• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I. Pendahuluan. Keberadaan paten bukan merupakan hal yang baru di dalam perdagangan internasional.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I. Pendahuluan. Keberadaan paten bukan merupakan hal yang baru di dalam perdagangan internasional."

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Keberadaan paten bukan merupakan hal yang baru di dalam perdagangan internasional. Semenjak dimunculkannya TRIPs (Treaty Related-aspects of Intelectual Property Rights) oleh WTO, maka paten menjadi bagian dari sebuah aturan perdagangan bagi seluruh anggota WTO yang terdiri dari hampir semua bangsa di dunia. Aturan tentang perlindungan hak kekayaan intelektual ini dianggap penting dengan alasan perlu adanya insentif bagi inovator guna mendorong penemuan inovasi baru. Hal ini berarti juga mendorong produsen untuk terus berinovasi dan tidak meniru produsen lain, sehingga terjadi deversifikasi produk yang akhirnya menguntungkan konsumen. Namun, pada perjalanannya paten justru menimbulkan masalah dalam perdagangan internasional, karena makin banyaknya jumlah paten memunculkan aksi saling klaim paten. Hal ini terlihat dalam industri teknologi di mana inovasi merupakan unsur kunci dalam industri ini. Pengembangan inovasi baru dalam industri ini seringkali menggunakan inovasi yang ada, sehingga saling klaim paten pun muncul karena pihak lain dianggap telah menggunakan inovasi dari pihak tertentu. Padahal penggunaan inovasi tersebut merupakan bentuk pengembangan lanjutan dari inovasi yang ada ataupun inovasi yang sedang menjadi tren.

Saat ini, di dalam industri teknologi, industri ponsel pintar merupakan industri yang cukup disorot dalam hal saling mengklaim paten. Hal ini karena, industri ponsel pintar sedang mengalami perkembangan yang pesat dan memiliki konsumen yang sangat besar. Sehingga,

(2)

2 setiap perusahaan akan berlomba-lomba untuk membuat inovasi yang sejalan dengan tren guna memperoleh konsumen yang banyak. Lomba inovasi ini justru melahirkan sengketa paten, karena hampir semua perusahaan berada pada satu tren yang sama. Oleh karenanya dasar inovasi yang digunakan pun hampir sama. Saling mengklaim paten ini ternyata juga tidak hanya dilakukan guna mendapatkan hak eksklusif atas inovasi yang dibuat, tetapi juga digunakan untuk merintangi pesaing usaha. Sebagai contoh nyata adalah Apple yang memperkarakan Samsung karena dianggap melanggar paten desain miliknya. Di sisi lain, banyak sekali ponsel pintar buatan Cina dengan model yang hampir sama bahkan sama persis dengan Apple namun tidak mendapat tuntutan. Hal ini jelas merupakan upaya Apple untuk menghalangi Samsung merebut pasarnya, sebab Samsung saat ini telah menjadi produsen ponsel pintar terbesar di dunia. Sedangkan produsen ponsel pintar Cina jelas bukanlah suatu ancaman pasar bagi Apple karena berada pada market yang berbeda. Pada akhirnya, terlihat jelas bahwa saling mengklaim paten ini telah berubah menjadi sebuah perang antar perusahaan. Oleh karenanya hal ini kemudian disebut sebagai perang paten.

Kasus perang paten antara Apple dan Samsung merupakan kasus yang mencuat saat ini. Hal ini karena, pertama kedua belah pihak merupakan raksasa produsen ponsel pintar dunia, dan kedua karena di AS Apple berhasil menang telak atas Samsung, di mana Samsung harus menbayar denda hampir 1,5 milyar dollar AS serta menarik semua produk yang dianggap melanggar paten dari pasar AS. Selain itu, Apple juga menuntut Samsung atas pelanggaran paten di berbagai negara. Apple telah menuntut Samsung di Korea Selatan, Jepang, Jerman, Australia, Italia, Perancis, Spanyol dan Inggris. Namun, hal yang menarik adalah Apple tidak cukup memperoleh keputusan yang menguntungkan di beragai negara tersebut. Pengadilan di Korea Selatan menyatakan ke dua belah pihak melakukan pelanggaran paten, namun Apple

