Naskah Akademik
Prakarsa Bulaksumur Anti Korupsi
Rimawan Pradiptyo Abraham Wirotomo Rafiaska Milanida Hilman
Meikha Azzani
Penelitian dan Pelatihan Ekonomika dan Bisnis (P2EB) Fakultas Eknomika dan Bisnis (FEB)
Seminar Nasional ‘Strategi Nasional Penanggulangan Korupsi, Grha Sabha Pramana, Universitas Gadjah Mada,
Prakarsa Bulaksumur An- Korupsi (1)
1. Korupsi menghambat pencapaian tujuan nasional dan
merupakan musuh bersama bangsa Indonesia. Kami sebagai
elemen bangsa wajib melawan segala bentuk korupsi dan
menghindarkan diri dari segala jenis perilaku korup:f
2. Dalam upaya penanggulangan korupsi, kami sebagai elemen
bangsa meyakini bahwa aspek pencegahan dan penindakan
korupsi :dak dapat dipisahkan dan didukung pemberantasan
pencucian uang hasil korupsi. Segala upaya yang bertentangan
dengan penanggulangan korupsi merupakan ancaman bagi
bangsa Indonesia dan wajib untuk diperangi bersama.
3. Kami sebagai elemen bangsa menjunjung :nggi kejujuran,
integritas dan transparansi dalam kehidupan sehari-‐hari
sebagai basis penanggulangan korupsi.
Prakarsa Bulaksumur An- Korupsi (2)
4. Kami sebagai elemen bangsa mendukung Polri, KPK dan Kejaksaan
sebagai trisula penanggulangan korupsi. Prasyarat efektivitas
penanggulangan korupsi adalah kebersihan Polri, KPK dan Kejaksaan
dari praktik korupsi. Setiap upaya pelemahan terhadap unsur trisula
penanggulangan korupsi merupakan ancaman bagi bangsa Indonesia
dan wajib untuk diperangi bersama.
5. Kami sebagai elemen bangsa berusaha sekuat tenaga menciptakan
Indonesia bersih, bersih dari kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN),
bersih dari pelemahan sistem hukum, bersih dari pelemahan trisula
penanggulangan anti korupsi dan bersih dari kriminalisasi.
A. Latar Belakang (1)
• Saat ini Indonesia masih
menghadapi tantangan besar
dalam pemberantasan korupsi.
• Skor Indeks Persepsi Korupsi
(IPK) Indonesia adalah 34,
ranking 107. Termasuk negara
korup. Dibawah Singapura
(84), Malaysia (52), Filipina
(38), dan Thailand (38).
• Korupsi melemahkan
sendi-sendi bangsa dan menurunkan
kesejahteraan bangsa.
• Program anti korupsi tidak
mudah berkembang akibat
belum adanya kesamaan
pandangan antar elemen
bangsa tentang pentingnya
penanggulagan korupsi.
• Komitmen dan
keberpihakan semua
elemen bangsa dalam
menanggulangi korupsi
perlu selalu ditingkatkan
dari waktu ke waktu.
A. Kinerja Pemberantasan Korupsi
00 01 02 03 04 05 06 07 08 09 10IPK Indonesia dan Negara ASEAN
Indonesia Malaysia Filipina Singapura Thailand
00 01 01 02 02 03 03 04 04 05 05
IPK Indonesia dan Negara Berkembang Lainnya
A. Korupsi
• Definisi dari korupsi dipengaruhi budaya dari tiap masyarakat (Sandholtz dan Koetlze, 2000, UN, 2001).
• Di Korea Utara, membawa surat k a b a r d a n / a t a u b u k u y a n g bertentangan dengan filosofi negara Korea Utara dapat dikategorikan sebagai korupsi (Bardhan, 1997).
• Salah satu definisi korupsi yang sering digunakan sebagai acuan dalam studi korupsi lintas negara adalah definisi korupsi menurut Transparency International (TI). Dimana korupsi adalah “the abuse of public office for private gain”.
• Kofi A. Anann (UN, 2014):
“korupsi ibarat penyakit menular yang menjalar pelan namun mematikan, menciptakan kerusakan yang sangat luas di masyarakat. Korupsi merusak demokrasi dan supremasi hukum, mendorong pelanggaran terhadap hak a z a s i m a n u s i a , m e n d i s t o r s i perekonomian, menurunkan kualitas kehidupan dan memungkinkan organisasi criminal, terorisme dan berbagai ancaman terhadap keamanan untuk berkembang’
A. Korupsi Struktural
• Korupsi di Indonesia bersifat struktural: sistem kelembagaan
yang berlaku memberikan insentif lebih tinggi untuk melakukan
korupsi daripada insentif untuk mematuhi hukum.
