• Tidak ada hasil yang ditemukan

(Skenario 4) Appendicitis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "(Skenario 4) Appendicitis"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Nyeri akut abdomen atau akut abdomen adalah suatu kegawatan abdomen dapat terjadi karena masalah bedah dan non bedah. Secara definisi pasien dengan akut abdomen datang dengan keluhan nyeri abdomen yang terjadi tiba-tiba dan berlangusng kurang dari 24 jam. Pada beberapa pasien dengan akut abdomen perlu dilakukan resusitasi dan tindakan segera maka pasien dengan nyeri abdomen yang berlangsung akut harus ditangani segera. Identifikasi awal yang penting adalah apakah kasus yang dihadapi ini suatu kasus bedah atau non bedah, jika kasus bedah maka tindakan operasi harus segera dilakukan.

Penyebab tersering akut abdomen antara lain appendisitis, kolik, bilier, kolisistis, divertikulitis, obstruksi usus, perforasi viskus, pankreatitis, peritonitis, salpingitis, adenitis mesenterika dan kolik renal. Sedangkan yang jarang menyebabkan akut abdomen antara lain nekrosis hepatoma, infark lien, pneumonia, infark miokard, ketoasidosis, diabetikum, inflamasi aneurisma, volvulus sigmoid, caecum atau lambung dan herpes zooster.1

1.2 Tujuan

 Mampu mengetahui anamnesis yang berhubungan dengan sistem digestivus  Mampu mengetahui pemeriksaan fisik dan penunjangnya

 Mampu mengetahui diagnosis kerja dan diagnosis banding dari kasus yang diberikan  Mampu mengetahui etiologinya

 Mampu mengetahui faktor risikonya  Mampu mengetahui patofisiologinya  Mampu mengetahui gejala klinisnya  Mampu mengetahui komplikasinya  Mampu mengetahui penatalakasanaannya  Mampu mengetahui pencegahannya  Mampu mengetahui progonosisnya  Mampu mengetahui epidemiologinya

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Anamnesis

(2)

Wawancara riwayat kesehatan adalah percakapan dengan pasien yang memiliki suatu tujuan. Tidak seperti percakapan sosial yang mengekspresikan kebutuhan dan minat anda sendiri disertai tanggung jawab hanya pada diri sendiri, tujuan utama wawancara praktisi pasien adalah meningkatkan kesejahteraan pasien. Tujuan percakapan dengan pasien terbagi tiga: membina hubungan saling percaya dan mendukung, mengumpulkan informasi, dan membagi informasi.2

Format riwayat kesehatan adalah kerangka terstruktur untuk menyusun informasi pasien dengan format tertulis atau verbal. Beberapa komponen riwayat kesehatan:

 Identifikasi data

Mengidentifikasi data seperti usia, jenis kelamin, pekerjaan, status pernikahan. Sumber riwayat biasanya pasien, tetapi dapat juga dari anggota keluarga, teman, surat rujukan atau rekam medis.

 Keluhan utama

Satu atau lebih gejala atau kekhawatiran pasien yang menyebabkan pasien mencari perawatan

 Penyakit saat ini

Menjelaskan keluhan utama, gambarkan bagaimana perkembangan setiap gejala, tunjukan tujuh gambaran dari setiap gejala yaitu lokasi (di mana, apakah menyebar), kualitas (seperti apa rasanya), kuantitas atau keparahan (seberapa parah), waktu terjadinya gejala (kapan mulai dirasakan, sudah berapa lama, seberapa sering gejala muncul), kondisi saat gejala terjadi (meliputi faktor lingkungan, aktivitas individu, reaksi emosi, atau keadaan lain yang berperan terhadap timbulnya penyakit), faktor yang meredakan atau memperburuk penyakit, manifesatasi terkait (apakah anda mengenali hal-hal lain yang menyertai gejala tersebut). Kemudian juga termasuk pikiran dan perasaan klien mengenai penyakitnya. Poin pengkajian dapat mencakup medikasi, alergi, kebiasaan merokok, alkohol, karena kerap kali terkait dengan penyakit yang sedang diderita.

 Riwayat kesehatan masa lalu

Penyakit yang diderita pada masa kanak-kanak, penyakit yang dialami saat dewasa lengkap dengan waktunya yang sedikitnya mencakup empat kategori berikut: medis, pembedahan; obstetrik/ginekologik dan psikiatrik, termasuk praktik mempertahankan kesehatan seperti imunisasi, uji skrining, masalah gaya hidup, dan keamanan rumah.  Riwayat keluarga

(3)

Gambaran atau diagram usia dan keadaan kesehatan atau usia dan penyebab kematian, apakah bersumber dari saudara kandung, orangtua, dan kakek nenek. Dokumen yang menunjukan ada atau tidak adanya penyakit khusus dalam keluarga, seperti hipertensi, penyakit arteri koroner, dan sebagainya.

