Implikasi Ukuran Maksimum Sambungan pada JJ-SNS sebagai
Komponen SQUID Berdasarkan Model Ginzburg-Landau Termodifikasi
Hari Wisodo1, 2, *), Arif Hidayat1), Pekik Nurwantoro2), Agung Bambang Setio Utomo2), Eny Latifah1)
1
FMIPA Universitas Negeri Malang, Jl. Semarang 5, Malang 65145 *email: hari.wisodo.fmipa@um.ac.id
2
FMIPA Universitas Gadjah Mada, Jl. Bulaksumur, Yogyakarta 55281
Abstract
Dinamika vorteks pada Josephson Junction-Superconductor Normal Superconductor (JJ-SNS) telah dikaji berdasarkan persamaan TDGL termodifikasi. Lebar sambungan divariasi untuk mengetahui ukuran maksimumnya agar vorteks dapat hadir di dalam JJ-SNS ketika dikenai parameter eksternal seperti medan magnet eksternal dan atau rapat arus eksternal. Vorteks dapat hadir di dalam JJ-SNS jika lebar sambungannya kurang dari dua kali diameter vorteks. Lebar sambungan ini menjadi syarat tambahan bagi SQUID
(Superconducting QUantum Interference Device) ketika JJ-SNS tersebut digunakan sebagai komponen utama
penyusun SQUID. Syarat tersebut menjamin adanya evolusi vorteks di dalam SQUID, berapapun besarnya medan magnet eksternal yang akan diukur, ketika padanya dialirkan rapat arus eksternal yang lebih besar sama dengan rapat arus kritis SQUID. Beda potensial yang muncul di kedua ujung SQUID karena adanya evolusi vorteks menjadi dasar dari prinsip kerja SQUID.
Keywords: JJ-SNS, SQUID, vorteks
1. PENDAHULUAN
Penggunaan superkonduktor tipe-II pada sambungan Josephson/Josephson Junction
(JJ), yaitu superkonduktor identik yang disambungkan oleh isolator tipis (JJ-SIS) atau bahan normal tipis (JJ-SNS), dapat meningkatkan unjuk kerja komponen ini. Vorteks dapat hadir di dalam JJ. Kehadirannya dapat dipicu oleh medan magnet eksternal H, rapat arus eksternal J atau keduanya. Evolusi vorteks di dalam JJ menghasilkan disipasi energi yang dilepaskan dalam bentuk beda potensial resistif V [1]. Beda potensial inilah yang menjadi kunci bagi prinsip kerja SQUID [2].
Evolusi vorteks di dalam JJ-SNS telah menarik perhatian beberapa peneliti. Chapman dkk memperkenalkan model Ginzburg-Landau termodifikasi untuk mempelajari eksitensi vorteks di dalam JJ-SNS [3]. Model ini juga dapat digunakan untuk menjelaskan peran bahan normal sebagai pinning bagi vorteks di dalam suatu superkonduktor tipe II [4]. Pengaruh variasi tetapan Ginzbur-Landau
terhadap eksistensi vorteks di dalam JJ-SNS juga telah dipelajari oleh Du dan Remski dengan menggunakan model tersebut [5]. Namun demikian, kajian pengaruh ukuran sambungan pada JJ-SNS terhadap evolusi vorteks dan implikasinya pada SQUID masih tetap terbuka.