• Indonesia belum menerapkan evidence-based policy dan banyak kebijakan
disusun tanpa basis teoritis yang memadai • Akibat lemahnya aspek kelembagaan,
masyarakat dipaksa menafikkan faktor hati nurani dan akal sehat.
A. Kompleksitas Korupsi di Indonesia (Indriati, 2014)
Agent
Client
Principal
Agent Client Principal Middlemen Rose-‐Ackerman, 1978; Klitgaard, 1988 Indria-, 2014A. Kecanggihan Teknik Korupsi di Indonesia
Teori Korupsi di Ekonomika
Kriminalitas Teknologi Baru dalam Korupsi
Makelar Kasus dan Joki Napi hanya ada di Indonesia
Korupsi oleh
anggota masyarakat • Pra Pengadilan
Korupsi oleh Polisi • Pra pengadilan
Makelar Kasus
Korupsi oleh
Jaksa dan Hakim • Pengadilan
Korupsi di LP • Pasca
• Penyogokan kepada PNS,
pegawai negeri asing dan di sektor swasta
• Penggelapan di sektor publik dan swasta
• Memperjualbelikan pengaruh/
kekuasaan
• Penyalahgunaan kekuasaan
• Ellicit enrichment
• Pencucian hasil korupsi
• Penyembunyian hasil korupsi
• Mempengaruhi proses
pengadilan
• Penyogokan kepada PNS dan staff pengadilan
• Penggelapan di sektor publik
• Memperjualbelikan
pengaruh/kekuasaan
• Penyalahgunaan kekuasaan
• Ellicit of enrichment
UU An- Korupsi
A. Keterbatasan UU Anti Korupsi
Diatur di UU Tipikor Belum Diatur di UU Tipikor
Korupsi
Ekseku-f Legisla-f Yudika-f Lembaga Internasionaldi Indonesia Swasta
Nasional Swasta Internasional di Indonesia Non-‐Profit Organisa-on
• Umumnya berpendidikan rendah dan berasal dari keluarga kurang mampu
• Sebagian besar kejahatan akibat dorongan memenuhi kebutuhan hidup
• Korban bullying bertendensi sebagai penjahat ketika
dewasa(Bowles
& Pradiptyo, 2005)• Perilaku kejahatan sensitif terhadap umur (Bowles and Pradiptyo, 2005) • Cenderung mudah terdeteksi
• Umumnya berpendidikan
tinggi dan memiliki jabatan
• Tindak korupsi cenderung
kurang sensitif terhadap
umur
• Menggunakan metoda yang
canggih dan tidak mudah
dibuktikan
• Menggunaan jabatan untuk
menghalangi penyidikan
• Pendeteksian cenderung
rendah
A. Biaya Sosial Korupsi
Biaya Eksplisit Korupsi Biaya An-sipasi Korupsi Biaya Reaksi Terhadap Korupsi Biaya Implisit Korupsi• Biaya Eksplisit Korupsi
– Nilai uang yang dikorupsi, baik itu dinikmati sendiri maupun bukan (kerugian negara secara eksplisit) • Biaya Implisit Korupsi
– Biaya oportunita akibat korupsi,
termasuk beban cicilan bunga di masa datang yang timbul akibat korupsi di masa lalu
• Biaya Antisipasi Tindak Korupsi
– Biaya sosialisasi korupsi sebagai bahaya laten
– Reformasi birokrasi untuk menurunkan hasrat
• Biaya Akibat Reaksi Terhadap Korupsi – Biaya peradilan (jaksa, hakim, dll)
– Biaya penyidikan (KPK, PPATK, dll) – Policing costs (biaya operasional KPK,
PPATK dll)
A. Intensitas Hukuman Finansial dan Penjara
Skala Korupsi
Total
Gurem Kecil Sedang Besar Kakap
Jumlah Terpidana 43 330 618 365 69 1425 Biaya Eksplisit Korupsi (harga 2012) [A] Rp374,2 juta Rp27,3 miliar Rp411,6 miliar Rp2.9 triliun Rp163,6 triliun Rp166,9triliu n Total Hukuman Finansial (harga 2012) [B] Rp5,09 miliar 35,9 miliar Rp323,3 miliar Rp1.3 triliun Rp13,9 triliun Rp15,6triliun B/A (%) 1429.30% 137.01% 80.86% 42.04% 9.24% 9.24%
Rata-rata penjara: koruptor gurem = 13,7 bulan, koruptor kecil = 15,2 bulan, koruptor besar 43,5 bulan, koruptor kakap = 58,0 bulan (kurang dari 5
A. Subsidi Rakyat Kepada Para Koruptor
n Nilai biaya eksplisit korupsi Rp166,9 Triliun, namun total nilai hukuman finansial hanya Rp15,6 Triliun (9,34%)
n Biaya oportunitas korupsi belum termasuk
n Biaya antisipasi dan biaya reaksi terhadap korupsi belum termasuk
n Lalu siapa yang menanggung kerugian sebesar Rp166,9 T – Rp15,6
T = Rp151,3 T???