 Riwayat pribadi dan sosial

Jelaskan tentang tingkat pendidikan, suku bangsa keluarga, keadaan rumah tangga saat ini, minat individu, dan gaya hidup.2

2.2 Pemeriksaan

2.2.1 Pemeriksaan fisik

Tujuan pemeriksaan abdomen adalah untuk mendapatkan atau mengidentifikasi tanda suatu penyakit atau kelainan yang ada pada daerah abdomen. Ada berbagai cara untuk membagi permukaan dinding perut dalam beberapa region

1. Dengan menarik garis tegak lurus terhadap garis median umbilikus, sehingga dinding depan abdomen terbagi atas 4 daerah atau regio yaitu kuadran kanan atas, kuadran kiri atas, kuadran kiri bawah, dan kuadran kanan bawah. Kepentingannya adalah untuk menyederhanakan laporan. Misalnya untuk kepentingan konsultasi atau pemeriksaan kelainan yang mencakup daerah yang luas.

2. Pembagian yang lebih spesifik dengan menarik dua garis sejajar dengan dua garis median dan dua garis transversal yaitu yang menghubungkan dua titik paling bawah dari arkus kosta dan yang menghubungkan kedua SIAS. Berdasarkan pembagian spesifik tersebut, maka permukaan abdomen terbagi menjadi 9 regio yaitu epigastrium, hipokondrium kanan, hipokondrium kiri, umbilikus, lumbal kanan, lumbal kiri, hipogastrium atau regio suprapubik, iliaka kanan, iliaka kiri. Maksudnya agar pasien dapat menunjukan dengan tepat lokasi rasa nyeri serta melakukan deskripsi penjalaran rasa nyeri tersebut. Selain pembagian regio terdapat juga beberapa titik dan garis pada dinding abdomen yang perlu diketahui yaitu:

1. Titik Mc Burney

Yaitu titik pada dinding perut kanan bawah yang terletak pada 1/3 lateral dari garis yang menghubungkan SIAS dengan umbilikus. Dianggap sebagai lokasi apendiks, dan terasa nyeri tekan bila terdapat apendisitis

(4)

2. Garis Schuffner

Yaitu garis yang menghubungkan titik arkus kosta kiri dengan umbilicus (dibagi 4) dan diteruskan sampai SIAS kanan yang merupakan titik VIII. Garis Schuffner merupakan petunjuk untuk pembesaran limpa.3

Teknik- teknik pemeriksaan abdomen: Inspeksi abdomen termasuk:

- Kulit; kemungkinan temuan jaringan parut, striae, vena -Umbilikus; kemungkinan temuan hernia, inflamasi

- Kontur untuk bentuk, kesimetrisan, pembesaran organ, atau adanya massa; kemungkinan temuan penonjolan pinggang, penonjolan suprapubik, pembesaran hati, atau limpa, tumor

-Adanya gelombang peristaltik; kemungkinan temuan obstruksi GI -Adanya pulsasi; kemungkinan temuan peningkatan aneurisma aorta Auskultasi abdomen untuk:

-Bisisng usus; kemungkinan temuan peningkatan atau penurunan motilitas - Bruit; kemungkinan temuan bruit stenosis arteri renalis

-Friction rub; kemungkinan temuan tumor hati, infak limpa

Perkusi abdomen untuk pola bunyi timpani dan pekak. Kemungkinan temuan asites, obstruksi GI, uterus hamil, tumor ovarium.

Palpasi semua kuadran abdomen:

-Lakukan dengan tekanan ringan untuk mengetahui adanya nyeri otot, nyeri lepas, dan nyeri tekan.

-Palpasi lebih dalam untuk mengetahui adanya massa atau nyeri tekan. Teknik khusus:

(5)

Hepar

-Perkusi batas tumpul hepar pada garis midklavikular. Kemungkinan temuan hepatomegali.

-Raba tepi hepar, jika memungkinkan, bersamaan dengan pasien menarik napas. Kemungkinan temuan tepi yang keras menunjukan sirosis.

-Perhatikan adanya nyeri tekan dan massa. Kemungkinan temuan nyeri tekan pada hepatitis ataugagal jantung kongestif; massa tumor.

Limpa

-Perkusi sepanjang kiri bawah dada anterior, perhatikan perubahan dari timpani menjadi pekak.

-Periksa adanya tanda perkusi splenikus. Coba untuk meraba limpa dengan posisi pasien telentang dan berbaring miring ke kanan dengan tungkai fleksi pada pinggang dan lutut.

Ginjal

-Coba palpasi masing-masing ginjal. Kemungkinan temuan pembesaran karena kista, kanker hidronefrosis

-Periksa nyeri tekan sudut kostovertebral. Kemungkinan temuan nyeri tekan pada infeksi ginjal.

Mengkaji kemungkinan apendisitis:

Tanyakan di mana nyeri mulai terasa, sekarang terasa di bagian mana, minta pasien untuk batuk, di mana terasa sakit. Kemungkinan temuan pada apendisitis klasik, nyeri mulai terasa dekat umbilikus terasa di kuandran kanan bawah. Palpasi untuk melokalisasi nyeri tekan. Kemungkinan temuan nyeri tekan kuadran kanan bawah.

(6)

Palpasi untuk kekakuan muskular. Kemungkinan temuan kekakuan kuadran kanan bawah.2

Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5-38,50C. Bila suhu tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi. Bisa terdapat perbedaan suhu aksilar dan rektal sampai 10C.4

Pasien apendisitis akut biasanya ditemukan terbaring di ranjang dan memberikan penampilan umum perasaan tidak sehat. Kemudahan atau kesulitan pada gerakan mencapai posisi terlentang bisa menawarkan tanda pertama tentang ada atau tidak adanya iritasi peritoneum.5 Sikapnya di ranjang cenderung tak bergerak, sering dengan tungkai kanan fleksi.

