• Tidak ada hasil yang ditemukan

POLA PENYEBARAN LIMBAH PADAT B3 DARI FASILITAS KESEHATAN DI SURABAYA SELATAN HAZARDOUS WASTE DISTRIBUTION FROM MEDICAL FACILITIES IN SOUTH SURABAYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "POLA PENYEBARAN LIMBAH PADAT B3 DARI FASILITAS KESEHATAN DI SURABAYA SELATAN HAZARDOUS WASTE DISTRIBUTION FROM MEDICAL FACILITIES IN SOUTH SURABAYA"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

POLA PENYEBARAN LIMBAH PADAT B3 DARI FASILITAS

KESEHATAN DI SURABAYA SELATAN

HAZARDOUS WASTE DISTRIBUTION FROM MEDICAL FACILITIES

IN SOUTH SURABAYA

Rizka Firdausi Pertiwi

a*

, Warmadewanthi

b

a

Mahasiswa Jurusan Teknik Lingkungan FTSP-ITS, Surabaya-60111 b

Dosen Jurusan Teknik Lingkungan FTSP-ITS, Surabaya-60111

Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Keputih-Sukolilo, Surabaya-60111 *rizkafp@gmail.com

Abstrak

Fasilitas kesehatan menghasilkan limbah padat B3 yang berpotensi menyebarkan penyakit apabila tidak dikelola dengan tepat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi jumlah timbulan dan komposisi limbah padat B3 serta inventarisasi pola penyebaran limbah B3. Pengelolaan limbah padat B3 yang telah dilakukan fasilitas kesehatan di Surabaya Selatan diketahui dengan pembagian kuesioner. Data timbulan dan komposisi limbah didapatkan dengan melakukan pengukuran langsung kepada 10 lokasi sampel yang ditentukan dengan metode stratified random sampling. Penyebaran limbah B3 digambarkan dalam peta untuk masing-masing jenis fasilitas kesehatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fasilitas kesehatan yang paling banyak menghasilkan limbah padat B3 adalah Puskesmas induk rawat inap, yaitu 6,4 g/pasien.hari. Komposisi terbesar adalah limbah infeksius non benda tajam (38,9%). Perbedaaan komposisi limbah padat B3 dipengaruhi oleh pelayanan pada fasilitas kesehatan. Limbah B3 dari Puskesmas pembantu selalu dikumpulkan ke Puskesmas induk. Pengangkutan limbah B3 yang dilakukan oleh Puskesmas induk, laboratorium medis dan balai pengobatan juga terjadi hingga di luar wilayah Surabaya Selatan.

Kata kunci: Fasilitas kesehatan, limbah B3, penyebaran limbah Abstract

Medical facilities generate hazardous waste that may cause diseases if poorly managed. It is important to know generation and composition of hazardous waste from the medical facilities. Based on this fact, the aims of the research were to investigate the generation and composition of hazardous waste along with the waste distribution. Data of hazardous waste management in medical facilities of South Surabaya were collected by distributing questionnaires. Generation and composition were measured in 10 sample locations that was selected by stratified random sampling method. Hazardous waste distribution described in map for each type of medical facilities. Based on the sampling, medical facilities that generate the most quantity of waste were central inpatient Puskesmas, by 6.4 g/patient.day. The highest persentage of hazardous waste composition was infectious waste (38,9%). Hazardous waste composition depend on the service in medical facilities. Branch Puskesmas always collect their hazardous waste to central Puskesmas.Central Puskesmas, medical laboratories and clinics also transport their hazardous waste out of South Surabaya area.