2. MODEL GINZBURG-LANDAU TERMODIFIKASI
Model Ginzburg-Landau termodifikasi telah berhasil menjelaskan gejala superkonduktivitas pada suatu sampel yang terdiri dari bahan non-superkonduktor (normal) dan non-superkonduktor. Persamaan TDGL termodifikasi dalam bentuk ternormalisasi dengan tera potensial listrik nol memiliki ungkapan berbentuk [5]
t = ( iA) 2 + (1 T)(1 ||2) dan tA = Js J untuk s, (1) t = ( iA) 2 mnn(0) (1 T) dan tA = Js/mn J/n untuk n. (2)
Pada persamaan (1) dan (2), Js = (1 T)(
A) ||2 adalah rapat arus super, s adalah
bahan superkonduktor, n adalah bahan
normal, = ns exp(i) adalah parameter
benahan (order parameter) dengan ns adalah
kerapatan elektron super dan adalah fase parameter benahan, A adalah potensial vektor magnet, J = 2
A adalah rapat arus total,
T adalah temperatur SQUID, mn adalah massa
elektron pada bahan normal, n adalah permeabilitas bahan normal, n(0) adalah koefisien ekspansi Landau untuk bahan normal pada temperatur nol. Persamaan (1) dan (2) dapat direnormalisasi dengan cara menggantikan
variabel-variablenya sebagai berikut: 0, t t/(
02/D), /(0,GL(0)(1 T)1/2), ns ns/( 2 0,GL(0) (1 T)), A A/(0Hc2(0)0), /(es0Hc2(0)
02/), T T/Tc, J J/(Hc2(0)/0), mn mn/ms, n n/s, n(0) n(0)/|s(0)|. 3. METODE PENELITIANSistem fisis yang dipilih ditunjukkan pada Gambar 1. JJ-SNS memiliki ukuran LxLy =
6040. Sambungan Ωn terletak
ditengah-tengahnya dengan ukuran N N y x
L L = 1040. Karena itu, superkonduktor di sebelah kiri, ΩsL,
dan kanan, ΩsR, dari sambungan berukuran
sama, yaitu S S y x
L L =2,5040. Kedua superkonduktor tersebut adalah superkonduktor identik yang terbuat dari niobium ( = 1,3)
dengan konduktivitas normal =10. JJ-SNS ini bertemperatur T = 0. Pada temperatur ini, sambungannya bersifat non-superkonduktif. Parameter yang terkait dengan sambungan ini, yaitu mn, n(0) dan n pada persamaan (1) dan
(2), berturut-turut dipilih bernilai mn= 1ms, n(0)= 1|s(0)| dan n=1s. Awalnya, sistem fisis ini berada dalam keadaan Meissner, yaitu = 10 dan A =0. Sekarang, JJ-SNS ini diletakkan dalam ruang hampa udara dan medan magnet eksternal H = 0,99Hc2(0) ˆk
dikenakan padanya. Selain itu, tidak ada arus eksternal yang dialirkan padanya. Untuk masalah berikutnya, arus eksternal dialirkan pada JJ-SNS tersebut. Beda potensial yang muncul di antara titik A dan B dihitung dengan
1
0 0
( ) Lx Ly( d ) d d
L t
V t A x y [6].
Syarat batas bagi dan A untuk keadaan tersebut adalah sebagai berikut. Syarat batas bagi untuk antar muka superkonduktor-vakum menggunakan ( iA)|n = 0 dan untuk antar
muka superkonduktor-normal menggunakan ( iA)|s = mn( iA)|n . Syarat batas bagi
A ketika H 0 dan Je = 0 untuk batas
superkonduktor-vakum adalah A = H. Untuk H 0 dan Je 0, syarat batas bagi A
untuk batas superkonduktor-vakum adalah
A = {Hz + (JeLy/22)}kˆ untuk sisi atas dan
A = {Hz (JeLy/22)}kˆuntuk sisi bawah.
Sedangkan sisi kiri dan kanan, syarat batasnya tetap menggunakan A = H. Selain itu, syarat batas bagi A dan untuk antar muka superkonduktor-normal menggunakan ketentuan [] = 0, [A] = 0 dan [A]n=0.
Diskretisasi persamaan TDGL termodifikasi, persamaan (1) dan (2), menggunakan metode beda hingga dengan metode Euler digunakan untuk diskritisasi variabel waktu. Metode U- [7] digunakan untuk menjaga invarian tera dibawah diskritisasi dengan variabel penghubung
; ,i j exp( i ; ,i j )
U A h untuk = x, y [7-11]. Ukuran grid komputasi dipilih Nx Ny = 60
40 dengan ukuran sel grid satuan adalah hx
hy = 0,10 0,10. Lebar langkah waktunya
dipilih t = 0,001 agar memenuhi syarat stabilitas t < h2/22 dengan h = hx = hy [12].
Gambar 1. Sistem fisis dari JJ-SNS ukuran LxLy dengan
sambungan ukuran LNx LNy yang diletakkan dalam
ruang hampa udara dan dikenai H = Hzkˆ dan J = Jeˆi . 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Eksistensi Vorteks dalam Sambungan
Rapat arus super Js dan rapat arus listrik Jn
berperan penting terhadap penembusan vorteks-vorteks ke dalam JJ-SNS. Rapat arus listrik Jn menghasilkan rapat arus skrining,
rapat arus listrik Jn yang berotasi berlawanan
arah dengan arah putaran jarum jam di sisi-sisi JJ-SNS, untuk menahan tekanan medan magnet induksi pada t0 = 0,4, Gambar 2.
