• Tidak ada hasil yang ditemukan

KESESUAIAN BIOFISIK MANGROVE UNTUK PENGEMBANGAN KAWASAN EKOWISATA DI DESA PENAGA KECAMATAN TELUK BINTAN KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KESESUAIAN BIOFISIK MANGROVE UNTUK PENGEMBANGAN KAWASAN EKOWISATA DI DESA PENAGA KECAMATAN TELUK BINTAN KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

KESESUAIAN BIOFISIK MANGROVE UNTUK PENGEMBANGAN KAWASAN EKOWISATA DI DESA PENAGA KECAMATAN TELUK BINTAN

KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU

Senja Cahyani

Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, Senja.kamal@gmail.com

Khodijah

Dosen Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, khodijah5778@gmail.com Febrianti Lestari

Dosen Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, febs_lestary78@yahoo.co.id

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kesesuaian kawasan ekowisata mangrove berdasarkan faktor biofisik dan menganalisis potensi atraksi kegiatan ekowisata di Desa Penaga Kecamatan Teluk Bintan Kabupaten Bintan. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-Juni 2015. Metode yang digunakan adalah metode survey yaitu peneliti melakukan pengukuran secara langsung di lapangan meliputi pengambilan data berdasarkan komponen biofisik dan identifikasi komponen daya tarik untuk memperoleh atraksi kegiatan.

Berdasarkan hasil analisis kesesuaian ekowisata dari 5 stasiun pengamatan didapatkan kesimpulan bahwa Desa Penaga sesuai untuk dijadikan kawasan ekowisata mangrove. Di Desa Penaga dijumpai 18 jenis mangrove dari 12 kelompok jenis tumbuhan mangrove. Berdasarkan analisis alternatif kegiatan ekowisata maka kegiatan yang sangat potensial untuk dikembangkan adalah kegiatan dengan tema petualangan yaitu telusur sungai. Kemudian kegiatan urutan kedua setelahnya yang sangat potensial dari kegiatan dengan tema objek alam yaitu mengamati burung, interpretasi alam, pemandangan alam. Sementara untuk kegiatan yang bersifat potensial yaitu memancing, telusur mangrove dan melihat monyet. Kegiatan berenang tidak potensial dikembangkan karena factor objek biota tertentu yang menjadi penghambat.

(2)

REGIONS SUITABILITY FOR MANGROVE ECOTOURISM DEVELOPMENT BASED ON BIOPHYSICAL AT DESA PENAGA KECAMATAN TELUK BINTAN KABUPATEN BINTAN PROVINSI

KEPULAUAN RIAU Senja Cahyani

Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, Senja.kamal@gmail.com

Khodijah

Dosen Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, khodijah5778@gmail.com Febrianti Lestari

Dosen Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, febs_lestary78@yahoo.co.id

ABSTRACT

This study aims to analyze the suitability of mangrove ecotourism based on biophysical factors and analyze the potential of ecotourism activities attraction at Desa Penaga Kecamatan Teluk Bintan Kabupaten Bintan. The study was conducted in March-Juny 2015. The method used is a survey method that researchers take measurements directly in the field include the retrieval of file based on biophysical components and component identification attractiveness to gain attraction activities.

Based on the analysis of ecotourism suitability of 5 observation stations was determined that Desa Penaga suitable for conversion to mangrove ecotourism. Desa Penaga found 18 mangroves species from 12 groups mangrove plants. Based on the analysis of alternative ecotourism activities, the activities are very potential to be developed is the theme of adventure activities, namely search the river. Then the second activity after the very potential of activities is with the theme of natural objects like bird watching, nature interpretation, the natural scenery. As for the activities that are potential is fishing, mangrove search and see fireflies. Swimming activity was not potential for developed.