(3)

3 dianggap lebih banyak melanggar. Pengadilan di Jepang, Inggris dan Jerman bahkan memberikan keputusan bahwa Samsung tidak bersalah di beberapa perkara. Sedangkan Australia, memberikan hukuman awal pada Samsung yang kemudian dicabut kembali. Perbedaan keputusan di berbagai pengadilan ini menjadi sebuah hal yang menarik untuk diteliti, karena pada dasarnya hukum paten telah memiliki standar-standar yang rinci di dalam TRIPs. Sehingga, seharusnya keputusan yang diperoleh pun tidak jauh berbeda.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas dapat dirumuskan sebuah pertanyaan mengapa dalam kasus sengketa paten dengan Samsung, Apple mendapatkan kemenangan telak di AS, tetapi tidak di negara-negara lainnya, sedangkan Samsung mengalami kekalahan telak di AS dan tidak di negara lainnya pula?

1.3 Landasan Konseptual

Guna menganalisa rumusan masalah di atas, maka skripsi ini kemudian akan menggunakan tiga landasan konseptual. Ketiga landasan konseptual tersebut adalah konsep mengenai hak kekayaan intelektual, konsep mengenai proteksionisme dan relasi power. Ketiganya akan diuraikan sebagai berikut:

1.3.1 Paten dan Hak Kekayaan Intelektual

Pada awal skripsi ini telah disinggung istilah seperti intellectual property rights (IPR) dan paten. Pada dasarnya keduanya memiliki kaitan yang sangat erat karena paten merupakan bagian dari IPR. Sedangkan IPR sendiri dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai hak kekayaan intelektual atau hak milik intelektual1.

1

Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Right), PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1997, hal: 7

(4)

4 Walaupun demikian, penerjemahan hak intelektual sebagai hak milik tidak sepenuhnya benar karena tidak semua hak yang berada dalam IPR bersifat milik2. Adapun kepemilikan yang dimaksud di sini adalah kepemilikan benda yang tidak tampak, atau benda immaterial.

Dalam istilah hukum sendiri, benda dibagi menjadi dua yaitu benda tampak (material) dan benda tak tampak (immaterial). Benda tampak adalah benda yang dapat dilihat dan dipegang seperti buku sedangkan benda tak tampak adalah kebalikannya. Dalam IPR sendiri yang dilindungi adalah hak dari pihak pemilik IPR, bukan produk akhir yang dihasilkan oleh pemilik IPR. Sebagai contoh adalah kepemilikan paten teknologi multi touch, maka paten pada dasarnya tidak melindungi teknologi multi touch tapi hak dari pembuat inovasi tersebut untuk membatasi pihak lain menggunakan inovasi yang sama. Hak di sini merupakan benda yang tidak tampak (immaterial) karena tidak dapat dilihat maupun dipegang dan bahkan dirasakan, namun keberadaannya menimbulkan dampak. Sehingga, hak kekayaan intelektual merupakan perlindungan terhadap hak atas hasil cipta karya manusia untuk membatasi pihak lain tidak menggunakan hasil karya tersebut.

Berdasarkan perjanjian TRIPs yang ada di WTO, hak kekayaan intelektual yang dilindungi ada tujuh yaitu: hak cipta, paten, merek dagang, desaim produksi industri, indikasi-indikasi geografis, desain layout dari sirkuit terpadu (integrated circuit) serta perlindungan terhadap informasi-informasi rahasia3. Namun demikian pada penelitian ini akan berfokus pada paten yang merupakan objek utama dari penelitian

2

Ibid

3

P. Van Den Bossche, The Law and Policy of The World Trade Organization Text Cases and Materials Second Edition¸Cambridge University Press, Cambridge, 2008, hal: 747

