• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Kejadian Fotofobia Dengan Penggunaan Alat Pelindung Mata Pada Pekerja Las Di Kelurahan Tanjung Selamat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Kejadian Fotofobia Dengan Penggunaan Alat Pelindung Mata Pada Pekerja Las Di Kelurahan Tanjung Selamat"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Dedi Imanuel Depari

Tempat / Tanggal Lahir :Metro, 11 Maret 1994

Agama : Kristen

Alamat : Jalan Sakura III No.64 B Medan

Riwayat Pendidikan :

1. Sekolah Dasar BPK Penabur Metro (2000-2006)

2. Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Metro (2006-2009)

3. Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Metro (2009-2012)

4. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (2012-sekarang)

Riwayat Organisasi :

1. Anggota Komisi Doa UKM Kebaktian Mahasiswa Kristen USU Unit

(2)

FORMULIR PERSETUJUAN MENJADI PARTISIPAN PENELTIAN

Saya yang bernama Dedi Imanuel Depari adalah mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Sumatera Utara. Saat ini saya sedang

melakukan penelitian tentang “Hubungan Kejadian Fotofobia dengan Penggunaan

Alat Pelindung Mat pada Pekerja Las di Kelurahan Tanjung Selamat”. Peneltian

ini merupakan salah satu kegiatan dalam menyelesaikan tugas akhir di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Untuk keperluan tersenut saya mengharapkan partisipasi saudara/i untk menjadi partisipan dalam penelitian ini dan bersedia mengisi kuesioner dengan jujur dan apa adanya. Identitas pribadi dan semua informasi yang saudara/i berikan akan dirahasiakan dan hanya akan digunakan untuk keperluan penelitian ini. Partisipasi saudara/i dalam penelitian ini bersifat sukarela sehingga saudara/i bebas untuk mengundurkan diri tanpa sanksi apapun.

Atas perhatian dan kesediaan saudara/i menjadi partisipan dalam penelitian ini saya ucapkan terima kasih.

Medan, _______2015

Peneliti Partisipan

(3)

SURAT PERSETUJUAN (INFORMED CONSENT)

Yang bertanda tangan dibawah ini : Nama :

Umur : Alamat: Menyatakan bahwa :

1. Saya telah mendapat penjelasan segala sesuatu mengenai penelitian Hubungan Kejadian Fotofobia dengan Penggunaan Alat Pelindung Mata pada Pekerja Las di Kelurahan Tanjung Selamat. Setelah saya memahami penjelasan tersebut, dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan dari siapapun bersedia ikut serta dalam penelitian ini dengan kondisi :

a. Data yang diperoleh dari penelitian ini akan dijaga kerahasiaannya dan hanya dipergunakan untuk kepentingan ilmiah.

b. Apabila saya inginkan, saya boleh memutuskan untuk keluar/tidak berpartisipasi lagi dalam penelitian ini tanpa harus menyampaikan alasan apapun.

Medan, _______2015

Peneliti Partisipan

(4)

KUESIONER PENELITIAN

Hubungan Kejadian Fotofobia dengan Penggunaan Alat Pelindung Mata pada Pekerja Las di Kelurahan Tanjung Selamat

Tanggal :

Nomor Urut Responden :

I. Identitas Responden

1. Nama :

2. Tanggal Lahir/Umur :

3. Alamat :

4. Jenis Las : Karbit Listrik

(5)

II. Fotofobia

1. Apakah anda pernah merasakan gejala dibawah ini dalam satu minggu terakhir? (beri tanda V pada kotak yang tersedia)

No. Pertanyaan Selalu Sering Jarang Kadang-kadang

Tidak Pernah 1 Pernahkah anda

merasakan sensasi terang yang

berlebihan (silau)? 2 Pernahkah anda

merasakan mata anda terasa berpasir? 3 Pernahkah anda

merasakan rasa sakit pada mata? 4 Pernahkan anda

merasakan penglihatan berbayang? 5 Pernahkah anda

merasakan penurunan ketajaman penglihatan?

(6)

2. Adakah masalah pada mata anda yang membuat anda terbatas atau kesulitan dalam melakukan kegiatan dibawah ini dalam satu minggu terakhir? (beri tanda V pada kotak yang tersedia)

No. Pertanyaan Selalu Sering Jarang Kadang -kadang

Tidak Pernah 6 Terbatas/kesulitan

saat membaca? 7 Terbatas/kesulitan

saat

mengemudikan kendaraan pada malam hari? 8 Terbatas/kesulitan

saat

mengoperasikan komputer atau ATM (Anjungan Tunai Mandiri)? 9 Terbatas/kesulitan

(7)

3. Apakah mata anda terasa tidak nyaman dalam situasi-situasi berikut ini dalam satu minggu terakhir? (beri tanda V pada kotak yang tersedia)

No. Pertanyaan Selalu Sering Jarang Kadang-kadang

Tidak Pernah 10 Tidak nyaman

saat kondisi berangin? 11 Tidak nyaman

saat berada di tempat dengan kelembaban udara yang rendah (tempat yang kering)? 12 Tidak nyaman saat berada di area yang dilengkapi AC/pendingin ruangan?

Keterangan:

Selalu diberi nilai 4 (empat). Sering diberi nilai 3 (tiga). Jarang diberi nilai 2 (dua).

Kadang-kadang diberi nilai 1 (satu). Tidak pernah diberi nilai 0 (nol).

Skoring Penilaian Kuesioner

Skor 0-5 dikategorikan normal (tidak mengalami gejala fotofobia). Skor > 5 dikategorikan mengalami fotofobia.

(8)

III.Alat Pelindung Diri

13. Apakah anda memiliki alat pelindung mata? Ya, (lanjut ke pertanyaan no.2) Tidak

14. Jenis alat pelindung mata yang anda miliki? (berikan tanda (v) pada jenis alat pelindung mata yang anda miliki)

Kaca mata gelap biasa

Kaca mata gelap tertutup (Googles) Topeng las (Face Shield)

15. Bagaimana pemakaian alat pelindung mata saat anda bekerja selama ini?

Selalu pakai

Kadang-kadang pakai Tidak pernah pakai

Keterangan:

1. Pekerja memiliki alat pelindung mata diberi skor 1 (satu). 2. Pekerja tidak memiliki alat pelindung mata diberi skor 0 (nol). 3. Pekerja memakai kaca mata gelap biasa diberi skor 1 (satu).

4. Pekerja memakai kaca mata gelap tertutup (googles) diberi skor 2 (dua). 5. Pekerja memakai topeng las (face shield) diberi skor 3 (tiga).

6. Pekerja selalu memakai alat pelindung mata diberi skor 2 (dua).

7. Pekerja kadang-kadang memakai alat pelindung mata diberi skor 1 (satu). 8. Pekerja tidak pernah memakai alat pelindung mata diberi skor 0 (nol).

Skoring terhadap penggunaan alat pelindung mata.

(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)

DATA INDUK PENELITIAN Nama Umur Jenis

Las

Lama

Kerja p1 p2 p3 p4 p5 p6 p7 p8 p9 p10 p11 p12 Fotofobia p13 p14 p15 APD

R 01 23 Listrik 2 1 2 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 Negatif 1 3 2 Baik

R 02 59 Listrik 20 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Negatif 1 1 2 Buruk

R 03 58 Listrik 5 1 1 0 1 0 1 0 1 0 0 0 0 Negatif 1 3 2 Baik

R 04 32 Listrik 10 1 1 2 2 0 0 0 0 0 0 0 0 Positif 1 1 2 Buruk

R 05 16 Listrik 1 4 3 2 4 2 2 0 3 0 0 3 0 Positif 1 1 2 Buruk

R 06 61 Listrik 30 4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Negatif 1 3 2 Baik R 07 35 Listrik 18 3 3 3 3 3 1 3 1 1 1 3 0 Positif 1 1 2 Buruk R 08 40 Listrik 21 2 3 3 2 2 0 0 3 0 0 0 0 Positif 1 1 2 Buruk R 09 28 Listrik 3 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 Negatif 1 3 2 Baik

R 10 29 Listrik 2 1 1 1 3 0 0 0 0 0 0 1 0 Positif 1 1 2 Buruk

R 11 18 Listrik 1 3 3 0 0 3 0 0 0 0 3 3 0 Positif 1 1 2 Buruk

R 12 40 Karbit 7 2 1 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 Negatif 1 3 2 Baik

R 13 43 Karbit 12 3 3 3 3 3 3 3 0 0 2 0 0 Positif 1 1 2 Buruk

R 14 31 Karbit 3 1 2 2 2 1 0 0 0 0 0 0 0 Positif 1 1 2 Buruk

R 15 44 Listrik 10 2 0 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 Negatif 1 3 2 Baik R 16 33 Listrik 11 2 2 0 0 0 0 3 0 0 0 0 0 Positif 1 1 2 Buruk

R 17 32 Listrik 7 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Negatif 1 3 2 Baik

(15)
(16)

