• Tidak ada hasil yang ditemukan

04_Usulan Teknis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "04_Usulan Teknis"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

WONG EDAN PT. Atlas Intergalactic

USULAN TEKNIS

(2)

Pendekatan, Metodologi, Dan Program Kerja

I.

PENDEKATAN TEKNIS DAN METODOLOGI

ari hasil pengalaman Konsultan, maka di susun metodologi menyeluruh dalam menyelesaikan pekerjaan mulai dari pekerjaan persiapan sampai penyerahan produk akhir berupa maket, peta dan laporan. Untuk memudahkan dalam memahami metodologi tersebut, maka Konsultan membuat urutan dan keterkaitan antara masing-masing kegiatan dalam bentuk diagram alir yang dapat di lihat pada Gambar I.1.

Untuk menjamin dan terarahnya kegiatan perencanaan maka perlu adanya suatu panduan yang menggambarkan tahapan-tahapan kegiatan untuk mencapai tujuan dan sasaran yang diharapkan. Panduan atas tahapan-tahapan kegiatan ini digambarkan dalam suatu diagram alir yang digambarkan dibawah ini, yang mana setiap langkah (dalam diagram alir ditunjukan dalam bentuk panah) mempunyai sasaran berupa produk atau awal dari kegiatan berikutnya.

Tahapan kegiatan disusun sebagai berikut : 1. TAHAPAN PENDAHULUAN

Pada tahap ini sasaran utamanya tersusunnya Laporan Pendahuluan berisi rencana kerja, seluruh metoda pendekatan,program survei, dilampiri dengan daftar isian survei, daftar pertanyaan dan perlengkapan lainnya. Seluruh dokumen pelaporan yang telah disetujui selanjutnya diperbanyak 10 (sepuluh) eksemplar

Untuk menyusun lokasi pasti dari lokasi survei dan rencana kerja yang lebih akurat, Konsultan terlebih dahulu akan melakukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait yaitu PT. CENTRAL PROTEINAPRIMA.

2. TAHAPAN SURVEI

Survei Pendahuluan Survei topografi.

Survei hidro-oceanografi (Bathimetri, Arus, Pasut, dan Sedimentasi). 3. TAHAP ANALISA DATA

Analisa Lokasi

D

(3)

Analisa topografi dan bathimetri (memperbaharui data topografi sesuai dengan lahan yang dibutuhkan)

Analisa Hidrometri (mencari pengaruh sungai)

Analisa hidroklimatologi dan oceanografi (melengkapi data dan analisa)

Penggambaran Peta Site Plan, Peta Topografi, dan Peta Bathimetri Laporan Antara

Diskusi

4. TAHAP PELAPORAN DAN DISKUSI: Laporan Akhir

Diskusi

Laporan Ringkasan.

Disamping kegiatan-kegiatan yang disebutkan diatas pada pekerjaan ini juga akan dilakukan asistensi dan diskusi sebagai kontrol dan arahan direksi terhadap pelaksana atas kegiatan-kegiatan yang telah dan akan dilanjutkan yaitu berupa :

Diskusi konsep laporan pendahuluan dimana akan ditentukan lokasi yang diprioritaskan untuk ditindaklanjuti dengan survei dan investigasi baik untuk RENCANA INDUK TERSUS PT. CPP.

Asistensi konsep alternatif solusi, dalam hal menentukan layout, tipe dan jenis bangunan yang akan direncanakan, serta pembahasan atas alternatif-alternatif pradesain.

Diskusi Draft laporan akhir, yang membahas hasil studi keseluruhan untuk mendapatkan masukan dari pihak yang terkait sehingga konsep laporan ini dapat disempurnakan menjadi laporan akhir. Hubungan dan urutan kegiatan serta produk yang diharapkan akan dapat dihasilkan digambarkan pada bagan alir dibawah ini.

(4)
(5)

I.1

Pekerjaan Pendahuluan

Untuk menunjang kelancaran kegiatan proyek diperlukan administrasi yang baik antara pemberi kerja dengan konsultan. Pekerjaan persiapan di mulai segera setelah Konsultan menerima surat perintah mulai kerja (SPMK) dengan beberapa kegiatan antara lain :

I.1.1

Administrasi Proyek/ Manajemen

Mempersiapkan administrasi proyek meliputi buku kontrak, surat perintah mulai kerja (SPMK) dan surat penyerahan lapangan (SPL).

I.1.2

Persiapan Mobilisasi Personil

Dengan dimulainya kegiatan proyek maka konsultan mempersiapkan personil tenaga ahli yang tercantum di dalam proposal teknis. Setiap tenaga ahli akan mempersiapkan segala sesuatunya untuk kegiatan survei meliputi form survei maupun daftar (check list) kebutuhan data sekunder yang diperlukan.

Personil yang harus di persiapkan untuk menangani pekerjaan ini terdiri dari tenaga ahli dan tenaga pendukung.

I.1.3

Peralatan

Pada tahap awal dimulainya pekerjaan akan dipersiapkan peralatan yang diperlukan untuk mendukung operasional proyek. Khususnya untuk tenaga ahli yang melakukan survei akan mempersiapkan peralatannya yang sudah dikalibrasi. Daftar peralatan dan surat uji kalibrasi akan disampaikan kepada pemberi kerja untuk mendapatkan persetujuan.

I.1.4

Tinjauan Lapangan

Pada tahap ini merupakan studi awal atas kondisi wilayah kajian pada saat ini dan penulurusan data serta studi yang telah ada terutama menyangkut segi hidro-oceanografi, morfologi sungai, morfologi pantai, tata guna lahan, kondisi bangunan pantai existing serta identifikasi wilayah kritis abrasi dan sedimentasi di samping usulan-usulan pada studi yang telah ada. Demikian juga halnya dengan peta-peta yang diperlukan seperti peta topografi terbesar yang ada dan terbaru (diharapkan peta skala 1 : 25.000 atau lebih besar) serta referensi-referensi sebagai acuan dalam pengukuran situasi sungai pada ruas-ruas yang telah ditentukan.

Kegiatan studi pendahuluan terdiri dari site visit, survei pemetaan topografi, survey kecepatan arus, bathimetri, sedimentasi serta pasang surut. Masing-masing kegiatan survai diuraikan sebagai berikut :

(6)

• Site Visit/Orientasi Lapangan

Untuk mendapatkan gambaran kondisi lapangan dan informasi yang lengkap tentang wilayah proyek, maka Konsultan menugaskan team leader bersama tim ahli untuk melakukan peninjauan lapangan dan berkoordinasi dengan pengguna jasa. Peninjauan ini sangat bermanfaat terutama untuk merencanakan strategi pelaksanaan survei kecepatan arus, pasang surut, Topografi, Bathimetri, dan sedimentasi serta memperoleh informasi permasalahan yang ada di lokasi proyek khususnya yang berkaitan dengan banjir serta erosi dan sedimentasi. Selama kunjungan lapangan akan dilakukan juga pengumpulan data sekunder antara lain :

Data kabupaten, sumber BPS.

Peta daerah dari BAPPEDA (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah).

Buku hasil studi maupun perencanaan yang pernah dilakukan. Peta tata guna lahan.

Dan lain-lain.

Kajian terhadap studi-studi terdahulu dimaksudkan untuk mendapatkan informasi awal tentang lokasi dan data sekunder yang berkaitan pekerjaan baik pada level makro sistem dan mikro sistem sehingga nampak jelas adanya penajaman atau konsep penyusunan rencana induk terminal khusus yang telah ditentukan.

Aspek yang dipelajari dari studi terdahulu meliputi:

Rekomendasi studi terdahulu dan relevansinya terhadap pekerjaan yang akan dilaksanakan.

Pendekatan teknis dari permasalahan yang ada, kemudian diklarifikasi validitasnya di lapangan.

Rekomendasi pemecahan masalah dan program penangannya baik aspek teknik maupun skala prioritasnya apakah masih representarif untuk kondisi saat ini.

Identifikasi lokasi serta masalah rawan erosi dan sedimentasi.

Relevansi rekomendasi studi terdahulu terhadap kondisi existing pada saat ini dengan melakukan komparasi secara visual di lapangan. Ketersediaan data dari studi terdahulu terutama data hydro-oceanografi, data debit sungai, referensi dan lain-lain.

Permasalahan aktual pada saat ini baik secara fisik lapangan maupun terhadap rencana pengembangan dari instansi-instansi terkait dan kaitannya dengan perubahan tata ruang serta faktual di lapangan.

(7)

I.1.5

Penyusunan Rencana Kerja Terinci

Agar tujuan pekerjaan dapat di capai baik mutu maupun waktu sesuai sasaran yang di harapkan maka perlu di susun rencana kerja yang meliputi jadwal pelaksanaan pekerjaan, dan jadwal penugasan personil. Penyusunan rencana kerja akan dituangkan dalam Laporan Pendahuluan setelah dapat diketahui baik dari hasil analisa dan evaluasi hasil studi terdahulu yang di komparasi dengan kondisi existing hasil tinjauan lapangan, terutama menyangkut kepastian lokasi yang akan dilakukan survei dan investigasi. Hal ini terutama menyangkut kegiatan lapangan yang perlu dilakukan sesuai dengan kondisi exsisting.

I.1.6

Kegiatan Survei dan Investigasi

a.

Survei Topografi – Bathimetri

Pengukuran topografi akan dilakukan untuk memperoleh data luasan yang dibutuhkan untuk terminal khusus dan elevasi permukaan tanah.