(5)

5 ini. Paten sendiri merupakan suatu hak khusus berdasarkan undang-undang diberikan kepada si pendapat/penemu atau menurut hukum pihak yang berhak memperolehnya, atas permintaannya yang diajukannya kepada pihak penguasa, bagi temuan baru, perbaikan atas temuan yang sudah ada, cara kerja baru, atau menemukan suatu perbaikan baru dalam cara kerja, untuk selama jangka waktu tertentu yang dapat diterapkan dalam bidang industri4. Adapun hal-hal tersebut haruslah dilakukan dengan langkah inventive, yaitu langkah pemikiran kreatif yang lebih maju dari hasil penemuan sebelumnya5.

Dalam WTO, sebuah inovasi dapat diberikan hak paten ketika memenuhi tiga kreteria utama, yaitu: penemuan yang dimaksud adalah baru, penemuan memiliki langkah-langkah inventif dan dapat diaplikasikan untuk kepentingan industri. Sedangkan dalam hukum paten yang ada di Amerika Serikat, hal tersebut lebih diperinci dimana untuk mendapatkan paten sebuah penemuan harus memenuhi tiga unsur kreteria, yaitu: novelty, utility dan non-obviousness6. Novelty mengindikasikan bahwa temuan yang dihasilkan adalah baru, namun baru dalam hal ini tidak sekedar baru, tapi penemu haruslah menjadi yang pertama menemukan hal tersebut. sedangkan utility adalah menunjukkan bahwa inovasi yang ditemukan memiliki kegunaan, terutama kegunaan dalam hal industri. Adapun non-obviousness, meskipun memiliki sedikit kemiripan dengan prinsip novelty yang mengedepankan unsur baru dalam sebuah temuan, namun non-obviousness memiliki perbedaan. Dalam prinsip ini, sebuah temuan harus benar-benar baru dan tidak jelas. Maksudnya

4 op cit Saidin, hal: 144-145 5

ibid, at 145

6

A.Miller dan M. H Davis, Intellectual Property Patents,Trademarks, and Copyright In a Nutshell¸ 1983, West Publishing Co, St. Paul, hal: 9

(6)

6 tidak jelas adalah temuan tersebut haruslah hasil dari proses yang tidak umum, artinya hasil temuan tidaklah hal yang biasa dibuat oleh seorang mekanik biasa atau teknisi7.

Pada perkembangannya paten tidak hanya meliputi hasil inovasi yang memiliki kegunaan secara nyata saja (paten utilitas), tapi di beberapa negara terdapat pula paten tambahan seperti di AS terdapat paten tanaman dan paten desain8. Paten tanaman merupakan paten yang diberikan pada penemu varietas tanaman baru yang merupakan hasil dari pembiakan aseksual, artinya pembiakan tersebut tanpa menggunakan benih. Sedangkan desain paten adalah paten yang digunakan untuk melindungi hak penemu desain yang baru, asli dan ornamental dari sebuah barang manufaktur. Adapun kreteria pemberian paten desain memiliki perbedaan dengan paten utilitas dimana paten desain memiliki kreteria novelty, ornamentally dan non-obviousness. Karena kreteria utility kemudian digantikan dengan ornamentally, maka pengertian mengenai novelty dan non-obviousness haruslah dikaji ulang. Dalam hal novelty memang sudah cukup jelas dan hampir sama dengan utility patent di mana penemuan desain tersebut haruslah yang paling pertama dibanding yang lain. Lalu untuk non-obviousness beberapa pihak mengatakan bahwa yang dimaksud adalah bahwa hasil desain bukanlah hal yang umum bagi “orang pintar pada umumnya”. Pihak lain melihat non-obviousness dengan menganalogikan kreteria serupa pada utility patent sehingga memunculkan bahwa non-obviousness adalah hal yang tidak umum bagi para desainer yang memiliki kemampuan biasa dalam seni yang bersangkutan.

