• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Pemakaian Kacamata Las dengan Terjadinya Gangguan Mata pada Pekerja Bengkel Las

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Hubungan Pemakaian Kacamata Las dengan Terjadinya Gangguan Mata pada Pekerja Bengkel Las"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Hubungan Pemakaian Kacamata Las dengan Terjadinya Gangguan Mata

pada Pekerja Bengkel Las

Putri Permatasari1, Janet Wulandari2

1Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta 2

Program Studi Kesehatan Masyarakat Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Alifah Padang *ppermatasari8@gmail.com , 081277865705

Kata Kunci Abstrak

Kacamata Las, Gangguan Mata.

Mata adalah salah satu alat indra paling vital serta secara terus menerus dipergunakan. Gangguan mata dapat membuat mata tidak berfungsi secara optimal sehingga menurunkan produktivitas pekerja. Gangguan mata adalah kondisi dimana mata mengalami gangguan untuk melihat benda dengan jelas. Salah satu profesi yang memiliki risiko sangat tinggi dengan gangguan mata adalah Pekerja Pengelasan. Penelitian ini bertujuan untuk meganalisis hubungan antara pemakaian kacamata, umur, pendidikan, dan masa kerja dengan gangguan mata pada pekerja pengelasan. Penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional. Penelitian ini dilakukan di Bengkel Las Wilayah Lubuk Buaya Kota Padang padabulan November - Desember 2016. Sampel penelitian sebanyak 30 responden. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner yang disi langsung oleh responden. Analisis data dilakukan dengan ujistatistik Chi Square dengan tingkat kepercayaan α<0,05. Analisis univariat dilakukan untuk melihat gambaran gangguan mata, pema-kaian kacamata, umur, pendidikan, dan masa kerja. Analisis bivariat bertuju-an untuk mengetahui apakah ada hubungbertuju-an bertuju-antara pemakaibertuju-an kacamata, umur, pendidikan, dan masa kerja dengan gangguan mata. Berdasarkan hasil penelitian, pekerja yang mengalami gangguan mata sebanyak 50,0%, variabel yang memiliki adanya hubungan dengan terjadinya gangguan mata adalah pemakaian kacamata (p-value = 0,002), umur (p-value = 0,003) dan masa kerja (p-value = 0,031). Saran yang dapat direkomendasikan kepada pihak Bengkel Las Wilayah Lubuk Buaya Kota Padang yaitu meningkatkan pemantauan, penyuluhan, dan pembinaan keselamatan dan kesehatan pekerja mengenai pentingnya pemakaian alat pelindung diri terutama kacamata las mencakup cara pemakaian, pemeliharaan dan penyimpanan

The Carellation Beetwen Use Of Welding with The Occurrence Of Eye Disorders On Of

Workshop Worker

Keywords Abstract

Las Spectacles, Disorders Of The Eye.

The eyes are one of the most vital tools of senses and continuously used. Disorders of the eye make the eye doesn’t function optimally so that decrease the worker productivity. According to Edi S. Affandi (2005, p.84) eye disorder is a condition where the eyes are experiencing disruptions to see objects clearly. One of the professions that have a high risk with disorders of the eyes is the welder. This research was conducted in welding workshop LubukBuayaPadang in November-December 2016. The Sample of the was research is 30 respondents. The research was descriptive analytic with cross sectional approach. Univariate analysis was conducted to look the frequency distribution on each variable the dependent or independent, include: disorders

(2)

of the eyes, goggles, age, education, and employment. Bivariat analysis to find out a relationship between the variables. Based on the results of the study, workers who have disorder of the eyes 50.0%, variables that have a connection with the disorder of the eyes was wearing goggles value 0.002), age (p-value 0.003) and working period (p-(p-value 0,031). Suggestions recommended to the welding workshop Lubuk Buaya Padang, are monitoring, conseling, and construction the safety and the health of workers about the importance of wearing protective tools especially goggles includes how to use, maintenance and storag the tools..

