• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN PSYCHOLOGICAL DISTRESS DAN PERCEIVED SOCIAL SUPPORT MAHASISWA ASING DI UNIVERSITAS INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN PSYCHOLOGICAL DISTRESS DAN PERCEIVED SOCIAL SUPPORT MAHASISWA ASING DI UNIVERSITAS INDONESIA"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN PSYCHOLOGICAL DISTRESS DAN PERCEIVED SOCIAL

SUPPORT MAHASISWA ASING DI UNIVERSITAS INDONESIA

(Relationship between Psychological Distress and Perceived Social Support

among Foreign Student at Universitas Indonesia

Patty Wulanari

Pembimbing : Wuri Prasetyawati Fakultas Psikologi Universitas Indonesia

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara perceived social support dan psychological distress pada mahasiswa asing di Universitas Indonesia. Peneliti ingin melihat apakah terdapat hubungan pada kedua variabel tersebut dalam suatu populasi khusus, dimana mahasiswa asing tidak berada dekat dengan sumber dukungan sosialnya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif pada 121 mahasiswa asing UI melalui teknik non-random sampling dengan alat ukur HSCL-25 untuk mengukur tingkat psychological distress dan alat ukur MSPSS (Zimet, 1988) untuk mengukur perceived social support partisipan. Dari penelitian ini, ditemukan korelasi signifikan (LOS 0.05, r=-.199, N=102, p<0.05, 2-tailed) antara tingkat psychological distress dan perceived social support pada mahasiswa asing di Universitas Indonesia dengan nilai.

(2)

ABSTRACT

The main intention of this study was to find out about the relationship between psychological distress and perceived social support among foreign students in Universitas Indonesia. Researcher wanted to know about any relationship that might happen between those two variables on one special population as foreign student, whose sources of social support were separated in a far distance. This study used a quantitative approach on 121 foreign students at Universitas Indonesia using non-random sampling technique. HSCL-25 was used to measure psychological distress and MSPSS (Zimet, 1988) to measure perceived social support. Based on the result, this study found that there was a significant correlation (LOS 0.05, r=-.199, N=102, p<0.05, 2-tailed) between psychological distress and perceived social support among foreign students at Universitas Indonesia.

(3)

1. Pendahuluan

Universitas Indonesia melaksanakan internasionalisasi sebagai jawaban atas tantangan globalisasi dengan membuka kesempatan belajar bagi mahasiswa asing (Universitas Indonesia, n.d.). Mahasiswa asing sering didefinisikan dengan menggunakan dua istilah, yakni international student dan foreign student (Kritz, 2012). Istilah international student lebih sering digunakan di negara Amerika, Inggris, dan Australia yang berarti individu yang pindah ke negara lain dengan tujuan belajar. Sedangkan foreign student, yang selanjutnya akan digunakan dalam mendefinisikan mahasiswa asing dalam penelitian ini, adalah istilah yang sering digunakan di negara Perancis, Itali, Jepang, dan Korea yang berarti pelajar yang menetap dalam jangka panjang di negara tersebut, namun tidak terhitung sebagai warga negara, melainkan sebagai pelajar pindahan (Kritz, 2012). Mahasiswa asing memiliki karakteristik tersendiri yang membedakannya dengan mahasiswa lainnya, yakni memiliki rencana untuk kembali ke negara asal dan hanya tinggal untuk sementara di negara tujuan belajarnya, memilih tinggal dalam konteks akademis asing untuk menyadari tujuan pembelajaran dirinya, dan memiliki jaringan dukungan sosial yang berbeda dengan mahasiswa pada umumnya (Mori, 2000).

Mahasiswa asing memiliki sumber permasalahan yang unik sejalan dengan proses penyesuaian dirinya terhadap sistem edukasi dan lingkungan sosial, seperti kerinduan akan tempat asalnya, perbedaan budaya, batasan bahasa, kesulitan finansial, persyaratan-persyaratan imigrasi, diskriminasi ras, dan permasalahan akademik (Mori, 2000; Han, dkk., 2013). Permasalahan-permasalahan ini tidak dimiliki oleh mahasiswa lain pada umumnya, seperti dapat dilihat pada mahasiswa asing di Universitas Indonesia yang memiliki permasalahan dalam penyesuaian perbedaan sistem akademis, budaya kerja, kebersihan lingkungan, penggunaan Bahasa Indonesia sehari-hari, maupun iklim cuaca di Indonesia yang mungkin berbeda dengan negara asal mereka. Karena adanya kebutuhan yang menetap untuk penyesuaian budaya dan untuk melakukan coping stress selain isu perkembangan normal yang dialami oleh mahasiswa lainnya, mahasiswa asing menjadi lebih rentan terhadap psychological distress (Han, dkk., 2013).

