• Tidak ada hasil yang ditemukan

UJI AKTIVITAS SITOTOKSIK DAN ANALISIS FITOKIMIA EKSTRAK DAUN KAPUR (HARMSIOPANAX ACULEATUS HAMRS)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UJI AKTIVITAS SITOTOKSIK DAN ANALISIS FITOKIMIA EKSTRAK DAUN KAPUR (HARMSIOPANAX ACULEATUS HAMRS)"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

UJI AKTIVITAS SITOTOKSIK DAN ANALISIS FITOKIMIA EKSTRAK

DAUN KAPUR (HARMSIOPANAX ACULEATUS HAMRS)

Rachel Turalely1,∗, Ruslin Hadanu1, dan Ferymon Mahulete2

1Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Pattimura 2

Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Pattimura

e-Mail: ache q3a@yahoo.com

Disajikan 29-30 Nop 2012

ABSTRAK

Tanaman kapur (Harmsiopanax aculeatus, Harms) merupakan salah satu tanaman obat di Maluku yang digunakan untuk mengobati malaria. Bagian tanaman yang digunakan dalam pengobatan adalah pucuk muda daun kapur yang dipakai dengan cara perasan daun tersebut diteteskan pada mata penderita. Secara in vivo, ekstrak metanol daun kapur terbukti aktif meng-hambat Plasmodium berghei (ED50= 16,16 kg/mgBB) penyebab malaria. Namun aktivitas aktivitas sitotoksik terhadap sel vero

(sel normal) maupun fitokimia dalam ekstrak. Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengekstraksi daun kapur menggu-nakan pelarut n-heksan, etil asetat, metanol; menguji aktivitas sitotoksik dan fitokimia ekstrak daun kapur. Hasil ekstraksi 1 kg serbuk daun kapur secara maserasi bertingkat berturut-turut menggunakan pelarut n-heksan, etil asetat dan metanol. diperoleh ekstrak heksan 0,7%, ekstrak etil asetat 0,97% dan ekstrak metanol 9,12%. Hasil uji aktivitas sitotoksik sel vero menggunakan colorimetry assay MTT dan absorbansi sel hidup dianalisis menggunakan analisis probit diperoleh IC50ekstrak heksan, etil

asetat dan metanol berturut-turut adalah 667,74; 262,99 dan 2388,69 µg/ml. Berdasarkan hasil uji sitotoksik, ekstrak metanol daun kapur memiliki aktivitas yang besar dengan menunjukkan sitotoksitas yang rendah terhadap sel vero (sel normal). Hasil uji fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak heksan mengandung senyawa metabolit sekunder steroid, ekstrak etil asetat mengan-dung senyawa metabolit sekunder fenolik, steroid dan flavanoid sedangkan ekstrak metanol menganmengan-dung senyawa metabolit sekunder fenolik, steroid, saponin dan flavanoid.

Kata Kunci: Aktivitas sitotoksik, sel vero, IC50, fitokimia.

I.

PENDAHULUAN

Malaria merupakan salah satu penyakit infeksi yang menyerang manusia yang disebabkan oleh Plasmod-ium. Plasmodium yang banyak ditemukan di Indone-sia adalah P. falciparum, P. malariae, P. vivax dan P. ovale. Di antara keempat Plasmodium tersebut, yang paling banyak menyebabkan kesakitan dan kematian adalah Plasmodium falciparum karena dapat menye-babkan komplikasi yang berat.[1]

Saat ini malaria menjadi fokus perhatian dunia karena angka kesakitan dan kematian yang disebabkan oleh parasit Plasmodium sangat tinggi. Beberapa penelitian telah melaporkan bahwa tingkat penderita malaria di dunia mencapai 300-500 juta orang[2]dengan

tingkat kematian 2-3 juta orang/tahun.[3] Berdasarkan

data World Health Organization (WHO) tahun 2009 dan Global Malaria Action Plan 3,3 milyar orang (setengah populasi manusia) hidup di daerah dengan transmisi malaria dan tiga puluh lima negara (30 di sub-Saharan afrika dan 5 di Asia) memiliki tingkat kematian yang

disebabkan oleh malaria sebanyak 98%. Pada tahun 2008 malaria diperkirakan mencapai 190-311 juta ge-jala klinis dengan tingkat kematian sebanyak 708.000-1.003.000 orang.[4]

