• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pula dengan terbelakang mental, lemah ingatan, febleminded, mental subnormal,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pula dengan terbelakang mental, lemah ingatan, febleminded, mental subnormal,"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

10 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Tentang Anak Tunagrahita 2.1.1 Pengertian Anak Tunagrahita

Isitilah anak berkelainan mental subnormal dalam beberapa referensi disebut pula dengan terbelakang mental, lemah ingatan, febleminded, mental subnormal, tunagrahita. Semua makna dari istilah tersebut sama, yakni menunjukan kepada seseorang yang memiliki kecerdasan mental dibawah normal. Anak yang berkelainan mental dalam arti kurang atau tunagrahita, yaitu anak yang diidentifikasi memiliki tingkat kecerdasan yang sedemikian rendahnya (di bawah normal) sehingga untuk meniti tugas perkembangannya memerlukan bantuan atau layanan secara spesifik, termasuk dalam program pendidikannya (Efendi, 2009).

Tunagrahita (retardasi mental) adalah anak yang secara nyata mengalami hambatan dan keterbelakangan perkembangan mental intelektual di bawah rata-rata sehingga mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugas-tugasnya. Ketunagrahitaan mengacu pada intelektual umum yang secara signifikan berada dibawah rata-rata. Para penyandang tunagrahita mengalami hambatan dalam tingkah laku dan penyesuaian diri. Semua itu berlangsunng atau terjadi pada masa perkembangan (Cahya, 2013).

The American Association on Mental Deficiency (AAMD) memberikan justifikasi tentang anak tunagrahita dengan merujuk kepada kecerdasan secara umum di bawah rata-rata. Dengan kecerdasan yang sedemikian rendah menyebabkan anak tunagrahita mengalami kesuliatan dalam menyesuaikan sosial pada setiap fase perkembangannya. Berdasarkan kapabilitas kemampuan yang dirujuk sebagai dasar pengembangan potensi, anak tunagrahita dapat diklasifikasikan menjadi: (a) anak tunagrahita

(2)

11 memiliki kemampuan untuk dididik dengan rentang IQ 50-75, (b) anak tunagrahita memiliki kemampuan untuk dilatih dengan rentang IQ 25-50 (c) anak tunagrahita memiliki kemampuan untuk dirawat dengan rentang IQ 25-ke bawah (Efendi, 2009).

Anak tunagrahita adalah mereka yang kecerdasannya jelas dibawah rata-rata disertai dengan adanya hambatan dalam perilaku adaptif. Kelainan meliputi fungsi intelektual umum di bawah rata-rata (sub-average), yaitu IQ 84 ke bawah sesuai tes. Kelaianan yang muncul sebelum usia 16 tahun. Kelainan yang menunujukan hambatan dalam perilaku adaptif (Sudrajat & Rosida, 2013)

2.1.2 Eiologi Tunagrahita

Sebab terjadinya ketunagrahitaan pada seorang menurut kurun waktu terjadinya, yaitu dibawa sejak lahir (faktor endogen) dan faktor dari luar seperti penyakit atau keadaan lainnya (faktor eksogen). Dari sisi pertumbuhan dan perkembangan, penyebab ketunagrahitaan menurut Devonport dapat dirinci melalui jenjang berikut: (1) kelainan atau ketunnaan yang timbul pada benih plasma, (2) kelainan atau kenunaan yang dihasilkan selama penyuburan telur, (3) kelainan atau ketunaan yang dikaitkan dengan implantasi, (4) kelainan atau ketunaan yang tibul dalam embrio, (5) kelainanan atau ketunaan yang timbul dari luka saat kelahiran, (6) kelainan atau ketunaan yang timbul dalam janin, dan (7) kelainan atau ketunaan yang timbul pada masa bayi dan masa kanak-kanak (Efendi, 2009).