Inspeksi langsung abdomen biasanya tak jelas serta auskultasi atau perkusi tidak sangat bermanfaat dalam pasien apendisitis.6 kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi perforasi. Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada massa atau abses periapendikuler.

Pada palpasi didapatkan nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan, bisa disertai nyeri lepas. Defans muskuler menunjukan adanya rangsangan peritoneum parietale. Nyeri tekan perut kanan bawah ini merupakan kunci dgiagnosis. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri di perut kanan bawah yang disebut tanda rovsing.4 Palpasi ringan abdomen dari sisi kiri ke kanan memungkinkan pemeriksa menilai rigiditas atau defans muskular ringan. Tujuan primer palpasi abdomen adalah untuk menentukan apakah pasien menderita iritasi perineum atau tidak. Tanda iritasi peritoneum adalah nyeri tekan lokalisata, khas dalam kuadran kanan bawah, rigiditas atau defans muskular derajat ataupun nyeri lepas.5 Palpasi abdomen yang lembut kritis dalam membuat keputusan, apakah operasi diindikasikan pada pasien yang dicurigai apendisitis, palpasi seharusnya dimulai dalam kuadran kiri bawah, yang dilanjutkan ke kuadran kuadran kiri atasm kuadran kanan atas dan diakhiri dengan pemeriksaan kuadran kanan bawah. Kadang-kadang pada apendisitis yang lanjut, dapat dideteksi suatu massa. Adanya nyeri tekan kuadran kanan bawah dengan spasme otot kuadran kanan bawah merupakan indikasi untuk operasi, kecuali ada sejumah petunjuk lain bahwa apendisitis mungkin bukan diagnosis primer.

(7)

Pemeriksaan rectum dan pelvis harus dilakukan dalam semua pasien apendisitis. Pada apendisitis atipik, nyeri mungkin tidak terlokalisasi dari daerah periumbilicus, tetapi nyeri tekan rectum kuadran kanan bawah dapat dibangkitkan. Adanya nyeri tekan rectum kuadran kanan bawah dapat dibangkitkan. Adanya nyeri tekan atau sekret cervix pada wanita muda dengan nyeri kuadran kanan bawah membawa ke arah diagnosis penyakit peradangan pelvis.6

2.2.2 Pemeriksaan penunjang

Tes laboratorium untuk apendisitis akuta bersifat nonspesifik, shingga hasilnya tak dapat digunakan untuk menkonfirmasi atau menyangkal diagnosis. Nilai hitung leukosit akibat fakta bahwa sekitar 90 persen pasein apendisitis akuta menderita leukositosis lebih dari 10.000 per mikroliter dan kebanyakan juga mempunyai pergeseran ke kiri dalam hitung jenis. Akibatnya mempunyai gambaran leukositosis sedang dengan peningkatan granulosit sesuai dengan diagnosis apendisitis akuta.

Kebanyakan pasien apendisitisi akuta mempunyai kurang dari 30 sel (leukosit atau eritrosit) per lapangan pandangan besar dalam pemeriksaan urin. Jumlah yang lebih besar menggambarkan kemungkinan masalah urologi primer dan perlunya pemeriksaan traktus urinarius yang lebih spesifik.5 Pemeriksaan urin juga perlu dilakukan untuk membedakannya dengan kelainan pada ginjal dan saluran kemih. Pada kasus akut tidak diperbolehkan melakukan barium enema, sedangkan pada apendisitis kronis tindakan ini dibenarkan.7

2.3 Diagnosis

2.3.1 Diagnosis kerjaApendisitis Akut

(8)

Apendisitis adalah suatu radang yang timbul secara mendadak pada apendiks dan merupakan salah satu kasus akut abdomen yang paling sering ditemui. Apendiks disebut juga umbai cacing. Apendisitis sering disalah artikan dengan istilah usus buntu, karena usus buntu sebenarnya adalah caecum. Apendisitis akut merupakan radang bakteri yang dicetuskan berbagai faktor. Diantaranya hyperplasia jaringan limfe, fekalith, tumor apendiks dan cacing ascaris dapat juga menimbulkan penyumbatan.7 Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua syarat: riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik apendiks secara makroskopik dan mikroskopik, dan keluhan menghilang setelah apendektomi. Kriteria mikroskopik apendisitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama di mukosa dan infiltrasi sel inflamasi kronik. Insidens apendisitis kronik antara 1-5 persen.4

2.3.2 Diagnosis banding  Gastroenteritis

Merupakan keadaan yang paling lazim dikelirukan dengan apendisitis adalah gastroenteritis pada anak dan dewasa muda. Pada gastroenteritis, mual, muntah, dan diare yang berlebihan merupakan gambaran yang menonjol dan khas mendahului mulainya nyeri yang berbatas kurang tegas atau lebih bersifat kram dibandingkan nyeri yang terlihat pada apendisitis.5 Demam dan leukosit akan meningkat jelas dan tidak sesuai dengan nyeri perut yang timbul. Lokasi nyeri tidak jelas dan berpindah-pindah. Hiperperistaltik merupakan gejala yang khas. Gastroenteritis biasanya berlangsung akut, suatu observasi berkala akan dapat mengakkan diagnosis.7

