• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFISIENSI PRODUKSI DAN UMUR EKONOMIS USAHATANI KELAPA SAWIT DI KALIMANTAN TIMUR DISERTASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EFISIENSI PRODUKSI DAN UMUR EKONOMIS USAHATANI KELAPA SAWIT DI KALIMANTAN TIMUR DISERTASI"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

i

EFISIENSI PRODUKSI DAN UMUR EKONOMIS

USAHATANI KELAPA SAWIT

DI KALIMANTAN TIMUR

DISERTASI

Oleh:

TARMISOL

02/1079/PS

PROGRAM PASCASARJANA

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2012

(2)

ii

EFISIENSI PRODUKSI DAN PENETAPAN UMUR

EKONOMIS USAHATANI KELAPA SAWIT

DI KALIMANTAN TIMUR

Disertasi untuk memperoleh

Derajat Doktor dalam Ilmu Pertanian

Universitas Gadjah Mada

Dipertahankan di depan Tim Penguji

Program Pascasarjana Fakultas Pertanian

Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Pada tanggal 4 Juni 2012

Oleh:

TARMISOL

02/1079/PS

Lahir

(3)

EFISIENSI PRODUKSI DAN PENETAPAN UMUR EKONOMIS

USAHATANI KELAPA SAWIT DI KALIMANTAN TIMUR

RINGKASAN A. PENDAHULUAN

Perkebunan adalah segala kegiatan pengusahaan tanaman tertentu pada tanah dan/atau media tumbuh lainnya dalam ekosistem yang sesuai, mengolah dan memasarkan barang dan jasa hasil tanaman, dengan mengaplikasikan ilmu pengetahuan dan teknologi, permodalan serta manajemen untuk mewujudkan kesejahteraan bagi pelaku usaha perkebunan dan masyarakat. (Dirjen Bina Produksi Perkebunan, 2004).

Kelapa sawit dikembangkan oleh perusahaan perkebunan besar milik swasta nasional maupun asing, kemudian dikembangkan pola Perkebunan Inti. Prospek minyak kelapa sawit yang baik, mendorong pemerintah Indonesia lebih meningkatkan pengembangan perkebunan kelapa sawit baik melalui perkebunan besar negara, perkebunan besar swasta maupun perkebunan rakyat.

Pertumbuhan luas penanaman kelapa sawit di Indonesia mengalami perlambatan pada tahun 1998, sebelumnya pada tahun 1997 pertumbuhan luas lahan 21,00%, tahun 1998 hanya sebesar 6,68%, hal ini terjadi karena krisis dan pergantian rezim kekuasaan. Tahun 1998 hingga sampai sekarang penambahan luas lahan terus berlanjut meskipun pertumbuhannya hanya satu digit, sejak tahun 1995 hingga tahun 2010 luas areal kelapa sawit cenderung meningkat dengan laju pertumbuhan 0,765.

Tingginya laju pertumbuhan luas areal kelapa sawit diindikasikan oleh semakin banyaknya daerah di Indonesia yang mengembangkan kelapa sawit. Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Riau dan Jambi. Beberapa daerah yang sangat gencar mengembangkan kelapa sawit, dalam waktu 5 tahun mendatang produksi kelapa sawit diperkirakan semakin meningkat seiring semakin meningkatnya umur produktif kelapa sawit (Syafa’at et al., 2004).

Menurut Rismansyah (2011), produktivitas kebun kelapa sawit rakyat 15 ton/ha, sedangkan perkebunan besar milik negara 20-25 ton/ha/th. Produktivitas kelapa sawit di Kalimantan Timur masih jauh lebih rendah dibandingkan rata-rata

(4)

produktivitas nasional. Pertumbuhan luas lahan di Kalimantan Timur melebihi pertumbuhan luas lahan secara nasional. Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur merencanakan pengembangan kelapa sawit ”sejuta hektar”sebagai salah satu penjabaran program pembangunan pertanian dalam arti luas, yang dicanangkan tahun 2003 melalui Rencana Strategis (Renstra) Pembangunan Kalimantan Timur tahun 2003-2008. Daerah-daerah yang berpotensi besar sawit adalah Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Paser, Kabupaten Malinau, Kabupaten Nunukan dan Kabupaten Berau (BAPPEDA Kalimantan Timur, 2005).

B. PERUMUSAN MASALAH

Usaha perkebunan kelapa sawit yang dilakukan di Kalimantan Timur bertujuan untuk meningkatkan pendapatan petani, pengusaha dan pendapatan asli daerah, dengan mempertahankan perkebunan yang ada dan dikembangkan secara berkelanjutan. Keterbatasan modal, kenaikan harga sarana produksi, rendahnya tingkat penguasaan teknologi serta manajemen usaha perkebunan, menyebabkan usaha kelapa sawit di Kalimantan Timur belum intensif dan efisien.

Kendala usahatani kelapa sawit adalah kemampuan pengalokasian faktor produksi (modal dan tenaga kerja) dalam proses produksi dan keadaan sosial ekonomi serta pengetahuan teknis budidaya sehingga tidak tercapai efisiensi.

Banyaknya tanaman kelapa sawit yang berusia tua, produktivitasnya menurun. perlu diremajakan. Peremajaan memerlukan kajian mengenai biaya investasi dan terhentinya produksi. Penentuan waktu peremajaan merupakan titik krusial, berkaitan dengan efisiensi produksi pada rentang umur ekonomis.

C. TUJUAN PENELITIAN

1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas tanaman kelapa sawit.

2. Menganalisis efisiensi penggunaan input usahatani kelapa sawit dan membandingkan efisiensi antara usahatani kelapa sawit yang dilakukan petani plasma dengan petani swadaya.

3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan usahatani kelapa sawit. 4. Menentukan umur ekonomis usahatani kelapa sawit.

(5)

D. TINJAUAN PUSTAKA 1. Produksi dan Fungsi Produksi

Produksi adalah proses kombinasi dan koordinasi material-material dan kekuatan-kekuatan yang terdiri dari faktor produksi, faktor sumberdaya, atau jasa-jasa produksi dalam pembuatan suatu barang atau jasa-jasa yang disebut hasil produksi atau produk (Bishop dan Toussaint, 1986; Beattie dan Taylor, 1996). Fungsi produksi adalah suatu fungsi yang menunjukkan hubungan antara hasil produksi atau output dengan faktor-faktor produksi atau input (Henderson dan Quandt, 1980), sedangkan Bishop dan Toussaint (1986) menyatakan bahwa fungsi produksi adalah suatu hubungan matematis yang menggambarkan suatu cara dimana jumlah dari hasil produksi tertentu tergantung pada jumlah faktor produksi tertentu yang digunakan. Jadi suatu fungsi produksi memberikan pendugaan produksi yang bisa dicapai apabila faktor produksi tertentu dikombinasikan dalam suatu cara yang khusus. Faktor produksi menurut Soekartawi (2001) adalah semua korbanan yang diberikan pada tanaman agar tanaman tersebut mampu tumbuh dan menghasilkan dengan baik.

Menurut Pappas dan Hirschey (1995) fungsi produksi mencerminkan suatu hukum yang disebut The Law of Diminishing Return, yaitu bila salah satu faktor produksi ditambah penggunaannya (misal tenaga kerja), sedangkan faktor produksi lain tetap, akan menaikkan produksi total, tetapi setelah mencapai suatu tingkat tertentu, produksi marginal semakin berkurang dan akhirnya negatif. Apabila faktor produksi ditambahkan rerata produksi menurun dan menyebabkan pertambahan produk total melambat menuju nilai maksimal kemudian menurun. Fungsi produksi yang digunakan dalam estimasi empiris adalah fungsi pangkat dalam bentuk fungsi produksi Cobb-Douglas (Chiang, 1986)

Salah satu ciri fungsi produksi Cobb-Douglas adalah besarnya elastisitas produksi setiap faktor produksi sama dengan nilai parameter faktor produksi tersebut dan menunjukkan besarnya hubungan antara setiap faktor produksi terhadap produksi (Hayami and Ruttan, 1985). Penjumlahan elastisitas (n), merupakan ukuran return to scale. Apabila n = 1, berarti constant return to scale, jika n > 1, berarti increasing return to scale dan jika n < 1, berarti decreasing

(6)

return to scale (Soekartawi, 1994). Tanaman kelapa sawit, secara teknis mulai

berproduksi pada umur tanaman 4 tahun dan produksi puncak pada umur 8-15 tahun (Manula, et al., 1994).