Pelaksanaan pekerjaan pengukuran topografi dalam pelaksanaannya melalui proses pengambilan data, pengolahan data lapangan, perhitungan, penggambaran dan penyajian data pada laporan.

Berdasarkan pemahaman dan kajian yang telah diuraikan pada bab pemahaman umum proyek sebelumnya, Secara garis besar pengambilan data topografi meliputi :

1. Pengukuran Kerangka Dasar Horisontal. 2. Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal. 3. Pengukuran Detail Situasi.

4. Pengukuran melintang.

Prosedur kerja lapangan dan studio diuraikan di bawah ini.

a) Peralatan yang diperlukan

Peralatan yang akan di pakai telah memenuhi persyaratan ketelitian (kalibrasi) dan sudah di periksa dan disetujui oleh pemberi kerja.

(8)

Theodolite T1/Wild, dipergunakan untuk kegiatan pembuatan kerangka horizontal utama, baik untuk pemetaan situasi maupun pengukuran trase.

Waterpass (WP), dipergunakan untuk kegiatan pembuatan kerangka vertical dan pengukuran trase. Theodolite To/Wild, dipergunakan untuk kegiatan pemetaan situasi rincikan.

EDM (Electronic Distance Measure), dipergunakan untuk pengukuran jarak akurat poligon utama

b) Titik Referensi dan Pemasangan Benchmark (BM), Control Point (CP) dan patok kayu

Dalam pelaksanaan pengukuran situasi detail dan trase sungai/pantai, Konsultan akan menggunakan titik tetap yang sudah ada sebagai titik acuan (referensi) dan harus diketahui dan disetujui oleh pemberi kerja.

Untuk menunjang hasil kegiatan proyek, dilakukan penambahan benchmark baik berupa BM maupun CP di beberapa lokasi untuk menjamin akurasi pengukuran pada saat pelaksanaan konstruksi.

Dimensi patok Benchmark (BM) berukuran 20 cm x 20 cm x 100 cm terbuat dari beton dan Control Point (CP) berukuran 10 cm x 10 cm x 80 cm atau pipa paralon diameter 4“ diisi beton cor. Keduanya dilengkapi paku/besi beton yang dipasang menonjol setinggi 1 cm pada bagian atas BM dan CP.

Penempatan CP dan BM pada posisi yang memudahkan kontrol pengukuran, aman dari gangguan manusia atau hewan, tidak mengganggu transportasi dan kegiatan rutin penduduk sekitar, diluar areal kerja/batas pembebasan tanah untuk bangunan air dan saluran, tetapi cukup mudah dicari dan berada dicakupan lokasi kerja. Patok CP dan BM dilengkapi dengan kode proyek, nama, nomor dan huruf yang akan dikonsultasikan dengan direksi.

Sesuai spesifikasi teknis, rintisan dan pemasangan patok dan patok permanen (BM dan CP) kerangka dasar pengukuran adalah sebagai berikut :

(9)

Pemasangan patok, BM dan CP dilaksanakan pada jalur-jalur pengukuran sehingga memudahkan pelaksanaan pengukuran.

BM, CP dan patok di pasang sebelum pengukuran situasi sungai/pantai dilaksanakan.

BM di pasang pada setiap jarak ± 2.0 km dan CP di pasang pada setiap jarak 2.0 km (berdampingan dengan BM) atau pada tempat yang strategis yang diperkirakan tidak terganggu oleh pembangunan fisik pelabuhan. Pilar-pilar tersebut di buat dari konstruksi beton.

BM dan CP tersebut di pasang pada tempat-tempat yang aman, stabil serta mudah ditemukan.

Apabila tidak memungkinkan untuk mendapatkan tempat yang stabil, misalnya tanah gembur atau rawa-rawa maka pemasangan BM dan CP tersebut harus di sangga dengan bambu/kayu.

Patok-patok di pasang maksimal setiap jarak 100 m pada bagian yang lurus dan < 50 m pada bagian yang berkelok-kelok (disesuaikan dengan keperluan). Patok-patok di buat dari kayu (misal kayu reng/gelam/dolken) dengan diameter 3 – 5 cm. Pada bagian atas patok ditandai dengan paku payung. Jalur rintisan/pengukuran mengikuti alur sungai / pantai.

Didalam laporan topografi akan di buat buku Diskripsi BM yang memuat, posisi BM dan CP dilengkapi dengan foto, denah lokasi, dan nilai koordinat (x, y, z).

(10)

Gambar I. 2 Bentuk BM dan CP c) Pengukuran kerangka dasar pemetaan.

Sebelum melakukan pekerjaan pemetaan areal Rencana sungai dan pantai baik pengukuran kerangka dasar horizontal, kerangka dasar vertikal maupun pengukuran detail situasi, terlebih dahulu dilakukan pematokan yang mengcover seluruh areal yang akan dipetakan.

Azimut awal akan ditetapkan dari pengamatan matahari dan dikoreksikan terhadap azimut magnetis.

Pengukuran Jarak

Pengukuran jarak dilakukan dengan menggunakan pita ukur 100 meter. Tingkat ketelitian hasil pengukuran jarak dengan menggunakan pita ukur, sangat tergantung kepada cara pengukuran itu sendiri dan keadaan permukaan tanah. Khusus untuk pengukuran jarak pada daerah yang miring dilakukan dengan cara seperti di Gambar I.3.

Jarak AB = d1 + d2 + d3 40 20 15 65 20 10 0 Beton 1:2:3 Pasir dipadatkan Pen kuningan Tulangan tiang Ø10 Sengkang Ø5-15 Pelat marmer 12 x 12 20 10 20 10 Ø6 cm Pipa pralon PVC Ø6 cm Nomor titik Dicor beton Dicor beton 75 25

(11)

Gambar I. 3 Pengukuran Jarak Pada Permukaan Miring

Untuk menjamin ketelitian pengukuran jarak, maka dilakukan juga pengukuran jarak optis pada saat pembacaan rambu ukur sebagai koreksi.

Pengukuran Sudut Jurusan

Sudut jurusan sisi-sisi poligon adalah besarnya bacaan lingkaran horisontal alat ukur sudut pada waktu pembacaan ke suatu titik. Besarnya sudut jurusan dihitung berdasarkan hasil pengukuran sudut mendatar di masing-masing titik poligon. Penjelasan pengukuran sudut jurusan sebagai berikut lihat Gambar I.4. α = sudut mendatar

αAB = bacaan skala horisontal ke target kiri

αAC = bacaan skala horisontal ke target kanan

Pembacaan sudut jurusan poligon dilakukan dalam posisi teropong biasa (B) dan luar biasa (LB) dengan spesifikasi teknis sebagai berikut:

Jarak antara titik-titik poligon adalah ≤ 50 m. Alat ukur sudut yang digunakan Theodolite T2. Alat ukur jarak yang digunakan pita ukur 100 meter. Jumlah seri pengukuran sudut 4 seri (B1, B2, LB1, LB2). Selisih sudut antara dua pembacaan ≤ 2” (dua detik).

Ketelitian jarak linier (KI) ditentukan dengan rumus berikut.

Bentuk geometris poligon adalah loop. d1 d2 d3 A B 2 1

(

)

000

.

5

:

1

2 2

=

=

d

f

f

KI

x y

(12)

Gambar I. 4 Pengukuran Sudut Antar Dua Patok.

Pengamatan Azimuth Astronomis

Pengamatan matahari dilakukan untuk mengetahui arah/azimuth awal yaitu:

Sebagai koreksi azimuth guna menghilangkan kesalahan akumulatif pada sudut-sudut terukur dalam jaringan poligon.

Untuk menentukan azimuth/arah titik-titik kontrol/poligon yang tidak terlihat satu dengan yang lainnya.

Penentuan sumbu X untuk koordinat bidang datar pada pekerjaan pengukuran yang bersifat lokal/koordinat lokal. Pengamatan azimuth astronomis dilakukan dengan:

Alat ukur yang digunakan Theodolite T1 Jumlah seri pengamatan 4 seri (pagi hari) Tempat pengamatan, titik awal (BM.1)

Dengan melihat metoda pengamatan azimuth astronomis pada Gambar I.5, Azimuth Target (αT) adalah:

αT = αM + β atau αT = αM + ( ιT - ιM )

di mana:

αT = azimuth ke target

αM = azimuth pusat matahari

(ιT) = bacaan jurusan mendatar ke target

(ιM) = bacaan jurusan mendatar ke matahari

A B C αAB αAC β

(13)

β = sudut mendatar antara jurusan ke matahari dengan jurusan ke target

Gambar I. 5 Pengamatan Azimuth Astronomis.

Pengukuran kerangka dasar horizontal dilakukan dengan metoda poligon dimaksudkan untuk mengetahui posisi horizontal, koordinat (X,Y ).

Adapun spesifikasi pengukuran kerangka dasar antara lain : Pengukuran poligon adalah untuk menentukan koordinat titik-titik poligon yang digunakan sebagai kerangka pemetaan.

Pengukuran polygon sebagai kerangka kontrol horisontal dan pengukuran waterpass sebagai kerangka vertikal. Pengukuran kerangka dasar pemetaan ini harus terikat dengan benchmark referensi dan di bagi dalam beberapa loop/kring sesuai dengan kebutuhan.

Pengukuran poligon diikatkan pada titik tetap geodetis (titik trianggulasi) dan titik tersebut harus masih dalam keadaan baik serta mendapatkan persetujuan dari Direksi Pekerjaan. Pengontrolan sudut hasil pengukuran poligon dilakukan penelitian azimuth satu sisi dengan pengamatan matahari pada setiap jarak ± 2.5 km atau sesuai dengan kondisi lapangan.