Psychological distress merupakan bagian dari penggolongan stress (Selye, 1974; dalam Duffy & Atwater, 2005). Stres sendiri adalah fenomena yang sangat umum terjadi dan dapat dialami oleh siapa saja. Stres adalah kondisi psikologis yang sering muncul pada saat individu merasa tidak memiliki kapasitas untuk menghadapi tuntutan lingkungan secara

(4)

yang digambarkan dengan kemarahan dan depresi serta dapat mengganggu kesehatan (Lazarus, 1999). Distress psikologis dapat juga dikatakan sebagai indikator kesehatan mental seseorang (Sekararum, 2012), apabila seseorang memiliki nilai distress yang tinggi, maka ia akan memiliki kesehatan mental yang rendah, begitu pula sebaliknya.

Terdapat hasil penelitian yang menunjukkan bahwa masalah-masalah yang dialami mahasiswa yang memacu timbulnya distress dapat meningkatkan kemungkinan munculnya masalah-masalah kesehatan mental (Royal College Psychiatrist, 2003 dalam Stallman, 2008). Masalah kesehatan mental yang dialami oleh mahasiswa dapat berdampak pada aspek fisik, emosional, kognitif, dan fungsi interpersonal mahasiswa (Kitzrow, 2003). Terlebih pada mahasiswa asing yang memiliki permasalahan lebih dari mahasiswa pada umumnya, perasaan tidak familiar dengan lingkungan disekelilingnya cenderung menyebabkan mahasiswa asing merasa terisolasi dan kesepian. Perasaan tidak berdaya dan putus asa yang dimiliki mahasiswa asing dapat mengindikasikan bahwa mahasiswa tersebut mengalami depresi (Mori, 2000). Selain itu, Kring, Johnson, Davison, Neale (2009) menyebutkan bahwa depresi berhubungan dengan tindakan bunuh diri. Seperti yang terjadi pada bulan November 2012 lalu, dimana terdapat satu mahasiswa asing UI asal Korea yang bunuh diri karena rasa frustasi yang dialami dirinya (Virdhani, 2012).

Salah satu pendekatan permasalahan kesehatan mental di atas adalah dengan meningkatkan pemahaman mahasiswa terhadap konteks sosial dan hubungannya dengan kesehatan mental mereka (Hefner & Eisenberg, 2009). Lingkungan sosial seseorang memiliki pengaruh kuat dan dapat menjadi sumber daya tersendiri yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan sosial sekaligus menurunkan distress sosial dan emosional yang dirasakan (Specht, 1986). Teman, keluarga, dan significant others dapat menjadi penyedia bantuan informasi dan emosional bagi mahasiswa. Bantuan ini biasa disebut dengan istilah social support dan merupakan salah satu sumber cara coping stress seseorang dengan menggunakan kemampuan psikososialnya (Hefner & Eisenberg, 2009).

Young (2006) mengklasifikasikan social support ke dalam dua bentuk, yaitu social support yang diterima (received support) dan social support yang dipersepsikan (perceived support). Taylor, Sherman, Kim, Takagi, dan Dunagan (2004) dalam penelitiannya menemukan bahwa perceived support lebih menguntungkan daripada received support. Perceived support mampu menjadi prediktor yang lebih sensitif dalam mengetahui penyesuaian diri dalam situasi yang stressful (Wethington & Kessler, 1986 dalam Rankin dan Monahan, 1991), dan memiliki pengaruh yang kuat terhadap kesehatan mental seseorang jika

(5)

dibandingkan dengan dukungan yang benar-benar diterima (Dunkel-Schetter and Bennett, 1990; Turner and Turner,1999 dalam Wight, Botticello, & Carol, 2006). Selain itu, hasil penelitian Cohen & Wills (1985, dalam Brown, Alpert, Lent, Hunt, & Brady, 1988) secara konsisten menunjukkan bahwa persepsi seseorang mengenai adanya dukungan dan sumber daya dari anggota dalam jaringan sosialnya berhubungan positif dengan psychological well being, dan berhubungan negatif dengan psychological distress dan psychopathology.

Sampai saat ini penelitian mengenai hubungan antara perceived social support dan psychological distress telah banyak dilakukan, namun yang memfokuskan pada mahasiswa asing masih terbatas jumlahnya, khususnya di Indonesia. Penelitian ini menggunakan mahasiswa asing dari berbagai program studi di Universitas Indonesia sebagai populasi penelitian, hal inilah yang membedakan penelitian ini dengan penelitian-penelitian mengenai psychological distress dan perceived social support sebelumnya. Peneliti ingin melihat apakah terdapat hubungan pada kedua variabel tersebut dalam suatu populasi khusus, dimana mahasiswa asing tidak berada dekat dengan sumber dukungan sosialnya. Keterpisahan dengan sumber dukungan sosial mahasiswa asing ini dilakukan secara voluntary dan dalam jangka waktu yang telah direncanakan sebelumnya.

Selain itu, peneliti menyadari bahwa memahami hubungan antara social support dan kesehatan mental diantara populasi mahasiswa asing merupakan hal yang penting untuk dilakukan dalam meminimalisasi dampak dari psychological distress mahasiswa asing yang dapat menyebabkan munculnya penurunan performa akademis, bias kognitif, dan gangguan klinis pada mahasiswa asing tersebut (Matthews, 2000). Oleh sebab itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai hubungan antara perceived social support dan psychological distress mahasiswa asing. Hasil dari penelitian ini kiranya dapat membantu dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan membantu para penyedia layanan kesehatan mental Universitas Indonesia untuk mengidentifikasi dengan lebih baik populasi mahasiswa dengan risiko tinggi mengalami gangguan mental dan juga agar dapat dengan efektif melakukan intervensi agar kesehatan mental mahasiswa asing dapat terjaga dalam rangka meningkatkan kualitas UI sebagai universitas riset kelas dunia di era globalisasi saat ini.