2. Efisiensi

Efisiensi adalah pencapaian biaya produksi yang minimal untuk memperoleh nilai tambah yang maksimal, melalui pemanfaatan teknologi, pengelolaan, skala produksi dan kombinasi faktor produksi optimal. Analisis efisiensi produksi meliputi tiga faktor pokok menjadi pertimbangan, yaitu (1) efisiensi teknis, (2) efisiensi harga dan (3) efisiensi ekonomis. Widodo (1993) menyatakan bahwa efisiensi terdiri dari dua komponen (a) Efisiensi teknis dan (b) Efisiensi alokatif atau efisiensi harga.

a. Efisiensi Teknis

Efisiensi teknis mengukur berapa produksi yang dapat dicapai dari satu set input tertentu. Hal ini dapat juga menggambarkan pengetahuan teknis dan modal tetap, sering disebut efisiensi jangka panjang. Efisiensi teknis merupakan ukuran teknis usahatani yang dilaksanakan petani, ditunjukkan oleh perbandingan antara produksi aktual dan produksi potensial. Tingkat efisiensi teknis dapat diukur dengan menggunakan fungsi produksi frontier dimana ratio antara produksi aktual dengan produksi potensial dari fungsi produksi frontier akan merupakan tingkat efisiensi teknis (TER).

b. Efisiensi Alokatif

Efisiensi alokatif berhubungan dengan keberhasilan pengusaha (petani) dalam mencapai pendapatan maksimum. Sering efisiensi ini disebut efisiensi jangka pendek Berdasarkan dugaan parameter fungsi produksi dapat dievaluasi apakah faktor-faktor produksi yang digunakan efisien atau tidak. Kajian mengenai efisiensi faktor-faktor produksi ini disebut efisiensi alokatif. Menurut Yotopoulos and Nugent (1976), efisiensi alokatif suatu usahatani dapat ditentukan melalui fungsi produksinya dengan asumsi semua petani menggunakan teknologi yang sama. Efisiensi alokatif terjadi jika nilai produk marginal sama dengan biaya oportunitas (harga pasar) dari input yang bersangkutan atau indeks perbandingan nilai produk marginal dengan biaya oportunitas dari input sama dengan satu.

(7)

c. Efisiensi Ekonomi

Efisiensi ekonomi merupakan kombinasi dari efisiensi teknis dan efisiensi alokatif. Efisiensi ekonomi dapat dicapai bila petani dapat mengkombinasikan faktor produksi agar dicapai produksi yang tinggi dan petani mampu mengalokasikan faktor produksi dengan harga yang ditekan dan mendapatkan harga produksi yang tinggi. Bila kedua efisiensi ini tercapai maka usahatani tersebut telah mencapai efisiensi ekonomi (Soekartawi, 1994).

3. Fungsi Pendapatan

Pendapatan didefinisikan sebagai nilai total penerimaan (TR) dikurangi total biaya (TC) (Soekartawi, 1995).

Fungsi Cobb-Douglas dapat dipergunakan untuk mengetahui hubungan antara input dan output serta mengukur pengaruh berbagai perubahan harga input terhadap produksi (Soekartawi, 1994).

Pendapatan maksimum tercapai pada saat nilai produk marginal sama dengan harga input. Hubungan antara faktor-faktor produksi dengan produksi merupakan fungsi produksi Cobb-Douglas yang dinormalkan dengan harga output. 4. Investasi

Investasi untuk peremajaan tanaman adalah terciptanya sebuah kebun baru yang mempunyai potensi ekonomi tinggi. Kebun baru harus mempunyai produktivitas tinggi, volume produk yang dapat terjual meningkat, biaya produksi bisa mudah dikendalikan, harga pokok produk dapat ditekan serendah-rendahnya, dan kemudahan pengelolaan kebun. Kondisi tersebut membuat potensi ekonomi kebun dapat lebih stabil dan profitabilitas perusahaan kurang terpengaruh oleh perubahan harga di pasaran (Rajino, 1984).

Penilaian investasi memerlukan waktu yang cukup lama. Jangka waktu penilaian itu biasa dinamakan cakrawala waktu. Cakrawala waktu untuk penilaian investasi tanaman perkebunan biasanya ditetapkan antara 20-30 tahun, yang bisa disesuaikan dengan panjangnya HGU (Rajino, 1984).

Mengingat besarnya pengaruh waktu terhadap nilai uang, maka untuk dapat memperbandingkan nilai uang yang berbeda waktu keluar dan penerimaannya,

(8)

perlu dilakukan penyamaan nilai uang melalui pemotongan atau penggandaan. Dasar pemotongan atau penggandaan ini adalah adanya kenyataan bahwa nilai satu rupiah saat ini tidak sama dengan nilai satu rupiah pada satu, dua atau sepuluh tahun yang lalu maupun satu rupiah pada sepuluh tahun yang akan datang.

5. Penentuan Umur Ekonomis

Pada masa investasi, tanaman remaja belum menghasilkan, R = 0, maka A akan bernilai negatif. Marginal revenue netto merupakan aset, pendapatan per ha per tahun, selama umur ekonomis. Heersliffers dalam Sutardi (1985) memperhitungkan suku bunga riil yang dianggap tidak dipengaruhi oleh tingkat inflasi. Suku bunga riil ini dipakai untuk menghitung compounding factor dan

discounting factor selama umur ekonomis.

Pada perusahaan besar, peremajaan dilakukan secara kontinyu untuk memperoleh kontinyuitas pendapatan, sehingga pendapatan merata setiap tahun.

Revenue netto rata-rata dapat diperhitungkan pada setiap tingkat umur tanaman.

Kriteria saat peremajaan optimal adalah saat umur tanaman pada posisi

revenue netto marginal sama dengan revenue netto rata-rata maksimal. E. HIPOTESIS

Penelitian untuk membuktikan hipotesis (1) diduga produktivitas kelapa sawit dipengaruhi oleh umur petani, tingkat pendidikan petani, pengalaman berusaha tani, pupuk Urea, pupuk NPK, pestisida, tenaga kerja, jarak rumah ke kebun, dan umur tanaman. (2) Diduga tingkat penggunaan faktor-faktor produksi pada perkebunan kelapa sawit belum efisien, (3) Diduga pendapatan perkebunan kelapa sawit dipengaruhi oleh harga input (harga Urea, harga NPK, harga pestisida, harga tenaga kerja, dan jenis pengusahaan perkebunan). dan (4) Diduga umur ekonomis perkebunan kelapa sawit kurang dari atau sama dengan 25 tahun. F. METODOLOGI PENELITIAN

1. Analisis Tujuan Pertama

Produktivitas usahatani kelapa sawit dipengaruhi oleh luas lahan umur petani, tingkat pendidikan, pengalaman berusahatani, jumlah anggota keluarga,

(9)

jarak kebun, pupuk urea, pupuk NPK, pestisida, tenaga kerja, dan umur tanaman, diregresi menggunakan OLS, nilai koefisien diterminasi (R2), nilai F dan nilai t dievaluasi.

2. Analisis Tujuan Kedua

Efisiensi penggunaan faktor produksi pada perkebunan kelapa sawit yang diteliti (a) Efisiensi Teknis dengan fungsi produksi frontier stokastik (b) Efisiensi alokatif, lokasi penggunaan input efisien jika nilai produksi marjinal sama dengan harga inputnya.(c) Efisiensi Ekonomi, jika efisiensi teknis dan efisiensi harga dicapai, efisiensi ekonomi dihitung dengan mengalikan efisiensi teknis dan efisiensi harga.

3. Analisis Tujuan Ketiga

Fungsi pendapatan digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan perkebunan kelapa sawit digunakan fungsi pendapatan model Cobb Douglas yang telah dinormalkan, diregresi menggunakan OLS, nilai koefisien diterminasi (R2), nilai nilai F dan nilai t dari model tersebut dievaluasi.

4. Analisis Tujuan Keempat

Umur ekonomis usahatani kelapa sawit didekati dengan teknik penentuan umur optimal peremajaan tanaman yaitu menghitung marginal revenue netto sampai umur ke n tahun.

Menurut Sutardi (1973), suku bunga pasar negara berkembang adalah tinggi. Di Indonesia bunga bank sekitar 18%, yang terlalu tinggi jika dipakai sebagai faktor compounding dan discounting. Heelifebnes menggunakan suku bunga riil (i) yang tidak dipengaruhi oleh tingkat inflasi.

Penentuan umur optimal peremajaan dengan melihat nilai revenue netto rata-rata tertinggi selama pengusahaan, ketika A mencapai maksimum, pada saat itulah umur peremajaan dicapai.