n Tentu saja para pembayar pajak yang budiman
n
Ibu-ibu pembeli sabun colek dan mie instant
n
Anak-anak yang membeli permen, mahasiswa yang top up pulsa
n
Orang tua yang membelikan anaknya obat dan susu kaleng
n
Di Indonesia terjadi pemberian SUBSIDI dari
RAKYAT KEPADA KORUPTOR, dan hal ini
sesuai dengan amanah implisit UU TIPIKOR!!
Tujuan NKRI
• Pembukaan UUD 1945
alenia 4:
1. melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia
2. memajukan kesejahteraan
umum,
3. mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan
4. ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan
keadilan sosial
• Perjalan menuju NKRI 3015
(1000 tahun NKRI) dimulai
dari komitmen bersama
elemen bangsa saat ini
– Cita-cita ini tidak akan pernah terwujud selama korupsi
marak di Indonesia
• Tujuan mulai RPJP, RPJM,
Nawa Cita, kebijakan pusat
dan daerah tidak akan
tercapai selama korupsi
marak di Indonesia
•
Korupsi adalah musuh
bersama (common enemy)
bangsa Indonesia dan
harus dilawan!!
B. Korupsi, Demokrasi dan Perlindungan Rakyat
• “Korupsi ibarat penyakit
menular yang menjalar pelan
namun mematikan,
menciptakan kerusakan yang
sangat luas di
masyarakat” (UN, 2004)
• Kerusakan yang ditimbulkan
memperlemah peran negara
dalam memberi perlindungan
kepada rakyat.
• Korupsi tidak hanya
membebani generasi
sekarang namun juga
generasi ke depan.
• Dalam tingkat demokrasi yang
rendah, korupsi cenderung
tinggi. Awal demokratisasi
korupsi bisa meningkat namun
akan menurun ketika
demokrasi telah tercapai
(Mohtadi dan Roe, 2003 dan
Wirotomo, 2013)
0 2 4 6 8 10 0 2 4 6 8 10 Institutionalized DemocracyB. Korupsi dan Kesejahteraan Umum
• Dua hipotesis:
1. Grease the wheels,
meningkatkan efisiensi birokrasi (Leff, 1964; Huntington, 1968; Lui, 1985, Egger dan Winner, 2005; Meon dan Weill, 2006; Gazda, 2010; Dreher dan Gassebner, 2011).
2. Sand the wheels,
memperlambat pertumbuhan (Rose-Ackerman, 1974, Shleifer dan Vishny, 1993, Mauro, 1995, 1998, Tanzi, 1998, Kaufmann dan Wei, 1999, Bowles, 2000, Wei, 2000, Jain, 2001, Cuervo-Cazzura, 2006, Chang, 2013).
• Korupsi memiliki korelasi
positif dengan:
• Ketimpangan (Indeks Gini) • Pengangguran (Angka
pengangguran)
• Konflik (Indeks konflik)
• Korupsi memiliki korelasi
negatif dengan:
• Perekonomian (PDB)
• Pembangunan Manusia (HDI) • Demokrasi (Polity IV)
B. Korupsi dan Kesejahteraan Umum (2)
Negara dengan -ngkat korupsi rendah (biru) cenderung memiliki PDB per kapita yang lebih -nggi.
Korupsi menurunkan PDB (Mauro, 1995, 1998; Wei, 2000; Habib dan Zurawicki, 2000; Treisman, 2000)
Negara dengan -ngkat korupsi -nggi (merah) cenderung
memiliki -ngkat pengangguran yang lebih -nggi.
Korupsi menghambat
pembukaan lapangan kerja (Cuervo-‐Cazurra, 2006)
B. Korupsi dan FDI
• Negara dengan tingkat korupsi yang tinggi, cenderung akan
mendorong keluar (drive-out) investor yang mengandalkan
kompetisi kualitas dan inovasi teknologi (good investor).
• Disaat bersamaan, negara dengan tingkat korupsi yang
tinggi, akan menarik investor yang mengandalkan
penyogokan sebagai salah satu praktik usaha (bad investor).
