• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Proses formulasi dalam studi analisis kebijakan selama ini kurang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Proses formulasi dalam studi analisis kebijakan selama ini kurang"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1 1.1 Latar belakang

Proses formulasi dalam studi analisis kebijakan selama ini kurang mendapatkan perhatian. Kajian analisis kebijakan publik yang ada selama ini kebanyakan menitikberatkan pada kajian tentang implementasi dan evaluasi kebijakan. Hal ini terbukti dengan minimnya publikasi penelitian terkait formulasi kebijakan saat ini. Padahal, formulasi kebijakan merupakan langkah awal yang sangat krusial, namun selama ini jarang sekali kajian terkait itu. Hal ini senada menurut Subarsono (2005: 23), bahwa salah satu bagian dari analisis kebijakan yang kurang mendapat perhatian selama ini tetapi bersifat krusial adalah perumusan kebijakan atau sering disebut policy formulation.

Analisis kebijakan pada proses formulasi yang dilakukan oleh perumus kebijakan sering kali gagal, karena mereka menemukan solusi yang salah terhadap masalah yang benar. Sama halnya dengan masalah yang terjadi pada minuman beralkohol yang dikenal dengan istilah MIRAS (Minuman Keras) yang pada hakekatnya memiliki dampak negatif. Namun untuk merumuskan kebijakan berkaitan dengan persoalan minuman keras tersebut tidaklah mudah, meski jumlah penyalahgunaan minuman keras meningkat dari tahun ke tahun. Catatan World Health Organization (WHO) menunjukkan pada tahun 2011, tercatat 2,5 juta penduduk dunia meninggal akibat alkohol dan 9% kematian tersebut terjadi

(2)

pada orang muda (15-29 tahun). Setidaknya 18.000 orang di Indonesia setiap tahunnya juga kehilangan nyawa karenanya (suarapembaruan.com).

Di negara lain, khususnya negara berkembang seperti Africa Selatan juga memiliki permasalahan minuman beralkohol. Negara tersebut menyikapi persoalan minuman beralkohol dengan membuat empat inisiatif pengembangan kebijakan yang spesifik berupa regulasi tentang pembatasan iklan alkohol, pengaturan penjualan alkohol, perpajakan alkohol dan kontrol pada kemasan alkohol. Namun pengembangan kebijakan Alkohol yang terjadi di Afrika Selatan tersebut berlangsung secara sedikit demi sedikit. Menurut Charles D. H. Parry (2010) Journal compilation Society for the Study of Addiction: Alcohol policy in South Africa: a review of policy development processes between 1994 and 2009, menyebutkan bahwa kebijakan alkohol di Afrika Selatan tersebut justru menjadi produk bersaing kepentingan, nilai-nilai dan ideologi. Para pendukung kebijakan alkohol yang terlibat dalam proses perumusan lebih cenderung mengarah pada hasil-hasil kebijakan yang diinginkan dalam periode waktu yang lebih singkat.

Sedangkan di Indonesia pada lingkup lokal Kota Surakarta, Pemerintah Kota Surakarta berinisiatif mengajukan raperda untuk mengatur peredaran minuman beralkohol, pada tahun 2010. Raperda tersebut dimaksudkan agar minuman beralkohol yang sering disebut dengan istilah miras tersebut tidak dijual secara bebas dan disediakan di sembarang tempat. Dengan adanya dasar peaturan yang berdasar peraturan perundang-undangan maka diharapkan peredaran atau penjualan minuman beralkohol di Kota Surakarta dapat diatur dan diawasi oleh pemerintah.

(3)

Mengingat potensi Kota Surakarta merupakan salah satu kota utama di Jawa Tengah yang posisinya merupakan salah satu titik segitiga emas, yakni Surakarta - Jogja - Semarang. Hal tersebut menjadi gerbang utama sirkulasi peredaran narkoba dan minuman keras. Maraknya penyalahgunaan minuman keras di Kota Surakarta dapat ditunjukkan melalui bukti rekapitulasi kasus penyalahgunaan minuman keras yang diperoleh penulis yang terjadi pada bulan Nopember 2013 Data Rekapitulasi Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah Jawa Tengah Resor Kota Surakarta. Dalam satu bulan tersebut terdapat jumlah keseluruhan tersangka kasus tindak pidana ringan dengan keterangan penyalahgunaan minuman keras adalah 53 orang, sebagai berikut:

a. Polresta Surakarta : 2 tersangka b. Polsek Banjarsari : 23 tersangka c. Polsek Serengan : 12 tersangka d. Polsek Pasar Kliwon : 10 tersangka e. Polsek Jebres : 6 tersangka

Hal tersebut didukung oleh keberadaan hotel, tempat hiburan dan restoran di Surakarta yang cukup banyak. Berdasarkan data wajib pajak berikut dapat diketahui jumlah hotel, restoran dan tempat hiburan di Kota Surakarta sebagai berikut:

(4)