Berdasarkan uraian di atas, permasalahan utama yang diangkat dalam penelitian ini adalah: “Apakah terdapat hubungan yang signifikan antara psychological distress dan perceived social support pada mahasiswa asing di Universitas Indonesia?”

(6)

2. Tinjauan Teoritis 2. 1 Psychological Distress

Konsep distress berasal dari teori General Adaption Syndrome (GAS) yang dikemukakan oleh Hans Selye. Selye menjelaskan bahwa respon-respon fisiologis dan psikologis yang umum dari stress dapat muncul akibat adanya kejadian hidup yang berbahaya atau mengancam (Matthews, 2000). Distress dapat dikonseptualisasikan sebagai “ketegangan” internal yang dipicu oleh adanya stressor eksternal. Selain itu, istilah distress juga kadang digunakan untuk menjelaskan perilaku dan gejala medis (somatic distress).

Matthews (2000, h.723) menjelaskan distress sebagai “...unpleasant subjective stress responses such as anxiety and depression. Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa psychological distress secara spesifik merujuk pada respon subjektif yang tidak menyenangkan dari stres, seperti kecemasan dan depresi. Definisi distress lainnya dikemukakan oleh Mirowsky & Ross (2003, h.21) yang juga mendefinisikan psychological distress sebagai “...unpleasant subjective state”. Lebih lanjut, Mirowsky & Ross (2003) menguraikan bahwa distress ditampilkan melalui gejala depresi dan kecemasan yang dimanifestasikan dalam bentuk emosi dan fisiologi.

Berdasarkan pemaparan mengenai distress di atas, peneliti menyimpulkan bahwa psychological distress merupakan kondisi tidak menyenangkan, baik dalam bentuk emosi maupun fisiologi, yang merupakan respon terhadap situasi yang berbahaya, mengganggu, dan membuat frustasi, yang umumnya ditunjukkan dengan gejala depresi dan kecemasan.

2.2 Perceived Social Support

Definisi perceived social support menurut Dunkel-Schetter dan Bennet; Lakey dan Cassady; Lakey dan Drew; Sarason dan Pierce (dalam Ross, Lutz,& Lakey, 1999:896) adalah “a person’s generalized cognitive appraisal of being supported rather than the reflection of enacted behavior per se”. Barrera (dalam Kitamura, Kijima, Watanabe, Takezaki, & Tanaka 1999:649) mendefinisikan perceived social support sebagai “the perception of individuals that support would be available when it is wanted”.

Definisi perceived social support menurut Procidano (dalam McCaskill & Lakey, 2000:820) adalah “the subjective evaluation of the quality of support received or available”. Rankin dan Monahan (1991:297) mendefinisikan perceived social support atau social support

(7)

yang dipersepsikan sebagai “the amount of social support an individual believes is actually available and the degree of satisfaction with this support”.

Dari definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa perceived social support adalah dukungan yang dipersepsikan atau disadari oleh seseorang akan tersedia untuk dirinya ketika dibutuhkan. Definisi ini juga mencakup derajat kepuasan seseorang terhadap social support yang ia terima. Berdasarkan beberapa pandangan teoretis, dikemukakan bahwa perceived social support dapat mempengaruhi proses psikologis dalam diri individu secara langsung (Heller et al. 1986). Perceived social support dapat meningkatkan usaha coping yang dilakukan individu dalam mengatasi stres yang dialami, membantu individu mempertahankan harapan bahwa orang lain akan ada untuk dirinya ketika dibutuhkan, dan merefleksikan perasaan diperhatikan serta komitmen dalam suatu jaringan sosial dimana individu yang bersangkutan terlibat (Antonucci, Lansford, dan Ajrouch, 2000).

Selain itu, perceived social support mampu menjadi predictor yang lebih sensitif dalam mengetahui penyesuaian diri dalam situasi yang stressful (Wethington & Kessler, 1986 dalam Rankin dan Monahan, 1991), dan memiliki pengaruh yang kuat terhadap kesehatan mental seseorang jika dibandingkan dengan dukungan yang diterima (Dunkel-Schetter and Bennett, 1990; Turner and Turner, 1999 dalam Wight, Botticello, & Carol, 2006). Terdapat hasil penelitian pandangan tersebut, salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Sarason et al (1987) yang menemukan bahwa „ketersediaan dukungan sebagaimana dipersepsikan memiliki korelasi yang lebih tinggi dengan kesehatan mental dibandingkan dengan frekuensi interaksi dengan teman atau keluarga atau sumber-sumber dukungan emosional atau kontak interpersonal aktual lainnya.