 Divertikulum meckel

Merupakan anomali perkembangan terlazim pada usus halus, yang timbul sekitar 2 persen populasi. Mekanisme yang bertanggung jawab bagi anomali ini adalah kegagalan duktus omfalomesenterika (vitelinus) yang menghubungkan yolk sac dengan foregut selama kehidupan embrionik dini untuk menjadi terobliterasi lengkap. Divetikulum meckel terdeteksi selama kehidupan akibat komplikasi bermakna (25%) atau ditemukan kebetulan pada

(9)

laparotomi (75%). Karena ada variasi komplikasi dan rentang usia timbulnya dari dari masa bayi sampai usia tua, maka ada beberapa presentasi klinis yang mungkin dan bervariasi. Masalah patologi terlazim adalah ulserasi, obstruksi dan peradangan akuta. Kadang-kadang peradangan akut dalam atau sekitar divertikulum menimbulkan gejala yang tak dapat dibedakan dari yang berhubungan dengan apendisitis akuta. Mual, anoreksia dan ketidaknyamanan atau nyeri periumbilikus lazim yang ditemukan bersama apendisitis akuta jarang ditemukan dalam pasien divertikulum meckel. Tanda fisik yang lazim adalah nyeri tekan lokalisata atau massa yang dapat dipalpasi dalam kuadran kanan bawah abdomen, tanda klasik obstruksi usus.5

 Limfadenitis mesenterika

Limfadenitis mesenterika yang biasa didahului oleh enteritis atau gastroenteritis ditandai nyeri perut, terutama kanan disertai dengan perasaan mual, nyeri tekan perut samar, terutama kanan.4

2.4 Etiologi

Apendisitis disebabkan oleh obstruksi pada luman apendiks oleh hyperplasia limfoid, infeksi, stasis feses (fekalith), parasit ataupun kadang oleh neoplasma ataupun benda asing. Hiperplasia limfoid berhubungan dengan penyakit crohn, mononukleosis infeksiosa, measless, dan infeksi pada traktus digestivus dan respiratorius. Adanya obstruksi ini akan meningkatkan tekanan dalam lumen dan terus meningkat karena adanya produksi mukus mukosa. kemudian akan terjadi multiplikasi bakteri yang akan menyebabkan terjadinya lekositosis dan pembentukan pus.8

Apendisitis akut merupakan infeksi bakteri. Berbagai hal berperean sebagai factor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan factor yang di ajukan sebagai factor pencetus di samping hyperplasia jaringan limf,fekalit,tumor apendiks,dan cacing askaris dapan menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang di duga dapat menimbulkan apendisitis ialah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E.histolytica .

Penetilitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasektel yang berakibat sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya ini akan mempermudah timbulnya apendisitis akut.4

(10)

2.5 Faktor Risiko

Apendisitis akut merupakan salah satu penyakit yang paling sering ditemukan dari seluruh kasus abdomen akut. Dapat terjadi pada semua tingkat usia dan paling sering menyerang pada usia dekade kedua dan ketiga. Jarang dijumpai pada bayi, mungkin disebabkan oleh kemungkinan konfigurasi dari organ itu sendiri yang tidak memungkinkan untuk terjadinya obstruksi lumen.

Terdapat hubungan antara banyaknya jaringan limfoid pada apendiks dengan kejadian kasus apendisitis akut, selain itu Faktor diet dan genetik juga memegang peranan. Di Amerika sekitar 7% penduduk menjalani apendektomi dengan insidens 1,1/ 1000 penduduk pertahun,sedang di Negara – Negara barat sekitar 16%. Di Afrika dan asia prevalensinya lebih rendah akan tetapi cenderung meningkat oleh karena pola dietnya yang mengikuti orang barat.

Komplikasi peritonitis dari apenditis akut tertinggi pada anak dan orang tua. Pada umumnya insidens pada laki – laki sedikit lebih tinggi dibanding wanita. Di Indonesia insidens apendisitis akut jarang dilaporkan Ruchiyat dkk. (1983) mendapatkan insidens apendisitis akut pada pria 242 sedang pada wanita 218 dari keseluruhan 460 kasus. Di Swedia Anderson dkk. (1994) menemukan jumlah kasus pada laki- laki lebih rendah sedangkan John dkk (1993) melaporkan 64 wanita dan 47 wanita denga umur rata – rata 28 tahun menderita apenditis akut dengan menggunakan USG sebagai alat diagnostik.9

2.6 Patofisiologi

Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hiperplasia folikel, limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya.

Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama, mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding

(11)

apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, dipedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah, terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.

Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut.

Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.

Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrat apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.

Pada anak-anak karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadi perforasi. Sedangkan pada orangtua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah.7

(12)

Keterangan: : Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen appendiks. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa appendiks mengalami bendungan. Semakin lama mukus tersebut semakin banyak, namun elasitas dinding appendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intra lumen. Tekanan tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema dan ulaserasi mukosa. Pada saat itu terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai dengan nyeri epigastrium.

Bila sekresi mukus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri akan menembus dinding sehingga peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum yang dapat menimbulkan nyeri pada abdomen kanan bawah yang disebut apendisitis supuratif akut. Apabila aliran arteri terganggu maka akan terjadi infrak dinding appendiks yang diikuti ganggren. Stadium ini disebut apendisitis ganggrenosa. Bila dinding appendiks rapuh maka akan terjadi prefesional disebut appendikssitis perforasi.

