”Think out of the box”
Lakukan kreativitas! Tidakkah Anda sering mendengar ini? Kreativitas, dalam kerangka apa pun dibutuhkan. Bahkan ilmu matematika yang kelihatan kaku itu pun butuh kreativitas. Apalagi menjalankan usaha niaga yang melibatkan banyak hal. Kerangka berpikir kreatif menuntut orang untuk menyeleweng dari rutinitas. Ya, rutinitas. Dan kata inilah lawan frasa ”out of the box”.
Jangan katakan Anda menyatakan diri sebagai orang yang berpikir ”out of the box” ketika acuan yang Anda pakai adalah contekan yang persis sama dengan orang lain. Singkirkan pula label ”out of the box” apabila sistem Anda yang telah berjalan baik selama tahunan masih tetap sama persis dengan ketika Anda mengawali bisnis ini.
Harap diingat, ketika sesuatu yang awalnya 'kreatif' itu juga sudah menjadi bagian dalam rutinitas, maka hal itu sudah masuk dalam area 'inside of the box'. Anda pun masuk kotak lagi karena daya jelajahnya tidak berkembang. Dalam proses penjelajahan, kita bisa menerapkan strategi yang mengatur lajur kreativitas itu. Selain itu, stimulus juga diperlukan untuk menciptakan lingkungan dan sistem kerja yang kondusif. Dalam proses kreatif para pekerja di biro iklan, misalnya, kreativitas jelas dibutuhkan. Bahkan beberapa tim membuat program khusus untuk membuat proses kreatif berjalan dengan lebih mudah. Ada yang melakukan rapat di taman atau bahkan menonton film bersama terlebih dulu. Tapi, ketika mereka selalu menonton film bersama atau ke taman, maka proses kreatif itu pun terhambat. Mereka telah masuk dalam rutinitas.
Contoh tadi memang untuk pekerja di bidang kreatif. Jangan pula Anda katakan berpikir 'out of the box' itu hanya milik industri bidang kreatif saja. Pelaku bisnis bisa menerapkannya dan tentunya dengan koridor yang berbeda. Lalu, bagaimana caranya menuangkan cara berpikir kreatif itu dalam kerangka bisnis sebuah perusahaan? Apalagi perusahaan itu sudah berjalan puluhan tahun dan aman-aman saja. Apakah masih diperlukan 'out of the box'?
Dulu, ketika dunia perbankan Indonesia masih sederhana dan belum begitu banyak masyarakat yang sadar akan pentingnya bank, Bank Central Asia (BCA) mengeluarkan terobosan dengan bank keliling. Umumnya, bank berada di satu tempat yang pasti dan kalau bisa berada di tempat yang memiliki kelas. Dengan adanya bank keliling ini, konsep itu diubah. BCA memanfaatkan mobil untuk keliling kota agar orang mau menabung. Anda bisa mengatakan bahwa konsep ini mencontoh perpustakaan keliling atau kantor pos keliling. Dalam hal ini, bisa dikatakan anggapan itu benar. Di sisi lain, bank dan perpustakaan memiliki ciri dan gaya berbeda. Perpustakaan keliling tidak membutuhkan pengamanan ketat karena idealnya adalah layanan sosial dengan buku sebagai komoditasnya. Sedangkan bank, jelaslah berhubungan dengan uang. Risikonya lebih besar dengan konsumen yang berbeda pula.
Sikap mencontek seperti ini tidak ada salahnya. Anda masih bisa mengklaim diri kreatif. Adaptasi sistem yang dilakukan oleh BCA tadi bukan tanpa usaha keras. Arahan yang dilakukan tidak serta merta berjalan dengan hasil yang sama karena produk yang dijadikan komoditas juga berbeda. Harus diakui juga, kreativitas seperti ini sedikit meringankan karena tidak memulai dari awal dan ada contoh kasus yang bisa diambil pelajarannya.