Zimet, dkk (1988) membagi perceived social support ke dalam tiga jenis jika dilihat dari tiga sumber spesifik yang diterima individu. Ketiga sumber dukungan yang dimaksud adalah keluarga, teman, dan significant other. Significant other ini dapat berbeda-beda bagi setiap individu, dimana pacar, suami/istri, rekan kerja ataupun dosen dapat menjadi significant other selama individu tersebut menganggap mereka sebagai seorang yang spesial bagi dirinya.

2.3 Mahasiswa Asing

Mahasiswa asing sering didefinisikan dengan menggunakan dua istilah, yakni international student dan foreign student (Kritz, 2012). Istilah international student lebih

(8)

sering digunakan di negara Amerika, Inggris, dan Australia yang berarti individu yang pindah ke negara lain dengan tujuan belajar. Sedangkan foreign student adalah istilah yang sering digunakan di negara Perancis, Itali, Jepang, dan Korea yang berarti pelajar yang menetap dalam jangka panjang di negara tersebut, namun tidak terhitung sebagai warga negara, melainkan sebagai pelajar pindahan (Kritz, 2012). Dalam penelitian ini peneliti memilih menggunakan istilah foreign student yang dikemukakan oleh Kritz (2012) untuk mendefinisikan mahasiswa asing karena lebih menekankan pada status pelajar individu dan juga lebih sering sering digunakan di negara Jepang dan Korea yang merupakan negara asal mayoritas partisipan dalam penelitian ini.

Selain permasalahan yang dimiliki mahasiswa pada umumnya, mahasiswa asing memiliki sumber permasalahan yang unik sejalan dengan proses penyesuaian dirinya terhadap sistem edukasi dan lingkungan sosial baru. Beberapa permasalahan yang dimiliki oleh mahasiswa asing ini adalah keterbatasan bahasa, persyaratan-persyaratan imigrasi, diskriminasi ras, kerinduan akan negara asalnya, perbedaan budaya, kesulitan finansial, dan permasalahan akademik lainnya (Mori, 2000; Han, dkk., 2013). Permasalahan-permasalahan ini tidak dimiliki oleh mahasiswa lain pada umumnya, seperti dapat dilihat pada mahasiswa asing di Universitas Indonesia yang memiliki permasalahan dalam penyesuaian perbedaan sistem akademis, budaya kerja, kebersihan lingkungan, penggunaan Bahasa Indonesia sehari-hari, maupun iklim cuaca di Indonesia yang mungkin berbeda dengan negara asal mereka. Karena adanya kebutuhan yang menetap untuk penyesuaian budaya dan untuk melakukan coping stress selain isu perkembangan normal yang dialami oleh mahasiswa lainnya, mahasiswa asing menjadi lebih rentan terhadap psychological distress (Han, dkk., 2013).

3. Metode Penelitian

Berdasarkan klasifikasi tipe penelitian yang dikemukakan oleh Kumar (2005), menurut aplikasi dan informasi yang diperoleh, penelitian ini merupakan applied research dan quantitative research. Penelitian ini digolongkan sebagai applied research karena informasi-informasi yang diperoleh dari penelitian ini dapat digunakan atau diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari (Kumar, 2005), salah satunya dapat digunakan sebagai bahan referensi untuk usaha peningkatan kualitas dalam peyediaan pelayanan kesehatan mental mahasiswa asing di UI. Penelitian ini juga dapat digolongkan sebagai penelitian kuantitatif karena informasi dikumpulkan melalui variabel kuantitatif dan analisis data yang dilakukan

(9)

bertujuan untuk menyelidiki besar variasi dalam dua variabel yang diteliti (Kumar, 2005), yaitu psychological distress dan perceived social support.

Berdasarkan jumlah pengambilan data yang dilakukan, penelitian ini digolongkan ke dalam one-shot study, dimana pengambilan data hanya dilakukan dalam satu kali waktu pengambilan data yang dilakukan untuk mendapatkan gambaran dari suatu fenomena, situasi, atau permasalahan (Kerlinger, 1973). Jika dilihat berdasarkan periode referensi, penelitian ini tergolong sebagai retrospective study, Penelitian retrospective merupakan penelitian yang menginvestigasi fenomena, situasi, masalah atau isu yang terjadi di masa lampau (Kumar, 2005). Selain itu, jika dilihat berdasarkan sifat penelitiannya, penelitian ini tergolong sebagai penelitian non-eksperimental. Penelitian digolongkan pada penelitian non-eksperimental jika penelitian dilakukan untuk mempelajari apa yang menyebabkan terjadinya suatu fenomena dan peneliti tidak memberikan treatment atau melakukan manipulasi apapun terhadap partisipan penelitian (Kumar, 2005).

Karakteristik sampel yang digunakan dalam payung penelitian ini harus memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi dari sampel payung penelitian ini memiliki karakteristik sebagai mahasiswa asing di Universitas Indonesia yang masih berstatus aktif pada tahun ajaran 2012/2013 dan berstatus Warga Negara Asing (WNA), dan memiliki visa studi maupun visa sosial budaya. Kriteria eksklusi dari sampel payung penelitian ini adalah bukan anggota tim payung penelitian kesehatan mental, bukan keluarga dari tim peneliti, bukan mahasiswa yang telah mengikuti uji keterbacaan yang diadakan peneliti, dan mahasiswa selain tim peneliti yang terlibat secara langsung dalam penelitian ini.