Sudut polygon diusahakan tidak ada sudut lancip, alat ukur yang di pakai adalah Theodolite T2 atau yang sederajat dengan ketelitian ± 20” dan Elektronik Distance Meter (EDM). Matahari U (Geografi) Target A αMαT

(14)

Kerangka cabang dilakukan dengan ketentuan panjang sisi poligon maksimum 100 m. Jarak kerangka cabang diukur ketinggiannya dengan waterpass.

Selisih sudut antara dua pembacaan < 2” (dua detik). Persyaratan pengukuran poligon utama mempunyai kesalahan sudut (toleransi) adalah 10”√n detik pada loop tertutup dimana n adalah jumlah titik poligon. Pada poligon cabang toleransi kesalahan sudut adalah 20”√n detik dengan n adalah jumlah titik poligon.

Salah penutup utama jarak fd <1:7.500, dimana fd adalah jumlah penutup jarak.

Pengukuran waterpass setiap seksi dilakukan pergi-pulang yang harus dilakukan dalam satu hari.

Jalur pengukuran waterpass harus merupakan jalur yang tertutup dengan toleransi kesalahan beda tinggi 10√D (mm) dimana D = panjang jarak (km).

Pengukuran sudut dilakukan dua seri (biasa dan luar biasa) muka belakang.

Jarak di ukur dengan pita ukur.

Jalur poligon di buat dalam bentuk geometris poligon kring tertutup (loop) melalui BM dan patok kayu dan bagian sungai/pantai berada dalam kring tersebut.

(15)

Pengukuran Waterpass

Pengukuran ini dimaksudkan untuk mengetahui posisi tinggi elevasi (Z), pada masing-masing patok kerangka dasar vertikal. Metoda pengukuran yang dilakukan ini metoda waterpas, yaitu dengan melakukan pengukuran beda tinggi antara dua titik terhadap bidang referensi yang di pilih (LWS), jalannya pengukuran setiap titik seperti diilustrasikan pada Gambar I.7. di bawah ini.

Gambar I. 7 Pengukuran waterpass

Spesifikasi Teknis Pengukuran Waterpass adalah sebagai berikut :

1) Maksud pengukuran waterpass adalah untuk menentukan ketinggian titik-titik (BM, CP dan patok-patok) terhadap bidang referensi tertentu yang akan digunakan sebagai jaring sipat datar pemetaan.

2) Alat ukur yang dipakai adalah Automatic Level NAK-2 atau yang sederajat dan rambu ukur alumunium 3 m.

3) Jalur pengukuran di bagi menjadi beberapa seksi. 4) Tiap seksi di bagi menjadi slag yang genap.

5) Setiap pindah slag rambu muka menjadi rambu belakang dan rambu belakang menjadi rambu muka.

6) Pengukuran waterpass dilakukan dengan cara double stand, ring. Panjang seksi-seksi pengukuran waterpass antara 1,00 – 2,20 km.

7) Toleransi kesalahan pembacaan stand 1 dengan stand 2 < 2 mm.

8) Jalur pengukuran mengikuti jalur poligon dan meliwati (BM). 9) Toleransi salah penutup tinggi (Sp) < 10 mm √D, Dimana :

i. n = Salah penutup tinggi. ii. D = Jarak dalam satuan km. rambu

P1 P2

P3

(16)

10)Pengukuran waterpass diikatkan pada titik tetap ketinggian geodetis yang ada di dekat daerah pengukuran atau titik referensi lain yang ditetapkan oleh Direksi Pekerjaan.

11)Pembacaan rambu dengan tiga benang (benang atas, tengah dan bawah).

12)Pengukuran sifat datar ini dilakukan melalui titik-titik poligon dan patok lainnya yang digunakan untuk pengukuran situasi dan profil melintang sungai/pantai.

Pengukuran Situasi Detail

Penentuan posisi (x,y,z) titik detail dilakukan pengukuran situasi dengan metoda pengukuran Tachymetri. Adapun spesifikasi teknis pengukuran situasi detail adalah sebagai berikut :

1. Alat yang digunakan theodolite T.2.

2. Titik detail terikat terhadap patok yang sudah punya nilai koordinat dan elevasi.

3. Pengambilan data menyebar ke seluruh areal yang dipetakan dengan kerapatan disesuaikan dengan kondisi lapangan dan skala peta 1 : 1.000 dan 1 : 2.000.

d) Pengukuran penampang memanjang dan penampang melintang sungai/pantai.

Maksud dari kegiatan ini adalah untuk mendapatkan informasi terukur yang dapat dipergunakan dalam perencanaan bangunan serta perkiraan volume galian dan timbunan.

Untuk mengetahui bentuk permukaan pantai / bentuk sungai maka dilakukan pengukuran profil (cross section).

Spesifikasi pengukuran penampang memanjang dan melintang sebagai berikut :

Pengukuran dilakukan di sepanjang pantai / sungai pada patok-patok profil yang telah dipasang.

Interval profil 50 m dan 100 m.

Pengukuran profil tegak lurus pantai dan sungai. Pengukuran terikat terhadap titik poligon.

Pengukuran situasi dan penampang dilakukan bersama-sama.

(17)

Alat ukur yang di pakai adalah Thedolite T0 atau yang sederajat.

Metode yang dipergunakan adalah metode tachimetri. Pengukuran dilaksanakan dengan sistem non poligon. Jalur non poligon merupakan panjang penampang melintang sungai.

Penampang melintang di buat dengan interval jarak ± 100 m pada bagian sungai yang lurus dan < 50 m pada bagian sungai yang berkelok-kelok atau disesuaikan dengan keperluan.

Penampang memanjang diambil pada dasar sungai yang terdalam termasuk peil-peil muka air tanah terendah, normal dan tertinggi.

Detail yang ada di lapangan di ukur, terutama kampung, lembah, bukit, jembatan dan lain-lain.

Setiap 50 m atau 25 m titik poligon diukur dengan meter ukur baja dan harus diikatkan pada patok kerangka utama.

Pengamatan matahari harus dilakukan setiap 2,5 km. Setiap titik poligon harus diukur ketinggiannya.

Profil memanjang dan melintang dilakukan dengan interval jarak 100 m dan pada belokan diukur setiap 50 m dengan koridor 100 m kekiri dan kekanan dari tepi sungai.

Jika trase memotong anak sungai, maka alur sungai tersebut harus di ukur profil melintangnya.

Titik detail trase di ambil dari data profil melintang, sedangkan detail lainnya yang ada diantara profil melintang harus di ukur dengan cara dirincikan sehingga kerapat titik detail 2 cm pada petanya.

Pengukuran penampang melintang sungai untuk lebar B ≤ 100 m dapat dilakukan dengan menggunakan waterpass atau To untuk lebar > 100 m akan dilakukan beberapa titik di tepi sungai berjarak 25 – 50 m dari muka air sungai sedangkan profil sungai akan diukur dengan sistim colokan jika kedalaman air h ≤ 3 m, jika h > 3 m dilakukan dengan echosounder.

Titik-titik pengukuran penampang melintang direncanakan seperti gambar berikut :

(18)

Gambar I. 8 Profil Melintang Bila Di Sungai

Gambar I. 9 Profil Melintang (Sungai) untuk Lebar Sungai B > 100 m

Gambar I. 10 Profil Melintang Pantai

Perhitungan hasil ukur

Perhitungan harus dilaksanakan di lapangan, dengan kontrol perhitungan oleh pengawas lapangan dan tiap selesai 1 hari pengukuran data diserahkan untuk di cek dan dibubuhi paraf oleh pengawas lapangan.

Perhitungan dilakukan 2 (dua) kali, yaitu perhitungan sementara dan perhitungan definitif. Perhitungan data lapangan merupakan perhitungan sementara untuk mengetahui ketelitian ukuran. Perhitungan definitip adalah

As

Tepi kiri Tepi kanan

Bts Koridor Bts Koridor

As

Tepi kiri Tepi kanan

Bts Koridor Bts Koridor

2,5 m Colok / Echosounder 2,5 m

P1 rambu

(19)

perhitungan yang sudah menggunakan hitungan perataan oleh tenaga ahli geodesi. Hasil perhitungan ini akan digunakan untuk proses penggambaran.

Setiap hasil perhitungan harus diasistensikan dan disetujui supervisor lapangan.

Semua data azimuth hasil pengamatan matahari harus di pakai dalam perhitungan, jika ada yang tidak di pakai harus ada persetujuan dengan direksi.

Semua titik kerangka utama/cabang harus di hitung koordinat dan ketinggiannya.

Semua data ukur asli dan perhitungan perataannya diserahkan ke direksi pekerjaan.

Penggambaran

Penggambaran hasil pengukuran mengacu kepada standard penggambaran yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pengairan.

Penggambaran draft dapat dilaksanakan dengan penggambaran secara grafis, dengan menggunakan data ukur sudut dan jarak.

Penggambaran peta situasi definitif dilakukan, setelah hasil perhitungan definitif selesai dilaksanakan sehingga koordinat sebagai kerangka horizontal dan spot height sebagai kerangka vertikal telah dilakukan hitungan perataannya.

Penggambaran peta situasi sungai skala 1 : 2.000 dengan interval kontur 0,50 m di buat pada kertas kalkir ukuran A1.

Peta ikhtisar skala 1 : 10.000 s/d 1 : 25.000 dengan interval kontur 1,0 m di buat pada kertas kalkir ukuran A1.

Penggambaran profil memanjang sungai skala (H) 1 : 2.000 dan skala (V) 1 : 1 : 200, penggambaran profil melintang sungai skala (H) 1 : 2.000 dan skala (V) 1 : 1 : 200.