7

Baca Chapter 3 A. Miller dan M. H Davis

8

(7)

7 1.3.2 Proteksionisme

Proteksionisme merupkan sebuah upaya yang dilakukan oleh pemerintah suatu negara guna melindungi pasar negaranya dari barang-barang impor dengan cara memberlakukan tarif masuk barang yang tinggi serta memberikan kuota. Kemunculan proteksionisme ini berakar dari pemikiran merkantilis dimana kemakmuran dapat diperoleh dengan mengurangi impor dan meningkatkan ekspor. Selain itu proteksionisme juga muncul dari para pemikir realis yang menghubungkan perdagangan dengan keamanan. Bagi kaum realis melihat bahwa perdagangan dapat menimbulkan kerugian di sisi keamanan bagi suatu negara ketika perdagangan membuat negara tersebut begitu tergantung terhadap negara lainnya, khususnya dengan negara yang bukan aliansinya.

Pada masa kemunculan General Agreement on Trade and Tariff (GATT) yang mampu meningkatkan liberalisasi pasar, proteksionisme yang seperti dijelaskan di atas, pada akhirnya semakin berkurang dan bahkan menghilang. Sehingga, negara kemudian mulai menyesuaikan tarif ke nilai yang lebih rendah serta menghapuskan kuota. Namun, pada dasarnya setiap negara masih memiliki kecenderungan untuk melakukan proteksionisme terhadap pasar nasionalnya. Hal ini terlihat dari munculnya hambatan masuk yang dibuat oleh negara di luar tarif dan kuota seperti subsidi dan jenis hambatan non tarif lainnya. Jenis hambatan semacam ini justru kian meningkat seiring suksesnya GATT dalam mengurangi hambatan tariff dan kuota9. Padahal hambatan non tariff dan kuota ini justru bisa lebih berbahaya karena sering

9

Halifa haqqi, ecolabel sebagai bentuk proteksionisme baru (case study: pemblokiran kayu bersertifikat ecolabel Indonesia olehuni eropa), Yogyakarta, Sekolah Pasca Sarjana UGM, 2007. Hal: 9

(8)

8 kali bersifat lebih restriktif, susah untuk dikenali, serta lebih tidak patut dibandingkan dengan tarif10. Pada akhirnya, hal tersebut memunculkan bahwa pada dasarnya setiap negara memiliki kecenderungan untuk terus mengupayakan proteksionisme guna menjaga pasar nasionalnya dari produk asing.

Kecenderungan untuk melakukan proteksionisme dapat pula dipengaruhi oleh perubahan struktur politik internasional. Hal ini terutama terjadi ketika negara yang memegang kendali dalam sistem perdagangan internasional atau negara hegemon semakin lemah dibanding negara industri baru dan sistem perdagagangan internasional justru membuatnya semakin terjepit11. Efek yang ditimbulkan adalah, munculnya ketakutan psikologis bagi masyarakatnya bahwa mereka akan dikalahkan oleh negara industri baru yang pada akhirnya akan berdampak pada turunnya kesejahteraan ekonomi. Hal ini kemudian menimbulkan kecurigaan-kecurigaan terhadap negara industrialisasi baru bahwa pada dasarnya mereka telah melakukan tindakan proteksionis guna menjadi lebih maju. Oleh karenanya timbul perasaan untuk membalas melakukan proteksionisme terhadap negara-negara industri baru tersebut. Pada akhirnya tekanan untuk melakukan proteksionisme bagi negara hegemonpun semakin tinggi12.