Pengujian hipotesis ke empat, yaitu “diduga umur ekonomis perkebunan kelapa sawit kurang dari 25 tahun” dilakukan dengan menggunakan pendekatan An tertinggi. Pada saat An tertinggi, merupakan batas umur ekonomis, dan saatnya dilakukan peremajaan.

(10)

G. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

1. Faktor-Faktor Produktivitas Usahatani Kelapa Sawit

Identifikasi faktor-faktor mempengaruhi produktivitas usahatani kelapa sawit dilakukan dengan menguji t model regresinya, yang telah bebas dari pengaruh multikolinearitas dan heteroskesdastisitas.

Luas lahan, jumlah Pupuk Urea, jumlah pupuk NPK, jumlah pestisida, jumlah tenaga kerja, pengalaman berusahatani dan jenis pengusahaan, berpengaruh signifikan terhadap produktivitas.

Rerata penggunaan pupuk NPK sebanyak 285,42 kg/ha/th. NPK merupakan pupuk majemuk dengan komposisi Nitrogen, Phospor dan Kalium. Dosis pemupukan NPK masih kurang dari dosis yang dianjurkan, sehingga penambahan pupuk NPK masih dapat meningkatkan produksi.

Pestisida untuk membasmi tanaman pengganggu (herbisida) berpengaruh nyata terhadap produktivitas. Rerata pemberian pestisida oleh petani 4,21 ltr/ha/th, masih kurang dari dosis yang dianjurkan (8 ltr/ha/th).

Jumlah tenaga kerja berpengaruh sangat nyata terhadap produktivitas Rerata tenaga kerja yang dikerahkan petani di loksai penelitian 40,83 HOK/ha/th.

Luas lahan yang dimiliki petani berpengaruh positif dan signifikan terhadap produktivitas, hal ini berarti semakin luas lahan yang dagarap petani semakin tinggi produktivitasnya.

Pengalaman berushatani berpengaruh positif dan signifikan terhadap produktivitas usaha tani kekapa sawit, hal ini berarti semakain lama petani mengusahakan kelapa sawit produktivitasnya juga semakin tinggi. Pengalaman petani dalam mengusahakan tanaman memberikan dampak dengan semakin baiknya pengambilan keputusan agar produktivitas semakin meningkat. Semakain lama pengalaman petani baik dalam usahatani sendiri maupuan saat masih bekerja di perkebunan, semakin tinggi produktivitas usahatani yang diusahakan. Pengalaman berusahatani sawit berpengaruh nyata, berarti semakin lama menjalankan usahatani semakin meningkatkan produktivitas usahataninya.

Jenis pengusahaan kelapa sawit berpengaruh positif dan signifikan. Hal ini berarti produktivitas petani swadaya lebih tinggi dibandingkan petani plasma..

(11)

2. Efisiensi

a. Efisiensi Teknis

Efisiensi teknis usahatani kelapa sawit diperoleh dari fungsi produktivitas

frontier stochastik yang diestimasi dengan menggunakan metode MLE (Maximum Likelihood Estimation). Fungsi produktivitas frontier diperoleh dengan meregresi

input terhadap produktivitas, diperoleh fungsi produktivitas frontier

Sebanyak 529 responden belum efisien, sebanyak 97 responden sudah efisien. Sisanya 60 responden belum efisien.

Pengalaman berusahatani berpengaruh sangat signifikan terhadap efisiensi teknis, sedangkan umur tanaman, umur petani, lama pendidikan, dan jarak kebun, secara statistik tidak berpengaruh signifikan terhadap efisiensi teknis.

Penguasaan teknologi budidaya kelapa sawit cukup sederhana, sehingga tidak membutuhkan tingkat pendidikan tinggi. Petani yang berpendidikan relatif tinggi cenderung mencari peluang kerja non budidaya kelapa sawit

Pengalaman petani berpengaruh positif signifikan terhadap efisiensi secara teknis. Hal ini berarti semakin lama pengalaman berusahatani petani akan menaikan tingkat efisiensi teknis. Bertambahnya pengalaman petani dalam berusahatani kelapa sawit, akan meningkatkan keterampilan, sehingga meningkatkan produktivitas tenaga kerja yang berimbas pada peningkatan efisiensi teknis.

b. Efisiensi alokatif input usahatani kelapa sawit

Efisiensi alokatif usahatani kelapa sawit di Kalimantan Timur diperoleh dengan membandingkan nilai produk marginal dengan harga input. Apabila produk marginal sama dengan harga input maka pada titik itulah usahatani kelapa sawit telah mengalokasikan semua sumber daya secara efisien.

1. Usahatani kelapa sawit yang dikelola petani swadaya

Jumlah pupuk Urea yang dipakai petani swadaya sebanyak 279,35 kg/ha/th. pada tingkat harga Rp 1.448,46/kg, nilai thitung=1,074< ttabel berarti alokasi pupuk

Urea oleh petani swadaya efisien.

Jumlah pupuk NPK yang diberikan petani swadaya sebanyak 302,77 kg/ha/th pada tingkat harga Rp 1.960,00, dengan thitung = 2,131 > ttabel. alokasi

(12)

penggunaan puuk NPK belum efisien, alokasinya masih kurang sehingga perlu ditingkatkan agar efisiensinya tercapai.

Aplikasi pestisida sebanyak 4,57l/ha/th dengan harga Rp.45.000/ltr dengan thitung=4,653 > ttabel berarti alokasi pestisida belum efisien, alokasinya masih kurang

perlu ditingkatkan.

Penggunaan tenaga kerja petani swadaya sebanyak 46,26 HOK/ha/th pada tingkat upah Rp50.000/hari dengan thitung = 18,922 > ttabel, berarti alokasi penggunaan

tenaga kerja belum efisien, sehingga harus ditingkatkan untuk mencapat tingkat efisiensi yang diharapkan.

2. Usahatani kelapa sawit yang dikelola petani Plasma

Jumlah pupuk Urea yang dialokasikan 278,33 kg/ha/th pada tingkat harga Rp.1468,33/kg, dengan thitung=0,616< ttabel, alokasi pupuk Urea efisien. Jumlah

pupuk NPK yang dialokasikan 266,60 kg/ha/th pada harga Rp 1.912,59, diperoleh thitung=1,807<ttabel, berarti alokasi alokasi pupuk NPK efisien.

Aplikasi pestisida sebanyak 3,81ltr/ha/th dengan harga Rp.45.000/ltr dengan thitung=4,548 > ttabel, alokasi penggunaan pestisida belum efisien, alokasinya

perlu ditingkatkan. Alokasi tenaga kerja 34,95 HOK/ha/th dengan upah Rp 50.455,93/hari, belum efisien. Alokasi penggunaan tenaga kerja masih kurang dan harus ditambah untuk mencapat tingkat efisiensi yang diharapkan

c. Efisiensi Ekonomis

Pendekatan fungsi pendapatan frontier dilakukan untuk mengetahui efisiensi ekonomi usahatani kelapa sawit di lokasi penelitian. Fungsi pendapatan

frontier diperoleh dengan analisis MLE terhadap fungsi pendapatan. Nilai frontier

pada model yang dihitung menggunakan software STATA.

Usahatani kelapa sawit sebanyak 568 petani belum efisien secara eonomi, hanya 40 responden yang efisien sisanya sebanyak 78 tidak efisien. Tingkat efisiensi ekonomi belum tercapai, ditunjukkan dengan nilai ttest = 21,6124 > ttabel.

Hal ini berarti bahwa usahatani kelapa sawit di kabupaten Paser Kalimantan Timur belum efisien.

(13)

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Usahatani Kelapa Sawit Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan usahatani kelapa sawit adalah harga Urea, harga NPK, harga tenaga kerja, luas lahan dan jenis pengusahaan. Variabel-variabel penjelas secara bersama sama berpengaruh nyata terhadap pendapatan usahatani kelapa swait.

Harga pupuk Urea berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pendapatan usahatani kelapa sawit di Kalimantan Timur. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi harga pupuk Urea menurunkan keuntungan usahatani kelapa sawit. Harga pupuk NPK berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan usahatani kelapa sawit di Kalimantan Timur. Peningkatan produksi lebih besar dibandingkan pengaruh kenaikan harga pupuk NPK.

Harga pestisida berpengaruh negatif dan signifikan, hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi harga pestisida menurunkan keuntungan usahatani kelapa sawit.