Kreativitas lainnya adalah kisah sukses seorang pengusaha dari Slawi, Jawa Tengah. Ia dulu suka menjajakan teh dengan menggunakan mobil. Teh itu diletakkan dalam wadah besar. Sayang, jalanan tidak terlalu mulus sehingga mobil suka goncang sana goncang sini. Sebagian teh itu tumpah. Untuk memudahkannya, ia akhirnya memanfaatkan botol. Dengan botol berisi teh itulah ia kemudian bisa menanggulangi teh tumpah akibat jalan bergelombang. Anda mungkin sudah tahu kisah siapa ini. Ya, inilah kisah Teh Botol Sosro yang kini menjadi raja di bisnis minuman ringan. Konon, di seluruh dunia ini Coca-Cola merajai pasar minuman dalam kemasan botol kecuali di Indonesia.
Dari dua contoh di atas, kita bisa menyimak bagaimana kreativitas datang dari masalah yang mereka temui di lapangan. Bagi BCA, tingkat kesadaran masyarakat akan perlunya bank menjadikan mereka mencari akal dengan menjemput bola menggunakan
layanan bank keliling. Sedangkan pada Sosro, inovasi datang dari kondisi fisik jalanan yang rusak yang membuat mereka 'berkorban' modal dengan menggunakan botol.
Kalau mereka berpikir untuk menyalahkan faktor eksternal, maka kondisinya tentu berbeda. Dalam dua kasus ini, faktor internallah yang harus menyelesaikan dari problem eksternal. Kreativitas mereka membuat produk berada di jalur baru yang unik.
Cara melihat faktor eksternal ini merupakan pijakan yang menuju satu titik yang justru menggembirakan. Masih ingat dengan catatan di awal bab ini, bukan? Krisis kecil akibat faktor eksternal justru membawa berkah yang membuka jalur untuk bersikap kreatif. Modal yang diperlukan untuk melakukan perubahan ini memang terhitung berarti dalam skala bisnis masing-masing usaha niaga tadi. Langkah-langkah tadi dilakukan karena memiliki kemampuan finansial untuk melakukannya. Bagaimana jika modalnya terbatas? Mari kita simak kisah berikutnya.
Inilah kreativitas gaya 'pedagang' yang dilakukan Michael Dell, mahasiswa jurusan komputer yang memiliki modal terbatas. Ia melihat pangsa pasar komputer yang menggiurkan. Di pasaran, produk bermerek dijual dengan harga mahal. Dengan berbasiskan distribusi konvensional, produk memang menjadi mahal. Apalagi jika ditambah dengan biaya riset. Sementara usia produk komputer tidaklah terlalu lama. Dalam hitungan dua-tiga tahun, komputer desktop sudah dianggap ketinggalan zaman.
Ia kemudian menggunakan keahliannya dalam merakit komputer. Komputer rakitan ini tentu lebih murah. Biaya riset bisa ditekan. Pada tahap awal, ia semakin menekan harga komputer dengan melakukan distribusi melalui jalur orang per orang. Langkah ini cukup membuat produknya laku di pasaran. Setelah beberapa lama mengukuhkan produknya di pasar, Dell pun kemudian membangun sistem kerja komputer yang baru dengan divisi-divisi seperti perusahaan komputer lain. Kalau langkah ini tidak dilakukan, maka bisa jadi komputer yang dijual Dell memiliki citra yang rendah di mata konsumen.
Kadangkala kreativitas sederhana seperti yang dilakukan Dell ini disepelekan orang. Entah sudah berapa banyak orang yang mungkin telah berpikiran sama dengan Dell. Dalam kasus ini, Michael Dell yang melakukannya dan sukses.
Jangan dikira kalau kasus menyepelekan ini hanya terjadi pada ide yang sepele juga. Seringkali, kesalahan tidak terjadi pada sisi kreativitasnya tetapi pada pengambil keputusannya. Pemimpin perusahaan dituntut untuk mencari visi yang jelas dari suatu kreativitas. Contoh sukses memang banyak, tetapi yang gagal pun lebih banyak lagi. Sikap kehati-hatian ini memang perlu tapi jangan sampai menyepelekan. Kasus menyepelekan ini juga terjadi pada kreativitas luar biasa.