(2)

1. Pendahuluan

Surabaya berhasil mendapatkan penghargaan Otonomi Awards dari The Jawa Pos Institute of Pro-Otonomi (JPIP) sebagai daerah yang memiliki terobosan pelayanan kesehatan. Penghargaan yang didapat pada tahun 2009 tersebut semakin memotivasi untuk terus meningkatkan pelayanan kesehatan. Saat ini sudah lebih dari 10 Puskesmas di Surabaya yang sudah dilengkapi dengan pelayanan rawat inap (Yupito, 2010). Selain itu juga terdapat 5 Puskesmas pembantu yang statusnya meningkat menjadi Puskesmas induk (Sahrial, 2011). Peningkatan fasilitas di Puksesmas induk dan Puskesmas pembantu tentunya akan meningkatkan jumlah pasien kepada fasilitas kesehatan tersebut. Jumlah pasien juga akan mepengaruhi jumlah timbulan limbah yang dihasilkan (Paraningrum, 2011). Jumlah limbah medis yang dihasilkan juga dipengaruhi beberapa faktor seperti status fasilitas kesehatan, peralatan yang digunakan dan lokasi fasilitas kesehatan (Mato dan Kassenga, 1997). Limbah medis dianggap sebagai limbah B3 karena mempunyai resiko infeksi yang tinggi (Moritz, 1995). Limbah padat fasilitas kesehatan berpotensi menyebarkan penyakit apabila tidak dikelola dengan tepat. Pengelolaan limbah yang salah mempengaruhi kesehatan pekerja, pasien dan lingkungan fasilitas kesehatan baik secara langsung maupun tidak langsung (Hossain et al., 2011). Untuk melakukan pengelolaan yang baik dibutuhkan data mengenai timbulan dan komposisi limbah. Inventarisari pola penyebaran limbah B3 juga merupakan salah satu cara untuk mengetahui daerah yang paling berpotensi tercemar limbah B3 karena menerima limbah dari daerah lain. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi timbulan dan komposisi limbah padat B3 dari fasilitas kesehatan di Surabaya Selatan serta menggambarkan pola penyebaran limbah padat B3 yang dihasilkan.

2. Metodologi

Penelitian ini dilakukan dengan survei dan pengukuran langsung di lapangan. Gambar 1 menunjukkan langkah kerja dalam pengumpulan data. Pengukuran langsung di lapangan dilakukan pada beberapa fasilitas kesehatan sebagai sampel yang ditentukan dengan metode stratified random sampling. Rumus yang digunakan adalah perhitungan varians (1) dan jumlah sampel (2) .

Gambar 1 Langkah Kerja Rumus perhitungan varians (Dajan, 1986):

s² =

...(1)

Survei Pengelolaan Pengukuran timbulan dan komposisi di lokasi sampel

Survei Pengolahan

Metode Wawancara dan Observasi: Penyebaran kuesioner A ke semua fasilitas kesehatan

Metode Penentuan Sampel: Dengan stratified random

sampling didapatkan 10 lokasi sampel

Metode Sampling: 1. Pengukuran dilakukan selama 8 hari 2. Timbulan limbah padat dan B3 ditimbang

berdasarkan komposisi masing-masing

Metode Wawancara dan Observasi: Penyebaran kuesioner B ke pihak pengolah limbah B3

KESIMPULAN PENGUMPULAN DATA

(3)

Keterangan: s2 = varians

n = jumlah populasi tiap strata

xi = nilai yang divariasikan (jenis limbah) = rata-rata nilai xi.

Rumus perhitungan jumlah sampel (Nazir, 1988):

n = (N Σ Ni . σi ) / [ (N . D) + (Σ Ni . σi ) ] ...(2) Keterangan:

n = banyaknya sampel

N = jumlah total populasi

σi = varians subpopulasi stratum i = s² Ni = besar subpopulasi stratum ke-i D = B2/4

B = bound of error pada kepercayaan 95 persen.

Berdasarkan rumus (2) jumlah sampel adalah 10 lokasi yang terdiri dari 2 Puskesmas induk rawat inap, 2 Puskesmas induk, 3 Puskesmas pembantu, 2 laboratorium medis dan 1 balai pengobatan. Prosedur pengukuran contoh timbulan di lokasi sampling mengikuti SNI 19-3964-1994 yaitu sampah terkumpul ditimbang beratnya, kemudian dipisahkan komponen komposisi sampah dan ditimbang beratnya. Pengukuran dilakukan selama 8 hari berturut-turut.