Karena sambungan lebih sensitif terhadap medan magnet eksternal H dari pada kedua superkonduktor di kanan dan kirinya, rapat arus skrining ini tidak mampu lagi menahan tekanan medan magnet induksi di sisi atas dan bawah dari sambungan. Karena itu, ia meloloskan sejumlah fluks magnet dari kedua sisi tersebut pada tv = 2,9. Ternyata, rapat
arus super Js masih mampu berotasi
berlawanan arah putaran jarum jam untuk melokalisir fluks magnet tersebut untuk membentuk vorteks. Setelah itu, rapat arus skrining di sisi-sisi sambungan berotasi searah
putaran jarum jam. Sebaliknya, rapat arus skrining di sisi-sisi superkonduktor di kiri dan kanan sambungan berotasi berlawanan arah dengan arah putaran jarum jam. Sementara itu, rapat arus super di sisi-sisi sambungan dan superkonduktor di kiri dan kanan sambungan berotasi berlawanan arah dengan arah rotasi arus skrining. Karena itu, rapat arus totalnya bernilai nol di sisi-sisi tersebut.
Gambar 2. Keadaan awal dan akhir dari J, Js, Jn bagi JJ-SNS (T = 0, LNx= 10, =1,3) ukuran 6040 ketika meminimisasi energi bebas G[; A;0;0,99Hc2(0) ˆk ].
Gambar 3. Evolusi medan vektor J, Js, Jn di Ωn bagi
JJ-SNS JJ-SNS (T = 0, LNx= 10, =1,3) ukuran 600 selama meminimisasi G[; A;0;0,99Hc2(0) ˆk ].
Evolusi vorteks pada sambungan seperti itu menghasilkan rata-rata rapat arus super, rapat arus normal dan rapat arus total seperti ditunjukkan pada Gambar 3. Kurva rata-rata rapat arus total J dan rata-rata rapat arus normal Jn menurun secara cepat sampai tv =
2,9 dimana vorteks telah menembus sambungan kemudian menurun secara lambat sampai diperoleh nilai setimbangnya. Kurva
rata-rata rapat arus supernya,
J
s, meningkat secara cepat pada saat awalnya. Proses penembusan vorteks dalam sambungan nampaknya menahan peningkatan tersebut. Kemudian, kurva ini menurun relatif cepat sampai tv = 2,9 dan kemudian melambatsampai diperoleh nilai setimbangnya.
Rapat arus super Js masih mampu
melokalisir fluks magnet yang menembus sambungan dengan lebar kurang dari diameter vorteks. Gambar 4 (b) menunjukkan kurva kerapatan elektron super yang diperoleh dari sayatan kontur ns, Gambar 4 (a), di y = 0,90
Gambar 4. Keadaan setimbang dari ns dan kurva sayatan ns di y = 0,90 dan y = 20 bagi JJ-SNS (T = 0, LNx= 10, =1,3) ukuran 6040 untuk H = 0,99Hc2 (0) ˆk .
dan y = 20. Kurva ns di y = 0,90 tersebut
melalui vorteks yang terletak di sambungan (non-superkonduktor). Di daerah vorteks tersebut, kurva ini dapat diwakili oleh persamaan
0
s s
n n = 1,5838 x4 19,006 x3 + 88,197 x2 187,08 x + 152,33
untuk 2,52 x/x0 3,48 dengan R2 = 0,9999.
Kurva ini meluruh dari nilai maksimumnya di daerah luar vorteks menuju nilai nol di pusat vorteks. Kurva ns di y = 20 tidak melalui
vorteks yang terletak di sambungan. Kurva tersebut dapat diwakili oleh persamaan
0
s s
n n = 0,7037 x4 8,4439 x3 + 39,182 x2 83,103 x + 68,05
untuk 2,52 x/x0 3,48 dengan R2 = 0,9999.
di sisi sambungan menuju nilai minimumnya yang tidak nol di pusat sambungan. Artinya, elektron super dapat terbentuk di seluruh bagian sambungan. Karena itu, rapat arus super Js masih
dapat bekerja untuk menjaga vorteks tetap terkuantisasi di sambungan.
Gambar 5. Keadaan setimbang dari medan vektor Js, Js,
Jn bagi JJ-SNS (T = 0, LNx= 30, =1,3) ukuran 6040 untuk untuk H = 0,99Hc2 (0) ˆk .