Akibat tingkat kesakitan dan kematian yang sangat tinggi, maka telah mendorong berbagai upaya pencega-han maupun pengobatan dalam memberantas penyakit diantaranya dengan cara kontrol vektor, penggunaan obat antimalaria, penggunaan kelambu dan sarana anti nyamuk lainnya. Upaya-upaya ini telah mem-berikan hasil yang positif dalam membatasi meluas-nya pemeluas-nyakit ini, tetapi eradikasi malaria masih jauh dari harapan. Salah satu kendala dalam memberan-tas malaria adalah adanya resistensi obat malaria ter-hadap Plasmodium terutama resistensi Plasmodium falciparum terhadap klorokuin yang merupakan obat lini pertama.[1]

Adanya resistensi Plasmodium terhadap obat anti-malaria, telah mendorong upaya pencarian dan pe-ngembangan obat antimalaria baru terutama dari

(2)

ba-han alam. Di Indonesia, beberapa tanaman obat yang telah digunakan sebagai antimalaria yaitu buah makasar (Brucea javanica (L.) Merr.), daun pepaya (Carica papaya Linn.), akar pasak bumi (Eurycoma longifolia Jack.), daun mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.), daun mimba (Azadirachta indica Juss.), kulit batang pule (Alstonea scolaris), meniran (Phyllanthus niruri L.),[5] daun asam gelugur (Garcinia atroviridis

Griff Tanders),[6] Anuma (Artemisia annua), brotowali

(Tinospora crispa), johar (Cassia siamea), sambiloto (Andrographis paniculata), ki pahit (Picrasma javan-ica), pauh kijang (Irvingia malayana Oliv ex. A.Benn),[7] temu mangga (Curcuma mangga Val.),[8]daun sungkai (Peronema canescens,[9] daun kembang bulan

(Titho-nia diversifolia (Hemsley) A. Gray).[10] Bagian tanaman

obat yang digunakan sebagai antimalaria dapat berupa daun, batang, maupun akar.

Beberapa tanaman obat Indonesia yang pernah di-laporkan memiliki aktivitas antiplasmodium secara in vivo yaitu ekstrak etanol daun mimba (ED50 = 1,27

mg/kgBB),[11] ekstrak metanol akar pasak bumi (ED

sub 50 = 11,20 mg/kgBB), brotowali (ED50 = 97,04

mg/kgBB),[12]meniran (ED sub 50 = 9,1 mg/kgBB),

ma-honi (ED sub50 = 199,87 mg/kgBB),,[5]ekstrak air daun

sungkai (ED sub 50 = 87,79 mg/kgBB)[9]dan daun pauh kijang (ED sub50 = 36,95 mg/kgBB).[7]

Tanaman kapur (Harmsiopanax aculeatus Harms) merupakan tanaman obat malaria yang telah digu-nakan secara tradisional oleh masyarakat Maluku un-tuk mengobati malaria. Tanaman ini digunakan dengan cara meneteskan perasan daun kapur yang masih muda ke mata penderita malaria 1 tetes/hari selama 3 hari. Cara pengobatan ini memiliki keunikan dibandingkan dengan cara pengobatan menggunakan obat malaria yang selama ini digunakan yaitu dengan cara penggu-naan oral maupun injeksi. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya ekstrak metanol daun kapur memiliki ak-tivitas sebagai antimalaria secara in vivo dengan nilai ED sub 50 16,16 kg/mgBB. Selain itu, fraksi larut klo-roform ekstrak metanol (FG8) memiliki aktivitas

peng-hambatan polimerisasi hem yang lebih besar dengan IC5018,22 µg/ml dibandingkan dengan klorokuin yang

memiliki IC50 240,98 µg/ml.[13] Penelitian ini

me-nunjukkan bahwa daun kapur memiliki aktivitas yang besar dalam menghambat Plasmodium, sehingga sa-ngat potensial dikembangkan untuk mencari obat anti-malaria baru dalam mengatasi resistensi terhadap Plas-modium. Untuk mendapatkan senyawa aktif yang bersifat antiplasmodium dari daun kapur, perlu dilaku-kan beberapa tahap pengujian aktivitas antara lain uji praklinis maupun klinis. Uji praklinis dapat dilakukan dengan cara in vitro maupun in vivo. Sedangkan klinis dapat diujikan ke manusia.

