• Tidak ada hasil yang ditemukan

REFLEKSI SISTEM DISTRIBUSI SYARIAH DALAM UPAYA OPTIMALISASI PENYALURAN DANA ZAKAT DI INDONESIA. Abstract

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "REFLEKSI SISTEM DISTRIBUSI SYARIAH DALAM UPAYA OPTIMALISASI PENYALURAN DANA ZAKAT DI INDONESIA. Abstract"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

56

REFLEKSI SISTEM DISTRIBUSI SYARIAH DALAM UPAYA

OPTIMALISASI PENYALURAN DANA ZAKAT DI

INDONESIA

Moh. Amarodin*

*STAI Muhammadiyah Tulungagung Email : amarudin009@gmail.com

Abstract

There is a lot of literature that tries to look at zakat from various sides, such as from legal aspects (fiqh), management, potential and its role in poverty alleviation. This proves that zakat has a significant place in the realm of Islamic sciences and other sciences. The obligation of zakat in Islam has a very deep meaning. In addition to dealing with aspects of Godliness, as well as economics and social Two dimensions possessed by zakat or identites that will provide a very good impact on society, both as an effort to worship Him and as an effort to care for social with fellow human beings . However, zakat is not limited to that. Optimizing the distribution of zakat funds in a professional manner will have a better impact in efforts to distribute wealth or income to the community. Optimizing the distribution of zakat funds is still very limited to date, due to the limitations of professional institutions and human resources in the field of zakat. Indeed, in the concept of productive zakat distribution we find various types of distribution, but not all of them apply the distribution of productive zakat by using the concept of sharia distribution. Thus, it is expected that with the conception of productive distribution of sharia zakat funds it will not only provide welfare for muzaki but can also implement the concept of productive distribution in accordance with sharia guidance which is far from the magrib element.

(2)

57

Abstrak

Terdapat banyak literatur yang mencoba untuk melihat zakat dari berbagai sisi, seperti dari aspek hukum (fiqh), manajemen, potensi serta peranannya dalam pengetasan kemiskinan. Hal ini membuktikan bahwa zakat memiliki tempat yang cukup signifikan dalam ranah kajian ilmu syariah dan ilmu lainnya. Adapun kewajiban zakat dalam Islam mempunyai makna yang sangat mendalam. Selain berhubungan dengan aspek-aspek ke-Tuhan-nan, juga ekonomi serta sosial Dua dimensi yang dimiliki oleh zakat ataupun identites tersendiri yang akan memberikan dampak yang sangat baik bagi maysarakat, baik sebagai upaya ibadah kepada-Nya serta sebagai upaya kepedulian sosial dengan sesama manusia. Akan tetapi, zakat tidak hanya sebatas itu saja. Optimalisasi distribusi dana zakat secara profesional akan memberikan dampak yang lebih baik dalam upaya untuk pendistribusian kekayaan atau pendapatan kepada masyarakat. Optimalisasi distribusi dana zakat hingga saat ini masih sangat terbatas, karena keterbatasan lembaga serta sumberdaya manusia yang profesional dalam bidang zakat. Memang dalam konsep distribusi zakat produktif kita temukan berbagai macam model distribusi, akan tetapi belum semuanya menerapkan distribusin zakat produktif dengan menggunakan konsep distribusi syariah. Sehingga, diharapkan dengan adanya konsepsi distribusi produktif dana zakat yang syariah tidak, hanya akan memberikan kesejahteraan bagi muzaki namun juga dapat mengimplementasikan konsep distribusi produktif sesuai dengan tuntunan syariah yang jauh dari unsur magrib

Kata kunci: Refleksi, Distribusi Syariah, Optimalisasi Zakat

A. PENDAHULUAN

Zakat adalah salah satu topik yang selalu menarik untuk didiskusikan. Telah banyak literatur yang mencoba untuk melihat zakat dari berbagai sisi, seperti dari aspek hukum (fiqh), manajemen, potensi serta peranannya dalam pengetasan kemiskinan. Hal ini membuktikan bahwa zakat memiliki tempat yang cukup signifikan dalam ranah kajian ilmu syariah dan ilmu lainnya. Adapun kewajiban zakat dalam Islam mempunyai makna yang sangat mendalam. Selain berhubungan dengan aspek-aspek ke-Tuhan-nan, juga ekonomi serta sosial. Dari aspek-aspek ke-Tuhan-an adalah dengan adanya ayat-ayat Al-Quran yang menyebutkan masalah zakat, termasuk diantaranya 27 ayat yang menyandingkan kewajiban zakat dengan kewajiban menunaikan shalat secara bersamaan. Bahkan Rasulullah s.a.w. dapat menempatkan zakat sebagai salah satu pilar yang utama dalam menegakkan agama Islam. Bahkan, di Indonesia sudah terdapat kodifikasi

(3)

58 hukum yang jelas dalam pengaturan zakat yakni Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. Undang-Undang ini dibuat guna mengoptimalkan distribusi zakat yang memiliki orientasi guna pemerataan ekonomi dan pembangunan.

Sementara dari aspek keadilan sosial, perintah zakat dapat dipahami sebagai sebuah kesatuan sistem yang tidak terpisahkan dalam pencapaian kesejahteraan sosial, ekonomi serta masyarakat. zakat juga diharapkan dapat meminimalisir kesenjangan pendapatan antara orang kaya serta orang miskin. Di sisi lain, zakat juga diharapkan juga dapat meningkatkan atau menumbuahkan perekonomian, baik pada level individu ataupun pada level sosial masyarakat.

