• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PENELITIAN TUGAS AKHIR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN PENELITIAN TUGAS AKHIR"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN

PENELITIAN TUGAS AKHIR

PENGARUH HERBISIDA OPLOSAN TERHADAP

PENGENDALIAN GULMA DI PERKEBUNAN

KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq)

DWI ARIF WIBOWO

12011466

PROGRAM STUDI

BUDIDAYA PERKEBUNAN

SEKOLAH TINGGI ILMU PERTANIAN

AGROBISNIS PERKEBUNAN

MEDAN

2016

(2)

LAPORAN

PENELITIAN TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sain Terapan Diploma IV Pada Program Studi Budidaya Perkebunan

Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Agrobisnis Perkebunan

PENGARUH HERBISIDA OPLOSAN TERHADAP

PENGENDALIAN GULMA DI PERKEBUNAN

KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq)

DWI ARIF WIBOWO

12011466

PROGRAM STUDI

BUDIDAYA PERKEBUNAN

SEKOLAH TINGGI ILMU PERTANIAN

AGROBISNIS PERKEBUNAN

MEDAN

2016

(3)

HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN PENELITIAN TUGAS AKHIR

Nama : DWI ARIF WIBOWO

Nomor Induk : 12011466

Program Studi : BUDIDAYA PERKEBUNAN

Judul Penelitian : PENGARUH HERBISIDA OPLOSAN TERHADAP PENGENDALIAN GULMA DI PERKEBUNAN KELAPA SAWiT (Elaeis guineensis Jacq).

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Aulia Juanda DJS, S.Si., M.Si Ir. Nuraida, M.P.

Mengetahui,

Ketua Ka. PS BDP

(4)

Pembimbing Tugas Akhir : 1. Aulia Juanda DJS, S.Si., M.Si 2. Ir. Nuraida, M.P.

Tim Penguji : 1. Guntoro, S.P., M.P. 2. Hardi Wijaya, S.P.

(5)

i

RINGKASAN

DWI ARIF WIBOWO. PENGARUH HERBISIDA OPLOSAN TERHADAP PENGENDALIAN GULMA DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq). Tugas Akhir Mahasiswa STIPAP Program Studi Budidaya Perkebunan dibimbing oleh Aulia Juanda DJS, S.Si., M.Si dan Ir. Nuraida, M.P.

Herbisida oplosan merupakan pemberian nama dari suatu pencampuran lima bahan kimia yaitu solar, minyak tanah, urea, garam dan detergent. Berdasarkan hasil uji awal yang dilakukan, herbisida oplosan memiliki potensi untuk dijadikan sebagai herbisida alternatif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh herbisida oplosan terhadap pengendalian gulma dan tingkat kematian gulma di perkebunan kelapa sawit.

Penelitian ini dilakukan pada areal perkebunan kelapa sawit Lembaga Pendidikan Perkebunan (LPP) kampus Medan. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2016. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) non faktorial, yang terdiri dari 4 perlakuan dan ulangan sebanyak 3 kali. Pengujian parameter disusun pada daftar sidik ragam dan dilakukan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) dengan taraf 5% dan 1%.

Hasil penelitian menunjukan bahwa kandungan dalam herbisida oplosan dapat membunuh gulma. Persentase keracunan gulma paling tinggi terdapat pada 7 Hari Setelah Aplikasi (HSA) dimana persentase tingkat kematian pada K1 sebesar 43,67%, K2 sebesar 55,67% dan K3 sebesar 61,33%. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat konsentrasi herbisida oplosan mempengaruhi besarnya tingkat kematian gulma di perkebunan kelapa sawit. Daya racun yang ditimbulkan oleh herbisida oplosan bersifat kontak karena terlihat dari bercak-bercak dan terbakarnya bagian gulma yang terkena herbisida oplosan.

(6)

ii DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN ... i DAFTAR ISI ... ii KATA PENGANTAR ... iv RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Urgensi Penelitian ... 2 1.3. Tujuan Khusus ... 2 1.3 Target Temuan ... 3 1.4. Kontribusi ... 3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1. Kelapa Sawit (E .guineensis Jacq) ... 4

2.2. Pengertian Gulma... 4

2.3. Jenis-jenis Gulma ... 5

2.3.1. Gulma Berdaun Sempit ... 5

2.3.2. Gulma Teki-tekian (sedges) ... 6

2.3.3. Gulma Berdaun Lebar (Broad leaves) ... 6

2.3.4. Gulma Pakis-pakisan ... 7

2.4. Jenis Gulma di Perkebunan Kelapa Sawit ... 8

2.5. Metode Pengendalian Gulma ... 8

2.5.1. Secara Kimiawi (Chemist) ... 8

2.5.2. Secara Manual ... 9

2.6. Penggolongan Herbisida ... 10

2.6.1. Herbisida Kontak ... 10

2.6.2. Herbisida Sistemik ... 11

2.7. Bahan Pembantu (Adjuvant) ... 12

2.7.1. Minyak Solar ... 13

2.7.2. Detergent ... 14

2.7.3. Garam ... 15

2.7.4. Urea ... 15

2.7.5. Minyak Tanah ... 15

2.8. Efektifitas Pengendalian Gulma ... 16

(7)

iii

3.1. Tempat dan Waktu ... 17

3.2. Alat dan Bahan ... 17

3.3. Rancangan Penelitian ... 17

3.4. Tahapan Penelitian ... 18

3.5. Pengamatan dan Indikator ... 22

3.6. Bagan Alur Penelitian ... 23

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 24

4.1. Tingkat Kematian Gulma ... 24

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 28

5.1. Kesimpulan ... 28

5.2. Saran ... 28

DAFTAR PUSTAKA ... 29

LAMPIRAN ... 30

1. Tabel Sidik Ragam Persentase Kematian Gulma 1 HSA ... 31

2. Tabel Sidik Ragam Persentase Kematian Gulma 2 HSA ... 32

3. Tabel Sidik Ragam Persentase Kematian Gulma 3 HSA ... 33

4. Tabel Sidik Ragam Persentase Kematian Gulma 4 HSA ... 34

5. Tabel Sidik Ragam Persentase Kematian Gulma 5 HSA ... 35

6. Tabel Sidik Ragam Persentase Kematian Gulma 6 HSA ... 36

7. Tabel Sidik Ragam Persentase Kematian Gulma 7 HSA ... 37

8. Gambar Gulma Pada 1 HAS ... 38

9. Gambar Gulma Pada 2 HAS ... 39

10. Gambar Gulma Pada 3 HAS ... 40

11. Gambar Gulma Pada 4 HAS ... 41

12. Gambar Gulma Pada 5 HAS ... 42

13. Gambar Gulma Pada 6 HAS ... 43

(8)

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberi rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan baik. Penyusunan Tugas Akhir yang berjudul Pengaruh Herbisida Oplosan Terhadap Pengendalian Gulma Di Perkebunan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) adalah merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sain Terapan di Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Agrobisnis Perkebunan (STIPAP).

Dalam penulisan Tugas Akhir ini, banyak pihak yang telah memberikan bantuan secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Bapak Wagino, S.P., M.P. selaku ketua STIP-AP Medan yang telah memberikan kesempatan untuk menimba ilmu.

2. Bapak Guntoro, S.P., M.P selaku ketua Program Studi Budidaya Perkebunan yang telah memberikan motivasi dan saran kepada penulis. 3. Bapak Aulia Juanda DJS, S.Si., M.Si selaku pembimbing I dan Ibu Ir.

Nuraida, M.P selaku pembimbing II yang telah memberikan motivasi dan saran kepada penulis dengan sabar membimbing dan mengarahkan penulis sejak penulisan proposal hingga selesainya Tugas Akhir ini.

4. Bapak Guntoro, S.P., M.P dan Bapak Hardi Wijaya, S.P selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran kepada penulis sebagai bahan evaluasi dalam penyempurnaan penulisan Tugas Akhir ini.

5. Secara khusus penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua tercinta, Ayahanda Sugino Alamin dan Ibunda Sri Eminingsih yang telah memberikan banyak dorongan, motivasi, doa serta dukungan material dan moril.

6. Teman-teman yang telah banyak membantu penulis selama melakukan penelitian di lapangan mulai dari awal hingga selesai yaitu Yasser, Alfin, Dony, Samsuar, Jefri dan Jamal.

