• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan dan hubungan antara variabel

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan dan hubungan antara variabel"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Efektivitas

Secara umum efektivitas kerap kali dikaitkan dengan efisiensi dalam mencapai tujuan organisasi. Jika tujuan organisasi telah dicapai sesuai dengan rencana tertentu, maka dapat dianggap bahwa rencana tersebut merupakan rencana yang efektif, namun tidak selalu rencana tersebut bisa dikatakan efisien. Efektivitas adalah gambaran tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan dan hubungan antara variabel penentu keberhasilan yang berbeda. Menurut pendapat yang dismpaikan Pius A. Partanto dan M. Dahlan Al-Barry, “Efektivitas” berasal dari kata “akibat” yang artinya akibat disebabkan oleh sebab, akibat atau pengaruh. Efektif, yang berarti keberhasilan dan keefektifan penggunaan keakuratan bahasa, menggunakan hasil, tujuan pendukung

“selama pengukuran mencapai sasaran atau sasaran yang telah ditentukan”1

Dinas Pendidikan dan Kebudayaan menjelaskan bahwa “Efektivitas adalah

keadaan berpengaruh, dapat membawa dan berhasil guna (usaha, tindakan)”2 , sedangkan

Hadayaningrat mendefinisikan “Efektivitas merupakan pengukuran dalam arti tercapainya sasaran atau tujuan yang telah ditentukan sebelumnya” Penjelaskan Hadayaningrat mengartikan efektivitas dapat diartikan sebagai suatu pengukuran akan

tercapainya tujuan yang telah direncanakan secara matang.3

1 Pius A. M. Dahlan Al-Barry dan Partanto, Kamus Ilmiah Populer, Surabaya, 1994, Hal.128.

2 Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai-Pustaka, 1998, Hal

219.

(2)

Efektivitas dapat didefinisikan sebgai tingkat keberhasilan atau tepat guna. Efektif adalah kata dasar dari efektivitas, sedangkan efektivitas merupakan kata sifat dari kata efektif. Berdasarkan definisi yang dijelaskan di sebelumnya, efektivitas merupakan komunikasi yang melalui proses tertentu secara terukur, yaitu tercapainya suatu tujuan yang diberikan. Dengan perkiraan waktu, biaya serta jumlah. Jika ketentuan tersebut berjalan lancar maka target yang direncanakan akan tercapai sesuai keinginan. Lebih lanjut tentang arti "efektif" yang dapat diperoleh menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, yaitu: "Kegiatan yang memberikan hasil yang memuaskan dengan menggunakan waktu dan metode terbaik. Oleh karena itu," efektifitas "inti mengacu pada ukuran perolehan

yang dimiliki. diharapkan, seperti yang telah ditetapkan sebelumnya.4

Berdasarkan pendapat yang tekah dijelaskan oleh beberapa ahli di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa efektivitas merupakan suatu unsur yang berhubungan dengan kesuksesan. Manfaat dan jumlah target (kuantitas, kualitas, dan waktu) yang telah dicapai dan didapatkan dari tindakan yang digunakan untuk subjek penelitian. Faktor yang mempengaruhi Efektifitas Hukum Faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Hukum

Secara Umum Menurut Howard & Mumners antara lain5 :

a. Relevansi peraturan hukum secara umum dengan kebutuhan hukum masyarakat yang menjadi sasaran hukum secara umum. Oleh karena itu, jika aturan hukum yang dimaksud berupa peraturan perundang-undangan, maka pembuat undang-undang dituntut untuk dapat memahami persyaratan hukum dari target legislatif tersebut.

4 J.S.Badudu, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, 1994, hal 271. 11

(3)

b. b. Kejelasan rumusan substansi negara hukum, sehingga mudah untuk sasaran penegakan supremasi hukum. Sehingga perumusan isi aturan hukum harus direncanakan dengan baik. Jika aturan tertulis maka harus tertulis dengan jelas dan dapat dipahami dengan pasti.

c. Sosialisasi yang optimal kepada seluruh target aturan hukum itu. Kita tidak boleh meyakini fiksi hukum yang menentukan bahwa semua penduduk yang ada diwilayah suatu Negara, dianggap mengetahui seluruh aturan hukum yang berlaku di negaranya. Tidak mungkin penduduk atau warga masyarakat secara umum, mampu mengetahui keberadaan suatu aturan hukum dan substansinya, jika aturan hukum tersebut tidak disosialisasikan secara optimal.

d. Jika hukum yang dimaksud adalah perundang-undangan, maka seyogianya aturannya bersifat melarang,dan jangan bersifat mengharuskan, sebab hukum yang bersifat melarang (prohibitur) lebih muda dilaksanakan ketimbang hukum yang bersifat mengharuskan (mandatur).

e. Sekatan yang diancam oleh peraturan undang-undang mesti dipadankan dengan sifat aturan undang-undang yang dilanggar. Sekatan yang boleh kita katakan sesuai untuk satu tujuan, tidak semestinya untuk tujuan lain.

f. Besar kecilnya hukuman yang diancamkan oleh aturan hukum, harus proporsional dan memungkinkan untuk dilaksanakan. Sebagai contoh, sanksi denda yang diancamkan oleh UULAJ yang berlaku di Indonesia

(4)

saat ini, terlalu berat jika dibandingkan dengan penghasilan orang Indonesia. Sanksi denda jutaan rupiah untuk pengemudi kendaraan umum yang tidak memiliki ikat pinggang pengaman atau pemadam kebakaran, terlalu berat untuk dilaksanakan oleh mereka. Sebaliknya, sanksi yang terlalu ringan untuksuatu jenis kejahatan, tentunya akan berakibat, warga masyarakat tidak akan segan untuk melakukan kejahatan tersebut.

g. Kemungkinan bagi penegak hukum unutk memproses jika terjadi pelanggaran terhadap aturan hukum tersebut, adalah memang memungkinkan, karena tindakan yang diatur dan diancamkan sanksi. Memang tindakan yang konkret, dapat dilihat, diamati, oleh karenanya memungkinkan untuk diproses dalam setiap tahapan (penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan penghukuman). Membuat suatu aturan hukum yang mengancamkan sanksi terhadap tindakantindakan yang bersifat gaib atau mistik adalah mustahil untuk efektif, Karena mustahil untuk ditegakkan melalui proses hukum. Mengancamkan sanksi bagi perbuatan yang sering di kenal sebagai “sihir” atau “tenung”, adalah mustahil untuk efektif dan dibuktikan.

h. Aturan hukum yang mengandung norma moral berwujud larangan, relatiif akan jauh akan jauh lebih efektif ketimbang aturan hukum yang bertentangan dengan nilai moral yang dianut oleh orang-orang yang menjadi target di berlakukannya aturan tersebut, aturan hukum yang sangat efektif, adalah aturan hukum yang melarang dan

(5)

mengancamkan sanksi bagi tindakan yang juga dilarang dan diancamkan sanksi oleh norma lain, seperti norma moral, norma agama, norma adat istiadat dan kebiasaan, dan lainnya. Aturan hukum yang tidak diatur dan dilarang oleh norma lain, akan lebih tidak efektif. i. Efektifitas atau tidak efektifnya penegakan hukum dalam penegakan

hukum secara umum juga bergantung pada optimalisasi dan profesionalisme yang diterapkan oleh aparat penegak hukum dalam penegakan hukum. Dari tahap pembuatan, sosialisasi, proses penegakan hukum yang meliputi tahapan penemuan hukum (penggunaan penalaran hukum, interpretasi dan konstruksi), hingga penerapannya pada kasus tertentu.

j. Keefektifan negara hukum secara umum juga membutuhkan standar kehidupan sosial ekonomi yang minimal dalam masyarakat. Dan sebelum itu ketertiban umum kurang lebih harus dijaga, karena tidak mungkin efektivitas hukum dapat terwujud secara maksimal jika masyarakat dalam keadaan kaos atau dalam keadaan perang yang hebat.

Menurut definisi yang disampaikan oleh para ahlim efektivitas merupakan peraturan perundang-undangan, maka efektifitas suatu undang-undang yang telah dibuat bergantung pada beberapa faktor antara lain:

a. Bagaimana proses lahirnya undang-undang yang tidak boleh tergesa-gesa untuk kepentingan masa kini (sesaat) yang oleh Gunnar Myrdall

(6)

digambarkan sebagai undang-undang yang komprehensif, berkualitas buruk dan tidak memenuhi kebutuhan masyarakat

b. Cara-cara untuk memperoleh pengetahuan tersebut.

c. Pengetahuan tentang substansi (isi) perundangan-undangan.

d. Lembaga terkait dengan ruang lingkup perundang-undangan dalam

masyarakat.6

Menurut Achmad Ali, secara umum faktor yang sangat mempengaruhi efektivitas hukum adalah profesionalisme, pelaksanaan yang optimal, peran, kekuatan dan fungsi penegakan hukum, baik dalam menjelaskan tugas yang diberikan kepadanya maupun dalam penegakan hukum ini.Efektivitas hukum menurut Soerjono Soekanto adalah bahwa efektif atau tidaknya suatu hukum ditentukan oleh 5(lima) faktor, yaitu:

1. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hokum

2. Faktor Hukumnya itu sendiri (Undang-Undang)

3. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup

4. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum

5. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku dan

diterapkan.7

Kelima faktor di atas sangat erat kaitannya karena merupakan esensi dari penegakan hukum, sekaligus ukuran efektivitas penegakan hukum. Unsur pertama, yang

6 Achmad Ali, Menguak Teori Hukum Dan Teori Peradilan, Jakarta: Kencana, 2009, hlm 375. 7 Soerjono Soekanto, loc.cit

(7)

menentukan apakah suatu hukum tertulis bekerja dengan baik atau tidak tergantung pada aturan hukum itu sendiri. Menurut Soerjono Soekanto, ukuran efektivitas unsur pertama adalah:

1. Peraturan yang ada mengenai bidang-bidang kehidupan tertentu sudah cukup sinkron, secara hierarki dan horizontal tidak ada pertentangan

2. Peraturan yang ada mengenai bidang-bidang kehidupan tertentu sudah cukup sistematis

3. Penerbitan peraturan-peraturan tertentu sudag sesuai dengan persyaratan yuridis yang ada

4. Secara kualitatif dan kuantitatif peraturan-peraturan yang mengatur bidangbidang

kehidupan tertentu sudah mengcukupi.8

Unsur kedua yang menentukan efektifitas pelaksanaan hukum tertulis adalah alat penegak hukum, dalam kaitan ini diperlukan alat yang handal agar aparatur tersebut dapat menjalankan tugasnya dengan baik. Keandalan dalam suatu hubungan di sini mencakup keterampilan profesional dan kesejahteraan mental yang baik.

Menurut Soerjono Soekanto bahwa masalah yang berpengaruh terhadap efektivitas hukum tertulis ditinjau dari segi aparat akan tergantung pada hal-hal berikut: 1. Sampai sejauh mana derajat sinkronisasi penugasan-penugasan yang diberikan

kepada petugas-petugas sehingga memberikan batas-batas tegas pada wewenangnya 2. Sampai sejauh mana petugas terikat oleh peraturan-peraturan yang ada

3. Teladan macam apa yang sebaiknya diberikan oleh petugas kepada masyarakat

(8)

4. Sampai batas mana petugas diperkenakan memberikan kebijaksanaan.9

Unsur ketiga adalah tersedianya sarana berupa sarana dan prasarana bagi pelaksana dalam pelaksanaan pengungkit. Sarana dan prasarana yang dimaksud adalah prasarana atau sarana yang digunakan sebagai instrumen untuk mencapai dampak hukum. Mengenai sarana dan prasarana yang dimaksud dengan sarana tersebut, Soerjono Soekanto memprediksikan sejauh mana efektifitas elemen infrastruktur tertentu, dimana infrastruktur jelas harus menjadi bagian yang berkontribusi terhadap kelancaran

pelaksanaan tugas pejabat di tempat kerja atau tempat kerjanya.10 Ada beberapa elemen

yang mengukur efektivitas tergantung dari kondisi masyarakat, yaitu:

1. Faktor penyebab masyarakat tidak mematuhi peraturan walaupun peraturan sangat baik dan aparat sudah sangat berwibawa

2. Faktor penyebab masyarakat tidak mematuhi peraturan baik petugas atau aparat berwibawa serta fasilitasnya yang memadai

3. Faktor penyebab masyarakat tidak mematuhi aturan walaupun peraturan yang baik

Teori efektivitas hukum yang dikemukakan oleh Soerjono Soekanto sangat relevan dengan teori yang dikemukakan oleh Romli Atmasasmita bahwa faktor penghambat efektifitas penegakan hukum tidak hanya pada sikap mental aparat penegak hukum (hakim, jaksa agung, polisi dan penasehat hukum). . Namun hal tersebut juga

terletak pada faktor sosialisasi hukum yang seringkali terabaikan.11

9 Ibid, hlm.82

10 Ibid

11 Romli Atmasasmita, 2001, Reformasi Hukum, Hak asasi manusia & Penegakan hukum, Mandar maju,

(9)

Berbicara tentang efektivitas hukum berarti berbicara tentang kekuatan kerja hukum dalam mengatur dan atau memaksa orang untuk tunduk pada hukum. Hukum bisa efektif jika faktor-faktor yang mempengaruhi hukum dapat berfungsi dengan baik. Tindakan hukum dan peraturan yang berlaku efektif atau tidak terlihat dari perilaku orang. Sebuah undang-undang akan mempunyai efektivitas yang baik jika masyarakat berperilaku dengan sesuai yang diharapkan atau dikehendaki oleh peraturan perundang-undangan tersebut untuk mencapai tujuan yang tertentu yang menciptakan kehidupan bermasyarakat yang baik, jika hal tersebut telah berjalan dengan baik maka dapat dikatakan efektivitas hukum atau peraturan perundang-undangan tersebut telah diaplikasikan dengan baik.

B. Pengertian Lalu Lintas

Lalu Lintas dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diartikan sebagai pergerakan kendaraan dan orang di Wilayah Lalu Lintas Jalan, sedangkan Wilayah Lalu Lintas adalah prasarana yang disediakan untuk pergerakan kendaraan, orang, dan / atau barang di berupa jalan raya dan sarana penunjang. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, lalu lintas diartikan sebagai: 1. (berjalan kaki) pulang pergi; perjalanan: banyak kendaraan di jalan raya; 2. dalam perjalanan darat dan seterusnya: pedagang pinggir jalan; 3. kontak antara satu tempat dan tempat lain (dengan pengiriman, kereta api, dll.). Lalu Lintas 1. ada lalu lintas; 2. Berkenaan dengan lalu lintas: peraturan harus diikuti; 3. melakukan tindakan lalu lintas (dengan kendaraan); Untuk pengendalian pergerakan orang dan / atau kendaraan agar

(10)

berjalan dengan lancar dan aman, perlu ada peraturan perundang-undangan yang sebagai

dasarnya diatur dalam UULAJ, yang diatur sebagai berikut:12

1. Penyelenggaraan 2. Instansi yang membina

3. Ketentuan dalam keselamatan dan keamanan ketika berlalu lintas 4. Pengemudi yang mengemudikan kendaraan

5. Jaringan prsasarana

6. Ketentuan tentang tata cara berlalu lintas 7. Ketentuan tentang kendaraan yang digunakan 8. Sistem informasi dan komunikasi lalu lintas

9. Ketentuan untuk mengurangi pencemaran lingkungan

10. Ketentuan pidana dan sanksi yang dikenakan terhadap pelanggaran ketentuan lalu lintas

11. Perlakuan khusus yang diperlukan untuk penyandang cacat, manusia lanjut usia, wanita hamil, dan orang sakit.

12. Penyidikan dan peningkatan pelanggaran lalu lintas

Komponen lalu lintas Terdapat tiga komponen lalu lintas yaitu manusia sebagai pengguna, kendaraan dan jalan yang saling berinteraksi dalam pergerakan kendaraan yang memenuhi persyaratan kelayakan pengemudi untuk mengikuti peraturan lalu lintas yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang lalu lintas dan

angkutan jalan raya melalui jalan yang memenuhi persyaratan geometri, yaitu13 :

12 Undang-Undang No.22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

(11)

a. Sebuah manajemen lalu lintas mancakup pengaturan, perencanaan, pengendalian srta pengawasan dalam kegiatan lalu lintas. Manajemen lalu lintas bertujuan untuk menjaga keamanan, keselamatan, ketertiban serta mengatur arus lalu lintas.

b. Manusia yang berperan menjadi konsumen dapat berperan sebagai pengemudi atau pejalan kaki yang dalam keadaan normal memiliki kemampuan dan kewaspadaan yang berbeda-beda (waktu reaksi, fokus, dll). Perbedaan tersebut masih dipengaruhi oleh kondisi fisik dan psikis, umur dan jenis kelamin serta pengaruh eksternal seperti cuaca, penerangan / penerangan jalan dan tata ruang

c. Jalan adalah sarana yang dirancang untuk dilalui oleh sepeda motor dan kendaraan tidak bermotor, termasuk pejalan kaki. Jalan tersebut dirancang agar dapat mengalirkan arus lalu lintas dengan lancar dan dapat menampung beban gardan kendaraan serta aman, sehingga mengurangi angka kecelakaan di jalan raya. Kendaraan merupakan suatu alat bantu ciptaan manusia yang sudah berkembang sejak yangg awalnya menggunakan tenaga manusia dan kini menggunakan tenaga mesin yang digunakan untuk mempermudah mobilitas manusia untuk bergerak di jalan, sedangkan yang ada di masa sekarang kendaraan terdiri atas kendaraan bermotor dan tidak bermotor.

d. Kendaraan yang digunakan pengemudi memiliki karakteristik yang berkaitan dengan kecepatan, akselerasi, perlambatan, dimensi dan beban

(12)

yang membutuhkan ruang lalu lintas yang cukup untuk dapat bergerak dalam lalu lintas.

a. Kompenen Lalu Lintas

Terdapat tiga komponen lalu lintas yaitu manusia sebagai konsumen, kendaraan dan jalan yang saling melakukan interaksi dalam pergerakan kendaraan yang memenuhi kondisi mengemudi yang diikuti oleh pengemudi mengikuti aturan lalu lintas yang ditetapkan berdasarkan aturan hukum lalu lintas jalan raya dan angkutan umum yang diharuskan untuk dapat mencapai persyaratan geometri sebgai berikut:

1. Manusia Sebagai Pengguna

Manusia sebagai pengguna lalu lintas memiliki peran yang paling penting, yaitu sebagai pengemudi kendaraan maupun sebagai pejalan kaki yang dalam konsisi normal mempunyai kemampuan dan kewaspadaan yang berbeda (waktu reaksi, fokus, dan lain sebagainya). Perbedaan ini selanjutnya dipengaruhi oleh kondisi fisik dan psikologis, usia dan jenis kelamin, serta pengaruh eksternal seperti cuaca, penerangan jalan, dan perencanaan penggunaan lahan.

2. Kendaraan

Kendaraan merupakan alat bantu yang digunakan manusia sebagai pengemudi yang memiliki karakteristik seperti kecepatan, akselerasi, perlambatan, dimensi dan beban yang membutuhkan ruang lalu lintas yang cukup untuk dapat bergerak dengan baik dalam sistem lalu lintas.

3. Jalan

Jalan tersebut merupakan jalan yang direncanakan untuk kendaraan bermotor dan kendaraan tidak bermotor, termasuk pejalan kaki. Jalan tersebut dirancang agar

(13)

dapat mengalirkan arus lalu lintas dengan lancar dan dapat menampung beban gardan kendaraan serta aman, sehingga mengurangi angka kecelakaan di jalan raya.14

b. Manajmen lalu Lintas

Manajemen lalu lintas berdasarkan yang dijelaskan dalam UU No. 22 tahun 2009 tentang lalu lintas jalan dan angkutan diartikan sebagai rangkaian kegiatan dan kegiatan yang meliputi perencanaan, pengadaan, pemasangan, pengaturan dan pemeliharaan instalasi peralatan jalan dalam rangka pencapaian, penunjang dan pemeliharaan

keselamatan, keamanan, ketertiban dan lalu lintas.15

c. Disiplin Berlalu Lintas

Menurut Purwadi dan Saebani, disiplin lalu lintas berarti mematuhi apa yang dilarang di jalan, baik yang di rambu maupun tidak, yang larangannya yang dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Disiplin transportasi mencerminkan sebuah kodisi kedisiplinan suatu negara serta dapat menunjukan harkat dan martabat negara. Maka dari itu, sebuah pemerintahan harus memprioritaskan kualiatas manusia melalui perbaikan tingkat pendidikan masyarakat terkait disiplin transportasi, yang tidak hanya perlu diajarkan di luar sekolah seperti dulu, tetapi harus lebih mendasar melalui pendidikan intrakurikuler.

Disiplin dalam lalu lintas individu merupakan wujud tingkah laku seseorang yang bertanggung jawab terhadap aturan atau norma yang terjadi di jalan raya sebagai wujud kesadaran individu yang merupakan proses pembelajaran dari lingkungan sosialnya

14 https://id.wikibooks.org/wiki/Manajemen_Lalu_Lintas di akses pada tanggal 14 Agustus 2019 15 Ibid

(14)

sehingga perilaku disiplin dapat mengarah pada keselamatan, kelancaran dan ketertiban. lalu lintas. Lalu lintas awal harus dimulai, baik di sekolah maupun di rumah. Dimasukkannya kurikulum lalu lintas di sekolah merupakan langkah positif untuk memberikan pemahaman kepada siswa agar berhati-hati di jalan. Dalam dikte Rekayasa Lalu Lintas (Hary, 2008: 98)

1. Faktor-Faktor Disiplin Berlalu Lintas

Menurut Fatnanta, aspek disiplin berlalu lintas meliputi:

a. Pengemudi dengan disiplin lalu lintas tinggi akan selalu mengendarai sepeda motornya dengan hati-hati. Memiliki rasa ketenangan pada diri sendiri merupakan tanda bahwa seseorang sedang berhati-hati.

b. Tanggung jawab atas keselamatan diri dan orang lain Disiplin lalu lintas pada individu akan dapat berkembang jika terdapat rasa saling menghormati antar sesama pengguna jalan.

c. Sebuah. Memahami aturan lalu lintas Memahami aturan lalu lintas membuat pengemudi disiplin. Undang-undang lalu lintas dan jalan pada dasarnya berisi panggilan, larangan, dan izin.

d. Kesiapan sendiri dan kelayakan kendaraan yang akan digunakan dengan memeriksa kendaraan yang akan digunakan seperti pengecekan pengereman, kondisi ban, bahan bakar dan oli. Kemudian pengemudi juga diwajibkan memiliki semua dokumen kendaraan bermotor dan dibawa

setiap kali mengeudikan kendaraan.16

(15)

2. Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Disiplin Berlalu Lintas

Fatnanta menjelaskan (Wardhana, 2009: 117) beberapa faktor yang mempengaruhi disiplin berlalu lintas, antara lain:

a. Faktor Internal

Faktor-faktor yang muncul dari dalam diri sendiri, berupa sikap dan kepribadian yang mencerminkan tanggung jawab untuk hidup tanpa paksaan dari luar, dilaksanakan berdasarkan keyakinan yang benar bahwa hal tersebut bermanfaat bagi diri sendiri dan masyarakat serta mencerminkan kemampuan seseorang. kepentingan dan kendali pribadi mematuhi hukum dan norma serta adat istiadat yang berlaku di lingkungan sosial.

b. Faktor Eksternal

Faktor disiplin dipandang sebagai alat untuk menciptakan tingkah laku atau masyarakat sehingga dapat di implementasikan dalam bentuk relasi dan batasan yang dianggap bisa mengontrol serta mengatur kehidupan manusia sehingga larangan hanya dikenakan terhadap individu maupun kelompok yang melanggar aturan dan hukum serta norma yang ada di masyarakat di wilayah tertentu. Disiplin lalu lintas sebagai salah satu faktor eksternal yang terdiri dari beberapa elemen sebagai berikut:

1) Unsur paksaan hukum, aturan serta norma yang diwakili oleh penegakan hukum pada setiap anggota masyarakat untuk menaati hukum dan norma yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

(16)

2) Mengontrol, mengontrol dan membentuk elemen-elemen perilaku Faktor-faktor tersebut adalah aturan serta norma yang menjadi dasar bagi individu dan kelompok untuk bermasyarakat. Dengan instrumen hukum, aturan, dan norma tersebut, setiap individu akan berupaya untuk memposisikan diri serta mengendalikan tindakan sesuai dengan aturan yang yang ada di tempat tersebut. Hukum dan norma senantiasa bersifat mengatur, mengendalikan, dan membentuk perilaku manusia agar tertib, terkendali, dan membentuk

tingkah laku manusia agar sesuai dengan aturan hukum yang ada.17

C. Pengertian Angkutan Jalan

Pada Pasal 1 Undang Undang No. 14 Tahun 1992 Tentang: Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan menjelaskan bahwa angkutan jalan adalah pemindahan barang dan atau orang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan. Kendaraan yang dimaksudkan adalah suatu alat yang dapat bergerak di jalan dan atau di atas permukaan air berupa kendaraan yang menggunakan

tenaga motor dan tidak bermotor.18

D. Pengertian Anak

Mengacu pada Kamus Umum Bahasa Indonesia tentang arti anak, secara

etimologis diartikan sebagai manusia muda atau manusia yang belum dewasa.19

Menurut R.A. Kosnan “Anak-anak yaitu manusia muda dalam umur muda dalam jiwa dan perjalanan hidupnya karena mudah terpengaruh untuk keadaan

17 Ibid. Hal.117

18 Pasal 1 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

(17)

sekitarnya”.20 Karena itu anak perlu mendapat perhatian yang serius. Namun, sebagai makhluk sosial yang paling rentan dan rentan, ironisnya, anak seringkali ditempatkan pada posisi yang paling tidak beruntung, tidak memiliki hak untuk berbicara, dan seringkali menjadi korban kekerasan dan pelanggaran

hak-haknya.21

Di Indonesia sendiri terdapat beberapa definisi anak menurut peraturan perundang-undangan, serta menurut para ahli. Namun di antara beberapa definisi tersebut tidak terdapat kesamaan pengertian tentang anak, karena hal tersebut melatarbelakangi maksud dan tujuan undang-undang dan para ahli masing-masing. Pengertian anak menurut aturan hukum dapat dilihat sebagai berikut:

a. Berdasarkan KUHP dan KUHP Perdata.

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Pasal 72 membatasi usia anak hanya 16 (16) tahun, dan Pasal 283 (1) membatasi usia anak yang belum berusia 17 (17) tahun. ) tahun Meskipun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHP Perdata) belum siap, mereka yang belum berusia 21 tahun dan belum pernah menikah tidak dapat melakukan perbuatan hukum apa pun.

b. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak.

Pasal 1 ayat 2 menjelaskan bahwa “Anak adalah seseorang yang belum

mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin”22

20 R.A. Koesnan, Susunan Pidana dalam Negara Sosialis Indonesia, (Bandung :Sumur, 2005) , hal. 113 21 Arif Gosita, Masalah perlindungan Anak, (Jakarta : Sinar Grafika, 1992), hal. 28

22 Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, bab I, Pasal 1

(18)

c. Berdasarkan Undang-undang Nomor 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak.

Pasal 1 ayat 1 menyatakan bahawa “anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan”. Dari definisi tersebut, anak dijelaskan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 1 ayat 1 Undang undang tersebut dapat diketahui bahwa seseorang dapat disebut anak jika

memenuhi syarat sebagai berikut23

1) Belum berusia 18 (delapan belas) tahun

Ungkapan "belum 18 (delapan belas) tahun" dalam pasal 1 angka 1 UU No. 35 Tahun 2014 tentang amandemen Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sama dengan frasa “di bawah usia 18 (delapan belas) tahun pada pasal 1 Konvensi. tentang hak anak yang telah diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998.

2) Termasuk anak yang masih dalam kandungan

Memberi makna ungkapan “Termasuk Anak yang Belum Lahir” dalam pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak sehingga dikaitkan dengan pasal 2 KUH Perdata yang menyatakan bahwa “anak

(19)

dalam kandungan perempuan dianggap telah lahir, bila kepentingan anak diinginkan”.

d. Berdasarkan Konvensi Hak-Hak anak

Pasal 1 konvensi Hak-hak anak menyatakan bahwa “untuk tujuan-tujuan konvensi ini maka, seorang anak berarti setiap manusia di bawah umur 18 (delapan belas) tahun, kecuali menurut Undang-undang yang berlaku pada anak, kedewasaan dicapai lebih awal”. Konvensi Hak Anak (Konvensi Hak Anak), Resolusi No. 109 Tahun 1990 disetujui dengan Keputusan Presiden No. 36 Tahun 1990 dan dijadikan salah satu pertimbangan pembentukan UU No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Remaja.

e. Berdasarkan Undang-undang nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Pasal 1 angka 1 bahwa Sistem Peradilan Pidana Anak yang diatur dalam Undang-undang nomor 11 tahun 2012 adalah sistem mengenai proses penyelesaian perkara”anak yang berhadapan dengan hukum”. “Anak yang berhadapan dengan hukum” yang dimaksud oleh Undang undang nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, terdiri atas:

1. Anak yang melawan hukum yang selanjutnya disebut anak adalah anak berusia 12 (dua belas) tahun tetapi belum berusia 18 (delapan belas) tahun yang disangka melakukan tindak pidana (Pasal 1 angka 3).

(20)

2. Anak yang menjadi korban tindak pidana yang selanjutnya disebut anak korban adalah anak yang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun yang menderita kerugian fisik, mental, dan / atau ekonomi akibat tindak pidana tersebut (Pasal 1 angka 4).

3. Anak yang menyaksikan tindak pidana yang selanjutnya disebut saksi anak merupakan anak yang harus berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun sehingga dapat memberikan informasi untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di pengadilan terhadap pelaku kejahatan parker yang didengar, dilihat dan atau dialami oleh dirinya sendiri.