Dua dimensi yang dimiliki oleh zakat ataupun identites tersendiri yang akan memberikan dampak yang sangat baik bagi maysarakat, baik sebagai upaya ibadah kepada-Nya serta sebagai upaya kepedulian sosial dengan sesama manusia. Akan tetapi, zakat tidak hanya sebatas itu saja. Optimalisasi distribusi dana zakat secara profesional akan memberikan dampak yang lebih baik dalam upaya untuk pendistribusian kekayaan atau pendapatan kepada masyarakat. Optimalisasi distribusi dana zakat hingga saat ini masih sangat terbatas, karena keterbatasan lembaga serta sumberdaya manusia yang profesional dalam bidang zakat.

Sistem distribusi syariah memiliki dua pedoman dasar dalam upaya guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat. yang pertama, mengurangi kesenjangan sosial diantara kelompok-kelompok yang ada didalam masyarakat seperti halnya membuka atau memperluas lapangan pekerjaan serta memberikan peluang bekerja, sehingga masyarakat dapat mempunyai pendapatan guna pemenuhan kebutuhan yang ada didalam hidupnya. Kedua, secara langsung memberikan santunan serta bantuan kepada warga masyarakat miskin dengan tujuan mereka secara terus menerus dapat meningkatkan kualitas hidupnya.1

Di Indonesia, sistem ekonomi yang digunakan pada prinsipnya tidak kapitalis serta tidak pula juga menggunakan sistem sosialis. Hal ini

1

Khudori, Ekonomi 2004 Bergerak dalam Lumpur, lihat dalam http://www.republika.co.id/ASP/kolom detail, diunduh Selasa, 6 Oktober 2018.

(4)

59 dikarenakan, sistem-sistem yang dimaksud dianggap akan bertolak belakang dengan idiologi yang dianut oleh negeri ini yakni sistem Pancasila. Akan tetapi, lebih banyak orang terang-terangan menerima serta menjalankan sistem ekonomi yang dimaksud karena dianggap tidak terelakkan serta karena sejak tahun 1991 kapitalisme telah jelas terbukti memenangkan persaingan dari kompetitorny kapitalisme. Akan tetapi sejak masa reformasi, populerlah istilah ekonomi kerakyatan sebagai sebuah sistem ekonomi yang harus diterapkan di negeri ini.

Didalam agama Islam, tentang aktivitas distribusi sudah memiliki bentuk dalam sistem ekonominya serta merupakan prinsip utama yang ketiga dari sebuah sistem ekonomi Islam yakni memastikan serta meyakinkan bahwa beredarnya kekayaan tidak terpusat pada segelintir orang atau golongan. Didalam ajaran Islam juga sangat mengharamkan penimbunan harta, baik itu yang berupa membekukan, menahan atau menjauhkan dari peredaran.

Meski disisi lain, Islam menyadari bahwa adanya tingkatan ekonomi dalam tatanan masyarakat. akan tetapi, perbedaan itu tidak untuk dijadikan sebuah perbedaan sosial atau kesenjangan, karena setiap manusia memiliki hak untuk memenuhi kebutuhan dasarnya guna tetap menjalankan hidup. Islam memberikan tawaran proses pendistribusian ini dengan sistem yang dimiliki dan mengandung dua sistem distribusi utama, yakni distribusi secara komersial serta mengikuti mekanisme pasar dan sistem distribusi yang bertumpu pada sebuah aspek keadilan sosial bagi masyarakat.

Sesuai dengan institusi atau lembaga-lembaga pengelola zakat yang ada di Indonesia, sudah menjadi bagian tak terpisahkan dalam sebuah kegiatan ekonomi masyarakat. bahkan pemerintah menjadi bagian dari penting yang tidak lepas dari andil tumbuh dan berkembanganya lembaga-lembaga yang dimaksud. Melalui lembaga, sebuah sistem akan mampu untuk dijalankan secara efektif serta efesien guna mencapai tujuannya, mengingat bahwa lembaga mempunyai strategi serta manajemen dalam melakukan segala bentuk aktifitas. Akan tetapi, yang kemudian menjadi sebuah permasalahan adalah manajemen serta strategi seperti apa yang mampu dikembangkan oleh lembaga

(5)

60 yang dimaksud menjadi sebuah lembaga yang kapabel serta proposional dalam bidangnya.

Dijelaskan bahwa dalam era evolusi informasi sekarang, keunggulan sebuah lembaga tidak hanya terfokus atau ditentukan oleh efisiensi dalam alokasi sumber daya atau aset yang memiliki wujud saja, yang mudah dijabarkan dalam dimensi keungan. Akan tetapi keunggulan yang dimaksud sangat tergantung pada kemampuan guna menggerakkan dan mengeksploitasi sumber daya atau aset yang tidak berwujud yang itu tidak mudah untuk dijabarkan didalam dimensi keuangan. Yang mampu menciptakan sebuah strategi yang memiliki basis pengetahuan seperti halnya menciptakan hubungan yang harmonis dengan masyarakat pelaku, mengerahkan produk serta jasa yang inovatif serta kompetitif dan menstimulus keterampilan dan motivasi karyawan/pengelolanya. Dengan demikian untuk meningkatkan mutu informasi dalam sebuah proses perumusan serta implementasi strategi yang dimaksud, diperlukan sistem informasi multidimensial yang meliputi sistem informasi keungan dan non keuangan.2