1.3.3 Power Relation: Vulnerability Interdependence

Dalam politik internasional, power merupakan sebuah hal yang sangat penting untuk dianalisa13. Hal ini karena power yang dimiliki oleh setiap negara merupakan

10 T. H. Cohn, Global Political Economy Theory and Practice fifth edition¸Pearson, New York, 2010, hal: 175 11

J. Baghwati, Proteksionisme (terjemahan), Bandung, 1992, Penerbit Angkasa, hal: 60

12

Loc cit, Baghwati¸hal: 60

13

(9)

9 faktor yang determinan dalam menentukan posisi serta kemampuan mereka untuk melakukan interaksi dengan negara lain atau aktor lainnya. Power sendiri diartikan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain untuk melakukan sesuatu yang sebetulya tidak diinginkan oleh pihak tersebut14. Dengan definisi semacam ini, maka dalam melihat power suatu negara diperlukan suatu hubungan yang tidak imbang. Artinya ada satu pihak atau lebih yang menjadi lebih tergantung kepada pihak lain yang memiliki power lebih, sehingga membuatnya mau mengikuti pengaruh yang diberikan oleh pihak yang memiliki power lebih. Oleh karenanya dalam sebuah relasi power ada pihak yang lebih dominan atau hegemon dan pihak yang dependen.

Setelah perang dunia ke II, transakasi internasional baik melalui perdagangan atau imigrasi manusia dan pengiriman pesan telah membuat relasi power tidak sepenuhnya menjadi hubungan yang menguntungkan pihak yang dominan saja. Kegiatan tersebut ditambah dengan interkoneksi antar manusia telah membuat relasi power menjadi interdependen antara satu negara dengan negara lainnya. Interdependensi sendiri diartikan sebagai sebuah ketergantungan yang saling menguntungkan. Dengan relasi semacam ini maka negara yang dominan tidak dapat serta merta mempengaruhi negara yang secara potensi power kurang dominan. Namun demikian, hegemoni dari salah satu negara masih akan dirasakan karena memiliki potensi power yang lebih besar. Tetapi, negara kemudian harus menghitung biaya (cost) dalam membuat kebijakan terhadap negara lainnya. Bahkan negara

14

(10)

10 hegemon sekalipun kemudian dituntut untuk menghitung jumlah biaya yang harus ia keluarkan untuk membuat kebijakan terhadap negara lain15.

Untuk melihat relasi power dalam kondisi yang interdependen, maka perlu pembedaan dua dimensi yaitu sensitivitas dan vulnerabilitas. Sensitivitas sendiri melingkupi tingkat responsivitas suatu negara dalam sebuah kerangka kebijakan, artinya seberapa cepat perubahan yang dilakukan oleh suatu negara mampu membawa perubahan yang costly kepada negara lain, dan seberapa besar efek biaya yang diberikan? Dalam dimensi ini, interaksi interdependensi diciptakan dalam satu kerangka kebijakan. Sebab dalam sensitivitas interdependensi menganggap bahwa kerangka kebijakan tidaklah berubah. Oleh kerenanya, sensitivitas tidak mampu melihat bagaimana jika kerangka kebijakan dimungkinkan untuk berubah. Bagaimana jika ada banyak alternatif yang dapat dipilih dan banyak kebijakan baru yang dapat diambil? Sebuah negara yang memiliki alternatif kebijakan dalam menghadapi suatu permasalahan akan menjadi kurang vulnerable dibanding negara yang tidak memiliki pilihan atau memiliki pilihan namun dengan biaya yang tinggi. Oleh kerenanya, dimensi vulnerabilitas dari interdependensi bergantung pada ketersediaan alternatif yang relatif serta pembiayaannya yang berbeda-beda dari setiap negara16.

Dengan melihat bahwa dimensi vulnerabilitas memberikan peluang adanya banyak opsi yang dapat diambil oleh suatu negara, hal ini menunjukkan bahwasannya dalam dimensi ini, suatu negara dapat menggunakan semua sumber

15

Disarikan dari R.O. Keohane dan J.S. Nye, Power and Interdependence, hal: 11 - 15

16

(11)

11 power yang ia miliki. Sedangkan, sensitivitas menyulitkan suatu negara untuk menggunakan sumber powernya karena negara memiliki keterbatasan pengambilan alternatif kebijakan. Oleh karenanya dimensi vulnerabilitas akan digunakan dalam skripsi ini karena dianggap lebih mampu untuk menjelaskan relasi power antar negara,