(Pasal 1 angka 5).24

Menurut penulis, frasa “anak yang berhadapan dengan hukum” dalam Pasal 1 angka 2 diambil dari ketentuan yang terdapat dalam pasal -pasal berikut : Pasal 1 angka 2 diambil dari ketentuan yang terdapat dalam pasal -pasal berikut :

1. Pasal 59 UU Perlindungan Anak No. 23 tahun 2002 menyatakan bahwa: Pemerintah dan lembaga dibawahnya memiliki kewajiban dan tanggung jawab untuk memberikan perlindungan khusus terhadap anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, dan lain sebagainya."

2. Pasal 64 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyebutkan ayat (1): Perlindungan khusus anak yang bertentangan isi Pasal

24 Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak,

(21)

59 yaitu, meliputi anak yang berkonflik dengan hukum dan anak yang menjadi korban tindak pidana menjadi tanggung jawab serta kewajiban pemerintah dan masyarakat yang bertanggung jawab. Ayat(2):

a. Perlindungan khusus bagi anak yang dihadapkan dengan kasus hukum sebagaimana dijelaskan dalam ayat (1) dilaksanakan melalui: Perlakuan atas anak secara manusiawi sesuai dengan bat dan hak-hak anak

b. Penyediaan sarana dan prasarana khusus

c. Penyediaan petugas pendamping khusus anak sejak dini

d. Pemberian hukuman yang tepat untuk kepentingan yang terbaik bagi anak

e. Pemberian jaminan untuk mempertahankan hubungan orangtua atau f. Keluarga dan Perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media

masa dan untuk menghindari labelisasi.25

g. Pemantauan dan pencatatan yang berkelanjutan terhadap

perkembangan anak yang berhadapan dengan hukum

Ketentuan Pasal 1 angka 3 menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan "anak" dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak adalah anak yang diduga melakukan tindak pidana, anak tersebut harus berusia berusia 12 (dua belas) tahun dan belum berusia 18 (delapan belas) tahun. Atau dengan kata lain anak tang dimaksud dijelaskan dalam Undang-Undang nomor 11 tahun 2012 adalah anak yang memenuhi persyaratan berikut:

(22)

a. Anak tersebut diduga melakukan tindak pidana

b. Telah menginjak usia 12 ( dua belas) tahun tetapi belum berusia 18

(delapan belas) tahun.26

Keterangan lebih detail mengenai pengertian anak sebagai pelaku tindak pidana, berikut ini akan dijelaskan pengertian pelaku tindak pidana. Penjahat adalah mereka yang telah melakukan tindakan yang melanggar hukum (ketentuan yang ada) secara tegas disebut sebagai perbuatan yang dilarang dan dapat dihukum. Penjahat juga dapat termasuk mereka yang berpartisipasi dalam melakukan, memerintahkan, atau membujuk seseorang untuk melakukan tindak pidana.

Pada undang-undang lalu lintas menetapkan batas 18 tahun untuk mendapatkan SIM A, 21 tahun untuk mendapatkan SIM B1, dan 16 tahun untuk mendapatkan SIM C. Undang-undang ini tidak memberikan perlakuan khusus

bagi mereka yang sudah menikah maupun yang belum menikah27

26 Ibid, hal.16.

Referensi

Dokumen terkait

Konsentrasi sumber karbon tepung ampas tahu yang tepat dalam media fermentasi untuk memproduksi gum xanthan oleh isolat bakteri Xh.C adalah konsentrasi tepung ampas tahu

Melihat tinjauan pustaka dan penelitian terdahulu di atas penulis melihat adanya pengaruh yang signifikan antara orientasi belanja yang terdiri dari dorongan

8 Ainur rohmah/ 2013/ universitas dian nuswantoro semarang Perhitungan harga pokok produksi berdasarkan metode harga pokok pesanan untuk efisiensi biaya produk studi kasus pada

bahwa dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara

Insidensi tumor pada kelompok perlakuan ekstrak dosis 250 mg/kg BB mencapai 4/10 dalam waktu 16 minggu, artinya hanya 4 ekor tikus yang terkena tumor mamae (n=10).. Adapun

&ak atas in4ormasi pasien ada,ah suatu hak yan+ dimi,iki o,eh pasien tentan+ semua 4akta dan keadaan pasien yan+ te,ah disampaikan dan diketahui dokter atau tena+a kesehatan

Langkah- langkah yang dilakukan sebelum verifikasi dosis radiasi adalah menentukan faktor kalibrasi TLD-100, mengukur dosis radiasi permukaan pasien kanker payudara

Serat kayu dengan nilai Muhlstep yang tinggi berarti serat tersebut memiliki dinding yang tebal dan lumen yang sempit sehingga luas area kontak antar serat menjadi kecil [5]..