Terdapat beberapa hal yang memiliki kaitan dengan sistem distribusi ekonomi ini yang dapat diterapkan dalam sebuah sistem perekonomian modern dengan berbagai langkah strategis dalam rangka untuk menerapkan dan mengembangkan sistem distribusi yang ada di Indonesia yang memiliki berbasis Syariah. Diantaranya sebagai berikut: Pertama, mekanisme sistem distribusi ini dalam perspektif ekonomi Islam. Kedua, hal-hal yang berhubungan dengan kinerja lembaga yang bergerak pada sebuah sistem distribusi yang berbasis syariah di Indonesia. Ketiga, faktor-faktor strategis yang harus dimiliki lembaga yang dimaksud, melalui analisis afaktor kekuatan, kelemahan, peluang serta tantangan yang ada, guna menempatkannya pada posisi ekonomi-strategi dalam perekonomian bangsa.

2

Wahyudi Prakarsa, Petunjuk Praktis Penyusunan Balanced Scorecard; Menuju

Organisasi yang Berfokus pada Strategi (kata sambutan), (Jakarta: PT Gramedia Pustaka

Utama, 2004), Cet. III, h. xi.

(6)

61 Di Indonesia pada dasarnya sudah terbentuk lembaga-lembaga yang memiliki orientasi pada hal yang dimaksud, hanya saja sebelum dikembangkan secara optimal dan belum ditata serta dikelola secara profesional. Dalam masalah zakat misalnya, persoalan kemungkinan terjadi adalah karena para muzaki masih melaksanakan kewajiban agama yang dimaksud secara terpencar, disamping pula belum efektifnya lembaga zakat (BAZ/LAZ) menyangkut tentang aspek-aspek pengumpulan administrasi, pendistribusian, monitoring serta evaluasi.3

Mengacu dari apa yang telah diuraikan diatas, problem yang paling nyata dalam pendistribusian dana zakat adalah bagaimana menerapkan konsep distribusi dana zakat yang syariah. Memang dalam konsep distribusi zakat produktif kita temukan berbagai macam model distribusi, akan tetapi belum semuanya menerapkan distribusin zakat produktif dengan menggunakan konsep distribusi syariah. Sehingga, diharapkan dengan adanya konsepsi distribusi produktif dana zakat yang syariah tidak, hanya akan memberikan kesejahteraan bagi muzaki namun juga dapat mengimplementasikan konsep distribusi produktif sesuai dengan tuntunan syariah yang jauh dari unsur magrib (maisir, gharar dan riba).

Konsep Dazar Dana Zakat

Perintah tentang mengeluarkan zakat apabila kita mengacu didalam Al-Quran seringkali disandingkan dengan perintah shalat. Zakat sendiri apabila ditinjau dari segi etimologi berasal dari kata kerja zaka, yang memiliki arti tumbuh dan berkembang, memberi berkah, bertambah kebaikannya, menyucikan serta menyanjung. Sementara itu apabila dikaji secara istilah/terminologi, Sayyid Sabiq mengartikan sebagai sebuah predikat untuk jenis barang yang dikeluarkan manusia, sebagai hak Allah SWT, guna dibagikan kepada fakir-miskin. Definisi serupa dengan apa yang dikemukakan oleh Muhammad Zuhri al-Ghamrani, yakni

3

Djamal Doa, Membangun Ekonomi Umat Melalui Pengelolaan Zakat Harta, (Jakarta: Nuansa

(7)

62 bentuk dari predikat guna suatu barang dalam kadar yang tertentu yang dikeluarkan guna mensucikan harta dalam kadar yang tertentu yang dikeluarkan untuk mensucikan harta serta jasmani manusia. Sesuai dengan firman Allah SWT dalam QS. At-Taubah ayat 103.4

Sementara itu sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 yang dimaksud dengan zakat adalah harta yang wajib untuk dikeluarkan oleh seseorang yang beragama Islam atau badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syarat Islam. Sementara pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan pengorganisasian dalam pengumpulan, distribusi dan pendayagunaan zakat.

Zakat merupakan ibadah yang mempunyai dua dimensi, yakni vertikal dan horizontal. Zakat adalah ibadah sebagai bentuk ketaatan kepada Allah dan sebagai kewajiban kepada sesama manusia. Zakat juga sering diasosiasikan dengan kesungguhan dalam harta. Tingkat pentingnya zakat yang terlihat dari banyaknya ayat yang menyandingkan perintah zakat dengan perintah untuk mendirikan shalat. Zakat memiliki enam prinsip yang substansial, yakni:

a. Prinsip keyakinan keagamaan yakni bahwa orang yang membayar zakat adalah salah satu manifestasi dari keyakinan agamanya.

b. Prinsip pemerataan serta keadilan adalah tujuan sosial zakat, yakni membagi kekayaan yang diberikan kepada Allah lebih merata dan adil kepada manusia.

c. Prinsip produktifitas yakni menekankan bahwa zakat memah seharusnya dibayar karena milik tertentu telah menghasilkan produk tertentu setelah lewat jangka waktu yang tertentu.

d. Prinsip nalar yakni sangat rasional bahwa zakat harta yang menghasilkan itu harus dikeluarkan.

e. Prinsip kebebasan yakni bahwa zakat hanya dibayar oleh orang yang bebas atau merdeka.

