• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBINAAN IMAN SEBAGAI UPAYA PEMBENTUKAN PRIBADI YANG UTUH DI ASRAMA SANTO IGNASIUS DE LOYOLA DILI -TIMOR LESTE S K R I P S I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMBINAAN IMAN SEBAGAI UPAYA PEMBENTUKAN PRIBADI YANG UTUH DI ASRAMA SANTO IGNASIUS DE LOYOLA DILI -TIMOR LESTE S K R I P S I"

Copied!
185
0
0

Teks penuh

(1)

i

PEMBINAAN IMAN

SEBAGAI UPAYA PEMBENTUKAN PRIBADI YANG UTUH DI ASRAMA SANTO IGNASIUS DE LOYOLA

DILI -TIMOR LESTE

S K R I P S I

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Oleh :

Odete Soares Maia NIM: 061124032

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2011

(2)
(3)
(4)

iv

PERSEMBAHAN

Dengan penuh syukur

Kupersembahkan skripsi ini untuk: Kedua orangtuaku,

Bapak Benyamin Maia dan Ibu Beatrix Do Rosario Neves

serta adik-adikku tercinta atas segala dukungan doa, perhatian, cinta, kasih sayang dan pengorbanan yang begitu luar biasa bagiku.

Sahabat sejatiku,

yang selalu memberiku semangat, menguatkanku, setia dan sabar menamaniku baik dalam suka maupun duka.

(5)

v MOTTO

Cinta memberikan segala - galanya dengan tidak mengharapkan balasan. (Yohanes 3:16)

Keberanian dan kepercayaan diri adalah salah satu modal utama untuk meraih keberhasilan

(Penulis)

Tiada sesuatu pun dapat terjadi tanpa ijin-Mu Tuhan

walau kulewati badai dan cobaan berat, namun kutahu Engkau ya Tuhan yang membimbing dan menolongku, sebab Dikau ya Tuhan punya cara yang tak terpikirkan olehku, punya jalan yang tak terpahami oleh akalku kuyakin pasti rencana-Mulah yang terbaik dan terindah dalam hidupku.

(6)
(7)
(8)

viii ABSTRAK

Skripsi ini berjudul PEMBINAAN IMAN SEBAGAI UPAYA PEMBENTUKAN PRIBADI YANG UTUH DI ASRAMA SANTO IGNASIUS DE LOYOLA DILI TIMOR LESTE. Judul skripsi ini dipilih bertitik tolak dari keprihatinan penulis akan kehidupan kaum muda yang hidup di tengah arus zaman yang semakin berubah; yang cenderung mudah mengikuti trand atau gaya hidup yang memberikan tawaran-tawaran yang menggiurkan dan menjanjikan kenikmatan sesaat. Oleh karena itu yang menjadi pokok permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah: bagaimana kegiatan pembinaan iman dapat membantu membentuk pribadi yang utuh bagi kaum muda di Asrama St. Ignasius de Loyola Dili -Timor Leste.

Pembinaan iman merupakan suatu usaha yang dilaksanakan dalam rangka mengembangkan iman seseorang. Kaitannya dengan pembinaan iman kaum muda adalah agar iman mereka menjadi lebih berkembang dan lebih hidup. Dampak dari pembinaan iman bagi kaum muda adalah berkembangnya kemauan dan kemampuan untuk menghadapi kenyataan baik yang terjadi atas diri sendiri maupun yang dijumpai dalam lingkungan masyarakat dan berkembangnya kemampuan untuk menempatkan diri dalam pergaulan dengan sesama. Sedangkan pribadi yang utuh adalah pribadi yang dewasa dan matang, kreatif dan produktif, yang hidupnya tidak dikontrol oleh emosi-emosi negatif tetapi mampu mengontrol dan mengolah setiap emosi yang bergejolak dalam dirinya. Perkembangan pribadi yang utuh dipengaruhi oleh faktor dalam diri maupun dari luar. Faktor dari dalam adalah hal-hal yang berkaitan dengan pribadi kaum muda sendiri seperti kemauan, niat, keinginan dan motivasi diri. Sedangkan faktor dari luar antara lain: pengaruh dan dukungan dari orang tua atau keluarga, motivasi dari pihak lain misalnya guru dan para pendamping kaum muda.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan studi pustaka dan penelitian untuk memperoleh pemikiran-pemikiran, masukan-masukan yang selanjutnya direfleksikan, sehingga diperoleh gagasan-gagasan yang dapat dipergunakan sebagai sumbangan pembinaan iman bagi kaum muda. Untuk mengkaji masalah ini maka penulis menggunakan jenis penelitian deskriptif. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah gabungan antara penelitian kualitatif dan kuantitatif. Jumlah responden dalam penelitian ini adalah 43 responden yaitu seluruh kaum muda Asrama St. Ignasius de Loyola Dili-Timor Leste.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pembinaan iman di Asrama St. Ignasius de Loyola Dili-Timor Leste belum terlaksana dengan baik karena belum ada perencanaan program pembinaan iman yang teratur sehingga bisa menjadi acuan dalam proses pembinaan iman di Asrama. Bertitik tolak dari pertanyaan dan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa pembinaan iman dapat membantu kaum muda untuk bertumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang utuh di Asrama St. Ignasius de Loyola Dili-Timor Leste. Oleh karena itu, penulis dalam skripsi ini mengusulkan program pembinaan iman yang lebih bervariasi selama tiga tahun melalui pembinaan dengan model Shared Christian Praxis (SCP), rekoleksi semi outbond dan retret bagi kaum muda di Asrama St. Ignasius de Loyola Dili-Timor Leste.

(9)

ix ABSTRACT

This minithesis entitled THE CONSTRUCTION OF FAITH AS EFFORT OF THOROUGH PERSONALITY CREATION OF SANTO IGNASIUS DE LOYOLA BOARDING HOUSE IN DILI TIMOR LESTE. The title of this minithesis was selected oppositely from the author’s awareness on the youngster life that live in the middle of changing flow of era; of which tends to easily follow trend or lifestyle that give very attractive offer and promising temporary pleasure. Thus, the main problem in this minithesis was: how is the activity of faith construction can help in creating the thorough personality of youngsters in St. Ignasius de Loyola Boarding House in Dili – Timor Leste.

The construction of faith is an effort conducted in order to develop individual faith. Its relationship to the construction of faith of youngster is so that their faith is more developed and more live. The impact of construction of faith to the youngster is the development of advancement and competence to face the good fact comprising of the individual or those faced in societal environment and the development of competence to position them selves in mutual association. Meanwhile the thorough personality is the adult, mature, creative, productive personality, which lives uncontrolled by the negative emotion; however they are able to control or process every emotion fluctuate in them selves. Thorough development of personality is influenced by either internal or external factor. The internal factors are matters relating to the personality of youngster, e.g. willingness, intention, aim and self-motivation. Meanwhile the external factors are: the influence and support of parent or family, motivation from other person, e.g. teacher and spouse of youngster.

In this minithesis, the author used literary study and research to gain considerations and inputs of which is then reflected, thus it gain the conceptions which can be used as contribution of faith construction to the youngster. For studying this problem, thus the author used descriptive research type. The approach used in this research was the mix of qualitative and quantitative research. Total of respondent in this research were 43 respondents, i.e. entire youngster of St. Ignasius de Loyola boarding house in Dili – Timor Leste.

Based on the result of this research, it concluded the construction of faith in St. Ignasius de Loyola Boarding House in Dili – Timor Leste had not been implemented appropriately on the ground it has not been existed regular planning program of faith construction, thus it can be a reference in process of faith constructin in Boarding House. Based on the questionaire and result of research, it concluded the faith construction can help youngster to develop and grow into thorough personality in St. Ignasius de Loyola Boarding House in Dili – Timor Leste. Thus, the author in this minithesis proposed the more varied program of faith construction for three years through the construction by Shared Christian Praxis (SCP) model, semi-outbond recollection and retreat to the youngster in St. Ignasius de Loyola Boarding House in Dili – Timor Leste.

(10)

x

KATA PENGANTAR

Tiada kata yang patut penulis ucapkan selain puji syukur yang mendalam penulis panjatkan kepada Allah Sang sumber hidup dan kehidupan sejati yang Maha Pengasih dan Penyayang atas berkat, rahmat dan cinta kasih-Nya yang senantiasa membimbing, menuntun dan menyertai penulis dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul PEMBINAAN IMAN SEBAGAI UPAYA PEMBENTUKAN PRIBADI YANG UTUH DI ASRAMA SANTO IGNASIUS DE LOYOLA DILI-TIMOR LESTE.

Skripsi ini diilhami oleh hasil refleksi penulis selama tiga tahun hidup di Asrama St. Ignasius de Loyola Dili-Timor Leste dan ketertarikan penulis untuk membantu kaum muda dalam upaya mengembangkan dan mendewasakan iman. Berhadapan dengan dunia sekarang kaum muda lebih mementingkan konsumerisme, hedonisme, materialisme dan individualisme.

Penulisan tugas akhir ini tidak lepas dari dukungan bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan penuh rasa syukur dalam kesempatan ini penulis menghaturkan terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak F. X. Dapiyanta, SFK., M.Pd selaku dosen pembimbing utama dan pembimbing akademik yang telah bersedia meluangkan waktu, murah hati untuk mencurahkan pikiran, memberikan kesempatan bimbingan, dengan penuh kesabaran dan teliti membantu dan memberikan masukan-masukan hingga selesainya penulisan skripsi ini.

(11)

xi

2. Rm. Drs. H. J. Suhardiyanto, SJ. selaku Kaprodi IPPAK Universitas Sanata Dharma dan selakaligus bersedia menjadi dosen penguji II yang senantiasa memberikan dukungan dalam seluruh proses menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak Yoseph Kristianto, SFK., M.Pd selaku dosen penguji III yang telah bersedia dan meluangkan waktu untuk membaca dan memberikan kritikan, saran dan masukan yang membangun hingga terselesaikannya skripsi ini.