High Corrup+on
Countries Low Corrup+on Countries
Good Investor Bad Investor Interna+onal Financial Market
C. Korupsi dan Aspek Kelembagaan
• Kelembagaan berfungsi
menurunkan
ketidaktentuan dan
berusaha menciptakan
sistem hubungan antar
elemen masyarakat.
• Korupsi meningkatkan
biaya transaksi (North,
1986, 1989, 1990, 1994;
Acemoglu, et al, 2005)
• Korupsi menciptakan
misalokasi sumber daya
(Rodrik 1990).
• Korupsi memiliki korelasi
negatif dengan:
• Kemampuan dasar
administrasi pemerintah (TI) • Fungsi kepemerintahan (Bertelsmaan Stiftung) • Kualitas pemerintah (Freedom House) • Efektifitas pemerintah (PRS Group)
• Aspek kelembagaan
Indonesia tergolong lemah
(Rokdrik 1990 dan Tample
2003)
C. Korupsi dan Aspek Kelembagaan (2)
0 2 4 6 8 10 -3 -2 -1 0 1 2Government Effectiveness - Estimate
Fitted values Corruption Perceptions Index
0 2 4 6 8 10 0 .2 .4 .6 .8 1
ICRG Indicator of Quality of Government
Fitted values Corruption Perceptions Index
Negara dengan -ngkat korupsi yang rendah cenderung
memiliki kualitas pemerintahan yang baik
Negara dengan -ngkat korupsi yang rendah cenderung
memiliki pemerintahan yang effek-f dalam melaksanakan perannya
D. Op-malisasi Penanggulangan Korupsi
• Terdapat kesamaan strategi
konvensi anti korupsi di
negara benua Amerika,
Afrika, dan OECD. Meliputi:
a) Penindakan korupsi b) Pencegahan korupsi
c) Kerjasama trans-nasional
• Kunci keberhasilan
penanggulangan korupsi di
Singapura (Quah 1988):
a) Political will
b) Penambahan sumberdaya c) Memperbaiki gaji pegawai
negeri
• Terdapat dua elemen dasar:
• Aspek penindakan dan pencegahan tidak dapat
dipisahkan dan harus ada dalam lembaga anti korupsi untuk
diterapkan secara sinergis dan simultan.
• Upaya pemisahan adalah
upaya pelemahan terhadap
lembaga anti korupsi tersebut.
Berantas Korupsi
TINDAK CEGAH
E. Budaya, Norma dan Korupsi (1)
• Pola budaya tertentu yang
berkembang di masyarakat
berkaitan dengan resiko
melakukan korupsi (Barr dan
Serra, 2006; Fisman dan
Miguel, 2006; Ostrom, 2000;
Budge et al, 2009).
• Ketika masyarakat tidak
menanggapi korupsi sebagai
hal yang negative semakin
banyak individu yang akan
melanggar. Rasa bersalah
mulai hilang (Dong, Dulleck,
dan Torgler, 2009; Hauk dan
Saez-Marti, 2001)
• Tingkat korupsi akan rendah
ketika masyarakat tidak
memberikan toleransi
terhadap korupsi (Quah,
2009; Gong dan Wang,
2012).
• Korupsi tidak bisa hanya
dilawan melalui pendekatan
kelembagaan, hukuman, dan
transparansi. Namun budaya
anti-korupsi juga sangat
E. Budaya, Norma dan Korupsi (2)
Penanggulangan anti korupsi di negara maju lebih menekankan pada penguatan sistem kelembagaan anti korupsi, dengan karakteristik sebagai berikut
(dirangkum dari mengkaji best practice di Inggris, Jerman, Finlandia Denmark, Korea Selatan, Singapora, dan Hong Kong):
1. Korupsi dianggap sebagai ancaman bangsa oleh masyarakat sehingga penanggulangan korupsi adalah suatu keharusan.
2. Semua lembaga penegak hukum dan lembaga-lembaga pemerintah terkait memiliki misi memerangi korupsi.
3. Meski bentuk negara mengikuti sistem federal, namun terjadi singkronisasi dan harmonisasi peraturan/perundang-undangan terkait anti korupsi di tingkat pemerintahan pusat hingga di tingkat pemerintah daerah.
4. Hukuman finansial bagi koruptor setara dengan biaya sosial korupsi yang ditimbulkan dan hukuman tidak langsung serta sanksi sosial berlaku setelah koruptor menjalani hukuman langsung.
F. Sinergitas Kepolisian, KPK, dan Kejaksaan
•
Efek-fitas upaya
pemberantasan
korupsi melalui
lembaga an--‐
korupsi masih
dipertanyakan.
