• Tidak ada hasil yang ditemukan

TANGGUNG JAWAB HUKUM PT. LANNA HARITA INDONESIA TERHADAP KERUSAKAN LAHAN DI KELURAHAN SUNGAI SIRING KECAMATAN SAMARINDA UTARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TANGGUNG JAWAB HUKUM PT. LANNA HARITA INDONESIA TERHADAP KERUSAKAN LAHAN DI KELURAHAN SUNGAI SIRING KECAMATAN SAMARINDA UTARA"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

JURNAL BERAJA NITI

ISSN : 2337-4608 Volume 2 Nomor 9 (2013)

http://e-journal.fhunmul.ac.id/index.php/beraja © Copyright 2013

TANGGUNG JAWAB HUKUM PT. LANNA HARITA INDONESIA TERHADAP KERUSAKAN LAHAN DI KELURAHAN SUNGAI SIRING KECAMATAN SAMARINDA UTARA

Nurul Hidayah

nurul.hid4y4ach@gmail.com

Abstrak

Nurul Hidayah, Tanggung Jawab Hukum PT. Lanna Harita Indonesia Terhadap Kerusakan Lahan Di Kelurahan Sungai Siring Kecamatan Samarinda Utara, di bawah bimbingan Dr. La Sina, SH.,M.Hum sebagai dosen pembimbing utama dan ibu Rika Erawaty, S.H.,M.H sebagai dosen pembimbing pedamping.

Kerusakan lahan yang terjadi dua kali dalam kurun waktu yang berbeda di wilayah Kelurahan Sungai Siring, Kecamatan Samarinda Utara, yang diakibatkan oleh jebolnya settling pond berisi limbah bahan berbahaya dan beracun milik PT. Lanna Harita Indonesia (PT. LHI) telah mengakibatkan kerugian yang besar bagi warga yang tinggal di sekitar wilayah tersebut serta merusak kelestarian fungsi lingkungan hidup yang ada. Lemahnya pengawasan oleh Badan Lingkungan Hidup Kota Samarinda (BLH Kota Samarinda) juga menjadi faktor penyebab sering terjadinya kerusakan lingkungan di wilayah tersebut.

Penelitian ini merumuskan masalah mengenai tanggung jawab hukum PT. LHI dan upaya pengawasan oleh BLH Kota Samarinda dalam menangani bentuk kerusakan lahan. Dengan tujuan untuk mengetahui tanggung jawab hukum PT. LHI dan untuk mengetahui upaya pengawasan BLH Kota Samarinda terhadap kerusakan lahan yang terjadi. Jenis penelitian yang digunakan adalah yuridis empiris dengan pendekatan undang-undang dan pendekatan kasus.

Tanggung jawab hukum PT. LHI akibat jebolnya settling pond yang terjadi 2 kali, mutlak dilakukan dengan memberi ganti kerugian penuh terhadap warga yang terkena dampak dan melakukan pemulihan fungsi lingkungan hidup serta penanggulangan kerusakan lahan dan bentuk upaya pengawasan BLH Kota Samarinda yang tidak efektif sehingga kerap terjadi kerusakan. Sebaiknya PT. LHI terus memperhatikan settling pond yang belum stabil sehingga aman dari kebocoran dan sebaiknya BLH Kota Samarinda dapat melakukan pengawasan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan sehingga dapat menjamin agar tidak akan terulangnya kerusakan dan atau pencemaran lingkungan akibat jebolnya settling pond milik PT. LHI.

(2)
(3)

RESPONSIBILITY PUNISH PT. LANNA HARITA INDONESIA TO DAMAGE OF FARM IN SUB-DISTRICT OF RIVER of SIRING SUB-DISTRICT OF SAMARINDA

Nurul Hidayah

nurul.hid4y4ach@gmail.com

Abstract

Nurul Hidayah, Liability PT. Lanna Harita Indonesia Against Land Degradation In Siring River

District Urban Village North Samarinda, under the guidance of Dr. He Sina, SH., M. Hum as the main supervisor and mother Rica Erawaty, SH, MH as a facilitator supervisor. Land degradation that occurs twice in a different period in the region Siring River Village, District of North Samarinda, which is caused by the breakdown of the settling pond contain hazardous and toxic waste PT. Lanna Harita Indonesia (PT LHI) has resulted in a great loss for the people who live around the area as well as damage the preservation of the existing environment. Weak oversight by the Environmental Agency of Samarinda (BLH Samarinda) also be a factor as the frequent occurrence of environmental damage in the region.