Penelitian sebelumnya telah dilakukan uji praklinis ekstrak heksan, etil asetat dan metanol daun kapur

se-cara in vivo menggunakan mencit Swiss yang diinfeksi P. berghei, namun secara in vitro aktivitas ekstrak daun kapur paling aktif belum pernah dilaporkan. Demikian pula fitokimia ekstrak daun kapur pun belum pernah dilaporkan. Aktivitas sitotoksik ekstrak ekstrak daun kapur dilakukan untuk mengetahui berapa besar ak-tivitas toksisitasnya terhadap sel normal yaitu sel vero sehingga dapat menentukan tingkat keamanan peng-gunaaan ekstrak daun kapur sebagai obat dari bahan alam. Analisis fitokimia ekstrak daun kapur perlu dila-kukan untuk mengetahui kandungan metabolit sekun-der dalam daun kapur yang dapat dijadikan sebagai data awal pencarian senyawa aktif antimalaria.

II.

METODOLOGI

A. Bahan dan Alat

Bahan utama yang digunakan untuk ekstraksi: metanol, n-heksan, etil asetat berderajat analisis. Uji aktivitas sitotoksik: sel vero, Media M199, FBS, PBS, Fungison, tripsin, Penisilin-streptomycin, senyawa MTT, SDS 10%. Untuk uji fitokimia: pereksi dragen-dorf, Liebermann-Burcahard, FeCl3, 5%KOH alkoholis,

etanol absolut, plat TLC GF254, serbuk Zn, HCl. Alat

utama yang digunakan: Grainder, shaker, Evaporator, Lamminary Air Flow, Inkubator, Sentrifuge, Autoclave, neraca analitik, freeze dryer.

B. Cara Kerja

B-1. Pembuatan Simplisia dan Ekstraksi

Bahan tanaman yang diambil adalah daun segar yang masih muda dari tanaman kapur (H. aculea-tus) yang telah dibersihkan dikeringkan dengan cara diangin-anginkan kemudian dipanaskan di oven pada suhu 40◦C. Simplisia daun kapur kemudian dibuat ser-buk menggunakan grainder. Sebanyak 1 kg serbuk daun kapur diekstraksi dengan teknik maserasi bert-ingkat, berturut-turut menggunakan pelarut n-heksan, etil asetat dan metanol. Maserasi menggunakan pelarut n-heksan dan etil asetat dilakukan selama 1×24 jam se-dangkan maserasi menggunakan pelarut metanol di-lakukan selama 2×24 jam. Pengadukan pada tahap maserasi ini dilakukan menggunakan shaker. Sete-lah itu dilakukan penyaringan terhadap tiap campuran maserat dan selanjutnya pelarut dalam tiap filtrat yang diperoleh dari tiap campuran maserat tersebut, dievap-orasi menggunakan rotary evaporator. sehingga diper-oleh ekstrak pekat yaitu ekstrak heksan, etil asetat dan ekstrak metanol. Tiap ekstrak pekat tersebut kemudian dikeringkan lagi menggunakan hairdryer dengan tetap mengontrol suhu pemanasan pada 40◦C. Setiap pen-geringan menggunakan hairdyer selanjutnya dilakukan penimbangan berat sehingga diperoleh ekstrak konstan tiap ekstrak. Perhitungan rendamen tiap ekstrak meng-gunakan rumus:

(3)

Berat ekstrak yang diperoleh

Berat serbuk daun kapur yang digunakan × 100% B-2. Uji Aktivitas Sitotoksik Ekstrak Daun Kapur

(Harmsiopanax aculeatus Harms)

Sifat sitotoksik ekstrak daun kapur diujikan pada sel vero. Sel dikultur pada kondisi yang sama de-ngan kultur P. falciparum secara in vitro kecuali 5% hu-man serum digantikan dengan 5% fetal bovine serum. Sel vero dikultur menggunakan media M199yang telah

ditambahkan 10% FBS, 2% penisilin-streptomisin dan 0,5-1% fungison. Sel vero diambil dari nitrogen cair, dihangatkan pada suhu 37◦C sampai cair. Suspensi sel yang telah cair dimasukkan ke dalam conical tube dan dicuci dengan medium komplit M199. Suspensi

sel kemudian dipindahkan ke dalam flask kultur dan diinkubasikan dalam inkubator 37◦C, 5% CO

2.

