• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. KAJIAN PUSTAKA

A. Gambaran Umum Tentang Pembinaan Iman

5. Tujuan Pembinaan Iman

Tujuan pembinaan merupakan titik yang hendak dicapai dalam proses pembinaan. Pembinaan iman merupakan suatu usaha untuk membantu orang menuju kedewasaan iman. Iman Kristiani berpusat pada Yesus Kristus. “Akulah Pokok

Anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barang siapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia akan berbuah banyak, sebab di luar Aku, kamu tidak dapat berbuat apa-apa” (Yoh 15:5). Pembinaan iman memang selalu berpusat pada Kristus dan terus menerus mengarahkan warga Asrama menjadi orang Kristiani sejati.

Pembinaan orang muda merupakan suatu proses yang bertujuan untuk mencapai perubahan hidup, yang meliputi perubahan pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan perilaku yang dapat digambarkan sebagai kedewasaan dalam Kristus. Sasaran yang hendak dicapai dalam pembinaan meliputi dua segi baik kualitatif maupun kuantitatif. Secara kualitatif berarti setiap orang percaya dapat berbuah banyak dalam kehidupannya (Yoh 15:8), hidup oleh dan dipimpin Roh Kudus sehingga menghasilkan buah Roh (Gal 5:22-23). Secara kuantitatif berarti seorang murid harus berlipatganda atau bermultiplikasi (Mat 28:19-20; 2 dan Tim 2:2).

Mendampingi dan membantu kaum muda untuk dapat menemukan diri, mengembangkan kemampuan dan kemauan mereka, mengenali masalah-masalah sosial, dengan sistem dan struktur yang sering menguasai hidup mereka, agar mampu mengahadapi persoalan sendiri serta tantangan lingkungannya, sehingga mereka dapat menempatkan diri sebagai manusia beriman dan sebagai anggota Gereja, mampu memberi kesaksian dan pelayanan kristen di tengah masyarakat (Tangdilintin, 1984:49).

Jadi pembinaan iman kaum muda dimaksudkan untuk mendampingi atau membimbing kaum muda sebagai pribadi atau jemaat yang beriman akan Kristus untuk menuju kedewasaan iman kristiani dan mencapai kepribadian yang utuh. Kaum muda dibimbing supaya dapat mengembangkan dirinya sendiri dan mampu

menyadari segenap potensi atau bakat yang dimilikinya. Dengan demikian kaum muda diharapkan semakin mampu menjadi manusia yang sejahtera baik lahir maupun batin, juga menjadi kaum muda yang tangguh, tanggap, dan terlibat dalam hidup menggereja, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Sejalan dengan tujuan pembinaan iman yang telah disebutkan di atas, dapat disederhanakan lagi menjadi tiga lingkup tempat, di mana kaum muda bisa lebih bebas mengembangkan diri menuju kedewasaan kristianinya yang utuh yaitu: keluarga, Gereja dan masyarakat (Tangdilintin, 1984:45-47).

Pertama, lingkup hidup keluarga. Keluarga merupakan lingkungan hidup yang pertama dan utama di mana kaum muda hampir setiap harinya berada bersama keluarga. Kegiatan pembinaan dimaksudkan juga untuk menjadikan peserta bina mampu merasakan "suasana surgawi" yang menyenangkan dan mengikat secara emosional sehingga kelompok tersebut merasa eksklusif tidak terpisahkan satu dengan lainnya. Selain itu, kaum muda juga dibuka wawasannya dan diajak untuk mengalami suasana yang akrab dan memperoleh kesempatan untuk berdialog secara terbuka dan leluasa, serta mampu mengutarakan pendapat dengan keyakinan bahwa mereka didengarkan. Pada akhirnya kaum muda lalu diajak untuk menyadari dan membuka diri terhadap nilai-nilai positif dan maksud baik para orang tua, walaupun sulit diterima dalam nilai-nilai hidup dan norma yang berlaku umum dalam masyarakat dan tetap berusaha untuk membangun kebahagiaan dalam keluarga.