•
Beberapa lembaga
an- korupsi justru
dipersepsikan
masyarakat
sebagai lembaga
yang korup (Global
Corrup-on
E. Sinergitas Kepolisian, KPK, dan Kejaksaan
• Kinerja KPK merupakan salah
satu terbaik di dunia, dengan
conviction rate 100% dan meraih
beberapa penghargaan
international.
• Namun pemberantasan korupsi
yang optimum
hanya bisa
terjadi apabila terdapat
sinergi antara Kepolisian,
Kejaksaan dan KPK
(Trisula
Penanggulangan Korupsi).
• Trisula ini harus bersih dari
korupsi.
Kejaksaan
KPK Kepolisian
Efek-vitas Sinergitas Trisula Penanggulangan Korupsi
Proses Pengadilan di PN
0. 00 0. 25 0. 50 0. 75 1. 00 s urvi va l ra te s 12345
durasi pengadilan (bulan)
sebelum KPK sejak KPK 0. 00 0. 25 0. 50 0. 75 1. 00 s urvi va l ra te s 2 4 6 8 10
waktu analisis (bulan)
sebelum KPK sejak KPK
Efek-vitas Sinergitas Kepolisian, KPK dan Kejaksaan
0. 00 0. 25 0. 50 0. 75 1. 00 s urvi va l ra te s 6 12 18 24 30durasi pengadilan (bulan)
sebelum KPK sesudah KPK
Proses di Mahkamah Agung (MA) • Sejak keberadaan KPK, tidak saja
terjadi peningkatan kecepatan proses pengadilan korupsi yang ditangani KPK namun hal serupa terjadi pada kasus korupsi yang ditangani Kepolisian dan
Kejaksaan.
• Hal ini mengindikasikan
peningkatan kinerja seluruh aparat penegak hukum, baik KPK,
Kepolisian dan Kejaksaan dalam menangani kasus-kasus korupsi
Tingkat Pengadilan Negeri:
– Kasus korupsi yang ditangani KPK secara siginifikan lebih cepat 39,77 persen dibandingkan dengan kasus yang ditangani institusi penegak hukum lain
– Sejak keberadaan KPK, proses pengadilan yang ditangani oleh Kepolisian dan Kejaksaan secara signifikan lebih cepat 28,78 persen dibandingkan sebelum aktifnya KPK
Tingkat Pengadilan Tinggi:
– Kasus korupsi yang ditangani KPK secara signifikan lebih cepat 124 persen dibandingkan dengan kasus yang ditangani institusi lain – Sejak keberadaan KPK, proses pengadilan yang ditangani
Kepolisian dan Kejaksaan secara signifikan lebih cepat 38,38 persen dibandingkan sebelum aktifnya KPK
Tingkat Mahkamah Agung:
– Kasus korupsi yang ditangani KPK secara siginifikan lebih cepat 158 persen dibandingkan dengan kasus yang ditangani institusi lain
G. Indonesia Bersih dari KKN
• Karakteristik korupsi di
Indonesia lebih kompleks
dibandingkan korupsi di
negara lain. Korupsi di
Indonesia tidak saja bersifat
sistemik namun juga
struktural.
• Sistem kelembagaan masih
lemah dan belum
mendukung penanggulangan
korupsi sehingga peraturan
pemerintah justru dapat
menciptakan insentif untuk
korupsi.
• Teknik korupsi di Indonesia
termasuk tercanggih di dunia
dan sulit mencari padanan di
negara lain (cth: korupsi
dengan makelar kasus dan joki
narapidana).
• Hukuman penjara kepada
koruptor cenderung ringan dan
remisi memungkinkan lama
penjara hanya 50%-60% dari
waktu penjara yang dijatuhkan.
• Hukuman finansial cenderung
tumpul, dari total biaya
eksplisit korupsi sebesar Rp
153 T hanya 0.2% yang harus
diganti oleh narapidana
G. Indonesia bersih dari KKN (2)
• Strategi aspek kelembagaan:
1. Pembenahan besaran dan struktur gaji PNS.
2. Transparansi proses fit and proper test dari DPR.
3. Pembenahan laporan
keuangan pemerintah (pemda dan K/L).
4. Transparansi proses
pemberian perizinan terutama terkait SDA.
5. Peningkatan keterampilan dan kemampuan dalam
pemberantasan korupsi
• Strategi aspek sosial:
1. Diseminasi informasi tentang korupsi (terutama dampak) 2. Peningkatan sadar bahaya
korupsi
3. Perubahan persepsi dan teloransi terhadap korupsi
Pemahaman dan penyusunan strategi melawan korupsi jelas masih jauh dari sempurna.
Kontribusi dari se+ap elemen masyarakat sangat dibutuhkan.