4

Al-Qur’an Surat At-Taubat ayat 103. Ambillah zakat dari harta mereka untuk membersihkan dam mensucikan mereka.

(8)

63 f. Prinsip etika serta kewajaran yakni zakat tidak dipungut secara

semena-mena, akan tetapi melalui aturan yang disyariatkan.5

Sementara tujuan dari zakat adalah untuk mencapai keadilan sosial ekonomi. Zakat adalah transfer sederhana dari bagian dengan cara ukuran yang tertentu harta si kaya guna dialokasikan kepada si miskin. Para cendekiawan muslim banyak yang menjelaskan tentang tujuan-tujuan dari zakat, baik secara umum yang menyangkut tentang tatanan ekonomi, sosial dan kenegaraan ataupun secara khusus yang ditinjau dari tujuan-tujuan nash secara eksplisit ialah:

a. Menyucikan harta dan jiwa dan merupakan manifestasi syukur atas nikamat Allah.

b. Mengangkat derjat fakir miski serta membantu memecahkan masalah para mustahiq zakat.

c. Membentangkan dan membina tali persaudaraan sesama umat Islam serta manusia pada umumnya.

d. Menghilangkan sifat kikir dan loba para pemilik harta. Sementara menghilangkan sifat dengki serta iri (kecemburuan sosial) dari hati orang-orang yang msikin.

e. Menjembatani jurang antara si kaya dengan si miskin yang ada dilama masyarakat dengan tujuan tidak ada kesenjangan di antara keduanya. f. Mengembangkan rasa yang tanggung jawab sosial pada diri seseorang,

terutama bagi yang mempunyai harta.

g. Mendidik manusia guna berdisiplin untuk menunaikan kewajiban dan menyerahkan hak orang lain padanya.

h. Sarana pemerataan pendapatan guna mencapai keadilan sosial.

Tujuan yang meliputi bidang moral, sosial dan ekonomi. Dalam biang moral, zakat mengikis ketamakan dan keserakahan hati si kaya. Sementara, dalam bidang sosial, zakat yang memiliki fungsi guna menghapuskan kemiskinan dari masyarakat. Di bidang ekonomi, zakat mencegah penumpukan kekayaan di tangan sebagian kecil manusia dan merupakan sumbangan wajib kaum muslimin guna perbendaharaan negara.

5

(9)

64 Optimalisasi Fungsi Zakat

Terdapat dua corak dalam mempersepsikan zakat, pertama, zakat dipandang sebagai sebuah institusi guna mencapai keadilan sosial, sebagai mekanisme penekanan akumulasi modal pada sekelompok kecil masyarakat. Kedua, mempersepsi zakat sebagai lembaga karitas. Yang kaya harus memperhatikan yang tidak punya, akan tetapi tidak dalam konteks guna mendistribusikan kekayaan secara adil sehingga tidak terkumpul pada sekelompok orang saja.6

Terdapat dua fungsi zakat atau sedekah yang diambil dari kekayaan orang-orang muslim. Pertama, guna menghapuskan perbedaan sosial serta ekonomi dan menegakkan tatanan sosial yang egaliter. Kedua, menafkahkan sebagian dari harta mereka yakni kelebihan dari kebutuhan-kebutuhan dasar, mensucikan orang-orang Muslim dari dosa-dosa, ketidak sempurnaann serta harta kekayaan adalah sebuah pengorbanan, tindakan altruistik dan amal saleh. Ketidak merataan perekonomian yang membiarkan kejahatan-kejahatan di dalam sebuah masyarakat, adalah sebuah cacatan kekurangan serta kelemahan sosial sementara sebuah catatan kekurangan dan kelamahan sosial, sementara kesetaraan ekonomi merupakan kekuatan serta solidaritas sosial. Secara umum, yang dimaksud dengan konsep-konsep Al-Quran tentang zakat adalah dengan bersama-sama berbagai kekayaan serta alat-alat produksi sosial atau komunal dengan semua anggota masyarakat tanpa adanya pembedaan apapun. Konsep sosial-ekonomi ini merupakan landasan revolusi yang dibawa oleh para nabi revolusioner.7

Sesuai dengan apa yang tertuang didalam Al-Quran dan Sunnah, Keadilan adalah sebuah sesuatu yang utuh. Kekeliruan besar apabila kita hanya mengupas keadilan hukum dan mengabaikan keadilan sosial dan keadilan ekonomi. Banyak ayat Al-Quran yang mengingatkan bahwa harta kekayaan tidak dapat hanya berputar-putar di tangan kelompok kaya, bahwa orang-orang yang bertaqwa adalah mereka yang menyadari bahwa dalam harta kekayaan yang ia miliki ada

6

Moeslim Abdurrahman, Islam Transformatif, Cet.ke-3, (Jakarta; Pustaka Firdaus, 1997), hlm. 19.

7

Ziaul Haque, Revelation & Revolution in Islam, alih bahasa E.Setiyawati al Khattab, Cet.ke-1, (Yogyakarta: LKíS, 2000), hlm. 255-256.

(10)

65 hak bagi fakir miskin, bahwa perhatian yang penuh harus kita berikan kepada lapisan masyarakat yang belum hidup wajar sebagai manusia dan seterusnya.

