• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU PENGGUNAAN INSEKTISIDA RUMAH TANGGA DENGAN RIWAYAT PERNAH SAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE DI PROVINSI BALI TAHUN 2011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA PERILAKU PENGGUNAAN INSEKTISIDA RUMAH TANGGA DENGAN RIWAYAT PERNAH SAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE DI PROVINSI BALI TAHUN 2011"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

15

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU PENGGUNAAN INSEKTISIDA RUMAH

TANGGA DENGAN RIWAYAT PERNAH SAKIT

DEMAM BERDARAH DENGUE DI PROVINSI BALI TAHUN 2011

Diana Andriyani Pratamawati1*, Anggi Septia Irawan1, Widiarti1

1

Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit Jl. Hasanudin No.123 Salatiga, Jawa Tengah, Indonesia

Abstract

Since 1973 Bali become dengue endemic areas. Ones of 3M Plus efforts include the use of household insecticides to prevent mosquito bites. Long period used chemical insecticides cause resistance of Aedes aegypti from their active ingredient. This study aimed to determine the relationship between behavior of household insecticides usage with dengue incidence in Bali Province. This research conducted in 2011 using cross-sectional study method. Independent variable is behavior of household insecticide usage and the incidence of dengue as dependent variable. The Result showed that there is no significant relationship between behavior of household insecticides usage with a history of dengue incidence, indicates that the respondent behavior of household insecticide usage has not been directly affected by cases of dengue, this is mainly due to the source of vector habitat that are likely still available. To support dengue prevention measure, using the household insecticides to prevent contact with dengue vectors are also advised to conduct mosquito nest eradication (PSN) which includes 3M Plus. Prevention of mosquitoes contact can be done when the household insecticides performed well, right, and proper dosage.

Key words: Household insecticides, DHF, Bali

THE RELATIONSHIP BETWEEN USE OF HOUSEHOLD INSECTICIDES

WITH HISTORY OF SUFFERING DENGUE HEMORRHAGIC FEVER

IN BALI PROVINCE 2011

Abstrak

Sejak tahun 1973 Bali termasuk daerah endemis demam berdarah dengue (DBD). Salah satu upaya 3M Plus antara lain pemakaian insektisida rumah tangga untuk mencegah gigitan nyamuk. Penggunaan insektisida dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan terjadinya resistensi nyamuk Aedes aegypti. Penelitian ini bertujuan untuk sejauh mana hubungan perilaku pemakaian insektsida rumah tangga dengan riwayat kejadian DBD. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2011 dengan desain studi deskriptif potong lintang (cross sectional). Jumlah sampel total 88 orang yang berasal dari wilayah Kota Denpasar, Kabupaten Gianyar, dan Kabupaten Badung Provinsi Bali. Variabel yang diteliti meliputi perilaku pemakaian insektisida rumah tangga (variabel bebas), sedangkan riwayat kejadian DBD merupakan variabel terikat. Tidak ada hubungan yang signifikan antara perilaku pemakaian insektisida rumah tangga dengan riwayat kejadian DBD menunjukkan bahwa perilaku pemakaian insektisida responden belum secara langsung mencegah responden terkena DBD. Hal ini terutama disebabkan sumber habitat/sarang vektor nyamuk yang kemungkinan masih tersedia sehingga untuk mendukung tindakan pencegahan DBD, selain memakai insektisida rumah tangga untuk mencegah kontak dengan vektor dengan baik dan benar juga disarankan untuk melakukan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) yang meliputi 3M Plus. Pencegahan kontak

*

(2)

16 dengan vektor nyamuk DBD dapat efektif ketika pemakaian insektisida rumah tangga dilakukan secara baik, benar, serta tepat dosisnya.

Kata kunci: Insektisida rumah tangga, DBD, Bali

Naskah masuk: tanggal 26 Oktober 2015; Review I: tanggal 26 Oktober 2015; Review II: tanggal 27 November 2015; Layak terbit: tanggal 31 Desember 2015

PENDAHULUAN

WHO menggolongkan Demam Berdarah Dengue (DBD) sebagai penyakit infeksi baru yang sedang muncul dan meningkat (PBSM) karena makin meluasnya sebaran geografis dari penyakit ini dan makin meningkatnya jumlah penduduk yang terkena.1 Dalam rangka upaya menanggulangi masalah vektor/ binatang penular DBD, selama ini telah berkembang berbagai metode, teknik, alat, serta senyawa-senyawa kimia yang amat efektif mengendalikan vektor DBD tersebut. Pemakaian insektisida yang dilakukan secara terjadwal atau berkala baik sebagai upaya mengendalikan vektor DBD ternyata telah menimbulkan dampak yang merugikan pula. Efek samping yang kurang menguntungkan baik bagi kelangsungan ekosistem bersangkutan maupun bagi keberhasilan upaya pengendalian itu sendiri, antara lain terjadinya keracunan baik yang akut maupun kronis, pencemaran, hingga terbentuknya galur-galur vektor yang resisten terhadap insektisida kimia.2

Terbentuknya galur-galur vektor yang resisten terhadap insektisida kimia merupakan fenomena global yang memerlukan perhatian khusus dalam program pengendalian penyakit bersumber vektor. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya resistensi meliputi faktor genetik, biologi, dan operasional (penggunaan insektisida).3 Pola kehidupan urban (perkotaan) menciptakan masalah baru yang berkaitan dengan kemampuan adaptasi serangga vektor penyakit seperti nyamuk Aedes aegypti untuk hidup di bangunan-bangunan modern di kota-kota besar yang direfleksikan dengan membumbungnya industri dan pasaran penjualan insektisida rumah tangga baik dalam bentuk semprotan atau aerosol anti serangga maupun bentuk-bentuk lain

seperti obat nyamuk, pengasap listrik, lampu anti serangga dan sebagainya.4

Insiden DBD cenderung semakin meningkat dan menyebar luas terutama di daerah perkotaan. Kejadian Luar Biasa atau epidemi hampir terjadi setiap tahun di daerah yang berbeda, tetapi seringkali berulang di wilayah yang sama dan secara nasional berulang setiap 5 (lima) tahun.5 Sekitar 70 persen kabupaten dan kota di Indonesia merupakan daerah endemik DBD, Provinsi Jakarta Bali tergolong penyumbang terbesar kasus DBD.6 Pada tahun 2009 Provinsi Bali termasuk dalam 6 besar provinsi dengan kasus DBD terbanyak dengan 5.810 kasus.7 Perkembangan kasus DBD per provinsi di Indonesia pada tahun 2011, berdasarkan data angka kesakitan, menempatkan Provinsi Bali sebagai provinsi tertinggi kasus DBD dengan insidens rate (IR) sebesar 56,16.8