Semua titik koordinat kerangka utama dan cabang di gambar dengan sistem koordinat.

(20)

Kontur di kampung di gambar tidak boleh putus. Sistem grid yang di pakai adalah sistem proyeksi UTM.

b. Pemeruman (BATHIMETRI)

Pengukuran bathimetri sangat terkait dengan pengukuran topografi dan pengamatan tinggi muka air/pasang surut, sehingga pelaksanaan pekerjaan pengukuran bathimetri harus dilakukan dengan bersamaan. Tahapan–tahapan pelaksanaan pekerjaan pengukuran bathimetri diuraikan pada sub-bab berikut.

1) Sistem Pengukuran Kedalaman

Pengukuran kedalaman dengan menggunakan alat ukur Echosounder. Kedalaman dasar perairan terekam pada kertas Echogram. Adapun spesifikasi pengukurannya adalah sebagai berikut :

Jalur pengukuran sounding tegak lurus pantai. Interval jalur sounding 25 - 50 meter.

Interval fix point setiap 50 meter.

Alat yang digunakan Echosounder merek Furuno. Posisi fix point dengan cara ikatan ke muka.

Sebelum dan sesudah pengukuran dilakukan bar check.

2) Metode Pengukuran Bathimetri

Dalam pengukuran bathimetri ini terdapat tiga kegiatan pengukuran yaitu pengukuran kedalaman, penentuan posisi titik kedalaman dan pembacaan muka air saat pemeruman berlangsung. Sistem kerja kegiatan pengukuran ini dilakukan secara simultan.

Pengukuran Kedalaman

Pengukuran kedalaman dimaksudkan untuk mengetahui konfigurasi dasar. Pengukuran kedalaman menggunakan alat perum gema (echosounder raytheon). Untuk memenuhi kesalahan pengukuran kedalaman maka sebelum dan sesudah pengukuran dilakukan penulisan data perum gema dengan metoda barcheck/test bar.

(21)

Posisioning Titik Kedalaman

Posisioning titik-titik kedalaman, dilakukan dengan pembacaan sudut-sudut menggunakan 2 buah theodolit yang ditempatkan di darat pada patok yang telah diketahui koordinatnya dan satu theodolit yang bergerak di setiap patok untuk meluruskan jalannya perahu. Titik di perairan yang di bidik berupa tiang tranducer echosounder yang di pasang di pinggir perahu. Lajur-lajur garis kedalaman yang di ukur merupakan lanjutan dari profil-profil pantai yang telah di ukur sebelumnya. Pelaksanaan pengukuran dan perhitungan posisi titik-titik kedalaman dengan cara perhitungan pengikatan ke muka.

Nomor titik pemeruman harus selalu sama dengan nomor pembacaan posisi dari darat. Selama pemeruman dilaksanakan secara simultan di baca pengamatan pasang surut untuk korelasi kedalaman terhadap datum yang di pakai. Prosedur pelaksanaan bathimetri adalah sebagai berikut :

a) Persiapan di darat, pengecekan alat ukur, penyediaan perahu motor dan perlengkapan lain. b) Sebelum sounding di mulai terlebih dahulu

dilakukan kalibrasi alat echosounder/test bar.

c) Pemeruman dimulai dari lajur profil pertama dari tengah dengan no. fix awal 1.

d) Setiap lajur perum dicatat no. fix tanggal pada rol kertas echosounder.

Pengukuran pemeruman dilaksanakan dengan peralatan sebagai berikut :

a) Theodolit 2 (dua) buah theodolit di darat untuk menentukan posisi fix titik-titik perum.

b) Alat ukur kedalaman Echosounder Raytheon 1 (satu) set.

c) 1 (satu) buah batere/accu 12 volt. d) Jam/stop watch penunjuk waktu. e) Kompass.

f) Patok pengukuran profil yang telah dipasang di darat.

(22)

g) Perahu motor.

h) Peilskal pengikatan muka air. i) Alat tulis dan blangko pengukuran. j) Radio komunikasi/handy talky. k) Bendera pengarah lajur perum.

Hasil dari pekerjaan ini mendapatkan posisi titik-titik kedalaman perairan, selanjutanya di buat peta situasi kedalaman dasar perairan sebagai kelanjutan dari peta situasi pantai yang dilakukan di darat.

Gambar I. 11 Contoh Survei Bathimetri

Koreksi posisi kapal, BM dan peilschaal pasang surut dapat menggunakan GPS sounding sehingga didapatkan posisi yang sesuai untuk koreksi lokasi maupun elevasi.

c.

Survei Hidrologi-Hidrometri

Pekerjaan survai hidrologi & hidrometri dimaksudkan untuk memperoleh data lapangan (primer dan sekunder) tentang karakteristik aliran yang akan mendukung dalam analisis hidrologi maupun hidrolika.

1) Kegiatan survai hidrologi meliputi :

a) Pengumpulan data (sekunder) curah hujan terbaru minimum selama 5 tahun dari beberapa stasiun-stasiun terdekat minimum 3 stasiun-stasiun pos hujan atau sesuai kondisi di lapangan.

b) Pengumpulan data (sekunder) klimatologi lainnya terbaru minimum selama 5 tahun dari stasiun-stasiun terdekat atau sesuai kondisi di lapangan.

(23)

c) Pengumpulan data/informasi banjir (tinggi, lamanya perkiraan luas genangan dan dampaknya).

d) Pengumpulan data yang berkaitan dengan karakteristik DPS antara lain : keadaan vegetasi daerah pengaliran, sifat dan jenis tanah dan debit rata-rata pada waktu keadaan normal, tahun kering dan tahun basah.

2) Kegiatan survai hidrometri meliputi : Pengukuran kecepatan aliran.

Pengukuran kecepatan aliran sungai / laut dilakukan pada bagian aliran (di sungai / di laut) yang tidak terpengaruh pada pasang surut dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Jika kedalaman air > 0,50 m, di pakai alat Current

Meter.

Untuk kedalaman aliran > 1,50 m, pengukuran kecepatan dilakukan pada kedalaman 0,20, 0,60 dan 0,80 dari kedalaman aliran untuk masing-masing lokasi (bagian tengah dan pinggir aliran).

Untuk kedalaman aliran antara 0,50 – 1,50 m, pengukuran kecepatan dilakukan pada kedalaman 0,50 m dari kedalaman aliran pada bagian tengah aliran.

2. Jika kedalaman aliran < 0,50 m, di pakai alat metode pengukuran kecepatan aliran dengan menggunakan pelampung.

3. Interval pias pengukuran terhadap lebar permukaan sungai adalah :

B < 50 m, jumlah 3 pias. B = 50-100 m, jumlah 4 pias. B = 100 – 200 m, jumlah 5 pias. B = 200 – 400 m, jumlah 6 pias.

4. Kedalaman pengukuran (D) dan perhitungan kecepatan rata - rata (Vm) :

(24)

D = 0.60 – 1.50 m, dua titik pengukuran, Vm = ½ (V0.2 + V0.8)

D > 1.50 m, tiga titik pengukuran, Vm = ¼ (V0.2

+2V0.6 + V0.8)

5. Pengukuran penampang sungai di titik pengukuran debit.

6. Pengikatan muka air sungai dan bak ukur muka air (peil schaal) dengan patok topografi untuk mendapatkan kesatuan sistim elevasi tanah dengan muka air.

7. Pengamatan muka air sungai khususnya di hilir sungai (titik pengukuran debit) tiap 1 jam selama 24 jam saat pasang tinggi (spring tide) dan pasang rendah (neap tide) berdasarkan data HIDRAL (Hidro Oceanografi AL) di pelabuhan terdekat.

d. Pengukuran Hidro-Oceanografi

1) Pengukuran Muka Air

Pengukuran pengamatan tinggi muka air, pasang surut, dilakukan selama 15 x 24 jam terus menerus dengan interval pembacaan setiap satu jam, pengukuran dengan mengamati muka air pada peilskal yang di pasang dengan kondisi air pada waktu surut tidak pernah kering.

Pengamatan pasang surut dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut :

1. Lokasi pengamatan di daerah muara sungai, dimana muka airnya tidak bergelombang/berombak baik akibat lalu lintas perahu maupun gelombang air. 2. Pengamatan dilakukan selama 15 hari x 24 jam

berturut-turut dengan interval pengamatan setiap 1 jam.

3. Pengamatan harus maliputi pasang purnama. 4. Pada lokasi pengamatan di pasang peil schaal.

(25)

Hasil pengamatan pengukuran pasang surut ini digunakan juga untuk kegiatan pengukuran survei bathimetri dan arus. Selain itu dari analisa data pasang surut yang mendapatkan konstanta pasang surut dapat di hitung untuk menentukan elevasi muka air HWL (High Water Level), MSL (Mean Sea Level) dan LWL (Low Water Level).

Peilskal pengamatan muka air diikatkan dengan BM pengukuran topografi yang ada di dekat lokasi pengamatan. Analisa data pasang surut muka air yang dilaksanakan adalah sebagai berikut : Pertama data yang di dapat di susun dalam bentuk Tabel dan Gambar diagram muka air, selanjutnya di hitung tinggi muka air rata-rata (MSL), elevasi muka air tertinggi (HWL) dan elevasi muka air terendah (LWL). Hasil perhitungan dan peramalan selama 20 tahun selanjutnya di pakai sebagai referensi elevasi 0.00 untuk pengukuran topografi dan bathimetri.