1. PENDAHULUAN

Pekerja di indonesia dari sektor formal maupun informal terus meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini bisa dilihat dari keadaan pada bulan Agustus tahun 2012 terdapat sekitar 44,2 juta orang (39,8 persen) bekerja pada sektor formal dan 66,6 juta orang (60,14 persen) bekerja pada sektor informal. Pada tahun 2014 36,89 persen dari pekerja bekerja di sektor pereko-nomian formal, sementara 63,11 persen sisanya bekerja di sektor informal. Peranan sektor informal di negara Indonesia cukup besar. Sektor informal dianggap sebagai suatu manifestasi situasi pertumbuhan kesempatan kerja di negara sedang berkembang, karena itu mereka yang memasuki kegiatan berskala kecil ini bertujuan untuk mencari kesempatan kerja dan pendapatan daripada memperoleh keuntungan

Bengkel las merupakan industri sektor infor-mal. Bengkel las melayani konstruksi besi dan sejenisnya, biasanya berupa pagar atau pintu besi, teralis pengaman atau teralis jendela, tangga, kanopi, rangka atap dan lain-lain. Penerapan prinsip keselamatan dan kesehatan kerja dalam sektor ini masih sangat lemah. Salah satu contoh-nya yang peneliti temukan di bengkel las Jalan Pondok Pesantren wilayah Lubuk Buaya, pekerja pengelasan masih kurang disiplin untuk memakai alat pelindung diri. Pemakaian kacamata las yang salah juga peneliti temukan di bengkel las tersebut yaitu pekerja pengelasan menggunakan kacamata bening saat proses mengelas dan bebe-rapa kali tidak menggunakan kacamata las.

Berdasarkan data International Labour

Organization (ILO) tahun 2014, 1 pekerja di

dunia meninggal setiap 15 detik karena kecelaka-an kerja dkecelaka-an 160 pekerja mengalami sakit akibat kerja. Tahun sebelumnya (2012) angka kematian dikarenakan kecelakaan sebanyak 2 juta kasus setiap tahun (depkes RI, 2014). Menurut data

yang di dapat dari BPJS Ketenagakerjaan jumlah kecelakaan kerja pada tahun 2012 sebanyak 1026 kasus, sedangkan periode 2013 menurun sebanyak 584 kasus, dan terjadi peningkatan pada tahun 2014 sebanyak 1713 kasus dengan wilayah kerja Jawa Barat. Kasus gangguan mata pada tahun 2013 sebanyak 2,1 juta orang mengalami gangguan mata dan 966 ribu orang mengalami kebutaan, pada provinsi jawa barat ditemukan 328.933 orang mengalami gangguan mata dan 123.350 orang mengalami kebutaan (Riskesdas, 2013). Hasil tersebut menunjukkan bahwa jawa barat termasuk dalam urutan tiga besar provinsi yang memiliki angka gangguan mata terbanyak.

Kecelakaan kerja pada pekerja las sendiri umumnya disebabkan karena kurang hati-hati pada pengerjaan las, pemakaian alat pelindung diri yang kurang benar, dan pengaturan lingku-ngan yang tidak tepat. Data 80% kecelakaan kerja disebabkan oleh perbuatan yang tidak aman

(unsafe action) dan hanya 20% disebabkan

kon-disi yang tidak aman (unsafe condition), sehingga pengendaliannya harus bertitik tolak dari perbuat-an yperbuat-ang tidak amperbuat-an yperbuat-ang dalam hal ini adalah perilaku tenaga kerja terhadap penggunaan Alat Pelindung Diri (Heinrich, 2015). Terdapat pera-turan-peraturan yang mengharuskan setiap peker-jaan perlu memperhatikan keselamatan dan kesehatan kerja, hal ini di atur dalam pokok peraturan yaitu UU RI No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan kerja, UU No. 14 tahun 1969 pasal 9 dan 10 tentang ketentuan-ketentuan pokok mengenai tenaga kerja, PERMENAKER No: PER.02/MEN/1982 tentang kualifikasi juru las di tempat kerja, dan undang-undang no. 13 tahun 2003 pasal 86 ayat (1) dan ayat (2). Makna pera-turan tersebut adalah setiap perusahaan, pengu-saha, maupun tenaga kerja, wajib memperhatikan aspek keselamatan dan kesehatan kerjanya, dan diantara aturan pekerjaan itu adalah mewajibkan

(3)

bagi setiap tenaga kerja untuk memakai alat pelindung diri agar dapat mengurangi resiko fre-kuensi dan keparahan akibat kecelakaan kerja.