Sesungguhnya munculnya nyamuk vektor DBD di lingkungan permukiman akibat hasil hasil rekayasa masyarakat sendiri, seperti memberi peluang tempat-tempat yang berpotensi untuk perkembangbiakkan, mencari makan, beristirahat serta berlindung nyamuk tersebut. Tidak ada cara yang lebih efektif dalam pengendalian vektor DBD selain menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan sekitar.2 Strategi pengendalian nyamuk Aedes aegypti secara mandiri dapat dilakukan dengan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) melalui 3M Plus. Meski tidak ada wabah terkendala beberapa faktor seperti faktor ekonomi, sosial, dan budaya. Hasil penelitian di daerah Tangerang diketahui masalah sosial budaya masyarakat sangat mempengaruhi pelaksanaan 3M Plus karena kesibukan bekerja maka masyarakat tidak melaksanakan 3M Plus walaupun masyarakat mengetahui tentang pelaksanaan 3M Plus.9 Pada prakteknya,

(3)

17 pengendalian nyamuk sangat bergantung

pada insektisida kimia. Banyak pemakaian insektisida kimia, misalnya penyemprotan, dilakukan secara rutin baik sebagai tindakan represif maupun preventif.4

Penggunaan insektisida kimia dalam waktu lama dapat menimbulkan resistensi Aedes aegypti terhadap bahan aktifnya. Hal itu disebabkan pada saat penggunaan tidak semua Aedes aegypti terbunuh tetapi masih ada yang hidup karena nyamuk berhasil menghindar dari insektisida atau dosis insektisida yang kontak dengan nyamuk tidak mencukupi.2 Akibatnya nyamuk tersebut menjadi resisten dan resistensi itu diturunkan kepada keturunannya. Beberapa penelitian yang mendukung adanya resistensi tersebut. antara lain penelitian Mardihusodo menunjukkan bahwa larva Aedes aegypti di Yogyakarta cenderung resisten terhadap malation dan temefos.10 Selain itu, penelitian Gionar et.al menunjukkan bahwa 25% Aedes aegypti di Bandung dikategorikan resisten terhadap organofosfat.11

Provinsi Bali sebagai salah satu tujuan wisata, setiap tahunnya mendapat kunjungan wisatawan baik dari dalam maupun luar negeri. Seiring dengan itu, muncul faktor risiko kesehatan wisata. Salah satu faktor risiko kesehatan wisata yang ada pada daerah tujuan wisata adalah risiko penyebaran penyakit menular. Dalam perjalanan wisata, wisatawan dapat terpapar oleh berbagai patogen dan risiko.12 Karena adanya interaksi antara penduduk dengan wisatawan atau sebaliknya yang kemungkinan diantaranya terdapat penderita carrier (yang membawa) virus Dengue. Oleh karena itu, potensi penularan virus Dengue di daerah pariwisata cukup besar mengingat tingginya mobilitas manusia dalam daerah tersebut. Apalagi jika lingkungan tempat tinggal masyarakat memberi peluang habitat vektor DBD, maka dapat dipastikan hal tersebut menjadi faktor risiko terjangkit DBD. Sejak tahun 1973 Provinsi Bali termasuk daerah endemis DBD. Untuk angka kasus DBD tertinggi terjadi Kabupaten Badung dan Kota Denpasar. Beberapa faktor pemicunya antara lain adanya kepadatan jumlah penduduk dan permukiman serta mobilitas penduduk yang tinggi. Tingkat kasus DBD

di Bali tergolong yang tertinggi, namun untuk kasus kematian akibat DBD tergolong terendah di Indonesia.13

Partisipasi masyarakat dalam rangka upaya pengendalian penularan DBD yang efektif sangat dibutuhkan. Untuk pencegahan penularan DBD diperlukan upaya masyarakat untuk menghindari gigitan nyamuk. Salah satu upaya 3MPlus antara lain pemakaian insektisida rumah tangga untuk mencegah gigitan nyamuk. Penelitian di Kota Depok menunjukkan insektisida yang digunakan oleh masyarakat didominasi dari golongan pyrethroid sebesar 42,96%, pengguna dari golongan karbamat sebesar 25,35% dan organofosfat sebesar 6,34%. Sedangkan masyarakat yang menggunakan insektisida rumah tangga dalam bentuk lotion penolak nyamuk sebesar 19,72% dan yang menggunakan cara fisik sebanyak 5,63%.14 Perilaku pemakaian insektisida rumah tangga yang baik dan tepat akan sangat membantu dalam pengendalian sekaligus pencegahan gigitan nyamuk vektor DBD. Namun sebaliknya jika perilaku pemakaian insektisida rumah tangga kurang baik maka tidak hanya berdampak tidak efektifnya pengendalian bahkan juga dapat menimbulkan efek negatif yang merugikan bagi kesehatan pemakainya.15

Berdasarkan latar belakang di atas timbul suatu pertanyaan apakah ada hubungan signifikan antara pemakaian insektisida rumah tangga dengan riwayat kejadian DBD khususnya di daerah perkotaan. Peneliti ingin mendeskripsikan sejauh mana perilaku pemakaian insektsida rumah tangga berhubungan dengan kejadian DBD pada rumah-rumah penduduk di daerah endemis DBD. Fokus penelitian ini mengambil tiga daerah di wilayah Provinsi Bali yang tergolong endemis DBD sekaligus sebagai daerah pariwisata yaitu Kota Denpasar, Kabupaten Gianyar, dan Kabupaten Badung Provinsi Bali. Ketiga daerah ini diketahui sebagai daerah endemis DBD sekaligus sebagai daerah pariwisata yang paling sering dikunjungi oleh wisatawan di Provinsi Bali.