Per-tumbuhan sel diamati setiap hari dengan mikroskop inverted sampai sel hampir memenuhi dinding dasar flask.

Panen sel vero dilakukan setelah sel hampir memenuhi dinding flask. Sel dicuci dengan PBS dan di-tambahkan dengan tripsin 0,25% agar sel terlepas dari dinding flask. Suspensi sel dibuat dengan menam-bahkan medium komplit, setelah itu jumlah sel di-hitung dengan haemocytometer. Untuk menentukan toksisitas ekstrak secara in vitro dilakukan dengan metode yang dilakukan oleh Tada et al.(1986). Sel di-masukkan ke dalam microplate 96-well dengan kepa-datan 2×104sel/well dalam 100µl. Kemudian medium

kultur yang mengandung ekstrak untuk tiap variasi konsentrasi ditambahkan. Konsentrasi akhir bahan uji yang digunakan adalah 62,5; 125; 250; 500 dan 1000 µg/ml untuk ekstrak metanol dan ekstrak etil asetat se-dangkan konsentrasi akhir ekstrak heksan adalah 125; 250; 500 dan 1000 µg/ml. Kultur sel dan ekstrak kemudian diinkubasi selama 24 jam dalam inkubator pada suhu 37◦C, 5% CO2 sama seperti periode

kon-tak P.falciparum. Pertumbuhan sel diamati mengguna-kan MTT yang selanjutnya dibandingmengguna-kan dengan kul-tur kulkul-tur (tanpa ekstrak sebagai bahan uji). Medium dibuang setelah massa inkubasi berakhir kemudian di-tambahkan kembali 100 µl medium komplet dan 10 µl larutan MTT dan diinkubasi kembali selama 4 jam dalam inkubator pada suhu 37◦C, 5% CO

2. Selanjutnya

100 µl SDS 10% dalam HCl 0,01 M ditambahkan untuk melarutkan formazan yang terbentuk dan dinkubasi overnigth pada suhu kamar. Hasil pengujian dibaca dengan Elisa Reader pada panjang gelombang 595 nm. IC50dihitung menggunakan analisis regresi probit pada

SPSS.

B-3. Analisis Fitokimia

Tiap ekstrak daun kapur (ekstrak heksan, ekstrak etil asetat dan ekstrak metanol) ditotolkan pada plat

TLC (Thin Layer Chromatography). Ekstrak heksan, ekstrak etil asetat dan ekstrak metanol yang telah dielusi mengunakan kloroform etil asetat (90:10) kemu-dian disemprot menggunelisaakan pereaksi semprot Dragendrof (untuk pengujian alkaloid), Liebermann-Burchard (untuk pengujian steroid), KOH (untuk pe-ngujian antrakuinon), FeCl3 digunakan untuk

pengu-jian fenolik. Perubahan warna pada spot dilihat pada sinar tampak dan UV 365 nm dan dibandingkan de-ngan lempeng KLT standar. (Wagner et al., 1984). Uji saponin dilakukan dengan mengocok ekstrak dalam air panas. Timbulnya busa menunjukkan adanya saponin. Pengujian flavanoid dilakukan dengan cara ekstrak dilarutkan dalam HCl 2N dan diberi serbuk Zn. Adanya flavanoid ditunjukkan melalui perubahan warna oranye ketika dikocok.

III.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ekstraksi 1 kg serbuk daun kapur secara maserasi bertingkat menggunakan pelarut n-heksan (non polar), etil asetat (semi polar) dan metanol (polar) diperoleh: rendamen ekstrak heksan 0,7%, ekstrak etil asetat 0,97% dan ekstrak metanol 9,12% seperti yang diperlihatkan dalamTABEL1.

Berdasarkan hasil ekstraksi yang diperoleh seperti diperlihatkan padaTABEL1, rendamen ekstrak metanol lebih banyak dibandingkan dengan ekstrak heksan maupun ekstrak etil asetat. Hal ini menunjukkan bahwa komponen senyawa polar lebih banyak dalam daun kapur dibandingkan dengan komponen senyawa non polar maupun semipolar. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian[13] yang menunjukkan bahwa

kompo-nen senyawa polar dalam ekstrak metanol lebih banyak dibandingkan dengan komponen senyawa dalam ek-strak heksan dan ekek-strak etil asetat.