OUTPUT SPSS DISTRIBUSI FREKUENSI PENELITIAN

Jenis Kelamin Responden

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid

laki-laki 34 97.1 97.1 97.1

perempuan 1 2.9 2.9 100.0

(17)

Usia Responden (tahun)

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid

17 1 2.9 2.9 2.9

18 1 2.9 2.9 5.7

19 1 2.9 2.9 8.6

22 1 2.9 2.9 11.4

23 1 2.9 2.9 14.3

24 1 2.9 2.9 17.1

26 1 2.9 2.9 20.0

27 1 2.9 2.9 22.9

28 2 5.7 5.7 28.6

29 1 2.9 2.9 31.4

30 1 2.9 2.9 34.3

31 1 2.9 2.9 37.1

32 4 11.4 11.4 48.6

33 2 5.7 5.7 54.3

35 2 5.7 5.7 60.0

38 3 8.6 8.6 68.6

40 2 5.7 5.7 74.3

43 1 2.9 2.9 77.1

44 2 5.7 5.7 82.9

46 2 5.7 5.7 88.6

52 1 2.9 2.9 91.4

58 1 2.9 2.9 94.3

59 1 2.9 2.9 97.1

61 1 2.9 2.9 100.0

(18)

Jenis Las

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid

listrik 32 91.4 91.4 91.4

karbit 3 8.6 8.6 100.0

Total 35 100.0 100.0

Penggunaan APM

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid

Buruk 22 62.9 62.9 62.9

Baik 13 37.1 37.1 100.0

Total 35 100.0 100.0

Kejadian Fotofobia

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid

Merasakan 20 57.2 57.2 57.2

Tdk Merasakan 15 42.8 42.8 100.0

(19)

OUTPUT SPSS HASIL ANALISIS CHI-SQUARE

Penggunaan APM * Kejadian Fotofobia Crosstabulation

Kejadian Fotofobia Total

Merasakan Tdk Merasakan

Penggunaan APM

Buruk Count 17 5 22

Expected Count 12.6 9.4 22.0

Baik Count 3 10 13

Expected Count 7.4 5.6 13.0

Total Count 20 15 35

Expected Count 20.0 15.0 35.0

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig.

(2-sided)

Exact Sig.

(2-sided)

Exact Sig.

(1-sided)

Pearson Chi-Square 9.800a 1 .002

Continuity Correctionb 7.712 1 .005

Likelihood Ratio 10.176 1 .001

Fisher's Exact Test .004 .003

Linear-by-Linear Association 9.520 1 .002

N of Valid Cases 35

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.57.

(20)

HASIL UJI VALIDITAS KUESIONER Correlations

P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 PTOT

P1

Pearson

Correlation

1 .456 .413 .631 .286 .525 .329 .525 .704* .149 .252 .387 .646*

Sig. (2-tailed) .185 .235 .050 .423 .119 .353 .119 .023 .682 .483 .270 .044

N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10

P2

Pearson

Correlation

.456 1 .583 .515 .432 .444 .656* .641* .591 .384 .594 .577 .775**

Sig. (2-tailed) .185 .077 .128 .213 .199 .039 .046 .072 .273 .070 .081 .008

N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10

P3

Pearson

Correlation

.413 .583 1 .367 .670* .364 .614 .675* .527 .810** .860** .795** .867**

Sig. (2-tailed) .235 .077 .297 .034 .302 .059 .032 .118 .005 .001 .006 .001

N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10

P4

Pearson

Correlation

.631 .515 .367 1 .458 .542 .468 .723* .792** .352 .187 .081 .693*

Sig. (2-tailed) .050 .128 .297 .183 .105 .173 .018 .006 .318 .605 .823 .026

N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10

P5

Pearson

Correlation

.286 .432 .670* .458 1 .271 .702* .678* .563 .423 .408 .244 .669*

Sig. (2-tailed) .423 .213 .034 .183 .449 .024 .031 .091 .224 .242 .497 .035

(21)

P6

Pearson

Correlation

.525 .444 .364 .542 .271 1 .725* .412 .813** .183 .111 .370 .632*

Sig. (2-tailed) .119 .199 .302 .105 .449 .018 .237 .004 .612 .761 .292 .050

N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10

P7

Pearson

Correlation

.329 .656* .614 .468 .702* .725* 1 .725* .802** .452 .491 .391 .800**

Sig. (2-tailed) .353 .039 .059 .173 .024 .018 .018 .005 .190 .150 .264 .005

N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10

P8

Pearson

Correlation

.525 .641* .675* .723* .678* .412 .725* 1 .813** .733* .664* .265 .880**

Sig. (2-tailed) .119 .046 .032 .018 .031 .237 .018 .004 .016 .036 .460 .001

N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10

P9

Pearson

Correlation

.704* .591 .527 .792** .563 .813** .802** .813** 1 .423 .357 .244 .846**

Sig. (2-tailed) .023 .072 .118 .006 .091 .004 .005 .004 .224 .311 .497 .002

N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10

P10

Pearson

Correlation

.149 .384 .810** .352 .423 .183 .452 .733* .423 1 .863** .495 .715*

Sig. (2-tailed) .682 .273 .005 .318 .224 .612 .190 .016 .224 .001 .146 .020

N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10

P11

Pearson

Correlation

.252 .594 .860** .187 .408 .111 .491 .664* .357 .863** 1 .697* .740*

Sig. (2-tailed) .483 .070 .001 .605 .242 .761 .150 .036 .311 .001 .025 .015

(22)

P12

Pearson

Correlation

.387 .577 .795** .081 .244 .370 .391 .265 .244 .495 .697* 1 .636*

Sig. (2-tailed) .270 .081 .006 .823 .497 .292 .264 .460 .497 .146 .025 .048

N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10

PTOT

Pearson

Correlation

.646* .775** .867** .693* .669* .632* .800** .880** .846** .715* .740* .636* 1

Sig. (2-tailed) .044 .008 .001 .026 .035 .050 .005 .001 .002 .020 .015 .048

N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

(23)

Correlations

P13 P14 P15 PTOT

P13

Pearson Correlation 1 .477 .447 .791**

Sig. (2-tailed) .163 .195 .006

N 10 10 10 10

P14

Pearson Correlation .477 1 .427 .844**

Sig. (2-tailed) .163 .219 .002

N 10 10 10 10

P15

Pearson Correlation .447 .427 1 .685*

Sig. (2-tailed) .195 .219 .029

N 10 10 10 10

PTOT

Pearson Correlation .791** .844** .685* 1

Sig. (2-tailed) .006 .002 .029

N 10 10 10 10

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

(24)

HASIL UJI RELIABILITAS KUESIONER

Case Processing Summary

N %

Cases

Valid 10 100.0

Excludeda 0 .0

Total 10 100.0

a. Listwise deletion based on all variables in the

procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha

N of Items

.920 12

Case Processing Summary

N %

Cases

Valid 10 100.0

Excludeda 0 .0

Total 10 100.0

a. Listwise deletion based on all variables in the

procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha

N of Items

(25)

40

DAFTAR PUSTAKA

Aldy, F., 2009. Prevalensi Kebutaan Akibat Trauma Mata di Kabupaten Tapanuli Selatan. Tesis Departemen Ilmu Kesehatan Mata FK USU. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Almatsier, S. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Umum.

Barret, K.E., Barman, S.E., Boitano,S., Brooks, H.L., 2012. Ganong’s Reviews of Medical Physiology 24th edition. USA: McGraw-Hill.

Biswell, R., 2009. Kornea. Dalam: Riordan-Eva, P., Whitcher, J.P., 2009. Vaughan & Ausbury: Oftalmologi Umum. Jakarta: EGC.

Canadian Center for Occupational Health and Safety, 2005. Radiation and the Effect on Eyes and Skin. Canada: Canadian Goverment.

Cummings, J.L., Gittinger, J.W Jr., 1981. Central dazzle. A thalamic syndrome?. Arch Neurol. 38:372–374. [PubMed: 7236068]

Dahlan, M.S., 2011. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel Edisi 3. Jakarta: Salemba Medika.

Dahlan, M.S., 2011. Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan Edisi 5. Jakarta: Salemba Medika.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009. Sistem Kesehatan Nasional. Diakses tanggal 5 Desember 2015 dari http://www.depkes.go.id.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1996. Hasil Survey Indera Penglihatan dan Pendengaran 1996. Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2002. Kecelakaan di Industri. Pusat Kesehatan Kerja.

(26)

41

Diffey, B.L., Saunders, P.J., 1995. Behavior Outdoors and Effect of Personal Ultravolet Exposure Rate Measured Using And Ambulantory Dattaloging Dosimeter. Photochemistry and Photobiology. 61: 615-618.

Digre, K.B., Brennan, K.C., 2012. Shedding Light on Photophobia. J Neuroophthalmol. 32(1): 68–81. doi:10.1097.

Djelantik, A., Andayani A., Widiana I., 2010. The Relation of Onset of Trauma and Visual Acuity on Traumatic Patient. Jurnal Oftalmologi Indonesia. Vol. 7, no 3 : p 85-90.