Dalam penelitian ini, peneliti menambahkan kriteria yang lebih spesifik lagi untuk dijadikan sampel penelitian, yaitu mahasiswa asing yang berdomisili di Indonesia untuk tujuan studi dan menempuh pembelajaran di UI selama minimal enam bulan masa pendidikan.

Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah non-random sampling, dimana jumlah populasi tidak diketahui secara lengkap, kemungkinan tiap individu untuk dipilih sebagai sampel tidak sama, dan metode sampling didasarkan pada faktor-faktor, seperti common sense, kemudahan, dengan adanya usaha untuk tetap mempertahankan representativeness dan menghindari bias (Gravetter & Forzano, 2005). Teknik yang digunakan adalah convenience sampling dan snow-ball sampling. Convenience sampling

(10)

adalah metode non-random sampling dimana sampel diperoleh dengan cara memilih individu dengan karakteristik yang sama dengan populasi partisipan, serta yang tersedia atau yang mudah untuk diperoleh dan tetap didasari oleh keinginan mereka untuk berpartisipasi dalam penelitian ini (Gravetter & Forzano, 2005). Sedangkan snow-ball sampling adalah metode non-random sampling yang dilakukan dengan menggunakan jaringan sosial (Kumar, 2005).

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat ukur psychological distress, yaitu Hopkins Symptom Checklist-25 (HSCL-25) dan alat ukur perceived social support, yaitu Multidimensional Scale of Perceived Social Support (MSPSS). Setelah melakukan adaptasi terhadap kedua alat ukur tersebut, peneliti menguji reliabilitas dan validitas keduanya. Berdasar pada hasil uji reliabilitas dan validitas, ditemukan bahwa kedua instrument memiliki angka reliabilitas dan validitas yang tinggi. Selanjutnya peneliti menggabungkan kedua alat ukur tersebut (bersama dengan beberapa alat ukur lain yang digunakan dalam penelitian paying kesehatan mental mahasiswa asing) ke dalam sebuah kuesioner berbentuk booklet sebelum diperbanyak dan disebar kepada responden penelitian.

Sejumlah 102 data yang telah lengkap dan dianggap baik serta dapat diolah lebih lanjut, diskor sesuai dengan teknik scoring yang telah ditentukan sebelumnya. Proses scoring ini dilakukan dengan menggunakan program Microsoft Excel dan kemudian diolah dengan menggunakan SPSS 17.00 (Statistical Package for Social Science) dengan menggunakan teknik: (1) Statistik Deskriptif, untuk mengolah data demografis dan gambaran karakterisitk responden berdasarkan psychological distress dan perceived social support. (2) Pearson Correlation, untuk mengetahui mengetahui ada tidaknya hubungan yang signifikan antara kedua variabel penelitian.

4. Hasil Penelitian

4.1 Gambaran Umum Responden

Penelitian ini melibatkan 102 responden yang berada pada rentang usia 20-43 tahun. Mayoritas responden berasal dari Korea Selatan dan Jepang. Data demografis yang berkaitan dengan perceived social support adalah bahwa mean dari perceived social support yang dimiliki 102 partisipan adalah 66.75 dari skor total 84. Dari penelitian ini juga ditemukan bahwa proporsi mahasiswa asing yang termasuk ke dalam kelompok yang memiliki tingkat psychological distress rendah (skor < 1.75) lebih besar dibanding kelompok yang memiliki tingkat psychological distress tinggi (≥ 1.75).

(11)

4.2 Analisis Utama

Berdasarkan hasil penghitungan pearson correlation, ditemukan bahwa hasil koefisien korelasi (r) yang diperoleh pada total skor MSPSS dan psychological distress adalah -.199 dengan signifikansi .045, yang berarti signifikan pada LOS 0.05, r=-.199, N=102, p<0.05, 2-tailed. Sehingga dapat diketahui bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara psychological distress dan perceived social support pada mahasiswa asing di UI. Nilai negatif pada koefisien korelasi yang diperoleh menandakan bahwa psychological distress dan perceived social support berkorelasi berlawanan, sehingga dapat diketahui bahwa semakin tinggi tingkat psychological distress yang dimiliki mahasiswa asing UI, maka semakin rendah jumlah perceived social support yang dipersepsi mahasiswa asing tersebut, dan demikian pula sebaliknya.

Tabel 4.1. Hasil Korelasi Antara Psychological Distress dan Perceived

Social Support Mahasiswa Asing UI

Variabel 1 r Sig. (2-tailed) Keterangan Total Skor MSPSS -.199 .045* Signifikan

*p<0.05, 2-tailed

Variabel 2: Psychological Distress

4.3 Analisis Tambahan

Setelah mengetahui hasil utama penelitian ini, peneliti kemudian ingin melihat apakah terdapat hubungan yang signifikan pada setiap subskala perceived social support dengan psychological distress mahasiswa asing UI.

