Mengambil hikmah dari beberapa pemberitaan terkait permasalahan yang ditimbulkan akibat penggunaan obat atau efek samping obat yang terjadi belakangan ini, menunjukkan bahwa “concern” terhadap pemantauan efek samping obat menjadi hal yang sangat diperlukan. Salah satu bentuk upaya Badan POM RI terkait hal tersebut adalah pener-bitan Buletin Berita MESO ini. Buletin Berita MESO ini kami sirkulasikan dan distribusikan ke Sejawat Tenaga Kese-hatan di Indonesia. Pada Buletin Berita MESO edisi kali ini, kami ketengahkan beberapa informasi regulatori dan aspek keamanan obat yang menjadi pembahasan, baik secara global maupun lokal.
Dimulai dengan informasi tindak lanjut regulatori yang ditetapkan oleh Badan POM RI yang mencakup obat rimona-bant dan golongan fluoroquinolone. Pembahasan komprehensif rimonarimona-bant terkait risiko efek samping psikiatrik serius , utamanya depresi dan obat golongan fluoroquinolone terkait risiko efek samping tendonitis dan tendon rupture. Di samping itu, isu aspek keamanan obat terkini terkait aspek keamanan Phenylpropanolamine (PPA) pada obat batuk dan pilek kembali mencuat di bulan Maret 2009 yang disebabkan oleh informasi yang beredar melalui e-mail dan pesan singkat yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Badan POM RI telah melakukan Press Release terkait hal tersebut untuk klarifikasi. Pembahasan terkait laporan kasus risiko efek samping obat carbamazepine di Indonesia terkait Stevens Johnson’s Syndrome kami ketengahkan pada bagian informasi aspek keamanan untuk menjadi perhatian sejawat sekalian.
Seperti biasa, tidak kenal lelah kami selalu menghimbau Sejawat sekalian untuk dapat memberikan laporan efek samping obat yang ditemui pada praktik klinik sehari-hari yang terjadi pada pasien melalui form kuning yang terdapat dalam Buletin ini, dan disampaikan kepada kami di Badan POM RI, sebagai Pusat MESO Nasional. Pada bagian akhir, kami sampaikan profil pelaporan efek samping obat yang diterima oleh Badan POM RI pada tahun 2008, sebagai informasi tambahan dan apresiasi kepada Sejawat yang selama ini berperan aktif melaporkan kepada kami.
Demikian kami sampaikan Buletin Berita MESO edisi Juni 2009 ini, semoga bermanfaat bagi Sejawat sekalian. Par-tisipasi aktif teman Sejawat dalam melaporkan efek samping akan sangat bermanfaat dalam meningkatkan jaminan keamanan obat yang beredar di Indonesia.
Redaksi
Volume 27, No. 1
Juni 2009
Buletin
BADAN
POM
No. ISSN: 0852-6184
Editorial
DAFTAR ISI: Halaman
Rimonabant dan Risiko Efek Samping Psikiatrik Serius 2
Fluoroquinolone dan Risiko Tendonitis dan Tendon Rupture 3
Klarifikasi terkait Phenylpropanolamine (PPA) 4
Laporan Kasus (Case Reports) : Risiko Efek Samping Carbamazepine 4
Rimonabant digunakan sebagai terapi
tambahan, disamping diet dan olahraga,
untuk pengobatan pasien obesitas atau
pasien
overweight
dengan faktor risiko
terkait, seperti diabetes tipe 2 atau
dyslipidaemia
. Obat ini bekerja dengan
cara menghambat reseptor khusus yaitu
reseptor cannabinoid tipe 1 yang terdapat
pada
nervous system
di dalam sel lemak
(adiposit) dan merupakan bagian dari
sistem tubuh untuk mengontrol asupan
makanan. Di Indonesia produk ini
mendapat persetujuan ijin edar sejak
tahun 2007 dengan indikasi yang disetujui
adalah:
As an adjunct to diet and exercise
for the treatment of obese patients (BMI ≥
30 kg/m
2), or overweight patients (BMI >
27 kg/m
2) with associated risk factor(s),
such as type 2 diabetes or dyslipidaemia.