Penggunaan tiga konsep di atas memiliki korelasi yang cukup tepat guna menganalisa masalah yang ada dalam rumusan masalah. Hal ini karena, konsep hak kekayaan intelektual yang dirasa penting guna mendefinisikan objek bahasan utama dalam skripsi ini, yaitu paten. Sedangkan konsep proteksionisme digunakan untuk menganalisa paten sebagai alat proteksi perdagangan. Penggabungan kedua konsep ini penting karena jika hanya melihat konsep hak kekayaan intelektual saja, maka tidak akan terjelaskan sisi politik ekonominya. Artinya, memang hak kekayaan intelektual merupakan bentuk proteksi, tetapi apakah hal itu dapat mengganggu perdagangan bebas perlu dilihat menggunakan konsep ekonomi politik yang dalam hal ini konsep proteksionisme. Sebab jika hanya dilihat dari konsep hak kekayaan intelektual, maka proteksi yang dimaksud akan hanya bersifat positif karena ditujukan untuk melindungi asas keadilan dalam perdagangan. Oleh karenanya penggabungan dua konsep di atas akan mampu untuk menganalisa rumusan masalah yang ada. Sedangkan konsep mengenai relasi power akan digunakan untuk meng-elaborasi lebih lanjut konsep proteksionisme, dan menjelaskannya dalam kerangka hubungan antar negara.

1.4 Jangkauan Penelitian

Dalam skripsi ini jangka waktu yang menjadi fokus penelitian adalah di mulai sejak Apple mendaftarkan sengketa terhadap Samsung mengenai pelanggaran paten di pengdilan

(12)

12 San Jose, California, AS, yaitu pada April 2011. Selanjutnya rentang waktu fokus penelitian akan berhenti pada tanggal 21 Agustus 2012 di mana pengadilan San Jose, California memutuskan bahwa Apple memenangkan sengketa. Penyempitan periode ini dilakukan guna memfokuskan penelitian pada kasus sengketa yang terjadi di pengadilan San Jose California, sebab kasus ini merupakan fokus penelitian dari skripsi ini.

Namun demikian, dikarenakan kasus ini masih terus berlanjut hingga saat ini, maka tidak menutup kemungkinan akan pula disertakan peristiwa-peristiwa maupun data-data yang terjadi sesudah periode tersebut. Selain itu juga tidak menutup kemungkinan akan digunakan pula peristiwa-peristiwa dan data-data sebelum periode penelitian. Hal ini dilakukan guna menjadikan hasil penelitian ini jelas dan utuh.

1.5 Argumen Utama

Terlepas dari keberadaan TRIPs yang telah mengatur secara detail standar-standar hukum hak kekayaan intelektual, ternyata masih ada ketidaksamaan pandangan terhadap hak kekayaan intelektual dan paten pada khususnya. Perbedaan tersebut membuat negara-negara memiliki kebebasan untuk menentukan kepantasan suatu inovasi dapat diberi paten serta produk seperti apa yang kemudian dianggap melanggar paten. Oleh karena itu, berdasarkan landasan konseptual yang ada, hukum paten kemudian dapat dijadikan sebagai alat proteksionisme jenis baru. Karena, dengan kebebasan dalam memandang paten, negara dapat membuat suatu pandangan yang ketat dan mampu menyulitkan kompetitor dari negara lain. Hal ini terlihat dalam kasus perang paten antara Apple dan Samsung. Kemenangan Apple di AS menunjukkan bahwa pandangan hukum AS terhadap paten bersifat proteksionis jika

(13)

13 dibandingkan dengan negara-negara lainnya. Dengan demikian Apple dapat memperoleh kemenangan besar di AS dan mendapatkan hasil yang kurang memuaskan di negara lain.