(4)

18

METODE

Jenis penelitian ini menggunakan rancangan studi deskriptif potong lintang (cross sectional). Pengambilan sampel dilakukan secara pencuplikan kuota non-proporsional.16 Daerah pengambilan sampel dipilih berdasarkan wilayah terpilih berdasarkan data jumlah kasus dari Dinas Kesehatan Provinsi Bali tahun 2010-2011. Populasi sasaran yang dipilih yaitu individu yang tinggal di diwilayah tinggi DBD di Provinsi Bali yaitu Kota Denpasar, Kabupaten Badung, dan Kabupaten Gianyar. Populasi sumber yang dipilih adalah individu yang tinggal di area wilayah kerja puskesmas dengan kasus DBD tertinggi. Kriteria Puskesmas yang dipilih adalah puskesmas dengan kasus DBD tertinggi pada setahun terakhir, kemudian dengan kriteria titik lokasi pengambilan sampel dari area puskesmas yang dipilih yaitu dukuh dengan proporsi kasus DBD tinggi dan angka bebas jentiknya rendah.

Berdasarkan kriteria tersebut diperoleh 3 (tiga) wilayah puskesmas yang menjadi titik sasaran wilayah pengambilan sampel responden yaitu :

(1) Kota Denpasar

Puskesmas Kongin Panjer  Dukuh Banjar Kangin, Desa Kongin Panjer, Kec. Denpasar Selatan

(2) Kabupaten Badung

Puskesmas Kuta I  Dukuh Banjar Segare Merta dan Banjar Kapal, Desa Kapal, Kec. Mengwi.

(3) Kabupaten Gianyar

Puskesmas Sukowati  Dukuh Banjar Bedil, Desa Sukowati dan Dukuh Banjar Belah Batu, Desa Belah Batu, Kec. Sukowati.

Penentuan sampel responden yang dipilih berdasarkan kriteria yaitu penduduk yang tinggal di wilayah dukuh terpilih dengan kasus DBD tertinggi dan jumlah sampel ditargetkan sebanyak 30 orang responden. Penentuan jumlah sebanyak 30 sampel ini dengan alasan untuk memenuhi syarat minimal untuk dapat dilakukan uji statistik serta adanya keterbatasan dana penelitian. Pada realisasinya, jumlah sampel keseluruhan yang diperoleh sebanyak 88 orang yang terdiri dari Kota

Denpasar sebanyak 25 responden, Kabupaten Badung sebanyak 29 responden, serta Kabupaten Gianyar sebanyak 34 responden.

Variabel yang diteliti meliputi perilaku pemakaian insektisida rumah tangga (variabel bebas) sedangkan kejadian DBD merupakan variabel terikat. Perilaku mengenai pemakaian insektisida rumah tangga diperoleh dari hasil wawancara terstruktur dengan menggunakan kuesioner. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara kuesioner untuk mengetahui tingkat perilaku responden dalam pemakaian insektisida rumah tangga, lama penggunaan serta dosis insektisida rumah tangga. Masing-masing jawaban pertanyaan diberi skor dan dilakukan klasifikasi berdasarkan cut off-point terhadap total skor jawaban.

Data yang telah terkumpul dilakukan editing, koding, skoring, dan dimasukkan ke dalam program komputer dan kemudian diolah menjadi data kategori. Analisis data perilaku responden dilakukan dengan membagi skor data perilaku responden menjadi data kategori (ordinal) yaitu kategori “baik” dan kategori “kurang”. Perhitungan pengkategorian perilaku didasarkan atas mean T. Dasar pengkategorian yaitu, bila skor T responden > mean T berarti baik dan bila skor T responden ≤ Mean T berarti kurang. Pengolahan data perilaku ini dibantu dengan program komputer. Adapun rumus mencari skor T adalah 50+10(skor Z). Skor Z diperoleh dari rumus:15

Z =

Kemudian dilakukan analisis dengan menggunakan analisis univariat dan analisis korelasi Crosstab Chi-Square dan Odds

Ratio (OR) untuk menguji kekuatan

hubungan faktor risiko.17

HASIL

1. Karakteristik Responden

Gambaran umum karakateristik responden di ketiga wilayah yaitu di Kota Denpasar, Kabupaten Gianyar, dan Kabupaten Badung dapat dilihat pada Tabel 1. Pada Tabel 1 terlihat jumlah responden

(5)

19 berdasarkan karakteristik individu di Kota

Denpasar, Kabupaten Badung, dan Kabupaten Gianyar dari hasil wawancara terhadap 88 orang responden, diketahui responden terdiri dari jenis kelamin perempuan 60,2 persen dan laki-laki 39,8 persen. Umur sebagian besar responden adalah 26-35 tahun (28,4%) dengan umur

termuda 18 tahun dan tertua 85 tahun. Pendidikan sebagian besar responden adalah tamat SMA/SMK (38,6%), sedangkan pekerjaan sebagian besar responden adalah ibu rumah tangga (31,8%). Distribusi responden berdasarkan karakteristik individu dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Distribusi responden berdasarkan karakteristik individu di Kota Denpasar, Kabupaten

Badung, dan Kabupaten Gianyar Provinsi Bali Tahun 2011

Karakteristik Frekuensi (N=88) Persentase (%) Jenis Kelamin Laki-laki 35 39,8 Perempuan 53 60,2 Total 88 100 Kelompok Umur 15-25 Th 8 9,1 26-35 Th 25 28,4 36-45 Th 22 25,0 46-55 Th 14 15,9 > 55 Th 19 21,6 Total 88 100 Pendidikan Tidak sekolah 5 5,7 Tidak tamat SD 4 4,5 Tamat SD 23 26,1 Tamat SMP 11 12,5 Tamat SMA/SMK 34 38,6

Tamat perguruan tinggi 11 12,5

Total 88 100 Pekerjaan Petani 2 2,3 Pedagang 11 12,5 PNS 3 3,4 Karyawan swasta 13 14,8 Buruh 4 4,5