Informasi aspek keamanan terkini terkait
rimonabant mengemuka setelah EMEA
(
European Medicine Agency
) menerbitkan
Press Release
pada tanggal 23 Oktober
2008 tentang pembekuan ijin edar
produk yang mengandung rimonabant.
Tindak lanjut regulatori ini dilakukan
setelah hasil
review
oleh CHMP
(
Committee for Medicinal Product Human
Use
) menunjukkan bahwa terdapat
peningkatan risiko efek samping psikiatri
serius utamanya depresi yang tidak dapat
diabaikan. Efek samping psikiatri serius
tersebut, sebenarnya telah teridentifikasi
sejak awal
assessment
pada saat
pre-marketing evaluation
, sehingga informasi
tersebut telah dielaborasi pada
product
information leaflet
yang menyertai obat
ini. Namun pengalaman pasca pemasaran
atau
post-marketing experiences
serta uji
klinik (pasca pemasaran) yang sedang
berjalan menunjukkan adanya
peningkatan jumlah kasus efek samping
serius tersebut. Oleh karena itu CHMP
menyimpulkan bahwa risiko rimonabant
melebihi manfaatnya, dan
merekomendasikan pembekuan ijin edar.
Menyikapi perkembangan aspek
keamanan rimonabant tersebut, Badan
POM RI telah melakukan pengkajian yang
komprehensif untuk penetapan tindak
lanjut regulatori yang tepat. Hasil
pengkajian oleh Badan POM RI, juga
menyimpulkan bahwa risiko rimonabant
melebihi manfaatnya. Oleh karena itu,
pada tanggal 15 Desember 2008, Badan
POM RI menetapkan pembekuan ijin edar
sementara dan penarikan dari peredaran
produk obat yang mengandung
rimonabant. Tindak lanjut regulatori ini
berlaku sampai adanya perkembangan
terbaru mengenai keamanan obat
tersebut.
Untuk memberikan perlindungan yang
optimal pada masyarakat, pemantauan
penggunaan obat di Indonesia secara terus
menerus tetap dilakukan oleh Badan
POM.
Daftar Pustaka:
1. MHRA UK, Drug Safety Update : Rimonabant, Vol 1, 10 May 2 008
2. EMEA, Press Release, 23 October 2008
3. WHO Pharmaceuticals News Letter No.3, 2008 4. Data Badan POM RI
VOLUME 27, NO. 1, JUNI 2009
Informasi Tindak Lanjut Regulatori:
Rimonabant dan Risiko Efek Samping Psikiatrik Serius
BERITA MESO
Informasi Tindak Lanjut Regulatori:
Fluoroquinolone dan Risiko
Tendonitis
dan
Tendon Rupture
Informasi aspek keamanan terkini terkait pro-duk obat golongan fluoroquinolone yang diperoleh dari US FDA menyebutkan bahwa terdapat peningkatan risiko efek samping
tendonitis
dantendon rupture
pada pasien yang menggunakan obat ini. Hal ini terutama kemungkinan terjadi pada pasien yang beru-sia lebih dari 60 tahun; yang sedang mene-rima obat kortikosteroid pada waktu ber-samaan; dan pasien yang menerima trans-plantasi ginjal, jantung atau paru-paru. Dari beberapa laporan kasus efek samping terse-but, disebutkan bahwa efek sampingtendoni-tis
tidak segera hilang meskipun obat telah dihentikan. Efek samping tersebut dapat ter-jadi sampai beberapa bulan setelah penghen-tian obat. Produk obat golongan fluoroqui-nolone yang ditengarai menimbulkan risiko efek samping tersebut adalah produk obat untuk penggunaan sistemik (bentuk sediaan oral dan injeksi), bukan produk untuk peng-gunaan topikal (bentuk sediaan optalmik dan otik).Sementara itu, di Indonesia, produk obat golongan fluoroquinolone yang telah disetujui beredar adalah ciprofloxacin, levofloxacin, moxifloxacin, norfloxacin dan ofloxacin. Pada labeling beberapa produk obat fluoroqui-nolone yang terdaftar tersebut, sebagian telah mencantumkan informasi terkait risiko efek samping
tendonitis
dantendon rupture
pada klimspecial warning
danprecaution
, sertacontraindication
. Namun Badan POM RI me-mandang perlu adanya pencantuman “Boxed Warning
” sebagai penekanan per-lunya peningkatan kewaspadaan peng-gunaan obat tersebut.Berdasarkan hal tersebut, Badan POM RI te-lah melakukan pengkajian secara kompre-hensif dan ditetapkan tindak lanjut regulatori berupa revisi
labeling
yaitu keharusan pen-cantuman “Boxed Warning
” dan klim perin-gatan untuk semua produk obat golongan fluoroquinolone yang beredar. “Boxed
Warning
” tersebut adalah:Badan POM RI akan secara terus menerus me-lakukan pemantauan aspek keamanan obat, dalam rangka memberikan perlindungan yang optimal kepada masyarakat, dan sebagai upaya jaminan keamanan produk obat yang beredar di Indonesia.