Ajaran-ajaran Islam memiliki sifat yang dinamis dan selalu tanggap terhadap tuntutan-tuntutan perkembangan zaman. Apabila Islam terlihat Jumud, maka sesungguhnya yang beku adalah pemikiran-pemikiran umat Islam tentang agamanya. Islam sendiri sebagai agama wahyu bagi semua manusia hingga akhir zaman maka punya potensi untuk selalu dinamis, responsif dan dapat memecahkan segala masalah yang ada.

Konsep Distribusi Konvensional dan Syariah

Persoalan tentang distribusi dalam dunia ekonomi konvensional sangat erat kaitanya dengan pembatasan tentang permasalahan produksi. Akhir dari sebuah produksi merupakan konsekuensi, baik itu dalam bentuk nilai atau uang, yang harus didistribusikan pada komponen-komponen produksi yang ikut andil dalam aktivitasnya yakni empat komponen yang tersusun atas Pertama, upah bagi para pekerja. Kedua, bunga sebagai imbalan dari modal. Ketiga, ongkos untuk sewa bangunan/tanah. Keempat, laba bagi si pengelola.

Adapun perbedaan komposisi andil dalam produksi dimiliki oleh masing-masing individu di atas, berakibat pula pada pendapatan yang didapat oleh masing-masing individu yang dimaksud. Secara teknis-mikro, jumlah pendapatan yang didapat dari berbagai faktor produksi yang digunakan untuk menghasilkan sebuah barang adalah sama dengan harga dari barang yang dimaksud. Hal ini akan memberikan penjelasan bahwa teori distribusi umum merupakan segmen teori nilai yang memiliki hubungan dengan determinasi harga-harga produksi yang secara langsung dapat dikatakan, bahwa teori distribusi ini sangat terkait dengan teori pendapatan nasional yang mana mekanisme yang dimaksud memberi pengertian bahwa pendapatan nasional adalah jumlah dari pendapatan faktor produksi yang ada didalam perekonomian.

Pada umumnya, sistem dari teori yang disebutkan diatas dianut oleh kaum industri kapitalis yang dalam ekonomi kapitalisnya, distribusi lebih terfokus pada pasca produksi. Akan tetapi ekonomi kapitalis ini, khususnya aliran neoklasik,

(11)

66 juga memberi gambaran tentang upaya mengurangi kemiskinan yang menjadi bagian dari pencapaian pemerataan dan kesejahteraan masyarakat melalui sistem trickle down effect, yang mana peningkatan kekayaan kaum pengusaha menjadi konglomerat akan memberikan tetesan kekayaan mereka kepada masyarakat bawah dengan cara mendapatkan upah melalui usaha-nya sebagai buruh pabrik.

Sementara itu Monzer Khaf dalam bukunya the islamic economy, menjelaskan bahwa Islam memiliki dua prinsip utama dalam ekonominya yakni prinsip keseimbangan martabat serta persaudaraan dan pelanggaran kepada pemusatan (dawlah) kekayaan serta pendapatan. Ia juga menjelaskan bahwa yang dibutuhkan oleh sebuah negara atau masyarakat Islam adalah menstruktur kebijakan ekonominya melalui: pertama, memfungsikan pasar (market mecanism). Kedua, meminimalisasi gap antara distribusi. Ketiga, tidak mengingkari adanya perbedaan dalam kapabilitas serta intellegence diantara masing-masing individu dalam masyarakat.8

Didalam sistem ekonomi Islam, segala kegiatan tentang ekonomi harus senantiasa didasarkan kepada prinsip-prinsip Al-Quran dan Al Hadits. Begitu juga dalam sistem pendistribusian yang didalam Al-Quran Surat Al-Hasyr ayat 7 Allah berfirman “Supaya harta itu jangan hanya beredar di kalangan orang-orang kaya saja diantara kamu”.

Para pemikir ekonomi Islam juga memberikan gambaran tentang distribusi dalam Islam, seperti yang dikemukakan oleh Sayyid Thahir menjelaskan bahwa terdapat beberapa perintah tentang distribusi dalam Islam, yakni pertama, distribusi tidak selalu berhubungan dengan proses produksi akan tetapi lebih ditujukan kepada memperkuat proses redistribusi seperti halnya nafaqah wajibah dan khums dari ghanimah. Kedua, redistribusi wajib tahunan, seperti halnya zakat. Ketiga, redistribusi antar generasi, seperti hukum waris. Keempat, redistribusi yang didasarkan kepada kepentingan publik (public interest), seperti halnya

8

Monzer Kahf, The Islamic Economy; Analytical Study of The Functioning of The

Islamic

Economic System, (Muslim Students Association of US and Canada,

(12)

67 permasalahan yang dipecahkan melalui maslahah mursalah dan istihsan. Kelima, redistribusi sukarela, seperti nafkah sukarela (infaq), hak tetangga dan waqf.9

Islam juga sangat memperhatikan tentang aspek perolehan pendapatan terutama melalui kegiatan ekonomi, seperti dalam hal sewa jasa atau upah. Komponen upah yang merupakan salah satu kompensasi terhadap faktor produksi, mendapat perhatian yang penting dalam distribusi pendapatan secara syariah

Konsep upah dalam Islam juga bermula dari bentuk kegiatan muammalah yang biasa disebut dengan istilah ijarah, yang memiliki arti menyewakan sebuah barang guna diambil manfaatnya yang didalamnya terdapat ganti atas pemanfaatan yang dimaksud. Ijarah dalam arti yang luas memiliki makna suatu akad yang memiliki arti penukaran manfaat sesuatu dengan jalan memberikan imbalan dalam jumlah tertentu.