Tabel 4.2. Hasil Korelasi Antara Psychological Distress dan Sub-skala

Perceived Social Support Mahasiswa Asing UI

Variabel 1 r Sig. (2-tailed) Keterangan

Significant other -.113 .259 Tidak Signifikan

Keluarga -.177 .075 Tidak Signifikan

(12)

Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa hasil koefisien korelasi (r) yang diperoleh sub-skala significant other dan psychological distress adalah -.113 dengan signifikansi .259, yang berarti tidak signifikan pada LOS 0.05, r=-.113, N=102, p>0.05, 2-tailed. Hasil ini menandakan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara psychological distress dan sub-skala significant other pada perceived social support mahasiswa asing UI.

Selain itu, dapat dilihat bahwa hasil koefisien korelasi (r) yang diperoleh sub-skala keluarga dan psychological distress adalah -.177 dengan signifikansi .075, yang berarti tidak signifikan pada LOS 0.05, r=-.113, N=102, p>0.05, 2-tailed. Berdasarkan hasil ini, maka dapat diketahui bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara psychological distress dan sub-skala keluarga pada perceived social support mahasiswa asing UI.

Sama seperti kedua sub-skala sebelumnya, sub-skala teman pada perceived social support mahasiswa asing UI juga tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan psychological distress mahasiswa asing tersebut. Dimana dapat dilihat pada tabel 4.2 bahwa hasil koefisien korelasi (r) yang diperoleh sub-skala teman dan psychological distress adalah -.181 dengan signifikansi .068, yang berarti tidak signifikan pada LOS 0.05, r=-.113, N=102, p>0.05, 2-tailed.

5. Kesimpulan

Berdasarkan analisis terhadap hasil utama penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara psychological distress dan perceived social support pada mahasiswa asing dari berbagai progam studi di Universitas Indonesia, dimana hubungan yang terjadi adalah hubungan negatif sehingga dapat diinterpretasikan bahwa semakin rendah tingkat psychological distress mahasiswa asing UI, maka semakin tinggi perceived social support yang dipersepsi mahasiswa asing tersebut, demikian pula sebaliknya.

6. Pembahasan

Dari hasil utama penelitian yang diperoleh dapat terlihat bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara psychological distress dan perceived social support pada mahasiswa asing dari berbagai program studi di Universitas Indonesia. Hasil menunjukkan bahwa koefisien korelasi antara tingkat psychological distress dan perceived social support bernilai negatif, sehingga dapat diketahui bahwa semakin tinggi tingkat psychological distress yang dimiliki mahasiswa asing, maka semakin rendah perceived social support yang

(13)

dipersepsikan oleh mahasiswa asing tersebut. Selain bernilai negatif, angka korelasi antara psychological distress dan perceived social support yang didapat dalam penelitian ini tergolong rendah dengan nilai 0.199. Peneliti berasumsi bahwa jumlah item yang terdapat dalam kuesioner penelitian ini terlalu banyak, sehingga menimbulkan efek jenuh pada partisipan penelitian.

Hasil utama penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Bovier, Chamot dan Thomas (2004) yang menemukan bahwa secara umum dukungan sosial memiliki korelasi positif dengan kesehatan mental. Selain itu, hasil penelitian Cohen & Wills (1985) secara konsisten juga menunjukkan bahwa persepsi seseorang mengenai adanya dukungan dan sumber daya dari anggota dalam jaringan sosialnya berhubungan positif dengan psychological well being, dan berhubungan negatif dengan psychological distress dan psychopathology (dalam Brown, Alpert, Lent, Hunt, & Brady, 1988). Seseorang yang mempersepsikan adanya dukungan sosial untuk dirinya memiliki kemungkinan yang lebih kecil berhadapan dengan situasi yang stressful dibandingkan dengan orang yang mempersepsikan tidak ada dukungan sosial untuk dirinya.

Berdasarkan hasil ini, maka dikatakan bahwa psychological distress memiliki hubungan signifikan dengan perceived social support, juga pada suatu populasi khusus. Peneliti berasumsi bahwa mahasiswa asing di UI membentuk jaringan sosial yang baru di Indonesia dan menggunakannya sebagai sumber dukungan sosial bagi dirinya. Lingkungan sosial seseorang memiliki pengaruh kuat dan dapat menjadi sumber daya tersendiri yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan sosial sekaligus menurunkan distress sosial dan emosional yang dirasakan (Specht, 1986). Teman, keluarga, dan significant others dapat menjadi dukungan sosial bagi mahasiswa asing, seturut dengan pembagian subskala dalam pengukuran perceived social support dalam alat ukur MSPSS ( Zimet dkk, 1988).