Pengeringan terhadap ekstrak metanol daun ka-pur dilanjutkan menggunakan freeze dryer (penger-ing beku) bertujuan untuk mencegah pertumbuhan ja-mur yang dapat merusak ekstrak. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Sumaryono (1996), bahwa pen-geringan ekstrak kental dari bahan alam mengguna-kan alat freeze dryer, lebih aman terhadap terjadinya degradasi senyawa aktif. Penggunaan freeze dryer untuk mengeringkan ekstrak metanol telah dilakan dan hasil menunjukdilakan bahwa pada suhu ku-rang dari 20◦C, ekstrak metanol membeku namun ketika dibiarkan pada suhu kamar (pm30◦C) ekstrak metanol mencair. Hal ini diduga bahwa ada sebaga-ian senyawa yang terdapat pada ekstrak metanol bersi-fat higroskopis. Sehingga pada suhu kamar, ekstrak metanol dapat mencair.

Uji aktivitas sitotoksik pada penelitian ini dilakukan untuk mengetahui toksisitas bahan uji (ekstrak daun kapur) pada sel normal. Sel normal yang dipakai dalam penelitian ini adalah sel vero. Sel vero merupakan

(4)

TABEL1: Hasil ekstraksi serbuk daun kapur

Jenis Ekstrak Warna ekstrak Tekstur Berat ekstrak (g) Rendamen (% b/b)

Ekstrak heksan Hijau kehitaman Pasta 7,40 0,7%

Ekstrak etil asetat Hijau kehitaman Pasta 9,73 0,97%

Ekstrak metanol coklat Kehitaman Gel 91,23 9,12%

sel yang berasal dari sel epitel ginjal dari Monyet Hi-jau Afrika (Cercopithecus aethiops). Sel ini pertama kali ditemukan pada tanggal 27 Maret 1962, oleh Ya-sumura dan Kawakita dari Universitas Chiba di Chiba, Jepang.[14]

Metode yang dipakai adalah metode MTT assay yang merupakan pengembangan metode Tada et al., 1986 dengan cara menghitung absorbansi sel hidup menggunakan colorimetric assay MTT. Metode ini merupakan metode kalorimetrik. Pereaksi MTT yang digunakan merupakan garam tetrazolium yang dapat dipecah menjadi kristal formazan oleh sistem suksinat tetrazolium reduktase yang terdapat dalam jalur res-pirasi sel pada mitokondria yang aktif pada sel yang masih hidup. Kristal formazan ini memberi warna ungu yang dapat dibaca absorbansinya dengan meng-gunakan ELISA Reader[15] seperti diperlihatkan pada

GAMBAR1.

Jumlah formazan yang terbentuk sebanding dengan jumlah sel hidup yang ada dalam kultur. Semakin banyak sel yang hidup akan memberikan warna la-rutan dalam sumuran lebih biru-ungu. Penambahan SDS10% dalam HCl 0,01 M bertujuan untuk menghen-tikan reaksi enzimatik dan melarutkan formazan se-hingga terbaca pada Elisa Reader. Uji sitotoksik di-gunakan untuk menentukan parameter nilai IC50.

Ni-lai IC50 menunjukkan nilai konsentrasi yang

meng-GAMBAR1: Pembentukan formazan (warna ungu)setelah

pembe-rian MTT (Sumber: dokumentasi pribadi)

hasilkan hambatan proliferasi sel sebesar 50% dan me-nunjukkan potensi ketoksikan suatu senyawa terhadap sel. Nilai ini merupakan patokan untuk melakukan uji pengamatan kinetika sel.[16] Nilai IC50 dapat

menun-jukkan potensi suatu senyawa sebagai sitotoksik. Sema-kin besar harga IC50 maka senyawa tersebut semakin

tidak toksik.[17]Akhir dari uji sitotoksisitas dapat

mem-berikan informasi % sel yang mampu bertahan hidup. Hasil analisis probit menunjukkan nilai IC50 tiap