7. Teman-teman mahasiswa STIP-AP angkatan 2012 khususnya BDP E dan semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu secara langsung

(9)

v

maupun tidak langsung yang telah memberikan dorongan dan bantuan dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.

Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini belum sempurna. Semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkannya khususnya dalam budidaya kelapa sawit. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga Tugas Akhir ini bermanfaat.

Medan, Oktober 2016

(10)

vi

RIWAYAT HIDUP

Dwi Arif Wibowo dilahirkan pada tanggal 21 Agustus 1994 di Desa Dondong, Kecamatan Stabat Lama, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara. Penulis merupakan anak ke dua dari Ayahanda Sugino Alamin dan Ibunda Sri Eminingsih.

Penulis menyelesaikan pendidikan SDN 020276 Binjai pada tahun 2006, kemudian melanjutkan ke SMP Negeri 3 Binjai dan lulus pada tahun 2009. Pendidikan Lanjut Tingkat Atas di SMA Nergri 2 Binjai lulus pada tahun 2012. Pada tahun 2012 penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Agrobisnis Perkebunan pada Program Studi Budidaya Perkebunan.

Selama melakukan perkuliahan, penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) sebanyak 2 kali. PKL I pada tahun 2014 selama 5 minggu di Kebun Sei Kopas PTPN IV dan pindah ke Kebun Merbau Selatan PTPN III selama 3 minggu. PKL II pada tahun 2015 selama 2 bulan di PT Raya Padang Langkat. Pada tahun 2016 melakukan pengabdian masyarakat selama 3 minggu di Desa Baja Ronggi Kecamatan Dolok Masihul, Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara.

(11)

vii

DAFTAR TABEL

No. Judul Hal 2.1. Jenis – jenis gulma di perkebunan kelapa sawit ... 8 3.1. Persentasi Gulma Pada Petak Penelitian ... 19 4.1. Persentase kematian gulma 1 sampai 7 hari setelah aplikasi (HSA)

(12)

viii

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Hal 3.1. Hasil identifikasi gulma pada petak-petak penelitian ... 20 3.2. Bagan Alur Penelitian ... 23 4.1. Rata-rata Kematian Gulma 1 Sampai 7 Hari Setelah Aplikasi ... 25

(13)

1

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan komoditas perkebunan unggulan dan utama di Indonesia. Tanaman yang produk utamanya terdiri dari minyak sawit (CPO) dan minyak inti sawit (PKO) ini memiliki nilai ekonomis tinggi dan menjadi salah satu penyumbang devisa negara yang terbesar di bandingkan dengan komoditas perkebunan lainya, hingga saat ini kelapa sawit telah diusahakan dalam bentuk perkebunan dan pabrik pengolahan kelapa sawit hingga menjadi minyak dan produk turunannya (Fauzi, 2006).

Perkembangan budidaya tanaman kelapa sawit pada saat ini berkembang sangat pesat, baik oleh perkebunan besar negara, perkebunan besar swasta maupun oleh perkebunan rakyat. Keberhasilan budidaya kelapa sawit di samping faktor tanaman dan lingkungan, juga tidak terlepas dari faktor pemeliharaan, seperti pengendalian terhadap gulma.

Salah satu kegiatan yang penting dalam kegiatan pemeliharaan tanaman kelapa sawit adalah pengendalian gulma. Masalah gulma mulai timbul pada saat suatu tumbuhan atau sekelompok tumbuhan mulai mengganggu aktivitas pertumbuhan dan perkembangan tanaman utama.

Berdasarkan akibat dari kerugian yang di timbulkan akibat gulma. Oleh karena itu perlu di lakukan pengendalian dengan beberapa cara, salah satunya yaitu dengan cara khemis (kimia). Dalam penggunaan pengendalian gulma dengan cara khemis diperlukan herbisida yang cocok untuk digunakan sehingga gulma yang tumbuh dapat dikendalikan (mati). Herbisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun dan digunakan untuk mematikan tanaman pengganggu /gulma. Gulma ini ada bermacam – macam,

(14)

2

antara lain gulma berdaun lebar, gulma berdaun sempit (rerumputan), alang-alang, dan lain lain (Moenandir,1988).

Akibat perilaku gulma yang menghambat pertumbuhan dan penurunan hasil cenderung membuat manusia berusaha mengurangi atau menghilangkan hal itu. Gulma yang dihilangkan selama periode tumbuh pertanaman berlangsung disebut pemberantasan gulma, namun jika dihilangkan pada sebagian periode tumbuh pertanaman disebut pengendalian gulma. Gulma dengan sendirinya tidak harus dihilangkan secara mutlak, cukup dikendalikan saja. Waktu yang tepat untuk penyiangan gulma adalah sama pentingnya dengan penyiangan itu sendiri. Waktu pengendalian yang tepat ialah pada saat periode kritis yaitu waktu setelah pengaruh gulma pada pertanaman relatif dapat diabaikan (Moenandir, 1993).

1.2. Urgensi Penelitian

Salah satu kegiatan yang penting dalam pemeliharaan kelapa sawit ialah pengendalian gulma. Gulma merupakan tumbuhan pengganggu yang memiliki dampak negatif terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman. Pengendalian gulma dapat dilakukan secara kimia dan manual. Contoh secara kimia, dilakukan dengan menggunakan herbisida. Herbisida kimia yang banyak digunakan pada saat ini memiliki harga yang relatif cukup mahal.

Berdasarkan hal tersebut maka penulis berkeinginan untuk melakukan penelitian tentang pengaruh herbisida Oplosan terhadap pengendalian gulma di perkebunan kelapa sawit.

1.3. Tujuan Khusus

Penelitian ini bertujuan untuk :

- Mengetahui laju kematian gulma di perkebunan kelapa sawit (E.guineensis Jacq).

(15)

3

- Mengetahui interaksi perlakuan terbaik dari dosis herbisida Oplosan yang diberikan untuk membunuh gulma di perkebunan kelapa sawit (E.guineensis Jacq).

1.4. Target Temuan

Adapun target temuan pada penelitian ini yaitu untuk memperoleh data tingkat kematian gulma di perkebunan kelapa sawit setelah dilakukan aplikasi herbisida oplosan.

1.5. Kontribusi

Kontribusi peneliti adalah :

- Hasil penelitian diharapkan bermanfaat dalam menambah informasi bagi petani atau pihak-pihak yang membudidayakan kelapa sawit (E.guineensis Jacq).

- Hasil penelitianini diharapkan dapat menjadi masukan dalam hal pengetahuan tentang herbisida alternatif yang dapat digunakan untuk mengendalikan gulma di perkebunan kelapa sawit (E.guineensis Jacq).

(16)

4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kelapa Sawit (E.guineensis Jacq)

Kelapa sawit (E.guineensis Jacq) pertama kali diperkenalkan di indonesia oleh pemerintah kolonial belanda pada tahun 1848. Ketika itu ada empat batang bibit kelapa sawit yang dibawa dari Mauritius dan Amsterdam untuk ditanam di kebun raya Bogor. Tanaman kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial pada tahun 1911. Perintis usaha perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah Adrien Haller, seorang berkebangsaan Belgia yang telah belajar banyak tentang kelapa sawit di Afrika. Budidaya yang dilakukannya diikuti oleh K. Schadt yang menandai lahirnya perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Sejak saat itu perkebunan kelapa sawit di Indonesia mulai berkembang. Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi di Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh. Luas areal perkebunannya saat itu sebesar 5.123 ha. Indonesia mulai mengekspor minyak sawit pada tahun 1919 sebesar 576 ton ke negara-negara eropa, kemudian tahun 1923 mulai mengekspor minyak inti sawit sebesar 850 ton (Fauzi, 2006).

2.2. Pengertian Gulma

Gulma adalah tumbuhan yang tumbuhnya salah tempat. Sebagai tumbuhan, gulma selalu berada disekitar tanaman yang dibudidayakan dan berasosiasi dengannya secara khas. Karena luasnya penyebaran, gulma mempunyai berbagai nama sesuai dengan asal daerah dan negaranya seperti Weed (Inggris), Unkraut (Jerman), Onkruit ( Belanda), dan Tzao ( Cina), serta banyak nama yang lainya (Moenandir, 1993).