Berdasarkan pernyataan di atas dan hasil utama penelitian ini, peneliti melakukan analisis tambahan untuk mencari tahu sumber dukungan mana yang secara signifikan berkorelasi dengan psychological distress mahasiswa asing dengan melakukan uji korelasi pada setiap sub-skala perceived social support. Hasil analisisis yang didapat menunjukkan bahwa dari ketiga sub-skala perceived social support tidak ada yang memiliki korelasi signifikan dengan psychological distress. Peneliti berasumsi bahwa social support yang dibutuhkan mahasiswa asing di UI adalah dukungan sosial yang menyeluruh, yakni berasal dari ketiga sumber dukungan, yakni teman, keluarga, dan significant other. Dari ketiga

(14)

gabungan dari ketiganya bersama-sama menjadi suatu keutuhan dukungan sosial yang signifikan. Asumsi lain yang diajukan peneliti adalah bahwa hasil yang tidak signifikan ini disebabkan oleh terbatasnya jumlah partisipan yang terlibat dalam penelitian ini.

7. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh, peneliti menyarankan beberapa hal untuk penelitian selanjutnya, yaitu: (1) Perlu melakukan pengukuran terhadap objective social support yang mengukur kuantitas dukungan sosial yang dimiliki mahasiswa asing, bukan hanya yang dipersepsikannya agar mendapat pemahaman yang lebih mendalam mengenai social support . (2) Menggunakan teknik random sampling sebagai metode pengumpulan data, sehingga kesimpulan yang diperoleh dari sampel yang digunakan dalam penelitian akan dapat digeneralisasikan pada keseluruhan populasi. (3) Akan lebih baik jika dalam penelitian selanjutnya peneliti dapat melakukan pengadministrasian kuesioner dalam suatu setting ruang khusus, sehingga peneliti dapat mengawasi proses pengisian dan dapat memudahkan partisipan jika ada pertanyaan terkait dengan cara pengisian kuesioner. (4) Penelitian mengenai mahasiswa asing perlu dikembangkan dan dilakukan di universitas lain di Indonesia mengingat pada internasionalisasi yang telah dilakukan di beberapa perguruan tinggi Indonesia. (5) Badan Konseling Mahasiswa (BKM) UI dapat menggunakan hasil penelitian ini untuk penyediaan layanan kesehatan mental khusus mahasiswa asing. Akan lebih baik lagi apabila BKM merancang program intervensi yang dapat membantu proses adaptasi bagi para mahasiswa asing yang menempuh pendidikan di Universitas Indonesia. (6) Penelitian ini dapat digunakan sebagai data baseline bagi pihak-pihak yang terkait dengan program internasional di Universitas Indonesia, terutama Kantor Internasional Universitas Indonesia. (7) Kepada mahasiswa asing dari berbagai program studi di UI, hasil dari penelitian ini perlu disosialisasikan agar mereka memiliki informasi mengenai pentingnya dukungan sosial yang dimiliki di Indonesia. (8) Kepada seluruh mahasiswa Universitas Indonesia, dengan mengetahui pentingnya dukungan sosial bagi para mahasiswa asing, kiranya mereka dapat membantu mereka dengan cara yang paling sederhana, yaitu bersedia menjadi teman bagi mereka.

(15)

Kepustakaan

Antonucci, N.C., Lansford, J.E., & Ajrouch, K.J. (2000). Social support. Dalam Fink, G. (Ed). Encyclopedia of stress vol 3 (pp 479-482). California: Academic Press.

Bovier, P.A., Chamot, .E, & Thomas V.P. (2004). Perceived stress, internal sources, and social support as determinants of mental health among young adults. Quality of Life Research, 13, 1, 161-170.

Brown, S.D., Alpert, D., Lent, R,W., Hunt, G., & Brady, T. (1988). Perceived social support among college students: factor structure of the social support inventory. Journal of Counseling Psychology. 35, 3, 472-478.

Cohen, S., & Wills, T. A. (1985). Stress, social support, and the buffering hypothesis. Psychological Bulletin, 98, 310-357.

Duffy, K.G & Atwater, E. (2005). Psychological for living: Adjusment, growth & behavior today (8th ed). New Jersey: Pearson Prentice Hall.

Gravetter, F.J. & Forzano, L.B. (2009). Research methods for the behavioral sciences (3rd ed). Belmont: Wadsworth Cengage Lear.

Han, dkk. (2013). Report of a Mental Health Survey Among Chinese International Students at Yale University. Journal of American College Health,vol. 61, No.1.

Hefner, J., & Eisenberg, D. (2009). Social Support and Mental Health Among College Students. American Journal of Orthopsychiatry 2009 American Psychological Association 2009, Vol. 79, No. 4, 491–499.

Heller, K., Swindle, R. W., Jr., & Dusenbury, L. (1986). Component social support processes: Comments and integration. Journal of Consulting and Clinical Psychology, 54, 466-470.

Kerlinger, F.N. (1973). Foundation of Behavioral Research (2nd ed). London: Holt, Reinhart & Winston.

Kitamura, T., Kijima, N., Watanabe, K., Takezaki, Y., & Tanaka E. (1999). Precedents of perceived social support: Personality and early life experiences. Psychiatry and Clinical Neuroscience, 53, 649 – 654.

Kitzrow, M.A. (2003). The mental health needs of today‟s college students: Challenges and recommendations. NASPA Journal, 41, 1-15.

(16)

Kring, A., Johnson, S. L., Davison, C.G., Neale, J.M. (2010). Abnormal Psychology (11ed). USA: John Wily & Sons, Inc.