E. Peterson, J., 1985. Industrial Health. Dalam: Wahyuni, A.S., 2012. Keluhan Subjektif Fotokeratitis pada Tukang Las di Jalan Bogor , Bandung tahun 2012. Skripsi S-1 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Depok: Universitas Indonesia.

Eroschenko, V.P., 2010. Atlas Histologi diFiore edisi 11. Jakarta: EGC. Hall, J.E., Guyton, A.C., 2011. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 12.

Singapura: Saunders Elsevier.

Ilyas, S., 2011. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

International Labour Organization, 1998. Encyclopaedia of Occupational Health and Safety, 4th Ed., Vol. 2, p. 49.6, 49.17.

Jaminan Sosial Tenaga Kerja, 2011. Kecelakaan Kerja yang Menimpa Pekerja.

Junqueira, L.C., Carneiro, J., 2007. Teks & Atlas Histologi Dasar edisi 10. Jakarta: EGC.

Kinsey, V.E., 1948. Special Transmission of the Eye to Ultraviolet Radiation. AIHA Journal. Vol 58, no 1: p. 33-38.

Lombardi, D.A. et al., 2005. Welding related occupational eye injuries: a narrative analysis. doi:10.1136/ip.2004.007088

(27)

42

Muskita, M., Martiana, T., Soedirham, O., 2015. Analysis Photokeratitis-Related Factors in Welders of PT. PAL Indonesia (Persero) Surabaya. International Journal of Research in Engneering and Technology. Vol. 4. Netter, F.H., 2010. Atlas of Human Anatomy edition 5. USA: Saunders

Elsevier.

Notoadmodjo, S., 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-prinsip Dasar. Jakarta: Rineka Cipta.

Olifhifski, J.B., 1985. Fundamental of Industrial Hygiene 2nd edition. Washington DC: National Safety Council.

Pitts, D.G., 1974. The Human Ultraviolet Action Spectrum. Am J Opthom Physiol Optics 51 (12): 946-960.

Podshocky, S., 2002. Ultraviolet Radiation and Cornea. Stockholm. Dalam: Rajagukguk, R., 2012. Analisis Kelelahan Mata Akibat Pajanan Sinar Ulraviolet-B Pada Pekerja Las Di PT. Jaya Asiatic Shipyard Batam Tahun 2012. Tesis S-2 Fakultas Kesehatan Masyarakat UI. Depok: Universitas ndonesia.

Rijanto, B., 2011. Pedoman Pencegahan Kecelakaan di Industri. Jogjakarta: Mitra Wacana Media.

Riordan-Eva, P., 2009. Anatomi dan Embriologi Mata. Dalam: Riordan-Eva, P., Whitcher, J.P., 2009. Vaughan & Ausbury: Oftalmologi Umum. Jakarta: EGC.

Sastroasmoro, S., Ismael, S., 2011. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta: Sagung Seto.

Sherwood, L., 2007. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem edisi 6. Jakarta: EGC.

Strigham, J.M., Fuld, K., Wenzel, A.K., 2004. Spatial Properties of Photophobia. Investigative Ophthalmology & Visual Science. Vol. 45, No. 10.

(28)

43

Surakarta Tahun 2002. Tesis S-2 Universitas Diponegoro. Semarang: Universitas Diponegoro.

Vats, S., Murthy, G.V.S., Chandra, M., Gupta, S.K., Vashist, P., Gogoi, M., 2008. Epidemiological study of ocular trauma in an urban slum population in Delhi, India. Indian J Ophthalmol 2008; 56: 313-6.

Wahyuni, A.S., 2012. Keluhan Subjektif Fotokeratitis pada Tukang Las di Jalan Bogor , Bandung tahun 2012. Skripsi S-1 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Depok: Universitas Indonesia.

Warouw, S.P., 1998. Tingkat Radiasi Sinar UV dan beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Mata Welder’s Flash Pekerja Las Industri Kecil Pulogadung Jakarta Timur . Tesis S-2 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Depok: Universitas Indonesia.

Wong, T.Y., Tielsch, J.M., 1999. A Population-Based Study on the Incidence of Severe Ocular Trauma in Singapore. Am. J. Opthalmol 1999; 128:345-351

(29)

23

BAB III

KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah:

Variabel Independen Variabel Dependen Gambar 3.1 Kerangka Konsep

3.2. Kerangka Operasional

Gambar 3.2. Kerangka Operasional

Alat Pelindung Diri Fotofobia

Memilih Responden

Penelitian Kriteria Inklusi

Pengisisan Kuesioner oleh

Responden Penelitian

Kriteria Eksklusi

(30)

24

[image:30.595.110.516.175.387.2]

3.3. Definisi Operasional 3.3.1. Variabel Dependen

Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Dependen No. Variabel Definisi

Operasional

Alat Ukur Hasil Ukur

Skala

1 Fotofobia Keluhan subjektif yang berupa ketidaknyamanan dalam penglihatan sehingga penderita merasakan sensasi terang yang berlebihan (silau).

Kuesioner -Tidak Merasakan

-Merasakan

Nominal

3.3.2. Variabel Independen

Tabel 3.2 Definisi Operasional Variadel Independen No. Variabel Definisi

Operasional

Alat Ukur Hasil Ukur

Skala

1 Penggunaan Alat Pelindung Mata Pernyataan responden mengenai penggunaan Alat Pelindung Mata saat bekerja

Kuesioner -Baik -Buruk

Nominal

3.4. Hipotesis

[image:30.595.108.521.444.613.2]
(31)

25

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian analitik observasi dengan pendekatan cross sectional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara fotofobia dengan penggunaan alat pelindung mata pada pekerja las di Kelurahan Tanjung Selamat, Kota Medan tahun 2015.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian 4.2.1. Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan pada bulan September 2015 – Desember 2015.

4.2.2. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Tanjung Selamat, Kecamatan Medan Tuntungan, Kota Medan.

4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi

A. Populasi target adalah pekerja las Kota Medan.

B. Populasi terjangkau adalah pekerja las di Kelurahan Tanjung Selamat, Kota Medan.

4.3.2. Sampel

Sampel penelitan ini adalah sebagian dari pekerja las di Kelurahan Tanjung Selamat, Kota Medan yang memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi.

A. Kriteria inklusi

 Pekerja masih aktif bekerja di Kelurahan Tanjung Selamat.

 Telah bekerja minimal tiga bulan.

 Memahami bahasa Indonesia.

(32)

26

B. Kriteria eksklusi

 Pekerja mengalami anoftalmia

Metode pengambilan sampel pada penelitian ini adalah consecutive sampling, yaitu memasukkan semua subjek yang memenuhi kriteria penelitian hingga jumlah subjek yang diperlukan terpenuhi (Sastroasmoro,2011). Perhitungan sampel pada penelitian ini adalah uji hipotesis 2 proporsi. Maka menurut Dahlan (2011) rumus yang akan digunakan untuk menentukan besar sampel adalah:

Keterangan n: jumlah sampel

Zα: derajat kemaknaan α pada 5% (1,96) Zβ: kekuatan uji (80%)

P:(P1-P2)/2

P1: proporsi efek standar (dari pustaka) P2: proporsi efek yang diteliti

Berdasarkan rumus di atas maka besar sampel yang akan digunakan adalah:

(33)

27

4.4. Teknik Pengumpulan Data 4.4.1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sampel. Dalam penelitian ini baik data kejadian fotofobia yang dialami sampel dan penggunaan alat pelindung mata saat bekerja pada sampel diperoleh secara langsung dari sampel penelitian. Penelitian ni akan mulai dikerjakan setelah Ethical Clearence dikeluarkan oleh Komisi Etik USU. Sebelum dilakukan pengambilan data dari sampel, sampel yang sesuai dengan kriteria nklusi dan eksklusi akan diberikan penjelasan penelitian dan inform consent jika setuju maka pekerja las dapat dijadikan sampel.

Pengumpulan data dari sampel menggunakan formulir kuesioner yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang akan ditanyakan kepada sampel. Kuesioner dibuat berdasarkan pola penelitian yang sudah ditentukan oleh peneliti berdasarkan penelitian sebelumnya dan tinjauan literatur yang sudah dilakukan. Kuesioner ini meliputi pertanyaan yang mengukur tentang keluhan fotofobia, lama kerja dan penggunaan alat pelindung mata.

4.5. Pengolahan dan Analisis Data 4.5.1. Pengolahan

Pengolahan data dilakukan melalui beberapa tahapan, tahap pertama adalah editing yaitu memerksa nama, kelengkapan identitas maupun data responden dan memastikan seluruh pertanyaan telah dijawab sesuai dengan petunjuk. Tahap kedua adalah coding, yaitu memberi kode atau angka tertentu pada jawaban pertanyaan kuesioner untuk mempermudah proses tabulasi dan analisis. Tahap ketiga adalah entry, yaitu memasukkan data dari kuesioner ke dalam program SPSS (Statistic Package Social Science). Tahap keempat adalah cleaning, yaitu memeriksa kembali data yang telah di entry untuk mengetahui ada

(34)

28

4.5.2. Analisis Data A. Analisis Univariat

Analisis data dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi dan presentasi tiap variabel yang akan diteliti yaitu kejadian fotofobia dan penggunaan alat pelindung mata.