(3)

1. PENDAHULUAN

Ekosistem mangrove memiliki fungsi ekologis, ekonomis dan sosial yang penting dalam pembangunan, khususnya di wilayah pesisir. Pemanfaatan hutan mangrove dimanfaatkan terutama sebagai penghasil kayu untuk bahan kontruksi, kayu bakar dan bahan baku untuk membuat arang dan pulp. Hutan mangrove menyediakan bahan dasar untuk keperluan rumah tangga dan industri, seperti kayu bakar, arang, kertas dan rayon, yang dalam konteks ekonomi mengandung nilai komersial tinggi. Hutan mangrove memiliki fungsi-fungsi ekologis yang penting, antara lain sebagai penyedia nutrien, tempat pemijahan (spawning grounds), tempat pengasuhan (nursery

grounds) dan tempat mencari

makan (feeding grounds) bagi biota laut tertentu. Ekosistem ini, pada kawasan tertentu bersifat

open acces, sehingga

meningkatnya eksploitasi oleh manusia akan menurunkan kualitas dan kuantitasnya (Supriharyono, 2007).

Berdasarkan data Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2002 luas total hutan mangrove 32.700 ha, dari jumlah tersebut

Pulau Bintan memiliki hutan mangrove seluas 16.998 ha atau 52% dari total luas hutan mangrove di Propinsi Kepulauan Riau. Hutan mangrove tersebut umumnya tersebar di Kecamatan Bintan Timur, Kecamatan Bintan Utara dan Kecamatan Teluk Bintan (Rozalina, 2014). Dimana salah satunya terdapat di Desa Penaga, desa penaga yang terletak di Kecamatan Teluk Bintan Kabupaten Bintan memiliki luas hutan mangrove seluas 500 ha (Profil desa Penaga tahun 2013). Hutan mangrove di Desa Penaga cukup luas dan belum termanfaatkan dengan baik, selain sebagai fungsi ekologi mangrove juga mampu menunjang kehidupan masyarakat sekitar dalam fungsi sosial ekonominya.

II. TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian mangrove

Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa spesies pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Komunitas vegetasi ini umumnya tumbuh pada daerah intertidal dan supratidal yang cukup mendapat aliran air dan terlindung dari gelombang besar

(4)

dan arus pasang-surut yang kuat. Karena itu hutan mangrove banyak ditemukan di pantai-pantai teluk yang dangkal, estuaria, delta dan daerah pantai yang terlindung (Bengen, 2001).

2. Fungsi Ekosistem Mangrove Menurut (Khazali M dalam Saban F, 2014) mangrove mempunyai beberapa fungsi, diantaranya sebagai berikut:

a. Secara fisik

 Untuk melindungi pantai dari abrasi dan intrusi gelombang laut

 Melindungi daratan dari gelombang angin laut

 Menahan sedimentasi sehingga membentuk tanah baru

 Memperlambat kecepatan arus, serta

 Sebagai penyangga antara komunitas karang dan lamun. b. Secara biologis

 Sebagai sumber bahan organic  Sebagai tempat pemijah

(nursery ground) beberapa jenis udang dan ikan

 Tempat berlindung dan mencari makan ikan, udang, berbagai jenis burung dan satwa lain

 Sebagai habitat alam berbagai biota darat dan laut

 Sebagai sumber plasma nutfah dan genetika, sumber madu, sumber makanan ternak, serta  Sebagai sarana pendidikan dan

konservasi. c. Secara ekonomis

 Sebagai penghasil kayu bakar, bahan baku arang, furniture dan kayu bangunan

 Sebagai bahan baku kertas, tekstil, obat-obatan dan kosmetik

 Sebagai zat pewarna, sebagai penghasil bibit ikan, udang dan kepiting bakau, serta

 Sebagai sarana pariwisata. d. Secara Ekologi

 Habitat berbagai jenis organisme

 Penghasil bahan organik yang tinggi

 Sebagai penghasil oksigen atau paru-paru kota

 Pelindung pantai dari abrasi dan tsunami, serta

 Penahan intrusi air laut ke darat.

Hutan mangrove dapat pula dijadikan tempat Ekowisata. Produk dan hasil ikan dari hutan mangrove dapat menjadi komoditas yang mendukung kegiatan ekowisata (Tuwo, 2011).

(5)

III. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2015 berlokasi di Desa Penaga Kecamatan Teluk Bintan Kabupaten Bintan.

Gambar 2. Peta lokasi penelitian (Sumber : Peta Base Map Bintan, Hasil digitasi ulang dari Google earth). Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode survey dimana peneliti melakukan observasi atau pengukuran secara langsung di lapangan meliputi pengambilan data berdasarkan komponen biofisik dan identifikasi komponen daya tarik untuk memperoleh atraksi kegiatan.