Bila proses berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke arah appendiks hingga muncul infiltrat appendikkularis.

Pada anak-anak karena omentum lebih pendek dan appendiks lebih panjang, dinding lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan untuk terjadi perforasi, sedangkan pada orang tua mudah terjadi karena ada gangguan pembuluh darah.10

(13)

2.7 Gejala Klinis

Keluhan apendisitis biasanya bermula dari nyeri di daerah umbilikus atau periumbilikus yang berhubungan dengan muntah, dalam 2-12 jam nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah yang akan menetap dan diperberat bila berjalan atau batuk. Terdapat juga keluhan anoreksia, malaise, demam yang tidak terlalu tinggi. Biasanya juga terdapat konstipasi, tetapi kadang-kadang terjadi diare, mual, dan muntah.7

Anoreksia hampir selalu menyertai apendisitis meskipun jarang dikeluhkan oleh anak – anak. Kebanyakan penderita mengeluh adanya riwayat obstipasi sebelum timbulnya nyeri dan defekasi dapat mengurangi rasa nyeri abdomen. Kadang – kadang dapat terjadi diare pada anak-anak. Lokalisasi rasa sakit tergantung pada posisi apendiks, hilangnya nafsu makan dan muntah – muntah adalah ciri khas. Secara tipikal dimulai dalam waktu singkat segera setelah timbul rasa sakit. Jika penderita mengeluh riwayat muntah sebelum adanya rasa sakit maka keadaan itu bukan apendisitis.9

Pada permulaan timbulnya penyakit belum ada keluhan abdomen yang menetap. Namun dalam beberapa jam nyeri abdomen kanan bawah semakin progresif dan dengan pemeriksaan seksama akan dapat ditunjukan satu titik dengan nyeri maksimal. Perkusi ringan pada kuadran kanan bawah dapat membantu menentukan loksasi nyeri. Nyeri lepas dan spasme biasanya juga muncul. Bila tanda rovsing, psoas, dan obturator positif semakin meyakinkan diagnosis klinis apendisitis.7

2.8 Komplikasi

Apendisitis adalah penyakit yang jarang mereda dengan spontan, tetapi penyakit ini tidak dapat diramalkan dan mempunyai kecenderugan menjadi progresif dan mengalami perforasi. Karena perforasi jarang terjadi dalam 8 jam pertama, observasi aman untuk dilakukan masa tersebut.

Tanda-tanda perforasi meliputi meningkatnya nyeri, spasme dinding perut kuadran kanan bawah dengan tanda peritonitis umum atau abses yang terlokalisasi, ileus, demam, malaise, dan leukositosis semakin jelas. Bila perforasi dengan peritonitis umum atau pembentukan abses telah terjadi sejak pasien pertama kali datang, diagnosis dapat ditegakkan dengan pasti.

(14)

Bila terjadi peritonitis umum terapi spesifik yang dilakukan adalah operasi untuk menutup asal perforasi. Sedangkan tindakan lain sebagai penunjang: tirah baring dalam posisi fowler medium (setengah duduk), pemasangan NGT, puasa, koreksi cairan dan elektrolit, pemberian antibiotik yang sesuai dengan hasil kultur, transfusi untuk mengatasi anemia, dan penanganan syok septik secara intensif bila ada.

Bila terbentuk abses apendiks akan teraba massa di kuadran kanan bawah yang cenderung menggelembung ke arah rektum atau vagina. Terapi dini dapat diberikan kombinasi antibiotik (ampisilin, gentamisin, metronidazol, atau klindamisin). Dengan sediaan ini abses segera menghilang, dan apendiktomi dapat dilakukan 6-12 minggu kemudian. Pada abses yang tetap progresif harus segera dilakukan drainase. Tromboflebitis supurativ dari sitem portal jarang terjadi tetapi merupakan komplikasi yang letal. Hal ini harus kita curigai bila ditemukan demam sepsis, mengigil, hepatomegali, dan ikterus setelah terjadi perforasi apendiks. Pada keadaan ini diindikasikan pemberian antibiotik kombinasi dengan drainase.

Komplikasi lain yang dapat terjadi berupa abses subfrenikus dan fokal sepsis intrabdominal lain. Obstruksi intestinal juga dapat terjadi akibat perlengketan.7

2.9 Penatalaksanaan 2.9.1 Medikamentosa

Ada 3 prinsip utama pola pemberian antibiotik pada penderita yang di diagnosis dengan apendisitis akut, yaitu :

1. Antibiotik diberikan preoperatif bila diduga telah terjadi perforasi. 2. Antibiotik diberikan preoperatif, dan terus dilanjutkan bila dijumpai apendiks perforasi atau gangren.