Definisi lain dari gulma ialah tumbuhan yang mudah tumbuh pada setiap tempat yang berbeda-beda, mulai dari tempat yang miskin nutrisi sampai yang kaya nutrisi. Sifat inilah yang membedakan gulma dengan tanaman yang dibudidayakan. Kemampuan gulma mengadakan regenerasi besar

(17)

5

sekali. Khususnya pada gulma perenial. Gulma perenial dapat menyebar dengan cara vegetatif. Luasnya penyebaran karena daun dapat dimodifikasikan, demikian pula pada bagian-bagian lain, inilah yang memungkinkan gulma unggul dalam bersaingan dengan tanaman budidaya. Di samping itu, gulma juga dapat membentuk biji dalam jumlah banyak, ini pulalah yang memungkinkan gulma cepat berkembang biak, Gulma juga ada yang memberikan bau serta rasa yang kurang sedap, bahkan dapat mengeluarkan zat di sekitar tempat tumbuhnya yang dapat meracuni tumbuhan lain (peristiwa allelopati) (Moenandir, 1993).

Secara fisik, gulma bersaing dengan tanaman budidaya untuk ruang, cahaya, dan secara kimiawi untuk air, nutrisi, gas-gas penting, dan dalam peristiwa allelopati.

Gulma dapat dibedakan menjadi beberapa golongan sesuai dengan bentuk daun (daun lebar atau daun sempit), lama hidupnya (setahun atau semusim, dua tahun atau tahunan), serta dari sudut pentingnya (golongan yang sngat ganas dan golongan agak ganas) (Moenandir, 1993).

2.3. Jenis-jenis Gulma

Berdasarkan morfologi gulma digolongkan atas :

2.3.1. Gulma Berdaun Sempit (golongan rumput – rumput)

Gulma berdaun sempit memiliki ciri khas sebagai berikut : daun menyerupai pita, batang tanaman beruas-ruas, tanaman tumbuh tegak atau menjalar dan memiliki pelepah/helaian daun. Jenis gulma berdaun sempit adalah sebagai berikut : - Axonopus compressus - Brachcharia mutica - Centorheca lappacea - Digitaria sitigera - Eragrostis tenella - Ischaemum indicium

(18)

6 - Ottochloa nodosa - Sporolobus diander - Sporolobus indicus - Brachcharia miliformis - Brachcharia paspaloides - Digitaria ciliaris - Eluesine indica - Impreata cylindra - Leersia hexandra - Panicum maximum

- Themeda arguens (Barus, 2003).

2.3.2. Gulma teki-tekian (sedges)

Gulma jenis teki-tekian mirip gulma berdaun sempit, namun memiliki batang berbentuk segitiga. Beberapa contoh jenis gulma teki-tekian sebagai berikut :

- Cyperus aromaticus - Cyperus digitatus - Cyperus rotundus - Lipocarpha chinensis - Scirpus mucronatus

- Scleria sumatrensi (Barus,2003).

2.3.3. Gulma berdaun lebar (Broad Leaves)

Pada umumnya, gulma berdaun lebar merupakan tumbuhan berkeping dua, meskipun ada juga yang berkeping satu. Gulma berdaun lebar mempunyai ciri – ciri ben tuk daun melebar dan tanaman tumbuh tegak atau menjalar. Jenis gulma berdaun lebar adalah sebagai berikut :

- Arschynomene americana - Boreria leavicaulis - Euphorbia hirta - Mimosa pudicia

(19)

7 - Mimosa invisa - Sida acuta - Costus speciosus - Hyptis capitata - Ipomoea cairica - Centella Asiatica

- Urena labota (Barus, 2003).

2.3.4. Gulma Pakis – pakisan

Gulma jenis pakis – pakisan (Fems) pada umumnya berkembang biak dengan spora dan berbatang atau menjalar. Adapun gulma jenis pakis – pakisan adalah sebagai berikut :

- Dicranopteris linearis - Lygodium flexuosum - Nephrolepis biserrata - Phymatosorus scolopenderia - Stenochlaena palustria - Teanitis blechnoides

Dalam pengendalian gulma di perkebunan yang perlu dikendalikan dan diberantas adalah gulma yang merugikan baik dari segi fisik maupun ekonomis. Jenis gulma yang paling sering dikendalikan/diberantas di perkebunan yaitu :

- Alang – alang (Imperata cylindrical) - Mikania (Mikania micrantha)

- Kucingan (Mimosa pudica)

- Teki (Cyperus kylinga)Paitan (Amonova compreesus) - Gegenjeran (Paspalum compersonii)

- Pakis kawat (Oleichewa limearis) - Kentangan (Barrezia laligolia)

(20)

8

2.4. Jenis-jenis Gulma di Perkebunan Kelapa Sawit

Beberapa jenis gulma yang umum terdapat di perkebunan kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Jenis – jenis gulma di perkebunan kelapa sawit :

Kategori Nama Latin Nama Indonesia/Daerah

Jahat/sangat mengganggu Imperata cylindrical Mikania micrantha Mikania cordota Mimosa pudika Mimosa invisa Eupatorium odoratum Lantana camara Clidemia hirta Melastoma affine Axonopus compressus Paspalum konjungatum Cyperus rotundus Gleichenia linearis Dryopetrus arida Lalang Sembung rambat Mikania

Putri malu, kucingan Piskucingan

Putihan

Tahi ayam, tembelekan Harendong Senduduk Rumput pahit/pahitan Rumput pahit/buffalogras Teki Pakis kawat Pakis kadal Sedang dan lunak Ageratum conyzoides

Boreri alatifolia Boreri alaevicaulis Phyllanthus niruri

Wedusan, babandotan Kentangan

Rumput kancing ungu Meniran

Sumber : BPM 2000

2.5. Metode Pengendalian Gulma 2.5.1. Secara Kimiawi (Chemist)

Pengendalian gulma secara kimiawi atau Chemist adalah pengendalian gulma dengan pemberian zat-zat kimia tertentu pada gulma yang dimana zat-zat tersebut bersifat racun/toksin yang dapat merusak jaringan tanaman/gulma. Bahan kimiawi yang digunakan untuk mengendalikan gulma sering disebut

(21)

9

dengan istilah Herbisida. Herbisida berasal dari kata herba (gulma) dan sida (membunuh). Jadi dapat disimpulkan bahwa herbisida tersebut adalah bahan kimia yang diberikan dengan tujuan untuk membunuh gulma atau herbisida adalah senyawa atau material yang disebarkan pada lahan pertanian untuk menekan atau memberantas tumbuhan yang menyebabkan penurunan hasil yang disebabkan oleh gulma (Suhardi,2007).

2.5.2. Secara Manual

Metode pengendalian gulma secara manual dilakukan dengan cara mencabut tumbuh-tumbuhan liar terutama gulma berkayu dengan tangan, menggunakan alat, dan tenaga secara langsung, atau menggunakan alat pertanian. Alat yang digunakan antara lain sabit, cangkul garu, dan parang babat. Pengendalian mekanis dapat dilakukan dengan cara clean wedding atau penyiangan bersih pada daerah piringan dan selective weeding yaitu penyiangan untuk jenis rumput tertentu, seperti alang-alang, krisan, dan teki. Pengendalian gulma dengan cara ini dapat dilakukan 5-6 kali pada tahun pertama atau tergantung pada perkebunan (Fauzi, 2006).

- Mencabut dengan tangan atau membersihkan dengan memakai garuk, semua gulma yang tumbuh diantara penutup tanah dengan rotasi teratur.

- Membersihkan dengan memakai koret garuk gulma pada areal bokoran (piringan), harus dipelihara agar selalu bebas gulma. - Membalik dengan tangan atau memotong alur-alur kacangan

yang masuk kepiringan atau yang membelit daun dan pohon kelapa sawit.

Gulma seperti paspalum conjugatum, Ottocholoa nodosa (berdaun sempit), dan borreria alata (daun lebar) sering melihat menutup tanah pada bagian yang terbuka. Gulma ini termasuk gulma lunak yang pengendalianya relatif mudah (Hakim, 2007).

(22)

10

2.6. Penggolongan Herbisida

Herbisida berdasarkan cara kerjanya digolongkan menjadi 2, yaitu : 2.6.1. Herbisida Kontak

Herbisida kontak adalah herbisda yang langsung mematikan jaringan-jaringan atau bagian gulma yang terkena larutan herbisida ini, terutama bagian gulma yang berwarna hijau. Herbisida jenis ini bereaksi sangat cepat dan efektif jika digunakan untuk memberantas gulma yang masih hijau, serta gulma yang masih memiliki sistem perakaran tidak meluas.