Terdapat berbagai faktor yang menyebabkan seseorang menjadi tunagrahita. Para ahli dari berbagai ilmu telah membagi faktor-faktor penyebab menjadi beberapa kelompok. Straus mengelompokan faktor-faktor tersebut menjadi dua gugus yaitu endogen dan eksogen. Suatu faktor yang dimasukan kedalam gugus endogen apabila letaknya pada sel keturunan, faktor ini diturunkan. Sedangkan yang termasuk kedalam faktor eksogen adalah hal-hal diluar keturunan, misalnya infeksi dan virus yang

(3)

12 menyerang otak, benturan dan radiasi dan sebagainya, faktor ini diturunkan. Kalangan lain membagi faktor faktor penyebab ini atas faktor lingkungan dan faktor individu. Kalangan ini biasanya tidak sama dalam mengelompokan faktor-faktor tersebut, mereka yang bekerja pada lapangan sosiologi biasanya memasukkan hal-hal yang terjadi sesudah lahir sebagai faktor lingkungan, yang terjadi sebelum lahir dimasukkan sebagai faktor individu. Sedangkan mereka yang bekerja di lapangan Biologi cenderung memasukkan semua hal yang terjadi di luar sel bibit benih (gen) sebagai faktor lingkungan, adapun yang mereka masukkan ke dalam faktor individu hanyalah faktor-faktor yang terdapat pada sel benih (Apriyanto, 2013).

Cara lain yang sering juga digunakan dalam pengelompokkan faktor-faktor penyebab ketunagrahitaan adalah membagi dalam tiga gugus, yang jika disusun secara kronologis adalah (1) faktor-faktor yang terjadi sebelum anak lahir (prenatal), (2) faktor-faktro yang terjadi saat dilahirkan (natal atau perinatal), dan (3) faktor-faktor yang terjadi sesudah dilahirkan (postnatal). Perlu diingat bahwa istilah prenatal, natal atau perinatal, dan pstnatal, bukanlah penyebab melainkan hanya waktu terjadinya penyebab terjadinya ketunagrahitaan (Apriyanto, 2013).

Selainan sebab-sebab di atas, ketunagrahitaan pun apat terjadi karena: (1) radang otak, (2) gangguan fisiologis, (3) faktor hereditas, dan (4) pengaruh kebudayaan. Radang otak merupakan kerusakan pada area otak tertentu yag terjadi saat kelahiran. Radang otak ini terjadi karena adanya pendarahan pada otak (intracranial haemorbage). Pada kasus yang ekstrem, peradangan akibat pendarahan menyebabkan gangguan motorik dan mental. Sebab-sebab yang pasti sekitar pendarahan yang terjadi dalam otak belum dapat diketahui.

(4)

13 Gangguan fisiologis dari virus yang dapat menyebabkan ketunagrahitaan di antaranya rubella (campak jerman). Virus ini sangat berbahaya dan berpengaruh sangat besar pada tri sesmester pertama saat ibu mengandung, sebab akan memberi peluang timbulnya keadaan ketunagrahitaan terhadap bayi yang dikandung. Selain rubella,bentuk gangguan fisiologis lain adalah rhesus factor, mongoloid (penampakan fisik mirip keturunan orang mongol) sebagai akibat gangguan genetik, dan cretinisme atau kerdil sebagai akibat gangguan kelenjar tiroid.Faktor hereditas atau keturunan diduga sebagai penyebab terjadinya ketunagrahitaan masih sulit dipastikan kontribusinya sebab para ahli sendiri mempunyai formulasi yang berbeda mengenai keturunan sebagai penyebab ketunagrahitaan. Faktor kebudayaan adalah faktor yang berkaitan dengan segenap perikehidupan lingkungan psikososial. Dalam beberepa abad faktor kebudayaan sebagai penyebab ketunagrahitaan sempat menjadi masalah yang kontrovesial. Di satu sisi, faktor kebudayaan memang mepunyai sumbangan positif dalam membangun kemampuan psikofisik dan psikososial anak secara baik, namun apabila faktor-faktor tersebut tidak beperan baik, tidak menutup kemungkinan berpengaruh terhadap perkembangan psikofisik dan psikososial pada anak (Efendi, 2009)