Harga tenaga kerja berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pendapatan usahatani kelapa sawit di Kaltim, Luas lahan berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan usahatani kelapa sawit di Kalimantan Timur. Kenis pengusahaan berpengaruh positif dan signifikan, hal ini berarti petani swadaya memiliki pendapatan lebih tinggi dibandingkan pendapatan petani plasma.

4. Umur Ekonomis Perkebunan Kelapa Sawit

Pendapatan tertinggi (belum memperhitungkan tingkat inflasi dan suku bunga pasar), terjadi pada tahun 2008, yaitu Rp.11.017.361,00, Jika suku bunga

riil disertakan, nilai An tertinggi pada tahun 2007 sebesar Rp. 3.776.597,00 yaitu

pada tanaman berumur 24 tahun. Peremajaan dilakukan saat tanaman setekah berumur 24 tahun..

An pada tahun 1998, dan 1999 melonjak, lonjakan tersebut bukan karena

produktivitas karena kondisi perekonomian global yang sedang bergejolak sehingga mempengaruhi perekonomian Indonesia. Pada tahun 1997 inflasi dan suku bunga melonjak menaikkan suku bunga riil, nilai aset menurun dan melonjak tinggi pada tahun 1998, menurun lagi menuju kondisi normal th 2000.

Tahun 1997, kenaikan suku bunga riil sebesar 23%, nilai aset menurun, terjadi peralihan kekuasaan pada tahun 1998 terjadi penurunan suku bunga riil

(14)

5,6% nilai aset melonjak. Tahun 1999 nilai rerata aset menurun, setelah terjadi kenaikan suku bunga riil 2,4%.

H. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kesimpulan

Penelitian efisiensi produksi dan penetapan umur ekonomis perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Timur menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut : 1. Jumlah pupuk Urea, jumlah pupuk NPK, jumlah pestisida, upah tenaga kerja,

jenis pengusahaan, pengalaman berusahatani dan luas lahan berpengaruh signifikan terhadap produktivitas tanaman kelapa sawit.

2. Usahatani kelapa sawit belum efisien baik ditinjau dari segi efisiensi teknis, efisiensi harga maupun efisiensi ekonomis. Efisiensi teknis, alokatif maupun efisiensi ekonomis usahatani petani swadaya lebih tinggi dibandingkan plasma. 3. Harga pupuk Urea, harga pupuk NPK, harga pestisida, harga tenaga kerja, luas lahan, dan jenes pengusahaan kelapa sawit berpengaruh singnifikan terhadap pendapatan usahatani kelapa sawit.

4. Umur ekonomis usahatani kelapa sawit di Provinsi Kalimantan Timur 24 tahun.

Implikasi Kebijakan

Implikasi kebijakan dari hasil penelitian ini sebagai berikut:

1. Pemupukan Urea, NPK, pestisida, penggunaan tenaga kerja yang dilakukan petani belum efisien. Pemberian pupuk NPK, pestisida dan tenga kerja masih kurang dan perlu ditingkatkan sesuai dengan dosis anjuran. Perlu regulasi pemerintah baik pusat maupun daerah untuk mempertahankan subsidi pupuk, terutama bagi perkebunan rakyat melalui kelompok tani dan atau koperasi, serta menjamin kemudahan dan ketersediaan pupuk dan pestisida pada harga yang layak. 2. Aplikasi teknis usahatani berpengaruh terhadap tingkat efisiensi teknis dan

produktivitas sehingga perlu meningkatkan pengetahuan tehnis usahatani dalam mengelola kebun.

3. Usahatani kelapa sawit yang dikelola oleh petani swadaya lebih efisien dibandingkan usahatani kelapa sawit petani plasma di Kabupaten Paser

(15)

Kalimantan Timur, diharapkan manajemen PTPN XIII dan dinas instansi terkait (UPP) berperan aktif dalam membina petani kelapa sawit agar produktivitas dan pendapatan usahataninya meningkat serta lebih efisien meskipun sudah melewati masa konversi.

4. Umur ekonomis usahatani kelapa sawit di Kalimantan Timur adalah 24 tahun, disarankan pada waktu itulah saat yang tepat untuk diremajakan.

(16)

PRODUCTION EFFICIENCY AND ECONOMIC AGE DETERMINATION OF OIL PALM FARMING IN EAST KALIMANTAN

SUMMARY

A. INTRODUCTION

Plantation is any particular cultivation activities on land and/or other growth media in appropriate ecosystems, processing and marketing of goods and services of crop yields, by applying science and technology, capital and management for the welfare of farm businesses and communities. (General Director of Plantation Production Development, 2004).

Oil palm farming was originally developed by a large company that owned by private, state and foreign, and then developed Nucleus Estate and Smallholder Pattern (NES). Good prospects of oil palm, encourage the Indonesian government to develop oil palm either through the state, private estates and smallholders.

Extensive growth of oil palm farming in Indonesia experienced a slowdown in 1998, earlier in the year 1997 growth of 21.00% of land area, in 1998 only amounted to 6.68%. This happened because of the crisis and the change of regime power. From 1998 till now the addition of land area has continued despite only single-digit growth. From 1995 to 2010 the total area of oil palm tended to increase with the growth rate of 0.765.

The high rate of growth of oil palm area is indicated by the increasing number of district to develop oil palm in Indonesia. Those are South Kalimantan, East Kalimantan, Riau and Jambi. Some areas are very aggressively to develop oil palm Within 5 years, oil palm production was expected to increase along the increasing age of productive oil palm (Syafa'at et al., 2004).

According Rismansyah (2011), the productivity of oil palm plantation 15 tons / ha, while the large state-owned plantation was 20-25 tons/ha/yr. Productivity of oil palm in East Kalimantan was lower than the average national productivity. Extended land area in East Kalimantan exceeded the national growth area. East Kalimantan Province planned oil palm development for "a million hectare" as one of the elaboration of programs of agricultural development in the broad sense, which launched in 2003 through the Strategic Plan (Strategic Plan) Development of East Kalimantan in 2003-2008. The potentially huge oil areas were East Kutai, Paser, Malinau, Nunukan and Berau regency (East Kalimantan BAPPEDA, 2005).

(17)

B. FORMULATION OF THE PROBLEM

Oil palm plantation business conducted in East Kalimantan aims to increase the income of farmers, businessmen and local revenue, by maintaining the existing plantations and sustainably developed. Limited capital, increasing prices of inputs, low levels of knowledge and business management of plantations allowed the oil palm farming in East Kalimantan not to do intensively and efficiently.

Palm farming constraints is the ability to allocate of production factors (capital and labor) in production processes and socio-economic conditions as well as technical knowledge of cultivation, so efficiencies are not achieved.

The number of oil palm plantations were old age, declining productivity. It had to be replanted. Replanting requires a review of the investment cost and the cessation of production. Replanting timing is a crucial point, with regard to production efficiency in the economic life span.

C. RESEARCH OBJECTIVES

The objective of the research included to:

1. Analyze the factors that affect the productivity of oil palm plantations.

2. Analyze the efficiency of use of farm inputs and compare the efficiency of oil oil palm palm farming among farmers conducted with farmers organizations. 3. Analyze the factors that affect farm revenue of oil palm.

4. Determine the economic life of the oil palm farming.

D. THEORETICAL REVIEW

1. Production and Production Function

Production is the process of materials combination and coordination and some forces consisting of production factors, resource factors, or production services in the manufacture of goods or services is called production result or product (Bishop and Toussaint, 1986; Beattie and Taylor, 1996). The production function is a function that shows the relationship between the result of production (output) and the factors of production (input) (Henderson and Quandt, 1980), while the Bishop and Toussaint (1986) stated that the production function was a mathematical relationship which describes the way in which a certain amount of production depended on a number of factors of production used. So, a production function estimated the production that could be achieved if certain production factors were combined in a special way. According to

(18)

Soekartawi (2001), factors of production were all the sacrifices given to these plants so that plants could grow and produce well.

According to Pappas and Hirschey (1995), the production function reflected The Law of Diminishing Return, that is, when one of the factors of production in use increase (eg labor), while other factors remained, would increase total production, but after reaching a certain level, the more marginal production decreased and eventually negative. If the factors of production added an average production decline and eventually led to the slow accretion of total product and eventually reached a maximum level and then decreased. Production functions that were commonly used in empirical estimation was a function of rank in the form of Cobb-Douglas production function (Salvatore, 2001)

One feature of the Cobb-Douglas production function is the magnitude of the elasticity of production of each factor equal to the value of the input parameters and shows the magnitude of the relationship between each factor of production to production (Hayami and Ruttan, 1985). The sum of elasticity (n), is a measure of returns to scale. If n = 1, then constant returns to scale, if n > 1, it mean increasing returns to scale and if n < 1, then decreasing returns to scale (Soekartawi, 1994). Oil Palm trees, technically started production at the age of 4 years and crop of production peaks at age 8-15 years (Elderly, et al., 1994).