Di dalam jaringan tumbuhan, bahan aktif herbisida kontak hampir tidak ada yang ditranslokasikan. Jika ada, bahan tersebut ditranslokasikan melalui fhloem. Karena hanya mematikan bagian gulma yang terkena, pertumbuhan gulma dapat menjadi sangat cepat. Dengan demikian, rotasi pengendalian menjadi singkat.

Herbisida kontak memerlukan dosis dan air pelarut yang lebih besar agar bahan aktifnya merata ke seluruh permukaan gulma dan diperoleh efek pengendalian aktifnya yang lebih baik (Barus,2003).

Herbisida ini hanya mampu membasmi gulma yang terkena semprotan saja. Terutama bagian yang berhijau daun dan aktif berfotosintesis. Keistimewaanya, dapat membasmi gulma secara cepat, 2-3 setelah di semprot gulma sudah layu dan 2-3 hari kemudian mati, sehingga bermanfaat jika waktu penanaman harus degera dilakukan. Kelemahanya, gulma akan tumbuh kembali secara cepat sekitar 2 minggu kemudian dan bila herbisida ini tidak menyentuh akar maka proses kerjanya tidak berpengaruh pada gulma. Contoh herbisida kontak adalah paraquat.

Ada jenis-jenis herbisida kontak berdasarkan bentuk, waktu penggunaan, dan jenis tanaman yang baik untuk dikendalikan gulmanya yaitu salah satunya adalah herbisida purna tumbuh yang bersifat kontak, berbentuk larutan dalam

(23)

11

air berwarna hijau tua, untuk mengendalikan gulma pada pertanaman kelapa sawit (TM. Contoh-contoh herbisida kontak pada umumnya yang digunakan adalah sebagai berikut:

- Gramoxon - Herbatop - Paracol

2.6.2. Herbisida Sistemik

Herbisida sistemik adalah herbisida yang cara kerjanya ditranslokasikan keseluruh tubuh atau bagian jaringan gulma, mulai dari daun sampai ke perakaran atau sebaliknya. Cara kerja herbisida ini membutuhkan waktu 1-2 hari untuk membunuh tanaman pengganggu tanaman budidaya (gulma) karena tidak langsung mematikan jaringan tanaman yang terkena, namun bekerja dengan cara memgganggu proses fisiologi jaringan tersebut lalu dialirkan ke dalam jaringan tanaman gulma dan mematikan jaringan sasaranya seperti daun, titik tumbuh, tunas sampai ke perakaranya.

Keistimewaan dari herbisida sistemik ini yaitu dapat mematikan tunas-tunas yang ada dalam tanah, sehingga menghambat pertumbuhan gulma tersebut. Efektif terjadinya hampir sama merata ke seluruh bagian gulma, mulai dari bagian daun sampai perakaran. Dengan demikian, proses pertumbuhan kembali juga terjadi sangat lambat sehingga rotasi pengendalian dapat lebih lama (panjang). Penggunaan herbisida sistemik ini secara keseluruhan dapat menghemat waktu, tenaga kerja, dan biaya aplikasi. Herbisida sistemik dapat digunakan pada semua jenis alat semprot, termasuk sistem Ultra Low Volume (ULV) Micron Herbi, karena penyebaran bahan aktif ke seluruh gulma memerlukan sedikit pelarut.

Beberapa faktor yang mempengaruhi efektivitas herbisida sistemik, yaitu: - Keadaan gulma dalam masa tumbuh aktif

- Cuaca yang cerah serta tidak berangin pada saat penyemprotan. - Tidak melakukan penyemprotan pada saat menjelang hujan.

(24)

12

- Areal yang akan disemprot dikeringkan terlebih dahulu. - Gunakan air bersih sebagau bahan pelarut.

Ada beberapa jenis herbisida sistemik berdasarkan waktu penggunaanya, bentuknya, dan baik digunakan untuk tanaman yaitu :

- Herbisida sistemik purna tumbuh berbentuk larutan dalam air berwarna hijau, untuk mengendalikan gulma berdaun lebar dan berdaun sempit pada pertanaman kelapa sawit (TBM).

- Herbisida sistemik purna tumbuh berbentuk larutan dalam air berwarna merah, untuk mengendalikan gulma pada tanaman jagung dan kakao (TBM).

- Herbisida sistemik purna tumbuh berbentuk larutan dalam air berwarna coklat tua untuk mengendalikan gulma berdaun lebar pada tanaman karet (TM) dan tanaman padi.

Contoh herbisida sistemik adalah : - Round up

- Touch up - Sun up - Dll

Selain dari cara kerjanya herbisida juga digolongkan berdasarkan toksisitasnya. Tingkat toksisitas pada herbisida ada 2 yaitu tingkat toksisitas akut dan toksisitas kronik. Herbisida pada golongan toksisitas akut dapat didesktipsikan sebagai suatu zat yang masuk secara intensif kedalam jaringan tubuh gulma, apabila tidak langsung mati, kadangkala gulma hanya menderita sejenak. Sedangkan pada golongan herbisida toksisitas kronik masuk kedalam jaringan tubuh gulma dalam waktu yang relatif lebih lama sehingga cara kerjanya cenderung lambat (Purba, 2009).

2.7. Bahan Pembantu (Adjuvant)

Adjuvant adalah bahan yang ditambahkan dalam formulasi herbisida untuk memperbaiki atau menambah aktivitas herbisida atau sifat sifat aplikasi.

(25)

13

Bahan-bahan pembantu yang sering ditambahkan pada formulasi adalah soulvent atau bahan pelarut, contohnya adalah xylol, alcohol dan berbagai produk minyak bumi (Tjitrosoedirdjo et al., 1984).

Adjuvant dapat meningkatkan aktivitas herbisida dengan berbagai cara yaitu, meningkatkan retensi herbisida pada permukaan organ gulma sasaran, meningkatkan penetrasi herbisida, menstabilkan emolsi herbisida sehingga mencegah pengendapan dan penggumpalan, memperbaiki penyebaran butiran dan semprotan, meningkatkan sifat bergabung dalam aplikasi campuran herbisida dan mengurangi “drif” (Klingman dan Aston, 1982 dalam Suryani, 1991).

Meningkatnya konsentrasi adjuvant akan meningkatkan indeks aktivitas herbisida, yang berarti efek fitotoksisitas lebih besar sehingga menghemat dosis (Audus, 1976 dalam Suryani, 1991).

2.7.1. Minyak Solar

Minyak didefinisikan sebagai cairan alami yang tidak larut dalam air, memiliki kekentalan (viskositas), dan mudah terbakar. Beberapa jenis minyak dapat dilarutkan ke dalam air dengan bahan pengemulsi, seperti sabun atau senyawa alkali (Novizan, 2002).

Minyak solar adalah bahan bakar jenis distilat berwarna kuning kecoklatan yang jernih. Minyak solar ini biasa disebut juga Gas Oil, Automotive DieselOil, dan Hight Speed Diesel (Pertamina, 2005 dalam Sccribd, 2016). Minyak solar mempunyai sifat-sifat umum yaitu :

- Tidak mempunyai warna atau sedikit kekuningan dan berbau - Encer dan tidak mudah menguap pada suhu normal

- Mempunyai titk nyala yang tinggi (40 C sampai 100 C) - Terbakar secara spontan pada suhu 350 C

- Mempunyai berat jenis sekitar 0,82 – 0,86

(26)

14

- Mempunyai kandungan sulfur yang lebih besar daripada bensin (Pertamina, 2005 dalam Scribd, 2016).

2.7.2. Detergent

Detergent adalah senyawa natrium atau kalium dengan asam lemak dari minyak nabati atau hewani yang berbentuk padat, lunak atau cair, berbusa digunakan sebagai pembersih, dengan menambahkan zat pewangi, dan bahan lainya yang tidak membahayakan kesehatan. Kandungan utama penyusun sabur adalah asam lemak dan alkali,. Asam lemak merupakan monokarbiksilat berantai panjang dengan panjang rantai yang berbeda beda tetapi bukan siklik atau bercabang, pada umumnya monokarboksilat yang ditemukan di alam tidak bercabang dan memiliki jumlah atom genap (Sumintapura dan Iskandar, 1980).