Faktor etiologi biomedik penyebab ketunagrahitaan yakni 6,4% akibat trauma dan anoxia prenatal, 35,61% akibat faktor genetik, 6,2% akibat infeksi prenatal, 5,0% akibat infeksi otak setelah lahir, dan 2,0% lainnya lahir prematur.Beradasarkan hasil survei yang dilakukan di inggris dan beberapa negara bagian di Amerika Serikat, prevalensi anak tunagrahita berdasarkan tingkat sosial ekonomi dan kebudayaan tempat anak berasal (Efendi, 2009).

(5)

14 2.1.3 Klasifikasi Anak Tunagrahita

Anak tunagrahita mampu didik (debil) adalah anak tunagrahita yang tidak mampu mengikuti pada program sekolah biasa, tetapi ia masih memiliki kemampuan yang dapat dikembangkan melalui pendidikan walaupun hasilnya tidak maksimal. Kemampuan yang dapat dikembangkan tunagrahita mampu didik antara lain; (a) membaca, menulis, mengeja, dan berhitung, (b) meneyesuaikan diri dan tidak menggantungkan diri pada orang lain. (c) keterampilan yang sederhana untuk kepentingan kerja dikemudian hari.Kesimpilannya, anak tunagrahita mampu didik berarti anak tunagrahita yang dapat dididik secara minimal dalam bidang-bidang akademis, sosial, dan pekerjaan.

Anak tunagrahita mampu latih (imbecil) adalah anak tunagrahita yang memiliki kecerdasan sedemikian rendahnya sehingga tidak mungkin untuk mengikuti program yang diperuntukan bagi anak tunagrahita mampu didik.Beberapa kemampuan anak tunagrahita mampu latih yang perlu diberdayakan yaitu; (a) belajar mengurus diri sendiri misalnya makan, berpakaian, tidur, dan mandi sendiri, (b) belajar menyesuaikan di lingkungan rumah dan sekitarnya, (c) mempelajari kegunaan ekonomi dirumah, di bengkel kerja (sheltered workshop), atau di lembaga khusus. Kesimpulannya, anak tunagrahita mampu latih berarti anak tunagrahita hanya dapat dilatih utuk mengiris diri sendiri melalui aktivitas kehidupan sehari-hari (activity daily living), serta melakukan fungsi sosial kemasyarakatan menurut kemampuannya.

Anak tunagrahita mampu rawat (idiot) adalah anak tunagrahita yang memiliki kecerdaan yang sangat rendah sehingga ia tidak mampu mengurus diri sendiri atau sosialisasi. Dengan kata lain anak tunagrahita mampu rawat adalah anak tunagrahita yang membutuhkan perawatan sepenihnya sepanjang hidupnya, karena ia tidak mampu terus hidup tanpa bantuan orang lain (Efendi, 2009).

(6)

15 Penggolongan anak tunagrahita untuk keperluan pembelajaran sebagai berikut:

a) Educable (mampu didik)

Anak pada kelompok ini masih mempunnyai kemampuan dalam akademik setara dengan anak reguler pada kelas 5 sekolah dasar.

b) Trainable (mampu latih)

Mempunyai kemampuan dalam mengurus diri sendiri, pertahanan diri, dan penyesuaian sosial. Sangat terbtas kemampuan untuk mendapat pendidikan secara akademik.

c) Custodial (mampu rawat)

Dengan pemberian latih yang terus menerus dan khusus, dapat melatih anak rentang dasar-dasar cara menolong diri sendiri dan kemampuan yang bersifat komunikatif (Sudrajat & Rosida, 2013).

2.2 Tinjauan Tentang Oral Hygiene (Kebersihan Mulut) 2.2.1 Oral Hygiene (Kebersihan Mulut)

Kebersihan mulut dalam kesehatan gigi dan mulut sangatlah penting. Beberapa masalah mulut dan gigi dapat terjadi karena kurang menjaga kebersihan mulut dan gigi. Kesadaran menjaga kesehatan mulut sangat perlu dan merupakan obat pencegahan terjadinya masalah gigi dan mulut yang paling tepat lebih baik mencegah darpada mengobati (Hidayat & Tandiari, 2016).