B. Analisis Bivariat

(35)

29

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Kelurahan Tanjung Selamat merupakan salah satu kelurahan yang merupakan bagian dari Kecamatan Medan Tuntungan, Kota Medan dengan luas 3 km2 dan penduduk 11878 jiwa. Kelurahan Tanjung Selamat berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang di bagian utara dan barat, bagian timur berbatasan dengan Kecamatan Medan Selayang dan bagian selatan berbatasan dengan Kelurahan Simpang Selayang.

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden

Responden dalam penelitian ini adalah pekerja las di Kelurahan Tanjung Selamat yang berjumlah 35 orang.

5.1.2.1. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di Kelurahan Tanjung Selamat

[image:35.595.114.519.570.631.2]

Responden penelitian memiliki jenis kelamin laki-laki dan perempuan dengan perincian sebagai berikut:

Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di Kelurahan Tanjung Selamat

Jenis Kelamin Jumlah (responden) Presentasi (%)

Laki-laki 34 97,1

Perempuan 1 2,9

Total 35 100

(36)

30

5.1.2.2. Distribusi Responden Berdasarkan Usia di Kelurahan Tanjung Selamat

[image:36.595.119.520.257.443.2]

Responden penelitian berusia antara 16 tahun sampai 61 tahun dengan rata-rata usia responden adalah 35,2 tahun, dengan pembagian kategori usia sesuai ketentuan Departemen Kesehatan (2009) :

Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Usia di Kelurahan Tanjung Selamat Kategori Usia Jumlah (responden) Presentasi (%)

Remaja Akhir (17-25 tahun) 6 17,14

Dewasa Awal (26-35 tahun) 15 42,86

Dewasa Akhir (36-45 tahun) 8 22,86

Lansia Awal (46-55 tahun) 3 8,57

Lansia Akhir (56-65 tahun) 3 8,57

Total 35 100

(37)

31

5.1.2.3. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Las di Kelurahan Tanjung Selamat

[image:37.595.114.520.259.321.2]

Responden penelitian memakai dua jenis las yaitu jenis las listrik dan jenis las karbit, dengan rincian sebagai berikut:

Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Las di Kelurahan Tanjung Selamat

Jenis Las Jumlah (responden) Presentasi (%)

Las Listrik 32 91,4

Las Karbit 3 8,6

Total 35 100

Tabel 5.3 menunjukkan bahwa 32 responden atau 91,4% dari total responden menggunakan jenis las listrik dalam bekerja sedangkan 3 responden atau 8,6% menggunakan jenis las karbit.

5.1.2.4. Distribusi Kejadian Fotofobia Responden di Kelurahan Tanjung Selamat

[image:37.595.113.520.590.653.2]

Berdasarkan hasil kuesioner yang digunakan untuk mengetahui keluhan fotofobia pada pekerja las di Kelurahan Tanjung Selamat, didapatkan angka kejadian fotofobia sebagai berikut:

Tabel 5.4 Distribusi Kejadian Fotofobia Responden di Kelurahan Tanjung Selamat

Kejadian Fotofobia Jumlah (responden) Presentasi (%)

Merasakan 20 57,15

Tidak Merasakan 15 42,85

Total 35 100

(38)

32

5.1.2.5. Distribusi Penggunaan Alat Pelindung Mata Responden di Kelurahan Tanjung Selamat

[image:38.595.111.526.321.384.2]

Berdasarkan hasil kuesioner yang digunakan untuk mengetahui penggunaan alat pelindung mata yang didasarkan pada kepemilikan alat pelindung mata, jenis alat pelindung mata dan frekuensi pemakaian alat pelindung mata pada pekerja las di Kelurahan Tanjung Selamat, didapatkan angka penggunaan alat pelindung mata sebagai berikut:

Tabel 5.5 Distribusi Penggunaan Alat Pelindung Mata Responden di Kelurahan Tanjung Selamat

Alat Pelindung Mata Jumlah (responden) Presentasi (%)

Baik 13 37,1

Buruk 22 62,9

Total 35 100

(39)

33

5.1.2.6. Tabulasi Silang Responden Berdasarkan Kejadian Fotofobia dengan Penggunaan Alat Pelindung Mata

Nilai tabulasi silang dari penelitian ini dapat dilihat dalam tabel berikut ini.

Tabel 5.6 Tabulasi Silang Responden Berdasarkan Kejadian Fotofobia dengan Penggunaan Alat Pelindung Mata

Fotofobia

Total P value

Merasakan Tidak

Merasakan Penggunaan

Alat Pelindung Mata

Buruk 17 5 22

0,002

Baik 3 10 13

Total 20 15 35

Tabel 5.6 menunjukkan 20 orang merasakan keluhan fotofobia dan 15 orang tidak merasakan keluhan fotofobia. Penggunaan alat pelindung mata yang baik didapatkan pada 13 responden sedangkan 22 responden memakai alat pelindung mata yang buruk.

Dari 20 responden yang mengalami fotofobia didapatkan data 17 orang atau 85% diantaranya tidak memakai alat pelindung diri yang sesuai standar dan dari 15 responden yang tidak mengalami fotofobia, 10 responden atau sebesar 66,67% responden menggunakan alat pelindung mata sesuai standar.

5.1.3. Hasil Analisis Data

(40)

34

5.2. Pembahasan

Hasil penelitian menunjukkan dari 20 responden yang mengalami fotofobia didapatkan data 17 responden atau 85% diantaranya tidak memakai alat pelindung diri yang sesuai standar dan dari 15 responden yang tidak mengalami fotofobia, 10 responden atau sebesar 66,67% responden menggunakan alat pelindung mata sesuai standar.

Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Muskita (2015) kepada 50 responden yang bekerja sebagai pekerja las di sebuah perusahaan nasional tentang keluhan fotofobia dan gangguan lain pada mata dengan pemakaian alat pelindung mata yang menunjukkan angka 81,82% pekerja yang tidak memakai alat pelindung mata akan mengalami fotofobia.

Penelitian lain yang dilakukan Wahyuni (2012) pada 45 responden pekerja las didapatkan hasil 30 responden atau 66,7% responden yang tidak memakai alat pelindung mata yang sesuai standar dapat mengalami fotofobia dan gangguan mata lainnya.

Hal ini dapat terjadi karena pajanan yang terus menerus dari sinar ultraviolet saat pengelasan dapat merusak lapisan kornea yang akhirnya akan menimbulkan gejala fotofobia. Penggunaan alat pelindung mata merupakan salah satu faktor yang mampu mengurangi intensitas pajanan sinar ultraviolet sehingga dapat melindungi mata pekerja las dari efek sinar ultraviolet saat proses pengelasan (Rijanto, 2011). Namun pada penelitian ini juga didapatkan ada 3 responden yang menggunakan alat pelindung mata yang baik tetapi masih menderita fotofobia, hal ini dapat terjadi karena kejadian fotofobia juga dipengaruhi oleh komponen struktur sinar ultraviolet, jenis las, lama pajanan dan jarak pengelasan (Peterson,1985, Olifhifski,1985, Yen et al,2004).

(41)

35

Hasil uji hipotesis yang dilakukan oleh Wahyuni (2012) pada 45 responden didapatkan hasil p value 0,037 yang artinya menunjukkan adanya hubungan antara kejadian fotofobia dan gangguan mata lainnya dengan penggunaan alat pelindung mata. Sedangkan dari penelitian yang dilakukan oleh Muskita (2015) menyatakan bahwa responden yang tidak menggunakan alat pelindung mata sesuai standar lebih beresiko 6,995 kali daripada responden yang memakai alat pelindung mata yang sesuai standar.

Pada penelitian ini didapatkan 34 responden (97,1%) berjenis kelamin laki-laki dimana 19 responden diantaranya mengalami fotofobia dan satu orang responden perempuan yang juga mengalami fotofobia. Hasil penelitian yang dilakukan Wong (1999) didapatkan angka insidensi gangguan mata karena trauma yang lebih tinggi pada laki-laki yaitu 20 per 100.000 dibandingkan pada 5 per 100.000 perempuan dan pada penelitian Vats (2008) didapatkan presentasi 55,56% trauma mata terjadi pada laki-laki. Kemungkinan terjadinya hal ini karena laki-laki lebih banyak melakukan pekerjaan fisik dibandingkan dengan perempuan, hal ini berhubungan dengan gambaran pekerja pria yang lebih banyak daripada pekerja perempuan. Selain itu laki-laki umumnya lebih sering melakukan pekerjaan yang lebih berisiko untuk terkena trauma dibandingkan perempuan.