Ibu rumah tangga 28 31,8

Pensiunan 4 4,5

Wiraswasta 14 15,9

Perajin patung Bali 4 4,5

Guru SD 1 1,1

Mahasiswa 2 2,3

Supir 1 1,1

TNI 1 1,1

Total 88 100

2. Perilaku Pemakaian Insektisida

Rumah Tangga

Hasil pengolahan data perilaku responden menunjukkan sebagian besar responden di Kota Denpasar, Kabupaten Badung, Kabupaten Gianyar Provinsi Bali dalam seminggu memakai obat nyamuk setiap hari (48,9%). Hampir seluruh responden di ketiga daerah tersebut selalu berupaya membersihkan rumah dari sarang

nyamuk (96,6%). Sebagian besar responden (78,4%) memiliki kebiasaan untuk menghindari gigitan nyamuk dengan memakai obat anti nyamuk. Sebagian besar responden di ketiga daerah tersebut dalam penggunaan obat anti nyamuk selalu mempertimbangkan waktu dan tempat (80,7%). Responden sebagian besar (55,7%) tidak membaca petunjuk pemakaian obat anti nyamuk sebelum

(6)

20 memakainya. Sebagian besar responden

tidak pernah berhenti menggunakan obat anti nyamuk (51,1%). Bila menemukan banyak nyamuk hinggap di dinding, tidak sedikit responden yang membunuh nyamuk dengan tangan (29,5%). Hampir seluruh responden dalam menggunakan obat anti nyamuk tidak memakai alat untuk

melindungi diri (92,0%). Bahkan sebagian besar responden tidak mempertimbangkan aturan dosis anti nyamuk yang digunakan untuk membunuh nyamuk di rumah (70,5%). Rincian selengkapnya mengenai distribusi jawaban berdasarkan perilaku pemakaian insektisida rumah tangga dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Distribusi jawaban responden berdasarkan perilaku pemakaian insektisida rumah

tangga di Provinsi Bali Tahun 2011

Perilaku pemakaian insektisida rumah tangga Frekuensi (n=88)

Persentase (%)

Dalam seminggu berapa kali pakai obat anti nyamuk

Setiap hari 43 48,9

Kadang - kadang 28 31,8

2x seminggu 5 5,7

Tidak pernah 11 12,5

Tidak tahu 1 1,1

Selalu berupaya membersihkan rumah dari sarang nyamuk

Ya 85 96,6

Tidak 3 3,4

Kebiasaan untuk menghindari gigitan nyamuk

Tidak ada 10 11,4

Oles minyak tradisional 1 1,1

Mandi dirumah dengan sabun 2 2,3

Pakai obat anti nyamuk 69 78,4

Pakai kain kasa pada lubang angin

3 3,4

Membersihkan lingkungan 2 2,3

Pakai kipas angin 1 1,1

Dalam penggunaan obat anti nyamuk harus mempertimbangkan waktu dan tempat

Ya 71 80,7

Tidak 15 17,0

Tidak pakai 2 2,3

Baca petunjuk pemakaian obat anti nyamuk sebelum memakai

Ya 37 42,0

Tidak 49 55,7

Tidak tahu 2 2,3

Pernah berhenti / tidak

menggunakan obat anti nyamuk

Ya pernah 42 47,7

Tidak pernah 45 51,1

Tidak tahu 1 1,1

Bila menemukan banyak nyamuk hinggap di dinding rumah melakukan apa

Dibiarkan saja 6 6,8

Membunuhnya dengan tangan 26 29,5 Membersihkan nyamuk dari

dinding dengan sapu

23 26,1

Menyemprotkan obat anti nyamuk cair

21 23,9

Menyalakan obat anti nyamuk bakar

12 13,6

Dalam memakai obat anti nyamuk memakai alat untuk melindungi diri

Ya 4 4,5

Tidak 81 92,0

Tidak tahu 3 3,4

Mempertimbangkan aturan dosis anti nyamuk yang digunakan untuk membunuh nyamuk di rumah

Ya 23 26,1

Tidak 62 70,5

Tidak tahu 3 3,4

(7)

21 Berdasarkan hasil pengolahan dan

analisis data terhadap perilaku responden pada pemakaian insektisida rumah tangga diperoleh hasil tingkat perilaku sebagian responden tergolong baik (59,1%) dan

sebagian lainnya masih tergolong kurang (40,9%). Rincian selengkapnya mengenai tingkat perilaku responden dalam pemakaian insektisida rumah tangga dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Kategori perilaku pemakaian insektisida rumah tangga di Kota Denpasar,

Kabupaten Gianyar, dan Kabupaten Badung Provinsi Bali Tahun 2011

No Perilaku Frekuensi Persentase

1. Baik 52 59,1

2. Kurang 36 40,9

Total 88 100

Jenis insektisida rumah tangga yang dipakai oleh responden baik di Kota Denpasar, Kabupaten Gianyar, dan Kabupaten Badung Provinsi Bali antara lain insektisida bakar, semprot, elektrik, repelen, serta larvasida. Jumlah responden yang menggunakan insektisida bakar ada sebanyak 45 orang dengan rincian yang pernah DBD sebanyak 18 orang (40%), insektisida rumah tangga semprot ada sebanyak 31 orang dengan rincian yang pernah DBD sebanyak 15 orang (48,4%), insektisida elektrik sebanyak 29 orang dengan rincian yang pernah DBD sebanyak 12 orang (41,4%), larvasida sebanyak 16 orang dengan rincian yang pernah DBD sebanyak 7 orang (43,7%), dan insektisida

repellen sebanyak 8 orang dengan rincian yang pernah DBD sebanyak 4 orang (50%). Rincian distribusi jenis insektisida rumah tangga dan riwayat kejadian DBD pada responden di Kota Denpasar, Kabupaten Badung, Kabupaten Gianyar Provinsi Bali selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.