3. Hasil dan Pembahasan

3.1 Pewadahan

Sebanyak 95% fasilitas kesehatan melakukan pemisahan wadah untuk limbah infeksius benda tajam dengan limbah infeksius non benda tajam, sedangkan untuk limbah toksik farmasi berupa botol vial dicampur pada wadah infeksius non benda tajam. Wadah yang disediakan dibedakan berdasarkan warna dan label. Sebanyak 24% fasilitas kesehatan di Surabaya Selatan menyediakan wadah berbeda warna dan label, 64% hanya berbeda label, 7% hanya berbeda warna, dan 5% tidak dipisahkan. Wadah limbah infeksius benda tajam umumnya diletakkan pada safety box kapasitas 5 L yang biasanya berwarna kuning, putih atau coklat. Semua Puskesmas induk dan Puskesmas pembantu menggunakan safety box sebagai wadah limbah infeksius benda tajam. Wadah lain yang digunakan untuk limbah infeksius benda tajam berupa botol plastik, bak HDPE dan kardus karton. Jenis wadah tersebut digunakan pada beberapa laboratorium medis dan balai pengobatan. Syarat wadah untuk limbah infeksius benda tajam berdasarkan Kepmenkes RI No. 1204 Tahun 2004 yaitu harus anti bocor, anti tusuk dan tidak mudah dibuka. Oleh karena itu bahan wadah untuk limbah infeksius benda tajam sebenarnya telah sesuai dengan peraturan, namun masih terdapat 5% yang tidak memisahkan antara wadah limbah infeksius benda tajam dan non benda tajam

3.2 Pengumpulan dan Penyimpanan

Sebanyak 71% fasilitas kesehatan di Surabaya Selatan yang melakukan pengumpulan setiap 1 hari sekali. Namun beberapa Puskesmas induk, Puskesmas pembantu dan balai pengobatan mengumpulkan limbah padat B3 setiap 2 hari sekali (2%) atau lebih (27%) dengan alasan karena jumlah limbah yang dihasilkan per harinya relatif kecil. Setelah dikumpulkan, limbah padat B3 sebaiknya diletakkan pada ruangan khusus sebagai tempat penyimpanan sementara. Penyimpanan limbah padat B3 harus dilakukan apabila limbah yang dihasilkan tidak dapat segera diolah. Namun hanya 5 dari total 45 fasilitas kesehatan

(4)

yang memiliki TPS khusus. Menurut Keputusan Kepala Bapedal No. 1 Tahun 1995, sebaiknya disediakan lokasi penyimpanan limbah B3 khusus dan berjarak minimal 50 m dari fasilitas umum. Frekuensi lama penyimpanan yaang paling banyak dilakukan yaitu selama 1-4 minggu (36%), sisanya disimpan dalam kurun waktu ≤1 minggu (35%) dan >4 minggu (29%). Pada Kepmenkes RI No. 1204 Tahun 2004 disebutkan bahwa peyimpanan harus disesuaikan dengan iklim tropis yaitu musim hujan paling lama 48 jam dan musim kemarau paling lama 24 jam.

3.3 Pengolahan

Dari total 45 fasilitas kesehatan di Surabaya Selatan, hanya Puskesmas Jagir yang memiliki fasilitas untuk pengolahan limbah padat B3. Terdapat 68 fasilitas kesehatan di Surabaya yang mengolah limbah padat B3-nya di Puskesmas Jagir. Walaupun banyak menerima limbah padat B3 dari tempat lain, Puskesmas Jagir tidak memiliki tempat khusus untuk penyimpanan limbah B3. Seharusnya disediakan lokasi penyimpanan khusus untuk limbah B3 yang berjarak minimum 50 meter dari fasilitas umum sesuai dengan Keputusan Kepala Bapedal No. 1 Tahun 1995.