4. Segenap Staf Dosen dan Karyawan/wati Program Studi Ilmu Pendidikan dan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik-Jurusan Ilmu Pendidikan-Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, yang telah mendidik, menuntun, mendampingi, membimbing dan mengarahkan penulis selama empat tahun hingga terselesaikannya skripsi ini.

5. Suster-suster FCJ, untuk dukungan doa, cinta, motivasi dan bantuan dalam bentuk apa saja sejak semester V hingga penulisan skripsi ini.

6. Pe. Domingos Soares, Pr, dan Pe. Lourenco Soares, Pr, untuk dukungan doa dan bimbingan, baik moral maupun spiritual selama studi hingga penulisan skripsi ini.

7. Para Pembina, pengurus dan kaum muda Asrama St. Ignasius de Loyola Dili-Timor Leste, untuk segala bentuk perhatian dan dukungan doa serta kesediaan dalam membantu penulis saat penelitian hingga penulisan skripsi ini.

8. Keluargaku tercinta: ayah ibu dan adik Cipri, Ricky, Cillya dan Leto yang telah memberikan dukungan, perhatian, pengorbanan, perjuangan yang penuh cinta dan kasih sayang yang tak terhingga bagiku dalam menempuh studi di USD-IPPAK Yogyakarta.

(12)
(13)

xiii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... ... xviii

DAFTAR SINGKATAN... xx BAB I. PENDAHULUAN ... 1 A. Latar Belakang ... 1 B. Identifikasi Masalah ... 11 C. Pembatasan Masalah ... 11 D. Rumusan Masalah ... 12 E. Tujuan Penulisan ... 12 F. Manfaat Penulisan ... 12 G. Metode Penulisan ... 14

BAB II. KAJIAN PUSTAKA ... 15

A. Gambaran Umum Tentang Pembinaan Iman ... 15

1. Pengertian Pembinaan ... 16

(14)

xiv

3. Pengertian Pembinaan iman ... 19

4. Ciri Khas Pembinaan Iman ... 21

5. Tujuan Pembinaan Iman ... 21

6. Hal-hal Pokok Dalam Pembinaan Iman ... 26

a. Bidang-bidang Pembinaan Iman ... 26

b. Pendekatan Pembinaan Iman ... 29

c. Metode dan Sarana ... 30

d. Bentuk Pembinaan Iman ... 32

e. Materi Pembinaan Iman ... 32

f. Proses Pelaksanaan dan Evaluasi ... 34

g. Manfaat Pembinaan Iman ... 34

B. Pribadi Yang Utuh ... 37

1. Pengertian Pribadi Yang Utuh ... 38

a. Pribadi Utuh ... 38

b. Karakteristik Kehidupan Pribadi ... 41

2. Ciri-ciri Pribadi Yang Utuh ... 42

a. Perluasan Perasaan Diri ... 42

b. Hubungan Hangat atau Akrab Dengan Orang lain ... 43

c. Keamanan Emosional ... 43

d. Persepsi Realistis ... 44

e. Ketrampilan-ketarampilan dan Tugas ... 44

f. Pemahaman Diri ... 45

g. Filsafat Hidup yang Mempersatukan ... 45

3. Aspek-aspek Perkembangan Pribadi Yang Utuh ... 45

a. Aspek Pertumbuhan Fisik ... 46

b. Aspek Perkembangan Intelektual ... 46

c. Aspek Perkembangan Emosional ... 47

d. Aspek Perkembangan Sosial ... 48

e. Aspek Perkembangan religius ... 49

4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Pribadi ... 49

(15)

xv

b. Keluarga ... 52

c. Masyarakat ... 53

d. Gereja ... 53

5. Upaya Pengembangan Kehidupan Pribadi Yang Utuh ... 55

C. Penelitian Yang Relevan ... 56

D. Kerangka Pikir ... 58

E. Fokus Penelitian ... 59

F. Pertanyaan Penelitian ... 59

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN DAN PEMBAHASAN PENELITIAN ... 61

A. Metodologi Penelitian ... 61

1. Jenis Penelitian ... 61

2. Tempat dan Waktu Penelitian ... 62

3. Responden ... 62

4. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen ... 62

a. Defenisi Konseptual Variabel ... 62

b. Defenisi Operasinal Variabel ... 63

c. Teknik Pengumpulan Data ... 64

d. Instrumen ... 64

e. Kisi-kisi Penelitian ... 65

f. Keabsahan Data ... 66

5. Teknik Analisis Data ... 66

B. Laporan Hasil dan Pembahasan Penelitian ... 67

1. Identitas Responden ... 67

2. Laporan Hasil Penelitian dengan Wawancara ... 68

3. Laporan Hasil Penelitian dengan Quesioner ... 72

4. Pembahasan Hasil Penelitian Wawancara dan Kuesioner .. 91

a. Pembinaan Iman yang dilaksanakan di Asrama St. Ignasius De Loyola Dili -Timor Leste ... 91

(16)

xvi

b. Pembinaan Iman Sebagai Upaya Pembentukan Pribadi

Yang Utuh ... 93

C. Kesimpulan Hasil Penelitian ... 95

BAB IV. USULAN PROGRAM PEMBINAAN IMAN ... 97

A. Alternatif Bentuk Pembinaan ... 97

1. Outbond ... 97

2. Rekoleksi ... 98

3. Retret ... 98

4. Shared Christian Praxis (SCP) ... 100

B. Dasar-Dasar Pemilihan Program ... 106

1. Kaum Muda ... 106

2. Program Kegiatan Asrama Santo Ignasius de Loyola ... 107

3. Visi dan Misi Asrama St. Ignasius de Loyola ... 110

C. Pemilihan Program ... 110

1. Tema dan Tujuan ... 113

2. Susunan Acara Rekoleksi Akhir Pekan dengan Model SCP dan Outbond ... 116

D. Matriks Program ... 118

1. Program Pembinaan Tahun Pertama ... 118

2. Program Pembinaan Tahun Kedua ... 121

3. Program Pembinaan Tahun Ketiga ... 124

4. Contoh Persiapan Rekoleksi Untuk Satu Kali Pertemuan . 130 BAB V. PENUTUP ... 142

A. Kesimpulan ... 142

B. Saran ... 143

DAFTAR PUSTAKA ... 146

LAMPIRAN ... 148

Lampiran 1 : Surat Ijin Untuk Penelitian ... (1) Lampiran 2 : Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian

(17)

xvii

dari Asrama St. Ignasius de Loyola Dili-Timor Leste (2) Lampiran 3: Panduan Pertanyaan Kuesioner ... (3) Lampiran 4 : Panduan Pertanyaan Wawancara ... (7) Lampiran 5 : Hasil Wawancara dengan Kaum Muda Asrama

St. Ignasius de Loyola Dili-Timor Leste ... (8) Lampiran 6 : Tabel Hasil Penelitian Kuesioner ... (13)

(18)

xviii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Kisi-kisi Penelitian………... 65

Tabel 2 : Hasil Wawancara………... 68

Tabel 3 : Tujuan Pembinaan Iman di Asrama St. Ignasius de loyola………. 72

Tabel 4 : Materi Pembinaan Iman ………... 73

Tabel 5 : Tema Pembinaan Iman ………. 73

Tabel 6 : Metode Pembinaan Iman ………... 74

Tabel 7 : Sarana /Aat yang Digunakan ……… 74

Tabel 8 : Sikap Pembina ………. 75

Tabel 9 : Relasi Pembina dan Penghuni dalam Pergaulan Sehari-hari ……… 76

Tabel 10 : Penilaian Terhadap Kegiatan Pembinaan Iman di Asrama……… 76

Tabel 11 : Pembinaan Iman yang Menarik ………. 77

Tabel 12 : Manfaat Pembinaan Iman ………... 78

Tabel 13 : Nilai-nilai yang diperoleh ………... 79

Tabel 14 : Bentuk-bentuk Pembinaan Iman yang diharapkan ………... 80

Tabel 15 : Faktor Pendukung ………... 80

Tabel 16 : Faktor Penghambat ……… 81

Tabel 17 : Sikap dalam Menerima dan Mengerjakan Tugas ………... Tabel 18 : Kegunaan Peraturan yang Berlaku ……… 82 83 Tabel 19 : Kejujuran………. Tabel 20 : Berdoa Pribadi dan Bersama……… 84 84 Tabel 21 : Kegiatan Harian di Asrama ……… 85

Tabel 22 : Tanggungjawab dalam Menyelesaikan Tugas 86 Tabel 23 : Pengampunan ………. 87

Tabel 24 : Menerima Kelebihan dan Kekurang Orang lain ……… 88

(19)

xix

Tabel 26 : Memotivasi dan bersedia membantu teman

yang mengalami kesulitan dalam belajar……… 89 Tabel 27 : Sikap dalam menghadapi kesulitan dan masalah

yang terjadi ……….. 90

Tabel 28 : Kegiatan Pokok Bulanan ……… 107 Tabel 29 : Kegiatan Harian di asrama St. Ignasius de Loyola

(20)

xx

DAFTAR SINGKATAN

A. SINGKATAN RESMI DOKUMEN-DOKUMEN GEREJA

AA : Apostilicam Actuositatem, Dekrit Konsili Vatikan II tentang Kerasulan Awam, 18 November 1965

DV : Dei Verbum, Dekrit Konsili Vatikan II tentang Wahyu Ilahi, 18 November 1965 B. SINGKATAN LAIN-LAIN Art : Artikel Alk : Alkitab Ay : Ayat Bhs : Bahasa Gal : Galatia Ibr : Ibrani

KWI : Konferensi Wali Gereja Indonesia Mat : Matius

Mis : Misalnya Mzm : Mazmur

Pernas OMK : Pertemuan Nasional Orang MudaKatolik Indonesia SAGKI : Sidang Agung Gereja Katolik Indonnesia

SLTP : Sekolah Lanjut Tingkat Pertama SLTA : Sekolah Lanjut Tingkat Atas

(21)

xxi SMK : Sekolah Menengah Kejuruan St : Santo

(22)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan dan perubahan zaman berjalan begitu pesat dalam berbagai segi kehidupan manusia. Hal ini membawa dampak positif juga dampak negatif pada perkembangan dan perubahan pola hidup, penampilan diri, pola pikir maupun sikap. Selain itu, perkembangan zaman berpengaruh juga pada perkembangan dan pertumbuhan tingkah laku emosional, sosial dan religius seseorang.