Sumber informasi pemakaian berbagai jenis insektisida rumah tangga sebagian besar responden berasal dari media massa/iklan (bakar: 82,2%; semprot: 83,9%; elektrik: 82,7%; larvasida: 37,5%; repelen: 50%). Rincian selengkapnya mengenai sumber informasi pemakaian insektisida rumah tangga responden dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 4. Jenis insektisida rumah tangga yang dipakai dan riwayat kejadian DBD di Kota

Denpasar, Kabupaten Gianyar, dan Kabupaten Badung Provinsi Bali Tahun 2011 Jenis insektisida

rumah tangga yang dipakai

Riwayat kejadian DBD

Total

Ya Tidak

Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase

Bakar 18 40 27 60 45 Semprot 15 48,4 16 51,6 31 Elektrik 12 41,4 17 58,6 29 Larvasida 7 43,7 9 56,3 16 Repelen 4 50 4 50 8

(8)

22

Tabel 5. Sumber informasi pemakaian insektisida rumah tangga responden di Kota Denpasar,

Kabupaten Gianyar, dan Kabupaten Badung Provinsi Bali Tahun 2011 Jenis

insektisida rumah tangga yang dipakai

Sumber informasi pemakaian insektisida rumah tangga

Total Tenaga kesehatan Non tenaga kesehatan Media massa/ iklan Tenaga kesehatan dan media massa/iklan Tidak ada f % f % f % f % f % Bakar 1 2,2 6 13,3 37 82,2 1 2,2 0 0 45 Semprot 0 0 4 12,9 26 83,9 1 2,2 0 0 31 Elektrik 1 3,4 3 10,3 24 82,7 1 6,8 0 0 29 Larvasida 6 37,5 3 18,7 6 37,5 1 6,3 0 0 16 Repelen 0 0 3 37,5 4 50 1 12,5 0 0 8

Keterangan: f = frekuensi; % = persentase

Berdasarkan hasil wawancara dengan responden diperolah informasi dampak negatif yang timbul dari pemakaian insektisida rumah tangga yaitu munculnya gangguan kesehatan. Meski sebagian besar responden mengaku tidak mengalami dampak negatif pemakaian insektisida rumah tangga, namun sebagian besar responden mengaku mengalami batuk, pilek, radang tenggorokan dan sesak nafas setelah memakai jenis insektisida (bakar, semprot, elektrik, larvasida, dan repelen). Selain itu, beberapa responden juga menjawab bahwa penggunaan insektisida rumah tangga menyebabkan sering pusing, gatal pada kulit, dan kulit merah. Rincian selengkapnya mengenai efek samping pemakaian insektisida dapat dilihat pada Tabel 6. Pada Tabel 6 juga dapat diketahui, efek samping yang paling banyak dirasakan oleh responden adalah batuk, pilek, radang

tenggorokan serta sesak nafas (masing-masing 13,3%) setelah memakai insektisida rumah tangga jenis bakar.

3. Hubungan Antara Perilaku Pemakaian Insektisida Rumah Tangga Dengan Riwayat Kejadian DBD

Hasil uji statistik hubungan antara perilaku pemakaian insektisida dengan kejadian DBD di rumah responden di Kota Denpasar, Kabupaten Badung, Kabupaten Gianyar Provinsi Bali memperoleh nilai p value= 0,372 (p value > 0,05) yang berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara perilaku pemakaian insektisida rumah tangga dengan kejadian DBD responden. Rincian selengkapnya mengenai hasil uji hubungan antara perilaku pemakaian insektisida rumah tangga di Provinsi Bali dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 6. Efek samping pemakaian insektisida rumah tangga responden di Kota Denpasar

Kabupaten Gianyar, dan Kabupaten Badung Provinsi Bali Tahun 2011 Jenis

insektisida rumah tangga yang dipakai

Efek samping pemakaian insektisida rumah tangga

Total Batuk, pilek, radang tenggorokan Sering pusing Sesak nafas Gatal di kulit Kulit

merah Tidak ada

Tidak tahu f % f % f % f % f % f % f % Bakar 6 13,3 1 2,2 6 13,3 1 2,2 0 0 31 68,8 0 0 45 Semprot 2 6,4 1 3,2 3 9,7 0 0 1 3,2 24 77,4 0 0 31 Elektrik 2 6,9 0 0 2 6,9 0 0 1 3,4 24 82,7 0 0 29 Larvasida 1 6,2 1 6,2 1 6,2 0 0 1 6,2 10 62,5 1 6,2 16 Repelen 0 0 0 0 1 12,5 1 12,5 0 0 6 75 0 0 8

(9)

23

Tabel 7. Hubungan dan faktor risiko perilaku pemakaian insektisida rumah tangga dengan

riwayat kejadian dbd di Kota Denpasar, Kabupaten Gianyar, dan Kabupaten Badung Provinsi Bali Tahun 2011

Kategori

Riwayat pernah sakit

DBD Total p value Tidak Ya Perilaku Pemakaian Insektisida Rumah Tangga Kurang 18 18 36 0,372 Baik 31 21 52 Total 49 39 88

BAHASAN

Tidak adanya hubungan antara perilaku pemakaian insektisida rumah tangga dengan riwayat kejadian DBD di rumah responden di Kota Denpasar, Kabupaten Badung, dan Kabupaten Gianyar Provinsi Bali menunjukkan bahwa perilaku pemakaian insektisida responden belum secara langsung mencegah responden terkena DBD, hal ini terutama disebabkan sumber habitat/sarang vektor nyamuk yang kemungkinan masih tersedia. Sehingga untuk mendukung tindakan pencegahan DBD, selain memakai insektisida rumah tangga untuk mencegah kontak dengan vektor juga disarankan untuk melakukan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) yang meliputi 3M Plus (Menutup tempat penampungan air (TPA), Menguras TPA, Mendaur ulang barang bekas, plus mencegah kontak dengan vektor nyamuk. Pencegahan kontak dengan vektor nyamuk dapat dilakukan dengan baik ketika pemakaian insektisida rumah tangga dilakukan secara baik, benar, dan tepat dosisnya, terutama untuk mendukung tindakan pencegahan DBD. Pemakaian insektisida rumah tangga selama ini masih sebatas hanya untuk mengusir nyamuk secara instan, sehingga nyamuk hilang sementara. Masyarakat belum sepenuhnya menyadari bahwa pengendalian serta pencegahan kontak dengan nyamuk di dalam rumah merupakan hal sangat penting untuk mencegah penyakit DBD. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Samuri di Kota Semarang tentang hubungan antara pemakaian insektisida rumah tangga (pemakaian obat nyamuk dan repellen) dengan kejadian DBD dimana terbukti tidak ada hubungan yang sigifikan antara dua variabel tersebut.18 Bahkan hasil penelitian