(42)

36

Namun hasil ini berbeda dengan Maryam et al (2008) yang menyatakan bahwa fragilitas kornea akan meningkat pada usia lebih dari 40 tahun dan penelitian dari Pitts (1974) yang menyatakan bahwa faktor usia merupakan salah satu faktor risiko yang bisa memberikan efek buruk dari pajanan sinar ultraviolet terhadap mata. Hal ini dapat terjadi karena kejadian fotofobia juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yaitu, komponen struktur sinar ultraviolet, jenis las, lama pajanan dan jarak pengelasan (Peterson,1985, Olifhifski,1985, Yen et al,2004).

Pada penelitian ini didapatkan jenis las yang paling banyak dipakai oleh responden adalah las listrik yaitu sebesar 91,4% atau 32 responden. Dari 20 responden yang mengalami fotofobia, 18 diantaranya memakai las listrik (90%) dan 2 responden lain memakai las karbit (10%). Hasil ini sejalan dengan penelitian (Olifhifski,1985) yang menyatakan pengelasan listrik memberikan efek sinar ultraviolet yang besar dibandingkan jenis las lain dan memberikan efek buruk pada kesehatan mata. Hal ini dimungkinkan karena spektrum sinar ultraviolet yang dihasilkan dari las listrik masuk kedalam panjang gelombang yang mampu memberikan dampak buruk pada mata dan intensitas radiasi dari sinar ultraviolet yang melewati amabang maksimal (Peterson, 1985).

(43)

37

(44)

38

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan antara kejadian fotofobia dengan penggunaan alat pelindung mata pada pekerja las di Kelurahan Tanjung Selamat dengan p value 0,002 (p value < 0,05).

2. Hasil penelitian menunjukkan 34 responden (97,1%) berjenis kelamin laki-laki dan 1 responden (2,9%) berjenis kelamin perempuan.

3. Hasil penelitian menunjukkan masa dewasa akhir (26-35 tahun) menjadi responden terbanyak dengan jumlah 15 responden (42,86%).

4. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 32 responden (91,4%) menggunakan las listrik dan 3 responden (8,6%) menggunakan las karbit.

5. Hasil penelitian menunjukkan 20 responden (57,15%) merasakan fotofobia dan 15 responden (42,85%) tidak merasakan fotofobia.

6. Hasil penelitian menunjukkan 22 responden (62,9%) menggunakan alat pelindung mata yang tidak sesuai standar dan 13 responden (37,1%) menggunakan alat pelindung mata yang sesuai standar.

6.2. Saran

1. Pekerja las diharapkan menggunakan alat pelindung mata yang sesuai standar untuk mencegah bahaya pada mata dan rutin memeriksakan kesehatan mata ke sentra pelayanan kesehatan terdekat untuk mengurangi dampak paparan sinar ultraviolet dari aktivitas pengelasan.

(45)

39

3. Pemerintah diharapkan dapat mensosialisasikan undang-undang tentang kesehatan dan keselamatan kerja, terkhusus mengenai penggunaan alat pelindung mata sehingga diharapkan para pengusaha dan pekerja las lebih memperhatikan masalah kesehatan dan keselamatan kerja.

4. Pemerintah diharapkan mampu melakukan kontrol terhadap perusahaan atau pengusaha dan pekerja las dalam penggunaan alat pelindung mata yang sesuai kriteria. Selain itu, pemerintah diharapkan mampu menindaklanjuti jika ada perusahaan, pengusaha atau pekerja las yang tidak menjalankan program kesehatan dan keselamatan kerja.

(46)

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Mata

[image:46.595.179.435.219.449.2]

2.1.1. Anatomi Mata

Gambar 2.1. Anatomi Mata (Netter,2010)

Pembagian anatomi mata menurut Riordan-Eva (2009) adalah:

 Orbita

Secara skematis rongga orbita digambarkan sebagai piramida segi empat yang mengerucut di bagian posteriornya. Volume orbita pada orang dewasa sekitar 30mL dan bola mata hanya menempati seperlima bagian rongga. Lemak dan otot menempati bagian terbesarnya. Batas anterior rongga orbita adalah septum orbitale, yang berfungsi sebagai pemisah antara palpebra dan orbita.

 Konjungtiva

(47)

6

fornix dan melipat berkali-kali. Konjungtiva juga menyokong pergerakan bola mata dan menghasilkan lapisan air mata prakornea yang merata yang dihasilkan oleh sel-sel goblet pada lapisan epitel superfisialisnya.

 Sklera dan Episklera

Sklera adalah pembungkus fibrosa pelindung mata dibagian luar, yang hampir seluruhnya terdiri atas kolagen. Struktur kolagen dan jaringan elastin membentang di sepanjang foramen sklera posterior, membentuk lamina kribosa, yang diantaranya dilalui oleh berkas akson nervus optikus. Bagian luar sklera terdapat sebuah lapisan yang disebut episklera. Selain sebagai pelindung, episklera juga mengandung banyak pembuluh darah untuk mendarahi sklera.

 Kornea

Kornea adalah selaput bening mata yang dapat menembus cahaya, bersifat jernih, transparan, permukaan yang licin, permukaan yang lici dan berfungsi sebagai pelindung mata (Ilyas,2011). Kornea pada dewasa memiliki diameter horizontal sekitar 11,75mm dan diameter vertikal sekitar 10,6mm. Kornea dinutrisi oleh aqueous humor, pembuluh-pembuluh darah limbus, dan air mata. Saraf-saraf sensorik kornea didapat dari cabang pertama nervus trigeminus.

 Iris

Iris berupa permukaan pipih dengan apertura bulat yang terletak ditengah. Di dalam stroma iris terdapat sfingter dan otot-otot dilator sehingga iris dapat mengendalikan banyaknya cahaya yang masuk ke dalam mata. Iris mendapat nutrisi dari pendarahan yang dibawa oleh circulus major iris. Persarafan sensoris iris melalui serabut-serabut dalam nervi ciliares.

Corpus Ciliare

(48)

7

 Koroid

Koroid adalah segmen postrior uvea yang terdiri dari tiga lapis pembuluh koroid yang makin dalam semakin besar lumennya. Koroid melekat erat ke posterior pada tepi-tepi nervus optikus. Di sebelah anterior, koroid bergabung dengan corpus ciliare. Pembuluh darah koroid juga berfungsi untuk mendarahi bagian luar dari retina.

 Lensa

Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna, dan hampir transparan. Lensa terdiri atas air (65%) dan protein (35%). Lensa memiliki tebal 4mm dan diameter 9mm yang dilapisi suatu membran semipermeabel yang akan memperbolehkan air dan elektrolit masuk. Posisi lensa dipertahankan oleh ligamentum suspensorium yang dikenal sebagai zonula Zinii.

 Retina

Retina adalah lembaran jaringan saraf berlapis yang tipis dan semitransparan yang melapisi bagian dalam dua pertiga posterior dinding bola mata. Retina memiliki tebal 0,1mm pada ora serrata dan 0,56mm pada kutub posterior. Retina menerima darah darah dari koriokapilaris yang mendarahi sepertiga luar retina dan cabang-cabang arteria centralis retinae yang mendarahi dua pertiga dalam retina.

 Vitreus

Vitreus adalah suatu bahan gelatin yang jernih dan avaskular yang membentuk dua pertiga volume dan berat mata. Sekitar 99% komponen vitreus adalah air dan sisa 1% adalah asam hialuronat dan kolagen, yang memberi bentuk dan konsistensi mirip gel pada vitreus karena kemampuannya mengikat banyak air.

2.1.2. Histologi Mata

 Sklera dan Episklera

(49)

8

kolagen halus longgar dengan lapisan jaringan ikat padat yang disebut Kapsula Tenon. Kapsula Tenon berhubungan dengan stroma konjungtiva longgar pada perbatasan kornea dengan sklera. Diantara kapsula tenon dan sklera terdapat ruang tenon yang memungkinkan mbola mata berputar (Junqueira, 2007).

 Kornea

Secara histologi kornea terdiri dari tujuh lapisan (Eroschenko, 2010). Lapisan pertama adalah epitel berlapis gepeng yang tidak mengandung keratin yang terdiri dari lima sampai enam lapis sel. Dibawah epitel ini ada membran Bowman, yang terdiri dari serat kolagen yang tersusun menyilang secara acak dan berfungsi membantu stabilitas dan kekuatan kornea. Stroma terbentuk dari lapisan berkas sejajar serat kolagen dan lapisan fibroblas. Sel-sel dan serat stroma terbenam di dalam substansi yang kaya akan glikoprotein dan kondroitin sulfat. Membran Descement adalah membran basalis tebal yang terletak di bagian posterior stroma dengan struktur homogen yang terdiri atas susunan filamen kolagen halus. Endotel kornea merupakan epitel selapis gepeng yang memiliki fungsi dalam transpor aktif, sintesis protein, dan ketahanan membran Descement.

 Koroid

Merupakan lapisan yang mengandung melanosit dan memberinya warna yang khas. Koroid juga mengandung banyak pembuluh darah yang disebut lapisan koriokapiler yang berfungsi untuk nutrisi retina.