Berkaitan dengan tindak lanjut regulatori tersebut diatas direkomendasikan kepada dokter yang meresepkan fluoroquinolone untuk memberikan saran kepada pasien yang mengalami rasa nyeri (
pain
), pembengkakan (swelling
) dan peradangan (inflamation
) pada tendon atautendon rupture
untuk segera menghentikan penggunaan fluoroquinolone dan segera menghubungi dokter untuk mengkonsultasikan alternatif pengganti fluoroquinolone. Pasien juga sebaiknya menghindari aktivitas olahraga dan aktivitas lain yang menggunakan tendon yang terkena dampak.Daftar Pustaka :
1. US FDA, Information for Healthcare Professionals, 8 July 2008
2. US FDA, FDA Patient Safety News, October 2008 3. WHO Pharmaceuticals News Letter No.3, 2008 4. Australian Adverse Drug Reaction Bulletin, Volume
27, No. 5, October 2008 5. Data Badan POM RI
Fluoroquinolones are associated with
an increased risk of tendonitis and
ten-don rupture in all ages. This risk is
fur-ther increased in older patients usually
over 60 years of age, in patients taking
corticosteroid drugs, and in patients
with kidney, heart or lung transplants.
1.
Klarifikasi terkait Phenylpropanolamine
(PPA)
Isu aspek keamanan terkait PPA mulai mencuat ke per-mukaan pada November 2000 di US FDA, didasarkan atas hasil evaluasi adanya peningkatan risiko perdara-han otak pada penggunaan PPA dosis tinggi dalam jangka waktu lama sebagai obat pelangsing. Terkait den-gan hal ini, Badan POM RI pada Desember 2000 dan tanggal 16 April 2001 telah menerbitkan Public Warning atau Peringatan Mengenai Obat yang Mengandung PPA, dengan penjelasan sebagai berikut:
♦ Obat yang mengandung PPA di Indonesia me-memiliki dosis kecil dengan indikasi sebagai obat flu dan batuk, aman untuk digunakan
♦ Untuk tindakan kehati-hatian, dosis maksimal PPA per takaran dalam obat flu dan batuk diturunkan menjadi 15 mg dan tidak boleh melebihi dosis maksi-mal 75 mg per hari (dewasa) dan 37,5 mg per hari (anak 6—12 tahun)
♦ Pada kemasan produk harus dicantumkan peringa-tan (Boxed Warning) yang harus dibaca sebelum menggunakan obat
♦ Terhadap obat flu dan batuk dengan dosis PPA me-lebihi 15 mg per takaran tidak diperkenankan lagi untuk diedarkan.
Pada Juli 2008, isu ini berkembang lagi dengan modus berupa penyebaran surat peringatan Kepala Badan POM RI palsu tentang bahaya PPA di masyarakat, melalui e-mail, SMS (short message service) dan selebaran-selebaran gelap sampai ke rumah sakit di daerah dan Puskesmas. Untuk itu, selain melakukan klarifikasi kepada publik, Badan POM RI juga bekerjasama dengan Kepolisian RI untuk menangkap penyebar informasi palsu, dengan pelaku seseorang yang bekerja di RS Gleneagles.