Suatu hari di kantor Xerox, tim riset berwajah sumringah masuk ke ruang rapat. Mereka yakin, inovasi kali ini hebat. Tapi, setelah pemegang tampuk pimpinan perusahaan menyimak presentasi, wajahnya tampak kecewa. ”Buat apa benda seperti ini untuk mesin fotokopi?” Kira-kira seperti itulah kalimat penolakan yang mereka sampaikan. Benda itu menjadi pemandu dengan memanfaatkan bola kecil di bawahnya untuk mengontrol tampilan pada layar digital. Pengoperasiannya dengan menekan tombol bagian atasnya. Ada perusahaan lain yang melihat manfaat ini. Xerox memberikannya dengan suka rela. Dengan perangkat itulah Steve Jobs melengkapi komputer Lisa yang ia buat. Perangkat itu adalah ”mouse' (tetikus) yang kemudian menjadi langkah mulus komputer Mac untuk menjadi raja di pasar komputer grafis.
Kreativitas tim riset Xerox kurang bisa dipahami oleh perusahaannya. Bisa jadi juga tim riset ini gagal dalam melakukan presentasi. Atau, mereka terlalu 'out of the box' dalam melakukan tugasnya sehingga tidak melihat relevansinya dengan produk utama. Kesalahan bisa datang dari kedua belah pihak. Yang tidak melakukan kesalahan dalam hal ini adalah Steve Jobs yang tengah mendirikan Apple. Perusahaan ini masih terlalu muda waktu itu. Secara finansial, Xerox bisa saja mengeluarkan dana untuk membuat perusahaan yang lebih siap daripada Apple. Akan tetapi, fakta berkata lain. Perusahaan mesin photocopy itu tampaknya cukup ketat dalam menjaga core business.
Kesalahan dalam menangkap ide ini terjelaskan dalam teori yang dikemukakan oleh Hans-Georg Gadamer tentang dialog. Dalam proses komunikasi, pengetahuan bukanlah sesuatu yang sudah mapan atau komoditas jadi yang diraih. Secara sederhana, teori ini ingin menunjukkan bahwa dalam proses komunikasi, kedua belah pihak aktif dalam menangkap pesan. Itulah sebabnya, makna bisa memiliki penjelasan yang berbeda antara satu individu dengan individu lain dalam kerangka komunikasi yang sama. Sistem saja tidak cukup. Tiap individu dituntut untuk aktif menangkap pesan.
Seberapa aktif Anda dalam menangkap pesan bisa menunjukkan seberapa bagus Anda dalam melakukan kreativitas. Pengertian 'pesan' di sini lebih mengacu pada definisi yang lebih longgar. Anda bisa memaknai 'pesan' sebagai kondisi pasar, lingkungan kerja, laporan keuangan.
Untuk memaksimalkan penangkapan pesan, Anda membutuhkan variasi. Itulah sebabnya rutinitas disingkirkan terlebih dahulu. Anda bisa membayangkan seperti seorang fotografer yang tengah membidik objek foto. Seorang fotografer profesional akan melihat dari berbagai sisi visual dari objek yang akan difoto. Kondisi ini seperti sebuah sistem, atau anggaplah rutinitas yang lain. Kenyataannya, objek foto selalu berubah. Dalam kerangka bisnis, objek foto bisa diandaikan dengan laporan riset pasar. Cobalah melihat dari berbagai sisi. Carilah 'sudut' yang paling kreatif. Temukan pesan yang paling menarik. Setelah didapat, segera dieksekusi dengan tepat sebelum momentumnya hilang.
Sudut pandang kreatif ini memang seperti diberikan secara gratis oleh Tuhan kepada orang-orang tertentu saja. Pada kenyataannya, orang-orang yang dianggap kreatif itu terus-menerus memperbaiki sisi kreatifnya. Itulah yang menjadi bekal Thomas Alfa Edison dalam mencari kreativitas. Ia terus mengasah otaknya untuk mencari solusi. Kesuksesan tidak membuatnya terlena dengan sikap santai. Anda tentu paham cerita tentang Edison yang mengerami sendiri telor ayam, bukan? Tindakan ini muncul dari sudut pandang yang berbeda. Orang lain akan menganggap tindakan itu aneh. Orang lain merasa sudah selayaknya induk ayam mengerami telur-telurnya. Cara pandang
Ketika Edison sukses, maka kebanyakan orang pun bertepuk tangan kagum dan serta merta mengukuhkannya sebagai orang kreatif. Sudah, berhenti di titik itu saja tanpa bertanya pada diri sendiri apakah mereka juga bisa bersikap kreatif seperti Edison.