T.P = tinggi titik patok terdekat dengan peilschaal BT.1 = bacaan benang tengah di patok

BT.2 = bacaan benang tengah di peilschaal

Gambar I. 12 Pengikatan (levelling) Peilschaal.

BT. 1 BT. 2

Nol Peilscaal

(26)

Gambar I. 13 Contoh pengukuran pasang surut.

2) Pengukuran Arus

Pengukuran arus ini untuk mendapatkan kecepatan dan arah arus pada kedalaman vertikal 0,2.d, 0,6.d dan 0,8.d (d = kedalaman) di lokasi pengukuran. Sistim pengukuran yaitu pengukuran dengan posisi pengukuran tetap/fix current, arus yang diamati setiap jam selama 25 jam. Analisa data hasil pengukuran arus tetap/fix current adalah dengan membuat tabel data hasil pengukuran kecepatan dan arah arus setiap jam pada setiap titik-titik vertikal pengukuran, yaitu pada 0,2.d, 0,6.d dan 0,8.d. Selanjutnya data hasil pengukuran yang di peroleh antara data kecepatan dan arah arus digabungkan yang membentuk vektor kecepatan arus juga hubungannya dengan kondisi perubahan muka air selama pengukuran.

(27)

Gambar I. 14 Contoh pekerjaan pengukuran arus.

3) Angin

Data yang akan dikumpulkan (sekunder) adalah data angin selama lima tahun terakhir dari stasiun pencatat angin terdekat dengan lokasi proyek, selanjutnya dari data angin tersebut di buat kondisi rata-rata tahunan, kecepatan angin rata-rata terbesar dan gambar windrose angin.

Analisis statistik digunakan untuk menghitung persentase besar dan arah tiupan angin. Arah angin dikelompokkan dalam delapan arah yaitu Utara, Timur Laut, Tenggara, Selatan, Barat Daya, Barat, dan Barat Laut. Arah angin memiliki kesesuaian dengan arah angina regional yang dipengaruhi oleh Kondisi Monsum Barat Laut, Monsum Tenggara, dan saat transisi.

4) Gelombang

Peramalan gelombang dilakukan dengan data angin dari Stasiun Meteorologi terdekat, dengan mengasumsikan bahwa pengamatan angin dapat mewakili pengamatan angin di daerah peramalan dan sekitarnya. Teknik yang dilakukan adalah menggunakan data lampau untuk meramalkan waktu yang akan datang (Hindcasting Method), yaitu dengan metode SMB (Sverdrup, Munk dan Bretschneider). Prinsip dasar metode ini adalah mengestimasi tinggi dan periode gelombang

(28)

yang di hitung dari data angin dan fetch dengan menggunakan metode empiris.

Data angin yang diperlukan sebagai input adalah kecepatan, arah dan durasi angin, sedangkan fetch efektif di hitung dari distribusi daratan di sekitar lokasi peramalan.

Dari hasil perhitungan tinggi dan perioda gelombang kemudian di susun prosentase kejadian gelombang pada delapan arah mata angin. Gelombang dengan tinggi kurang dari 20 cm, dianggap “teduh/calm”.

Selain peramalan gelombang akan dilakukan pula pengukuran gelombang secara visual selama survei. Hasil pengukuran lapangan selama survei tidak mewakili iklim gelombang di lokasi penelitian tetapi hasil ini merupakan data primer untuk dapat dibandingkan dengan data peramalan.

Parameter gelombang hasil pengukuran maupun peramalan tersebut ditunjukkan untuk berbagai kepentingan perencanaan. Penggunaan tinggi gelombang rencana sangat tergantung pada jenis konstruksi pantai yang akan di bangun.

5) Pengambilan Contoh Sedimen

Kegiatan pekerjaan pengambilan sedimen ini dilakukan terhadap contoh sedimen layang pantai. Pengambilan contoh sedimen dilakukan di sepanjang pantai dan juga dilakukan pengambilan contoh sedimen di lokasi pengukuran arus. Selanjutnya contoh sedimen layang ini di periksa dan di analisis di laboratorium.

Contoh sedimen yang di ambil terdiri dari sedimen layang dan material dasar, dengan ketentuan sebagai berikut : 1. Jika ketinggian air > 1,00 m maka pengambilan

contoh sedimen dilakukan dengan menggunakan alat

Suspended Sampler (untuk sedimen layang) dan Bed Material Sampler (untuk material dasar).

2. Jika ketinggian air < 1,00 m maka pengambilan contoh sedimen dilakukan dengan tabung sample

(29)

(untuk sedimen layang) dan Bed Material Sampler (untuk material dasar).

3. Pengambilan contoh sedimen dilakukan pada bagian pinggir aliran dan tengah aliran.

4. Contoh sedimen dimasukan ke dalam tabung sample.

I.1.7

Analisa Data dan Penggambaran

Kegiatan analisis data, meliputi :

1. Analisis Data Topografi. 2. Analisis Bathimetri.

3. Analisis Hidro-Oceanografi. 4. Analisis Refraksi Gelombang.

5. Analisis Karakteristik Sedimen Pantai / Sungai. 6. Analisis Contoh Sedimen.

7. Analisis data hidrologi/hidrometri.

8. Analisis kebutuhan fasilitas darat dan perairan.

A. Analisis Data Topografi

Jenis perhitungan yang dipergunakan adalah sebagai berikut :

1. Hitungan koordinat titik–titik poligon. 2. Hitungan waterpass.

3. Hitungan Situasi dan Cross Section. 4. Hitungan Luas Areal Survei.

Tenaga ahli geodesi akan melakukan perhitungan definitif dari hasil perhitungan sementara di lapangan dengan perataan dan kesalahan pengukuran kurang dari yang disyaratkan di dalam KAK, hasil perhitungan ini akan digunakan untuk proses penggambaran dimana produk yang harus diserahkan antara lain :

Peta situasi skala 1 : 5.000, gambar penampang melintang skala H = 1 : 2.000 dan V = 1 : 200 dan penampang memanjang skala H = 1 : 2.000 dan V = 1 : 200. Peta ikhtisar di gambar dengan skala 1 : 10.000 sampai dengan 1 : 25.000.

Hasil perhitungan dan diskripsi BM akan di buat laporan topografi serta bersama dengan data ukur asli diserahkan kepada pemberi kerja.

(30)

1. Perhitungan Kerangka Horizontal dan Koordinat

Koordinat yang di hitung adalah koordinat kerangka dasar horisontal/titik-titik poligon dengan menggunakan rumus-rumus sebagai berikut :

Syarat Geometrik Sudut.

αakhir - αawal = Σβ - (n + 2) . 180 + f β (1)

αakhir - αawal = Σd sin α + f x (2)

αakhir - αawal = Σd cos α + f y (3)

Koreksi absis

d

d

Σ

. f x (4) Koreksi ordinat

d

d

Σ

. f y (5) Dimana :

αakhir = Azimut akhir.

αawal = Azimut awal.

Σβ = Jumlah sudut ukuran. n = Jumlah titik poligon. f β = Salah penutup sudut. xakhir = Absis akhir.

xawal = Absis awal.

Yakhir = Ordinat akhir.

Yawal = Ordinat awal.

Σ d = Jumlah jarak poligon.

α = Azimut.

f x = Salah penutup absis. f y = Salah penutup ordinat. Koordinat definitif :

Hitungan Absis Definitif (x).

Xi = X(i-1) + ∆ Xi + k Xi Xi = Absis titik ke i.

X(i-1) = Absis titik ke titik sebelum i. ∆Xi = Selisih absis.

Hitungan Ordinat Defenitif (y).

Yi = Y(i-1) + ∆ Yi + k YI k Xi = Koreksi absis. Yi = Ordinat titik ke i. Y(i-1) = Ordinat sebelum titik i. ∆Yi = Selisih ordinat.

(31)

2. Hitungan Ketinggian/Waterpass

Langkah–langkah perhitungan ketinggian/elevasi adalah sebagai berikut :

a. Menghitung beda tinggi per seksi. − Beda tinggi stand satu = ∆ h1

− Beda tinggi stand 2 = ∆ h2

− Beda tinggi ukuran pergi =∆ hpr = ½ (D1+D2).

− Salah penutup (SP) ukuran stand satu dan stand dua tidak boleh melebihi batas toleransi yang diizinkan (10√D) , D = dalam Km. b. Jarak tiap slag , didapat dari jumlah jarak ke belakang ditambah

jarak ke muka.

c. Menghitung salah penutup setiap kring sipat datar (H). H = ∆ h1 + ∆ h2 + ……….+ ∆hn + SP = 0

d. Menghitung tinggi : Hj = hi + ∆hij +

D

SP

. Dij

3. Perhitungan Situasi Detail dan Cross Section

Data situasi dan cross section hasil pengukuran lapangan di hitung dengan metoda tachymetri. Berdasarkan ilustrasi gambar di bawah, alat berdiri pada titik A yang telah diketahui (X, Y, Z) maka titik B dapat di hitung.

Berdasarkan gambar di bawah, titik Tb dapat diketahui tingginya dari titik TA yang telah diketahui elevasinya sebagai berikut :

Gambar V. 15 Metode tachymetri

TB = TA + ∆H

U

Dm

Az

(32)

∆H =

(

B

a

B

b

)

m

+

T

A

B

t

sin

2

100

2

1

Untuk menghitung jarak datar (Dd) menggunakan rumus :

Dd = Dο Cos 2 m

Dd = 100 (Ba - Bb) Cos2 m Dimana :

TA = Tinggi titik A yang telah diketahui (X,Y,Z). TB = Tinggi titik B yang akan ditentukan. ∆H = Beda tinggi antara titik A dan titik B. Ba = Bacaan diaframa benang atas. Bb = Bacaan diaframa benang bawah. Bt = Bacaan diafrahma benang tengah. TA = Tinggi alat.