2. Efficiency

Efficiency is the achievement of minimal production costs to obtain the maximum added value, through the use of technology, management, production scale and the optimal combination of production factors. Production efficiency analysis includes three main factors, namely (1) technical efficiency, (2) price efficiency and (3) economic efficiency. Widodo (1993) suggests that efficiency consisted of two components (a) technical efficiency and (b) The allocative efficiency or price efficiency.

a. Technical Efficiency

Technical efficiency measures how production can be achieved from a given set of inputs. It can also describe the technical knowledge and fixed capital, often referred to long-term efficiency. Technical efficiency is a technical measure implemented by farming farmers, shown by the comparison between actual production and potential production. Levels of technical efficiency can be measured by using frontier production function in which the ratio between the actual production to potential production from the frontier production function will be the level of technical efficiency ratio (TER).

(19)

b. Allocative efficiency

Allocative efficiency associated with the success of farmers to achieve maximum revenue. This efficiency is often referred to by short-term efficiency. Production function parameters can evaluate whether the factors of production was efficien or not. Study of the efficiency of production factors is called allocative efficiency. According Yotopoulos and Nugent (1976), allocative efficiency can be determined through production function with assuming that all farmers use the same technology. Allocative efficiency occurs when the value of marginal product is equal to the opportunity cost (market price) of the corresponding input ratio or index value of marginal product with the opportunity cost of inputs having similar to one.

c. Economic Efficiency

Economic efficiency is a combination of technical efficiency and allocative efficiency. Economic efficiency can be achieved if farmers can combine factors of production in order to achieve high production and farmers are able to allocate the factors of production with reduced prices and get high production rates. If the efficiency is achieved then the farm has achieved economic efficiency (Soekartawi, 1994).

3. Income Functions

Income is defined as the total revenue (TR) minus total cost (TC) (Soekartawi, 1995).Cobb-Douglas function can be used to determine the relationship between input and output as well as measuring the effect of various changes in the prices of inputs to production (Soekartawi, 1994).

The maximum revenue is achieved when the marginal value product equal to input prices. The relationship between the production factors with the production was called Cobb-Douglas production function that normalized by output prices.

4. Investment

Replanting investment is the creation of a new plantation that has a high economic potential. The new plantation area should have a high productivity, the increased volume of products that can be sold, easily-controlled production costs, the reduced cost of the product as low as possible, and ease of farm management. Such conditions create the potential for the garden can be more stable economy and corporate profitability is less affected by changes in market prices (Rajino, 1984).

(20)

referred to as the time horizon. Time horizon for investment appraisal crops are usually set between 20-30 years, which can be adjusted to the length of HGU (Rajino, 1984). Considering the magnitude of the effect of time on value for money, then in order to compare different money value of time out and acceptance, it need to be set the similar value of money through compounding and discounting factor. In fact, the value of a rupiah today is not the same as in one, two or ten years ago or a rupiah in ten years later. 5. Determination of Economic Age

At the time of investment, immature juvenile plants, R = 0, then A will be negative. Net marginal revenue is the net asset, revenue per ha per year, over the economic life. Heersliffers in Sutardi (1985) calculate real interest rates are not influenced by the rate of inflation. Real interest rates are used to calculate the factor compounding and discounting factor for the economic life.

In larger companies, replanting performed continuously to obtain continuity of income, so income evenly each year. Average net revenue can be calculated at each level of age of the plant.

Criterion for optimal replanting time is when the age of the plant in position net marginal revenue equal to the average net revenue maximum.

E. HYPOTHESIS

Research was to prove the hypothesis (1) allegedly productivity of oil palm farmers affected by age, education level, farming experience, Urea, NPK, pesticides, labor, distance of the house to plant area, plant age, and business oil palm farming. (2) allegedly the use of production factors in oil palm plantations have not been efficient (3), allegedly revenue is affected by oil palm plantations in input prices (Urea’s price, NPK’s prices, the price of pesticides, labor rates, and type business oil palm farming). and (4) allegedly economic life of the oil palm plantation is less than 25 years.

F. RESEARCH METHODOLOGY 1. The first objective analysis

Productivity of oil palm farming was affected by age, educational level, farming experience, spacing garden, urea fertilizer, NPK fertilizer, pesticides, labor, and plant age, regressed using OLS, the determination coefficient (R2), F test value and t test values were evaluated.

(21)

Production factors efficiency of oil palm plantations studied included; (a) Technical Efficiency with Stochastic frontier production function (b) allocative efficiency, efficient use of inputs if the location of the production of marginal value equal to the price of its inputs. (C) Economic Efficiency, if technical efficiency and efficiency achievable rates, economic efficiency is calculated by multiplying the technical efficiency and price efficiency.

3. The third objective analysis

Revenue function was used to determine the factors that affect the revenue of oil palm plantations using Cobb Douglas revenue function models that have been normalized. It was regressed using OLS, the determination coefficient (R2). F test value and t-test values were evaluated.

4. Fourth objective analysis

Economic life of the oil palm farming is approached with the determining the optimum age of replanting. This methods calculated net marginal revenue for the n years. According to Sutardi (1973), emerging market interest rates were high. In Indonesia bank interest value was about 18%, which was too high when used as a compounding and discounting factor. Heelifebnes used real interest rates (i) that not affected by the rate of inflation. Determination of economics life was considered by using the highest value of average net revenue over exploitation, when A reaches a maximum, the economic life was achieved.

The fourth hypothesis testing, which is "allegedly economic life of the oil palm plantation is less than 25 years" used a highest An approach. In highest An, it is an economic age limit and it begin to replant.

G. ANALYSIS RESULTS AND DISCUSSION 1. Productivity Function of Oil Palm Farming

Identification of factors affecting the productivity of oil palm farming was done by t test Value of regression models, which have been free from the influence of multicollinearity and heteroscedasticity.

Land area, Urea fertilizer, number NPK fertilizer, the amount of pesticides, the amount of labor, farming experience and the type of farming, was significantly effected on productivity.

Aplication of Urea 278.86 kg/ha/yr was less than the recommended dose of 400 kg/ha/yr urea, thereby increasing the dose of urea increased productivity.

(22)

Regression coefficient of NPK fertilizer was 0.0889. The mean use of NPK was as much as 285.42 kg NPK/ha/yr. NPK was a compound fertilizer with a composition of Nitrogen, phosphorus and potassium. NPK fertilizer dose was less than the recommended dose, so the addition of NPK fertilizer could still increase production.

Pesticides to kill weeds (herbicides) significantly effected productivity. Average of pesticide by farmers 4,21 ltr/ha/yr, was still less than the recommended dose (8 liters/ha/yr). The number of labor had positive significant effect. Average labor deployed 40.83 mandays/ha/yr.

Farmers land area owned had a positive significant effect on productivity, it mean the amount of land area effected to higher productivity. Farmer experience had positive and significant effect on oil palm productivity.This meant long time farmer experience created higher productivity well. Farmer’s experience in working with plants to give effect on the decision-making gets better productivity increases. A longer experience of farmers in both in the farming unit itself or while still working on the farm, higher the productivity of the cultivated farm. Palm farming experience had a significant effect, it meant that the longer run the farm further improve farming productivity.

types of oil palm business had positive and significant effect, this meant that the productivity of non plasma farmer was higher than plasma farmer.

3. Efficiency

a. Technical Efficiency

Technical efficiency of farm oil palm obtained from the productivity frontier stochastic function estimated using the MLE (Maximum Likelihood Estimation). The likelihood function shows the highest productivity can be achieved by farmers. Productivity frontier function is obtained by regressing input to the function of the productivity frontier productivity. mean TER values were statistically significantly different from 1. This meant that the technical efficiency of oil palm farming in East Kalimantan has not been achieved.

Factor that affecting the technical efficiency of farming was farming experience plant age, age of farmers, old farmers education, and the home-plant area distance.

Oil palm cultivation technology is quite simple, so it does not require higher education levels. Relatively high-educated farmers tend to seek job opportunities in non oil palm cultivation.