Pembakaran dilakukan setiap 2 minggu sekali pada malam hari. Satu kali pembakaran membutuhkan waktu ±25 menit. Suhu pembakaran yang digunakan adalah 600˚C, padahal menurut Kepmenkes RI No. 1204 Tahun 2004 pemusnahan limbah padat infeksius dan farmasi dengan insinerator menggunakan suhu >1000˚C. Menurut Purwoto (2008), suhu pada ruang bakar yang terlalu rendah menyebabkan residu yang tinggi. Pada suhu yang rendah pembakaran yang terjadi kurang sempurna sehingga menimbulkan asap dan gas yang dapat mencemari udara. Suhu yang tinggi harus dicapai dengan pengunaan banyak bahan bakar.

Residu dari pembakaran dipadatkan dengan semen dan ditimbun di halaman Puskesmas. Hal tersebut tidak sesuai dengan Keputusan Kepala Bapedal No. 3 Tahun 1995. Proses memadatkan abu dengan semen merupakan salah satu cara pengolahan limbah B3 dengan solidifikasi. Namun hal yang perlu dilakukan setelah melakukaan solidifikasi adalah melakukan uji TCLP (Toxicity Characteristic Leaching Procedure) sesuai dalam Keputusan Kepala Bapedal No. 3 Tahun 1995. Pembuangan limbah juga harus dilakukan di lokasi yang tepat dan memenuhi persyaratan lingkungan.

3.4 Pengangkutan

Pengangkutan dilakukan karena tidak semua fasilitas kesehatan dapat melakukan pengolahan limbah padat B3. Puskesmas pembantu selalu mengumpulkan limbahnya terlebih dahulu ke Puskesmas induk sebelum dikirim ke pihak pengolah. Terdapat 7 lokasi selain Puskesmas Jagir yang menjadi tujuan pengangkutan limbah padat B3, yaitu Puskesmas Induk Jeruk, Dupak, Balai Besar Laboratorium Kesehatan Surabaya, RSAL Dr. Ramelan, RSUD Dr. Soetomo, RSK St. Vincentius A. Paulo, dan CV. Rojo Koyo. Limbah padat B3 yang akan diangkut sebaiknya diletakkan dalam kontainer yang kuat dan tertutup. Pengangkutan yang dilakukan biasanya menggunakan motor atau ambulan. Pada PP No. 18 Tahun 1999 disebutkan bahwa setiap pengangkutan limbah B3 wajib disertai dokumen limbah B3 dan menggunakan alat angkut khusus. Tapi pada pelaksanaanya, hal tersebut belum dilaksanakan oleh fasilitas kesehatan di Surabaya Selatan karena keterbatasan dana. 3.5 Timbulan dan Komposisi Limbah Padat B3

Karakteristik limbah padat B3 yang dihasilkan dari fasilitas kesehatan adalah limbah infeksius benda tajam, infeksius non benda tajam dan toksik farmasi. Limbah infeksius benda tajam dan toksik farmasi berasal dari kegiatan injeksi yang menghasilkan spuit bekas

(5)

dan botol vial. Limbah infeksius non benda tajam diantaranya kapas, kasa, tisu, dan sarung tangan yang terkontaminasi darah pasien. Pot sputum dan pot urine juga termasuk limbah infeksius non benda tajam. Pembakaran limbah B3 yang dilakukan dengan insinerator jugat akan menghasilkan residu yang juga bersifat toksik.

Timbulan dan komposisi limbah padat B3 didapatkan dari pengukuran selama 8 hari berturut-turut di lokasi sampling. Fasilitas kesehatan yang paling banyak menghasilkan limbah padat B3 adalah Puskesmas induk rawat inap. Pada penelitian terdahulu oleh Perdani (2011) dan Paraningrum (2011), timbulan pada Puskesmas pembantu juga lebih kecil dibanding Puskesmas induk. Hal tersebut dipengaruhi oleh pelayanan yang ada pada masing-masing fasilitas kesehatan.Hasil timbulan dan komposisi masing-masing jenis fasilitas kesehatan selengkapnya terdapat pada Tabel 1.