Pada awal bulan Maret 2009, berkembang kembali isu bahwa US FDA melakukan penarikan obat flu dan batuk yang mengandung PPA per 1 Maret 2009 dikarenakan risiko perdarahan otak. Isu tersebut berkembang melalui SMS dan e-mail yang tidak dapat dipertanggungjawab-kan sumber kebenarannya. Sekaitan hal tersebut, Badan POM RI telah berkomunikasi dengan US FDA untuk mendapatkan klarifikasi dan diperoleh jawaban bahwa hal tersebut tidak benar. Untuk menghindari deviasi infor-masi yang terjadi di masyarakat, pada tanggal 16 April 2009 dan 21 April 2009, Badan POM RI menerbitkan Keterangan Pers tentang Penjelasan Terkait Informasi Obat Flu dan Batuk yang Mengandung Phenylpropanola-mine (PPA).
Penjelasan Badan POM RI adalah sebagai berikut: 1. Tidak benar pada tanggal 1 Maret 2009, US-FDA
mengeluarkan pengumuman tentang obat flu dan batuk yang mengandung PPA seperti diberitakan melalui SMS dan e-mail.
2. Saat ini tidak ada informasi baru terkait keamanan PPA. Pada bulan November 2000 US FDA menarik obat yang mengandung PPA karena diduga ada hubungan antara perdarahan otak dengan peng-gunaan PPA dosis besar sebagai obat pelangsing. 3. Di Indonesia, PPA hanya disetujui sebagai obat
un-tuk menghilangkan gejala hidung tersumbat dalam obat flu dan batuk dan tidak pernah disetujui sebagai obat pelangsing.
4. Obat flu dan batuk yang mengandung PPA dan telah mendapat izin edar aman dikonsumsi sesuai aturan pakai yang telah ditetapkan.
Untuk memberikan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat dalam penggunaan obat flu dan batuk yang mengandung PPA, Badan POM RI memuat (upload) ke-terangan pers tersebut di atas di website Badan POM RI, yaitu di www.pom.go.id yang dilengkapi dengan tanya-jawabnya.
Daftar Pustaka :
1. US FDA, FDA Public Health Advisory, November 2000 2. US FDA, PPA Information Page, Desember 2005
3. Badan POM RI, Public Warning Obat yang Mengandung PPA, April 2001
4. Data Badan POM RI
__________________________________________________
2. Laporan Kasus (Case Report): Risiko Efek Samping Carbamazepine
Di Indonesia, carbamazepine disetujui untuk indikasi epilepsi lobus temporalis, epilepsi psikomotor, kejang tonik klonik (grandmal) terutama pada anak, neuralgia trigeminal, neuralgia glosofaringeal, polidipsia, dan poliuria neurohormonal. Pusat MESO Nasional mene-rima 3 laporan kasus efek samping terkait penggunaan obat ini pada tahun 2007 dan 2008.
Kasus pertama, pasien laki-laki usia 25 tahun, diberikan carbamazepine untuk pengobatan depresinya. Car-bamazepine diminum selama 5 hari dengan frekuensi 3
kali sehari, namun dosis tidak secara jelas disebutkan.
BERITA MESO
Informasi Aspek Keamanan Obat
Pada hari ke-lima pasien mengalami bruntus kemera-han di area dada, punggung, lengan dan kaki. Kesim-pulan dokter yang memeriksa, pasien mengalami efek samping rash (drug eruption), dan carbamazepine merupakan obat yang diduga menyebabkan efek samping tersebut. Kesudahan efek samping obat tersebut hingga laporan diterima oleh Badan POM, belum sembuh.
Kasus ke-dua, pasien laki-laki usia 23 tahun, mene-rima carbamazepine untuk penyakit epilepsi yang dideritanya. Dosis yang diberikan 600 mg per hari, dan pasien meminum obat selama 15 hari. Pasien men-galami macula, papula eritema dan purpura pada hampir seluruh tubuh. Dokter yang menyampaikan laporan efek samping ini, menyimpulkan bahwa pasien mengalami efek samping epidermal necrolysis. Kesudahan efek samping, pasien dilaporkan sembuh. Kasus ke-tiga, pasien laki-laki usia 43 tahun, mende-rita epilepsi dan schizophrenia, menerima car-bamazepine, ibuprofen, paracetamol, amitriptiline dan haloperidol. Pasien mengalami gejala Stevens John-son’s Syndrome (SJS), ditandai dengan bercak hitam di dada, punggung, leher dan sebagian kaki yang terasa gatal. Dokter yang melaporkan kasus efek samping ini menyimpulkan bahwa pasien mengalami SJS. Kesudahan efek samping ini, pasien dilaporkan sembuh.