1.6 Metode Penelitian

Penelitian ini akan berusaha untuk menjelaskan bahwa kemenangan Apple terhadap Samsung merupakan bentuk dari proteksionisme yang dilakukan oleh negara. Penjelasan untuk melakukan pembuktian mengenai hal tersebut perlu dilakukan dengan menggunakan analisa yang mendalam. Oleh karenanya, penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang merupakan metode analisis mendalam mengenai sejarah atau kejadian-kejadian yang terkait dengan kasus yang akan diteliti.

Adapun data yang akan digunakan guna menunjang penjelasan dari penulis adalah data-data sekunder, yaitu data-data yang telah diolah oleh pihak lain. Data-data-data tersebut diperoleh dengan melakukan studi pada dokumen, buku-buku, artikel koran maupun jurnal, makalah ataupun hasil penelitian, berita dari media massa baik cetak maupun elektronik, serta artikel dan informasi dari internet. Data-data ini kemudian dianalisis dengan menggunakan metode deduktif, yaitu metode yang berusaha menempatkan teori yang relevan pada suatu fenomena yang ada. Teori tersebut berfungsi sebagai kerangka analisa dari sebuah kasus guna memperoleh kesimpulan akhir.

1.7 Sistematika Penulisan

Skripsi ini akan terdiri dalam empat bab. Pada bab pertama akan berisi tentang pendahuluan yang terdiri dari latar belakang yaitu ulasan yang mendasari penulis meneliti mengenai masalah perang paten. Kemudian terdapat rumusan masalah yang merupakan hasil pengerucutan dari latar belakang. Rumusan masalah ini kemudian akan dianailisa

(14)

14 menggunakan landasan konseptual yang telah dijabarkan pada bab ini. Berdasarkan landasan konseptual, dalam bab ini kemudian dimunculkan argumen utama yang diikuti dengan metode penelitian, jangkauan penelitian dan sistematika penulisan. Selanjutnya, dalam bab kedua akan dibahas secara mendalam mengenai kronologi perang paten yang terjadi antara Apple dan Samsung serta berbagai keputusan penting yang diperoleh oleh kedua belah pihak di berbagai negara. Namun fokus ulasan akan berada di AS, karena merupakan pokok bahasan dalam skripsi ini. Kemudian, pada bab ketiga, hasil data dan ulasan yang ada di bab kedua akan dianalisa menggunakan landasan konseptual yang ada dengan cara membandingkan keputusan di AS dengan keputusan yang ada di negara-negara lainnya. Sehingga, akan diperoleh kesimpulan yang akan membuktikan bahwa keputusan pengadilan AS di San Jose California merupakan bentuk proteksionisme. Adapun penarikan kesimpulan ini akan tercantum dalam bab keempat.

Referensi

Dokumen terkait

Karya tulis ini yang berjudul “Efek Infus Kulit Jeruk Purut (Citrus Hystrix Dc) terhadap Pertumbuhan Malassezia Furfur Secara In Vitro” merupakan salah satu syarat untuk

Diharapkan persamaan koefisien transfer massa yang diperoleh lebih akurat sehingga dapat digunakan untuk memperkirakan kondisi mana yang paling optimum untuk

dari masyarakat (lapangan) yang sesuai dengan permasalahan. Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh melalui kepustakaan yang bersifat mendukung data primer. Bahan Hukum

dan mufakat”. Kegiatan musyawarah merupakan salah satu kegiatan sosial yang dilakukan oleh masyarakat pada kehidupan zaman dahulu serta dalam melakukan musyawarah perlu

Dari litologi yang dijumpai mulai dari aluvial, koluvium, metasedimen dan batuan terobosan yang terdiri dari granit dan granodiorit, maka dapat diharapkan zona mineralisasi terjadi

Ada 30 variabel yang diajukan oleh peneliti berkaitan dengan manfaat dan kekurangan dalam penerapan SMM, ternyata responden menyatakan bahwa manfaat yang secara signifikan

Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengendalikan serangan hama dan penyakit ikan serta penurunan mutu lingkungan, diantaranya penataan lingkungan kawasan budidaya,