ek-strak daun kapur seperti diperlihatkan padaTABEL2. Berdasarkan TABEL2, persentase kematian sel vero akibat pemberian ekstrak heksan daun kapur semakin besar dengan bertambahnya konsentrasi bahan uji se-lama inkubasi 24 jam. Pada konsentrasi 125 µg/ml ek-strak heksan belum memberi efek membunuh sel vero. Hasil itu menunjukkan bahwa pada konsentrasi terse-but belum menunjukkan adanya efek toksik pada sel normal. Sedangkan pada konsentrasi 250 µg/ml baru memperlihatkan efek membunuh sel vero yang berarti bahwa pada konsentrasi tersebut telah memperlihatkan efek membunuh sel normal. IC50ekstrak heksan adalah

667,74 µg/ml dan pada konsentrasi 1000 µg/ml me-nunjukkan efek membunuh hampir mendekati 100%.

TABEL2: Persentase kematian sel vero pada pemberian ekstrak

hek-san daun kapur (H. aculeatus) pada inkubasi 24 jam serta nilai IC50

Ekstrak Konsentrasi (µg/ml) Persentasi Kematian Sel VeroIC50 (µg/ml) Heksan 125 -3,90 ± 6,41 667,74 250 2,84 ± 3,27 500 5,25 ± 5,16 1000 96,44 ± 0,82 Metanol 62,5 10,14 ± 6,80 2388,69 125 10,68 ± 0,25 250 12,46 ± 2,02 500 17,26 ± 1,26 1000 44,92 ± 1,89 Etil Asetat 62,5 9,61 ± 7,55 262,99 125 8,27 ± 6,17 250 22,95 ± 6,19 500 97,78 ± 0,37 1000 97,87 ± 0,18

(5)

Berbeda dengan ekstrak metanol. Efek membunuh sel normal oleh ekstrak metanol mulai ditunjukkan pada konsentrasi 62,5 µg/ml. Namun pada konsentrasi 1000 µg/ml, efek membunuh sel sebanyak 50% belum diper-lihatkan. Efek membunuh sel normal oleh ekstrak metanol sebanyak 50% (IC50) ditunjukkan pada

kon-sentrasi 2388,69 µg/ml. Sedangkan ekstrak etil asetat mulai menunjukkan efek sitotoksik terhadap sel vero pada konsentrasi 62,5 µg/ml sebesar 9,61% dan peng-hambatan 50% (IC50) terdapat pada konsentrasi 262,99

µg/ml. Pada konsentrasi 1000 µg/ml, efek sitotoksik ekstrak etil asetat mendekati 100% yaitu sebesar 6,44%. Berdasarkan, nilai IC50 ketiga ekstrak tersebut,

ek-strak heksan, ekek-strak etil asetat dan ekek-strak metanol daun kapur pada inkubasi 24 jam dikategorikan mem-punyai efek sitotoksik rendah (low cytotoxicity) (Jenett-Siems et al., 1999 dalam[9] karena memiliki nilai IC

50

>30 µg/ml. Meskipun demikian, ekstrak metanol daun kapur memiliki aktivitas sitotoksik lebih baik diban-dingkan dengan ekstrak heksan maupun ekstrak etil asetat. Hal ini dibuktikan berdasarkan nilai IC50

ek-strak metanol yang lebih besar yaitu 2388,69 µg/ml. Meskipun ketiga ekstrak ini mempunyai efek sitotok-sik yang rendah terhadap sel normal, namun sifat se-lektifitasnya terhadap aktivitas antiplasmodium secara in vitro belum diketahui sehingga perlu dilakukan uji aktivitas antiplasmodium in vitro.

Analisis fitokimia ekstrak daun kapur dilakukan un-tuk mengetahui kandungan senyawa metabolit sekun-der yang terkandung dalam ekstrak daun kapur. Data ini dijadikan acuan studi awal untuk mencari dan menemukan lead compound (senyawa penun-tun/senyawa aktif) yang akan dipakai sebagai anti-malaria. Hasil uji fitokimia ekstrak daun kapur dila-kukan menggunakan berbagai pereaksi kimia seperti diperlihatkan padaTABEL3.