This study formulates the problem of legal liability PT. LHI and surveillance efforts by BLH Samarinda in addressing land degradation forms. In order to determine legal responsibility PT. LHI and surveillance efforts to determine BLH Samarinda against land degradation that occurs. This type of research is empirical juridical approach to legislation and case approach.

Legal responsibility PT. LHI settling pond due to breakdown happened 2 times, to be conducted by making full restitution to the affected people, and recovery of the environment and prevention of land degradation and form BLH Samarinda surveillance efforts are not effective, so often there is damage. We recommend PT. LHI continue to pay attention to settling pond is not yet stable, so safe from leaks and BLH Samarinda should be able to supervise in accordance with the laws and regulations so as to ensure that there will be a repeat of the damage and environmental pollution caused by collapse or settling pond owned by PT. Lanna Harita Indonesia.

(4)

Pendahuluan

Lingkungan hidup merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.1

Perusakan lingkungan apabila ditinjau dari peristiwa terjadinya dapat dibagi menjadi dua : 1. Kerusakan itu terjadi dengan sendirinya, yang disebabkan oleh alam dan perbuatan

manusia.

2. Disebabkan pencemaran, baik yang berasal dari air, udara maupun tanah.2

Seperti yang terjadi di Kelurahan Sungai Siring Kecamatan Samarinda Utara RT 04, RT 10 dan RT 11, pada tanggal 6 Desember 2008, akibat jebolnya Settling pond PT. Lanna Harita Indonesia (PT. LHI) telah menyebabkan kerusakan lahan di permukiman tersebut. Dan Kemudian pada tanggal 22 Oktober 2012 settling pond PT. LHI kembali jebol dan kembali menimbulkan kerusakan pada pemukiman RT 14 serta lokasi SMP 19.

Settling pond adalah kolam yang dibuat sedemikian rupa yang berfungsi sebagai area pengendapan terhadap air mengandung limbah bahan berbahaya dan beracun B3 yang muncul akibat proses pertambangan batu bara.3 Berdasarkan hasil observasi di lapangan dan wawancara penulis dengan Kepala Sub Bidang Kerusakan dan Sumber Daya Alam di Badan Lingkungan Hidup Kota Samarinda, Tanggal 05 Maret 2012, bahwasanya dengan kondisi settling pond PT. LHI tidak terawat dan terjadi sedimentasi yang cukup tebal serta tidak melingkupi seluruh areal revegetasi yang ada, akibatnya kerap terjadi banjir pada saat turun hujan keresahan warga menjadi utama karna kekhawatiran warga apa bila hujan deras turun maka tanggul yang jebol mengakibatkan air yang selalu meluap dari tanggul settling pond begitu kencang menghantam rumah dan persawahan serta perkebunan mereka.

Dari hasil fakta dan temuan di lapangan akibat dari jebolnya tanggul settling pond PT.LHI telah mengakibatkan kerusakan lahan dan banjir. Kerusakan yang terjadi pada hari Senin tanggal 02 Desember 2008 sedangkan banjir terjadi pada tanggal 22 Oktober 2012, yang menyebabkan air limbah

1

Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

2 Muhammad Erwin, 2009, Hukum Lingkungan dan Sistem Kebijaksanaan Pembangunan Lingkungan Hidup, Refika

Aditama, Bandung. Halaman 48

3 Artikel berjudul, “Istilah dan Definisi Dalam Dunia Pertambangan Batu Bara”, http://nusacoal.blogspot.com/2010/07/istilah-dan-definisi-dalam-dunia.html, di akses tanggal 30 April 2013

(5)

Tanggung Jawab Hukum (Nurul Hidayah)

3 B3 beserta sedimennya mengalir menuju SMP 19 dan warga RT 14 yang terus menggenangi lahan mereka.

Berdasarkan pada dua kasus perusakan lingkungan yang dilakukan oleh PT. LHI tersebut, telah melanggar ketentuan dalam UU-PPLH Pasal 69 Ayat 1 huruf a, Pasal 67 dan Pasal 68 huruf b .