(23)

level. Farmers age regression coefficient was 0.031 with tcount =5.685. It meant that the

longer the experience of farming farmers would raise the TER. Increased farming experience in the oil palm, would enhance the skills, thereby increasing labor productivity increased impact on TER.

b. Input allocative efficiency of oil palm farming

Allocative efficiency oil palm farming in East Kalimantan was obtained by comparing the value of marginal product to input prices. If the marginal product equal to the input price at that point, the cultivation of oil palm has been to allocate all resources efficiently.

1. Oil palm farming managed by non plasma farmers

Amount of Urea in non plasma farmers was as much as 279.35 kg/ha/yr at the price of Rp 1448.46/kg, was efficient. Urea fertilizer had to be increased because the amount was less than the recommended dose, as much as 280-400 kg/ha/yr.

Alocation of NPK fertilizer was 302.77 kg/ha/yr at the price of Rp 1960.00, tcount =

2,131 > ttable is inefficient. NPK fertilizer had to be increased because the amount, less

than the recommended dose 400-500 kg/ha/yr

Alocation of pesticides as much as 4.57 l/ha/yr at a price of Rp 45.000/ltr with

tcount=4,653 > ttable is inefficience. The allocation of pesticides was still lack and

required to be improved.

Use of labor as much as 46.26 mandays/ha/yr in the wage rate of Rp. 50,000.00 /day was not efficient. This meant that the use of labor was still lack and had to be improved to achieve the expected level of efficiency.

2. Oil palm farming managed by plasma farmers

The amount of Urea fertilized 278.33 kg/ha/yr in the price level Rp.1468,33/kg with tcount = 0,616 < ttable, efficient. Amount of NPK fertilizer given at 266.60 kg/ha/yr at

the price of Rp. 1912.59 with tcount=1,807 < ttable was efficient. It was indicated that

alocative efficiency of urea and NPK oil palm farming that managed bay non plasma farmer has been reached

The use of pesticides 3.81 liters/ha/yr at a price of Rp. 45.000/ltr, with tcout=4,548

> ttable was inefficient. The allocative was still lack and required to be improved.

(24)

The average plasma farmers labor as much as 34.95 mandays/ha/yr, in the wage rate of Rp. 50455.93/day with tcout=18,646> ttable was inefficient. The labor allocation

still be added, to achieve the expected level of efficiency. c. Economic Efficiency

Frontier revenue function approach was conducted to determine the economic efficiency of oil palm farming in the study site. Frontier revenue function was obtained by the MLE analysis of the revenue function. Frontier.

In this study, Efficiency Economic Ratio (EER) values ranged between the values of 0.6398 to 1.0530, the average of efficiency Economic ratio was 0.9592 with a standard deviation of 0.0494. A total of 568 respondents had efficiency Economic ratio less than 1.00, while 78 respondents had more than one and only 40 respondents wit value 1.00.

Tcount of efficiency economic ratio = 21.6124 > Ttable that value showed a

statistically significant difference from the 1. This meant that the oil palm farming in the Paser district of East Kalimantan was not efficient.

Home-plant area distance, the education level, experience of farmers and plantation concessions had significant effect on revenue. While the effect of plant age, and farmer age had no significant effect on the economic efficiency ratio of oil palm farming in the Pase district, East Kalimantan .

3. The Factors Affecting Oil Plam farming revenue

Factors that affect oil palm farm revenue of were the price of Urea, prize of NPK, price of labor, land area and farming management type (dummy). Identification of the factors of productivity was performed by t-tests on regression coefficients in the model used. The explanatory variables simultaneously had significant effect on the income of oil palm farming.

Urea prices had negative (-1.485) effect and significant at 1 percent error rate on farm income of oil palm in East Kalimantan. This suggested that the higher price of urea lowered profits of oil palm cultivation. The opposite occurred in the price of NPK fertilizer which had positive and significant effect (4.598) at 1 percent error rate on farm income of oil palm in East Kalimantan. Although prices NPK rose, but addition then increased production. Increased influence of the higher production is greater than the effect of NPK fertilizer price increase itself. Pesticide prices had negative (-1.431) and

(25)

significant effect at 1 percent error rate on farm income of oil palm in East Kalimantan. This suggests that the higher prices of farm pesticides degraded oil palm price gains of labor and a significant negative effect was very real impact on farm income of oil palm in East Kalimantan, with a regression coefficient of -1.439 at 1% error rate. Land area had positive and significant impact on farm income of oil palm in East Kalimantan, with a regression coefficient of 0.253. Dummy variable had positive and significant regression coefficient = 0.299 with t-test 8.045. This meant that farmers organizations had revenues of 0.299% higher than the income of farmers.

4. Age Economical Oil Palm Plantations

About 135 respondent (270 ha), was located on a stretch of oil palm planted in 1983. Cost Analysis of inputs, outputs and margins in oil palm farming was obtained in East Kalimantan.

The highest revenue before accounting for inflation and real interest rate was in 2008, which amounted Rp 11,017,361.00 with real interest rates are included. The highest An value in 2007 amounted to Rp. 3,776,597.00 on 24-year-old plants. Replanting performed the 24-year old plants, if the crop was maintained until the 25-year. The asset (An) was Rp. 3,499,317.00, lower than at the assets of 24 years old.

Value An in 1998, and 1999 surged. This surge was not affected by increasing of productivity, but due to volatile global economic conditions. so it affected the economy of Indonesia. In 1997 the inflation and interest rates soared to raise real interest rates, declined asset values and high raising in 1998, declined again to normal conditions th 2000.

In 1997, a rise in real interest rates by 23%, declining asset values, a shift of power in 1998 declined real interest rates to 5.6% of the value of assets soared. In 1999 the average value of assets declined, following a rise in real interest rates to 2.4%.

H. CONCLUSIONS AND POLICY IMPLICATIONS Conclusion

Study on the efficiency of production and economic life establishment of oil palm plantations in East Kalimantan concluded some of the following:

1 Amount of urea, amount of NPK, the amount of pesticides, labor, the farming management tipe, and land size had significant effect on the oil palm farming productivity, while farming experience had significant effect.

(26)

2. Technical efficiency, price efficiency and economical efficiency of oil Palm farming was inefficient. The value of technical efficiency, allocative efficiency and economic efficiency of non plasma farmers was better than those of the plasma farmer. 3. Urea fertilizer prices, NPK fertilizer price, pesticide price, price of labor, land area,

and the oil palm business had been a significant effect on oil palm farm revenue. 4. Economic life of the oil palm farming in East Kalimantan province was 24 years.

B. Policy Implications

Policy implications of these results were as follows:

1. NPK, pesticides, use of the farmer's labor was inefficient, there were still lacking and required to be increased with recommended dose. Need to intervene both central and regional governments to ensure the ease and availability of fertilizer and pesticide at reasonable prices. fertilizer subsidy, especially for smallholders through farmer groups and cooperatives.

2. Technical application of farm productivity had effect on TER and thus need to increase technical knowledge in managing the farm.

3. Oil palm farms managed by nonplasma farmers was more efficient than plasma in the Paser District, East Kalimantan. It was expected for PTPN XIII management and services related agencies (UPP) to play an active role in developing oil palm farmers to increase productivity and incomes so have more efficient farming even though it passes through the conversion periode.

4. Economic life of the oil palm cultivation in East Kalimantan was 24 years old, it was suggested that at the right time to be replanted.

(27)

DAFTAR PUSTAKA

BAPPEDA Propinsi Kalimantan Timur, 2005. Strategi Kebijakan Pemerintah

Propinsi Kalimantan Timur Terhadap Akselerasi Program Sejuta Ha Kelapa Sawit di Kalimantan Timur. BAPPEDA Propinsi Kalimantan Timur.

Beattie, B.R., dan Taylor, C.R., 1996. Ekonomi Produksi. Alih Bahasa Soeratno Josohardjono. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Biro Pusat Statistik Kalimantan Timur, 2010. Kalimantan Timur Dalam Angka, Badan Pusat Statistik Propinsi Kalimantan Timur,.Samarinda.

Biro Pusat Statistik. 2010. Statistik Indonesia. Biro Pusat Statistik (BPS) Republik Indonesia, Jakarta.

Bishop, C.E. dan W.D. Toussaint, 1986. Pengantar Analisa Ekonomi Pertanian. Terjemahan Wisnuaji. Cetakan Kedua. Mutiara Sumber Widya. Jakarta.

Buana Lalang dan Daswir, 1993. Peluang Pengembangan Pasar Minyak Kelapa Sawit. Berita Pusat Penelitian Kelapa Sawit: 1(1), Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Medan: 75-80.

Chiang. A.C., 1996. Dasar-dasar Matematika Ekonomi Jilid 1 Ed. Ketiga (revisi) Alih bhasa Sutanto dan Nartanto, Arlangga. Surabaya.