Detergent adalah suatu bahan yang dapat melarutkan bahan bahan organik, misalnya tanah dari suatu benda yang dilekati oleh tanah tersebut. Detergent dihasilkan oleh berbagai industri untuk berbagai kegunaan. Semua jenis detergent dapat dipergunakan surfase active agent. Banyak diantaranya yang sudah dipergunakan sebagai wetting agent, spreader dan emulsifier pada pemakaian herbisida. Sabun yang kinal sehari hari, seperti misalnya rinso, dino dan sebagainya, juga merupakan sabun yang telah dibubuhi dengan detergent, supaya dengan mudah melarutkan kotoran yang umumnya terdiri dari bahan organik yang melekat pada kain (Sumintapura dan Iskandar, 1980).

Sifat sifat yang dimiliki oleh sabun adalah:

- Sabun bersifat basa. Sabun adalah garam alkali dari asam lemak - Sabun menghasilkan buih atau busa

- Sabun mempunyai sifat membersihkan, sifat ini disebabkan proses kimia koloid.

(27)

15

2.7.3. Garam

Secara umum garam merujuk pada suatu senyawa kimia dengan nama Sodium Klorida atau Natrium Klorida (NaCl). Garam merupakan salah satu kebutuhan pelengkap untuk pangan dan sumber elektrolit bagi tubuh manusia. Garam merupakan satu dari sembilan jenis bahan kebutuhan pokok masyarakat.

Herbisida adalah bahan kimia yang dapat menatikan tumbuhan atau menhambat pertumbuhan normalnya. Garam dapur dan asam sulfat juga merupakan bahan kimia yang telah lama diketahui dapat mematikan tumbuhan, dan memang dapat disebut sebagai herbisida walaupun masih sangat sederhana dalam tingkat keampuhanya walaupun demikian, prinsip pengendalian gulma secara kimiawi baru dikembangkan (Tjitrosoedirdjo et al., 1984).

2.7.4. Urea

Dibidang pertanian kita mengenali urea sebagai pupuk dengan mengganti salah satu elmen H dengan elemen lainya, pupuk urea tersebut akan menjadi herbisida yang sangat baik. Para ahli berpendapat, yang membunuh tumbuhan bukanlah substitusi urea tersebut, substitusi urea sebenarnya hanya mengganggu reaksi HILL, sehingga sintesa bahan makanan akan terganggu (Sumintapura dan Iskandar, 1980).

2.7.5. Minyak Tanah

Herbisida kontak dikenal juga sebagai caustic herbisides, karena ada efek bakar yang terlihat, tertama pada konsentrasi yang tinggi seperti asam sulfat (9-70%), besi sulfat (20-30%) dan tembaga sulfat (1-5%). Minyak atau oils juga merupakan herbisida kontak yang ampuh. Ada dua jenis, minyak ringan (titik didih 300-400 F) dan minyak berat (titik didih 400-500 F) minyak mempunyai tegangan permukaan yang rebdah (27,3 dyne/cm), sedangkan air 73 dyne/cm, oleh karena itu minyak segera membashi seluruh permukaan daun/batang dan merayap sampai ke titik tumbuh. Minyak ini akan

(28)

16

melarutkan membran sel melalui pelarutan molekul-molekul asam lemak yang menjadi komponen membran sel itu. Dengan larutnya membran sel maka seluruh konfigurasi sel dirusak karena membran dari kloroplas juga rusak dan sel itu akan mati (Tjitrosoedirdjo et al., 1984).

2.8. Efektivitas Pengendalian Gulma

Pengendalian gulma secara kimia telah umum dilakukan di perkebunan. Dengan pengaplikasian herbisida, maka gulma yang mati disekitar tanaman tidak terbongkar keluar sehingga bahaya erosi dapat ditekan sekecil mungkin dan juga dapat dihindari kerusakan perakaran akibat alat-alat mekanis di samping pekerjaan pengendalian dapat diselesaikan dalam waktu yang jauh lebih cepat dibanding membabat atau mengkikis (Tjitrosoedirdjo et al., 1084). Pada pengendalian gulma herbisida yang cocok untuk digunakan ialah herbisida kontak maupun sistemik, namun pemakaian suatu jenis herbisida secara terus menerus akan membentuk gulma yang resisten sehingga akan sulit untuk mengendalikanya, selaiun itu harga herbisida tersebut juga cukup mahal.

Untuk mengantisipasi kelemahan tersebut salah satunya ialah dengan membuat herbisida dengan menggunakan bahan yang banyak kita jumpai dalam kehidupan sehari hari diataranya solar, minyak tanah, deterjen bubuk, garam dan urea dengan cara mencampurkan kelima bahan tersebut diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif bahan herbisida selain harganya yang murah dapat juga mengurangi resisten gulma terhadap herbisida.

Hasil penyemprotan minyak dapat menuupi mulut daun (stomata) dan akan mengganggu pernapasan (respirasi) tanaman. Jika pertukaran gas melalui stomata terlalu lama terhambat, daun akan kehilangan warna normalnya, menjadi kuning dan akhirnya gugur. Minyak juga dapat merusak lapisan lilin di permukaan daun.

(29)

17

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan pada areal perkebunan kelapa sawit Kampus Lembaga Pendidikan Perkebunan (LPP) Medan. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2016.

3.2. Alat dan Bahan a. Alat 1. knapsack sprayer 2. Ember 3. Stopwatch 4. Tali raffia 5. Gelas ukur 6. Pipet tetes 7. Meteran b. Bahan 1. Herbisida Oplosan 2. Air jernih 3.3. Rancangan Penelitian

Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) non faktorial dengan perlakuan Herbisida Oplosan dengan 4 taraf konsentrasi dan di ulang 3 kali, yaitu :

K0 : Tanpa aplikasi herbisida

K1 : Aplikasi herbisida dengan konsentrasi 40 ml / liter K2 : Aplikasi herbisida dengan konsentrasi 50 ml / liter K3 : Aplikasi herbisida dengan konsentrasi 60 ml / liter

(30)

18

Jumlah petakan seluruhnya : 4 konsentrasi x 3 ulangan = 12 petakan Jumlah ulangan : 3 kali ulangan

Jumlah plot penelitian : 12 petakan Jumlah perlakuan : 4 perlakuan Jarak antar plot : 50 cm Jarak antar ulangan : 1 m Panjang plot : 2 m

Lebar plot : 1 m

Data hasil penelitian di analisis dengan Percobaan Non Faktorial dengan Rancangan Acak Kelompok (RAK), berdasarkan model linier sebagai berikut:

Yij = µ + Ti + Bj + Ʃij

Yij = hasil pengamatan dari faktor pemberian herbisida oplosan pada

taraf ke-i dan ulangan ke-j µ = efek dari nilai tengah

Ti = pengaruh perlakuan pemberian herbisida oplosan

Bj = pengaruh ulangan pada taraf ke-j

Ʃij = pengaruh galat dari faktor pemberian herbisida oplosan pada taraf

ke-i dan ulanangn ke-j

Jika analisis sidik ragam menunjukan berbeda nyata atau berbeda sangat nyata, uji di lanjutkan dengan menggunakan uji BNJ jika KK < 10 %, uji BNT jika KK 10 % - 20 %, uji DMRT jika KK > 20 %.

3.4. Tahapan Penelitian 1. Persiapan areal

Areal penelitian akan dilaksanakan di gawangan mati tanaman kelapa sawit, areal dibersihkan dari sampah dan sebagainya.

(31)

19

2. Pembuatan petak percobaan

Diukur petak percobaan dengan luas 1 m X 2 m untuk setiap perlakuan dengan cara dipacak dan dibatasi dengan tali rafia.

3. Identifikasi jenis gulma

Dilakukan pada percobaan sebelum aplikasi herbisida.

Tabel 3.1. Persentase gulma pada petak penelitian.

Jenis Gulma Populasi Indeks (%)

Asystasia intrusa (Rumput ganda rusa) 623 38,77

Mikania micrantha (Sembung rambat) 65 4,04

Paspalum Conjugatum (Genjoran, Telur setandu) 134 8,34

Euphorbia heterophylla (Rumput Patimah) 37 2,30

Phyllanthus amarus (Meniran) 63 3,92

Axonopus compressus (Rumputpahit) 273 16,99

Cyclosorus aridus (Pakis kadal) 93 5,79

Cyperus kyllingia (Rumput kenop) 83 5,16

Setaria palmifolia (Rumput palem) 153 9,52

Lain-lain 83 5,16

(32)

20

Berikut adalah gambar hasil identifikasi gulma pada petak-petak penelitian.