1. Analisis kesesuaian wisata Kegiatan wisata yang akan dikembangkan hendaknya disesuaikan dengan potensi sumberdaya dan peruntukannya. Setiap kegiatan wisata mempunyai persyaratan sumberdaya dan

lingkungan yang sesuai objek wisata yang akan dikembangkan. Penentuan kesesuaian berdasarkan perkalian skor dan bobot yang diperoleh dari setiap parameter. Kesesuaian kawasan dilihat dari tingkat persentase kesesuaian yang diperoleh penjumlah nilai dari seluruh parameter (Yulianda 2010). Kesesuaian wisata mangrove mempertimbangkan 10 parameter dengan 4 klasifikasi penilaian.

1. Matriks kesesuaian ekowisata mangrove.

No Kriteria Bobot Skor 4 Skor 3 Skor 2 Skor 1 1 Kerapat an mangro ve (100 m2) 4 ≥15 10-15 5-10 <5 2 Jumlah kelomp ok jenis tumbuh an 5 ≥ 7 5-6 3-4 <2 3 Jumlah spesies vegetas i mangro ve 4 ≥ 10 6-9 3-5 <2 4 Ketebal an mangro ve (m) 5 >500 200-500 50-200 <50 5 Objek biota 3 <4 4 ketentu an 4 3 ketentu an 2 2 ketentuan 1 1 ketentuan 6 Lebar sungai (m) 1 >500 201-500 4-200 <4 7 Panjang sungai (km) 1 >3 3 2 ≤1 8 Kedala man (m) 3 >3 2-3 1-2 ≤1

(6)

9 Karakte ristik kawasa n 4 4 ketentu an 3 ketentu an 2 ketentuan 1 ketentuan 10 Aksesib ilitas 3 4 ketentu an 3 ketentu an 2 ketentuan 1 ketentuan

Sumber : (Yulianda dalam Rozalina)

Rumus penentuan interval batas kesesuaian ekowisata mangrove menurut Bahar (2004), yaitu :

Nilai tengah kelas =

Interval kelas = Nilai tengah kelas sampai nilai tertinggi kelas

1. SS (sangat sesuai) Lebar kelas = = 115,5 - 132 2. S (sesuai) Lebar kelas = = 82,5 – 115,4 3. SB (sesuai bersyarat) Lebar kelas = = 49,5 – 82,4 4. TS (tidak sesuai) Lebar kelas = 33 – 49,4

Masing-masing dari 10 kriteria Biofisik mangrove memiliki bobot dan skor penilaian. Pemberian bobot penilaian berdasarkan pada tingkat kepentingan setiap. kriteria untuk suatu ekowisata (Yulianda, 2010).

2. Analisis Potensi Atraksi

Kegiatan Ekowisata

Berdasarkan Komponen Bio-Fisik dan daya Tarik Ekowisata.

Alternatif kegiatan ekowisata didapatkan dari hasil analisis

komponen biofisik terhadap daya tarik ekowisata yang nanti akan diamati oleh peneliti. Kriteria komponen biofisik yang dilihat pada analisis ini sama dengan kriteria komponen biofisik pada analisis kesesuaian ekowisata. Sementara teknik identifikasi

komponen daya tarik

menggunakan data nama baku obyek dan kegiatan ekowisata yang telah dikelompokkan menjadi beberapa tema yang diadopsi dari hasil penelitian Bahar (2004)

dalam Rozalina (2014). Data

dianalisis dengan pendekatan survey berbasis kualitatif. Data yang telah dianalisis secara kualitatif, dilakukan FGD (Forum Group Disscusion) bersama pemerintah desa dan masyarakat untuk mengurangi subjektivitas peneliti dalam penentuan status. Hasil Identifikasi komponen daya tarik akan dijadikan sebagai dasar pengembangan suatu kegiatan ekowisata . Selanjutnya komponen daya tarik yang telah diidentifikasi akan dihubungkan dengan komponen biofisik untuk melihat apakah kegiatan ekowisata tidak potensial, potensial, sangat potensial, dan menganalisis faktor biofisik sebagai faktor pendukung atau faktor penghambat, untuk mempermudah analisisnya maka dibuatlah tabel matriks. Pengisian