yang dilakukan pada masyarakat daerah endemis di Kota Semarang ini menunjukkan hasil sebanyak 90,9% responden termasuk kurang baik dalam pemakaian repellen (obat oles/lotion), 74% dalam pemakaian obat nyamuk, dan 46,8% dalam kegiatan PSN, 48,1% rumah terdapat jentik dan 28,6% ada kejadian DBD. Cara pemakaian insektisida rumah tangga repellen (obat oles/lotion), obat nyamuk, larvasida ditambah kualitas PSN yang juga masih kurang baik sehingga diduga menyebabkan di rumah responden masih terdapat jentik.18

Pemakaian insektisida rumah tangga yang kurang baik berkaitan erat dengan sumber informasi pemakaian insektisida. Dalam penelitian ini sumber informasi utama sebagian besar responden ternyata berasal dari tenaga non kesehatan. Tidak dapat dipungkiri bahwa banyak tenaga kesehatan yang kurang atau bahkan tidak memberikan penyuluhan tentang penggunaan insektisida rumah tangga yang baik dan tepat untuk pencegahan DBD. Sehingga sumber infomasi pemakaian insektisida paling banyak diperoleh responden dari media massa/iklan. Padahal informasi dari media massa/iklan belum tentu sesuai dengan standar keamanan pemakainya dan dampak untuk lingkungannya. Akibatnya, ada sebagian masyarakat yang mengeluhkan efek dari pemakaian insektisida sehingga memilih menjarangkan pemakaian atau bahkan menghentikan memakai insektisida rumah tangga. Selain itu, bila informasi pemakaian insektisida rumah tangga yang diperoleh tidak tepat akan mengakibatkan efek samping yang merugikan tidak hanya bagi pemakainya namun juga berdampak untuk lingkungan sekitar. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden diperoleh informasi dampak negatif yang timbul dari

(10)

24 pemakaian insektisida rumah tangga adalah

adanya gangguan kesehatan. Selain menimbulkan gangguan pernapasan, penggunaan insektisida rumah tangga juga mengakibatkan batuk, pilek, sering pusing, gatal pada kulit, serta menyebabkan kulit menjadi merah. Hasil penelitian Martono (2010) mengungkapkan dari 92,5% dan 94,0% responden menggunakan pestisida di dalam rumah tangga mereka, tetapi proporsi responden yang membaca aturan penggunaannya pada responden di Kabupaten Badung dan Kabupaten Gianyar masing-masing hanya sebesar 59,0%-75,0%.19 Kemudian dari hasil penelitian ini juga memperlihatkan tempat aplikasi pestisida yang paling sering dilakukan cukup bervariasi, responden di Kabupaten Badung menyatakan paling sering mempergunakan pestisida di ruang keluarga, tetapi di Kabupaten Gianyar tempat aplikasi pestisida tersering di kamar tidur.19

Insektisida adalah bahan racun yang mematikan serangga, tetapi bagaimana proses insektisida mematikan serangga belum memperoleh kejelasan. Umumnya informasi tentang insektisida untuk pengguna adalah tentang efikasi, cara penggunaan dan keamanannya. Proses bagaimana insektisida meracun dan mematikan serangga (mode of action) hanya disebut secara garis besar seperti racun kontak, racun perut, atau racun pernafasan.20 Insektisida yang terdapat dalam kehidupan rumah tangga mayoritas mengandung zat piretrin dan pyrethroid. Piretrin adalah sari atau ekstrak bunga krisan yang sebelumnya telah dikeringkan. Sementara pyrethroid adalah zat buatan atau bentuk sintetis dari piretrin.21 Sedangkan jenis-jenis bahan aktif yang dilarang untuk insektisida rumah tangga berdasarkan peraturan Kementerian Pertanian yang digunakan untuk pengendalian serangga rumah tangga adalah diklorvos dan klorpirifos.22

Pada upaya pengendalian nyamuk vektor DBD, pemakaian insektisida rumah tangga merupakan kegiatan pendukung untuk pencegahan penularan DBD melalui gigitan nyamuk. Hasil penelitian resistensi vektor yang dilakukan tahun 2011 menunjukkan bahwa nyamuk vektor DBD di

Kota Denpasar, Kabupaten Gianyar, dan Kabupaten Badung terbukti telah resisten terhadap insektisida rumah tangga dengan bahan aktif deltamethrin 0,05%, permethrin 0,15%, lamdasihalothrin 0,05%, dan cypermethrin 0,05%, terjadinya resistensi sebagian vektor demam berdarah Aedes aegypti terhadap insektisida bahan aktif kelompok pyrethroid menunjukkan adanya pengaruh besar paparan dari insektisida rumah tangga.23 Hal ini senada dengan hasil penelitian residu insektisida rumah tangga semprot di Salatiga bahwa residu bahan aktif anti nyamuk yang terukur selama aplikasi dua minggu dan empat minggu menunjukkan terjadinya akumulasi. Residu empat minggu dari D-allethrin 0,100% residunya sebesar 6,24%; Transfluthrin 0,04% residu sebesar 16,94%; Cyfluthrin 0,025% residunya mencapai 68,24%, Sipermethrin 0,100% residu sebesar 23,92%; Transfluthrin 0,06% residu sebesar 4,69%, dan pralethrin 0,030% residunya mencapai 32,76%. Perilaku masyarakat berkemungkinan berpengaruh terhadap akumulasi residu bahan aktif insektisida aerosol (semprot) (kelompok : pyrethroid) tersebut di lingkungan rumah, bahkan nyamuk Culex quinquefasciatus dari wilayah penelitian tersebut terbukti sudah resisten terhadap beberapa jenis bahan aktif pyrethroid dengan tingkat kematian uji < 30%.24