Perkembangan dan perubahan ini juga dialami oleh kaum muda, di mana orang mudah dan cepat tanggap atas perubahan-perubahan itu dengan mengikuti trand atau mode hidup yang memberikan tawaran-tawaran yang menggiurkan dan menjanjikan sehingga sebagai orang muda lebih memilih yang lebih instan. Pada masa ini mereka sedang mengalami perkembangan fisik, kepribadian, emosional, sosial, religius dan berbagai permasalahannya. Dalam situasi yang serba kompleks seperti sekarang ini, kebutuhan kaum muda akan pendamping dan pembina yang membantu mereka berkembang menjadi pribadi yang utuh dan dewasa semakin nyata. Masa muda adalah proses peralihan dari masa kanak-kanak menuju dewasa (Mangunhardjana, 1986:11). Suatu masa yang menentukan perkembangan hidup manusia dalam berbagai aspeknya yaitu fisik, intelektual, emosional, sosial dan spiritual. Bila semua aspek itu dikembangkan dengan baik dan memperoleh dukungan yang layak dari semua pihak, maka akan membuka peluang bagi kaum

(23)

 

muda berpacu untuk menemukan jati diri yang sesungguhnya di tengah-tengah kehidupan keluarga, Gereja, masyarakat, bangsa dan negara.

Kaum muda Katolik dapat pula menjadi tenaga pembaharu dalam masyarakat dan Gereja (AA. Art. 12). Melalui anggapan ini pula, di masa sekarang dan masa yang akan datang, kaum muda memiliki tugas yang cukup berat, karena kaum muda dituntut untuk mampu mengambil peran secara aktif dalam Gereja dan masyarakat sesuai dengan keadaan dirinya yang sesungguhnya. Oleh karena itu mereka perlu dibantu melalui pembinaan-pembinaan agar mereka semakin mengenal dan menemukan nilai-nilai yang dapat membantu mereka untuk berkembang menuju pribadi yang utuh secara moral, spiritual dan intelektual. Nilai-nilai kepribadian penting diakui dan mereka layak mencoba mewujudkannya. Maka dalam proses pembinaan perlu ditanamkan dan dikembangkan kepribadian yang kuat dan mantap sehingga sanggup bertindak sesuai dengan apa yang diyakininya.

Dalam kenyataan, kaum muda di Asrama St. Ignasius de Loyola Dili -Timor Leste masih mengalami berbagai hambatan perkembangan dan kedewasaan iman. Hambatan tersebut berasal baik dari dalam diri kaum muda maupun dari luar diri mereka. Faktor-faktor penghambat dari dalam diri antara lain: tidak adanya prinsip dan komitmen yang tegas, keadaan emosi yang masih labil dan keinginan-keinginan yang kurang terkontrol. Sedangkan faktor-faktor penghambat dari luar seperti pengaruh hal-hal duniawi yang menjanjikan kenikmatan sesaat dan tidak adanya dukungan secara moril maupun materiil dari orangtua.

Melihat bahwa kaum muda adalah penerus masa depan Gereja dan bangsa, maka Pastor Lorenco Soares Pr, berinisiatif untuk mendirikan asrama yang diberi

(24)

 

nama pelindung St. Ignasius de Loyola pada tahun 2000. Alasan pendirian asrama ini karena melihat situasi setelah pasca kerusuhan 4 september 1999 pada umumnya masyarakat Timor Leste khususnya orang muda mengalami krisis lahir dan batin. Hal ini mengakibatkan mereka mengalami kebingungan, kecemasan, keraguan, ketakutan, putus asa dan stres akan masa depan. Selain itu pendirian asrama ini lebih diprioritaskan untuk anak-anak remaja atau kaum muda yang berasal dari pedalaman yang masih memiliki keinginan untuk melanjutkan sekolah di kota namun tidak memiliki tempat tinggal dan keluarga di kota Dili.

Berdirinya Asrama St. Ignasius de Loyola sungguh mendapat perhatian, tanggapan dan dukungan dari masyarakat sekitar dan keluarga atau para orangtua anak asrama dengan membantu secara moril dan materiil karena mereka beranggapan bahwa kaum muda yang memilih hidup dan tinggal di Asrama merupakan kesempatan yang sangat berharga untuk mengembangkan kepribadian dan iman mereka.

Sebagai wadah pembinaan kaum muda, Asrama St. Ignasius de Loyola dapat membantu mereka yang tidak memiliki keluarga di kota, membantu orang tua yang tidak mampu membayar asrama yang mahal, membantu mereka menjadi muda-mudi Katolik menuju kedewasaan iman dan semakin menjadi pribadi yang utuh, baik dari segi moral, spiritual maupun intelektual. Hal ini merupakan kesempatan sekaligus tantangan bagi Asrama St. Ignasius de Loyola untuk turut serta membantu kaum muda mempersiapkan diri mengukir masa depannya sebagai generasi penerus bangsa Timor Leste.

(25)

 

Asrama St. Ignasius de Loyola merupakan salah satu asrama di antara sekian banyak asrama yang berada di kota Dili -Timor Leste. Asrama ini terletak di tengah kota Dili tepatnya di Gereja Katedral St. Imacullata, keuskupan Dili-Timor Leste. Asrama St. Ignasius de Loyola memiliki satu lokasi dan satu gedung besar yang dibagi menjadi dua unit yaitu unit A terdiri dari tiga buah kamar tidur untuk putra yang masing-masing kamar menampung delapan buah tempat tidur. Unit B terdiri dari empat buah kamar tidur untuk putri yang masing-masing ruangan menampung delapan buah tempat tidur dan lemari pakaian. Unit C terdiri dari : ruang doa atau kapel, ruang perpustakaan dan sekretariat, ruang makan, aula yang digunakan sebagai ruang belajar dan rekreasi, dua buah kamar pembina, sebuah kamar tamu, dapur, enam buah kamar mandi putra dan putri dan ruang tamu dan gudang. Fasilitas lainnya antara lain: sebuah televisi, dua buah komputer, sebuah lemari makan dan sebuah kulkas.

Di atas telah dijelaskan bahwa Asrama St. Ignasius de Loyola Dili-Timor Leste diprioritaskan bagi kaum muda dari pedalaman. Karena para orang tua mengharapkan agar anaknya dapat tinggal di asrama sebab mereka tidak memiliki keluarga dan tempat tinggal di kota. Tujuan mereka datang ke kota Dili adalah untuk belajar selain itu mereka perlu membutuhkan tempat tinggal yang cocok, nyaman dan mendukung mereka untuk belajar. Sebenarnya banyak asrama di kota Dili tetapi kebanyakan dari mereka orang tuanya petani dan tidak mampu membayar dan sewa tempat tinggal ataupun di asrama yang biayanya sangat mahal. Kehadiran Asrama St. Ignasius de Loyola ini sangat membantu kaum muda yang dari pedalaman karena biayanya relatif murah juga sangat tepat dan strategis di tengah kota Dili.

(26)

 

Kaum muda yang tinggal di Asrama St. Ignasius de Loyola Dili-Timor Leste berusia antara 16-23 tahun, dan berasal dari berbagai daerah dan suku. Berdasarkan data terakhir yang penulis peroleh dari pembina Asrama St. Ignasius de Loyola, penghuni Asrama Santo Ignasius de Loyola saat ini berjumlah 45 orang putra dan putri.

Berdasarkan pengalaman selama berkecimpung di Asrama St. Ignasius de Loyola, penulis melihat bahwa penghuni Asrama St. Ignasius de Loyola adalah orang-orang muda yang sangat membutuhkan dan mengharapkan bimbingan serta pengarahan ke arah pertumbuhan untuk menjadi manusia utuh. Sebagai generasi penerus mereka diharapkan ikut terlibat dalam karya pelayanan gerejani dan non gerejani. Pembinaan kaum muda dalam Asrama diberi prioritas sebab mereka merupakan generasi penerus yang akan menjadi tulang punggung Gereja dan negara. Maka yang menjadi arah dan tujuan didirikannya Asrama St. Ignasius de Loyola, pertama, membimbing mereka mencari dan menemukan sendiri identitasnya, membantu dan mendampingi mereka dalam meraih cita-cita hidupnya. Kedua, membimbing mereka untuk saling menghargai, mendengarkan, saling menolong dan kerjasama. Ketiga, membimbing dan mengarahkan mereka untuk menjadi pribadi yang dewasa dan utuh baik secara moral, spiritual dan intelektual.

Telah dikemukakan di atas mengenai arah dan tujuan didirikanya Asrama St. Ignasius de Loyola, maka berikut ini adalah tujuan ideal atau yang diharapkan dari penulisan skripsi ini adalah agar membimbing kaum muda untuk semakin menjalin hubungan yang akrab dengan Kristus yang diimaninya, membantu kaum muda untuk menemukan nilai-nilai kristiani sehingga nilai-nilai itu dapat menjadi pegangan

(27)

 

hidupnya, mengarahkan kaum muda untuk menyadari dirinya sebagai orang Katolik sehingga semakin terlibat dalam kegiatan hidup menggereja dan menjadi pribadi yang dewasa serta memberi kesempatan kepada mereka untuk menyatakan, mengungkapkan dan mewujudkan nilai-nilai kristiani dalam tindakan nyata sehari-hari baik di Asrama, sekolah dan di masyarakat.

Proses pembinaan iman yang ideal yang diharapkan di Asrama St. Ignasius de Loyola, dalam hal ini pembina menempatkan diri sebagai fasilitator yang mampu menciptakan suasana yang partisipatif dan komunikatif sehingga dapat membantu kaum muda atau warga asrama untuk bebas dan berani mengungkapkan diri serta bangkit dari situasi keterpurukan pasca kerusuhan tahun 1999. Namun kenyataannya belum dapat berjalan dengan baik karena pembina yang mendampingi hanyalah tenaga sukarela saja.