Daroni, Sri Widodo, Dwidjono Hadi Darwanto, dan Sofyan P. Warsito, 2004. Efisiensi Skala Produksi Perkebunan Kelapa Sawit dan Distribusi Pendapatan Petani di Propinsi Kalimantan Timur. Agro Ekonomi: 11(1), Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada: 1-24.

Daroni, 2005. Analisis Skala Usaha Perkebunan Plasma Kelapa Sawit PIR Swadaya di Propinsi Kalimantan Timur. Disertasi, Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Debertin, D.L., 1986. Agricultural Production Economics. Second Edition. Mc.Graw Hill Inc. New York.

Dinas Perkebunan Dati I Kalimantan Timur. 1991. Pengembangan Kelapa Sawit Rakyat Pola PIR Lokal di Kabupaten Paser.

Dinas Perkebunan Dati I Kalimantan Timur. 2000. Statistik Perkebunan. Dinas Perkebunan Dati I Propinsi Kalimantan Timur. Samarinda.

(28)

Dinas Perkebunan Kabupaten Paser. 2001. Petunjuk Pelaksanaan Pengembangan

Kelapa Sawit PIR Swadaya di Kabupaten Paser. Dinas Perkebunan

Kabupaten Paser.

Dinas Perkebunan Kabupaten Paser. 2008. Statistik Perkebunan 2008. Tanah Grogot.

Direktorat Jenderal Perkebunan, 1992. Perusahaan Inti Rakyat Perkebunan,

Pelaksanaan dan Penilaian. Direktorat Jenderal Perkebunan Tim Khusus

Proyek Perkebunan Inti Rakyat, Jakarta

Direktorat Jendral Bina Produksi Perkebunan, 2002. Statistik Perkebunan Indonesia Kelapa Sawit 1999 – 2001, Departemen Pertanian . Jakaarta Direktorat Jendral Bina Produksi Perkebunan, 2004. Statistik Perkebunan

Indonesia Kelapa Sawit 2001 – 2003, Departemen Pertanian Jakaarta

Direktorat Jendral Bina Produksi Perkebunan, 2004. Statistik Perkebunan

Indonesia Kelapa Sawit. Departemen Pertanian Direktorat Jenderal Bina

Produksi Perkebunan, Jakarta.

Direktorat Jendral Bina Produksi Perkebunan, 2004. Statistik Perkebunan

Kalimantan Timur. Pemerintah Propinsi Kalimantan Timur. Dinas

Perkebunan.

Direktorat Jendral Bina Produksi Perkebunan, 2004. Undang-undang Republik

Indonesia Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan. Departemen

Pertanian Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, Jakarta.

Direktorat Jendral Bina Produksi Perkebunan. 2005. Evaluasi Kinerja

Pembangunan Perkebunan dan Program Pembangunan Perkebunan Tahun 2005. Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, Jakarta.

Dja’far, Daswir dan Bahtiar Saleh Abbas, 1993. Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Usaha Budidaya Kelapa Sawit Rakyat Ex Proyek Pengembangan Perkebunan Rakyat Sumatera Utara. Berita Pusat

Penelitian Kelapa Sawit: 1(1), Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Medan: 31-37.

Doll, J.P., and F. Orazem, 1984. Production Economics, Theory with Aplication. Secon Edition. John Willey Sons IAC. Canada.

Downey W.D. Erikson S.P. 1992. Manajemen Agribisnis. Penerbit Erlangga Jakarta.

(29)

Ferguson, C. E. and Gould, J.P. 1975. Microeconomic Theory . University of Chicago. USA.

Green, W.H. 1993. Econometric Analysis. 2nd edition. McMillan Publishing Company. New York

Gujarati, D., 1991. Ekonometrika Dasar. Alih Bahasa Sumarno Zain. Erlangga. Jakarta.

Hadisapoetra S. 1973, Biaya dan Pendapatan dalam Usahatani. Fakuktas Pertanian UGM.

Hartley, C.W.S., 1977. The Oil Palm. Longmans, London: Halaman 806.

Hayami, Y., and V.W. Ruttan, 1985. Agricultural Development: An International

Perspective. The John Hopkins Press. Baltimore, London.

Henderson, J.M., and R.E. Quandt, 1980. Microeconomics Theory: A

Mathematical Approach. Third Edition. Mc.Graw Hill Inc. New York.

Jenahar T.J. 2006. Analisis Kemampuan Ekonomis Petani Dalam Peremajaan Kebun Karet (Hevea brailliensis Muell. Arg) di Sumatra Selatan. Disertasi Program Pascasarjana Universitas Sriwijaya Palembang Tidak diteritkan.

Kadarsan H.W., 1995. Keuangan Pertanian dan Pembiayaan Perusahaan

Agribisnis. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Kartodirdjo, Sartono dan Suryo, D. 1991. Sejarah Perkebunan di Indonesia; Kajian Sosial Ekonomi, Aditya Media. Yogyakarta.

Lau, L.J., and P.A. Yotopoulos, 1972. Profit Supply and Factor Demand Function.

American Journal of Agricultural Economics, 54(1) : 11-18.

Lau, L.J., and P.A. Yotopoulos, 1973. A test for relative economic efficiency.

American Economic Review. LXIII (1): 214-223.

Maddala, G. S., and Kadane, B.J. 1967. Estimation of Return to Scale and The Elasticity of Substitution. Econometrican, 35:3 - 4.

Manalu E., Buana, L., dan P. Purba, 1994, Penetapan Umur Ekonomis Tanaman Kelapa Sawit. Berita Pusat Penelitian Kelapa Sawit:2(2), Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Medan: 79 - 91.

(30)

Mangoensoekarjo dan Tojib. 2003. Manajemen Budidaya Kelapa Sawit, dalam Manajemen Agribisnis Kelapa Sawit. Penyunting :Mangunsoekarjo dan Semangun. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Mangoensoekarjo Soepadiyo dan Haryono Semangun, 2003. Manajemen

Agrobisnis Kelapa Sawit. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Mantra, I. B., dan Kasto. 1983. Penentuan Sampel, dalam Singarimbun, M., dan Sofian Effendi: Metode Penelitian Survei. LP3ES. Jakarta.

Manurung E.G. Togu, 2001, Analisis Valuasi Ekonomi Investasi Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia. Environmental Policy and Institutional

Strengthening IQC, Jakarta.

Masyhuri. 1999. Kebijakan Pembangunan Pertanian. Agro Ekonomi, V(1),71-78. Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Mubyarto, 1986. PIRBUN dan Peranannya dalam Penyerapan Tenaga Kerja. Kumpulan Makalah Pertemuan Ilmiah PIR-BUN, LPP-Yogyakarta. Mubyarto,, 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. Edisi Ketiga. LP3ES, Jakarta. Nawawi, H., 2003. Metode Penelitian Bidang Sosial. Gadjah Mada University

Press, Yogyakarta.

Nacrowi, NJ..2002. Penggunaan Teknik Ekonometri, PT Raja Grafiti Press. Jakata.

Nicholson, W., 1995. Mikro Ekonomi Intermediate dan Aplikasinya. Edisi Kelima. Alih Bahasa Agus Maulana. Binarupa Aksara, Jakarta.

Nganga, S.K., Kungu, J., deRidder N., anfd Herrero M. 2010. Profit Efficiency among Kenyan smallholder milk producers:A case studi of Meru-South district Kenya. African Journal of Aricultural. 5 (4) p. 332-337.

Pahan I., 2006. Panduan Lengkap Kelapa Sawit Manajemen Agribisnis dari Hulu Hingga Hilir. Penebar Swadaya. Jakarta.

Palaniappan, S.P., 1984. Cropping System in The Tropic: Principles and Management, Wiley Eastern Limited New Delhi India and Tamil Nandu Agricultural Univesity. Coimbatore.

Papas, J.L. dan Hirschey, M., 1995. Ekonomi Manajerial. Edisi Keenam. Alih Bahasa Daniel Wirajaya. Binarupa Aksara, Jakarta.

Pindyck, R.S. dan Rubinfeld, D.L., 2001. Mikroekonomics. Prentice-Hall, Inc. Upper Saddle River, New Jersey.

(31)

Rachman, A. dan Subroto, B., 1999. Kebijakan dan Strategi Pengembangan Agrobisnis Kelapa Sawit di Indonesia, Agro-Ekonomika. XXIX, Jakarta: 39-71.