Menurut Titien, 2013 secara umum, kelainan struktur maupun bentuk gigi pada ABK (Anak Berkebutuhan Kusus) jarang dijumpai kecuali pada ABK yang mengalami kelainan genetic, contohnya Down syndrome atau Tunagrahita. Pada anak Down syndrome banyak dijumpai kelaianan-kelaianan pada rongga mulut antara lain; agenesis terutama incisvus lateral rahang atas, gigi lebih pendek dan membulat, akar gigi lebih pendek, bentuk gigi lebih sederhana dan fisura lebih bervariasi serta

(7)

16 dangkal. Erupsi gigi lambat dan mengalami spasing hamper seluruh gigi. Penyakit jaringan periodontal tinggi. Ukuran maksila kecil karena pertumbuhan kedepan dan bawah kurang, relasi molar cenderung Angkle kI III. Posterior cross-bite unilateral atau bilateral. Tongue thrusting yang menyebabkan open bite anterior, makroglosi atau lidah membesar. Sebagian besar ABK mempunyai angka karies yang cukup tinggi, demikian juga dengan penyakit periodontal. Hal itu dikarenakan keterbatasan kemampuan mereka dalm melakukan hygiene mulut.

ABK yang disebabkan trauma dan mengalami injuri pada otak, sering mengalami injuri pada otak, sering mengalami kelainan syaraf motoric. Kelainan syaraf motoric dapat terjadi pada anggota badan, sehingga postur dan cara berjalan mengalai kelaianan. Selain itu kelainan syaraf motorik juga menyerang otot-otot sekitar mulut yaitu otot-otot mrngunyah, otot penelanan, otot bibir dan pipi. Penyimpanan aktivitas otot akan menyebabkan kelainan pada jaringan keras tempat otot-otot tersebut. Penyimpangan aktivitas otot sekitar mulut, akan menjadi factor risiko terhadap penyimpangan tumbuh kembang dentokraniofasial. Disamping itu kelainan pada otot-otot sekitar mulut juga menyebabkan kelaianan pertumbuhan rahang dan menyebabkan maloklasi gigi-geligi. Dampak buruk dari adanya maloklasi pada gigi geligi adalah sulitnya melakukan pembersihan gigi dengan baik dan hal ini akam menyebabkan angka karies yang tinggi.

2.2.2 Cara Menjaga Kebersihan Mulut

1. Sikat gigi. Semua orang pasti sudah tau caranya, mungkin juga sudah melakukannya setiap hari. Jadi yang penting di sini adalah pengenalan teknik menyikat gigi yang tepat, memotivasi untuk menyikat gigi secara teratur, dan pemilihan pasta gigi dengan tepat. Teknik sikat gigi secara horizontal lazim dilakukan dan dikenal secara umum, dan itu ternyata merupakan suatu

(8)

17 kesalahan karena dengan cara demikian lambat laun dapat menimbulkan resesi gingival dan abrasi gigi. Pemilihan bulu sikat yang halus juga penting agar tidak melukai gusi. Hendaknya sikat gigi diganti sekurang-kurangnya tiap sebulan sekali. Dengan demikian bulu sikat masih tetap efektip dalam membersihkan gigi (Hidayat & Tandiari, 2016).

2. Kumur-kumur antiseptik (oral rinse). Terdapat berbagai bahan aktif yang sering digunakan sebagai kumur-kumur yang dijual bebas pada umumnya berasal dari minyak tumbuh-tumbuhan seperti metal salisilat (seperti pada produk Listerine). Selain itu ada yang diresepkan oleh dokter, yaitu chlorhexidine 0.20% (seperti pada prosuk Minosep) dan H2O2 1.5% atau 3.0%. kumur-kumur yang lebih murah dan cukup efekif adalah dengan air garam hangat. Sebenarnya kumur-kumur lebih diperlukan pada penyakit-penyakit gusi dan periodontal, sedangkan dalam penggunaan sehari-hari tidak terbukti dalam mencegah karies, apalagi jika penggunaan tidak diawali dengan sikat gigi (Hidayat & Tandiari, 2016).