Tabel 1.1

Jumlah Hotel, Restoran dan Tempat Hiburan di Kota Surakarta

NO DAFTAR PAJAK TOTAL

1. Kategori Hotel: Hotel Bintang : 23 Hotel Melati : 114 Homestay : 8 Rumah Kost :826 971 2. Kategori Restoran: Resto : 78 Rumah Makan : 1072 Kafe/Bar/Rumah Makan :33 Kaki Lima : 23 1204 3. Biliard 9 4. Discoutiqe 15

(Sumber : Diolah dari data DPPKAD Surakarta tahun 2013)

Berdasarkan potensi Kota Surakarta tersebut, Raperda yang dibuat oleh Pemerintah Kota Surakarta dan diajukan kepada legislatif berbunyi: “Rancangan Peraturan Daerah Kota Surakarta Tentang Tentang Pelarangan, Pengawasan dan Pengendalian, Peredaran dan Penjualan Minuman Keras/Beralkohol”. Raperda ini disesuaikan dengan payung hukum Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2013 Tentang Pengendalian Dan Pengawasan Minuman Beralkohol yang merupakan peraturan pengganti Keppres Nomor 3 Tahun 1997.

Terdapat pro kontra yang terjadi dalam proses formulasi raperda tersebut. Draft raperda dengan payung hukum tersebut menuai beberapa permasalahan. Permasalahan yang pertama, yakni pengajuan draf raperda oleh Pemerintah Kota Surakarta kepada pihak legislatif untuk pembahasan dan penetapan tersebut menuai berbagai bentuk protes. Protes dilakukan oleh berbagai kalangan termasuk organisasi kemasyarakatan dan tokoh agama menolak pengesahan raperda tersebut.

(5)

Penolakan dalam proses formulasi raperda terrkait minuman beralkohol tersebut kian panas ketika Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Surakarta, Dewan Syariah Kota Surakarta (DSKS), Dewan Dakwah Islamiyyah Indonesia (DDII) dan Laskar Umat Islam Surakarta (LUIS) menunjukkan reaksi penolakan dengan mendatangi langsung Ketua DPRD, fraksi dan pansus untuk audiensi dan mencari dukungan penolakan (www.voa-islam.com). Bahkan salah satu audiensi diwarnai insiden pemaksaan FPI kepada anggota dewan untuk meminum ciu, yakni salah satu produk alkohol hasil fermentasi gula tebu sebagai bentuk penolakan terhadap bahaya miras. Mereka juga mengancam tidak akan mencoblos kembali anggota dewan yang mendukung legalisasi miras, dan meminta walikota mundur jika pro miras (www.Joglosemar.com, Sabtu 22 Februari 2014).

Permasalahan selanjutnya yaitu proses pembahasan raperda yang sangat panjang, seperti yang disebutkan dalam Laporan Hasil Pembahasan Panitia Khusus DPRD Kota Surakarta Bulan Maret 2014 dicantumkan bahwa pembahasan dilaksanakan sejak tanggal 8 Juli 2010 hingga sidang paripurna 3 Maret 2014. Pembahasan ini dilakukan oleh Panitia Khusus DPRD Kota Surakarta yang dibentuk berdasarkan Keputusan Pimpinan DPRD Kota Surakarta Nomor 18 Tahun 201 tanggal 6 Juni 2010. Padahal menurut Pedoman Umum Kebijakan Publik yang dikembangkan untuk Kantor Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (dalam Nugroho, 2012: 588-592), waktu efektif pembahasan suatu raperda idealnya hanya membutuhkan waktu maksimal 6 bulan. Hal ini menunjukkan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda)

(6)

tentang minuman keras tersebut di DPRD Surakarta membutuhkan waktu yang panjang hampir 4 tahun.

Hal unik terjadi di Kota Surakarta, setelah melalui proses formulasi begitu lama. Puncaknya, rancangan peraturan daerah yang telah diajukan oleh Pemerintah Kota Surakarta kepada DPRD tersebut, ditolak pengesahannya oleh semua fraksi, Seperti yang disampaikan oleh Bapak Hery Jumadi (Ketua Pansus) membenarkan mayoritas fraksi di DPRD Surakarta menolak Raperda Minuman Beralkohol, yang diberitakan dalam berita online Timlo.net sebagai berikut:

“Saya belum tahu pendapat semua fraksi. Harusnya semua pendapat fraksi sudah masuk karena hari ini batas terakhir penyerahan pendapat fraksi. Coba di cek di Bagian Legislasi. Tetapi memang kebanyakan fraksi menolak Raperda Miras, termasuk Fraksi PDIP

((http//www.timlo.net, 26 Februari 2014)”

Keputusan akhir DPRD Kota Surakarta terkait Raperda tersebut pada tanggal 3 Maret 2014 disetujui untuk ditolak kemudian disahkan. Hal ini menarik karena setelah melalui proses yang lama, hasil penetapannya berupa suatu kebijakan yang dipilih dan disetujui untuk tidak dilakukan atau ditolak. Kebijakan penolakan raperda tentang minuman beralkohol ini ditetapkan melalui Surat Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Surakarta Nomor 5 Tahun 2014 tentang Penolakan Rancangan Peraturan Daerah Tentang Minuman Beralkohol.