Pada survei yang dilakukan oleh Bureau of

Labor Statistics (BLS) pada pekerja yang

men-derita eye injury menyatakan bahwa 3 dari 5 pekerja tidak memakai alat pelindung muka saat terjadi kecelakaan. Para pekerja ini menyatakan bahwa mereka percaya alat pelindung tidak dibutuhkan pada situasi seperti ini. Dan pada studi prospektif yang dilakukan di Italia pada tahun 1979-1989, frekuensi yang mengalami keluhan mata lebih tinggi pada pengelas diban-dingkan dengan non pengelas yaitu sebesar 56,9 %. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Lyon (1977), fisikawan radiasi optik, terdapat sinar-sinarelektromagnetik yang dihasilkan selama proses pengelasan tersebut dan terkait dengan indramata yaitu salah satunya sinar ultraviolet. Sinar ini dapat menembus alat pelindung diri-sehingga mempengaruhi kesehatan mata pekerja. Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh peneliti yang bernama Pratiwi Pujiyanti pada tahun 2015 dengan 45 responden pekerja las di wilayah Kota Padang, responden yang tidak disiplin melakukan pemakaian alat pelindung mata sebanyak 39 orang (86,7%) dan pekerja mengalami gangguan kesehatan mata sebanyak 24 orang (53,3%), Pratiwi menyebut-kan gangguan kesehatan mata yang sering terjadi pada pekerja las saat melakukan pekerjaan pengelasan, antara lain penglihatan kabur, mata merah, mata terasa gatal, mata terasa pedih, mata bengkak, sakit kepala di daerah atas mata, mata seperti kemasukan pasir / kelilipan, mata terasa berair, mata terasa sakit, katarak dan pernah terpercik api las listrik. Pekerja mengeluhkan gangguan mata yang terjadi hampir setiap hari. Ketidak rutinan pekerja las dalam memakai kacamata las mengakibatkan mata pekerja las terpapar secara langsung oleh sinar. Akibat dari pemajanan secara langsung oleh sinar-sinar yang bersifat radiasi tersebut dapat mengakibatkan gangguan pada mata pekerja las. Berdasarkan uraian di atas maka penelitian ini bertujuan untuk meganalisis hubungan antara pemakaian kaca-mata, umur, pendidikan, dan masa kerja dengan gangguan mata pada pekerja pengelasan.

2. METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian deskrip-tif analitik kuantitadeskrip-tif dengan menggunakan desa-in penelitian cross sectional tentang pengaruh pemakaian kacamata las terhadap terjadinya gangguan mata pada pekerja di bengkel las. Penelitian dilakukan di wilayah kecamatan Lubuk Buaya, Kota Padangyang dimulai pada bulan Juli-Agustus 2016 dengan responden pekerja pengelasan di bengkel las wilayah Lubuk Buaya. Jumlah sampel yang dijadikan responden pada penelitian ini adalah sebanyak 30 orang dari populasi yang peneliti ambil di Kecamatan Lubuk Buaya, Kota Padang. Cara pengambilan sampel menggunakan Teknik Convenience

Sampling.