Dalam hal lembaga-lembaga filantropi semisal, aspek menjaga dan menyalurkan amanah adalah sebagai aspek kewajiban illahiah yang diperintahkan oleh agama yang merupakan pengejawentahan dari nilai-nilai universal dalam ajaran Islam. Yang mana nilai-nilai yang dimaksud diantaranya adalah nilai ketuhanan (tauhid), Persaudaraan, Kesetaraan dan keadilan, kerja sama serta kerja dan produktivitas. Prinsip-prinsip ini sejatinya terkandung dalam segala kegiatan lembaga filantropi yang dimaksud.10

Optimalisasi Sistem Distribusi Syariah Zakat di Indonesia

Lembaga zakat. Secara sosial praktik-praktik zakat sudah terlaksana semenjak agama Islam itu ada di Indonesia. Baik itu dilaksanakan secara mandiri langsung kepada mustahik atau melalui para ulama, kyai atau ustad ataupun secara kolektif yang memiliki sifat sporadik (kelompok-kelompok kecil dalam masyarakat), juga memiliki sifat tradisional-pasif dan hanya temporer (musiman).

9

IDB, Lesson in Islamic Economics Islamic, Reasech & Institute Training, vol 2, 1st edition, seminar proceeding no 41, 1998, h. 426.

10

Masudul Alam Choudhury, Contributions to Islamic Economic Theory; A Study

in Social

(13)

68 Misi zakat sendiri sesungguhnya selaras dengan Undang-Undang Dasar 1945 tepatnya pada Pasal 34 yang menyatakan bahwa “fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara”. Jiwa zakat sudah melekat dalam kehidupan sosial masyarakat Indonesia. Negara adalah amilin yang tepat dalam menjalankan amanat yang dimaksu. Karena berbicara soal zakat, esensinya adalah bicara tentang how to manage the zakah’s fund.

Pada tahun 1990, DPR menyetujui tentang Rancangan Undang-Undang Zakat yang kemudian tersahkan menjadi lembaga Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan dana Zakat. Pembentukan Lembaga Pengelolaan Zakat (LAZ/BAZ) ini juga, secara paralel memiliki pengaruh kuat atas optimalisasi zakat yang nyata-nyata membutuhkan sistem pengelolaan yang profesional dan memiliki legitimasi. Bahkan, ayat pertama dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 38/1999, menentukan bahwa Lembaga Amil Zakat dilakukan, dibina dan dilindungi oleh pemerintah.

Sehingga instrumen zakat ini dapat dijadikan sebagai alat kebijakan ekonomi negara sebagai sebuah sumber pendanaan baru bagi pemerintah. Diantaranya perkiraan tentang potensi zakat dengan menggunakan data GDP Indonesia dan dengan asumsi bahwa penguasaan asset umat Islam sebesar 20% dari GDP dan besaran zakat sebesar 2,5% maka potensi zakat adalah sebesar 7,5 hingga 8,7 triliyun rupiah atau sekitar 0,4 hingga 1,85% dari total PDB nasional sesuai dengan harga yang berlaku tahun 2005. Apabila dibandingkan dengan estimasi dan perhitungan potensi zakat di beberapa negara muslim, jumlah ini masih jauh lebih rendah. Akan tetapi hal yang menggembirakannya adalah jumlah ini terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.

Membentuk dan melembagakan aspek filantropi dalam Islam seperti halnya zakat dan wakaf adalah merupakan transformasi makna wajib dari perintah Allah yang mengandung makna fardhu khifayah, yang menjadi sebuah kewajiban bagi kaum muslim guna mengelola secara sistematis segala bentuk harta yang wajib dikeluarkan yang dimaksud. Berbicara tentang ssistem, berarti tidak lepas dari aspek prilaku penataan, semakin baik seseorang menata diri, berarti semakin baik ia melakukan proses manajemen. Tidak itu saja, perencanaan strategis, SWOT dan

(14)

69 hadirnya orang-orang yang cakap dalam bidangnya adalah tuntutan progresif guna pengembangan lembaga-lembaga yang dimaksud.11

Penggunaan sumber daya insani yang profesional. Untuk menggerakkan lembaga filantropi ini menjadi sebuah lembaga yang profesional. Banyaknya kaum elit intelektual yang terjun secara langsung dalam pengelolaan lembaga filantropi untuk menunjuk hal yang dimaksud.

Populasi penduduk Indonesia muslim yang mampu (kaya). Faktor ini jelas menjadi sebuah kekuatan terbentuknya lembaga-lembaga yang bergerak di bidang filantropi. Hal ini juga merupakan alasan kuat dengan tujuan pemerintah terus mendukung upaya pemerataan kesejahteraan ini dengan memberikan kemudahan dalam aspek hukum atau perundang-undangannya.

Legalitas lembaga, dalam hal ini pemerintah membentuk dua lembaga resmi yang khusus mengelola zakat, yakni BAZNAS dan BAZ. Demikian pula halnya dengan wakaf, ketentuan tentang wakaf adat orang Indonesia ini banyak dipengaruhi oleh ajaran Islam, yakni Peraturan Pemirintah Nomor 28 Tahun 1977. Sementara itu faktor kelemahan (weakness) dapat dianalisis sebagai berikut: pertama, kurangnya sosialisasi. Dengan sikap yang pasif ataupun reaktif tadi, hal inilah yang menyebabkan kurangnya sosialisasi lembaga tentang aspek filantropi kepada masyarakat muslim yang mampu. Meski demikian penduduk Indonesia mayoritas memiliki agama Islam, akan tetapi pengetahuan tentang aspek filantropi ini masih sangat minim.