SJS merupakan, efek samping yang jarang terjadi, dan telah diketahui pada beberapa referrensi bahwa carbamazepine dapat menyebabkan efek samping yang jarang ini. Pada sebuah case report dari Taiwan yang dimuat dalam Reaction Weekly, Maret 2008, disebutkan bahwa SJS yang kemudian memicu Toxic Epidermal Necrolysis (TEN) pada seorang pasien yang memiliki riwayat SJS lima tahun sebelumnya. Dari hal tersebut disimpulkan bahwa sebaiknya car-bamazepine tidak diberikan kepada pasien yang memiliki riwayat SJS.
Kasus laporan efek samping di Indonesia terkait car-bamazepine dan SJS, bisa jadi banyak yang under reporting. Untuk menghindari hal tersebut terjadi, se-baiknya dokter dapat menanyakan kepada pasien apakah pernah mengalami kondisi seperti SJS di masa lalu, sebelum meresepkan carbamazepine.
Daftar Pustaka:
2. J.K. Aronson, Meyler’s Side Effect of Drugs, The Interna-tional Encyclopedia of ADRs and Interactions, 15th Edition, Vol. 2, 2006
3. Data Badan POM RI
_______________________________________________
Profil Laporan Efek Samping Obat
Tahun 2008
Badan POM RI, sebagai Pusat MESO Nasional, dalam tahun 2008 telah menerima sejumlah laporan kasus efek samping obat. Laporan tersebut diterima dari beberapa tenaga kesehatan di Rumah Sakit, Puskesmas, dan Prak-tek Umum.
Variasi jenis obat yang dilaporkan menyebabkan efek samping dapat dilihat pada diagram di bawah ini.
Sementara itu, jenis efek samping obat yang sering dila-porkan adalah efek samping pada kulit. Selengkapnya proporsional jenis efek samping yang dilaporkan adalah sebagaimana diagram di bawah ini:
Daftar Pustaka: - Data Badan POM RI
BERITA MESO VOLUME 27, NO. 1, JUNI 2009
GOLONGAN OBAT YANG DIDUGA M ENIM BULKAN ESO
23% 20% 9% 24% 2% 2% 2% 2% 2%3%3% 3% 5% Antibiotik Analgesik&antipiretik Anti Tuberculous agents Cough&Cold remedies Anticonv ulsant Antasida Antiv iral
Anti Hy pertension (ACE inhibitor) Antihistamin&Antialergi Gout Preparation Antirheumatic, Anti-inflamatory , analgesic Corticosteroide hormone Lain-lain
GOLONGAN OBAT YANG DIDUGA MENIMBULKAN ESO 23% 20% 9% 24% 2% 2% 2% 2% 2%3%3% 3% 5% Antibiotik Analgesik&Antipiretik Anti Tuberculous Agents Cough&Cold Remedies Anticonv ulsant Antasida Antiv iral
Anti Hy pertension (ACE inhibitor) Antihistamin&Antialergi Gout Preparation Antirheumatic, Anti-inflamatory , Analgesic Corticosteroide Hormone Lain-lain
EFEK SAMPING OBAT YANG DILAPORKAN TERJADI
31% 32% 14% 5% 4% 4% 10% Rash makulo-papular Rash Steven's Johnson Syndrome Fixed Drug eruption
Udema
Urticaria
Setiap kejadian yang dicurigai sebagai efek samping akibat obat perlu dilaporkan. Laporan tidak harus didasarkan atas kepastian seratus persen adanya hubungan kausal antara efek samping dengan obat. Bila Saudara menemukan reaksi yang masih diragukan hubungannya dengan obat yang digunakan, adalah lebih baik dilaporkan daripada tidak sama sekali.