3. Dental floss atau benang gigi. Akhir-akhir ini cara tersebut mulai banyak diperkenalkan dan cukup ampuh untuk membersihkan sela-sela gigi. Teknik penggunaan harus dimengerti dengan tepat, karena jika tidak bukannya mencegah penyakit periodontal tetapi terjadi malah melukai gusi dan membuat radang. Pembersih lidah juga sudah mulai banyak digunakan, baik untuk membersihkan dorsum lingual yang sering kali luput kita bersihkan saat menyikat gigi. Tumpukan debris di dorsum lidah penuh dengan kuman-kuman oportunis serta candida yang bermukim sebagai flora normnal maupun transient (Hidayat & Tandiari, 2016).

(9)

18 2.3 Tinjauan Tentang Kerusakan atau Penyakit pada Mulut

2.3.1 Karies Gigi

Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi, yaitu email, dentin dan sementum yang disebabkan oleh aktivitas suatu jasad renik dalam suatu karbohidrat yang dapat diragikan. Tandanya adalah demineralisasi jaringan keras gigi yang kemudia diikuti oleh kerisakan bahan organiknya. Akibatnya, terjadi invasi bakteri dan kematian pulpa serta penyebaran infeksinya ke jaringan pariapeks yang dapat menyebabkan nyeri. Walaupun demikian, mengingat mungkinnya remineralisasi terjadi, pada stadium yang sangat dini penyakit ini dapat dihentikan (Hidayat & Tandiari, 2016).

Menurut Malik, 2009 karies gigi merupakan demineralisasi permukaan gigi yang disebabkan oleh bakteri. Produk dari bakteri yang terdapat didalamnya berupa asam. Dalam periode waktu tertentu, asam ini akan menghancurkan email, menyebabkan terjadinya gigi berlubang. Gigi berlubang merupakan satu bentuk kerusakan pada email gigi, penyebab gigi berlubang yaitu:

1. Plak yang terkumpul 20 menit setelah makan yang berisi bakteri 2. Plak yang tidak terangkat akan mengeras menjadi kalkulus

3. Plak dan kalkulus mengiritasi gusi mengakibatkan perkembangan gusi dan kegoyangan gigi.

4. Asam yang dibentuk oleh bakteri pada permukaan email menyebabkan gigi berlubang

5. Gigi berlubang akan merusak pembuluh syaraf dan pembuluh darah sehingga menyebabkan abses gigi

(10)

19 Gigi berlubang dapat terjadi pada semua umur. Paling sering terjadi pada anak-anak dan usia muda.

2.3.2 Karang Gigi (Plak)

Secara singkat, karang gigi adalah plak yang mengeras karena proses mineralisasi. Kalua karang ini muncul maka bisa dipastikan tidak menyikat mahkota gigi dengan efektif dan tepat guna sehingga tidak sampai menghilangkan plak yang ada. Perhatikan cara menyikat gigi, terutama pada saat membersihkan pada mahkota gigi bagian dalam (belakang) (Hidayat & Tandiari, 2016).

2.3.3 Radang Gusi

Radang gusi memiliki gambaran tanda-tanda berwarnah merah tua, terlihat bengkak, terasa sakit, dan mengeluarkan darah, baik secara tiba-tiba atau spontan ataupun karena terkena kontak dengan sesuatu, seperti sikat gigi, ditekan, makanan, dan sebagainya. Hal ini dapat disebabkan karena menyikat gigi dengan tekanan yang terlalu besar pada daerah gusi. Bisa juga karena plak yang ada di daerah perbatasan gusi dan gigi tidak dibersihkan dengan cukup baik. Kurangi tekanan yang berlebihan yang mungkin dilakukan (Hidayat & Tandiari, 2016).