Rapat arus super Js tidak mampu lagi
bekerja untuk menjaga vorteks tetap terkuantisasi di dalam sambungan yang lebarnya lebih dari dua kali diameter vorteks. Tinjau kembali sistem fisis JJ-SNS ukuran
LxLy = 6040 seperti telah dijelaskan di
bagian awal. Sekarang lebar sambungan tersebut ditingkatkan menjadi N
x
L = 30 dengan tidak merubah ukuran JJ-SNS tersebut. Ketika medan magnet eksternal H = 0,99Hc2(0) ˆk
dikenakan pada JJ-SNS ini, rapat arus skrining
Jn di sisi atas dan bawah sambungan tidak
mampu lagi membatasi medan magnet induksi yang menembus ke dalam sambungan. Rapat arus skrining di sisi atas dan bawah sambungan bernilai nol, Gambar 5 (a). Dilain pihak, elektron super hanya mampu menembus sambungan sejauh 0 dari sisi kiri dan kanannya, Gambar 5 (b) sehingga rapat arus super Js hanya dapat mengalir pada
daerah itu. Akibatnya, rapat arus super tersebut juga tidak mampu lagi berotasi melokalisir medan magnet induksi yang menembus sambungan.
Gambar 6. Evolusi voteks-antivorteks di n (b) dan beda potensial yang dihasilkannya (a) bagi JJ-SNS (T = 0, LNx=
30, =1,3) ukuran 6040 untuk H = 0 dan Je =0,3J0ˆi . 4.2. Beda Potensial Resistif
Evolusi vorteks di dalam sambungan n
menghasilkan beda potensial resistif yang berfluktuasi secara periodik. Tinjau sistem
fisis pada Gambar 1 untuk Je =0,3J0 dan Hz = 0.
Aliran rapat arus eksternal Je =0,3J0ˆi memicu
evolusi vorteks dan antivorteks (polaritasnya berlawanan dengan vorteks) di dalam JJ-SNS. Beda tekanan magnet di sisi atas dan bawah JJ-SNS karena adanya Je mendorong vorteks
dan antivorteks bergerak dari daerah tekanan magnet tinggi menuju daerah tekanan magnet rendah. Medan listrik E yang dihasilkan oleh pergerakan vorteks dan antivorteks menyebabkan Je melepaskan energi sebesar EJe
yang dikonversikan dalam bentuk beda potensial resistif V yang berfluktuasi secara periodik.
Tinjau kurva V untuk Je = 0,80J0 yang
berbentuk sinusoida dengan periode 0,80 = 3
pada Gambar 6 (a). Satu periode dari kurva V tersebut terkait dengan proses anihilasi satu pasang vorteks-antivorteks di dalam sambungan, Gambar 6 (b). Awalnya, saat t0 =
0,1, tidak ada vorteks-antivorteks di n. Saat
itu, rapat arus super Js di dalam sambungan
mengalir melintasi sambungan dengan nilai maksimumnya. Sebaliknya, rapat arus normal
Jn mengalir melintasi sambungan dengan nilai
minimumnya. Keadaan ini menghasikan nilai
V minimum. Saat t1 = 0,9, vorteks-antivorteks
telah masuk dari sisi atas dan bawah sambungan. Medan vektor Js bersirkulasi
berlawanan arah putaran jarum jam melingkungi pusat vorteks dan berlaku sebaliknya untuk antivorteks. Akibatnya, besarnya Js yang mengalir melintasi
sambungan mulai melemah di antara vorteks dan antivorteks. Bahkan, Js di belakang
vorteks dan antivorteks mengalir melawan arah dari Je. Sebaliknya, Jn yang mengalir
melintasi sambungan semakin kuat. Keadaan ini menyebabkan kurva V mengalami peningkatan. Setelah terjadi anihilasi pasangan vorteks-antivorteks, Js di seluruh bagian
sambungan mengalir melawan rapat arus eksternal pada t2 = 1,6. Pada saat itu, Jn justru
mengalir melintasi sambungan dengan nilai maksimumnya. Keadaan ini menghasilkan kurva V yang maksimum. Setelah itu, Js di
sekitar tepi atas dan bawah sambungan kembali mengalir melintasi sambungan searah dengan Je saat t3 = 1,9 untuk merespon
tekanan medan magnet induksi. Pada saat ini, rapat arus normalnya mulai melemah yang menghasilkan penurunan kurva V. Akhirnya,
Js di seluruh bagian sambungan kembali
mengalir melintasi sambungan saat t4 = 2,6
dan mencapai nilai maksimumnya pada t =
3,1 yang sama dengan t0 = 0,1. Sebaliknya,
besarnya Jn, yang mengalir melintasi
sambungan searah dengan Je, terus menurun
dan mencapai nilai minimumnya pada t = 3,1
yang sama dengan t0 = 0,1. Keadaan ini
menghasikan kurva V yang minimum. Keadaan ini terus berlangsung secara berulang dengan periode 0,80 = 3.