Kedua, pengadilan mutu manajamen. Profesionalisme sebagai salah satu pengendali mutu manajemen, harus dibangun dari sebuah kesadaran, kegigihan, dedikasi dan komitmen, keberanian serta kepatuhan serta cita-cita. Ketiga, minimnya pembelajaran dan pelatihan bagi pengelola. Demi tetap eksisnya lembaga-lembaga filantropi ini, maka aspek pembelajaran dan pelatihan bagi para pengelola lembaga yang dimaksud menjadi hal yang sangat urgent.

Adapun peluang (Opportunity) yakni pertama, peningkatan kesadaran umat Muslim terhadap aspek filantropi. Faktor ini memang menjadi faktor andalan

11

Eri Sudewo, Manajemen Zakat; Tinggalkan 15 Tradisi, Terapkan 4 Prinsip

(15)

70 berkembanganya aspek filantropi Islam di Indonesia. Hal ini juga yang mampu untuk mendorong terbentuknya pengukuhan peraturan dan undang-undang yang mendukung terbentuknya lembaga-lembaga yang bergerak pada bidang filantropi yang dimaksud.

Kedua, perkembangan teknologi ekonomi serta informasi. Perkembangan teknologi informasi modern saat ini memberikan peluang yang besar pada lembaga-lembaga yang dimaksud, baik sebagai sarana ataupun perasaan guna menjadikan lembaganya sebuah organisasi dengan mutu manajemen yang profesional serta memiliki tanggung jawab. Ketiga, pengembangan berbagai program layanan dan perluasan jaringan. Banyaknya program-program yang produktif yang di buat oleh lembaga yang dimaksud dan jaringannya akan mampu untuk mendorong para donatur guna mengeluarkan harta-hartanya dan melihat sejauhmana dana-dana yang dimaksud untuk termanfaatkan.

Sementara itu tantangan juga muncul diantaranya adalah sebagai berikut: pertama, peningkatan angka kemiskinan. Realitas masyarakat yang tadinya mampu untuk membeli makanan yang memiliki nilai gizi minimal, saat ini mendapatkan makanan sederhana saja sudah untung. Ini bukan berarti bahwa yang kaya menjadi miskin, akan tetapi masyarakat yang sebelumnya punya daya beli menjadi tidak berdaya beli.

Kedua, tingkat keluhan mustakhik program layanan. Tidak sedikit memang para mustakhik yang senantiasa mengajukan permohonan bentuan kepada lembaga filantropi, karena mereka memiliki pendapat bahwa mereka layak untuk diberi. Hanya saja mereka kemudian menjadi enggan disebabkan oleh lembaga terkadang sangatlah selektif. Ketiga, berkurangnya tingkat kepercayaan donatur pada lembaga. Penyebab utama yang mengganggu adalah faktor ini yakni kapibilitas lembaga dalam menjalankan aktivitasnya, seperti kurang kreatif, tidak proaktif, tidak transparan, tidak fleksibel, birokrasi yang berbelit-belit atau yang paling ekstrim adalah tidak amanah.

Setalah kita menganalisis semua aspek baik kelebihan, kekurangan, dan kesempatan, maka poin penting berikutnya adalah rencana tindakan/aksi yakni pertama, regulasi pembentukan lembaga. Agar lembaga-lembaga zakat serta

(16)

71 wakaf mampu untuk menunjukkan kapabilitasnya sebagai sebuah sistem pendistribusian ekonomi (dalam hal harta kekayaan) dan sebagai lembaga keuangan nirlabag, menjadi bagian yang tidak terpisahkan pada pengembangan perekonomian bangsa, dalam rangka untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi umatnya serta masyarakat miskin pada khususnya.

Dalam hal ini, pemerintah pusat sudah seharusnya dengan sungguh-sungguh menyediakan perangkat hukum yang jelas dan tepat bagi terselenggaranya pembangunan dan pengembangan lembaga-lembaga zakat dan wakaf di Indonesia. Adapun pemerintah daerah tingkat 1 dan 2 adalah perpanjangan tangan pemerintah pusat dalam merealisasikan perangkat hukum yang telah dikeluarkan. Dalam kasus ini Pemda Tingkat 1 dan 2 untuk diharapkan mampu secara aktif memfasilitasi lembaga-lembaga zakat dan wakaf yang dikelola langsung dari masyarakat dengan tujuan memiliki perizinan dengan cara yang cepat dan benar seperti yang ditentukan pemerintah pusat.

Kedua, mobilisasi sumber-sumber dana. Sesuai dengan identifikasi faktor-faktor yang dapat memberi kekuatan terhadap berdiri dan berkembangannya lembaga-lembaga zakat/wakaf. Yakni polpulasi penduduk Islam dan yang mampu di Indonesia, maka lembaga harus melakukan penggalian dana dengan menawarkan program kerja serta program layanan yang signifikan, sehingga dana-dana yang diberikan dapat diserap secara maksimal untuk di distribusikan dengan baik dan benar. Tidak hanya itu, peta progresifitas dan yang masuk dapat kita lihat melalui pelaporan yang dibuat oleh menejemen lembaga yang terkait.