2.3.4 Gigi Sensitif & Nafas Bau

Sebenarnya tidak ada penyakit gigi sensitive, tetapi istilah ini digunakan untuk menggambarkan rasa ngilu yang muncul pada gigi saat terjadi kontak dengan suhu yang terlalu dingin atau terlalu panas. Hal ini biasa disebabkan karena menyikat gigi terlalu keras menyikat gigi terlalu keras akan merusak lapisan gigi. Sebetulnya lebih baik menyikat gigi terlalu keras, jauh lebih baik menyikat gigi dengan kelembutan dan teratur. Nafas bau di akibatkan karena kegagalan membersihkan mulut secara keseluruhan, tidak terbatas pada gigi saja. Membersihkan atau menyikat mahkota gigi yang tidak adekuat atau tepat juga menimbulkan nafas bau. Sisa makanan yang

(11)

20 terjebak disela gigi dan lubang gigi yang dipenuhi sisa makanan yang tidak dibersihkan oleh proses penyikatan yang menyebabkan nafas bau (Hidayat & Tandiari, 2016).

2.3.5 Sariawan

Sariawan atau stomatis adalah radang yang terjadi pada mukosa (pipi bagian dalam) mulut, biasanya bercak putih kekuningan. Bercak itu berapa bercak tunggal maupun berkelompok, sariawan dapat menyerang selaput lendir pipi bagian dalam, bibir bagian dalam, lidah, gusi, serta langit-langit dalam rongga mulut. Meskipun tidak tergolong berbahaya namun sariawan sangat mengganggu. Penyakit ini tergolong ringan, hanya mengulari selera makan pada anak karena rasa perih yang dialami akibat sentuhan makanan pada sariawannya. Umumnya lokasi sariawan di bibir, lidah, pipi bagian dalam (mukosa), dan tenggorokan namun jarang terjadi pada gusi (Febry & Marendra, 2010).

2.3.6 Gusi Berdarah (Radang Gusi)

Gusi berdarah disebabkan karena adanya plak gigi yang menebal di dasar gigi akibat kebersihan mulut yang kurang terjaga. Gusi berdarah juga terjadi jika menggosok gigi terlalu keras atau memakai gigi palsu yang tidak pas. Pendarah pada gusi biasanya menandakan adanya peradangan pada gusi. Gusi yang sehat berwarna merah pucat dan keras, tetapi gusi yang teridentifikasi sakit akan berwarna merah keunguan, bengkak, mengkilat, dan akan berdarah jika disikat hal tersebut juga membuat bau mulut tidak enak (Tiyani, 2009).

(12)

21 2.4 Tinjauan Tentang Sikat Gigi

2.4.1 Cara Menyikat Gigi yang Benar

Menggosok gigi dengan cara yang benat dan teknik yang baik dapat mencegah berbagai masalah, seperti bau mulut dan gusi bengkak. Berikut adalah cara menyikat gigi yang benar :

a. Posisi membentuk sudut 45 derajat, kemudian gosok gigi secara lembut dan perlahan dengan cara memutar.

b. Gunakan cara yang sama, yaitu memutar untuk menyikat bagian permukaan gigi dalam.

c. Gosok semua bagian permukaan gigi yang digunakan untuk mengunyah, yaitu gigi geraham. Caranya adalah menggunakan ujung bulu sikat gigi dengan tekanan ringan sehingga bulu sikat tidak membengkok.

d. Mengosok gigi dengan posisi tegak dan gerakan perlahan ke atas dan ke bawah untuk mebersihkan gigi dan bagian dalam.

a). b).

c). d).