• Setiap reaksi efek samping yang dicurigai akibat obat. Terutama efek samping yang selama ini tidak pernah / belum pernah dihubungkan dengan obat yang bersangkutan .
• Setiap reaksi efek samping yang dicurigai akibat interaksi obat. • Setiap reaksi efek samping serius, antara lain :
♣ Reaksi anafilaktik ♣ Diskrasia darah ♣ Perforasi usus ♣ Aritmia jantung ♣ Seluruh jenis efek fatal ♣ Kelainan congenital ♣ Perdarahan lambung ♣ Efek toksik pada hati ♣ Efek karsinogenik ♣ Kegagalan ginjal ♣ Edema laring
♣ Efek samping berbahaya seperti sindroma Stevens Johnson ♣ Serangan epilepsi dan neuropati
• Setiap reaksi ketergantungan
Sebagai contoh klasik adalah yang berkaitan dengan obat golongan opiat; walaupun demikian berbagai obat lain dapat menimbulkan reaksi ketergantungan fisik dan atau psikis
Setiap laporan ESO yang diterima dievaluasi oleh Badan POM RI sebagai Pusat MESO Nasional untuk menentukan hubungan kausal produk obat yang dicurigai dengan efek samping yang dilaporkan, menggunakan kriteria yang telah ditetapkan.
Indonesia telah tercatat sebagai negara anggota dalam kegiatan WHO-UMC Collaborating Centre for International Drug Monitoring. Untuk itu laporan ESO di Indonesia yang diterima oleh Pusat MESO Nasional dari Saudara, akan dikirim ke “Pusat Monitoring Efek Samping Obat Internasional” (WHO-UMC Collaborating Centre), di Uppsala, Swedia. Data ESO dari seluruh dunia yang dikirimkan termasuk dari Indonesia, selanjutnya akan masuk dalam data base Pusat MESO Internasional. Drug Regulatory Authorities (DRAs) dari negara-negara anggota saling bertukar menukar informasi berkaitan drug safety melalui e-mail Vigimed Lists.
Laporan efek samping yang dikaji/evaluasi sesuai derajat/tingkat kegawatan efek samping dan/atau insidens atau hal lain, hasilnya dapat berbentuk saran serta tindak lanjut terhadap kasus yang bersangkutan oleh pihak regulatori, dan dipublikasi di dalam bulletin BERITA MESO. Pusat MESO Nasional sangat mengharapkan dan menghargai peran aktif untuk berpartisipasi di dalam kegiatan MESO dengan cara mengirimkan laporan efek samping obat yang Saudara jumpai.
Dra. Lucky S. Slamet, MSc.; Drs. Wusmin Tambunan, MSi.; Dr. Suharti K.S., SpFK; Prof.Dr. Armen Muchtar, SpFK; Prof.Dr. Hedi Rosmiati, SpFK; Dra. Engko Sosialine M; Dra. Tuning Nina D; Siti Asfijah Abdoellah, SSi, MMedSc (Clin Epid); Dra. Warta Br. Ginting; Dra. Umma Latifah; Dra. Herawati, M.Biomed, Apt; Juliati, SSi, Apt; Teti Hastati , SSi, Apt; Megrina Dian Agustin, SSi,Apt; Rahma Dewi Handari, SSi, Apt; Zulfa Auliyati Agustina, S.KM.
Direktorat Pengawasan Distribusi Produk Terapetik & PKRT Badan Pengawas Obat dan Makanan RI
Jl. Percetakan Negara No. 23 Kotak Pos No. 143 JAKARTA 10560 Telp : (021) 4245459; 4244755 ext. 111 Fax : (021) 4243605; 42883485
e-mail : ditwas_dist_ptpkrt@pom.go.id; Indonesia-MESO-BadanPOM@hotmail.com
APA YANG PERLU DILAPORKAN
REAKSI-REAKSI APA YANG SEYOGYANYA DILAPORKAN ?
APA PERANAN LAPORAN EFEK SAMPING OBAT (ESO) SAUDARA ?
DEWAN REDAKSI BULETIN BERITA MESO: