Program Studi (X2) dengan penguasaan kompetensi profesional di kalangan guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu (Y). Hasil perhitungan menunjukkan bahwa F hitung sebesar 1,084. Nilai F hitung ini akan dibandingkan dengan F tabel, dimana F tabel = 5% dan dengan tingkat kebebasan pembilang sebesar 4, sedangkan tingkat kebebasan penyebut sebesar 58 adalah 2,57. Dengan demikian, daerah penerimaan Ho adalah diantara -2,57 hingga 2,57. Nampak bahwa F hitung berada didaerah penerimaan Ho. Dengan demikian, Ho diterima, dan H1 ditolak.

(9)

4.3. Pembahasan

Bagian ini membahas hasil temuan dari penelitian hubungan kualifikasi akademik dan program studi dengan penguasaan kompetensi profesional di kalangan guru Ilmu Pengetahuam Sosial (IPS) Terpadu SMP dan MTs se Kota Salatiga, Jawa Tengah terkait dengan teori yang ada di bab II.

4.3.1. Pembahasan Penguasaan Kompetensi Profesional (Y)

Penguasaan kompetensi profesional mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu adalah kesesuaian deskripsi pada indikator kompetensi profesional oleh guru dengan kompetensi profesional yang ada pada silabus. Kompetensi profesional dalam silabus dikatakan sebagai “seperangkat

kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang guru agar ia dapat melaksanakan tugas mengajarnya dengan berhasil.”95

Guru harus berhasil dalam melaksanakan

tugas mengajarnya tersebut. Penelitian ini membahas penguasaan kompetensi profesional guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu yang dilihat dari kemampuan guru dalam membedakan struktur Ilmu pengetahuan Sosial (IPS) dengan Ilmu – Ilmu Sosial (IIS), penguasaan konsep dasar Ilmu pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu, serta menunjukan manfaat mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu.

95

(10)

4.3.1.1. Pembahasan Penguasaan Guru Dalam Membedakan Struktur Ilmu-Ilmu Sosial (IIS) dan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) (Y1)

Struktur Ilmu – Ilmu Sosial (IIS) dan Struktur Ilmu Pengetahuan Sosial mungkin hampir sama tetapi sebenarnya berbeda.

“Struktur Ilmu-Ilmu Sosial (IIS) antara lain : sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, antropologi, filasafat, dan psikologi sosial.” Sedangkan untuk struktur dari Ilmu pengetahuan Sosial (IPS) meliputi empat bidang antara lain georafi, sejarah, ekonomi, sosiologi yang dikemas sedemikian rupa sehingga menjadi pokok bahasan atau topik (tema) tertentu secara terpadu.”96

Semua guru yang mengampu mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Terpadu harus menguasai struktur Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu dan harus mampu membedakannya dengan struktur Ilmu – Ilmu Sosial (IIS). Setelah guru menguasai struktur Ilmu pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu, guru akan dapat menguasai pula limgkup ilmu, materi – materi yang ada dalam Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu. Dengan menguasai struktur Ilmu pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu guru pula dapat menyampaikan kepada peserta didik.

Hasil penelitian terhadap 63 orang guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu memperlihatkan rata – rata 30,61% guru menguasai perbedaan struktur Ilmu – Ilmu Sosial (IIS) dan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu.

Sebagian besar guru hanya mengetahui struktur Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu, tidak dengan Ilmu- Ilmu Sosial (IIS). Mereka

(11)

menganggap bahwa struktur Ilmu- Ilmu Sosial (IIS) sama dengan struktur Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu. Apabila guru saja tidak dapat membedakan struktur Ilmu – Ilmu Sosial (IIS) dan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu, maka guru pula tidak dapat menyampaikan ilmu kepada peserta didik.

Kemampuan guru dalam membedakan struktur Ilmu – Ilmu Sosial (IIS) dan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu jika dibandingkan dengan teori behaviorisme dan konstruktivisme. Watson dalam teori behaviorisme berfikir bahwa tindakan seseorang selalu ada sebab yang melatarbelakanginya. Sebab yang melatarbelakanginya disebut stimulus, sedangkan kegiatan yang dilakukan karena adanya stimulus disebut sebagai respons. Terkait dengan penelitian ini, seorang guru menguasai kompetensi profesional disebabkan karena adanya tindakan-tindakan yang melatarbelakanginya. Tindakan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah seorang guru harus memenuhi persyaratan menjadi guru yang profesional dan berkompeten. Guru yang profesional dan berkompeten salah satu persyaratannya adalah memiliki kualifikasi akademik atau latar belakang pendidikan yang sesuai dengan mata pelajaran yang diampu serta pengetahuan dan pengalaman.

4.3.1.2. Pembahasan Penguasaan Guru Mengenai Konsep Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu (Y2)

Pengajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu dapat mendorong peserta didik mempelajari dan memahami konsep – konsep ilmu sosial,

(12)

sehingga memperoleh pengetahuan yang lebih utuh, dan menyeluruh. Pengajaran Ilmu pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu harus diajarkan dengan memadukan konsep – konsep dari empat bidang ilmu sosial yaitu Ekonomi, Geografi, Sejarah, dan Sosiologi.

Sebelum mengajar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), guru diharapkan dapat menguasai konsep-konsep dasar dari Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu.

“Konsep dasar geografi adalah kesamaan dan perbedaan permukaan bumi, hubungan lingkungan fisik dengan manusia, keaslian asal-usul dan komposisi kelompok manusia sebagai hasil posisi geografi, tempat, distribusi, dan perencanaan. Konsep dasar sejarah adalah memahami peristiwa-peristiwa masa lalu dan bagaimana peristiwa-peristiwa tersebut dihubungkan dengan masa kini dan masa yang akan datang. Konsep dasar ekonomi adalah kelangkaan, spesialisasi, saling ketergantungan, pasar, dan kebijakan umum. Konsep dasar sosiologi adalah kelompok dan lembaga, hubungan antar kelompok, peran individu dalam kelompok, norma, nilai, dan sosialisasi dalam masyarakat.”97

Semua konsep tersebut harus di kuasai oleh guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu. Apabila guru tidak menguasai konsep – konsep tersebut maka guru tidak dapat mentransfer ilmu dengan baik kepada peserta didiknya.

Hasil penelitian terhadap 63 orang guru IPS Terpadu SMP dan MTs se Kota Salatiga, Jawa Tengah diketemukan sebanyak 29,36% guru menguasai konsep dasar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu. Berdasarkan hasil tersebut, hanya sedikit yang menguasai konsep dasar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu. Penulis banyak menemukan guru IPS Terpadu hanya

97

Faqih Samlawi dan Bunyamin Maftuh, 2001, Konsep-Konsep Dasar IPS, Maulana, Bandung , hal. 33.

(13)

menguasai konsep dasar dari masing – masing program studi yang merupakan latar belakang pendidikan mereka dahulu.

Konsep dasar dari mata pelajaran yang diampu sebenarnya merupakan hal yang dasar dan penting yang harus dikuasai oleh seorang guru. setelah menguasai konsepnya, maka guru dapat juga menguasai pola piikir dan materinya, berdasarkan teori behaviorisme dan konstruktivisme, guru memang harus terus – menerus mengembangkan pengetahuannya berdasarkan latar belakang pendidikan yang dimilikinya, serta pengalaman-pengalaman guru selama mengajar.

4.3.1.3. Pembahasan Penguasaan Guru Mengenai Manfaat IPS Terpadu (Y3)

Pembelajaran Ilmu pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu tidak hanya sekedar menekankan pada peserta didik untuk menghafal dan menguasai materi, tetapi juga mempelajari dan mempraktekan fakta yang terjadi dalam lingkungan sosial. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu tersebut dimaksudkan agar peserta didik memperoleh manfaat bagi dirinya salah satunya untuk berinteraksi dalam masyarakat dan kehidupan sehari – hari. Adapun manfaat pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu bagi peserta didik, antara lain yaitu :

“Membantu anak didik memperoleh pengetahuan, ketrampilan, sikap, dan kepekaan untuk menghadapi hidup dengan tantangan-tantangannya. Selanjutnya mereka kelak diharapkan mempu bertindak secara rasional dalam memecahkan masalah-masalah sosial yang dihadapinya.”98

98

Tri Widiarto dan Arief Sadjiarto, 2009, Pembelajaran IPS, Widya Sari Press, Salatiga, hal. 4.

(14)

Peserta didik dapat memproleh manfaat dari pembelajaran Ilmu pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu apabila menguasai ilmu yang telah disampaikan oleh guru. Agar dapat menyampaikan pengajaran yang benar dan bermanfaat bagi peserta didik, seorang guru IPS Terpadu juga harus menguasai manfaat Ilmu Pengethuan Sosial (IPS) Terpadu itu sendiri.

Hasil penelitian menunjukkan dari 63 orang guru Ilmu pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu ditemukan sebanyak 57,67% guru menguasai manfaat Ilmu pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu. Sebagian guru mengetahui pembelajaran manfaat Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu dengan mengatakan agar peserta didik dapat menghadapi masalah sosial dan dapat terjun ke masyarakat, serta peserta didik dapat memperoleh ketrampilan dan sikap yang lebih baik dari sebelumnya. Dari pernyataan guru tersebut dapat dilihat sebagian besar guru menguasai manfaat Ilmu Pengethuan Sosial (IPS) Terpadu. Jadi guru sudah baik dalam menyampaikan ilmu yang dikuasainya kepada peserta didik.

Teori behaviorisme dan konstruktivisme erat kaitannya dengan penguasaan guru tentang manfaat Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu memberi pengajaran berupa fakta dan pengalaman kepada siswa yang dapat menjadikan peserta didik mengembangkan berbagai macam aspek dalam kehidupannya. Piaget mengatakan dalam teori konstruktivisme bahwa “pengalaman-pengalaman

(15)

perkembangan.”99 Begitu juga dengan ajaran teori behaviorisme dan

konstrustivisme berlaku untuk guru. guru harus benar – benar belajar dari pengalaman yang ada dalam hidup sebelumnya dan dikembangkan ke depan sebagai pembelajaran bagi dirinya sendiri maupun di transferkan kepada peserta didiknya agar mrnjadi guru yang profesional.

4.3.2. Pembahasan Hubungan Kualifikasi Akademik Dengan Penguasaan Kompetensi Profesional Guru Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) ( X1 Y )

Terkait dengan perumusan masalah kedua, yaitu “adakah hubungan kualifikasi akademik dengan penguasaan kompetensi profesional di kalangan guru IPS Terpadu Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) se Kota Salatiga, Jawa Tengah?”. Peneliti melakukan perhitungan korelasi dengan menggunakan analisis beda mean antara kualifikasi akademik (X1) dengan penguasaan kompetensi profesional di kalangan guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu (Y). Hasil perhitungan menunjukkan bahwa rata- rata penguasaan kompetensi antara guru yang berkualifikasi D4/S1 sama dengan guru yang berkualifikasi non D4/S1, itu berarti kualifikasi akademik tidak mempunyai hubungan dengan penguasaan kompetensi profesional. Sebagian besar guru yang berlatar belakang D4/S1 maupun non D4/S1 tidak mampu menjawab pertanyaan dari peneliti.

99

Trianto, 2007, Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, Prestasi Pustaka, jakarta, hal. 14.