Kenyataan perkembangan dan perubahan zaman ini menuntut semua pihak untuk memikirkan secara mendalam mengenai metode dan sistem pembinaan yang berdayaguna bagi kaum muda di Asrama St. Ignasius de Loyola. Pembinaan akan difokuskan lebih pada kehidupan kerohanian kaum muda karena kenyataannya kehidupan rohani kaum muda sangat minim. Mereka seakan tidak peduli dengan kehidupan rohani. Dengan demikian tawaran duniawi yang muncul membuat mereka mudah jatuh ke dalam hal-hal yang tidak baik, tidak peka mendengarkan suara hati.

Setiap orang dihadapkan pada situasi yang menguji hati nurani dan menuntut pengambilan sikap jelas dan keputusan yang jernih. Berhadapan dengan keadaan ”transisi dan labil” itu, orang seringkali bingung dan tidak tahu dengan pasti apa yang harus dilakukan. Maka perlu adanya pembinaan yang dapat membantu kaum

(28)

 

muda untuk mengenal nilai-nilai hidup sebagai orang kristiani. Selain bisa lebih menghayati iman, selama tinggal di asrama mereka juga dituntut untuk hidup sesuai dengan peraturan-peraturan yang telah ditetapkan di asrama seperti kedisiplinan, kekeluargaan, kemandirian, kesederhanaan, tanggung jawab, kecakapan dalam pergaulan sehari-hari maupun kemampuan intelektual mereka.

Oleh karena itu arah dan proses pembinaan di Asrama St. Ignasius de Loyola merupakan pembentukan manusia utuh. Untuk mencapai tujuan tersebut, praktek dan metode pembinaan di asrama perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut: semua orang berperan serta dalam memenuhi kebutuhan dasariah akan identitasnya, kesempatan yang baik untuk belajar hidup bersama dengan orang lain, membangun suasana persaudaraan, kekeluargaan dan dapat membina sikap saling mengasihi, menghargai, mendengarkan dan tanggung jawab.

Dengan memperhatikan hal-hal tersebut di atas, maka pembinaan di Asrama St. Ignasius de Loyola diarahkan agar mereka semakin menyadari tugas dan tanggungjawabnya sebagai generasi masa depan Gereja dan Bangsa Timor Leste. Proses pembinaan di asrama membimbing kaum muda untuk menjadi manusia yang beriman utuh secara moral, spiritual dan intelektual karena ketiga hal ini juga merupakan dasar dalam membangun Asrama St. Ignasius de Loyola Dili-Timor Leste. Aspek moral merupakan kejiwaan yang nantinya akan berimbas kepada attitude, kematangan kepribadian dalam pergaulan sehari-hari baik di asrama maupun di luar Asrama. Aspek spiritual merupakan pondasi kekuatan spiritual dalam membangun relasi dengan Tuhan dan sesama. Sedangkan aspek intelektual

(29)

 

merupakan pondasi akal fikiran sebagai nilai kompetitif serta pengetahuan untuk mengenal dan belajar tentang segala hal.

Metode pembinaan iman yang telah diterapkan di Asrama St. Ignasius de Loyola selama ini lebih pada pengalaman hidup saja dan belum ada metode yang sesuai untuk digunakan dalam proses pembinaan iman di Asrama sehingga proses yang berjalan selama ini seadanya saja dan belum sampai pada refleksi dan penghayatan. Hal ini disebabkan karena dalam proses pembinaan, pembina yang mendampingi kaum muda selama ini hanyalah sukarela saja sehingga dalam proses pembinaan belum sungguh-sungguh berperan sebagai fasilitator yang mempermudah, membimbing dan mengarahkan sehingga peserta atau penghuni Asrama dapat menjalankan tugas dengan setia dan tanggung jawab.

Sarana yang digunakan dalam pelaksanaan pembinaan iman memiliki keterkaitan satu sama lainnya. Jika dilihat dari fungsinya metode dimaksudkan untuk mendukung terlaksananya kegiatan pembinaan iman yang mengarah pada tujuan, sedangkan sarana dimengerti sebagai suatu perangkat atau alat yang digunakan dalam kegiatan guna mendukung tercapainya tujuan yaitu bisa digunakan media massa, cergam, video, kaset, soundslide, dan lain sebagainya. Namun kenyataannya sarana yang digunakan dalam pembinaan iman di Asrama St. Ignasius de Loyola selama ini belum sepunuhnya terlaksana dengan baik karena adanya keterbatasan fasilitas dan sarana yang dapat mendukung proses pembinaan.

Berdasarkan pengalaman penulis dan kenyataan yang telah kemukakan di atas, maka secara keseluruhan di Asrama St. Ignasius de Loyola cukup berjalan dengan baik namun mengenai proses pembinaan dan program belum terencana dan

(30)

 

terorganisir dengan baik. Kegiatan yang ada berjalan sesuai dengan kebiasaan yang sudah ada di asrama atau tergantung pada kreativitas dan spontanitas pembina. Hal ini dapat berakibat buruk jika terjadi pergantian pembina.

Oleh karena itu ideal seorang pembina yang diharapkan adalah kemampuan dalam menyusun suatu program kerja dan kemampuan pribadi seorang pembina. Seorang pembina yang profesional mampu merencanakan dan melaksanakan apa yang sudah direncanakannya secara bijaksana. Ia juga dapat membaca situasi yang sedang terjadi dan mampu mengambil langkah penyelesaian yang tepat dalam menghadapi masalah yang muncul. Figur seorang pembina Asrama demikian, inilah yang diharapkan dalam mendampingi dan menangani pembinaan kaum muda.

Menjadi seorang pembina kaum muda tidaklah gampang, apa lagi dalam hal pengembangan iman karena yang dihadapi adalah pribadi-pribadi yang berada dalam masa transisi yang amat peka, masa membangun kepribadian di mana seseorang sedang mencari identitasnya. Juga dalam diri kaum muda terdapat potensi-potensi yang bisa dikembangkan dan dapat menjadi harapan masa depan Gereja dan masyarakat, oleh karena itu sudah sepantasnyalah mereka memperoleh bekal yang memadai sehingga mampu mewujudkannya. Untuk dapat mewujudkan harapan tersebut banyak faktor akan berperan salah satunya ialah pembina.

Kenyataan pembina Asrama St. Ignasius de Loyola saat ini terdiri dari tiga orang pembina. Secara kuantitas jumlah tiga orang pembina sudah cukup memadai untuk menangani kaum muda di Asrama yang berjumlah 45 orang. Tetapi dari segi kualitas pembina yang ada dirasakan belum memadai karena pengalaman, pemahaman dan pengetahuan masih minim. Pembina Asrama yang ada dan

(31)

 

mendampingi kaum muda selama ini adalah sukarelawan saja dan karena belum ada orang yang ahli dalam bidang pembinaan sehingga proses pembinaan selama ini dari segi program, materi, metode, model, sarana dan isi berjalan tidak terarah dan teroganisir dengan baik. Dari ketiga orang pembina tersebut lebih banyak berfungsi sebagai pengurus asrama. Artinya mengatur jalannya kegiatan di Asrama sehingga seluruh aktivitas dapat berjalan dengan baik.

Demikianlah gambaran sekilas mengenai situasi Asrama St. Ignasius de Loyola Dili Timor Leste berkaitan dengan harapan, kenyataan, program kegiatan, model pembinaan dan proses pembinaan baik dari penghuni maupun pembina.

Adapun alasan penulis memilih judul tentang pembinaan iman bagi kaum muda di Asrama, berpangkal dari pengalaman dan pengamatan penulis bahwa : 1. Asrama St. Ignasius de Loyola sebagai wadah pembinaan kaum muda dalam

menentukan masa depannya.

2. Diharapkan kaum muda yang memilih tinggal di Asrama semakin berkembang kepribadiannya khususnya dalam hal iman.

3. Kaum muda merupakan penerus dan harapan masa depan Gereja dan bangsa. Bertolak dari keprihatinan di atas maka melalui skripsi ini penulis menawarkan salah satu bentuk pembinaan iman kaum muda demi memperkembangkan kepribadian yang dewasa dan utuh melalui karya tulis yang berjudul: “PEMBINAAN IMAN SEBAGAI UPAYA PEMBENTUKAN PRIBADI YANG UTUH DI ASRAMA SANTO IGNASIUS DE LOYOLA DILI-TIMOR LESTE” sebagai sumbangan pemikiran bagi pembinaan di Asrama St. Ignasius de Loyola khususnya dalam rangka pembinaan iman.

(32)

 

Penulis berharap melalui tulisan ini, dapat memberi sumbangan yang berguna dan dapat meningkatkan iman kaum muda di Asrama St. Ignasius de Loyola.

B. Identifikasi Masalah

Dengan melihat latar belakang yang ada, maka penulis dapat mengindentifikasikan beberapa masalah sebagai berikut :

1. Apakah program pembinaan di Asrama St. Ignasius de Loyola dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan yang direncanakan?

2. Apakah kegiatan atau acara harian di Asrama dapat membantu dan meningkatkan perkembangan iman kaum muda sebagai pribadi utuh di Asrama St. Ignasius de Loyola?

3. Bagaimana peran dan usaha pendamping dalam meningkatkan pembinaan iman kaum muda sebagai upaya pembentukan pribadi yang utuh?

4. Model pembinaan manakah yang sesuai, cocok dan tepat digunakan untuk kaum muda di Asrama St. Ignasius de Loyola?

5. Apakah sarana yang digunakan dapat membantu proses pembinaan iman di Asrama St. Ignasius de Loyola?

C. Pembatasan Masalah

Melihat bahwa fokus pembinaan iman kaum muda begitu luas maka penulis membatasi permasalahan dan memfokuskan pada Pembinaan Iman sebagai upaya pembentukan pribadi yang utuh di Asrama St. Ignasius de Loyola Dili -Timor Leste.