Kedua, lingkup Gereja: dalam lingkup Gereja, ada dua aspek yang hendak dicapai yaitu mengembangkan dan memperdalam iman atau hidup rohani kaum muda dan pengenalan Gereja sebagai komunitas iman maupun dalam wujud

institusionalnya (Tangdilintin, 1984:47). Artinya, pembinaan itu harus mampu menolong kaum muda agar mereka mampu membawa kesegaran dan keceriaan dalam Gereja. Mereka dibantu untuk menyadari potensi yang dimilikinya terutama dalam bakat-bakat alamiah yang dikaruniakan oleh Roh Kudus, demi pengembangan diri dan sesama jemaat (kharisma), akan menjadi motivasi yang kokoh. Melalui tekanan ini, kaum muda diajak untuk menyadari keanggotaannya sebagai warga Gereja, mengenal gambaran-gambaran Gereja dan arah perkembangannya.

Kaum muda dibantu, supaya mampu melibatkan diri secara bertanggung jawab mengambil peran dalam perkembangan Gereja sesuai dengan kharisma yang mereka miliki. Kaum muda diberi kesempatan untuk mengembangkan diri dalam kehidupan menggereja sesuai dengan kecakapannya masing-masing. Salah satu indikasi kedewasaan iman seseorang bisa dilihat apakah ia sudah mampu terlibat dalam kehidupan menggereja atau tidak.

Kehidupan menggereja merupakan sesuatu yang penting dan perlu sebagai bentuk perwujudan iman seseorang. Kehidupan menggereja, dalam kenyataannya sering dilakukan oleh orang-orang yang sudah diterima secara resmi sebagai anggota Gereja terutama orang yang telah menerima sakramen permandian dan sakramen krisma. Sakramen permandian sebagai pintu masuk untuk menjadi anggota Gereja. Sedangkan dalam persiapan penerimaan sakramen krisma orang didampingi untuk mematangkan dan mendewasakan imannya. Oleh karena itu kaum muda yang telah menerima sakramen permandian dan sakramen krisma sudah selayaknya untuk mampu terlibat dalam kehidupan menggereja baik dalam lingkup internal maupun dalam lingkup eksternal. Dalam lingkup internal kaum muda mulai mampu dan mau

terlibat dalam kegiatan gerejawi yaitu koor, menjadi pendamping sekolah minggu, terlibat dalam kerja bakti di kapel atau Gereja dan lain sebagainya. Sedangkan kehidupan menggereja secara, eksternal artinya kaum muda mau terlibat secara aktif dalam kehidupan masyarakat yang melampaui kehidupan gerejani.

Ketiga, lingkup masyarakat: pembinaan terutama dimaksudkan untuk menolong kaum muda agar memiliki kadar kepekaan sosial (socio felling) yang tajam (Tangdilintin, 1984:46). Artinya mereka memiliki kemampuan dalam membaca tanda-tanda zaman, gejolak-gejolak sosial serta pengaruh dari sistem sosial di dalam masyarakat. Dalam pembinaan iman kaum muda, diarahkan untuk memiliki sikap kritis selektif terhadap kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan maupun teknologi. Selain itu juga, kaum muda diharapkan memiliki kesadaran politis (pengaturan kekuasaan), yang berarti kaum muda mengetahui sepenuhnya hak-haknya sebagai warga negara dan mampu mengaktualisasikan dirinya sesuai dengan potensi yang dimilikinya.

Sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai dalam lingkup masyarakat; kiranya masyarakat juga mau mendukung dan menerima kaum muda sebagai "komponen masa kini" atau pribadi-pribadi yang sudah semestinya diberi tempat, kesempatan dan tanggung jawab untuk berperan secara aktif. Dengan kata lain masyarakat dapat merangsang suatu iklim partisipatif sehingga peluang untuk mengembangkan hidup kaum muda menjadi semakin lebih besar.

Disadari bahwa, pembinaan iman memiliki tujuan yang hendak dicapai. Maka komponen-komponen yang langsung terkait di dalamnya (Asrama, keluarga, Gereja

dan masyarakat), perlu menciptakan suasana yang kondusif agar kaum muda semakin mampu berkembang secara utuh menuju kematangan dan kedewasaannya.