Tabel 1 Timbulan dan Komposisi Limbah Padat B3

Jenis Timbulan

(g/pasien.hari)

Limbah yang Dihasilkan (g/hari) Infeksius Benda Tajam Infeksius Non Benda Tajam Toksik Farmasi Puskesmas induk rawat inap 6,4 136,6 452,5 474,2 Puskesmas induk 3,5 63,1 21,2 219,0 Puskesmas pembantu 1,8 6,1 49,5 21,1 Laboratorium medis 4,4 370,2 414,6 - Balai pengobatan 5,9 4,3 10,3 14,8 Rata-rata (g/hari) 116,1 189,6 145,8 Persentase (%) 23,8 38,9 37,4

3.6 Penyebaran Limbah Padat B3

Semua Puskesmas induk yang memiliki Puskesmas pembantu berstatus sebagai pengumpul limbah padat B3 dari masing-masing Puskesmas pembantunya. Setelah terkumpul di Puskesmas induk, limbah padat B3 akan diangkut ke pihak pengolah. Terdapat tiga tujuan pengangkutan dari Puskesmas induk yaitu Puskesmas Induk Jagir, Jeruk dan Dupak. Limbah padat B3 dari 10 laboratorium medis di Surabaya Selatan diangkut ke 6 lokasi berbeda. Hal tersebut tergantung pada perjanjian kerja sama yang dimiliki oleh pemilik laboratorium medis dengan pihak pengolah. Keempat balai pengobatan di Surabaya Selatan juga mengirimkan limbahnya ke 4 pihak pengolah yang berbeda. Tabel 2 menunjukkan persentase pengiriman pada masing-masing pihak pengolah. Pengangkutan limbah tidak hanya terjadi dalam batas wilayah Surabaya Selatan.

Tabel 2 Persentase Pengangkutan ke Pihak Pengolah Limbah Padat B3

Pihak Pengolah Wilayah Persentase

Pengangkutan (%)

Puskesmas induk Jagir Surabaya Selatan 27,6

RSAL Dr. Ramelan Surabaya Selatan 6,9

RSK St. Vincentius A. Paulo Surabaya Selatan 3,4

Puskesmas induk Jeruk Surabaya Barat 34,5

Puskesmas induk Dupak Surabaya Utara 3,4

BBLK Surabaya Surabaya Timur 6,9

RSUD dr. Soetomo Surabaya Timur 6,9

CV. Rojo Koyo Sidoarjo 10,3

Total 100,0

Pada Tabel 3 tampak bahwa persentase terbesar pengangkutan limbah padat B3 ke Puskesmas induk Jeruk (34,5%). Jumlah total limbah yang diangkut ke luar wilayah

(6)

Surabaya Selatan juga lebih banyak dibanding pengangkutan dalam wilayah Surabaya Selatan sendiri.

4 Kesimpulan

Fasilitas kesehatan yang paling banyak menghasilkan limbah padat B3 adalah Puskesmas induk rawat inap, yaitu 6,4 g/pasien.hari. Komposisi limbah padat B3 dari fasilitas kesehatan terdiri dari limbah infeksius benda tajam, limbah infeksius non benda tajam dan limbah toksik farmasi, dengan persentase terbesar yaitu limbah infeksius non benda tajam (38,9%). Pengangkutan limbah B3 yang dilakukan oleh Puskesmas induk, laboratorium medis dan balai pengobatan juga terjadi hingga di luar wilayah Surabaya Selatan.

5 Daftar Pustaka

Dajan, A. 1986. Pengantar Metode Statistik. Jilid 1. LP3S. Jakarta.