Dο = Jarak optis [100(Ba-Bb)]. Dd = Jarak datar.

m = Sudut miring. Az = Azimuth. 4. Penyajian Data

Data dari hasil pengukuran yang telah di hitung disajikan dalam bentuk peta Topografi dan Bathimetri dan gambar potongan melintang dan pantai serta sungai. Gambar-gambar lain yang di anggap perlu dengan format peta seperti dapat di lihat pada lampiran.

(33)

BAGAN ALIR KEGIATAN SURVAI PENGUKURAN TOPOGRAFI

Pengukuran Titik Kontrol Pengukuran Profil

MULAI

Survai Pengukuran Topografi

Pemasangan BM

Pengukuran Situasi

Analisa Data & Perhitungan Toleransi Ketelitian Penggambaran Data Survai Topografi SELESAI Ya Tidak Revisi

(34)

B. Analisis Bathimetri

1. Pengukuran Posisi Fix Point Cara Ikatan Kemuka.

Posisi fix point dengan cara ikatan ke muka dengan maksud agar koordinat fix point satu sistem dengan koordinat peta topografi seperti seperti dijelaskan sebagai berikut :

Gambar I. 17 Penentuan posisi fix point cara ikatan ke muka

Lihat Segitiga ASB

α = β = γ sin D sin D sin DAB AS BS a. Penentuan Jarak − Menentukan jarak DAS DAS . sin γ = DAB . sin β DAS =

γ

β

sin

sin

AB

D

⇒ (1) − Menentukan jarak DBS

γ

=

α

sin

sin

AB BS

D

D

DBS . sin γ = DAB . sin α

DBS =

γ

α

sin

sin

AB

D

⇒ (2) D AB = jarak basis α β D AS D BS γ A (Xa,Ya) B (Xb,Yb)

(35)

b. Penentuan Absis dan Ordinat Titik S (XS, YS) − Dari titik A

XS1 = XA + DAS sin AZAS

YS1 = YA + DAS cos AZAS ⇒ (3) − Dari titik B

YS2 = XA + DAS sin AZBS YS2 = YB + DBS cos AZBS

− Koordinat rata-rata (Sr)

2

2 1

XS

XS

XS

r

=

+

2

2 1

ZS

YS

YS

r

=

+

⇒ (4) Dimana :

DAB = Jarak basis hasil ukuran poligon. DAS = Jarak titik A-S.

DBS = Jarak titik B-S. α = Sudut BAS. β = Sudut ABS. χ = Sudut ASB : 180 – (α + β). Az = Azimuth. X = Absis. Y = Ordinat. 2. Koreksi Bacaan Kedalaman.

Tiap-tiap pengukuran kedalaman dengan Echosounder harus di koreksi dengan korelasi indeks atau koreksi alat dan koreksi pasang surut. Koreksi-koreksi yang harus diberikan pada hasil pengukuran kedalaman dengan Echosounder adalah :

(36)

Koreksi alat.

Koreksi kedudukan transducer terhadap permukaan air. Koreksi kedalaman karena perubahan kecepatan gelombang. Koreksi pasang surut.

Yang paling dominan diperhitungkan untuk koreksi kedalaman adalah koreksi kedudukan transducer yang ditentukan di lapangan dan kondisi posisi pasang surut selama sounding bathimetri dilakukan.

C. Analisis Hidro-Oceanografi

C.1 Analisis Pasang Surut

Pasang surut merupakan peristiwa naik turunnya paras muka air secara periodik akibat pengaruh gaya tarik (gravitasi) benda luar angkasa seperti bulan dan matahari. Untuk memperoleh elevasi– elevasi rencana bangunan perlindungan pantai seperti sea wall, groin dan lain – lain, maka diperlukan analisis dari tabiat pasang surut yang berbasis pada data pencatatan elevasi muka air selama 15 hari pengamatan yang berhasil dikumpulkan.

Tabiat pasang surut itu berupa keteraturan yang dimiliki oleh pasang surut. Komponen pasang surut adalah gelombang singular yang memiliki amplitude, kecepatan sudut dan fase tertentu, yang mana jika seluruh komponen pasang surut ini dijumlahkan (disuperposisikan) maka akan di peroleh fungsi terhadap waktu dari pasang surut tersebut.

Dalam perhitungan analisis pasang surut ini menggunakan bantuan program computer ADMIRALTY di mana program ini memakai data hasil pengukuran tinggi muka air.

Perhitungan pasang surut akan mendapatkan 9 (sembilan) komponen pasang surut yang dominant, yang meliputi :

M2 : Komponen utama bulan (semi diurnal). S2 : Komponen utama matahari (semi diurnal). N2 : Komponen eliptis bulan.

K2 : Komponen bulan. K1 : Komponen bulan.

(37)

P1 : Komponen utama matahari (diurnal). M4 : Komponen utama bulan (kuarter diurnal). MS4 : Komponen matahari–bulan.

Tabel I. 1 Komponen Harmonik Pasang Surut.

Hasil peramalan data pasang surut untuk selang 10 (sepuluh) tahun akan menggunakan program RAMPAS.

Analisis data pasang surut muka air yang di laksanakan adalah sebagai berikut :

Pertama data yang di dapat di susun dalam bentuk tabel tanggal dan waktu.

Dibuat Gambar Grafik pasang surut selama pengukuran. Dihitung tinggi muka air rata-rata MSL.

Menghitung besaran konstanta pasang surut, dalam hal ini menggunakan metode Least Square.

Dari konstanta pasang surut selanjutnya menentukan type pasang surut.

Dengan menentukan elevasi LLWS hasil perhitungan dan peramalan di anggap sama dengan + 0.00 yang di pakai untuk referensi seluruh elevasi pengukuran topografi dan bathimetri.

Penentuan Tipe Pasang Surut

Dengan didapatkannya nilai amplitudo dari komponen pasang surut, dapat ditentukan tipe pasang surut yang terjadi pada lokasi, yaitu dengan melakukan perhitungan Formzall (F) dengan persamaan sebagai berikut: F = 2 AS 2 AM 1 AK 1 AO + +

Komponen Simbol Periode

(jam) Keterangan

Utama bulan M2 12.4106

Utama matahari S2 12.0000

Bulan akibat variasi bulanan jarak bumi-bulan N2 12.6592 Matahari-bulan akibat perubahan sudut deklinasi matahari-bulan K2 11.9673

Matahari-bulan K1 23.9346

Utama bulan O1 25.8194

Utama matahari P1 24.0658

Utama bulan M4 6.2103

Matahari-bulan MS4 6.1033

Pasang Surut Semi Diurnal

Pasang Surut Diurnal

(38)

di mana:

AO = amplitudo komponen O1 AK1 = amplitudo komponen K1 AM2 = amplitudo komponen M2 AS2 = amplitudo komponen S2

Tipe pasang surut berdasarkan angka formzall dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel I. 2 Tipe Pasang Surut.

Menghitung Elevasi Muka Air Rencana

Dengan menggunakan komponen pasang surut yang telah dihasilkan dapat ditentukan beberapa elevasi muka air penting. Dari beberapa elevasi muka air tersebut, dipilih salah satu muka air yang akan digunakan sebagai acuan dalam perencanaan yang disebut elevasi muka air rencana.

Bilangan Formzall

(F) Tipe Pasang Surut Keterangan

F < 0.25 Pasang harian ganda (semidiurnal)

Dalam 1 hari terjadi 2 kali air pasang dan 2 kali air surut dengan ketinggian yang hampir sama dan terjadi berurutan secara teratur. Periode pasang surut rata-rata adalah 12 jam 24 menit.

0.25 < F < 1.5 Campuran, condong ke semi diurnal Dalam 1 hari terjadi 2 kali air pasang dan 2 kali air surut dengan ketinggian dan periode yang berbeda.

1.5<F<3.0 Campuran, condong ke diurnal

Dalam 1 hari terjadi 1 kali air pasang dan 1 kali air surut dengan ketinggian yang berbeda. Kadang-kadang terjadi 2 kali air pasang dalam 1 hari dengan perbedaan yang besar pada tinggi dan waktu.

F < 3.0 Pasang harian tunggal (diurnal) Dalam 1 hari terjadi 1 kali air pasang dan 1 kali air surut. Periode pasang surut adalah 24 jam 50 menit

(39)

Tabel I. 3 Elevasi Muka Air Penting.

C.2 Pengukuran Arus

Analisa data hasil pengukuran arus tetap/fix current adalah membuat tabel data hasil pengukuran kecepatan dan arah arus setiap jam pada setiap titik-titik vertikal pengukuran, yaitu pada 0.2 d, 0.6 d dan 0.8 d dari data hasil pengukuran yang di peroleh selanjutnya antara besaran kecepatan dan arah digabungkan, di buat gambar vektor kecepatan arus dan arah arus.

Kondisi pasang surut selama pengukuran arus digambarkan untuk mendapatkan gambaran hubungan antara pergerakan arus dan perubahan muka air.

C.3 Angin

Stasiun pencatat angin terdekat adalah stasiun yang terletak di dekat lokasi pekerjaan, data yang dikumpulkan adalah data angin terakhir selama sepuluh tahun. Selanjutnya dari data angin tersebut di buat kondisi rata-rata tahunan, kecepatan angin rata-rata terbesar dan Gambar Windrose Angin.