Hasil analisis fitokimia ekstrak daun kapur menun-jukkan bahwa ekstrak heksan mengandung senyawa metabolit sekunder steroid, ekstrak etil asetat me-ngandung senyawa metabolit sekunder fenolik, steroid dan flavanoid sedangkan ekstrak metanol mengandung senyawa metabolit sekunder fenolik, steroid, saponin dan flavanoid.

IV.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil yang diperoleh, maka dapat dis-impulkan bahwa:

a. 1 kg serbuk kering daun kapur diperoleh: rendamen ekstrak heksan 0,7%, ekstrak etil asetat 0,97% dan ek-strak metanol 9,12%.

b. IC50 ekstrak heksan, ekstrak etil asetat dan ekstrak

metanol daun kapur berturut-turut adalah 667,74; 262,99 dan 2388,69 µg/ml. Ekstrak metanol memi-liki aktivitas sitotoksik terhadap sel vero (normal)

TABEL3: Hasil Uji Fitokimia Ekstrak Daun Kapur (H.aculeatus)

Jenis Pereaksi Golongan Senyawa

Hasil Uji Fitokimia

EH EEA EM Dragendorf Alkaloid + + + FeCl31% Fenolik (po-lifenol) - + + 5%KOH Alkoholis Antra-kuinon - - - Lieberman-Burchard Steroid + + + Air hangat (ekstrak di-panaskan dan dikocok) Saponin - - + 2ml HCl 2N, 2 ml ekstrak dan serbuk Zn, campuran dikocok Flavanoid - + +

Keterangan: EH = ekstrak heksan, EEA = ekstrak etil asetat dan EM = ekstrak metanol

lebih baik dibandingkan ektrak heksan dan ekstrak etil asetat.

c. Ekstrak heksan mengandung senyawa metabolit sekunder steroid, ekstrak etil asetat mengandung senyawa metaboli sekunder fenolik, steroid dan flavanoid sedangkan ekstrak metanol mengan-dung senyawa metabolit sekunder fenolik, steroid, saponin dan flavanoid.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Harijanto, P.N., 2000. MALARIA. Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinik, & Penanganan. 36, 152, 153. EGC, Jakarta.

[2] Chowdurry, K., Bagasra. O., 2007. An edible vac-cine for malaria using transgenic tomatoes of vary-ing sizes, shapes and colors to carry different anti-gen. Medical Hypotheses. 68 (1): 22-30.

[3] Dua, V.K., Ojha, V.P., Roy, R., Joshi, B.C.,Valecha, N., Usha-Devi, C., Bhatnagar, M.C., Sharma, V.P., Subbarao, S.K., 2004, Anti-malarial activity of some xanthones isolated from the roots of Andro-graphis paniculata, J. Ethnopharm, 95: 247-251. [4] Center for Disease Control and

Pre-vention, Malaria. 2010, Available from: http://www.cdc.gov/malaria/html. [diakses 31 Mei 2010].

[5] Mustofa, Sholikah, E.N., Wahyuono, S., 2007, In vitro and In vivo Antiplasmodial Activity and Cy-totoxity of Extracts of Phyllanthus niruri L. Herbs

(6)

Traditionally Used to Treat Malaria In Indonesia, J. Trop Med Public Health. 38(4): 609 ? 615.

[6] Nur Cholis, I., 2009, Aktivitas Antiplasmodium Fraksi Semipolar Ekstrak Etanol Rimpang Temu Mangga (Curcuma mangga Val.) terhadap Plas-modium berghei Secara In Vivo. Skripsi. Surakarta: Universitas Muhamadiyah Surakarta.

[7] Suwandi, J. F., 2007. Aktivitas Antiplasmodium Ekstrak Daun Sungkai (Peronema canescens): Ka-jian aktivitas antiplasmodium in vitro dan in vivo, aktivitas penghambatan polimerisasi hem dan ak-tivitas sitotoksik terhadap sel vero. Tesis. Yogya-karta: Universitas Gadjah Mada.

[8] Syarif, R. A., 2007, Aktivitas Antiplasmodium Fraksi Larut Eter Ekstrak Metanol Daun Kembang Bulan (Tithonia diversifolia (Hemsley) A. Gray) Pada Plasmodium falciparum secara In vitro, Tesis, Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

[9] Muhtadi, 2008, Pemisahan Fraksi dan Senyawa-Senyawa yang Berkhasiat Antiplasmodium dari Ekstrak Metanol Kulit Kayu Mimba (Azadirachta indica Juss), Jurnal Penelitian sains dan Teknologi, Vol 9 (2): 117-136.