 Iris

(50)

9

 Lensa

Lensa adalah struktur bikonkaf yang sangat elastis dan memiliki tiga komponen utama. Kapsul lensa memiliki struktur homogen, refraktil, dan kaya akan karbohidrat, yang meliputi permukaan luar sel-sel epitel. Kapsul ini merupakan suatu membran basal yang sangat tebal dan terdiri dari kolagen tipe IV dan glikoprotein. Epitel subkapsular terdiri atas selapis sel epitel kuboid yang hanya terdapat pada permukaan anterior lensa. Serat lensa tersusun memanjang dan tampak sebagai struktur tipis dan gepeng. Sel-sel pada serat lensa berisikan proten yang disebut kristalin.

 Retina

Retina dalah lapisan dalam bola mata, yang terdiri dari dua bagian. Bagian anterior yang tidak foto sensitif dan menyusun lapisan dalam badan siliar dan bagian posterior iris. Bagian posterior atau bagian yang fotosensitif. Lapisan luarnya terdiri atas sel batang dan sel kerucut, lapisan tengah menghubungkan sel batang dan sel kerucut dengan sel-sel ganglion, dan lapisan dalam sel-sel ganglion, yang berhubungan dengan sel-sel bipolar melalui dendritna dan mengirimkan akson ke susunan saraf pusat. Akson-akson ini berkumpul pada papila optikus dan membentuk nervus optikus (Junqueira, 2007).

2.1.3. Fisiologi Penglihatan

(51)

10

Cahaya yang melewati kornea tidak semuanya mencapai fotoreseptor, karena adanya iris, suatu otot polos tipis berpigmen yang membentuk struktur mirip cincin di dalam aqueous humor. Iris memiliki lubang di bagian tengah yang disebut dengan pupil yang memungkinkan cahaya masuk ke bagian mata yang lebih dalam. Iris memiliki dua jenis otot polos, yaitu otot polos sirkular dan otot polos radial. Otot-otot iris ini dikendalikan oleh sistem saraf otonom. Saat keadaan sinar terang, saraf parasimpatis menyarafi otot sirkular dan menyebabkan konstriksi pupil untuk mengurangi jumlah cahaya yang masuk ke mata, sementara saraf simpatis menyarafi otot radial saat intensitas cahaya rendah sehingga menyebabkan dilatasi pupil dan sinar yang masuk ke mata lebih banyak (Sherwood,2007).

Sumber cahaya mengalami divergensi (memancar ke segala arah) sehingga harus dibelokkan agar dapat difokuskan pada satu titik agar diperoleh bayangan yang akurat. Ketika masuk ke suatu medium dengan densitas tinggi, berkas cahaya melambat dan arah berkas berubah jika cahaya tersebut mengenai permukaan medium baru yang tidak tegak lurus. Berbeloknya berkas sinar dikenal sebagai refraksi (pembiasan). Derajat refraksi dipengaruhi oleh rasio dari kedua indeks refraktif pada kedua medium transparan dan derajat angulasi dari sinar cahaya yang masuk (Hall dan Guyton, 2011).

Kornea dan lensa merupakan struktur penting dalam kemampuan refraktif mata. Permukaan kornea yang melengkung merupakan struktur pertama yang dilewati sinar saat masuk ke mata sehingga memiliki peran paling besar dalam kemampuan refraktif total mata karena perbedaan dalam densitas pada pertemuan udara-kornea. Kemampuan refraktif kornea tidak berubah karena kelengkungan kornea tidak pernah berubah. Namun, kemampuan refraktif lensa dapat diubah-ubah dengan mengdiubah-ubah kelengkungannya.

(52)

11

parasimpatis yang dihantarkan ke mata melalui saraf kranial III dan nukleus saraf III dibatang otak akan menimbulkan kontraksi pada otot siliaris, yang akan mengendurkan ligamentum suspensorium, sehingga lensa lebih tebal dan meningkatkan daya biasnya. Otot siliaris juga dikontrol oleh stimulasi saraf simpatis untuk relaksasi sehingga lensa memipih (Hall dan Guyton, 2011).

Fungsi utama mata adalah memfokuskan berkas cahaya dari lingkungan ke sel batang dan sel kerucut,sel fotoreseptor retina (Sherwood, 2007). Setelah cahaya melewati susunan lensa mata dan vitreuos humor, cahaya memasuki retna dari bagian dalam mata. Secara berurutan cahaya akan melewati sel-sel ganglion, lapisan pleksiform, dan lapisan nukleus sebelum akhirnya mencapai lapisan sel batang dan sel kerucut. Setelah melewati beberapa lapisan maka akan ada pengurangan tajam penglihatan namun di bagian fovea retina lapisan-lapisan tadi tersingkap dan cahaya langsung sampai ke sel kerucut sehingga penglihatan tetap tajam (Hall dan Guyton, 2011).

Secara struktur fotoreseptor (sel batang dan sel kerucut) memliki tiga bagian, yaitu: segmen luar, segmen dalam dan terminal sinaps. Segmen luar, yang terdiri dari susunan lempeng membran yang mengandung fotopigmen, merupakan bagian yang mendeteksi rangsangan cahaya. Fotopigmen mengalami perubahan kimiawi ketika diaktifkan oleh sinar. Melalui serangkaian tahap perubahan yang dipicu oleh cahaya ini akan mengaktifkan fotopigmen yang kemudian terjadi potensial reseptor yang akhirnya menghasilkan potensial aksi. Fotopigmen terdiri dari opsin dan retinen. Retinen adalah bagian fotopigmen yang menyerap cahaya. Pada sel batang terdapat fotopigmen rodopsin yang menyerap semua panjang gelombang cahaya tampak dan pada sel kerucut terdapat fotopigmen merah, hijau, biru yang berespon secara selektif terhadap berbagai panjang gelombang cahaya, menyebabkan kita dapat melihat warna.

(53)

12

sehingga saluran Na+ tetap terbuka. Kebocoran pasif Na+ masuk ke sel menyebabkan depolarisasi fotoreseptor yang menyebar dari segmen luar ke ujung sinaps membuat saluran Ca2+ tetap terbuka sehingga masuknya kalsium memicu

pelepasan neurotransmiter inhibitorik dari ujung sinaps dalam keadaan gelap. Sebaliknya, pada keadaan terang, konsentrasi cGMP menurun.

Cahaya kemudian mengaktifkan fotopigmen lalu mengaktifkan protein transdusin dari fotoreseptor dan mengaktifkan enzim intrasel fosfodiesterase yang menguraikan cGMP. Penurunan cGMP ini membuat saluran Na+ tertutup.

Penutupan saluran ini menghentikan kebocoran Na+ penyebab depolarisasi dan menyebabkan hiperpolarisasi membran. Hiperpolarisasi ini, yang merupakan potensial reseptor, secara pasif menyebar dari segmen luar menuju ujung sinap fotoreseptor. Hal in menyebabkan penurunan pelepasan neurotrasmiter inhibitorik sehingga terjadi potensial aksi menuju pusat persepsi penglihatan (Sherwood, 2007).

Tahap berikutnya, potensial aksi meninggalkan retina melalui nervus optikus dan setiap nervus optikus membawa informasi dari kedua retina yang disarafinya. Kemudian nervus optikus bertemu di kiasma optikum. Di dalam kiasma optikum, serat-serat dari separuh medial masing-masing retina menyebrang ke sisi kontralateral, tetapi yang separuh lateral tetap di sisi semula. Reorganisasi berkas-berkas serat yang meninggalkan kiasma optikum disebut traktus optikus. Serat-serat dari tiap traktus optikus bersinaps di nukleus genikulatum lateralis dorsalis di talamus, dan dari sini, serat-serat genikulokalkarina berjalan melalui radiasio optikus menuju korteks penglihatan primer (area 17) yang terletak di fisura kalkarina lobus oksipitalis (Barret et al, 2012).

(54)

13

jika menerima pola iluminasi tertentu yang telah terprogram di sel tersebut. Pola-pola ini dibentuk dengan menyatukan koneksi-koneksi yang berasal dari sel-sel fotoreseptor yang berdekatan di retina.

Setiap level neuron korteks penglihatan memperlihatkan peningkatan kapasitas untuk abstraksi informasi yang terbentuk oleh peningkatan konvergensi masukan dari neuron-neuron level di bawahnya. Dengan cara ini, korteks mengubah pola mirip titik dari fotoreseptor yang dirangsang oleh cahaya dengan berbagai intensitas di bayangan retina menjadi informasi tentang kedalaman, posisi, orientasi, gerakan, kontur, dan panjang. Lalu potongan-potongan informasi ini diintegrasikan oleh regio-regio visual yang lebih tinggi sehingga kita dapat mempersepsikan informasi visual secara lengkap (Sherwood, 2007).

2.2. Fotofobia

2.2.1. Definisi Fotofobia

Fotofobia (photophobia) merupakan terminologi yang diambil dari bahasa Yunani yaitu: photo- “cahaya” dan phobia “takut” yang apabila disatukan berarti

“takut akan cahaya”. Fotofobia didefinisikan sebagai suatu keadaan klinis yang berupa ketidaknyamanan pada penglihatan. Ketidaknyamanan dari fotofobia dirasakan sebagai sensasi terang yang berlebihan (Digre dan Brennan,2012) (Cummings dan Gittinger,1981).