Pasal 69 Ayat 1 huruf a menyatakan :

”Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup”.

Pasal 67 menyatakan :

Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mengendalikan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.

Pasal 68 huruf b menyatakan :

Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan berkewajiban menjaga keberlanjutan fungsi lingkungan hidup.

Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor 29 Tahun 2003 tentang Ketentuan Pengendalian Kegiatan Usaha Yang Mengubah Bentuk Lahan Dalam Wilayah Kota Samarinda (Perda Kota Samarinda Nomor 29 Tahun 2003)

Pasal 6 ayat (2) “Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang mengakibatkan kerusakan lahan wajib melakukan penanggulangannya”,

Pasal 6 ayat (1) menyatakan bahwa ”Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang dapat menimbulkan kerusakan lahan wajib melakukan upaya pencegahan kerusakan lahan”. Kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan hidup yang banyak terjadi saat ini sesungguhnya karena perbuatan manusia.4 Selanjutnya Allah memberikan ancaman bagi manusia yang melakukan kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan hidup sebagaimana yang tercantum dalam Surat AL-Qashas ayat 77,

“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (keni'matan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”.

Pembahasan

A. Tanggung Jawab Hukum PT. Lanna Harita Indonesia Terhadap Kerusakan Lahan Di Kelurahan Sungai Siring Kecamatan Samarinda Utara

4 Syahul Machmud, 2012, Problematika Penerapan Delik Formil Dalam Perspektif Penegakan Hukum Pidana Lingkungan

(6)

Dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup terhadap kerusakan lahan dan/atau pencemaran lingkungan hidup sebagaimana diatur dalam pasal 67, pasal 68 huruf b, dan pasal 69 huruf a:

Pasal 67 bahwa “Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta menendalikan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup”.

Pasal 68 huruf b “ setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan berkewajiban menjaga keberlanjutan fungsi lingkungan hidup”.

Pasal 69 huruf a “setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup”.

Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor 29 Tahun 2003 tentang Ketentuan Pengendalian Kegiatan Usaha Yang Mengubah Bentuk Lahan Dalam Wilayah Kota Samarinda pasal 6 ayat (1) dan pasal 6 ayat (2):

Pasal 6 ayat (1) “ setiap penanggung jawab usaha yang menimbulkan kerusakan lahan wajib melakukan upaya pencegahan kerusakan lahan”.

Pasal 6 ayat (2) “setiap penanggung jawab usaha yang mengakibatkan kerusakan lahan wajib melakukan penaggulangan nya’’.

Seperti yang terjadi di Kelurahan Sungai Siring Kecamatan Samarinda Utara, Perusahaan pertambangan batubara PT. Lanna Harita Indonesia, pada tanggal 6 Desember 2008 yang mengakibatkan kerusakan lahan yang cukup parah khususnya di Permukiman RT 04 RT 10 dan RT 11, seperti yang di lihat pada gambar kerusakan salah satu rumah warga yang jebol akibat dari Settling Pond atau kolam penampungan yang dibuat dan berfungsi sebagai area pengendapan terhadap bekas galian tambang yang mengandung limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).

Akibat dari jebolnya settling pond PT. LHI banyak masyarakat yang mengalami kerugian dengan kerugian yang berbeda-beda mencakup, rusaknya perkebunan, sawah, rumah, dan lain-lain. Adapun jumlah korban yang mengalami kerusakan khususnya di RT 11 dan RT 04 Kelurahan Sungai Siring dengan jumlah kepala rumah tangga sejumlah 328 (tiga ratus dua pulu delapan), kepala rumah tangga.

Berdasarkan hasil wawancara lansung kemasyarakat bahwasanya Akibat dari jebolnya settling pond PT.Lanna Harita Indonesia warga sekitar mengalami kerugian Kerusakan sehingga lebih dari 4 hari warga sekitar tidak dapat untuk menempati rumah mereka karena rusak dan hilangnya seluruh perabotan isi rumah akibat terbawanya oleh air luapan dari settling pond yang membawa material lumpur dan mengandung limbah bahan berbahaya dan beracun. Dan berdasarkan wawancara lansung dengan masyarakat bahwasanya hingga saat ini masyarakat masih mengalami trauma atau ketakutan apabila akan terjadi jebolnya settling pond susulan.

(7)

Tanggung Jawab Hukum (Nurul Hidayah)

5 Ganti rugi akibat kerusakan lahan yang terjadi dan mewajibkan PT. Lanna Harita Indonesia untuk memberikan ganti rugi sebagai mana dalam penegakan hukum lingkungan yang mengatur mengenai ketentuan tanggung jawab mutlak yang diatur pada Pasal 88 UU-PPLH “dimana “Setiap orang yang tindakannya, usahanya, dan/atau kegiatannya menggunakan B3, menghasilkan dan/atau mengelola limbah B3, dan/atau yang menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup bertanggung jawab mutlak atas kerugian yang terjadi tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan.

Berdasarkan lembaran verifikasi Badan Lingkungan Hidup Kota Samarinda bahwa pada tanggal 22 Oktober 2012, settling pond PT. Lanna Harita Indonesia kembali jebol dan kembali menimbulkan kerusakan pada permukiman RT 14 serta lokasi SMP 19 Kelurahan Sungai Siring ditempat yang berbeda dan lokasi settling pond atau kolam penampungan yang berbeda.

Dengan jebolnya settling pond yang kedua kalinya dengan kurun waktu yang berbeda, Faktor utama penyebab banjir adalah tertutupnya saluran air yang berada disekitar lokasi sehingga air tidak dapat mengalir dan tertahan dilokasi tersebut yang mengakibatkan air limpas kesekitarnya dan menuju ketempat yang lebih rendah serta yang menyebabkan air limbah beserta sedimennya mengalir menuju SMP 19. Dengan ini banyaknya area yang harus dikelola dan diperhatikan agar banjir susulan yang berikutnya tidak akan terulang akibat dari jebolnya settling pond PT. LHI.

1. Tanggung Jawab Mutlak

Berdasarkan pada kedua kerusakan lahan yang diakibatkan oleh PT. Lanna Harita Indonesia yang terjadi 2 kali dalam kurung waktu Tahun yang berbeda, mewajibkan perusahaan PT.LHI untuk bertanggung jawab seperti yang diatur pada Pasal 88 UU-PPLH tersebut Perusahaan bertanggung jawab mutlak atas pencemaran dan/atau perusakan lingkungan yang dapat menimbulkan kerugian pada masyarakat dan bertanggung jawab untuk melakukan ganti rugi serta pemulihan lingkungan hidup.

Penjelasan Pasal 88 tersebut menyatakan bahwa yang dimaksud dengan “bertanggung jawab mutlak” atau strict liability adalah unsur kesalahan tidak perlu dibuktikan oleh pihak penggugat sebagai dasar pembayaran ganti rugi. Oleh karena itu, perbuatan melawan hukum berupa pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian pada orang lain dan atau

(8)

lingkungan hidup yang telah memenuhi unsur kepadanya prinsip tanggung jawab mutlak ke yang lebih khusus dengan “mengesampingkan” prinsip pertanggungjawaban pada umumnya.

2. Kewajiban PT. Lanna Harita Indonesia untuk melakukan Penanggulangan Kerusakan

Pasal 53 ayat (1) Undang-undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup mewajibkan untuk “Setiap orang yang melakukan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup wajib melakukan penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.

Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak Kelurahan Sungai Siring bahwa Kewajiban yang telah dilakukan oleh PT. LHI dalam penanganan untuk melakukan penanggulangan kerusakan yang terjadi dengan memperbaiki tanggul settling pond yang longsor melakukan pemulihan pada tanggul yang jebol dan menimbun lubakan-lubakan settling pond agar tidak terjadi jebolnya settling pond

susulan.

3. Pemulihan Lingkungan

Pemulihan kerusakan dan atau pencemaran lingkungan hidup adalah upaya untuk mengendalikan fungsi hutan dan atau lahan.5 Bentuk pemulihan lingkungan hidup sebagai mana yang diatur dalam pasal 54 ayat (1) Undang-undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup “setiap orang yang melakukan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup wajib melakukan upaya pemulihan lingkungan hidup”.

Dari upaya pemulihan yang diatur dalam pasal 54 tersebut menjelasakan bahwa setiap orang yang melakukan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan berkewajiban untuk melakukan pemulihan untuk dapat mencapai kelestarian fungsi lingkungan hidup. Sehinga keberlanjutan akan kelestarian fungsi lahan dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dapat diterap.

Dengan itu pula ada kewajiban yang harus dilakukan oleh PT. Lanna Harita Indonesia untuk menjamin tidak akan terulangnya pencemaran dan/atau kerusakan. kewajiban memelihara lingkungan hidup, kewajiban untuk melakukan pencegahan terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan, kewajiban memberikan informasi, kewajiban menanggung segala akibat dari perbuatan-perbuatan merusak lingkungan, dan sebagainya.

Berdasarkan hasil wawancara dengan BINMAS Kelurahan Sungai Siring, dalam pelaksanaan perbaikan 2 Tahun setelah kejadian yaitu Tahun 2010, tidak dipungkiri lagi bahwasanya dengan melihat

(9)

Tanggung Jawab Hukum (Nurul Hidayah)

7 keadaan settling pond dengan keadaan seperti ini maka suatu saat pasti akan terjadi lagi kebocoran seperti yang sebelumnya, karna hingga saat ini Tahun 2013 tidak ada bentuk pemulihan atau reklamasi yang dapat menjamin untuk terulangnya kembali karena kondisi settling pond yang tidak terawat. Dengan kondisi lahan pertambangan yang lebih tinggi dan permukiman masyarakat yang lebih rendah maka kerap menimbulkan banjir akibat luapan air Settling pond paada saat musim hujan turun.

B. Upaya Pengawasan Badan Lingkungan Hidup Kota Samarinda Terhadap Kerusakan Lahan Di Kelurahan Sungai Siring Kecamatan Samarinda Utara

Dalam hal pengawasan, menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya wajib melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan atas ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.6 Apabila fungsi pengawasan ini dapat berjalan dengan baik dalam konsep norma hukum administratif lingkungan tentu akan dapat mencegah terjadinya pelanggaran norma hukum administrasi. Dengan demikian, kerusakan dan atau pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh pelanggaran tersebut dapat dihindari. Oleh karena itu, munculnya pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup menunjukkan bahwa dalam pengawasan pengelolaan lingkungan tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 72 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan lingkungan Hidup, “Dalam pelaksanaannya, menteri, gubernur, atau bupati/walikota dapat mendelegasikan kewenangannya kepada pejabat pengawas lingkungan hidup. Selain itu, menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya wajib melakukan pengawasan ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap izin lingkungan”.

Berdasarkan hasil wawancara langsung di Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Samarinda pada tanggal 4 Juli 2013, tujuan pengawasan yaitu memantau, mengevaluasi dan menetapkan status ketaatan penanggung jawab usaha dan atau kegiatan terhadap;

a. Kewajiban yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan di bidang pengendalian pencemaran dan atau kerusakan lingkungn hidup

b. Kewajiban untuk melakukan pengelolaan lingkungan dan pemantauan lingkungan.

6

(10)

Kewajiban yang dilakukan oleh Badan Lingkungan Hidup terhadap PT. Lanna Harita Indonesia terhadap kerusakan lahan yang terjadi dalam memantau dengan kewajiban dan larangan yang diterapkan.

Adapun tahapan-tahapan yang dilakukan oleh Badan Lingkungan Hidup dalam pengawasan dilapangan, sebagai berikut :

a. Tahap persiapan

1. Menyiapkan kelengkapan administrasi 2. Mempelajari peraturan dan dokumen 3. Menyusun daftar periksa

4. Menyiapkan perlengkapan b. Tahap pelaksanaan

1. Pertemuan pendahuluan 2. Pengawasan lapangan 3. Dokumentasi

4. Pertemuan penutup dan penyusunan BAP c. Laporan hasil pengawasan

1. Bukan pendapat atau asumsi dari pribadi melainkan fakta dan temuan lapangan 2. Laporan memenuhi prinsip yang akurat dan jelas.

Badan Lingkungan Hidup Kota Samarinda memberikan upaya pengawasan dalam pemantauan di Kelurahan Sungai Siring Kecamatan Samarinda Utara terhadap kerusakan lahan yang terjadi akibat jebolnya Settling Pond atau tempat penampungan limbah B3 dengan melakukan sosialisasi, pengawasan (pengawasan administrasi dan verifikasi ke lapangan), dan penegakan hukum terhadap perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

Pengawasan merupakan salah satu unsur dalam menunjang keberhasilan pengelolaan lingkungan, karena pengawasan merupakan bagian dari penegakan hukum lingkungan yang bersifat preventif. Pengawasan preventif yakni pengawasan yang dilakukan sebelum dikeluarkanya suatu keputusan dan/atau ketetapan pemerintah, dinamakan juga pengawasan apriori. Sedangkan pengawasan Represif yakni pengawasan yang dilakukan sesudah dikeluarkannya keputusan dan/atau ketetapan pemerintah, sehingga bersifat korektif dan memulihkan suatu tindakan yang keliru, disebut juga pengawasan aposteriori.7

Berdasarkan Pasal 74 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan lingkungan Hidup pejabat pengawas lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam pasal 71 ayat (3) berwenang melakukan :” pengawasan lingkungan berwenang melakukan melakukan pengawasan, pejabat pengawas lingkungan hidup berwenang untuk melakukan pemantauan, meminta

(11)

Tanggung Jawab Hukum (Nurul Hidayah)

9 keterangan, membuat salinan dari dokumen dan/atau membuat catatan yang diperlukan, memasuki tempat tertentu, memotret, membuat rekaman audio visual, mengambil sampel, memeriksa peralatan, memeriksa instalasi dan/atau alat transportasi, dan/atau menghentikan pelanggaran tertentu”.

Penutup

Dari uraian pembahasan di atas, maka dapat dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup terhadap kerusakan lahan dan/atau pencemaran lingkungan hidup sebagaimana diatur dalam pasal 67, pasal 68 huruf b, dan pasal 69 huruf a: bahwa setiap orang yang melakukan kegiatan dan atau usaha wajib untuk menjaga kelestarian, keberlanjutan lingkungan agar tidak dapat terjadi kerusakan dan sesuatu yang dapat mencemari lingkungan. Dan berdasarkan Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor 29 Tahun 2003 tentang Ketentuan Pengendalian Kegiatan Usaha Yang Mengubah Bentuk Lahan Dalam Wilayah Kota Samarinda pasal 6 ayat (1) dan pasal 6 ayat (2): Apa bila kegiatan atau usaha melakukan suatu pencemaran dan atau kerusakan lingkungan diwajibkan untuk melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan kerusakan lahan sehingga kesalahan yang mengakibatkan pencemaran dan atau kerusakan tidak akan terulang kembali dan mencapai lingkungan baik. Kerusakan lahan akibat jebolnya settling pond yang terjadi 2 kali dalam waktu Tahun yang berbeda disebabkan karena kondisi settling pond yang belum stabil dan pelaksanaan pemulihan settling pond yang kurang efektif. Akibat kerusakan lahan dengan jebolnya settling pond yang membawa kerugian pada masyarakat mewajibkan untuk PT. Lanna Harita Indonesia bertanggung jawab mutlak terhadap kerusakan yang terjadi untuk melakukan penanggulangan kerusakan dan pemulihan lingkungan hidup serta menjamin tidak akan terulangnya kerusakan dan atau pencemaran lingkungan.

2. Pemerintah Kota Samarinda, dalam hal ini Badan Lingkungan Hidup Kota Samarinda sesuai dengan kewenangannya wajib melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan atau kegiatan atas ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan Perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Apabila fungsi pengawasan ini dapat berjalan dengan baik dalam konsep norma hukum administratif lingkungan tentu akan dapat mencegah

(12)

terjadinya pelanggaran norma hukum administrasi. Dengan demikian, kerusakan dan atau pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh pelanggaran tersebut dapat dihindari. Karena berdasarkan fakta di lapangan bandan lingkungan hidup hanya mengetahui adanya kerusakan lewat surat kabar (Koran). Oleh karena itu, munculnya pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup menunjukkan bahwa dalam pengawasan pengelolaan lingkungan tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Adapun saran yang dapat di kemukanan antara lain, sebagai berikut :

1. Kepada pihak PT. Lanna Harita di harapkan agar dapat melakukan perawatan pada settling pond

termasuk memperbaiki Settling Pond yang jebol sehingga berfungsi dengan baik, Melakukan stabilisasi pemulihan lahan yang longsor dan melakukan pengerukan pada saluran yang telah tersedimentasi serta dapat memperhatikan dan melakukan langkah-langkah perbaikan sehingga dapat menjamin agar tidak akan terulang lagi kerusakan yang kerap terjadi.