(33)

 

D. Rumusan Masalah

Dari latar belakang permasalahan di atas maka penulis dapat merumuskan permasalahan yang ada di Asrama St. Ignasius de loyola sebagai berikut :

1. Apakah pembinaan iman itu?

2. Bagaimanakah pribadi yang utuh itu?

3. Bagaimanakah pembinaan iman membantu membentuk pribadi yang utuh?

E. Tujuan Penulisan

Penulisan skripsi ini bertujuan:

1. Mengetahui hakikat pembinaan iman kaum muda 2. Mengetahui ciri-ciri kepribadian yang utuh

3. Menemukan bentuk pembinaan iman yang dapat membantu terbentuknya pribadi yang utuh.

F. Manfaat Penulisan

Penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi: 1. Gereja

Menambah wawasan atau pengetahuan tentang proses pelaksanaan pembinaan iman kaum muda agar Gereja dapat menimba hasil dari kemauan kaum muda yang ikut terlibat aktif dalam kehidupan menggereja, serta semakin bertumbuh dan berkembang di dalam imannya sebagai pribadi yang utuh baik moral, spiritual maupun intelektual.

(34)

 

2. Pembina Asrama St. Ignasius de Loyola

Sebagai bahan refleksi atas kegiatan pembinaan iman kaum muda yang selama ini dilaksanakan di Asrama St. Ignasius de loyola, sehingga dapat diketahui apakah kegiatan pembinaan kaum muda yang sudah dilaksanakan mencapai sasaran dan sesuai dengan yang diharapkan. Dengan demikian para pembina asrama semakin lebih baik mendidik, membina dan membimbing kaum muda di Asrama Santo Ignasius de Loyola dalam upaya pembentukan pribadi yang utuh.

3. Kaum muda Asrama St. Ignasius de Loyola

Dapat membantu dan mengembangkan iman kaum muda, sehingga mereka dapat berkembang sebagai pribadi yang utuh serta mampu mewujudkan imannnya dalam kehidupan sehari-hari dan menjadi contoh atau cermin bagi kaum muda lainnya.

4. Penulis

Menambah wawasan dan pengalaman mengenai pembinaan iman kaum muda agar lebih memahami dan menghayati tugas dan panggilan sebagai seorang calon guru, pendidik dan katekis dalam membimbing, membina dan mewartakan Sabda Tuhan.

(35)

 

G. Metode Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode deskriptif analisis yaitu metode yang memaparkan, menggambarkan, menguraikan dan menganalisis data yang diperoleh melalui pengalaman lapangan maupun melalui studi pustaka.

(36)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Pada bab II ini penulis akan memaparkan lima uraian pokok yaitu: pertama, menguraikan tentang pembinaan iman, ciri khas pembinaan iman, tujuan pembinaan iman, hal-hal pokok yang perlu ada dalam pembinaan iman dan manfaat dari pembinaan iman. Kedua, menguraikan mengenai pribadi yang utuh; pengertian pribadi yang utuh, ciri-ciri pribadi yang utuh, model pengembangan pribadi yang utuh dan faktor-faktor yang mempengaruhi pribadi yang utuh. Ketiga penelitian yang relevan. Keempat mengenai kerangka pikir dan kelima mengenai fokus dan pertanyaan penelitian.

A. Gambaran Umum Tentang Pembinaan Iman

Pembinaan merupakan masalah mendesak dewasa ini. Pembinaan adalah bagian dari pendidikan yang mengiktiarkan perkembangan pribadi manusia untuk tujuan akhirnya dan serentak untuk kepentingan masyarakat. Sedangkan pendidikan tidak hanya mengusahakan kematangan pribadi tetapi juga menyangkut pembinaan nilai-nilai kristiani, kemasyarakatan, sehingga nara didik atau kaum muda itu sendiri sadar dan yakin bahwa dirinya bernilai dan dapat memberi sumbangan kepada orang lain. Pembinaan nilai-nilai tersebut menjadi prioritas Gereja bagi pembinaan kaum muda yaitu pembinaan kualitas iman Katolik, pandangan jelas mengenai tempat, peran dan tanggung jawab kaum muda dalam hidup menggereja, memasyarakat dan bernegara.

(37)

Pembinaan dapat dilaksanakan dalam lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat dan salah satunya adalah asrama. Keluarga adalah tempat pertama dan utama bagi pendidikan sejak anak lahir sampai dewasa. Pendidikan dalam keluarga dilengkapi di sekolah. Pendidikan formal di sekolah mulai dari Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Tingkat Pertama dan Sekolah Menengah Tingkat Atas, bahkan sampai pada Perguruan Tinggi memberi lebih banyak pengetahuan dan latihan-latihan lewat pelajaran-pelajaran yang diberikan. Lingkungan masyarakat adalah lingkungan lebih luas di mana kaum muda mempunyai peluang mengembangkan kepribadiannya melalui pergaulan dengan orang lain.

Lingkungan keluarga dan sekolah belum cukup memenuhi kebutuhan pembinaan kaum muda. Maka untuk membantu pembinaan kaum muda ditempuh jalur-jalur pembinaan non formal, salah satunya adalah asrama, pengelolaan asrama ikut serta membantu melayani kaum muda khususnya yang tinggal di Asrama St. Ignasius de Loyola, dengan berusaha menyumbangkan dari segi pembinaan iman dan kemanusiaan bagi perkembangan pribadi kaum muda.

1. Pengertian Pembinaan

Mangunhardjana (1986:11-12) dalam bukunya Pembinaan; Arti dan Metodenya menyatakan pengertian pembinaan sebagai berikut:

Kata pembinaan merupakan terjemahan dari kata Inggris, training yang berarti latihan, pendidikan, dan pembinaan. Pembinaan merupakan bagian dari pendidikan sejauh hal tersebut berhubungan dengan pengembangan manusia. Pembinaan merupakan suatu proses belajar dengan melepaskan hal-hal yang sudah dimiliki dan mempelajari hal yang baru yang belum dimiliki sebelumnya, dengan tujuan membantu orang yang menjalaninya sehingga semakin mampu mengembangkan diri secara lebih baik.

(38)

Melalui pembinaan terjadi suatu proses belajar dan para peserta tidak hanya sekedar mempelajari ilmu murni tetapi belajar untuk mempelajari ilmu yang dapat dipraktekkan. Dewasa ini, pembinaan menekankan pengembangan manusia pada segi praktis yaitu pengembangan sikap, kemampuan, dan kecakapan. Dalam pembinaan, orang tidak sekedar dibantu untuk mempelajari ilmu murni, tetapi ilmu yang dipraktekkan. Dalam pembinaan, orang terutama dilatih untuk mengenal kemampuan dan mengembangkannya, agar dapat memanfaatkan secara penuh dalam bidang hidup atau kerja mereka. Unsur dalam pembinaan adalah mendapatkan sikap (attitude) dan kecakapan (skill). Dalam pembinaan terjadi proses melepas hal-hal yang sudah dimiliki (delearning), berupa pengetahuan dan praktek yang sudah tidak membantu dan menghambat hidup dan kerja, dan mempelajari (learning) pengetahuan dan praktek baru yang meningkatkan hidup dan kerja dengan tujuan agar orang yang menjalani pembinaan mampu mencapai tujuan hidup atau kerja yang digumuli secara lebih efisien dan efektif daripada sebelumnya (Mangunhardjana, 1986: 12).

2. Pengertian Iman

Iman secara etimologi artinya mempercayai. Percaya berkaitan erat dan tidak bisa dipisahkan dari mengenal dan mengetahui. Dalam arti kepercayaan terhadap sesuatu itu tumbuh dengan dilandasi dan didasari pengetahuan dan pengenalan terhadapnya. Jika seseorang mempercayai sesuatu maka dia mengetahui dan mengenalnya, Erlan Naofal, (http://misi.sabda.org/hakikat iman/2010/06).

(39)

Iman adalah jawaban atas panggilan Allah, penyerahan pribadi kepada Allah yang menjumpai manusia secara pribadi. Dalam iman manusia menyerahkan diri kepada Sang Pemberi Hidup. Iman merupakan hubungan pribadi dengan Allah yang hanya karena Rahmat Allah. Iman adalah penyerahan diri secara total kepada Allah yang menyatakan diri, tidak karena terpaksa melainkan dengan sukarela (Konferensi Waligereja Indonesia, 1996:128).

Iman merupakan tanggapan manusia terhadap sabda Allah (Adisusanto, 2000:1). Pengertian ini memperlihatkan adanya hubungan yang khusus antara Allah dan manusia, artinya manusia bersedia dan mau menanggapi sabda Allah tersebut melalui hubungan atau relasi yang sangat dekat sehingga memungkinkan manusia untuk sanggup menyatakan imannya. Dalam Konstitusi Dogmatis Tentang Wahyu Ilahi dikatakan "Demikianlah manusia dengan bebas menyerahkan diri seutuhnya kepada Allah, dengan mempersembahkan "kepatuhan akal budi serta kehendak yang sepenuhnya kepada Allah yang mewahyukan", dan dengan sukarela menerima sebagai kebenaran wahyu yang diberikan oleh-Nya (DV. Art. 5). Melalui ungkapan tersebut berarti, kesanggupan atau kemauan manusia menyatakan ketaatan imannya kepada Allah bukan karena usaha manusia saja, melainkan karena rahmat Allah: anugerah Allah cuma-cuma kepada mansusia. Maka beriman kepada Allah berarti juga sanggup untuk melaksanakan semua perintah-Nya atau dengan kata lain, hidup sungguh sesuai dengan seluruh kehendak Allah dan berserah diri kepada-Nya.

Iman merupakan syarat mutlak dalam memperoleh keselamatan hidup. Orang yang tidak percaya akan Allah dan akan Putra-Nya yang rela sengsara dan wafat demi menebus dosa-dosa umat-Nya tidak akan diselamatkan. Orang yang mengimani

(40)

Allah harus benar-benar percaya kepada-Nya bahwa Dia sungguh-sungguh ada. Kepercayaan penuh yang diberikan kepada Allah akan membawa manusia mendapatkan upah keselamatan (Ibr 11:6).