2.2.2. Etiologi Fotofobia

(55)

14

2.2.3. Mekanisme Fotofobia

Kornea mata merupakan bagian paling awal dan paling sensitif yang dilalui oleh cahaya ketika memasuki mata. Bagian epitel kornea merupakan bagian yang paling banyak menyerap sinar ultraviolet dibawah 300nm dan spektrum cahaya yang dapat merusak kornea adalah sinar ultraviolet dengan panjang gelombang 270nm (Podshocky, 2002 dalam Wahyuni,2012).

Bagian mata seperti konjungtiva, kornea dan sklera dipersarafi oleh saraf trigeminal dan begitu sensitif akan rangsangan nyeri. Kerusakan pada bagian kornea mata yang mengandung serabut aferen dari saraf trigeminal membawa informasi rasa nyeri dari mata. Beberapa rangsangan yang dapat menyebabkan nyeri seperti abrasi kornea, iritits, dan uveitis juga dapat menyebabkan fotofobia. Ketika saraf trigeminal mendapat rangsang maka mediator-mediator seperti calcitonin dan nitrit oxide keluar dan menyebabkan terjadinya refleks trigemino-autonomic.

Refleks trigemino-autonomic merupakan adalah suatu refleks multi sinaps yang merangsang superior salivatory dan nukleus Edinger-Westphal dari bagian kolateral kauda nukleus trigeminal. Efek dari superior salivatory adalah mengaktifasi efektor parasimpatis di ganglion pterygopalatine, yang melebarkan pembuluh darah, dan aktivasi di ganglion cilliary yang menyebabkan lakrimasi pada mata. Efek dari Edinger-Westphal sendiri menyebabkan konstriksi dari pupil mata. Refleks trigemino-autonomic juga menyebabkan injeksi pada konjungtiva, mata berair dan migrain yang dapat disertai oleh fotofobia (Digre dan Brennan,2012).

(56)

15

menyebabkan rasa yang lebih tidak nyaman dibandingkan sinar dengan panjang gelombang yang lebih panjang (merah). Hal ini disebabkan oleh supresi dari sinar merah yang menekan aktivitas visual dibagian beta dari otak.

2.2.4. Tanda dan Gejala Fotofobia

Fotofobia ditandai oleh gejala seperti nyeri pada mata, mata berair, pandangan kabur, mata merah, migrain, dan peningkatan refleks berkedip (Digre dan Brennan,2012). Gejala fotofobia dapat dirasakan setelah terpajan sinar ultraviolet sekitar 6-12 jam, tergantung intesitas pajanan dari sinar ultraviolet itu sendiri. Gejala akut fotofobia biasanya akan bertahan dalam 6-24 jam dan hampir semua gejala ketidaknyaman hilang dalam waktu 48 jam. Gejala fotofobia karena abrasi kornea ringan juga akan sembuh dalam 2-5 hari. Namun pada fotofobia karena abrasi kornea berat didapatkan adanya keluhan fotofobia berulang sebanyak 28% setelah 3 bulan (Podshocky, 2002 dalam Wahyuni,2012).

2.3. Pengelasan

2.3.1. Definisi Pengelasan

Las adalah sambungan setempat dari beberapa batang logam dengan menggunakan energi panas. Dalam rentang waktu 4000-3000 SM telah dilakukan penyambungan logam yang menggunakan kayu atau arang sebagai sumber panasnya. Seiring perkembangan, proses pengelasan menunjukan kemajuan dengan menggunakan berbagai jenis sumber energi dalam proses pengelasan, seperti penggunaan energi listrik (Rajagukguk,2012).

2.3.2. Efek Sinar Ultraviolet Pengelasan bagi Mata

(57)

16

bahaya, terutama bahaya percikan bunga api yang akan melebihi nilai ambang batas sinar ultraviolet pada selang beberapa detik dengan jarak dekat (CCOHS, 2005). Efek akut yang ditimbulkan sinar ultraviolet pada mata dalam enam jam pertama dapat berupa mata berair, fotofobia, sampai reaksi inflamasi pada kornea yang menyebabkan kerusakan sel superfisial kornea, dan konjungtiva. Selama 24-48 jam, perasaaan sakit akan reda dan sensitivitas terhadap cahaya akan berkurang atau yang disebut snowblindness atau welders flash. Pajanan sinar ultraviolet juga dapat menyebabkan katarak akut dengan panjang gelombang lebih dari 310 nm yang dipancarkan sumber laser atau sumber buatan (Pitts, 1974).

2.3.3. Faktor yang Memengaruhi Pajanan Sinar Ultraviolet

Pajanan Sinar Ultraviolet pada proses pengelasan memiliki beberapa faktor yang mempengaruhi pekerja las, antara lain:

 Komponen Struktur Sinar Ultraviolet

Sinar Ultraviolet memili tiga spektrum yaitu: UV-A, UV-B, dan UV-C yang memiliki pengaruh biologik yang berbeda-beda (CCOHS, 2005). Spektrum UV-B yang memiliki panjang gelombang 315 nm-270 nm memiliki pengaruh biologik terbesar, terutama dampak pada mata (Peterson, 1985 dalam Wahyuni,2012).

 Intensitas Radiasi

Intensitas radiasi pada proses pengelasan dipengaruhi beberapa faktor yaitu:

o Jenis Las

(58)

17

o Diameter Kawat Las

Beberapa jenis kawat yang sering digunakan adalah 2,6 mm dan 3,2 mm. Menurut Olifhifski (1985) terdapat perbandingan lurus pada diameter kawat dan intensitas radiasi yaitu, semakin besar diameter kawat maka semakin besar pula intensitas radiasi yang ditimbulkan.

 Lama Pajanan

Lama pajanan merupakan salah satu faktor yang memperberat terjadinya welders flash, semakin lama pajanan mata dengan sinar sinar ultraviolet makan semakin parah pula welders flash yang terjadi. Menurut penelitian Yen et al (2004) dinyatakan ada perbedaan rata-rata lama pajanan antara pekerja yang terpajan selama 41,1 menit, 16,9 menit, dan 1 detik dengan kejadian welders flash.

 Jarak dari Sumber

Jarak dari sumber pajanan sinar ultraviolet dapat mempengaruhi terjadinya welders flash. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Yen et al (2004), terdapat perbedaan kejadian welders flash pada jarak pengelasan 80 cm dengan kejadian welders flash pada jarak kurang dari 80 cm.

 Perlindungan terhadap Radiasi

(59)

18

 Faktor Individu Pekerja Las

Beberapa faktor individu dari pekerja las yang dapat mempengaruhi efek sinar ultraviolet, antara lain:

o Usia

Menurut Maryam et al (2008) dalam Wahyuni (2012), pertambahan usia akan menyebabkan penurunan sensitifitas dan peningkatan fragilitas pada kornea yang ditimbulkan oleh rangsangan mekanis. Fragilitas kornea akan meningkat pada usia diatas 40 tahun.

o Perilaku

Pajanan radiasi dari sumber pengelasan dapat diperparah ketika pekerjaan ini dilakukan di tengah hari dimana sinar ultraviolet dari matahari dalam intensitas tertinggi (Diffey,1995). Asupan vitamin A yang kurang berdampak langsung pada kornea mata. Kelenjar air mata pun tidak dapat mengeluarkan air mata sehingga kornea mata kering yang diikuti pelepasan epitel-epitel kornea. Hal ini ditandai oleh mata terasa panas dan gatal, tidak tahan cahaya dan kehilangan ketajaman penglihatan (Almatsier, 2004).

2.4. Alat Pelindung Diri

Alat Pelindung Diri merupakan metode dalam mengendalikan potensi cedera terhadap pemaparan bahan-bahan berbahaya atau bentuk-bentuk energi yang ditemukan dilingkungan tempat kerja (Rijanto, 2011).

Menurut IHDO (2000), Alat Pelindung Diri (APD) adalah sejumlah peralatan yang digunakan oleh para pekerja untuk melindungi bagian tubuhnya baik secara menyeluruh ataupun sebagian untuk mengurangi resiko terjadinya suatu kecelakaan kerja.

(60)

19

respirator dan seperangkat alat lainnya yang jika digunakan dengan benar dapat mengurangi resiko cedera yang disebabkan oleh potensi bahaya ditempat kerja.

Berdasarkan Rijanto (2011), Alat Pelindung Diri (APD) berdasarkan penggunaannya dikategorikan dalam beberapa jenis:

1. Pelindung Kepala (Helm Pengaman)

American National Standard Institute (ANSI) mendefinisikan helm

pengaman sebagai suatu alat yang dipakai untuk memberikan perlindungan kepada kepala dan bagian-bagiannya dari benturan, partikel-partikel asing, sengatan listrik, atau kombinasinya. Pada beberapa kasus, helm pengaman juga dapat melindungi pekerja dari bahaya sengatan listrik dan bahaya kebakaran di lingkungan kerja.