Rangkaian proses formulasi Raperda Kota Surakarta Tentang Minuman Beralkohol tersebut menunjukkan bahwa ada proses yang sangat menarik. Hal tersebut mengingatkan pada definisi kebijakan publik menurut Thomas R. Dye, bahwa kebijakan publik merupakan tindakan yang dipilih oleh pemerintah untuk

(7)

dilakukan, atau tindakan yang dipilih untuk tidak dilakukan oleh pemerintah. Pada poin kebijakan publik merupakan tindakan yang dipilih untuk tidak dilakukan oleh pemerintah ini terjadi pada serangkaian proses formulasi kebijakan publik kasus penolakan Raperda Tentang Minuman Beralkohol. Maka dari itu, penelitian ini dimaksudkan untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi dibalik proses formulasi yang dilakukan, sehingga terjadi penetapan penolakan. Hal ini menjadi unik karena jarang sekali terdapat suatu kebijakan yang diambil pemerintah berupa tindakan yang dipilih untuk tidak dilakukan atau ditolak.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dipaparkan, maka rumusan masalah yang diidentifikasi adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana proses formulasi kebijakan publik yang dilakukan, sehingga terjadi penolakan Rancangan Peraturan Daerah Kota Surakarta Tentang Minuman Beralkohol?

2. Alasan apa yang mendasari penolakan tersebut?

(8)

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui proses formulasi kebijakan publik yang dilakukan, sehingga terjadi penolakan Rancangan Peraturan Daerah Kota Surakarta Tentang Minuman Beralkohol, dengan memaparkan alasan yang mendasari penolakan dan aktor yang terlibat dalam penolakan raperda tersebut.

1.4 Manfaat

Adapun manfaat yang dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Manfaat Teoritis.

a) Memberikan sumbangan pengetahuan dan pemikiran yang bermanfaat bagi perkembangan Ilmu Administrasi terkait bagaimana yang terjadi dalam proses formulasi kebijakan publik kasus penolakan Rancangan Peraturan Daerah Kota Surakarta Tentang Minuman Beralkohol.

b) Memberikan gambaran tentang perumusan kebijakan publik yang merupakan inti dari proses kebijakan publik.

c) Memberikan wawasan mengenai siapa aktor-aktor yang terlibat dalam formulasi kebijakan tersebut.

2. Praktis.

a. Memberikan tawaran solusi berdasarkan temuan penelitian formulasi kebijakan kasus penolakan rancangan peraturan daerah tentang minuman beralkohol kepada Pemerintah Kota Surakarta.

(9)

b. Memberikan bahan rujukan dan informasi kepada pembaca terkait penolakan raperda miras kota surakarta dalam kaitannya dengan proses perumusan kebijakan.

c. Mengkomunikasikan pengetahuan yang relevan terkait terjadinya dinamika dalam proses perumusan kebijakan di Kota Surakarta kepada aktor kebijakan baik eksekutif, legislatif dan LSM terkait d. Sebagai gambaran untuk mengantisipasi konflik dalam pembahasan

rancangan peraturan daerah selanjutnya, sehingga dapat saling memberikan masukan dalam pembuatan regulasi tentang minuman Bberalkohol selanjutnya, serta menjadikan koreksi untuk lebih mengetahui problematika minuman keras di Surakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Variabel dalam penelitian ini meliputi empat variabel bebas, yaitu Supervisi Akademik Kepala Sekolah (X1), Komunikasi interpersonal antara kepala sekolah dan guru,

KESATU : Perubahan atas Surat Keputusan DPRD Nomor 18 tahun 2009 tentang Penempatan Personil Anggota Fraksi pada Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Sedangkan dalam Ordonansi Pengangkutan udara atau biasa dikenal OPU ( Luchvervoer Ordonantie Staatsblat staatsblat 1939 No. 100) dinyatakan bila pengangkut udara tersebut

Dari perhitungan yang telah dilakukan, maka dapat diketahui berapa besar laba ataupun rugi yang telah dialami oleh perusahaan Moulding Ryan. Dalam pemakaian bahan baku,

Sebuah frase musik yang dimainkan oleh instrumen solo kemudian diikuti pemain musik atau seksi lainnya yang memainkan frase baru sebagai respons terhadap frase

Jika ditemukan pembuatan lebih dari satu (1) akun oleh satu (1) pengguna yang sama dan/atau nomor handphone yang sama dan/atau alamat yang sama dan/atau ID

Jadi, individu yang tinggal di wilayah teritorial di mana demonstrasi kriminal secara teratur terjadi dengan mengirimkan, mengendalikan, atau mengklaim barang-barang dusun kayu

Kami persilahkan kepada Saudara Sekretaris Dewan untuk membacakan petikan Surat Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Paser Nomor 1 Tahun 2021