Direktorat Jendral PPM dan PL Departemen Kesehatan RI. 2004. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1204/MENKES/SK/X/2004 Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit. Departemen Kesehatan, Jakarta, Indonesia

Hossain, M.S., Santhanam, A., Norulaini, N., dan Omar, M. 2011. “Clinical solid waste management practices and its impact on human and environment”. Journal of Waste Management 31, 1638-1689.

Kepala BAPEDAL. 1995. Keputusan Kepala Bapedal No. Kep-01/BAPEDAL/09/1995 Tentang Persyaratan Teknis Penyimpanan Dan Pengumpulan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Badan Pengendalian Dampak Lingkungan, Jakarta, Indonesia.

Kepala BAPEDAL. 1995. Keputusan Kepala Bapedal No. Kep-03/BAPEDAL/09/1995 Tentang Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Badan Pengendalian Dampak Lingkungan, Jakarta, Indonesia.

Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan I. 1999. Peraturan Pemerintah RI No. 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Jakarta, Indonesia.

Mato, R.R.A.M., dan Kassenga, G.R. 1997. “A study on problem of management of medical solid waste in Dar es Salaam and their remidial measures”. Resources, Conservation, and Recycling 21, 1-16.

Moritz, J. M. 1995. “Current legislation boverning clinical waste disposal”. Journal of Hospital Infection 30, 521-530.

Nazir, M. 1988. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Paraningrum, E. A. 2011. Identifikasi Pola Penyebaran Limbah Padat B3 dari Fasilitas Kesehatan di Surabaya Barat. Teknik Lingkungan – ITS. Surabaya.

Perdani, I. P. 2011. Identifikasi Pola Penyebaran Limbah Padat B3 dari Fasilitas Kesehatan di Surabaya Timur. Teknik Lingkungan – ITS. Surabaya.

Sahrial, Andi. 2011. Berencana Kembangkan Menjadi Puskesmas Rawat Inap. <URL: http://www.surabaya-ehealth.org/berita/berencana-kembangkan-menjadi-puskesmas-rawat-inap>. Diunduh: 10 Februari 2012.

Yupito, B. 2010. Peresmian Puskesmas Rawat Inap di Puskesmas Dupak. <URL:

Gambar

Gambar 1 Langkah Kerja  Rumus perhitungan varians (Dajan, 1986):
Tabel 1 Timbulan dan Komposisi Limbah Padat B3

Referensi

Dokumen terkait

Kadarzi merupakan status keluarga dalam mengenal, mencegah, dan mengatasi masalah gizi setiap anggotanya melalui perilaku menimbang berat badan balita secara

Berdasarkan hasil penelitian hubungan jenis kelamin dan tingkat pegetahuan dengan kejadian skabies di pondok pesantren nurul islam jember dapat ditarik kesimpulan

Kinerja keuangan yang dapat dicapai berdasarkan analisis tersebut menunjukkan bahwa aktiva lancar yang dimiliki perusahaan menunjukkan kriteria yang cukup baik

Wujud konflik dalam naskah drama dibagi dalam dua kategori yaitu konflik eksternal dan konflik internal. Konflik eksternal adalah konflik yang terjadi antara

Terdapat dua sumber data penelitian ini yaitu primer dan sekunder. Sumber data primer adalah bahan orisinil yang menjadi dasar bagi peneliti lain, dan merupakan penyajian

Jika Anda ingin langsung ikut Workshop Life Blueprint MantraUANG untuk saya pandu dan coach secara live dan personal dalam merancang IMPIAN Anda yang ramah pikiran dengan

Adapun metode yang diusulkan untuk menangani masalah ini adalah metode transportasi, dengan menggunakan dua metode sebagai bahan perbandingan, yaitu: (1) metode pengoptimalan,

Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa salah satu teknik melakukan pengawasan, baik kepada pemerintah yang melakukan kegiatan dalam berbagai kelembagaan maupun yang