Asystasia intrusa Mikania micrantha Paspalum Conjugatum

Euphorbia heterophylla Phyllanthus amarus Axonopus compressus

Cyclosorus aridus Cyperus kyllingia Setaria palmifolia Gambar 3.1.Hasil identifikasi gulma pada petak-petak penelitian.

4. Kalibrasi alat

Sebelum melakukan aplikasi herbisida, terlebih dahulu alat knapsack sprayer harus dikalibrasi yang bertujuan untuk mendapatkan volume semprot yang di butuhkan.

(33)

21

5. Persiapan herbisida oplosan

Herbisida oplosan ialah pemberian nama dari suatu pencampuran lima bahan kimia yang sering kita jumpai sehari-hari yaitu garam, urea, detergent, solar dan minyak tanah. Pencampuran kelima bahan ini diharapkan dapat menjadi suatu herbisida alternatif yang dapat digunakan dalam kegiatan pengendalian gulma.

Bahan bahan yang digunakan 1. Minyak Tanah 1 liter 2. Solar 1 liter 3. Garam 1 kg 4. Pupuk urea 1 kg 5. Sabun colek/serbuk 1 kg 6. Air 1 liter Cara membuat:

- Semua bahan bahan dicampur satu persatu, mulai dari bensin dan solar dalam satu wadah, pada wadah yang lain kemudian garam, pupuk urea, sabun dan air dicampur

- Wadah satu yang berisi campuran bensin dan solar dicampurkan sedikit demi sidikit sambil terus diaduk aduk dituangkan pada wadah kedua yang berisi campuran garam, pupuk urea, sabun dan air

- Pengadukan dilakukan terus menerus sampai campuran tadi menjadi larutan yang menyatu.

- Herbisida yang akan digunakan ditakar sesuai yang dibutuhkan dengan menggunakan beaker glass 1000 ml. Setelah diukur sesuai dosis yang ditentukan maka herbisida siap digunakan.

6. Aplikasi herbisida oplosan

Aplikasi herbisida dilakukan sekali selama penelitian. Alat yang digunakan adalah knapsack sprayer. Sebelum diaplikasikan alat semprot dikalibrasi terlebih dahulu. Waktu aplikasi pada pagi hari pukul 07.00 sampai 09.00 WIB.

(34)

22

3.5. Pengamatan dan Indikator

Pengamatan tingkat kematian gulma dilakukan secara visual setiap hari selama tujuh hari setelah aplikasi herbisda oplosan dengan sistem penilaian skoring atau taksiran persentase (Komisi Pestisida, 2000) sebagai berikut:

0 = Tidak ada kematian 0-5% bentuk, warna daun, atau pertumbuhan gulma tidak normal.

1 = Kematian ringan 5-10% bentuk, warna daun, atau pertumbuhan gulma tidak normal.

2 = Kematian sedang >10-20% bentuk, warna daun, atau pertumbuhan gulma tidak normal.

3 = Kematian berat >20-50% bentuk, warna daun, atau pertumbuhan gulma tidak normal.

4 = Kematian sangat berat >50% bentuk, warna daun tidak normal, hingga mengering, rontok dan tumbuhan mati.

Indikator hasil pengamatan : Mengamati bentuk fisik gulma setelah aplikasi herbisida. Gulma yang bertahan hidup adalah gulma yang masih tampak kelihatan segar, sedangkan gulma yang keracunan adalah tampak kelihatan tidak segar, dengan kata lain secara visual berwarna kuning, kuning kecoklatan.

(35)

23

3.6.Bagan Alur Penelitian

Gambar 3.2.Bagan Alur Penelitian Mulai

Persiapan Bahan dan Alat Pembuatan petak sampel Pembuatan herbisida oplosan Perlakuan / Aplikasi Selesai Pengamatan

Hasil dan Pembahasan

(36)

24

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.Tingkat Kematian Gulma

Hasil pengamatan persentase kematian gulma dapat dilihat pada lampiran 1 sampai 7. Setelah data dianalisis secara statistik terlihat perlakuan pemberian hebisida oplosan terhadap persentase kematian gulma pada hari ke-1 samapai ke-7 berpengaruh sangat nyata terhadap kematian gulma, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1.Persentase kematian gulma 1 sampai 7 hari setelah aplikasi (HSA) herbisida oplosan.

Perlakuan Pengamatan hari ke 1-7 (%)

1 2 3 4 5 6 7

K0 0,00A 0,00A 0,00A 0,00A 0,00A 0,00A 0,00A K1 10,00B 15,33B 21,00B 35,33B 41,67B 43,67B 43,67B K2 17,00BC 20,33C 29,00C 45,67C 51,00C 55,67C 55,67C K3 21,00BCD 28,33D 33,33D 51,00D 60,33D 61,33D 61,33D Rataan 12,00 16,00 20,83 33,00 38,25 40,17 40,17 Keterangan : Notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan berbeda nyata

pada taraf 0,05 % dan berbeda sangat nyata pada 0,01 %.

Dari tabel 4.1. dapat diketahui bahwa persentase kematian gulma yang pada pengamatan hari pertama setelah aplikasi terdapat pada perlakuan K3 yaitu 21,00 % berbeda sangat nyata dengan perlakuan K2, K1 dan kontrol.

Pada hari ke-2 sampai hari ke-7 setelah aplikasi persentase kematian gulma semakin meningkat, namun kematian yang tertinggi terdapat pada perlakuan K3 (herbisida oplosan dengan konsentrasi 60 ml/l air ), berbeda tidak nyata dengan perlakuan K1 (herbisida oplosan dengan konsentrasi 40 ml/l air) dan

(37)

25

K2 (herbisida oplosan dengan konsentrasi 50 ml/l air) tetapi berbeda sangat nyata dengan kontrol.

Dilihat dari persentase kematian gulma yang diakibatkan oleh pemberian herbisida oplosan tersebut masih tergolong rendah, karena rata-rata hanya mencapai 40,17%. Hal ini disebabkan racun yang terdapat pada bahan herbisida oplosan tersebut kurang cocok untuk mengendalikan semua jenis gulma, terutama gulma golongan rumput seperti alang-alang. Herbisida oplosan tersebut umumnya mampu untuk membunuh gulma golongan berdaun lebar. Selain itu proses kematian gulma juga ditentukan oleh tingkat konsentrasi atau dosis yang digunakan.

Hasil ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Ashton dan Craft (1981) dalam Suryani (1991) menyatakan bahwa, efektifitas herbisida bersifat relatif tergantung kepada tingkat konsentrasi dan dosisnya. Untuk lebih jelasnya pengaruh pemberian herbisida oplosan tersebut dapat dilihat pada gambar 4.1.

Gambar 4.1. Rata-rata Kematian Gulma 1 Sampai 7 Hari Setelah Aplikasi

Pada gambar 4.1. di atas dapat dilihat bahwasanya, kematian gulma tertinggi dijumpai pada perlakuan K3 (herbisida oplosan dengan konsentrasi 60 ml/l air), yaitu sebesar 61,33 % pada 7 hari setelah aplikasi. Pengendalian

(38)

26

terendah dijumpai pada perlakuan K1 (herbisida oplosam dengan konsentrasi 40 ml/l air), yaitu sebesar 43,67 % dan K0 (kontrol atau tanpa herbisida), sebesar 0,00 % atau tidak terjadi kematian gulma. Persentase kematian gulma pada petak percobaaan tergolong rendah ini disebabkan oleh banyak faktor antara lain faktor lingkungan.

Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan Moenandir (1988) ada empat peran penting yang mempengaruhi keselektifan herbisida ialah peran tumbuhan, herbisida, lingkungan dan cara aplikasi.

Tingkat konsentrasi herbisida oplosan yaitu semakin tinggi konsentrasi herbisida akan meningkatkan indeks aktivitas herbisida, yang berarti efek fitotoksisitas lebih besar sehingga tingkat kematian gulma lebih tinggi. Pengendalian gulma secara kimia telah umum dilakukan di perkebunan. Dengan pengaplikasian herbisida, maka gulma yang mati di sekitar tanaman tidak terbongkar keluar sehingga bahaya erosi dapat ditekan sekecil mungkin dan juga dapat dihindari kerusakan perakaran akibat alat-alat mekanis disamping pekerjaan pengendalian dapat diselesaikan dalam waktu yang jauh lebih cepat dibanding membabat atau mengkikis (Tjitrosoedirdjo et al., 1984).