3. Pengertian Pembinaan Iman

Pembinaan iman yang dimaksud di sini adalah pembinaan kerohanian, yaitu usaha meningkatkan hidup beriman dengan memperluas dan memperdalam iman. Usaha memperluas keimanan kaum muda mencakup dua dimensi yaitu dimensi vertikal yang berhubungan dengan Tuhan dan dimensi horisontal yang berhubungan dengan alam serta sesama (Tangdilintin, 1984:12).

Pembinaan iman merupakan suatu usaha yang dilaksanakan dalam rangka mengembangkan iman seseorang. Kaitannya dengan pembinaan iman kaum muda, supaya iman mereka menjadi lebih berkembang dan lebih hidup. Maka dengan pembinaan iman diharapkan kaum muda yang tinggal di Asrama dapat memperkembangkan imannya agar lebih mendalam dan semakin berkembang ke arah yang lebih dewasa. Pembinaan iman dilaksanakan untuk membantu kaum muda yang saat ini masih mencari identitasnya untuk lebih mengarahkan mereka agar jangan sampai mereka terjerumus pada hal-hal yang negatif. Melalui pembinaan kaum muda Katolik menjalani proses belajar untuk mengenal hal-hal yang baru demi memperkembangkan diri ke arah yang lebih baik agar mereka semakin mengenal dan sungguh-sungguh percaya kepada Allah Bapa yang telah memberikan keselamatan dalam kehidupannya. Maka kegiatan pembinaan iman berarti juga mau mengembangkan proses komunikasi, refleksi dan aksi yang disertai dengan

(41)

kesungguhan dan ketulusan seseorang maupun kelompok dalam menanggapi sabda-sabda Allah. Komunikasi berarti juga kesanggupan seseorang untuk menanggapi sabda-sabda Allah dalam sikap hidup yang nyata, refleksi terutama berkaitan dengan usaha untuk semakin meresapi sabda-sabda Allah tersebut dalam hidup, sedangkan aksi adalah tanda atau bukti yang dilakukan manusia atas sikap iman yang hidup dan nyata kepada Allah melalui perbuatan atau tindakan konkrit sehari-hari (Tangdilintin, 1984:48).

Perkembangan iman seseorang pun tidak pernah lepas dari campur tangan Allah karena rahmat Allah yang telah dicurahkan melalui Roh Kudus sehingga iman seseorang bisa tumbuh dan berkembang. Tetapi iman yang telah dicurahkan Allah melalui Roh Kudus tersebut hanya akan berkembang dengan baik ketika manusia juga mau bergiat atau berusaha tanpa henti untuk mengembangkan imannya sendiri supaya semakin beriman lebih mendalam.

Untuk menjaga atau membantu manusia agar beriman lebih mendalam maka perlu usaha dari pihak manusia yaitu usahanya sendiri untuk membina imannya. Di sinilah pembinaan iman jadi memiliki peran yang amat penting walaupun bukan tujuan yang utama, tetapi sejauh membantu yang bersangkutan secara khusus dalam hal ini adalah kaum muda, supaya semakin mampu mencapai kedewasaan dan kematangan iman kristiani baik secara individu maupun kelompok. Untuk mencapai kematangan dan kedewasaan iman Kristiani harus melalui proses yang panjang dan berliku-liku, serta diikuti dengan rasa sesal dan tobat yang mendalam dan kesediaannya untuk meninggalkan cara hidup yang lama dengan sikap hidup yang baru yang sesuai dengan ajaran Kristus atau sesuai dengan sabda-sabda Allah.

(42)

Dengan demikian pembinaan iman adalah seperangkat kegiatan yang diatur sedemikian rupa, dalam membantu kaum muda untuk meningkatkan hubungan ke dalam dengan pribadinya.

4. Ciri Khas Pembinaan Iman

Pembinaan iman bertujuan untuk membantu kaum muda agar mereka semakin mampu menghayati dan mendalami imannya. Pembinaan iman yang dilaksanakan bagi kaum muda khususnya kaum muda yang memilih tinggal di Asrama ini memiliki ciri khas tersendiri yaitu pembinaan iman yang disesuaikan dengan keadaan dan perkembangan daya pikir mereka. Pembinaan iman yang dilaksanakan harus bersifat holistik atau menyeluruh yaitu mencakup aspek kognitif, afektif, dan aksi konkret. Pembinaan iman bersifat kontekstual yaitu pembinaan iman yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada, baik berkaitan dengan subyek maupun aspek pendukung lainnya seperti sarana dan prasarana yang ada. Selain itu, pembinaan iman harus mampu menjawab kebutuhan pesertanya agar dalam mengikuti pembinaan iman peserta (kaum muda) merasa tersentuh dan terbantu untuk mengatasi kesulitan-kesulitan atau persoalan hidup yang sedang dihadapi, baik itu dalam diri maupun di luar diri.

5. Tujuan Pembinaan Iman

Tujuan pembinaan merupakan titik yang hendak dicapai dalam proses pembinaan. Pembinaan iman merupakan suatu usaha untuk membantu orang menuju kedewasaan iman. Iman Kristiani berpusat pada Yesus Kristus. “Akulah Pokok

(43)

Anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barang siapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia akan berbuah banyak, sebab di luar Aku, kamu tidak dapat berbuat apa-apa” (Yoh 15:5). Pembinaan iman memang selalu berpusat pada Kristus dan terus menerus mengarahkan warga Asrama menjadi orang Kristiani sejati.

Pembinaan orang muda merupakan suatu proses yang bertujuan untuk mencapai perubahan hidup, yang meliputi perubahan pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan perilaku yang dapat digambarkan sebagai kedewasaan dalam Kristus. Sasaran yang hendak dicapai dalam pembinaan meliputi dua segi baik kualitatif maupun kuantitatif. Secara kualitatif berarti setiap orang percaya dapat berbuah banyak dalam kehidupannya (Yoh 15:8), hidup oleh dan dipimpin Roh Kudus sehingga menghasilkan buah Roh (Gal 5:22-23). Secara kuantitatif berarti seorang murid harus berlipatganda atau bermultiplikasi (Mat 28:19-20; 2 dan Tim 2:2).

Mendampingi dan membantu kaum muda untuk dapat menemukan diri, mengembangkan kemampuan dan kemauan mereka, mengenali masalah-masalah sosial, dengan sistem dan struktur yang sering menguasai hidup mereka, agar mampu mengahadapi persoalan sendiri serta tantangan lingkungannya, sehingga mereka dapat menempatkan diri sebagai manusia beriman dan sebagai anggota Gereja, mampu memberi kesaksian dan pelayanan kristen di tengah masyarakat (Tangdilintin, 1984:49).

Jadi pembinaan iman kaum muda dimaksudkan untuk mendampingi atau membimbing kaum muda sebagai pribadi atau jemaat yang beriman akan Kristus untuk menuju kedewasaan iman kristiani dan mencapai kepribadian yang utuh. Kaum muda dibimbing supaya dapat mengembangkan dirinya sendiri dan mampu

(44)

menyadari segenap potensi atau bakat yang dimilikinya. Dengan demikian kaum muda diharapkan semakin mampu menjadi manusia yang sejahtera baik lahir maupun batin, juga menjadi kaum muda yang tangguh, tanggap, dan terlibat dalam hidup menggereja, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Sejalan dengan tujuan pembinaan iman yang telah disebutkan di atas, dapat disederhanakan lagi menjadi tiga lingkup tempat, di mana kaum muda bisa lebih bebas mengembangkan diri menuju kedewasaan kristianinya yang utuh yaitu: keluarga, Gereja dan masyarakat (Tangdilintin, 1984:45-47).

Pertama, lingkup hidup keluarga. Keluarga merupakan lingkungan hidup yang pertama dan utama di mana kaum muda hampir setiap harinya berada bersama keluarga. Kegiatan pembinaan dimaksudkan juga untuk menjadikan peserta bina mampu merasakan "suasana surgawi" yang menyenangkan dan mengikat secara emosional sehingga kelompok tersebut merasa eksklusif tidak terpisahkan satu dengan lainnya. Selain itu, kaum muda juga dibuka wawasannya dan diajak untuk mengalami suasana yang akrab dan memperoleh kesempatan untuk berdialog secara terbuka dan leluasa, serta mampu mengutarakan pendapat dengan keyakinan bahwa mereka didengarkan. Pada akhirnya kaum muda lalu diajak untuk menyadari dan membuka diri terhadap nilai-nilai positif dan maksud baik para orang tua, walaupun sulit diterima dalam nilai-nilai hidup dan norma yang berlaku umum dalam masyarakat dan tetap berusaha untuk membangun kebahagiaan dalam keluarga.

Kedua, lingkup Gereja: dalam lingkup Gereja, ada dua aspek yang hendak dicapai yaitu mengembangkan dan memperdalam iman atau hidup rohani kaum muda dan pengenalan Gereja sebagai komunitas iman maupun dalam wujud

(45)

institusionalnya (Tangdilintin, 1984:47). Artinya, pembinaan itu harus mampu menolong kaum muda agar mereka mampu membawa kesegaran dan keceriaan dalam Gereja. Mereka dibantu untuk menyadari potensi yang dimilikinya terutama dalam bakat-bakat alamiah yang dikaruniakan oleh Roh Kudus, demi pengembangan diri dan sesama jemaat (kharisma), akan menjadi motivasi yang kokoh. Melalui tekanan ini, kaum muda diajak untuk menyadari keanggotaannya sebagai warga Gereja, mengenal gambaran-gambaran Gereja dan arah perkembangannya.

Kaum muda dibantu, supaya mampu melibatkan diri secara bertanggung jawab mengambil peran dalam perkembangan Gereja sesuai dengan kharisma yang mereka miliki. Kaum muda diberi kesempatan untuk mengembangkan diri dalam kehidupan menggereja sesuai dengan kecakapannya masing-masing. Salah satu indikasi kedewasaan iman seseorang bisa dilihat apakah ia sudah mampu terlibat dalam kehidupan menggereja atau tidak.