[10] Qomariah, N. 2011. Aktivitas Antiplasmodial In Vitro Dan In Vivo Ekstrak Air Eurycoma Longifolia Jack, Tinospora Tuberculata Beumee, Swietenia Mahagoni Jacq Dan Azadirachta Indica A. Juss. Indo Scienc & Technol, Available from: http://elib.pdii.lipi.go.id/katalog/index.php/ searchkatalog. [diakses: 20 Juni 2011].

[11] Praptiwi, Chairul, 2008, Pengaruh Pemberian Ek-strak Pauh Kijang (Irvingia malayana Olive ex A. Benn) Terhadap Tingkat Penurunan Parasitemia pada Mencit yang Diinfeksi Plasmodium berghei, J. Biodiversitas, 9(2) : 96-98.

[12] Turalely, 2011, Fraksi Antiplasmodium Paling Aktif dari Daun Kapur (Harmsiopanax aculea-tus Harms) dan Identifikasi Beberapa Kandungan Senyawa Menggunakan GC-MS, Tesis, Yogya-karta: Universitas Gadjah Mada.

[13] Wagner, H., Bladt, S., Zgainski, E. M., 1984, Plant Drug Analysis, Translated by A. Scott, Spinger-Verlag Berlin Heidelberg. German.

[14] Sheets, Rebecca. 2000. History and Characteriza-tion of the Vero Cell Line. The vaccines and related biological products advisory committe. Available from: http://www.fda.gou/ohins /dockets /ac /oo /acgod /3616bla.pdf, 5 Agustus 2012

[15] Pamilih, H., 2009, Uji Sitotoksik Ekstrak Etil Ase-tat Herba Bandotan (Ageratum conyzoides l.) Ter-hadap Sel Kanker payudara (T47D) dan Pro-fil Kromatografi Lapis Tipis, Skripsi, Universitas Muhamadiyah Surakarta.

[16] Meiyanto,E., Sismindari, Kusnandar L.C., Moor-diani, 2003, Efek Anti Proliferatif Ekstrak Etanol

Daun dan Kulit Batang Tanaman Cangkring (Ery-thrina fusca Lour) terhadap Sel HeLa, MFI, 14, 124-131.

[17] Melannisa, R., 2004, Pengaruh PGV-1 Pada Sel Kanker Payudara Yang Diinduksi 17β-Estradiol: Kajian Antiproliferasi, Pemacuan Apoptosis dan Antiangiogenesis, Tesis, Sekolah Pascasarjana, UGM, Yogyakarta

Referensi

Dokumen terkait

Namun, penelitian sebelumnya menggunakan ekstrak dari tanaman Gynura procumbens sebagai kemopreventif terhadap induksi kanker payudara, meskipun diduga

Metode penelitian secara batch dilakukan dengan menggunakan metode pengadukan, dimana dalam air limbah sebanyak 500 ml dicampurkan dengan tanah laterit yang mempunyai variasi

Mandiri adalah kemampuan untuk berdiri sendiri, maka itu berarti seseorang harus bertanggung jawab atas dirinya sendiri. Semua orang perlu belajar untuk mandiri

Perancangan adalah suatu tahapan yang memiliki tujuan untuk mendesign sistem baru yang dapat menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapin perusahaan yang diperoleh

Pasal 105 Huruf a Kompilasi Hukum Islam diterapkan di dalam Putusan Nomor 20/Pdt.G/2012/PA.Gia sedangkan Pasal 49 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tidak diterapkan di

Untuk mengatasi masalah diatas, maka dibuatlah aplikasi berbasis web untuk pengelolaan ekspedisi barang dan perhitungan tarif biaya, serta mengelola pembayaran

Penelitian terkait yang pernah dilakukan sebelumnya oleh Robianto (2011) pada Waduk Tibun menyimpulkan bahwa tren perubahan konfigurasi dasar waduk dipengaruhi

Peningkatan proses belajar siswa dalam mengikuti proses pembelajaran menulis cerpen dengan menggunakan strategi copy the master melalui media audio visual dapat