Pada pengendalian gulma herbisida yang cocok untuk digunakan ialah herbisida kontak maupun sistemik, namun pemakaian suatu jenis herbisida secara terus menerus akan membentuk gulma yang resisten sehingga akan sulit untuk mengendalikanya, selaiun itu harga herbisida tersebut juga cukup mahal.

Untuk mengantisipasi kelemahan tersebut salah satunya ialah dengan membuat herbisida dengan menggunakan bahan yang banyak kita jumpai dalam kehidupan sehari hari diataranya solar, minyak tanah, deterjen bubuk, garam dan urea dengan cara mencampurkan kelima bahan tersebut diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif bahan herbisida selain

(39)

27

harganya yang murah dapat juga mengurangi resisten gulma terhadap herbisida.

Hasil penyemprotan minyak dapat menutupi mulut daun (stomata) dan akan mengganggu pernapasan (respirasi) tanaman. Jika pertukaran gas melalui stomata terlalu lama terhambat, daun akan kehilangan warna normalnya, menjadi kuning dan akhirnya gugur. Minyak juga dapat merusak lapisan lilin di permukaan daun.

(40)

28

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1.Kesimpulan

Dari hasil pembahasan pada pengamatan persentase kematian gulma dapat disimpilkan bahwa:

1. Perlakuan herbisida oplosan berpengaruh sangat nyata terhadap tingkat kematian gulma di perkebunan kelapa sawit.

2. Perlakuan herbisida oplosan berpengaruh sangat nyata terhadap persentase kematian gulma dengan persentase kematian tertinggi terdapat pada perlakuan K3 (herbisida oplosan dengan konsentrasi 60 ml/l air ) dipengamatan ke-7 mencapai 61,33 % dan yang terkecil pada kontrol (tidak terjadi kematian sama sekali).

5.2.Saran

Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan guna mengetahui Persistensi herbisida oplosan pada tanah.

(41)

29

DAFTAR PUSTAKA

Ashton, F.M. dan A, S. Crafts. 1981. Mode ofactinof herbiside. A. Wiley – Interscience Puhl., John Wiley And Sons, New York. 504 P. Dalam Suryani, Wan. 1991. Studi Efektivitas Beberapa Perlakuan Herbisida Dengan Dua Alat Semprot Untuk Pengendalian Gulma Utamadi Jalur Tanaman Karet Menghasilkan. Laporan karya ilmiah. Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian IPB. Bogor.

Audus, L. J. 1976. Herbicide Fhisiology. Biocheemistyr, ecology. 2nd Edition. Academic Press. London. 435 P. Dalam Suryani, Wan. 1991. Studi Efektivitas Beberapa Perlakuan Herbisida Dengan Dua Alat Semprot Untuk Pengendalian Gulma Utamadi Jalur Tanaman Karet Menghasilkan. Laporan karya ilmiah. Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian IPB. Bogor.

Barus, E. 2003. Pengendalian Gulma diperkebunan. Kanisus. Yogyakarta.

Fauzi, Y. 2006. Seri Agribisnis Kelapa Sawit. Budidaya Pemanfaatan Hasil dan Limbah Analisa Usaha dan Pemasaran.

Hakim, M. 2007. Agronomis dan Manajemen Kelapa Sawit : Buku Pegangan Agronomis dan Pengusaha Kealapa Sawit. Lembaga Pupuk Indonesia. Jakarta.

LPP. 2000. Buku Pintar Mandor Seri Budidaya Tanaman Kelapa Sawit. Yogyakarta.

Moenandir, J. 1988. Fisiologi Herbisida. Rajwali. Jakarta.

Moenandir, J. 1993. Pengantar Ilmu dan Pengendalian Gulma. Buku 1. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Novizan. 2002. Membuat dan Memanfaatkan Pestisida Ramah Lingkungan. PT. Agromedia Pustaka. Jakarta.

(42)

30

Purba, E. 2009. Keanekaragaman Herbisida dalam Pengendalian Gulma Mengatasi Populasi Gulma Resisten dan Toleran Herbisida. Pidato Pengukuhan Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan.

Suhardi. 2007. Dasar – Dasar Bercocok Tanam. Yogyakarta : Kanisius.

Sukman, Yemelis dan Yaqup. 2002. Gulma dan teknik pengendalianya. PT. Rajagrafindo Persada. Jakarta.

Scribd. 2016. Bahan Bakar Solar. http://scribd.com. Diakses tanggal 2 juli 2016.

Sastroutomo, S, S. 1990. Ekologi Gulma. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Suryani, Wan. 1991. Studi Efektifitas Beberapa Perlakuan Herbisida Dengan Dua Alat Semprot Untuk Pengendalian Gulma Utama di Jalur Tanaman Karet Menghasilkan. Laporan karya ilmiah. Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian IPB. Bogor.

Sumintapura, A.H., Iskandar, R.S. 1980. Pengantar Herbisida. PT. Karya Nusantara. Jakarta.

Tjitrosoedirdjo, S .,I. H. Utomo dan J. Wiroatmodjo. 1984. Pengelolaan Gulma di Perkebunan. PT.Gramedia. Jakarta. 194 hal.

(43)

31 LAMPIRAN

Lampiran 1. Tabel sidik ragam persentase kematian gulma 1 HSA 1. Data asli pengamatan

PERLAKUAN ULANGAN TOTAL RATAAN

I II III K0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 K1 10,00 9,00 11,00 30,00 10,00 K2 15,00 19,00 17,00 51,00 17,00 K3 22,00 21,00 20,00 63,00 21,00 TOTAL 47,00 49,00 48,00 144,00 RATAAN 11,75 12,25 12,00 12,00 2. Data telah ditransformasi √x+0,5

PERLAKUAN ULANGAN TOTAL RATAAN

I II III K0 0,71 0,71 0,71 2,12 0,71 K1 3,24 3,08 3,39 9,71 3,24 K2 3,94 4,42 4,18 12,54 4,18 K3 4,74 4,64 4,53 13,91 4,64 TOTAL 12,63 12,84 12,81 38,28 RATAAN 3,16 3,21 3,20 3,19

3. Daftar sidik ragam

SK DB JK KT F Hit F 0,05 F 0,01 Ulangan 2 0,5 0,25 0,13tn 5,14 10,92 Perlakuan 3 762 254,00 132,52** 4,76 9,78 Galat 6 11,50 1,92 Total 11 774 70,36 Koefesiensi keragaman = 0,12 Keterangan : - * : nyata - ** : sangat nyata - tn : tidak nyata

(44)

32

Lampiran 2. Tabel sidik ragam persentase kematian gulma 2 HSA 1. Data asli pengamatan

PERLAKUAN ULANGAN TOTAL RATAAN I II III K0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 K1 15,00 15,00 16,00 46,00 15,33 K2 20,00 21,00 20,00 61,00 20,33 K3 28,00 27,00 30,00 85,00 28,33 TOTAL 63,00 63,00 66,00 192,00 RATAAN 15,75 15,75 16,50 16,00

2. Data telah ditransformasi √x+0,5

PERLAKUAN ULANGAN TOTAL RATAAN

I II III K0 0,71 0,71 0,71 2,12 0,71 K1 3,94 3,94 4,06 11,94 3,98 K2 4,53 4,64 4,53 13,69 4,56 K3 5,34 5,24 5,52 16,11 5,37 TOTAL 14,51 14,52 14,82 43,85 RATAAN 3,63 3,63 3,70 3,65

3. Daftar sidik ragam

SK DB JK KT F Hit F 0,05 F 0,01 Ulangan 2 1,50 0,75 1,00tn 5,14 10,92 Perlakuan 3 1282,00 427,33 569,78** 4,76 9,78 Galat 6 4,50 0,75 Total 11 1288,00 117,09 Koefesiensi keragaman = 0,05 Keterangan : - * : nyata - ** : sangat nyata - tn : tidak nyata

(45)

33

Lampiran 3. Tabel sidik ragam persentase kematian gulma 3 HSA 1. Data asli pengamatan

PERLAKUAN ULANGAN TOTAL RATAAN I II III K0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 K1 20,00 22,00 21,00 63,00 21,00 K2 28,00 29,00 30,00 87,00 29,00 K3 31,00 34,00 35,00 100,00 33,33 TOTAL 79,00 85,00 86,00 250,00 RATAAN 19,75 21,25 21,50 20,83