Kehidupan menggereja merupakan sesuatu yang penting dan perlu sebagai bentuk perwujudan iman seseorang. Kehidupan menggereja, dalam kenyataannya sering dilakukan oleh orang-orang yang sudah diterima secara resmi sebagai anggota Gereja terutama orang yang telah menerima sakramen permandian dan sakramen krisma. Sakramen permandian sebagai pintu masuk untuk menjadi anggota Gereja. Sedangkan dalam persiapan penerimaan sakramen krisma orang didampingi untuk mematangkan dan mendewasakan imannya. Oleh karena itu kaum muda yang telah menerima sakramen permandian dan sakramen krisma sudah selayaknya untuk mampu terlibat dalam kehidupan menggereja baik dalam lingkup internal maupun dalam lingkup eksternal. Dalam lingkup internal kaum muda mulai mampu dan mau

(46)

terlibat dalam kegiatan gerejawi yaitu koor, menjadi pendamping sekolah minggu, terlibat dalam kerja bakti di kapel atau Gereja dan lain sebagainya. Sedangkan kehidupan menggereja secara, eksternal artinya kaum muda mau terlibat secara aktif dalam kehidupan masyarakat yang melampaui kehidupan gerejani.

Ketiga, lingkup masyarakat: pembinaan terutama dimaksudkan untuk menolong kaum muda agar memiliki kadar kepekaan sosial (socio felling) yang tajam (Tangdilintin, 1984:46). Artinya mereka memiliki kemampuan dalam membaca tanda-tanda zaman, gejolak-gejolak sosial serta pengaruh dari sistem sosial di dalam masyarakat. Dalam pembinaan iman kaum muda, diarahkan untuk memiliki sikap kritis selektif terhadap kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan maupun teknologi. Selain itu juga, kaum muda diharapkan memiliki kesadaran politis (pengaturan kekuasaan), yang berarti kaum muda mengetahui sepenuhnya hak-haknya sebagai warga negara dan mampu mengaktualisasikan dirinya sesuai dengan potensi yang dimilikinya.

Sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai dalam lingkup masyarakat; kiranya masyarakat juga mau mendukung dan menerima kaum muda sebagai "komponen masa kini" atau pribadi-pribadi yang sudah semestinya diberi tempat, kesempatan dan tanggung jawab untuk berperan secara aktif. Dengan kata lain masyarakat dapat merangsang suatu iklim partisipatif sehingga peluang untuk mengembangkan hidup kaum muda menjadi semakin lebih besar.

Disadari bahwa, pembinaan iman memiliki tujuan yang hendak dicapai. Maka komponen-komponen yang langsung terkait di dalamnya (Asrama, keluarga, Gereja

(47)

dan masyarakat), perlu menciptakan suasana yang kondusif agar kaum muda semakin mampu berkembang secara utuh menuju kematangan dan kedewasaannya.

6. Hal-hal Pokok dalam Pembinaan Iman

Di dalam pembinaan iman kaum muda, perlu diperhatikan hal-hal yang pokok supaya proses pelaksanaan pembinaan iman kaum muda tersebut dapat berjalan baik dan tepat sasaran.

Adapun hal-hal pokok yang perlu diperhatikan yaitu mencakup berbagai bidang pembinaan yang relevan untuk kaum muda:

a. Bidang-bidang Pembinaan Iman

Bidang-bidang pembinaan kaum muda hendaknya mampu mengangkat beberapa hal pokok (Komisi Kepemudaan KWI, 1998:7-10). Hal-hal pokok tersebut dapat dicapai melalui beberapa point penting antara lain:

1) Pengembangan Kepribadian

Pengembangan kepribadian yang dimaksud di sini adalah penemuan potensi diri serta kesadaran akan keterbatasannya, yang menumbuhkan kepercayaan diri dan menemukan gambaran diri yang seimbang sehingga berkembang sesuai dengan bakat yang dimilikinya dan bermanfaat bagi orang-orang yang ada di sekitarnya. Kaum muda perlu juga menyadari bahwa keberadaannya di dalam suatu masyarakat di manapun ia berada sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangnnya. Karena itu, perlu disadari dalam perkembangan dan pertumbuhannya dibutuhkan orang lain atau dengan kata lain untuk menjadi dirinya yang seutuhnya diperlukan dukungan atau semangat dari orang lain khususnya yang ada di sekitamya. Melalui

(48)

hubungan itu, mereka berinteraksi dengan orang lain dalam semangat persaudaraan yang sejati (Komisi Kepemudaan KWI, 1998:7-8).

2) Pengembangan Katolisitas

Pengembangan kehidupan iman meliputi: pengetahuan tentang kebenaran-kebenaran iman yang makin luas dan mendalam. Artinya, segi pengetahuan amat diperlukan dalam usaha untuk memahami kebenaran-kebenaran iman. Pembinaan dimaksudkan untuk mengolah segi pengetahuan dan pemahaman peserta agar iman keagamaan yang diyakininya semakin mantap. Dengan demikian, mereka semakin sanggup untuk menyerahkan diri kepada kehendak Allah dan berserah diri kepadaNya. Hal ini tentu saja didukung oleh penghayatan hidup sakramen dan doa yang baik sekaligus benar sehingga dalam kenyataan yang tersulit pun mereka mampu bertahan dan mengatasi kesulitan dengan memohon kekuatan dan bimbingan dari Allah (Komisi Kepemudaan KWI, 1998:8).

3) Pengembangan Kemanusiaan dan Kemasyarakatan

Pengembangan rasa kemanusiaan lebih terarah kepada sesama yang mengalami penderitaan, diasingkan dari kelompok masyarakat. Semuanya itu membutuhkan rasa solider yang tinggi dari sesama. Masing-masing orang diharapkan mau dan mampu memberi perhatian yang tulus dan ikhlas melalui daya dan upaya yang bisa bermanfaat bagi orang lain, walaupun dengan cara yang sederhana, serta keberanian untuk membela keadilan dan kebenaran khususnya berkaitan dengan hak-hak asasi manusia yang dilecehkan dalam bidang kemasyarakatan mampu

(49)

menyadari hak-haknya sebagai warga masyarakat dan sekaligus mampu menyadari peranannya dalam masyarakat yang artinya muncul kesadaran dalam dirinya, bahwa mereka dapat menjadi salah satu agen pembaharu dalam masyarakat untuk menyongsong masyarakat yang lebih sejahtera (Komisi Kepemudaan KWI, 1998:8-9).

4) Pengembangan Kepemimpinan dan Keorganisasian

Hal-hal pokok yang termasuk dalam kepemimpinan meliputi: pemahaman dan penghayatan akan kepemimpinan kristiani. Dalam pandangan orang kristiani pemimpin adalah seorang pelayan, yang memiliki kepekaan terhadap tanda-tanda zaman yang berkembang secara cepat. Sedangkan dalam bidang keorganisasian meliputi: kesanggupan berorganisasi serta mengetahui manfaat dan arti pentingnya berorganisasi. Dalam bidang keorganisasian, sebenarnya yang ingin dicapai adalah kemampuan mengelola kelompok secara demokratis, yang disertai dengan rasa tanggung jawab yang penuh dari setiap anggota maupun kelompoknya (Komisi Kepemudaan KWI, 1998:9-10).

5) Pengembangan Intelektualitas dan Profesionalitas

Pengembangan intelektualitas mencakup: kemampuan berpikir secara kritis, analisis dan reflektif. Disadari bahwa kemajuan dan perkembangan zaman yang pesat akan sangat dibutuhkan orang-orang yang mampu berpikir secara lebih kristis, artinya tidak hanya menerima begitu saja perubahan dan perkembangan yang ada, tetapi mampu memikirkannya kembali dan memperoleh pandangan yang lebih tajam

(50)

terhadap segala perubahan yang ada. Sedangkan profesionalitas lebih mengutamakan keterampilan terutama berkaitan dengan bidang pekerjaan atau usaha yang sedang atau akan digelutinya, oleh karena itu, dibutuhkan cara kerja yang sungguh profesional di dalam bidangnya (Komisi Kepemudaan KWI, 1998: 10).

b. Pendekatan

Ada dua cara pendekatan dalam pembinaan iman bagi kaum muda di asrama yaitu:

1) Pendekatan Pribadi

Pendekatan pribadi dipakai karena pribadi manusia adalah khas. Khas dalam arti seorang berbeda dan unik dari orang lain. Oleh karena itu, pendampingan dan pembinaan kaum muda harus juga ditemui dan dibina dalam kekhasan itu sebagai diri yang unik, sehingga pribadi (kaum muda) tersebut berkembang sepenuhnya. Pendekatan pribadi bertujuan untuk menyapa mereka sebagaimana adanya. Menyapa atas kebutuhan, keinginan, harapan, persoalan, kecenderungannya, psikologisnya dan sebagainya.

Dalam kaitan dengan uraian mengenai kaum muda; berarti seorang pendamping perlu melihat, membaca, mengerti kehidupan dan perkembangan kaum muda itu sebagaimana adanya dan mengambil langkah selanjutnya. Melihat berarti melihat apa adanya kaum muda itu, tanpa dipengaruhi oleh berbagai hal lain, cara pandang, konsep, dan sebagainya. Membaca artinya pembina mesti mengetahui keadaan, situasi, latar belakang keluarga, pendidikan, usia kaum muda tanpa harus menginterpretasikan kaum muda. Mengerti artinya pembina mesti sungguh-sungguh

(51)

memahami kebutuhan dari kaum muda itu sendiri (http: //monfortmalang.Blogspot. com/2010/05/teologi pastoral kaum muda).