Oleh karena itu, hal yang perlu diperhatikan, untuk mendukung program penggunaan insektisida rumah tangga sehingga dapat memberikan kontribusi yang positif dalam pencegahan DBD, yaitu adanya penyuluhan tentang bagaimana penggunaan insektisida rumah tangga secara “aman” dan “tepat”. Arti “aman” adalah aman untuk diri sendiri dan lingkungan sekitar, sedangkan “tepat” dalam arti 5 (lima) tepat (tepat jenis insektisida, tepat cara aplikasi, tepat sasaran, tepat waktu, dan tepat takaran).25

KESIMPULAN

Jenis insektisida rumah tangga yang dipakai oleh sebagian besar responden di Kota Denpasar, Kabupaten Badung, dan Kabupaten Gianyar Provinsi Bali menggunakan insektisida rumah tangga

(11)

25 jenis bakar. Tidak adanya hubungan antara

perilaku pemakaian insektisida rumah tangga dengan riwayat kejadian DBD menunjukkan bahwa perilaku pemakaian insektisida responden belum secara langsung mencegah responden terkena DBD, hal ini terutama disebabkan sumber habitat/sarang vektor nyamuk yang kemungkinan masih tersedia. Sumber informasi utama sebagian besar responden masih berasal dari media massa/iklan.

SARAN

Masyarakat perlu diberikan sosialisasi informasi pemakaian insektisida rumah tangga yang baik dan tepat terutama mengenai dosis dan cara penggunaan insektisida rumah tangga dalam pemakaian sehari-hari untuk pencegahan kontak dengan vektor nyamuk Demam Berdarah Dengue (DBD) dari Petugas Kesehatan. Sosialisasi informasi yang diberikan ke masyarakat mengenai penggunaan insektisida rumah tangga dapat menghindarkan tiap individu dari dampak negatif seperti bahan kimia berbahaya yang dapat masuk pada tubuh melalui makanan atau minuman yang tercemar bahan aktif insektisida serta melalui pernafasan karena menghirup berlebihan insektisida rumah tangga dalam bentuk gas dan uap saat terjadi akumulasi bahan aktif yang melebihi ambang batas toleransi tubuh. Selain itu, sosialisasi dilakukan lebih gencar mengenai kaidah penggunaan insektisida untuk meminimalisasi dampak negatif penggunaan bahan beracun ini.

Pencegahan kontak dengan vektor nyamuk DBD dapat efektif ketika pemakaian insektisida rumah tangga dilakukan secara baik, benar, serta tepat dosisnya. Sebab dalam pemakaian insektisida rumah tangga yang kurang baik berkaitan erat dengan sumber informasi pemakaian insektisida. Sehingga dapat mendukung tindakan pencegahan DBD. Selain memakai insektisida rumah tangga untuk mencegah kontak dengan vektor juga

disarankan untuk melakukan

pemberantasan sarang nyamuk (PSN) yang meliputi 3M Plus.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit (B2P2VRP), atas terlaksananya penelitian ini. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali beserta jajarannya yang telah memberikan izin dan kerjasama yang baik dalam pelaksanaan penelitian ini. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada Ibu Dra.Widiarti, M.Kes atas kesabaran dan bantuannya dalam membimbing penulis menyelesaikan artikel ini. Serta berbagai pihak yang sudah membantu dalam pelaksanaan penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. Dengue and dengue haemorrhagic fever (DHF) vector control. [Internet] 1996. [disitasi tanggal 1 Februari 2012]. Diakses dari: http://www.who.int/csr/disease/dengue/ en/.

2. Sigit SH dan Kusumawati UH. Hama pemukiman Indonesia: Pengenalan biologi dan pengendalian. Unit Kajian Pengendalian Hama Pemukiman Fakultas Kedokteran Hewan IPB Bogor. 2006: 7.

3. Widiarti, Suskamdani, Mujiono. Resistensi vektor malaria terhadap insektisida di Dusun Karyasari dan Tukatpule Pulau Bali dan Desa Lendang Ree dan Labuhan Haji Pulau Lombok. Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2009; 19(3):154-63.

4. Setiono K. et.al. Manusia, kesehatan, dan lingkungan. Jakarta: Penerbit Alumni. 2000: 86.

5. Suroso T. Situasi epidemiologi dan program pengendalian DBD di Indonesia. Makalah Seminar Kedokteran Tropis: Kajian KLB Demam Berdarah dari Biologi Molekuler Sampai Pengendaliannya. Yogyakarta: Pusat Kedokteran Tropis UGM. 2004:4.

(12)

26 6. Pusat Data dan Survailans

Epidemiologi Kementerian Kesehatan RI. DBD di Indonesia Tahun 1968-2009. Buletin Jendela Epidemiologi. 2010; 2:1-14.

7. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang. Laporan perkembangan kasus DBD dan chikungunya sampai dengan 9 Februari 2010. [Internet]. [disitasi tanggal 18 Oktober 2011]. Diakses dari: http://www.penyakitmenular.info/def_m enu.asp?menuID=18&menuType=1&S ubID=2&DetId=491.

8. Subdirektorat Pengendalian Arbovirosis: Dit PPBB - Ditjen PP dan PL. Informasi umum demam berdarah dengue [Internet] 2011. [disitasi tanggal 4 Februari 2012]. Diakses dari: <http://www.pppl.depkes.go.id/_asset/_ download/INFORMASI_UMUM_DBD_2 011.pdf.

9. Handayani K, et. al. Faktor sosial budaya yang berpengaruh terhadap pelaksanaan 3M Plus di Kabupaten Tangerang. [Internet] 2006. [disitasi tanggal 1 Desember 2011]. Diakses dari:http://www.risbinkes.litbang.depkes .go.id/Buku%20Laporan%20Penelitian %202006/faktor%20sosbud%20terhada p%203M.htm.

10. Mardihusodo SJ. Microplate assay analysis of potential for organophosphate insecticide resistance

in Aedes aegypti in Yogyakarta

Minicipality Indonesia. Berkala Ilmu Kedokteran.1995; 27: 71-9.