(16)

Bertolak dari hasil penelitian tersebut, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mengemukakan bahwa :

“Profesi guru merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut :

10. Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme; 11. Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan,

keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia;

12. Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan yang sesuai dengan bidang tugas;

13. Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas;

14. Memiliki tanggungjawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan;

15. Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja;

16. Memiliki kesempatan untuk mengembangkan

keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat;

17. Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan;

18. Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.”100

Salah satu prinsip profesi guru ialah memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang yang sesuai dengan bidang tugasnya. Profesi guru bukanlah pekerjaan mudah karena memerlukan ketrampilan khusus salah diharuskan menguasai kompetensi profesional. Seharusnya makin tinggi kualifikasi akademik seorang guru, maka makin tinggi tingkat penguasaan kompetensi profesionalnya. Penelitian ini menunjukan hasil bahwa kualifikasi akademik tidak mempunyai hubungan dengan penguasaan kompetensi profesional seorang guru.

100

Mulyasa, 2007, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, Remaja Rosdakarya, Bandung, hal . 21.

(17)

4.3.3. Pembahasan Hubungan Program Studi Dengan Penguasaan Kompetensi Profesional Guru Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) ( X2 Y )

Terkait dengan perumusan masalah ketiga yaitu “adakah hubungan program studi dengan penguasaan kompetensi profesional di kalangan guru IPS Terpadu Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) se Kota Salatiga, Jawa Tengah?”, peneliti melakukan analisis variance antara Program Studi (X2) dengan penguasaan kompetensi profesional di kalangan guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu (Y). Hasil perhitungan menunjukkan bahwa penguasaan kompetensi guru berprogram studi FKIP Geografi, FKIP Ekonomi, FKIP Sejaran, Pendidikan IPS dan Non Pendidikan IPS sama rata, dengan kata lain tidak ada hubungan antara Program Studi (X2) dengan penguasaan kompetensi profesional di kalangan guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu (Y). Sama dengan hal nya perumusan masalah yang kedua. Guru harus mempunyai latar belakang selain kualifikasi akademik, yaitu program studi. Guru pemula dengan latar belakang program studi yang sesuai akan lebih mudah dalam menyesuaikan diri dengan mata pelajaran yang diampu dan akan lebih mudah dalam menguasai kompetensi profesional. Melihat hasil penelitian, menunjukan bahwa latar belakang yang ditinjau dari program studi tidak mempunyai hubungan dengan penguasaan kompetensi profesional.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil pengujian kuat tekan mortar yang direndam dalam aquadest, menunjukkan kuat tekan yang semakin meningkat seiring pertambahan umur, baik mortar semen OPC,

Shinta Bela Dewanti, D1211075, KODE ETIK JURNALISTIK DALAM PENERAPAN (Studi Deskriptif Kualitatif Praktek Penerapan Kode Etik Jurnalistik (KEJ) dalam Kegiatan

Number of Participants Health Insurance Indonesia by Health Centers in Empat Lawang Regency, 2015 Table Puskesmas Health Centers Peserta Participants Keluarga Family Jumlah

Perumusan masalah yang dibahas dalam penelitian tugas akhir ini yaitu bagaimana menjadwalkan pekerja operation ground handling Gapura Angkasa yang optimal dengan

bahwa untuk meningkatkan pelayanan pemerintah daerah di bidang pelayanan persampahan/kebersihan, tarif Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan yang diatur dengan

Dengan demikian, kepemilikan saham dari perusahaan yang mempunyai prospek bagus dalam menghasilkan laba merupakan investasi yang menjanjikan, karena itu disamping

Berdasarkan stadium HIV/AIDS pada anak yang diklasifikasikan menurut penyakit yang secara klinis berhubungan dengan HIV, masing-masing stadium memiliki infeksi

Sebagaimana dengan pendapat Muktar (2013) yang menyatakan bahwa “bahan ajar juga merupakan hal-hal yang perlu dipelajari oleh siswa sebagai alat yang disediakan oleh