3. Antibiotik diberikan preoperatif pada semua penderita dengan apendisitis akut dan dilanjutkan hingga 3-5 hari.8

(15)

Hasil penelitian menunjukkan obat yang digunakan pada kasus apendisitis akut adalah antibiotika, analgetika, terapi cairan, antiulser dan antiemetika. Jenis antibiotika yang digunakan pasien apendisitis akut adalah sefalosporin generasi III (sefotaksim dan seftriakson), sefalosporin generasi IV (sefpirom), metronidazol, aminoglikosida (gentamisin), penisilin (ampisilin), dan karbapenem (meropenem). Pada saat KRS antibiotika yang paling banyak digunakan adalah siprofloksasin. Jenis analgetika yang digunakan adalah ketorolak trometamin, metamizol Na, dan tramadol HCl. Dosis obat yang digunakan semuanya sesuai dengan pustaka dengan rute pemberian iv dan per oral pada saat KRS. Efektivitas obat pada kasus apendsitis akut ditunjukkan dengan penurunan leukosit, LED, dan intensitas nyeri serta tidak didapatkan infeksi luka operasi (ILO). Problem obat pada kasus apendisitis akut hanya ditemukan pada satu pasien yaitu reaksi alergi (hipersensitifitas) terhadap sefotaksim.11

Metronidazol dan tinidazol

Metronidazol memperlihatkan daya amubisid langsung. Pada biakan E.histolytica dengan kadar metronidazol 1-2ug/ml, semua parasit musnah dalam 24 jam. Sampai saat ini belum ditemukan amuba yang resisten terhadap metronidazol. Tinidazol memperlihatkan spektrum antimikroba yang sama dengan metronidazol. Perbedaannya dengan metronidazol ialah masa paruhnya yang lebih panjang sehingga dapat diberikan sebagai dosis tunggal perhari, dan efek sampingnnya lebih ringan daripada metronidazol.

Absorpsi metronidazol berlangsung dengan baik sesudah pemberian oral. Satu jam setelah pemberian dosis tungal 500 mg per oral diperoleh kadar plama kira-kira 10 ug/ml. Umumnya untuk kebanyakan protozoa dan bakteri yang sensitif, rata-rata diperlukan kadar tidak lebih dari 8 ug/ml. Waktu paruhnya berkisar antara 8-10 jam. Pada beberapa kasus terjadi kegagalan karena rendahnya kadar sistemik. Ini mungkin disebabkan oleh absorpsi yang buruk atau metabolisme yang terlalu cepat. Obat ini diekskresi melalui urin dalam bentuk asal dan bentuk metabolit hasil oksidasi dan glukuronidasi. Urin mungkin berwarna cokelat kemerahan karena mengandung pigmen tak dikenal yang berasal dari obat. Metronidazol juga diekskresi melalui air liur, air susu, cairan vagina, dan cairan seminal dalam kadar

(16)

yang rendah. Masa paruh tinidazol 12-24 jam. Kadar plasma setelah 24 jam, 10 ug/ml.

Efek samping yang paling sering dikeluhkan ialah sakit kepoala, mual, mulut kering, dan rasa kecap logam. Muntah, diare, dan spasme usus jarang dialami. Lidah berselaput, glositis dan stomatitis dapat terjadi selama pengobatan dan ini mungkinberkaitan dengan moniliasis. Efek samping lain dapat berupa pusing, vertigo, ataksia, parastesia pada ekstremiatas, urtikaria, flushing, pruritus, disuria, sistitis, rasa tekan pada pelvik, juga kering pada mulut, vagina dan vulva.

Pada pasien dengan riwayat penyakit darah atau dengan gangguan SSP, pemberian obat tidak dianjurkan. Bila ditemukan ataksia, kejang, atau gejala susunan saraf pusat yang lain, maka pemberian obat harus segera dihentikan. Metronidazol telah diberikan pada berbagai tingkat kehamilan tanpa peningkatan kejadian teratogenik, prematuritas dan kelainan pada bayi yang dilahirkan. Namun penggunaan pada trimester pertama kehamilan tidak dianjurkan.

Dosis metronidazol perlu disesuaikan pada pengguanaan bersama obat fenobarbital, prednison, rifampin karena meningkatkan metabolisme oksidatif metronidazol. Sedangkan simetidin dapat menghambat metabolisme metronidazol di hati.

Metronidazol dan tinidazol terutama digunakan untuk amubiasis, trikomoniasis dan infeksi bakteri anaerob. Metronidazol efektif untuk amubiasis intestinal maupun ekstraintestinal.namun efeknya lebih jelas pada jaringan, sebab sebagian metronidazol mengalami penyerapan di usus halus. Pada abses hati, dosis yang digunakan sema besar dengan dosis yang digunakan untuk disentri amuba bahkan dengan dosis yang lebih kecil telah dapat diperoleh respons yang baik. Juga indikasikan untuk drankuliasis sebagai alternatif niridazol untuk giardiasis. Digunakan untuk profilaksis pasca bedah daerah abdomen, infeksi pelvik dan pengobatan endokarditis yang disebabkan oleh B.fragilis. juga dapat digunakan untukkolitis pseudomembranosa yang disebabkan oleh Clostridium difficile tetapi vankomisin meruapakan obat terpilih. Penelitian memperlihatkan metronidazol bermanfaat bagi beberapa pasien ulkus peptikum yang terinfeksi Helicobacter pylori.