(7)

tabel matriks dilakukan oleh peneliti berdasarkan data yang diambil di lapangan. Berikut 9 tabel matriks dapat dilihat pada tabel 4. Penetapan status positif dan negatif melalui penilaian keseluruhan dengan melihat pada keberadaan objek apakah kondisinya memiliki korelasi terhadap kegiatan atau tidak. Objek dan kegiatan dikatakan berstatus positif (mendukung) jika objek yang ada dapat memberikan peluang munculnya kegiatan pada setiap tema kegiatan yang telah ditetapkan pada tabel matriks. Sebaliknya, objek dikatakan berstatus negatif (menghambat) jika objek yang ada tidak memunculkan peluang kegiatan pada tiap tema kegiatan dan status netral (tidak mendukung dan menghambat) diberikan jika objek dan kegiatan tidak memiliki korelasi.

IV. hasil dan pembahasan

Analisis kesesuaian ekowisata mangrove mengadopsi metode dari Yulianda (2007) dalam Rozalina (2014). Metode Yulianda (2007) diadopsi dengan pendekatan biologi mangrove seperti ketebalan, kerapatan, jenis dan kelompok jenis mangrove, serta biota asosiasi. Kedua metode tersebut digabungkan dan

ditambah dengan pendekatan fisik seperti lebar dan panjang perairan, kedalaman, karakteristik kawasan serta aksesibilitas. Adapun analisis kesesuaian ekowisata mangrove ditampilkan pada tabel matriks berikut.

Matriks kesesuaian kawasan untuk ekowisata mangrove.

N o

Kriteria Bobot Hasil Skor Bobot x Skor 1 Kerapatan mangrove (100 m2) 4 16 4 16 2 Jumlah kelompok jenis tumbuhan 5 12 4 20 3 Jumlah spesies vegetasi mangrove 4 19 4 16 4 Ketebalan mangrove (m) 5 116 2 10

5 Objek biota 3 8 kelompok jenis biota (ikan, burung, reptil, crustacea, mamalia, moluska, echinoderma ta, coelenterata) memenuhi 4 ketentuan 4 12 6 Lebar sungai (m) 1 67,2 2 2 7 Panjang sungai (km) 1 3,2 4 4 8 Kedalaman (m) 3 4,6 4 12 9 Karakteristi k kawasan 4 3 ketentuan 3 12 10 Aksesibilita s 3 3 ketentuan 3 9

(8)

Analisis Potensi Atraksi Kegiatan Ekowisata Berdasarkan Komponen Biofisik dan Daya Tarik Ekowisata.

Matriks alternatif kegiatan ekowisata

Daya tarik ekowisata diidentifikasi dengan menggunakan data nama baku obyek dan kegiatan ekowisata yang telah dikelompokkan menjadi beberapa tema yang diadopsi dari hasil penelitian Pratomo et al., (2010) dan Bahar (2004). Komponen daya tarik yang telah diidentifikasi akan dihubungkan dengan komponen biofisik untuk melihat apakah komponen biofisik sebagai factor pendukung, penghambat, atau netral terhadap objek kegiatan. Analisis dipermudah dengan bantuan tabel matriks yang dilakukan oleh peneliti dengan pendekatan survey berbasis kualitatif. Hasil analisis potensi atraksi kegiatan dapat dilihat pada tabel 20.

Hasil matriks alternatif kegiatan ekowisata diperoleh 8 kriteria alternative kegiatan ekowisata yang sangat potensial untuk dikembangkan, yaitu mengamati burung, interpretasi alam, pemandangan alam, memotret, telusur sungai, telusur mangrove, melihat monyet dan

memancing. Sementara kegiatan seperti berenang tidak potensial untuk dikembangkan dikarenakan beberapa faktor penghambat seperti keberadaan biota asosiasi yang berbahaya seperti reptile dan buaya sungai serta kedalamannya. Hasil analisis matriks alternatif kegiatan ekowisata ini dibahas dalam forum group discussion yang diikuti perangkat desa dan masyarakat setempat. Diskusi menghasilkan kesepakatan bahwa alternatif kegiatan ekowisata yang dihasilkan sesuai apabila dilakukan di daerah kajian. Selain itu peneliti juga melakukan wawancara dengan masyarakat umum untuk mengumpulkan data yang nantinya dijadikan sebagai pendukung untuk mengisi tabel matriks alternative kegiatan.