Prinsip kerja SQUID didasarkan pada beda potensial di kedua ujungnya yang merupakan hasil interferensi beda potensial dari dua JJ-SNS identik sebagai komponen utama penyusun SQUID [1]. Syarat agar SQUID dapat digunakan untuk mengukur medan magnet eksternal adalah rapat arus eksternal yang dialirkan harus lebih besar sama dengan rapat arus kritis SQUID. Seperti telah diuraikan sebelumnya, vorteks dapat hadir di dalam JJ-SNS jika lebar sambungannya kurang dari dua kali diameter vorteks. Karena itu, lebar sambungan ini menjadi syarat tambahan bagi SQUID agar dapat bekerja dengan baik. Syarat tersebut menjamin adanya evolusi vorteks di dalam SQUID berapapun besarnya medan magnet eksternal yang akan diukur.
5. KESIMPULAN
Ukuran maksimum sambungan pada JJ-SNS sebagai komponen utama penyusun SQUID memberikan syarat tambahan bagi SQUID agar dapat bekerja dengan baik. Syarat tambahan itu adalah lebar sambungan dari JJ-SNS-nya harus kurang dari dua kali diameter vorteks. Syarat ini menjamin adanya evolusi vorteks di dalam SQUID, berapapun besarnya medan magnet eksternal yang akan diukur, ketika padanya dialirkan rapat arus eksternal yang lebih besar sama dengan rapat arus kritis SQUID. Beda potensial yang muncul di kedua ujung SQUID karena adanya evolusi vorteks menjadi dasar dari prinsip kerja SQUID.
6. UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih kepada DP2M DIRJEN DIKTI KEMDIKBUD yang telah memberikan dukungan dana penelitian.
7. REFERENSI
[1] H. Wisodo, A. Hidayat, P. Nurwantoro, A.B.S. Utomo, E. Latifah, Influence of Vortex-Antivortex Annihilation on the Potential Curve for Josephson Junction Based on The Modified Time Dependent Ginzburg-Landau Equations,
Advances in Physics Theories and Applications 27, 52-57 (2014)
[2] H. Wisodo, A. Hidayat, P. Nurwantoro, A.B.S. Utomo, E. Latifah, Peran Vorteks
Pada Prinsip Kerja SQUID Berdasarkan Model Ginzburg-Landau Termodifikasi,
Akan dipresentasikan pada “Ist National Research Symposium – UM” pada 9-10 Oktober 2014 di Univ. Negeri Malang. [3] S.J. Chapman, Q. Du, dan M.D.
Gunzburger, , A Ginzburg-Landau Type Model of Superconducting/Normal Junctions Including Josephson Junction,
Europ Journal of Applied Mathematic 6,
97-144 (1995).
[4] Q. Du, M.D. Gunzburger, J.S. Peterson, Computational Simulation of Type II Superconductivity Including Pinning Phenomena, Physical Review B 51, 16194-16203 (1995)
[5] Q. Du, dan J. Remski, Limiting Models for Josephson Junctions and Superconducting Weak Link, Journal of Mathematical Analysis
and Applications 266, 357-382 (2002)
[6] M. Machida dan H. Kaburaki, Numerical simulation of flux-pinning dynamics for a defect in a type-II superconductor,
Physical Review B 50, 2, 1286-1289
(1994).
[7] W.D. Gropp, H.G. Kaper, G.K. Leaf, D.M. Levine, M. Palumbo, V.M. Vinokur, Numerical Simulation of Vorteks Dynamics in Type-II Superconductors, Journal of
Computational Physics 123, 254-266 (1996).
[8] D.Y. Vodolazov dan F.M. Peeters, Rearrangement of the vortex lattice due to instabilities of vortex flow, Physical
Review B 76, 014521 (2007).
[9] J. Barba-Ortega, A. Becerra, J.A. Aguiar, Two Dimensional Vorteks Structures in a Superconductor Slab at Low Temperatures, Physica C 470, 225-230 (2010).
[10] C. Bolech, G.C. Buscaglia, A. Lopez, Numerical Simulation of Vorteks Arrays in Thin Superconducting Films, Physical
Review B 52, R15719-R15722 (1995).
[11] E. Sardella, A.L. Malvezzi, P.N. Lisboa-Filho, Temperature-dependent Vorteks Motion in a Square Mesoscopic Superconducting Cylinder: Ginzburg-Landau Calculations. Physical Review B
74, 014512 (2006).
[12] T. Winiecki dan C.S. Adams, A Fast Semi-Implicit Finite-Difference Method for the TDGL Equations, Journal of Computational