Sudut pandang kreatif ini sebenarnya bisa dilatih. Cara kreatif bisa dicapai manakala Anda mencoba untuk keluar sejenak dari apa yang biasa Anda lakukan. Bahkan, kalau Anda berminat, telah ada jurusan khusus desain untuk pengusaha di beberapa universitas di Amerika Serikat. Sekolah ini menyebutnya sebagai D-School (design
school) sebagai pembeda dengan B-School (business school). Orientasinya adalah
melakukan proses kreatif dalam kerangka pengembangan bisnis. Para manajer puncak disodori cara berpikir 'out of the box'.
Bukan berarti pula Amerika Serikat digjaya dibandingkan negara lain dalam hal inovasi. Laporan Business Week menunjukkan, Cina terunggul dalam hal inovasi. Fakta ini menepis anggapan bahwa Negeri Tirai Bambu ini hanya jago plagiat. Ternyata, tindakan plagiat yang biasa mereka lakukan membawa berkah dengan menuntut mereka melakukan inovasi. Dengan sumber daya finansial yang lebih terbatas dibandingkan Amerika Serikat, orang-orang Cina harus berpikir lebih keras untuk 'mengakali' produk agar memiliki kelebihan. Dari tahun 2004-2007, paten dari Cina yang terdaftar di US Patent & Trademark Office (USPTO) berkembang pada 27% setiap tahunnya. Jika tren ini terus berlanjut, pada 2020, jumlah paten yang dimiliki Cina melebihi jumlah gabungan paten dari Jerman, Inggris, Perancis, dan Italia. Angka ini juga diamini oleh laporan dari Thomson Reuters yang meneliti perkembangan teknologi sadar lingkungan. Dari tahun 2006 ke 2008, Cina memiliki jumlah paten terbanyak di bidang energi angin, matahari, dan kelautan dibandingkan Jepang, Amerika Serikat, dan Jerman.
Siapa sih yang meragukan otak orang Jepang, Amerika Serikat, dan Jerman? Mereka sudah dikenal lama sebagai bangsa berotak encer. Laboratorium dan sistem pendidikan negara-negara itu telah terbukti memiliki andil yang sangat besar bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kenyataannya? Cina bisa menyusulnya.
Peluang kreativitas ini, menjadi tren yang tak terelakkan dari kondisi bisnis global. Kesuksesan Cina ini menunjukkan bahwa kesuksesan tidak datang dari kondisi yang vakum. Ketika dunia bergerak, bisnis pun harus bergerak. Kondisi saat ini bisa berubah karena dunia juga berubah. Apa yang harus dilakukan adalah mencoba keluar dari rutinitas Anda dan temukan bagaimana mencari sisi yang berbeda dari apa yang yang selama ini Anda jalani.
Kenyataan tadi menunjukkan bahwa kreativitas bisa diorganisir. Bahkan, lebih bagus jika kreativitas itu terorganisir dengan baik. Dengan menuliskan rencana kerja kreatifitas dalam suatu dokumen rencana kerja (activity plan), kita bisa memonitor proses kreatifitas kita, demikian pula kita bisa mengevaluasi dampak kreatifitas dari suatu departemen terhadap departemen lainnya, keterkaitan antar satu kreatifitas dengan kreatifitas lainnya, sehingga terjalin sinergi kreafitas menuju suatu perubahan besar yang diperlukan oleh perusahaan, untuk membuat perusahaan menjadi lebih baik. Untuk memahami lebih detil mengenai cara mengendalikan energi kreatifitas perusahaan, anda bisa membacanya dalam Bab V mengenai activity plan, rencana kerja untuk mencapai target.
Dicuplik dari buku
Menguak Rahasia Perbaikan Perusahaan Imanuel Iman