11. Gionar YR, Zubaidah S, Stoops CA, Bangs MJ. Penggunaan metode microtitre plate assay untuk deteksi gejala kekebalan terhadap insektisida organofosfat pada tiga spesies nyamuk di Indonesia. Laporan Penelitian Departemen Entomologi US NAMRU 2 Jakarta. 2005.

12. Rai IBN dan Sajinadiyasa IGK. Wisatawan asing dengan penyakit infeksi saluran nafas yang dirawat di RSUP Sanglah, Denpasar, Bali. Ejournal Universitas Udayana. 2009;10 (2). [internet] 2009. [disitasi tanggal 20 Maret 2012]. Diakses dari

http://ejournal.unud.ac.id/new/volume-2-32-255.html.

13. Pusat Data dan Informasi. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2011. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. 2012.

14. Nusa R, Ipa M, Delia T, Santi M. Penentuan status resistensi Aedes aegypti dari daerah endemis DBD di Kota Depok terhadap malathion. Buletin Penelitian Kesehatan. 2008; 36(1):20-5. 15. Setiono, Kusdwiratri, et.al. Manusia, kesehatan dan lingkungan. Jakarta Penerbit Alumni. 2000:86.

16. Murti B. Desain dan ukuran sampel untuk penelitian kuantitatif dan kualitatif di bidang kesehatan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. 2010: 38,97.

17. Riwidikdo, Handoko S. Statistik untuk penelitian kesehatan. Yogyakarta: Pustaka Rihama. 2010:17-23.

18. Samuri. Hubungan pemakaian repelen (obat oles/lotion), pemakaian obat nyamuk, kualitas pembersihan sarang nyamuk, dan keberadaan jentik dengan kejadian penyakit demam berdarah dengue di RW V Kelurahan Ngaliyan Kota Semarang. [Internet] 2010. [disitasi tanggal 26 Maret 2012].

Diakses dari:

http://digilib.unimus.ac.id/gdl.php?mod= browse&op=read&id=jtptunimus-gdl-samuria2a0217&PHPSESSID=1e67af6 fa4bdd962b254ed311c991538.

19. Arifianto M, Yeni, Sayono, Wardani RS. Perbedaan intensitas tindakan fogging terhadap status resistensi nyamuk Aedes aegypti pada insektisida malathion (studi di lingkungan Rumah Sakit Islam Sultan Agung). [Internet]. [disitasi tanggal 10 April 2012].

Diakses dari:

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/119 /jtptunimus-gdl-muhammadye-5938-3-babii.pdf.

20. Martono, Hendro dan Tim. Risiko kesehatan akibat pemakaian pestisida kimia di tingkat rumah tangga di Kabupaten Badung dan Ubud Provinsi Bali. Laporan Penelitian Program

(13)

27 Intensif Riset Terapan. Jakarta:

Puslitbang Ekologi dan Status Kesehatan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2010. 21. Pusat Informasi Obat dan

Makanan-Bidang Informasi Keracunan. Bahaya keracunanan pestisida rumah tangga. Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) [Internet]. [disitasi tanggal10 April 2012]. Diakses dari: http://ik.pom.go.id/v2014/artikel/KERAC

UNAN-PESTISIDA-DI-RUMAH-TANGGA.pdf.

22. Kementerian Pertanian. Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 1/Permentan/OT.140/1/2007 Tentang Daftar Bahan Aktif Pestisida yang Dilarang dan Pestisida Terbatas [Internet]. [disitasi tanggal 10 April

2012]. Diakses dari:

www.deptan.go.id/bdd/admin/p_mentan /Permentan-01-07.pdf.

23. Widiarti, Heriyanto B, Boewono DT, Widyastuti U, Ristiyanto, Mujiono, Yuliadi, Lasmiati. Peta resistensi vektor demam berdarah dengue Aedes aegypti terhadap insektisida kelompok organofosfat, karbamat, dan pyrethroid secara konvensional dan molekuler di Indonesia. Salatiga: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit. 2011: 49-53. 24. Susanti, Lulus. Residu insektisida

rumah tangga aerosol (bahan aktif: kelompok pyrethroid) terhadap nyamuk Culex quinquefasciatus di lingkungan pemukiman Kecamatan Tingkir Kota Salatiga. [tesis]. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. 2011. [disitasi tanggal 14 Agustus 2012].

Diakses dari:

http://etd.ugm.ac.id/index.php?mod=pe nelitian_detail&sub=PenelitianDetail&ac t=view&typ=html&buku_id=53218&oby ek_id=4.

25. Direktorat Pupuk dan Pestisida: Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian. Pedoman pembinaan penggunaan pestisida. Jakarta: Kementarian Pertanian RI. 2011:23-4.

Referensi

Dokumen terkait

Selanjutnya untuk mendukung pemanfaatan TIK dalam menumbuhkan pendidikan karakter dapat membuat permainan simulasi berbasis komputer. Tujuan permainan simulasi ini

Dampak negatif terhadap adanya Prostitusi Terselubung terhadap warga yaitu salah satunya kawasan Perumahan Jondul Lama sudah di persepsikan oleh warga Pekanbaru salah

misalnya pada proses input data mahasiswa, data tersebut akan diproses dan diakses jika file mahasiswa tersebut terdapat maupun tersimpan dalam tabel dari

Informed Consent sendiri diterjemahkan menjadi persetujuan Tindakan Medis yang keberadaan dan fungsinya diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan R I Nomor

Tepung ikan merupakan bahan makanan ternak yang berkadar protein.. tinggi, mudah dicerna dan kaya akan asam amino essensial terutama

Begitu juga peralihan kekuasaan dari satu khalifah ke khalifah yang lain semasa banyak sahabat masih hidup, sehingga menjadi Ijma' shahabat bahwa boleh menggunakan beberapa uslub

Dari wawancara tersebut, terungkap bahwa beberapa guru PAI telah memiliki akun facebook yang digunakan untuk menyambung silaturahmi dengan saudara jauh maupun

Diharapkan dari hasil penelitian pada ikan lele ini dapat diaplikasikan pada ikan gabus dengan tujuan untuk mendapatkan waktu optimal pemaparan laserpunktur pada titik