2. Pemerintah Kota Samarinda dalam hal ini Badan Lingkungan Hidup (BLH) agar dapat memberikan pengawasan yang lebih efektif sesuai dengan peraturang perundangan-undangan terhadap Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup agar kerusakan yang ada pada settling pond PT. Lanna Harita Indonesia dapat segera di perbaiki sehingga tidak menimbulkan kerusakan yang dapat merugikan masyarakat untuk kedepannya.

(13)

Tanggung Jawab Hukum (Nurul Hidayah)

11

Daftar Pustaka A. Buku

Adji Somekto, FX., 2008, Kapitalisme, Modernisasi, dan Kerusakan Lingkungan, Genta Press, Jakarta. Efendi, A’an , 2012, Penyelesaian Sengketa Lingkungan, Mandar Maju, Bandung.

Erwin, Muhammad, 2009, Hukum Lingkungan-Dalam Sistem Kebijaksanaan Pembangunan Lingkungan Hidup, Reflika Aditama, Bandung.

HR, Ridwan, 2006, Hukum Administrasi Negara, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Koesnadi Hardjasoemantri dan Harry Supriyono, 1996, Hukum Lingkungan, Universitas Terbuka, Jakarta Koentjoro, Halim, Diana, 2004, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Bogor Selatan.

Lutfi Mustafa, dan Mukhlish, 2010, Hukum Administrasi Lingkungan Kontemporer, Setara Press, Malang. Machmud, Syahrul, 2012, Problematika Penerapan Delik Formil Dalam Persfektif Penegakan Hukum

Pidana Lingkungan Di Indonesia, Mandar Maju, Bandung.

Muhammad, Abdulkadir, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. Marzuki, Peter Mahmud, 2005, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta.

P. Soemartono, R.M Gatot, Cetakan Kedua, 2004, Hukum Lingukngan Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta. Rahmadi, Takdir, 2011, Hukum Lingkungan di Indonesia, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta. Rachmad K, Dwi Susilo, 2012, Sosiologi Lingkungan dan Sumber Daya Alam, Ae -Ruzz Media,

Jogjakarta.

Siahaan, N.H.T., 2009, Hukum Lingkungan, Cetakan Kedua, Pancuran Alam, Jakarta. Sunggono, Bambang, 2011, Metode Penelitian Hukum, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Siambo, Rian, Marhaeni, 2012, Hukum Lingkungan dan Pelaksanaan Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

B. Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Dasar Negara Tahun 1945

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan

Hidup

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara

Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan

Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor 29 Tahun 2003 tentang Ketentuan

Pengendalian

Kegiatan Usaha Yang Mengubah Bentuk Lahan Dalam Wilayah

Kota Samarinda

Peraturan Walikota Samarinda Nomor 020 Tahun 2009 tentang Perizinan Pengelolaan Limbah

Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) Di Wiayah Kota Samarinda

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan uraian-uraian pada latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sektor-sektor ekonomi apa saja yang paling strategis dan potensial

atau komputer dari hasil suatu data flow yang masuk ke dalam proses untuk. dihasilkan data flow yang keluar

Umumnya rumah tradisional Banjar dibangun dengan ber-anjung (ba-anjung) yaitu sayap bangunan yang menjorok dari samping kanan dan kiri bangunan utama karena itu disebut

Pengertian Resistor adalah komponen elektronika yang memang didesain memiliki dua kutup yang nantinya dapat digunakan untuk menahan arus listrik apabila di aliri

Sehingga dapat disimpulkan bahwa koefisien korelasi adalah positif yang artinya yang artinya terdapat pengaruh yang signifikan antara pendidikan kewirausahaan terhadap

Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus, karena atas berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan Tugas Perencanaan Unit Pengolahan Pangan dengan judul:

Dalam uji kelistrikan DSSC buah naga dihasilkan nilai kelistrikan terbesar terdapat pada sample dengan pemanasan pada temperatur kalsinasi 550 0 C dan waktu tahan

Dalam perijinan terkait pembukaan usaha Greeny Satay, Greeny Satay akan melakukan perijinan ke pemilik dari tempat yang akan disewa yang nantinya sebagian dari tempat