(17)

Tramadol

Adalah analog kodein sintetik yang merupakan agonis reseptor u yag lemah, sebagian dari analgetiknya ditimbulkan oleh inhibisi ambilan norepinefrin. Tramadol sama efektif dengan morfin atau meperidin untuk nyeri ringan sampai sedang, tetapi untuk nyeri berat atau kronik lebih lemah. Tramadol mngalami metabolisme di hati dan ekskresi oleh ginjal, dengan masa paruh eliminasi 6 jam untuk tramadol dan 7, 5 jam untuk metabolit aktifnya. Analgesia timbul dalam 1 jam setelah pengguanaan secara oral dan mencapai puncaknya dalam 2-3 jam. Lama analgesia sekitar 6 jam. Dosis maksimum per hari yang dianjurkan 400 mg. Efek samping yang umum mual, muntah, pusing, mulut kering, sedasi, dan sakit kepala. Karena efek inhibisinya sebgaiknya tidak digunakan pada pasien yang menggunakan penghambat monoamin-oksidase (MAO).12

2.9.2 Non Medikamentosa

Pada apendisitis akut, pengobatan yang paling baik adalah operasi appendiks. Dalam waktu 48 jam harus dilakukan. Penderita di obsevarsi, istirahat dalam posisi fowler, diberikan antibiotik dan diberikan makanan yang tidak merangsang peristaltik, jika terjadi perforasi diberikan drain diperut kanan bawah.

a. Tindakan pre operatif, meliputi penderita di rawat, diberikan antibiotik dan kompres untuk menurunkan suhu penderita, pasien diminta untuk tirah baring dan dipuasakan

b. Tindakan operatif ; appendiktomi

c. Tindakan post operatif, satu hari pasca bedah klien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur selama 2 x 30 menit, hari berikutnya makanan lunak dan berdiri tegak di luar kamar, hari ketujuh luka jahitan diangkat, klien pulang.10

Tidak ada cara yang dapat mencegah perkembangan lanjut terjadinya apendisitis akut.

Operasi apendektomi emergensi merupakan satu-satunya tindakan yang harus dilakukan untuk dapat mengurangi morbiditas dan mencegah mortalitas penderita. Dalam 24 jam pertama timbulnya gejala, dapat terjadi perforasi sebanyak kurang

(18)

dari 20%, tapi meningkat cepat menjadi lebih 70% setelah 48 jam. Pada penderita yang tidak dapat segera dilakukan tindakan operasi, penanganannya dilakukan dengan perawatan konservatif, penderita diobservasi ketat, istirahat total di tempat tidur, diet makanan yang tidak merangsang peristaltik dan pemberian antibiotik broad spektrum. Pasang drain bila terjadi abses.10

2.10 Pencegahan

Sampai saat ini, tidak ada metode yang akurat untuk mengetahui bagaimana mencegah usus buntu. Namun, Anda dapat mengurangi risiko kematian dari usus buntu dengan memahami gejala-gejala umum dari kondisi tersebut, untuk mendapatkan pengobatan yang tepat sebelum berkembang menjadi serangan yang lebih parah. Ada beberapa tindakan pencegahan yang disarankan tetapi tidak ada cara standar untuk mencegah usus buntu dari terjadi.

1. Makanlah makanan kaya serat. Ada korelasi yang tinggi antara usus buntu dan diet serat rendah. Diet serat tinggi dapat lembut dengan sistem pencernaan. Diet serat larut terdiri dari buah-buahan dan sayuran biji-bijian, roti gandum, wortel, timun, zucchini, dan seledri merupakan diet serat non-larut. Mempertahankan diet yang baik dan seimbang juga dapat membantu mencegah usus buntu. Asupan Cairan juga penting untuk menjaga tubuh cukup terhidrasi.

2. Ukuran efektif yang paling baik untuk mencegah usus buntu dari berkembang menjadi lebih parah bentuknya akan pengakuan dari tanda-tanda awal umum radang usus buntu. Ini mungkin termasuk sakit perut terutama pada kuadran kanan bawah perut, terasa dari pusar ke bawah ke sisi kanan bawah perut, dan / atau muntah, kehilangan nafsu makan, perut bengkak, demam, sembelit dan mual. Setelah diobati, infeksi dapat berlanjut menyebabkan pecahnya usus buntu yang akan memerlukan operasi pengangkatan segera. Oleh karena itu, penting untuk mengenali gejala ini sebagai cara untuk mencegah usus buntu bagi kemajuan di lebih kondisi serius dengan mendapatkan diagnosis yang tepat dan pengobatan. 3. Ambil suplemen yang akan menjaga daya tahan tubuh yang kuat terhadap infeksi.

Beta Carotene vitamin C dan seng dapat meningkatkan kekebalan tubuh saat koenzim A bantu proses tubuh untuk detoksifikasi.13

(19)

2.11 Prognosis

Dengan diagnosis yang adekuat serta pembedahan , tingkat mortalitas dan morbiditas penyakit ini sangat kecil. Keterlambatan diagnose akan menimbulkan morbiditas dan mortalitas bila terjadi komplikasi. Serangan berulangan dapat terjadi bila apendiks tidak di angakat. Terminology apendisitis kronis sebenarnya tidak ada.7 2.12 Epidemiologi

Insiden apendisitis akut di negara maju lebih tinggi dari pada di negara berkembang. Namum dalam tiga empat dasawarsa terakhir kejadiannya menurun secara bermakna. Hal ini di duga di sebabkan oleh meningkatnya penggunaan makan berserat dalam menu sehari hari

Apendisitis dapat di temukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari satu tahun jarang di laporkan. Insiden tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun, setelah itu menurun . insidens pada laki- laki dan perempuan umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun insiden lelaki lebih tinggi.4

BAB III PENUTUP

Apendisitis adalah suatu radang yang timbul secara mendadak pada apendiks dan merupakan salah satu kasus akut abdomen yang paling sering ditemui. Apendiks disebut juga umbai cacing. Apendisitis sering disalah artikan dengan istilah usus buntu, karena usus buntu sebenarnya adalah caecum. Apendisitis akut merupakan radang bakteri yang dicetuskan

(20)

berbagai faktor. Diantaranya hyperplasia jaringan limfe, fekalith, tumor apendiks dan cacing ascaris dapat juga menimbulkan penyumbatan.