Analisis statistik digunakan untuk menghitung persentase besar dan arah tiupan angin. Arah angin dikelompokkan dalam delapan arah yaitu Utara, Timur Laut, Tenggara, Selatan, Barat Daya, Barat, dan Barat Laut. Arah angin memiliki kesesuaian dengan arah angin regional yang dipengaruhi oleh Kondisi Monsum Barat Laut, Monsum Tenggara, dan saat transisi. Analisis angin telah dilakukan berdasarkan dari kecepatan dan arah angin rata-rata harian. Analisis ini ditujukan untuk menentukan karakteristik tipe angin serta memprediksi tinggi gelombang harian yang dibangkitkannya untuk setiap periode Monsum.

Elevasi Muka Air Keterangan

HHWL (Highest High Water Level) Air tertinggi pada saat pasang surut purnama atau bulan mati. MHWS (Mean High Water Spring) Rata-rata muka air tinggi saat purnama.

MHWL (Mean High Water Level) Rerata dari muka air tinggi selama periode 19 tahun.

MSL (Mean Sea Level) Muka air rerata antara muka air tinggi rerata dan muka air rendah rerata. MLWL (Mean Low Water Level) Rerata dari muka air rendah selama periode 19 tahun.

MLWS (Mean Low Water Spring) Rata-rata muka air rendah saat purnama.

(40)

Sementara itu juga dilakukan analisis angin berdasarkan arah dan kecepatan maximum angin harian. Arah dan kecepatan maximum angin harian akan digunakan untuk memprediksi tinggi dan periode gelombang maximum yang dapat dibangkitkan angin dalam perioda ulang waktu tertentu.

Kecepatan angin disajikan dalam satuan knot, di mana:

1 knot = 1 mil laut / jam

1 mil laut = 6080 kaki (feet) = 1853,18 meter 1 knot = 0,515 meter / detik

Dalam bentuk tabel angka-angka statistik klasifikasi angin tersebut dapat disajikan secara visual dalam bentuk windrose. Penyajian statistik total (semua tahun data yang berhasil dikumpulkan) kadang-kadang tidak mempunyai banyak arti karena musim angin dari bulan ke bulan bervariasi. Yang justru lebih sering dibutuhkan adalah statistik angin bulanan untuk mengetahui perilaku angin dan gelombang yang ditimbulkan menurut bulan kejadiannya.

Gambar V. 18 Contoh Windrose.

C.4 Gelombang

Mengingat data gelombang hasil pengukuran lapangan tidak tersedia, dan kalaupun ada hanya merupakan catatan singkat, data tersebut kurang mencerminkan kondisi gelombang secara keseluruhan, maka untuk perencanaan struktur bangunan pantai ini akan digunakan hasil ramalan gelombang berdasarkan data angin.

Data angin untuk prediksi gelombang secara normal di dapat melalui cara observasi langsung melalui fetch (daerah pembentukan gelombang) yang diasumsikan memiliki kecepatan dan arah angin yang relative konstan dari pengamatan di darat. Arah dan kecepatan maksimum angin harian akan digunakan untuk memprediksi tinggi dan perioda gelombang

(41)

maksimum yang dapat dibangkitkan angin dalam perioda ulang waktu tertentu.

a) Perhitungan Fecth Gelombang

Dalam menentukan kecepatan laju angin permukaan ada beberapa langkah yang harus dilakukan sebagai berikut :

(1) Hitung panjang fetch efektif dalam 8 arah mata angin di area perairan yang di amati. Fetch efektif di hitung dari garis-garis fetch yang dibuat sebanyak 9 garis berinterval 5o

masing-masing pada kedua sisi kiri dan kanan garis fetch arah mata angin.

(2) Hitung koreksi elevasi : jika angin tidak di ukur pada ketinggian 10 m maka perlu ada penyesuaian terhadap ketinggian 10 m, pendekatan yang sederhana :

U(10) = U(z) (10/z)1/7

Dimana :

U(10) = Laju angin diketinggian 10 m, (m/s). U(z) = Laju angin diketinggian z meter, (m/s).

(3) Hitung koreksi efek lokasi : angin di atas daratan dapat dinyatakan sebagai angin di atas perairan jika gradien tekanan di kedua lokasi sama dan perbedaan dominan hanya pada kekasaran permukaan.

UW = ULRL

Dimana :

UW = Laju angin di atas perairan, (m/s). UL = Laju angin di atas daratan, (m/s).

RL = Perbandingan Uw terhadap UL (dalam hal ini di ambil 1.6).

(4) Hitung koreksi stabilitas : jika ada perbedaan temperature antara daratan dengan perairan (∆tas = Ta-Ts), diperlukan

koreksi stabilitas dalam perhitungan laju angin.

(42)

Dimana :

RT = Faktor koreksi stabilitas (dalam hal ini digunakan angka 0.95).

(5) Hitung waktu untuk laju angin menempuh jarak 1 mil.

      = s m U 1609 ) s ( T

Selanjutnya u akan disebut Ut

(6) Hitung laju angin rata-rata selama 1 jam.

r U U U U s m U t 3600 t t 3600 =       =       Dengan :

r = 1.277 + 0.296 tanh (0.9 log10 45/t) untuk 1 < t < 3600 s r = -0.15 log10t +1.5334 untuk 3600 < t < 3600 s

r = 0.85 untuk t > 3600 s

Hitung laju angin rata-rata dengan durasinya (untuk amannya pilih durasi waktu >3600 s (>10 jam)

3600 3600 t 3600 U U U U s m U =       =      

(7) Setelah laju angin di konversi seperti pada langkah-langkah di atas, laju angin di koreksi lagi dengan factor stress angin menurut formulasi berikut :

(43)

b) Peramalan Gelombang

Prediksi gelombang di sebut hindcasting jika di hitung berdasarkan kondisi meteorologi yang telah lalu dan di sebut forecasting jika berdasarkan kondisi meteorologi hasil prediksi. Prosedur penghitungan keduanya sama, perbedaannya hanya pada sumber data meteorologinya.

Dalam laporan ini penghitungan gelombang (yang dibangkitkan angin) dilakukan dengan cara hindcasting berdasarkan formulasi yang tersusun di dalam buku Shore Protection Manual, Departemen of The Army, Coastal Engineering Reseach Center (1984). Peramalan gelombang dilakukan dengan mempergunakan metoda SMB (Sverdrup Munk Neider) dengan formula sebagai berikut :

3 2 2 1 2 3 1 2 1 2 2 1 2 3 2 10 88 6 10 857 2 10 6 1 / A A / A A / A A U gF x . = U gt U gF x . = U gT U gF x . = U gH Dimana : H = Tinggi gelombang. T = Perioda gelombang. F = Fetch. t = Durasi. UA = Kecepatan angin.

Prinsip dasar metode ini adalah mengestimasi tinggi dan perioda gelombang yang di hitung dari data angin dan fetch efektif dengan menggunakan metoda empiris.

Dalam perhitungan ini digunakan kecepatan angin maksimum, yang dimaksudkan untuk menganalisis kondisi-kondisi ekstrim dari gelombang. Arah angin dinyatakan dari arah datangnya angin. Hal ini

(44)

diperlakukan sama terhadap gelombang, di mana gelombang dinyatakan dari arah datangnya gelombang.

Dengan menganggap bahwa lamanya angin bertiup 6 jam di peroleh gelombang untuk kecepatan angin yang berbeda-beda. Selanjutnya di buat suatu grafik tinggi gelombang dan frekuensi kejadian untuk kala ulang 5, 10, 15 dan 25 tahun. Kala ulang dengan lamanya angin bertiup 6 jam diasumsikan sebagai berikut:

00237 0 100 24 365 25 6 25 00456 0 100 24 365 15 6 15 00684 0 100 24 365 10 6 10 0139 0 100 24 365 5 6 5 , = % x x x jam = tahun ulang Kala , = % x x x jam = tahun ulang Kala , = % x x x jam = tahun ulang Kala , = % x x x jam = tahun ulang Kala

Tinggi gelombang di atas merupakan tinggi gelombang lepas pantai. Sebelum mencapai pantai, gelombang tersebut mengalami proses refraksi dan shoaling. Selain itu, gelombang tersebut pada kedalaman tertentu mengalami fase pecah gelombang sebelum mencapai pantai, sehingga gelombang di pantai lebih kecil dari pada gelombang di lepas pantai. Untuk keperluan perencanaan dapat digunakan formula tinggi gelombang pecah.

Pengecekan tinggi gelombang rencana :

Menggunakan rumus gelombang tidak pecah. H = Ho. Kr. Ks.

H = Tinggi gelombang pada kedalaman tertentu. Kr = Koefisien refraksi.

Ks = Koefisien shoaling.

Ho = Tinggi gelombang di lautan dalam.

Dengan tidak memperhitungkan refraksi gelombang, Kr = 1, maka rumus tersebut menjadi : H = Ho. Ks.

Misalnya : untuk d = 2,5 m, T = 4 detik, maka : Lo = 1,56 T2 = 24,96 meter.

(45)

d

L

o

=

=

Ks

=

2 5

23 96

0 100

1 005

,

,

,

,

maka : H = 1,005 x 2,2 = 2,201 meter.

Menggunakan kriteria gelombang pecah.

Hb = 0,78 db

Misalnya : untuk d = 2,5 m

maka : H = 0,78 x 2,5 = 1,95 meter.