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer meliputi data karakteristik pekerja yaitu mengenai umur dan pendidikan pekerja yang diisi oleh responden pada kuisioner yang telah disiapkan, data kebiasaan pekerja, dan data masa kerja pekerja. Data sekunder pada penelitian ini adalah data wawancara melalui pimpinan bengkel las dan data yang sudah ada di bengkel las. Analisis data dilakukan dengan uji statistik Chi Square dengan tingkat kepercayaan α<0,05. Penelitian ini menggunakan analisis univariat yang digunakan untuk mengetahui gambaran distribusi frekuensi variabel independen sehingga diperoleh deskripsi gangguan mata, pemakaian kacamata, umur, pendidikan, dan masa kerja, dan analisis bivariat yang digunakan untuk melihat hubungan antara pemakaian kacamata, umur, pendidikan, dan masa kerja dengan gangguan mata pada pekerja pengelasan.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ditinjau dari penyebaran lokasi kegiatannya, kegiatan industri sebagian besar berkembang di Kecamatan Lubuk Buaya dan Sukmajaya. Beng-kel las merupakan industri sektor informal di wilayah Lubuk Buaya. Bengkel las melayani konstruksi besi dan sejenisnya, biasanya berupa pagar atau pintu besi, teralis pengaman atau teralis jendela, tangga, kanopi, rangka atap dan lain-lain. Bengkel las di wilayah Lubuk Buaya merupakan salah satu jenis bengkel las yang terdapat di daerah misalnya bengkel las genteng, las karbit dan bengkel las umum. Rata-rata tiap bengkel las listrik memiliki 5-10 orang karyawan yang usianya antara 17-50 tahun. Pemilik usaha

(4)

ada yang sekaligus merangkap sebagai pekerja mengingat usaha ini merupakan usaha kecil, tetapi ada yang murni sebagai pungusaha yang mengatur manajemen las tersebut.

Responden dalam penelitian ini adalah pekerja pengelasan yang berada dibengkel las

wilayah Lubuk Buaya yang memiliki karak-teristik yang berbeda-beda yaitu berdasarkan variabel gangguan mata, kebiasaan pemakaian kacamata las, umur, pendidikan terakhir, dan masa kerja. Untuk lebih memperjelas karak-teristik responden, dapat dilihat pada tabel. Tabel 1Distribusi Frekuensi Responden Di Bengkel Las Wilayah Lubuk Buaya

Kota Padang

Variabel Frekuensi Jumlah (%)

Gangguan mata

Tidak/< 4 keluhan 15 50.0

≥ 4 keluhan 15 50.0

Pemakaian Kacamata Las

Selalu 10 33.3

Kadang-kadang / tidak pernah 20 66.7

Umur

≤ 30 tahun 12 40.0

> 30 tahun 18 60.0

Pendidikan

lulus SMA/Sederajat 17 56,7

tidak lulus SMA/

Sederajat 13 43,3

Masa Kerja

≤ 3 tahun 7 23.3

> 3 tahun 23 76.7

Total 30 100%

Sumber : data primer, 2016 Berdasarkan hasilpenelitian diketahui bahwa dari 30 responden, pekerja yang tidak mengalami atau mengalami kurang dari 4 keluhan adalah 15 orang dengan persentase 50,0% dan pekerja yang mengalami keluhan gangguan mata lebih dari 4 adalah 15 orang dengan persentase 50,0% . Hasil tersebut menggambarkan bahwa jumlah pekerja yang tidak mengalami gangguan mata atau mengalami kurang dari 4 keluhan sama dengan pekerja yang mengalami lebih dari 4 keluhan gangguan mata. Pekerja yang selalu memakai kacamata las adalah 20 orang dengan persentase 66,7% dan pekerja yang kadang – kadang atau tidak pernah memakai kacamata las adalah 10 orang dengan persentase 33,0% . Hasil tersebut menggambarkan bahwa jumlah pekerja yang selalu memakai kacamata las lebih banyak dibanding pekerja yang kadang – kadang atau tidak pernah memakai kacamata las.

Pekerja yang memiliki umur ≤ 30 tahun adalah 12 orang dengan persentase 40,0% dan

pekerja yang memiliki umur > 30 tahun adalah 18 orang dengan persentase 60,0%. Hasil tersebut menggambarkan bahwa jumlah pekerja yang memiliki umur ≤ 30 tahun lebih sedikit dibanding pekerja yang memiliki umur > 30 tahun. Pada variabel pendidikan, pekerja yang lulus SMA atau sederajat adalah 17 orang dengan persentase 56,7% dan pekerja yang tidak lulus SMA atau sederajat adalah 13 orang dengan persentase 43,3% .

Hasil tersebut menggambarkan bahwa jum-lah pekerja yang masa kerjanya ≤ 3 tahun lebih sedikit dibanding pekerja yang masa kerjanya> 3 tahun.Untuk melihat hubungan pemakaian kacamata las dengan terjadinya gangguan mata pada pekerja bengkel las maka dilakukan analisis bivariat dengan melihat nilai p-value yang dila-kukan dengan ujichi-square dimana ditemukan hubungan jika nilai pvalue< 0,005. Berikut tabel hubungan pemakaian kacamata las dengan terjadinya gangguan mata.

(5)

Tabel 2 Hubungan Pemakaian Kacamata Las dengan Gangguan Mata pada Pekerja di Bengkel Las Wilayah Lubuk Buaya Kota Padang Tahun 2016

Variabel

Gangguan Mata Total

pvalue Tidak mengalami / < 4 keluhan Mengalami ≥ 4 keluhan N % N % N %

Pemakaian kacamata las 0.002

Selalu 9 30.0 1 3.3 10 33.3 Kadang-kadang/tidak pernah 6 20.0 14 46.7 20 66.7 Umur 0.003 ≤ 30 tahun 10 33.3 2 6.7 12 40.0 >30 tahun 5 16.7 13 43.3 18 60.0 Pendidikan 0.065

Lulus SMA /Sederajat 11 36.7 6 20.0 17 56.7

Tidak lulus SMA/ Sederajat 4 13.3 9 30.0 13 43.3 Masa kerja 0.031 ≤ 3 tahun 6 20.0 1 3.3 7 23.3 > 3 tahun 9 30.0 14 46.7 23 76.7 Total 15 50.0 15 50.0 30 100

Sumber : data primer, 2016

Hasil analisis hubungan antara pemakaian kacamata las dengan gangguan mata adalah yang tidak mengalami atau < 4 keluhan dan yang selalu menggunakan kacamata las sebesar 30,0 (9 responden) sedangkan yang kadang-kadang atau tidak pernah memakai kacamata las sebesar 20,0% (6 responden). Yang mengalami ≥ 4 keluhan dan selalu menggunakan kacamata las 3,3% (1 responden) sedangkan yang kadang-kadang atau tidak pernah memakai kacamata las 46,7% (14 responden).Hasil uji statistik diperoleh nilai p-value = 0.002, yang memilliki arti ada hubungan yang bermakna antara pemakaian kacamata las dengan gangguan mata. Sejalan dengan penelitian Lestari Pujiyanti (2015) menurut hasil analisis didapatkan bahwa ada hubungan bermakna antara pemakaian kacamata las dengan terjadinya gangguan mata dengan

p-value 0,001.

Peneliti melihat bahwa beberapa pekerja las masih kurang disiplin untuk memakai kaca-mata las, hal tersebut dapat mengakibatkan gangguan mata pekerja. Hasil observasi peneliti ketika di bengkel las dengan salah satu pekerja yang

memakai kacamata las dan pekerja yang tidak memakai menunjukan mata pekerja yang tidak memakai kacamata las lebih mudah memerah.

Pada distribusi umur, hasil analisis hubu-ngan antara yang tidak mengalami atau < 4 keluhan dan yang berumur ≤ 30 tahun sebesar 33,3 (10 responden) sedangkan yang berumur > 30 tahun sebesar 16,7% (5responden). Yang mengalami ≥ 4 keluhan dan berumur ≤ 30 tahun 6,7% (2 responden) sedangkan berumur yang > 30 tahun 43,3% (18 responden).

Hasil uji statistik diperoleh nilai p-value = 0.003, yang memilliki arti ada hubungan yang bermakna antara gangguan mata dengan umur. Sejalan dengan penelitian Ilham Noviandry (2013), menurut hasil analisis didapatkan bahwa ada hubungan bermakna antara umur dengan gangguan mata dengan p-value 0,030. Penelitian menunjukkan bahwa pekerja yang berumur lebih dari 30 tahun lebih mudah mengalami gangguan mata.

Hasil uji statistic distribusi pendidikan diper-oleh nilai p-value = 0.065, yang memilliki arti tidak ada hubungan yang bermakna antara

(6)

gang-guan mata dengan pendidikan. Penelitian Wahyu Adi (2013), hasil analisis didapatkan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara umur dengan gangguan mata dengan p-value 0,100. Pendidikan adalah hal penting pada setiap pekerjaan. Pendidikan yang baik akan menghasilkan pengetahuan yang baik pula. Jika tingkat pendidikan seorang pekerja kurang, maka akan berdampak pada pengetahuan tentang pekerjaan yang pekerja lakukan. Pada pekerja pengelasan, seorang juru las harus memiliki tingkat pendidi-kan yang baik, sebab untuk menjadi seorang juru las harus melewati beberapa pelatihan, ujian, dan klasifikasi. Hal ini dilakukan untuk mengurangi resiko kecelakaan kerja yang di dapat.

Pada hasil analisismasa kerja, hubungan antara yang tidak mengalami atau < 4 keluhan dan yang masa kerjanya ≤ 3 tahun sebesar 20,0% (6 responden) sedangkan yang masa kerjanya > 3 tahun sebesar 30,0% (9 responden). Yang mengalami ≥ 4 keluhan dan masa kerjanya ≤ 3 tahun3,3% (1 responden) sedangkan > 3 tahun 46,7% (14 responden).Hasil uji statistik diperoleh nilai p-value = 0.031, yang memilliki arti ada hubungan yang bermakna antara gangguan mata dengan masa kerja. Peneliti melihat pekerja yang masa kerjanya lebih dari 3 tahun memiliki pendapat mereka sudah tahu lapangan dan jarang menggunakan kacamata mata las, tetapi pekerja mengeluh ketika gangguan mata yang mereka alami sudah mulai terasa mengganggu. Hal ini bisa diketahui bahwa seberapa lama masa kerja pekerja tidak bisa mengabaikan setiap proses dari pekerjaan yang mereka lakukan.

4. KESIMPULAN

Hasil penelitian yang telah dilakukan pada 30 responden yang bekerja di bengkel las wilayah Lubuk Buaya kota Padang menunjukkan bahwa pekerja yang mengalami keluhan gangguan mata lebih dari 4 adalah 15 orang dengan persentase 50,0% dari total responden. Ditemukan adanya hubungan pemakaian kacamata las dengan gang-guan mata sebesar66,7% (20 responden) memi-liki p-value=0,002. Adanya hubungan antara umur dengan gangguan mata sebesar60,0% (18responden) memiliki p-value=0,003. Pada tenaga kerja berusia lebih dari 40 tahun daya akomodasi mata semakin menurun. Hubungan antara masa kerja dengan gangguan

penglihatan-sebesar76,7% (23 responden) memiliki

p-value=0,031.

5. SARAN

Bagi setiap bengkel las yang berada di wilayah Lubuk Buaya kota Padang perlu mening-katkan pemantauan, penyuluhan, dan pembinaan keselamatan dan kesehatan pekerja mengenai pentingnya pemakaian alat pelindung diri pada proses pengelasan mencakup cara pemakaian, pemeliharaan dan penyimpanan. Pengawasan ke disiplinan pekerja pengelasan dalam memakai alat pelindung diri terutama kacamata las. Setiap pekerja memiliki kacamata las sehingga memu-dahkan pekerja untuk melakukan pekerjaannya dan mengurangi dampak gangguan mata, serta bagi pengelas yang pengetahuannya sudah baik hendaknya dipertahankan sehingga diharapkan mampu mempengaruhi sikap pengelas lain untuk menjadi lebih baik dan lebih memperhatikan dan keselamatan dirinya saat melakukan pekerjaan. 6. REFERENSI

Arifin, 2014, Memahami Kesalahan Manusia (Human Error), Katiga, Jakarta.

Departemen Kesehatan RI, Indonesia 2016,

Angka Kecelakaan Kerja, Departemen

Kesehatan RI, diakses 20 mei 2016 http://www.depkes.go.id/article/view/201605250

005/1-orang-pekerja-di-dunia-meninggal- setiap-15-detik-karena-kecelakaan-kerja.html#sthash.28zefFYt.dpuf

Edi S. Affandi, 2005, Alat Indera Pada Manusia, Jaya Agung, Jakarta

Indonesia, Undang-undang 1945, Undang-Undang 1945 Pasal 27 Ayat (2) tentang Hak Asasi Manusia, Jakarta

Indonesia, Undang-undang 1970, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja,

Jakarta.

Indonesia, Undang-undang 1969, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 tahun 1969 pasal 9 dan 10 tentang ketentuan-ketentuan pokok mengenai tenaga kerja, Jakarta.

(7)

Permenaker Indonesia 1982, Peraturan Menteri

Tenaga Kerja No: PER.02/MEN/1982 Tentang Kualifikasi Juru Las Di Tempat Kerja, Jakarta.

Indonesia, Permenaker 1998, Peraturan Menteri

Tenaga Kerja No. 03/Men/1998 Tentang kecelakaan kerja,Jakarta

International Labour Organization (ILO) 2013,

Angka Kecelakaan Kerja, International

Labour Organization (ILO).

Kamus Besar Bahasa Indonesia 2015, Pengertian

Las, Kamus Besar Bahasa Indonesia,

Jakarta.

Poerwanto dkk, 2005, Hukum Perburuhan Bidang Kesehatan dan Keselamatan Kerja, Badan Penerbit Fakultas Hukum

Universitas Indonesia, Jakarta

Sumakmur, 2009, Higiene Perusahaan dan

Kesehatan Kerja, Gunung Agung,

Gambar

Tabel 2 Hubungan Pemakaian Kacamata Las dengan Gangguan Mata pada Pekerja   di Bengkel Las Wilayah Lubuk Buaya Kota Padang Tahun 2016

Referensi

Dokumen terkait

Perlu di lakukan penelitian lebih lanjut tentang pemakaian alat pelindung diri kacamata las dengan gangguan mata pada siswa kelas 1 teknik pemesinan SMK Muhammadiyah 1

Berdasarkan tabel 8 menun- jukkan bahwa pemakaian alat pelindung diri (APD) kacamata las mempunyai hubungan yang paling dominan dengan kejadian gangguan kesehatan

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hubungan pengetahuan, sikap dan kenyamanan pekerja dengan pemakaian alat pelindung diri (APD) di bengkel las listrik Kecamatan Amuntai

Setelah melakukan wawancara dengan pemilik dari 5 bengkel las di kecamatan Cakranegara, peneliti dapat mengetahui besarnya upah yang di berikan kepada pekerja yang terdiri dari

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara getaran mekanis mesin gerinda dengan keluhan Carpal Tunnel Syndrome (CTS) pada pekerja bengkel las di Pasar Cinde

Populasi dalam penelitian ini adalah pekerja las listrik di Kecamatan Cipedes Kota Tasikmalaya sebanyak 46 orang dan sampel yang diambil 30 orang pekerja las

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara penggunaan APT dengan gangguan pendengaran pada pekerja di bengkel las Kelurahan Suka

Hasil tahap akhir multivariat didapatkan variabel yang memiliki hubungan paling dominan dengan kelelahan mata adalah intensitas cahaya las dengan nilai OR 77,271 artinya pekerja dengan