Keluhan apendisitis biasanya bermula dari nyeri di daerah umbilikus atau periumbilikus yang berhubungan dengan muntah, dalam 2-12 jam nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah yang akan menetap dan diperberat bila berjalan atau batuk. Terdapat juga keluhan anoreksia, malaise, demam yang tidak terlalu tinggi. Biasanya juga terdapat konstipasi, tetapi kadang-kadang terjadi diare, mual, dan muntah.

Pada apendisitis akut, pengobatan yang paling baik adalah operasi appendiks. Dalam waktu 48 jam harus dilakukan. Penderita di obsevarsi, istirahat dalam posisi fowler, diberikan antibiotik dan diberikan makanan yang tidak merangsang peristaltik, jika terjadi perforasi diberikan drain diperut kanan bawah.

Dengan diagnosis yang adekuat serta pembedahan , tingkat mortalitas dan morbiditas penyakit ini sangat kecil. Keterlambatan diagnose akan menimbulkan morbiditas dan mortalitas bila terjadi komplikasi. Serangan berulangan dapat terjadi bila apendiks tidak di angakat.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo Aru, Setiyohadi Bambang, Alwi Idrus, Simadibrata Marcellus, Setiati Siti. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi 5. Jilid I. Jakarta: EGC; 2007. Hal 303,

(21)

2. Bickley S. Lynn. Buku saku pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan bates. Edisi 5. Jakarta: EGC; 2008. Hal 2, 15.

3. Santoso Mardi. Pemeriksaan fisik diagnosis. Jakarta: Bidang Penerbitan Yayasan Diabetes Indonesia; 2004. Hal 73-76

4. Sjamsuhidayat R, de Jong Wim. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC; 2005. Hal 640-645

5. Sabiston C. David. Buku ajar bedah (essentials of surgery) bagian 2. Jakarta: EGC; 2004. Hal 3-11

6. Sabiston C. David. Buku ajar bedah (sabiston’s essential surgery)) bagian 1. Jakarta: EGC; 2004. Hal 498

7. Mansjoer Arif, Triyanti Kuspuji, Savitri Rkhmi, Wardhani Ika Wahyu, Seiowulan Wiiwiek. Kapita selekta kedokteran. Edisi 3. Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius FK UI; 2007. Hal 307-310.

8. Apendisitis Akut. Diunduh dari http://www.scribd.com/doc/46451611/apendisitis-akut, 21 Mei 2011.

9. Penyakit apendisitis akut, definisi, insiden, patogenesis, diagnosis, pelaksanaan. Diunduh dari http://ilmubedah.info/definisi-insiden-patogenesis-diagnosis-penatalaksanaan-penyakit-apendisitis-akut-20110202.html, 21 Mei 2011

10. Askep apendisitis. Diunduh dari http://nursingbegin.com/askep-apendisitis/2010/21/06, 21 Mei 2010.

11. Apendisitis Akut. Diunduh dari http://www.medicaldiary.co.cc/?p=13, 21 Mei 2011 12. Syarif Amir, Estuningtyas Ari, Setiawati Arini, Muchtar Armen, Arif Azalia, Bahry

Bahroelim, dkk. Frmakologi dan terapi. Edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2008 13. De Matias Evelyn. Cara mencegah apendistis. Diunduh dari

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan bukti secara empiris adanya pengaruh ukuran perusahaan, utang perusahaan, kinerja keuangan, jumlah dewan komisaris,

Menurut Manuaba (2008; h.389) disebutkan perdarahan terjadi karena gangguan hormon, gangguan kehamilan, gangguan KB, penyakit kandungan dan keganasan genetalia. 55)

Perbedaan antara hasil yang diperoleh pada penelitian ini dengan sejumlah penelitian terdahulu dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain seperti

Pembicaraan mengenai akuntansi Islam haruslah dipahami sebagai sebuah alat yang memiliki orientasi sosial. Sebab akuntansi Islam tidak hanya sebagai alat untuk

Ruang wisata utama adalah ruang yang menampilkan anggrek sebagai obyek wisata dalam bentuk rumah kaca, taman anggrek, dan hutan anggrek.. Taman anggrek ditampilkan

Untuk dapat melakukan pengelolaan secara efektif terhadap kawasan mangrove di Nusa Lembongan dan Nusa Ceningan, maka diperlukan informasi dasar terkait luas hutan mangrove,

Burung yang paling sering dijumpai di kawasan Mangrove Center Tuban adalah walet sapi (Collocalia esculenta) dengan nilai kelimpahan sebesar 20,93%.. Walet sapi dapat

Pendekatan struktural seperti yang digunakan oleh Habibie berangkat dari memandang dan menilai seluruh struktur yang ikut membangun masyarakat muslim., baik