(13)

22 Dalam merawat kesehatan gigi, harus memperhatikan intensitas atau jumlah mengggosok gigi dalam sehari. Minimal adalah 2 kali dalam satu hari, yaitu pagi dan malam hari sebelum tidur. Agar gusi tidak bengkak atau bahkan berdarah, pilihlah sikat gigi dengan bulu sikat yang lembut. Sipan sikat gigi di tempat kering dan segara ganti dengan yang baru jika bulu sikat sudah rusak. Cara menggosok gigi yang benar dan baik dapt merawat serta manjaga kekuatan gigi aga mulut dan gusi lebih sehat serta mencegah bau mulut karena bakteri. Perawatan gigi secara sederhana yaitu dengan menyikat gigi teratur setiap pagi dan malam hari sebelum tidur (Hidayat & Tandiari, 2016).

2.4.2 Waktu Menyikat Gigi

Waktu terbaik untuk menyikat gigi adalah setelah makan dan sebelum tidur. Menyikat gigi setelah makan bertujuan mengangkat sisa-sisa makanan yang menempel di permukaan ataupun di sela-sela gigi dan gusi. Sedangkan menggosok gigi sebelum tidur, berguna untuk menahan perkembangbiakan bakteri dalam mulut karena dalam keadaan tidur tidak diproduksi ludah yang berfungsi untuk membersihkan gigi dan mulut secara alami. Untuk itu usahakan gigi betul-betul dalam keadaan kondisi yang bersih sebelum tidur. Ketika bangun pagi, gigi masih relatif bersih, sehingga menggosok gigi bisa dilakukan setelah selesai sarapan (Hidayat & Tandiari, 2016).

Teknik sikat gigi secara horizontal lazim dilakukan dan dikenal secara umum, dan itu ternyata merupakan suatu kesalahan karena dengan cara demikian lambat laun dapat menimbulkan resesi gingival dan abrasi gigi. Lebih lanut lagi, penyakit-penyakit periodontal akan lebih mudah terjadi. Pemeliharaan bulu sikat yang halus juga penting agar tidak melukai gusi. Hendaknya sikat gigi diganti sekurang-kurangnya tiap sebulan sekali. Dengan demikian bulu sikat masih tetap efektif dalam mebersihkan gigi. Pasta gigi berfluoride selayaknya dipilih karena dari penelitian kandungan

(14)

23 fluoride tersebut mampu menurun kan angka karies melalui dua hal, mengeliminasi dental plak yang merupakan cikal bakal karies gigi serta suplemen topikal fluoride bagi gigi sebagai mineral protektif penting terhadap karies (Hidayat & Tandiari, 2016).

Gambar

Gambar 2.1 cara menyikat gigi yang benar (Hidayat & Tandiari, 2016)

Referensi

Dokumen terkait

1) HSI merupakan produk fixed broadband yang diharapkan menjadi kontributor utama revenue Telkom Divre II Jakarta menggantikan Telepon Rumah yang saat ini mengalami

Dari bangku SD sampai SMP subjek kasus memiliki prestasi belajar yang baik, meskipun tidak mendapat rengking di kelasnya namun nilainya cukup memenuhi

 Evalusi dan pelaporan pelaksanaan kebijakan dan kegiatan bidang keluarga berencana serta pemberdayaan perempuan Unit Operator Pelaksanaan Kebijakan Kepala Daerah di lingkup

Hal 142 Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan analisis jalur (Path analisis), yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh langsung dan

konsep IPA. Konsep-konsep dalam ilmu.. IPA bermanfaat dalam kehidupan sehari hari mulai dari iptek sampai pada seni. Salah satu contoh sederhana pemanfaatan IPA

Dalam penelitian ini, hipotesis yang telah dirumuskan akan diuji untuk mengetahui Lingkungan Kerja, Disiplin Kerja serta Motivasi Kerja sebagai variabel bebas

Kebijakan hukum pidana bila dikaitkan dengan pendapatSudarto mengenai politik hukum, kebijakan hukum pidana merupakan usaha dalam mengadakan pemilihan atau

Beranjak dari uraian di atas maka saya tertarik untuk membuat suatu alat peraga yang berupa penggaris yang isinya berupa satuan panjang, satuan berat, dan satuan volume, ataupun