Ketiga, sosial dan advokasi. Bahwa masih banyak mayarakat Muslim Indonesia yang kaya tidak begitu memahami makna dari zakat dan wakaf atau aspek filantropis lainya, adalah sebuah yang harus disadari . oleh sebeb itu sistem sosialisasi serta advokasi tentang pemaknaan zakat dan wakaf adalah bagian yang terpenting dari program-program. Tidak hanya secara personal akan tetapi juga pada kelompok masyarakat dan lembaga-lembaga/instansi. Pendekatan yang digunakan dapat beragam, baik melalui seminar, ceramag, personal approach atau secara didaktis metodis.

(17)

72 Keempat, peningkatan mutu manajemen dan pembelajaran karyawan. Setidaknya terdapat dua sasaran utama dalam hal peningkatan ini yaitu meningkatkan kualitas lembaga dengan pelbagai fasilitas dan meningkatkan profesionalisme amil.

Penutup

Didalam pandangan ekonomi Islam, sistem distribusi adalah aspek bagian dalam kegiatan ekonomi yang memiliki pengaruh kuat terhadap pemerataan kesejahteraan dari masyarakat itu sendiri. Sistem distribusi sesuai dengan ajaran Islam adalah aturan yang tidak dapat dipisahkan dari ketentuan maqasid syariah, yang didalamnya terdapat aspek distribusi kekayaan yang sifatnya wajib seperti halnya sistem zakat dan wakaf. Akan tetapi menyangkut tentang eksistensi lembaga zakat di Indonesia, pada dasarnya lembaga wakaf di Indonesia terhitung cukup lama, akan tetapi pengelolaan lembaga-lembaga yang dimaksud sangatlah terbatas serta seporadis dan pengelolaanya pun masih tradisional serta belum maksimal. Oleh karena itu dibutuhkan legalitas pengelolaan lembaga zakat yang terorganisir dengan menggunkana sistem manajemen yang baik dan tentunya sesuai syariah baik itu dalam Funding, manajemen dan yang lebih pentinya lagi ada pendistribusian zakat sesuai dengan semangan distribusi dalam Islam. Sehingga dimensi transidental (hablumminallah) dan dimensi horisontal (hablumminannas) dapat terjalin harmonis dan beriringan dengan baik.

B. DAFTAR PUSTAKA

Muhammad. 2004. Dasar-dasar Keuangan Islami. Yogyakarta: Ekonisia.

Sudarsono, Heri 2002. Konsep Ekonomi Islam Suatu Pengantar Cet I. Yogyakarta: EKONISIA.

Khudori, Ekonomi 2004 Bergerak dalam Lumpur, lihat dalam http://www.republika.co.id/ASP/kolom detail.

Prakarsa, Wahyudi, Petunjuk Praktis Penyusunan Balanced Scorecard; Menuju Organisasi yang Berfokus pada Strategi (kata sambutan), (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2004.

(18)

73 Doa, Djamal, Membangun Ekonomi Umat Melalui Pengelolaan Zakat Harta,

(Jakarta: Nuansa Madani, 2002.

Abdurrahman, Moeslim, Islam Transformatif, Cet.ke-3, (Jakarta; Pustaka Firdaus, 1997.

Haque, Ziaul, Revelation & Revolution in Islam, alih bahasa E.Setiyawati al Khattab, Cet.ke-1, (Yogyakarta: LKíS, 2000.

Kahf, Monzer, The Islamic Economy; Analytical Study of The Functioning of The Islamic

Economic System, (Muslim Students Association of US and Canada, Plainfield.IN.

IDB, Lesson in Islamic Economics Islamic, Reasech & Institute Training, vol 2, 1st edition, seminar proceeding no 41, 1998.

Choudhury, Masudul Alam, Contributions to Islamic Economic Theory; A Study in Social Economics, (NY: St Martin’s Press.

Sudewo, Eri, Manajemen Zakat; Tinggalkan 15 Tradisi, Terapkan 4 Prinsip Dasar, (Ciputat, IMZ, 2004.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian deskriptif kualitatif memaparkan seluruh gejala atau keadaan yang ada, yaitu keadaan yang apa adanya pada saat penelitian dilakukan (Mukhtar, 2013). Dalam

Penelitian lainnya yang juga menemukan hubungan bermakna antara kebiasaan keluar rumah dengan kejadian malaria adalah penelitian yang dilakukan oleh Masra (2002), yang

Također ta dva klona imaju pozitivne karakteristike na prosječni prinos na položaju Stražeman, pa po tome možemo zaključiti da im odgovara ovaj položaj u smislu kvantitativnih

Kerusakan syaraf pada daerah telapak kaki menimbulkan gangguan fungsi sensorik (anestesi), motorik (kelumpuhan otot) dan otonom (hilangnya fungsi kelenjar keringat) dari syaraf

Menurut Guillermooo (2015:4), ”Sublime Text adalah teks editor serbaguna dan menyenangkan untuk kode dan prosa yang mengotomatisasi tugas yang berulang sehingga Anda

A. Di manakah letak Kerajaan Kutai? Kerajaan Kutai terletak di Kalimantan Timur, daerah Muara Kaman di tepi Sungai Mahakam. Berdasarkan informasi yang ditemukan pada tujuh

Hasil ini menunjukkan semakin baik harapan pelanggan ketika menggunakan jasa layanan internet area kampus UPM Probolinggo, maka akan semakin meningkatkan kepuasan

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda, dengan tujuan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh antara latar belakang