Kritz, M. (2012). Globalization of Higher Education and International Student Mobility. United Nations Expert Group Meeting on New Trends in Migration: Demographic Aspects.

Kumar, R. (2005). Research methodology: A step-by-step guide for beginners (2th ed). London: SAGE Publications.

Lazarus, S. (1999). Stress and emotion: A New synthesis. New York: Springer Publishing Company, Inc.

Mattews, G. (2000). Distress. Fink (ed) in Encyclopedia of stress. Volume 1 (A-D). New York: Academic Press.

McCaskill, J. W. & Lakey, B. (2000). Perceived support, social undermining, and emotion: idiosyncratic and shared perspectives of adolescents and their families. Personality and Social Psychology Bulletin, 26, 7, 820 – 832.

Mirowsky, J & Ross, C.E. (2003). Social causes of psychological distresss. New York: Aldine de Gruyter.

Mori, S. (2000). Addressing the Mental Health Concerns of International Students. Journal of Counseling and Development.

Rankin, S.H., & Monahan, P. (1991). Great expectations: Perceived social support in couples experiencing cardiac surgery. Family Relations, 40, 3, 297-302.

Ross, L.T., Lutz, C.J., & Lakey, B. (1999). Perceived social support and attributions for failed support. Personality and Social Psychology Bulletin, 25, 7, 896 – 908.

Sarason, I. G., Levine, H. M., Basham, R. B., & Sarason, B. R. (1983). Assessing social support: The social support questionnaire. Journal of Personality and Social Psychology, 44, 127-139.

Sekararum, A. (2012). Interpersonal Psychotherapy (IPT) untuk meningkatkan Keterampilan Sosial Mahasiswa Universitas Indonesia yang mengalami distress Psikologis. Tesis. Universitas Indonesia.

Specht, H. (1986). Social support, social networks, social exchange, and social work practice. The Social Service Review, 60, 2, 218-240.

Stallman, Hellen M. (2008). Pravalence of psychological distress in university students implication for service delivery. Australian Family Physician Vol 37, 673-677.

(17)

Taylor, S. E., Sherman, D.K., Kim, H.S., Jarcho, J., Takagi, K. & Dunagan, M.S. (2004). Culture and social support : Who seeks it and why. Journal of Personality and Social Psychology. 87 (3) 354-362.

Universitas Indonesia. (n.d.) Pengantar Program Internasional. Diunduh pada tanggal 17

Maret 2013, pukul 21.03 WIB dari

http://www.ui.ac.id/en/international/page/overview.

Virdhani, M.H. (2012, 18 November) Mahasiswa UI Jatuh dari Apartemen, Diduga Bunuh Diri. Diunduh pada tanggal 18 Maret 2013, pukul 17.23 WIB dari http://metro.sindonews.com/read/2012/11/18/31/689199/mahasiswa-ui-jatuh-dari-apartemen-diduga-bunuh-diri.

Wight, R.G., Botticello, A. L., & Carol S. A. (2006). Socioeconomic context, social support, and adolescent mental health: A multilevel investigation. Journal of Youth and Adolescence. 35, 1, 115-126.

Young, M.J.D. (2006). Social support and life satisfaction. International Journal of Psychosocial Rehabilitation. 10, 2, 155-164.

Zimet, G.D., Dahlem, N.W., Zimet, S.G. & Farley, G.K. (1988). The Multidimensional Scale of Perceived Social Support. Journal of Personality Assessment, 52, 30-41.

Gambar

Tabel 4.1. Hasil Korelasi Antara Psychological Distress dan Perceived  Social Support Mahasiswa Asing UI

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) pembelajaran matematika dengan pendekatan inkuiri terbimbing secara signifikan lebih baik dalam meningkatkan kemampuan pemahaman dan

Demikian pengumuman ini disampaikan, atas perhatiannya diucapkan terima kasih. Sekayu, 9 September 2015 Pejabat

Dan Peraturan Pemerintah yang dimaksud Pasal 38 ayat (4) UU No 32 Tahun 2004 adalah PP No 19 Tahun 2010, sebagaimana dinyatakan konsideran Menimbang PP No 19 Tahun

Melode Penqrikon Kesimpulon dalom llmu Firasat Perlu Anda ketahui bahwa mengambil kesimpul an atas sesuatu bisa didasarkan pada: sebab

Salah satu bentuk kegiatan pelestarian dan pengenalan situs Tuk Umbul yang berbasis masyarakat adalah dilangsungkannya Festival Adiluhung yang menjadi wadah bagi

Dengan hasil analisis faktor juga diketahui bahwa faktor yang paling dominan dalam mempengaruhi keputusan wisatawan domestic berwisata belanja di Rama Krisna Oleh-Oleh Khas Bali

Pengaruh pH media terhadap produksi protease dipelajari dengan menumbuhkan ISO PL3 dalam media C (dedak + limbah cair tahu) pada kecepatan 130 rpm, suhu kamar dengan kondisipH awal

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh bauran ritel yang terdiri dari produk X1, harga X2, pelayanan X3, dan fasilitas fisik X4 secara simultan dan parsial