2. Pelindung Telinga

 Sumbat Telinga

Sumbat telinga bisa terbuat dari kapas, karet, lilin, dan plastik. Kemampuan daya lindung sumbat telinga berkisar antara 25-30 desibel (dB), bila ada kebocoran sedikit saja daya lindungnya dapat berkurang sampai 15 dB.

 Tutup Telinga

Tutup telinga memiliki jenis yang mempunyai daya lindung pada frekuensi biasa (25-30 dB) dan yang mempunyai daya lindung pada frekuensi 2800-4000 (35-45 dB).

3. Pelindung Muka dan Mata

Pelindung muka dan mata memiliki fungsi melindungi muka dan mata dari lemparan benda- benda kecil, lemparan benda-benda panas, pengaruh cahaya dan pengaruh radiasi tertentu. Bahan pembuat pelindung mata antara lain adalah gelas/kaca dan plastik. Bahan-bahan tersebut harus memiliki karakteristik sebagai berikut:

 Gelas yang ditempa secara panas, bila pecah tidak menimbulkan bagian-bagian yang tajam.

(61)

20

Pelindung muka dan mata juga memiliki beberapa syarat sebagai berikut:

 Ketahanan terhadap api, sama dengan helm pengaman.

 Ketahanan terhadap lemparan benda, yang dapat diuji dengan menjatuhkan bola besi dengan diameter 1 inci dengan bebas jatuh dari ketinggian 125 sentimeter, dan mengenai lensa pada titik pusat geometris lensa. Memiliki ketahanan terhadap panjang gelombang tertentu yang menghasilkan radiasi.

Beberapa contoh alat pelindung muka dan mata antara lain:

Safety Glasses

Adalah kacamata keselamatan yang mirip dengan kacamata biasa, namun terbuat dari bahan yang tahan terhadap benturan sehingga dapat melindungi mata dari bahaya benda asing. Pemakaian safety glasses juga biasanya diikuti dengan pemakaian pelindung muka.

Googles

Merupakan jenis kaca mata yang melindungi mata dari bahaya percikan bahan-bahan kimia cair atau dari benturan benda asing yang berterbangan dan membahayakan mata. Pemakaian googles juga harus disesuaikan dengan jenis pekerjaannya sehingga mendapatkan fungsi perlindungan yang maksimal.

Shaded Eyewear

Jenis pelindung muka dan mata ini melindungi pekerja dari bahaya efek radiasi pembakaran. Fungsi perlindungan bahaya efek radiasi pembakaran ditunjang dengan karakteristik pelindung yang memiliki kaca pelindung yang gelap.

Face Shield dan Head Covering

(62)
[image:62.595.194.515.130.325.2]

21

Gambar 2.2 Alat Pelindung Mata (Rijanto,2011)

Tabel 2.1 Rekomendasi Alat Pelindung Mata (Rijanto,2011)

Jenis Pekerjaan Bahaya Proteksi yang

disarankan (lihat Gambar2.2) Pembakaran dengan

asetilen, pemotongan dengan asetilen, pengelasan dengan asetilen

Percikan api, sinar ultraviolet, lemparan benda asing

7,8,9

Penggunaan bahan kimia

Tumpahan bahan kimia, kebakaran, gas

2,10

Pemotongan Lemparan benda asing

1,3,5,6,7,8

Pengelasan Listrik Percikan api, sinar ultraviolet, lelehan logam

Pelelehan logam Panas, tumpahan logam cair

[image:62.595.165.520.403.752.2]
(63)

22

4. Pelindung Pernafasan

Alat pelindung pernafasan berfungsi untuk memberikan perlindungan terhadap sumber-sumber bahaya di udara tempat kerja seperti kekurangan oksigen, pencemaran oleh partikel (debu, kabut, asap, dan uap logam) dan pencemaran oleh gas atau uap.

5. Pakaian Kerja

Pakaian kerja khusus dibuat untuk melindungi pekerja dari:

 Radiasi panas

Dilindungi bahan yang dapat merefleksikan panas. Terbuat dari katun yang mudah menyerap keringat.

 Radiasi Mengion

Dilapisi dengan timbal (timah hitam), biasanya berupa celemek.

 Cairan dan Bahan Kimia Terbuat dari plastik atau karet 6. Pelindung Tangan

Pelindung tangan harus memiliki fungsi untuk melindungi tangan dari api, radiasi elektromagnetik, radiasi mengion, listrik, bahan kimia, benturan dan lain lain. Beberapa bahan yang sering dipakai adalah asbes, katun, wool, kulit, karet maupun PVC (Poly Vinyl Chloride).

7. Pelindung Kaki

Pelindung kaki memiliki beberapa fungsi dalam melindungi pekerja, antara lain:

 Melindungi dari benturan benda-benda berat atau keras.

(64)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Mata adalah salah satu indera yang penting untuk mendukung setiap aktivitas kita termasuk dalam bekerja. Mata memiliki beberapa sistem pelindung seperti refleks memejam atau mengedip yang didukung bagian lain seperti rongga orbita, kelopak mata, dan jaringan lemak retobulbar, namun mata juga masih sering mengalami trauma dari dunia luar. Selain trauma tumpul ataupun trauma kimia, mata juga bisa mendapat trauma radiasi elektromagnetik yang bersumber dari sinar inframerah, sinar ultraviolet, sinar X dan sinar ionisasi (Ilyas,2011).

Menurut National for the Prevention of Blindness dalam Aldy (2009) mencatat terjadi 55 juta trauma mata terjadi di dunia, setiap tahunnya, 750.000 dirawat di rumah sakit dan lebih dari 200.000 kasus adalah trauma terbuka bola mata. Prevalensi trauma mata di Amerika Serikat sekitar 2,4 juta pertahun dan setengah juta diantaranya menyebabkan kebutaan yang memiliki angka insiden trauma pada laki-laki sebesar 20 per 100.000 dibandingkan 5 per 100.000 pada wanita. Trauma mata terbanyak terjadi pada usia muda dengan rata-rata umur kejadian trauma adalah 24,2 tahun (Vats,2008). Berdasarkan Hasil Survey Indera Pengelihatan dan Pendengaran (Depkes, 1996) trauma mata di Indonesia memiliki prevalensi sekitar 0,15% dari jumlah kebutaan nasional yang berkisar 1,5%.

Berdasarkan sebuah penelitian di Kanada menyebutkan bahwa pekerja las merepresentasikan sebanyak 21% dari angka trauma mata (Lombardi,2005). Hasil penelitian dari Sonny Prijaya tahun 1998 menunjukkan angka keluhan mata sebesar 62,2% pada pekerja las industri kecil di Pulo Gadung, sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Bambang Trisnowiyanto pada tahun 2002 terhadap pekerja las di daerah Pasar Semanggi, Surakarta didapatkan 55% pekerja las mengalami keluhan pada mata.

(65)

2

ultraviolet dipengaruhi beberapa faktor, seperti: komponen spektrum sinar ultraviolet, intensitas dan dosis radiasi, lama pajanan, jarak dari sumber pajanan dan proteksi terhadap sinar ultraviolet. Sinar ultraviolet memiliki panjang gelombang 350-295 nM, merupakan sinar pendek dan tidak terlihat yang dapat merusak epitel kornea mata dalam waktu 4-10 jam setelah paparan (Ilyas, 2011). Epitel kornea memiliki banyak serabut saraf sensitif yang apabila mengalami lesi dapat menyebabkan rasa nyeri dan fotofobia (Riordan-Eva,2009).

Fotofobia (photophobia) merupakan terminologi yang diambil dari bahasa Yunani yaitu: photo- “cahaya” dan phobia “takut” yang apabila disatukan berarti “takut akan cahaya”. Menurut Digre (2012), fotofobia didefinisikan sebagai sensitifitas yang berlebihan terhadap cahaya yang terjadi pada mata. Fotofobia juga diartikan sebagai paparan cahaya pada mata yang memicu atau menyebabkan rasa sakit. Fotofobia pada penyakit kornea disebabkan oleh kontraksi iris meradang yang nyeri, peristiwa ini adalah r

Gambar

Gambar 3.2. Kerangka Operasional
Tabel 3.2 Definisi Operasional Variadel Independen
Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di Kelurahan
Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Usia di Kelurahan Tanjung Selamat
+5

Referensi

Dokumen terkait

[r]

The initial results indicate that data collected using fitness tracking apps such as Strava are a promising data source for traffic managers.. Future work will incorporate

Mataram, Mei 2016 GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT. ZAI

On the contrary, con- straining users’ motion direction can help achieve higher location accuracy when they are located in some limited environments like corridors since the

[r]

A GIS statistical model is developed to mine the elderly subjects’ spatiotemporal patterns with the location data and represent their daily movement pattern

Although InSAR time series analysis with ALOS ascending dataset was not effective to monitor displacement of the main body of Shabkola landslide due to

Hari belajar efektif tidak diperbolehkan digunakan untuk kegiatan perayaan ulang tahun Kabupaten/Kota, ulang tahun Lembaga/Badan/Organisasi, penjemputan tamu dan kegiatan