Dari (a) dan (b) terlihat bahwa Hb (b) < H (a). Hal ini menunjukkan bahwa gelombang yang mencapai pantai akan pecah pada kedalaman > 2,5 meter. Untuk perhitungan selanjutnya digunakan kriteria gelombang pecah.

c) Refraksi Gelombang

Penjalaran gelombang dan daerah pembangkit gelombang menuju pantai melalui berbagai proses diantaranya proses refraksi yaitu pembelokan arah gelombang akibat dan perubahan kedalaman. Refkasi biasanya terjadi bersamaan shoaling yaitu perubahan tinggi gelombang akibat perubahan kedalaman. Refraksi gelombang ini memberikan konstribusi dalam arah angkutan sedimen yang memberikan pengaruh dalam erosi maupun sedimentasi yang terjadi di pantai.

Untuk memperoleh gambaran tentang angkutan sedimen yang terjadi di pantai akan dilakukan analisa refraksi dari beberapa arah gelombang datang. Koefisien refraksi dituliskan sebagai berikut :

α

ε

=

=

cos

o

cos

)

b

/

bo

(

Kr

Dimana : Kr = Refraksi gelombang.

(46)

αo = Sudut antara puncak gelombang laut dalam dengan garis pantai.

α = Sudut antara puncak gelombang dengan garis pantai. Untuk kontur yang pararel perhitungan pembelokan sudut di hitung dengan bantuan rumus SNELLIUS yaitu :

Sin α = (C sin αo)/Co Dimana :

Co = kecepatan rambat gelombang di laut lepas.

C = kecepatan rambat gelombang di lokasi yang di tinjau.

Sketsa mengenai pola refraksi gelombang di pantai seperti Gambar V.21.

Gambar V. 19 Pola refraksi gelombang

Perhitungan refraksi gelombang di pantai akan dilakukan dengan bantuan program refraksi. Simulasi program dijalankan dengan input jumlah sinar gelombang, amplitudo dan perioda yang tetap, masing-masing 50, 10 m dengan periode 8 detik, sedangkan arah datang gelombang di ambil dan arah-arah yang mungkin terjadi. Hasil simulasi refraksi dengan arah diatas dapat di peroleh hasil arahan dominan dan littoral drift.

(47)
(48)

C.5 Karakteristik Sedimen Pantai dan Sungai

a. Sedimen Dasar

Untuk mengetahui karakteristik dari sedimen dasar pantai, maka perlu di ambil contoh sediment dasar pantai pada kedalaman 1,00 meter dengan alat cakut tanah (bottom grab). Lokasi pengambilan dilakukan pada setiap rambu–rambu ukur yang di pasang pada saat pengukuran kedalaman (sounding).

Sedimen dasar pantai berpengaruh terhadap erosi dan abrasi. Pergerakan sedimen di sepanjang pantai ada yang sejajar pantai itu sendiri maupun tegar lurus terhadap garis pantai.

Penyebab utama adanya angkutan sediment ini adalah arus baik yang sejajar pantai maupun tegak lurus pantai, selain penyebab tersebut di atas ada juga yang disebabkan oleh pasang surut air, gelombang dan arus sungai. Analisa dasar ini dijalankan secara mekanis dan dari analisa ini di buat lengkung akumulasi dan di dapat d 90, d 50. Guna d 90, d 50 adalah untuk menghitung banyak sedimen per tahun.

b. Sedimen Melayang (suspended)

Sedimen melayang di ambil di bawah permukan air kurang lebih 20 cm pada lokasi yang sama dengan pengambilan sedimen dasar.

Partikel lempung yang lebih kecil dari 2 mm umumnya di angkut dalam keadaan melayang (suspensi).

Gelombang dan arus yang kuat biasanya dapat membawa lempung yang telah memadat ke dalam suspensi. Apabila diberikan waktu pengendapan yang cukup lama maka lumpur ini dapat menjadi padat dan merupakan tanah halus. Tanah halus ini dengan proses pengendapan yang lama, akhirnya akan membentuk delta–delta baru, sehingga keadaan perairan akan bertambah ke arah sungai.

c. Analisa Perhitungan Sedimen Pantai

Untuk mengetahui besarnya (volume) dari sedimen pantai berpasir di sepanjang pantai digunakan rumus CERC.

(49)

So = 0.014 Ho2CoKrb2 cosαb sinαb

Dimana :

S = Total angkutan sedimen, (m3/tahun). H0 = Tinggi gelombang perairan dalam.

C0 = Kecepatan gelombang diperairan dalam 1,56 T, (m/detik).

K = Koefisien refraksi gelombang. c = Sudut datang gelombang pecah. Krbr = Cos o / Cos 1

( o , 1 ( br ) = Sudut antara arah pecah gelombang dengan garis kedalaman pantai/kontur .

d. Pengambilan Contoh Sedimen

Contoh sedimen yang dilakukan adalah contoh sedimen dasar pantai dan sungai, selanjutnya di analisis untuk mendapatkan kondisi fisik dari pada contoh tersebut.

Untuk sedimen dasar, analisis dilakukan untuk mendapatkan besaran penetrasi diameter butir, yaitu untuk d16, d50, d84 dan d95 dengan sistim analisa ayak secara mekanis dan gambar grafik lengkung akumulasi dari tiap contoh sedimen. Selain itu analisa sedimen dasar juga mendapatkan besaran tegangan tanah σ dan berat jenis γ.

e. Analisis Transpor Sedimen

Metodologi analisis masalah transpor sedimen dan penentuan dimensi bangunan pantai, secara umum disajikan pada Gambar I.22, dengan ringkasan di bawah ini.

1. Kegiatan pengolahan-analisa data dilakukan untuk memperoleh informasi teknik tentang: (a) Gelombang rencana yang akan bekerja sehingga dapat direncanakan bangunan pelindung pantai yang sesuai. (b) Kuantitas dan pola transpor sedimen yang tejadi sehingga dapat ditentukan skema perlindungan pantai yang akan dilakukan. (c) Elevasi puncak bangunan pelindung pantai.

(50)

2. Garis besar kegiatan pengolahan dan analisa data disajikan di bawah ini:

Data angin jam-jaman diolah menjadi data gelombang jaman. Data gelombang jam-jaman diolah dan dianalisa untuk memperoleh data gelombang rencana (ekstrim). Dengan analisa refraksi-difraksi diperoleh tinggi gelombang yang bekerja pada bangunan yang direncanakan, sehingga dimensi struktur perlindungan pantai sesuai dengan tinggi gelombang yang diperkirakan terjadi.

Data gelombang jam-jaman digunakan untuk melakukan simulasi perubahan garis pantai guna memperkirakan perubahan garis pantai yang akan terjadi untuk berbagai kondisi/skema perlindungan pantai. Dari kegiatan ini didapatkan layout pelindung pantai dengan dimensi dan tata letak yang definitif.

Dari kegiatan simulasi perubahan garis pantai akan diperoleh bentuk akhir garis pantai yang diharapkan dan besar volume transpor sedimen di sekitarnya. Bentuk akhir yang stabil ini dapat dipercepat dengan penambahan material pasir pantai hingga mengikuti bentuk yang stabil tersebut.

Data pengamatan pasang surut diolah dan dianalisa untuk memperoleh elevasi-elevasi penting muka air. Elevasi puncak bangunan diperoleh dengan memperhitungkan kondisi pasang surut, tinggi gelombang yang akan bekerja, pergerakan lidah gelombang di lereng bangunan (runup), dan ruang bebas (freeboard). Dimensi lainnya juga ditentukan berdasarkan kondisi tinggi gelombang yang akan bekerja serta kondisi fisik lainnya seperti tanah dasar.

(51)

U Hidrologi DAS Breaker Line SMS Sedimentasi Sungai 2 Hidrodinamika dan MOCK 7 Sedimentasi Lahan EMPIRIS 1 GENESIS 3

Perubahan Garis Pantai

Transformasi Gelombang 5 REF/DIF

Pembentukan Gelombang 6

Prediksi Pasang Surut Admiralty Hindcast 4 Perairan Dalam SOFTWARE PROSES PANTAI

Gambar

Gambar I. 1 Bagan Alir Pekerjaan
Gambar I. 2 Bentuk BM dan CP  c)  Pengukuran kerangka dasar pemetaan.
Gambar I. 3 Pengukuran Jarak Pada Permukaan Miring
Gambar I. 4 Pengukuran Sudut Antar Dua Patok.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada dasarnya konseli sudah ada niatan untuk berubah, itu sebabnya ketika konselor memberi tawaran agar dapat membantu konseli, maka konseli dengan sigap menjawab tawaran

(1) Seksi Pencegahan dan Kesiapsiagaan dipimpin oleh seorang Kepala Seksi mempunyai tugas pokok menyusun program, kegiatan, petunjuk teknis, memantau dan

Hal ini sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Bruner &amp; Suddart (2013), bahwa tehnik relaksasi napas dalam efektif untuk mengatasi nyeri, termasuk pada pasien

Terima kasih untuk Bapak Soni Agus Irwandi selaku dosen pembimbing saya yang selama 1 semester membimbing saya, walaupun susah untuk ketemu tapi Bapak sudah

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai acuan dalam ilmu pengetahuan, terutama dalam bidang pertanian, sehingga penelitian ini dapat menjadi sumber

Aturan-aturan telah menjadi landasan bagi KJRI Davao City dalam mengeluarkan kebijakan dan upaya-upaya untuk menyelesaikan permasalahan masyarakat keturunan Indonesia di

Dalam studi manajemen, kehadiran konflik pendidikan tidak bisa terlepas dari permasalahan keseharian yang dirasakan oleh pengelola lembaga pendidikan. Konflik tersebut

Hasil penelitian menunjukkan bahwa relasi informasi teknologi terhadap perkembangan mental keagamaan remaja Kota Idi Rayeuk Kabupaten Aceh Timur, seharusnya dapat membuat