Rahayu, S., Nagib,L., Sumono, dan Asiati, D. 2007. Perkembangan Perkebunan

Kelapa Sawit dan Penyerapan Tenaga Kerja di Kabupaten Paser Provinsi Kalimantan Timur, LIPI Pres., Jakarta.

Rajino, A.Y., 1984. Pengkajian Biaya dan Manfaat Investasi Modal untuk Peremajaan Tanaman Teh Perkebunan. Disertasi, Universitas Gadjah Mada,Yogyakarta.

Ramachandran, D.R., Narayanan and Knecht, J.C.X., 1973. A Planting Distance

Experiment On Dura Palms. In Advances in Oil Palm Cultivation. Ed By

R.L. Wastie And D.A. Earp, Incorporated Society of Planters, Kuala Lumpur. Halaman 72-89.

Rao, V., and Chotigeat, T. 1981. The Inverse Relationship Between Size of Land Holdings and Agricultural Productivity. The American Journal of

Agricultural Economics 63(3). p 571 -.

Rianse U. 2006. Analisis Produktivitas, Finansial Dan Ekonomi Usahatani Kakao Dalam Kawasan Hutan Di Sulawesi Tenggara. Disertasi Doktor Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Tidak Diterbitkan.

Rismansyah, 2011. Genjot Produktivitas ,Pemerintah Jalankan Peremajaan Lahan

kelapa sawir dalam http//Industri.kontan.co.id/v2/read/Industri/64727

Risza Suyatno, 1994. Kelapa Sawit Upaya Peningkatan Produktivitas. Kanisius, Yogyakarta.

Salvatore, D., 2001. Teori Mikro Ekonomi. Edisi Kedua. Alih Bahasa Rudy Sitompul. Erlangga. Jakarta.

Sekretariat Wilayah Daerah Propinsi Kalimantan Timur, 1992. Surat Keputusan Gubernur Propinsi Kalimantan Timur

Nomor:20/BPN.16-UM-20/VIII-1992 Tentang Pencadangan Areal di Kiri-Kanan Jalan Long Kali - Lolo Kabupaten Paser Untuk Pengembangan Perkebunan Kelapa Sawit PIR Swadaya. Sekretariat Wilayah Daerah Propinsi Kalimantan Timur.

Samarinda.

Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi, 1989. Metode Penelitian Survei. LP3ES, Jakarta.

(32)

Soekartawi, 1994. Teori Ekonomi Produksi dengan Pokok Bahasan Analisis

Fungsi Produksi Cobb-Douglas. Rajawali Press, Jakarta.

Soekartawi, 1995. Analisis Usahatani. UI Press, Jakarta.

Soekartawi, 2001.Agribisnis Teori dan Aplikasinya. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Sudarsono, 1988, Penentuan Umur Ekonomis Tanaman Sebagai Dasar Optimasi Sistem Peremajaan Kopi Perkebunan, Skripsi Sekolah Tinggi Pertanian Yogyakarta, (tidak diterbitkan)

Sukirno, S., 1994. Pengantar Teori Mikro Ekonomi. Edisi Kedua. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Sukiyono, 2005. Faktor Penentu Tingkat Efisiensi Teknik Usahatani Cabai Merah di Kecamatan Selupu Rejang, Kabupaten Rejang Lebong: Jurnal Agro

Ekonomi 23 (2) 176 -190.

Sutardi, 1973. Teori dan Teknik Penentuan Titik Optimal Peremajaan Tanaman Perkebunan Perenial. Risalah Penelitian Rubber Research Centre Getas, Perusahaan Negara Perkebunan Rubber Research Centre Getas Salatiga.

Sutardi, 1985. Pengelolaan Produksi untuk Mencapai Keuntungan Maksimum.

Buletin Research Centre Getas:(50) 1 – 19 Research Centre Getas. Salatiga..

Syafa’at Nizwar, Supena Friyatno, Sudi Mardianto dan Suryadi, 2004. Kinerja Nilai Tambah dan Produksi Sektor Pertanian 2000-2003. Analisis Kebijakan

Pertanian: 2 (1), Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi

Pertanian, Balitbang Pertanian, Departemen Pertanian, Bogor: 1 - 16.

Tahir A.G., Djarwanto D.H., Mulyo J.H., dan Jamhari. 2010. Analisis Efisiensi Sistem Usahatani Kedelai di Sulawesi Selatan. Jurnal Agro Ekonomi 28 ( 2).133 -151.

Tambunan, M. dan Sajogjo, 1991. Keberhasilan dan Masalah Hubungan Inti-Plasma dalam Pola PIR. tidak dipublikasikan, Pusat Studi Pembangunan Lembaga Penelitian IPB, Bogor.

Tarmisol. 2000. Analisis Usaha Tani Padi Ladang dan Jagung pada Lahan Karet Rakyat. Tesis Program Pascasarjana Univeritas Gadjah Mada tidak diterbitkan.

(33)

Teken, I.B., 1965. Penelitian di Bidang Ilmu Ekonomi Pertanian dan Beberapa

Metoda Pengambilan Contoh. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor,

Bogor.

Teken, I.B.,,1997. Beberapa Azas Ekonomi Produksi Pertanian. Tinjauan Statis. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Unit Pelaksana Proyek Kelapa Sawit, 1993/1994. Rencana Kerja Operasional,

Proyek Perkebunan Kelapa Sawit PIR Swadaya, Kuaro.

Unit Pelaksana Proyek Kelapa Sawit Kuaro. 2000. Rekapitulasi Petani Peserta

Proyek PIR Swadaya, Unit Pelaksana Proyek (UPP) Kelapa Sawit Kuaro.

Paser.

UPP Kuaro (2010), Laporan Tahunan BPP Kuaro 1992-1993 UPP Kuaro Tidak diterbitkan.

Ureta, B.E.B., Pinhetro, A.E., 1997. Technical, Economic, and Allocative Efficiency in Peasant Farming Evidence :The Dominican Republic. In

The Developing Economic, XXXV(1) p. 48 - 67.

Wahyono T. 1998. Adopsi Teknologi dan Efisiensi Usahatani Kelapa Sawit Pola PIR-BUN di Sumatera. Disertasi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Widodo, S., 1986. Total Productivity And Frontier Production Function. Agro

Ekonomi. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian. UGM.Yogyakarta: 1-13.

Widodo, S., 1989. Production Efficiency of Rice Farmers in Java – Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Widodo, S., 1993..Ekonomi Mikro. Hand out Program Pascsarjana Program Studi Eknomi Pertanian Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Widodo, S., 2008. Campursari Agro Ekonomi. Liberty. Yogyakarta

Wigena I.G.P., Sudrajat, Santun RP Sitorus dan H Siregar. 2009. Karakterisasi Tanah dan Iklim serta Kesesuaiannya untuk Kebun Kelapa Sawit Plasma di Sei Pagar, Kabupaten Kampar Provinsi Riau dalam Jurnal Tanah dan

Iklim (30), 1 - 16.

Yekti A., 2005. Efisiensi Ekonomi Usahatani Melon di Kecamatan Wedi Kabupaten Klaten. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian 1 (1) 50–60.

(34)

Yotopoulos, P.A., and J.B. Nugent, 1976. Economics of Development: Empirical

Investigation. Harper & Row, Publisher. New York.

Yuan, Y.Y., Peng, P.C., and Weng K.C. 1997. Gutrie D X P Oil Palm Planting

(35)
(36)

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Secara spesifik penelitian ini bertumpu pada menciptakan iklim organisasi yang kondusif, dukungan organisasi sehingga diharapkan dapat terjadi proses berbagi pengetahuan

Petani menganggap materi yang disampaikan penyuluh tidak bermanfaat bagi mereka sehingga petani tidak menerapkan informasi tersebut4. Tidak

Data primer diperlukan untuk melakukan analisis fungsi produksi untuk mengukur tingkat efisiensi teknis, efisiensi alokatif dan efisiensi ekonomis petani tebu, sedangkan data

Margahayu Raya Barat Blok L2 No... Cibogo

[r]

Kemampuan pemecahan masalah siswa pada soal bentuk hitungan juga menunjukkan kecenderungan siswa lemah pada indikator mengaplikasikan strategi, yakni pada prosedur matematis

Ansoriyah (2017) Pendapat tersebut sejalan dengan [4], bahwa salah satu faktor kemampuan dalam menulis karya ilmiah adalah motivasi dan disiplin yang tinggi, yang diperlukan

Faktor-faktor produksi dalam kegiatan usahatani untuk menghasilkan produk berupa gabah (beras) terdiri atas benih, pupuk, pestisida dan tenaga kerja. Dalam