2. Data telah ditransformasi √x+0,5

PERLAKUAN ULANGAN TOTAL RATAAN

I II III K0 0,71 0,71 0,71 2,12 0,71 K1 4,53 4,74 4,64 13,91 4,64 K2 5,34 5,43 5,52 16,29 5,43 K3 5,61 5,87 5,96 17,44 5,81 TOTAL 16,19 16,76 16,82 49,77 RATAAN 4,05 4,19 4,21 4,15

3. Daftar sidik ragam

SK DB JK KT F Hit F 0,05 F 0,01 Ulangan 2 7,17 3,58 3,91tn 5,14 10,92 Perlakuan 3 1971,00 657,00 716,73** 4,76 9,78 Galat 6 5,50 0,92 Total 11 1983,67 180,33 Koefesiensi keragaman = 0,05 Keterangan : - * : nyata - ** : sangat nyata - tn : tidak nyata

(46)

34

Lampiran 4. Tabel sidik ragam persentase kematian gulma 4 HSA 1. Data asli pengamatan

PERLAKUAN ULANGAN TOTAL RATAAN I II III K0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 K1 35,00 37,00 34,00 106,00 35,33 K2 42,00 45,00 44,00 131,00 43,67 K3 50,00 52,00 51,00 153,00 51,00 TOTAL 127,00 134,00 129,00 390,00 RATAAN 31,75 33,50 32,25 32,50

2. Data telah ditransformasi √x+0,5

PERLAKUAN ULANGAN TOTAL RATAAN

I II III K0 0,71 0,71 0,71 2,12 0,71 K1 5,96 6,12 5,87 17,96 5,99 K2 6,52 6,75 6,67 19,94 6,65 K3 7,11 7,25 7,18 21,53 7,18 TOTAL 20,29 20,82 20,43 61,54 RATAAN 5,07 5,21 5,11 5,13

3. Daftar sidik ragam

SK DB JK KT F Hit F 0,05 F 0,01 Ulangan 2 6,50 3,25 4,03tn 5,14 10,92 Perlakuan 3 4593,67 1531,22 1900,83** 4,76 9,78 Galat 6 4,83 0,81 Total 11 4605,00 418,64 Koefesiensi keragaman = 0,03 Keterangan : - * : nyata - ** : sangat nyata - tn : tidak nyata

(47)

35

Lampiran 5. Tabel sidik ragam persentase kematian gulma 5 HSA 1. Data asli pengamatan

PERLAKUAN ULANGAN TOTAL RATAAN I II III K0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 K1 40,00 42,00 43,00 125,00 41,67 K2 52,00 50,00 51,00 153,00 51,00 K3 59,00 60,00 62,00 181,00 60,33 TOTAL 151,00 152,00 156,00 459,00 RATAAN 37,75 38,00 39,00 38,25

2. Data telah ditransformasi √x+0,5

PERLAKUAN ULANGAN TOTAL RATAAN

I II III K0 0,71 0,71 0,71 2,12 0,71 K1 6,36 6,52 6,60 19,48 6,49 K2 7,25 7,11 7,18 21,53 7,18 K3 7,71 7,78 7,91 23,40 7,80 TOTAL 22,03 22,11 22,38 66,53 RATAAN 5,51 5,53 5,60 5,54

3. Daftar sidik ragam

SK DB JK KT F Hit F 0,05 F 0,01 Ulangan 2 3,5 1,75 1,34tn 5,14 10,92 Perlakuan 3 6374,92 2124,97 1627,64** 4,76 9,78 Galat 6 7,83 1,31 Total 11 6386,25 580,57 Koefesiensi keragaman = 0,03 Keterangan : - * : nyata - ** : sangat nyata - tn : tidak nyata

(48)

36

Lampiran 6. Tabel sidik ragam persentase kematian gulma 6 HSA 1. Data asli pengamatan

PERLAKUAN ULANGAN TOTAL RATAAN I II III K0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 K1 42,00 44,00 45,00 131,00 43,67 K2 55,00 57,00 55,00 167,00 55,67 K3 60,00 62,00 62,00 184,00 61,33 TOTAL 157,00 163,00 162,00 482,00 RATAAN 39,25 40,75 40,5 40,17

2. Data telah ditransformasi √x+0,5

PERLAKUAN ULANGAN TOTAL RATAAN

I II III K0 0,71 0,71 0,71 2,12 0,71 K1 6,52 6,67 6,75 19,94 6,65 K2 7,45 7,58 7,45 22,48 7,49 K3 7,78 7,91 7,91 23,59 7,86 TOTAL 22,45 22,87 22,81 68,13 RATAAN 5,61 5,72 5,70 5,68

3. Daftar sidik ragam

SK DB JK KT F Hit F 0,05 F 0,01 Ulangan 2 5,17 2,58 3,21tn 5,14 10,92 Perlakuan 3 6941,67 2313,89 2872,41** 4,76 9,78 Galat 6 4,83 0,81 Total 11 6951,67 631,97 Koefesiensi keragaman = 0,02 Keterangan : - * : nyata - ** : sangat nyata - tn : tidak nyata

(49)

37

Lampiran 7. Tabel sidik ragam persentase kematian gulma 7 HSA 1. Data asli pengamatan

PERLAKUAN ULANGAN TOTAL RATAAN I II III K0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 K1 42,00 44,00 45,00 131,00 43,67 K2 55,00 57,00 55,00 167,00 55,67 K3 60,00 62,00 62,00 184,00 61,33 TOTAL 157,00 163,00 162,00 482,00 RATAAN 39,25 40,75 40,5 40,17

2. Data telah ditransformasi √x+0,5

PERLAKUAN ULANGAN TOTAL RATAAN

I II III K0 0,71 0,71 0,71 2,12 0,71 K1 6,52 6,67 6,75 19,94 6,65 K2 7,45 7,58 7,45 22,48 7,49 K3 7,78 7,91 7,91 23,59 7,86 TOTAL 22,45 22,87 22,81 68,13 RATAAN 5,61 5,72 5,70 5,68

3. Daftar sidik ragam

SK DB JK KT F Hit F 0,05 F 0,01 Ulangan 2 5,17 2,58 3,21tn 5,14 10,92 Perlakuan 3 6941,67 2313,89 2872,41** 4,76 9,78 Galat 6 4,83 0,81 Total 11 6951,67 631,97 Koefesiensi keragaman = 0,02 Keterangan : - * : nyata - ** : sangat nyata - tn : tidak nyata

Gambar

Tabel  2.1. Jenis – jenis gulma di perkebunan kelapa sawit :
Tabel 3.1. Persentase gulma pada petak penelitian.
Gambar 3.2.Bagan Alur Penelitian Mulai
Tabel 4.1.Persentase kematian gulma 1 sampai 7 hari setelah aplikasi (HSA)  herbisida oplosan
+2

Referensi

Dokumen terkait

Program yang dirancang dalam penelitian ini terbagi atas 3 (tiga) algoritma pokok, adalah :.. a) Algoritma segmentasi citra berdasarkan metode Hue Saturation

Studi di Abepura, Sorong, Wamena dan Merauke tahun 2001 (Jack Morin, dkk 2001) menyebutkan hanya lima persen pekerja seks komersial yang menggunakan kondom ketika

bahwa, besarnya pengaruh metode demonstrasi dan metode tanya jawab terhadap.. peningkata pemahaman materi PAI adalah 15%, sedangkan sisanya yaitu 85%, harus.

Menurut Perpustakaan Nasional RI (1994: 71), berbagai aktifitas layanan perpustakaan sekolah adalah sebagai berikut: a) meminjam buku-buku, b) melayani

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Skripsi yang saya serahkan ini benar-benar merupakan hasil karya sendiri, kecuali kutipan-kutipan dari ringkasan-ringkasan yang semuanya telah

Melalui diskusi, tanya jawab, penugasan, dan presentasi peserta didik dapat memahami melalui penerapan tentang ruang lingkup biologi (permasalahan pada berbagai

Minyak atsiri dikenal dengan nama minyak eteris atau minyak terbang merupakan bahan yang bersifat mudah menguap (volatile), mempunyai rasa getir, dan bau mirip

variabel artificial adalah variable yang di tambahkan pada fungsi pembatas mempunyai hubungan persamaan untuk memperoleh basis, atau juga dapat dinyatakan sebagai