V. Kesimpulan dan saran A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di wilayah kajian dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Berdasarkan hasil analisis kesesuaian ekowisata dari 5 statiun pengamatan didapatkan kesimpulan bahwa Desa Penaga sangat sesuai untuk dijadikan kawasan ekowisata mangrove. Kriteria Biofisik kawasannya sesuai untuk di kembangkan sebagai kawasan

(9)

ekowisata mangrove, karena memiliki ketebalan dan kerapatan mangrove dengan skor tinggi atau kategori sangat sesuai. Meskipun untuk beberapa kategori seperti lebar sungai tidak begitu mendukung atau memeiliki skor rendah, tetapi tidak menjadi factor utama untuk pengembangan kawasan ekowisata mangrove. Jenis dan keragaman spesies mangrove di desa Penaga juga tergolong kategori sangat sesuai, karena memiliki beberapa jenis spesies mangrove yang di temukan. 2. Berdasarkan analisis alternatif

kegiatan ekowisata maka kegiatan yang sangat potensial untuk dikembangkan adalah kegiatan dengan tema petualangan yaitu telusur sungai. Kemudian kegiatan urutan kedua setelahnya yang sangat potensial dari kegiatan dengan tema objek alam yaitu mengamati burung, interpretasi alam, pemandangan alam. Sementara untuk kegiatan yang bersifat potensial yaitu memancing, telusur mangrove dan melihat monyet. Kegiatan berenang tidak potensial dikembangkan karena factor objek biota tertentu yang menjadi penghambat.

B. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai analisis daya dukung kawasan dan di bidang sosial mengenai persepsi dan partisipasi masyarakat terhadap kegiatan ekowisata mangrove serta pengelolaannya.

2. Perlu adanya pengembangan infrastruktur yang lebih baik dan terencana sebagai penunjang kegiatan ekowisata oleh instansi pemerintah terkait maupun swasta.

DAFTAR PUSTAKA

Bahar, Ahmad, 2004, Kajian

Kesesuaian dan Daya Dukung

Ekosistem Mangrove untuk

Pengembangan Ekowisata di

Gugus Pulau Tanakeke

Kabupaten Takalar Sulawesi Selatan, Tesis, Sekolah Pasca

Sarjana Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor. Di kutip pada April 04, 2015, 15:26:28 PM, http://IPB.ac.id/

Kajiankesesuaiandandaya dukungekosistemmangrovepdf. Daftar Pasang Surut Tide Tables

Tahun 2015 kepulauan Indonesia, Dinas Hidro-Oseanografi TNI Angkatan Laut, Jakarta, 2015.

(10)

Fahriansyah, 2012, Pembangunan Ekowisata Di Kecamatan Tanjung Balai Asahan, Sumatera Utara: Faktor Ekologis Hutan Mangrove.

Jurnal Ilmu dan Teknologi kelautan Tropis Universitas Riau, Pekan baru. Di kutip pada April 03, 2015,

20:32:28 PM

http://unri.ac.id/24135/1/FAHRIA NSYAH.pdf.

Feronika, Foltra, 2011, Studi Kesesuaian Ekosistem Mangrove Sebagai Objek Ekowisata Di Pulau Kapota Taman Nasional Wakatobi

Sulawesi Tenggara, Skripsi,

Jurusan Ilmu Kelautan Universitas Hasanuddin. Di kutip pada Mei 21,

2015, 23:51:54 PM.

http://repository.unhas.ac.id/handle /123456789/261/

Hakim, L. 2004. Dasar-dasar Ekowisata, Bayumedia Publishing,

Malang, Jawa Barat.

Keputuasan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 201 Tahun 2004.