2) Pendekatan Kelompok

Pendekatan ini merupakan pembinaan pribadi dalam kelompok maupun kelompok sebagai suatu kesatuan yang dinamis. Pendekatan kelompok yang dimaksud mencakup kelompok kecil dan besar. Pertama kelompok kecil, dalam kelompok kecil seperti ini, pembinaan kaum muda akan terasa sangat efektif, karena dalam kelompok kecil ini seorang pembina akan mengetahui dengan pasti segala potensi yang ada dalam diri kaum muda. Kedua, kelompok besar, dalam kelompok ini, akan membantu setiap pribadi untuk mengenal lingkungan kaum muda dan mengenal satu dengan yang lain. Pengenalan lingkungan ini, bermanfaat untuk saling meneguhkan satu dengan yang lain (Http://montfortanmalang.blogspot.com/2010/05/ teologi-pastoral-kaum-muda.html).

c. Metode dan Sarana

Berdasarkan persepsi tentang kaum muda sebagai subyek bina dan pelaku utama pembinaan, maka metode pembinan yang efektif adalah "Metode partisipatif'. Artinya para peserta terlibat secara efektif dan berperan serta sebagai subyek dan pelaku dalam keseluruhan proses kegiatan pembinaan iman (Komisi Kepemudaan KWI, 1998:14). Metode-metode tersebut antara lain:

1) Metode informatif

(52)

seperti ceramah, bacaan terarah dan diskusi panel. Metode informatif kerap dikritik, karena sifatnya adalah monolog, atau satu arah. Metode informatif bertujuan untuk menyampaikan informasi, menjelaskan suatu permasalahan, menyampaikan analisis mengenai suatu masalah, dan menyampaikan suatu pengantar atau pengarahan kepada kelompok tertentu. Metode informatif memiliki keuntungan tetapi juga ada kerugian. Keuntungan dari metode informatif dapat memberikan banyak informasi dalam waktu yang singkat (Mangunhardjana, 1986:17).

2) Metode Partisipatif

Metode Partisipatif merupakan pembinaan yang utama. Dalam pembinaan, pengetahuan dan pengalaman serta keahlian peserta sangat dibutuhkan. Pembinanan ini lebih merupakan situasi belajar bersama yang mana pembina dan para peserta saling belajar satu sama lain (Mangunhardjana, 1986:17).

3) Metode Eksperensial

Metode Eksperensial merupakan suatu metode yang melibatkan peserta pada situasi dan pengalaman dalam bidang yang dijadikan sebagai pembinaan. Oleh karena itu dituntut keahlian yang tinggi dari seorang pembina (Mangunhardjana, 1986:18).

Dalam pelaksanaan pembinaan iman metode dan sarana memiliki keterkaitan satu sama lainnya. Jika dilihat dari fungsinya metode dimaksudkan untuk mendukung terlaksananya kegiatan pembinaan iman yang mengarah pada tujuan, sedangkan sarana dimengerti sebagai suatu perangkat atau alat yang digunakan

(53)

dalam kegiatan guna mendukung tercapainya tujuan. Adapun bentuk metode partisipatif ini, biasanya bersifat mengetengahkan dan meneliti realitas yang terjadi dalam kehidupan kaum muda, seperti: mengapa, untuk apa, di dalam menanggapi ataupun memahami segala sesuatu atau peristiwa. Sedangkan sarana yang bisa digunakan yaitu media massa, cergam, video, kaset, soundslide, dan lain sebagainya.

Oleh karena itu seorang pemandu lebih berfungsi sebagai fasilitator atau pemudah yang memungkinkan terjadinya proses interaksi antar kelompok, serta berusaha untuk mencapai tujuan. Selain itu juga, seorang pemandu dituntut untuk mampu memilih dan menentukan metode dan sarana yang cocok dalam proses pembinaan iman.

d. Bentuk pembinaan Iman

Bentuk pembinaan iman meliputi cara yang dapat dilakukan dalam proses pembinaan iman. Pembinaan iman kaum muda hendaknya dapat memilih bentuk pembinaan yang menarik perhatian dan menyentuh kehidupan orang muda, seperti permainan, outbond, sharing pengalaman, menonton,rekoleksi, retret, menyanyi, kegiatan yang energik, dan efektif melibatkan mereka secara aktif dalam kebersamaan (Suparno, 2004:5).

e. Materi Pembinaan Iman

Materi pembinaan adalah hal-hal yang disiapkan secara matang dan dapat diberikan kepada peserta dalam rangka membantu peserta atau kaum muda mengolah pengalaman hidup dan menemukan makna yang berarti di dalam proses pembinaan.

(54)

Pembinaan iman kaum muda diselenggarakan untuk membantu kaum muda agar mampu menjawab kebutuhan mereka dan perkembangan zaman. Maka materi pembinaan dapat dirinci mulai dari yang paling dekat dari dirinya, yakni: mengenai kepribadian, dan sampai pada peran serta atau keterlibatan dalam hidup bersama (Mangunhardjana, 1986:36).

Materi pembinaan mengenai kepribadian sangat penting karena kaum muda sedang dalam pembentukan dan perkembangan yang amat menentukan di masa depan, dimana kaum muda sedang dalam masa pencarian identitas diri. Kaum muda dalam mencari identitas diri ini sering mengalami ketegangan, maka mereka harus didampingi dan dibantu untuk mengenal, mencari, menemukan diri dan potensi serta kesadaran akan keterbatasan yang menumbuhkan kepercayaan diri dan gambaran diri sehat (Komisi Kepemudaan KWI, 1998:7).

Materi mengenai hidup bersama juga dianggap penting untuk pembinaan iman bagi kaum muda, sehingga kaum muda semakin memiliki kesadaran akan lingkungan sekitarnya yaitu dengan memberi perhatian kepada orang yang menderita, memiliki solidaritas dan penghormatan serta pembelaan terhadap martabat manusia. Materi hidup bersama dalam pembinaan iman kaum muda diharapkan dapat menumbuhkembangkan kesadaran sebagai warga masyarakat, sehingga kaum muda semakin sadar akan hak dan kewajibannya, berkembang dalam bentuk kerja sama dan dialog dengan sesama (Komisi Kepemudaan KWI, 1998:9).

(55)

f. Proses pelaksanaan dan Evaluasi

Di dalam proses pelaksanaan pembinaan iman, seorang pendamping tidak menempatkan diri sebagai guru yang mengajari murid-muridya. Pendamping perlu berperan sebagai fasilitator yang mampu mengarahkan dan menciptakan iklim partisipatif dan komunikasi dialogal sehingga para peserta bebas dan berani mengungkapkan pengalaman iman dan mengutarakan pendapatnya.

Dalam kegiatan pembinaan iman diperlukan juga evaluasi. Evaluasi adalah cara untuk mengetahui sejauh mana pelaksanaan suatu kegiatan dapat mencapai hasil yang memuaskan atau gagal. Pelaksanaan evaluasi ini dilakukan berdasarkan tujuan yang telah direncanakan. Hasil dari pelaksanaan evaluasi ini dapat dijadikan sebagai upaya demi peningkatan suatu kegiatan yang akan dilaksanakan.

Untuk memberikan evaluasi ada beberapa kriteria yang perlu ditentukan seperti dari segi tujuan, isi, manfaat dan lain-lain, disesuaikan dengan kebutuhan yang diinginkan dari kegiatan tersebut. Pelaksanaan evaluasi ini bisa dilakukan dalam bentuk lisan maupun tulisan. Baik oleh peserta sendiri maupun oleh pembina atau fasilitator.

g. Manfaat Pembinaan Iman

Dalam melaksanakan pembinaan, ada kecenderungan untuk melihat hasil dan menilai mutu pembinaan dari hasil yang nampak. Adapun kriteria yang biasanya digunakan dalam melihat apakah pembinaan itu berhasil atau tidak. Biasanya juga digunakan untuk melihat tingkah laku peserta apakah mampu pemperlihatkan hal-hal positif atau belum setelah mengikuti pembinaan. Perlu disadari bahwa pembinaan

(56)

tidak akan pernah berakhir. Maksudnya ialah "perjumpaan dengan Yesus Kristus" yang dialami oleh semua perserta saat ini akan terus berkelanjutan dan bisa menjadi semakin nyata pada masa-masa yang akan datang. Jadi pembinaan yang sudah dilaksanakan belum tentu kelihatan hasilnya pada saat ini namun melalui proses yang berkembang secara terus menerus dan dalam usahanya sendiri untuk meperoleh manfaat darinya bisa jadi menjadi kenyataan pada hari-hari yang akan datang. Adanya kenyataan demikian bukan justru mematahkan langkah atau jerih payah dalam usaha atau upaya membina kehidupan para kaum muda dalam mencari nilai-nilai hidup dan memegang prinsip yang teguh sebagai murid-murid Kristus, tetapi justru semakin memotivasi atau memberi dorongan yang optimal dalam pelaksanaan pembinaan bagi para kaum muda.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, selanjutnya akan dibahas tentang hasil atau manfaat yang ingin dicapai setelah mengikuti pembinaan adalah:

1) Berkembangnya Kemauan dan Kemampuan Menghadapi Kenyataan

Kehidupan kaum muda selalu dinamis dan memiliki visi yang luas dan selalu berkembang mengikuti perkembangan dan perubahan zaman. Hal ini adalah proses yang terjadi secara wajar karena dipicu oleh situasi zaman yang selalu berubah dan berkembang secara pesat dan merasuki segi-segi kehidupan manusia. Kenyataan ini menuntut kaum muda untuk semakin mampu bertahan (survive) dalam segala hal dengan memaksimalkan segala potensi yang dimiliki dan mampu menentukan sikap terhadap pilihan-pilihan hidup yang menantang. Karena kalau tidak mampu bertahan dikhwatirkan akan hanyut oleh zaman yang berkembang pesat. SAGKI (2005:11) mengatakan bahwa semua umat Katolik diajak untuk membuat "budaya tandingan".

Gambar

Tabel 26 : Memotivasi dan bersedia membantu teman
Tabel 1. Kisi-kisi Penelitian   No  Variabel  Aspek yang
Tabel 2: Hasil Wawancara
Tabel 3 : Tujuan Pembinaan Iman di Asrama St. Ignasius de Loyola.
+7

Referensi

Dokumen terkait