Maulida,S. 2014, Kesesuaian

Pengembangan Ekowisata

mangrove Berbasis Masyarakat Di Desa Malang Rapat Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau,

Skripsi, Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Universitas Maritim Raja Ali Haji.

Supriharyono. 2007. Konservasi Ekosistem Sumberdaya Hayati Di wilayah pesisir dan laut tropis,

Pustaka pelajar.

Rusila, Noor,,Khazali,

M,,Suryadiputra,J, Panduan

Pengenalan Mangrove di

Indonesia, Bogor, Oktober, 2006.

Saban, F. 2014 , Identifikasi Jenis Dan

Kerapatan Jenis Mangrove Di Desa Pattiro Sompe Kecamtan Sibulue Kabupaten Bone, Tesis , Sekolah Pasca

Sarjana Program Studi Ilmu Kelautan , Universitas Hasanuddin Makasar. Di kutip pada April 03, 2015, 19:39:56 PM. http://alfadaca3rd.saban.com/.../stu di-kesesuaian..

Rozalina, N. 2014, Kesesuaian Kawasan Untuk Pengembangan Ekowisata Mangrove Berdasarkan

Biofisik Di Desa Tembeling

Kecamatan Teluk Bintan

Kabupaten Bintan, Skripsi,

Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Universitas Maritim Raja Ali Haji.

Tuwo, Ambo, 2011, Pengelolaan

Ekowisata Pesisir dan laut,

Pendekatan Ekologi,

Sosial-Ekonomi, Kelembagaan, dan

Sarana Wilayah, Brillian

Internasional Surabaya.

Wiharyanto, Dhimas, 2007, Kajian

Pengembangan Ekowisata

Mangrove di Kawasan Konservasi Pelabuhan Tengkayu II Kota

(11)

Tarakan Kalimantan Timur, Tesis,

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor. Di kutip pada Maret 16, 2015, 21:25:10 PM.

Yoeti, Oka , Ekowisata Ekowisata

Berwawasan Lingkungan Hidup.

Makalah Penataran Dosen dan Tenaga Pengajar Bidang Pariwisata Swasta Se-Indinesia 23-27 Agustus 1999.

Yulianda, Fredinan,, Hutabarat, Armin Ambrosius,, Fahrudin, Achmad,, Harteti, Sri,, Kusharjani, 2010,

Pengelolaan Pesisir dan Laut Secara Terpadu, PUSDIKLAT

Kehutanan – Departemen Kehutanan RI SECEM – Korea International Cooperation Agency, Bogor.

Gambar

tabel  matriks  dilakukan  oleh  peneliti  berdasarkan  data  yang  diambil  di  lapangan

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dan penelitian ini adalah untuk menjelaskan pengaruh latihan Kekuatan dan kelentukan otot punggung terhadap penurunan tingkat nyeri punggung bawah pada lansia di

Gambar 10 dan Gambar 11 menunjukkan hasil pengujian yang telah dilakukan untuk mengetahui pembacaan nilai Sensor Ultrasonik pada Serial Monitor Arduino dan

Hal ini sesuai dengan Sunarya dkk (1991) dalam Antari dan Sundra (2005) kandungan Pb lebih banyak pada tanaman tepi jalan yang padat kendaraan bermotor di- bandingkan dengan

Sebagian besar penderita ATS mempunyai gangguan cadangan aliran koroner yang menetap yang disebabkan oleh plak sklerotik yang lama dengan atau tanpa disertai trombosis baru yang

Oleh karena pada STEMI telah terjadi nekrosis miokard yang cukup luas, maka kadar LDL teroksidasi yang dimiliki STEMI juga lebih tinggi dibandingkan UA [12], dan

Harga saham juga dapat diartikan sebagai harga yang dibentuk dari interaksi para penjual dan pembeli saham yang dilatar belakangi oleh harapan mereka terhadap profit perusahaan,

Novel “Peri Kecil di Sungai Nipah” mendedahkan bahwa praktek-praktek sebuah ideologi politik asing yang tidak sesuai dengan konteks sosio- historis masyarakat setempat akan

Tribunnews.com terbukti tidak menggunakan pola ini dalam judul berita prostitusi online Vanessa Angel Tabel 7 Hasil Olah Data Distribusi Frekuensi untuk