Datum dan Ellipsoida Referensi
RG141227 - Sistem Koordinat dan Transformasi
Semester Gasal 2016/2017
Ira M Anjasmara PhD
Jurusan Teknik Geomatika
Datum Geodetik
Datum Geodetik adalah parameter yang mendefinisikan elipsoida referensi yang digunakan, serta hubungan geometrisnya dengan bumi (Abidin, 2001).
Datum Geodetik didefinisikan sesuai Geodetic Glossary (1986) dalam Bossler (2000) sebagai berikut :
“a geodetic datum is a set of constants specifying the coordinate system used for geodetic control, i.e. for calculating coordinates of points on the earth ”
Suatu datum geodetik direalisasikan dan diwakili oleh sebuah jaringan yang disertai koordinat titik-titiknya. Jaringan tersebut dikenal juga sebagai Kerangka Referensi.
-IM Anjasmara,
2016-Sistem Referensi dan Kerangka Referensi
Sistem referensi dapat dijelaskan sebagai sistem (termasuk teori, konsep, deskripsi fisis dan geometris, serta standar dan parameter) yang digunakan dalam
pendefinisian koordinat.
Kerangka referensi dimaksudkan sebagai realisasi praktis dari sistem referensi, sehingga sistem tersebut dapat digunakan untuk pendeskripsian secara kuantitatif posisi dan pergerakan titik-titik, baik dipermukaan bumi (kerangka terestris) ataupun di luar bumi (kerangka ekstra-terestris). Kerangka referensi biasanya direalisasikan dengan pengamatan-pengamatan geodetik, dan umumnya
direpresentasikan dengan menggunakan suatu set koordinat dari sekumpulan titik maupun obyek (Abidin, 2000).
Sistem Referensi dan Kerangka Referensi
Sistem referensi dapat dijelaskan sebagai sistem (termasuk teori, konsep, deskripsi fisis dan geometris, serta standar dan parameter) yang digunakan dalam
pendefinisian koordinat.
Kerangka referensi dimaksudkan sebagai realisasi praktis dari sistem referensi, sehingga sistem tersebut dapat digunakan untuk pendeskripsian secara kuantitatif posisi dan pergerakan titik-titik, baik dipermukaan bumi (kerangka terestris) ataupun di luar bumi (kerangka ekstra-terestris). Kerangka referensi biasanya direalisasikan dengan pengamatan-pengamatan geodetik, dan umumnya
direpresentasikan dengan menggunakan suatu set koordinat dari sekumpulan titik maupun obyek (Abidin, 2000).
-IM Anjasmara,
2016-Geoid
Posisi suatu titik di permukaan bumi secara umum dapat dinyatakan dengan koordinat berdasarkan ruang hitung yang dipilih. Secara umum dikenal datum horisontal dan datum vertikal.
Dalam membicarakan datum, perlu mendefinisikan suatu bidang yang digunakan sebagai acuan. Bumi dengan permukaannya yang tidak teratur, dapat dinyatakan dengan bidang ekuipotensial, yaitu bidang yang mempunyai nilai potensial gaya berat yang sama.
Di bumi ini banyak sekali bidang ekuipotensial, tetapi perlu ditentukan satu bidang ekuipotensial yang dijadikan acuan atau referensi. Bidang acuan atau referensi tersebut adalah geoid
Geoid dan Elipsoida
Bentuk geoid ini tergantung dari distribusi massa bumi dan karena distribusi massa bumi tidak teratur maka bidang geoid merupakan bidang yang tidak teratur.
Bidang geoid ini tidak analistis, sehingga untuk keperluan hitungan dipelukan suatu model yang menyerupai bentuk geoid untuk mempermudah dalam hitungan.
Model matematis yang mendekati model geoid tersebut adalah model elipsoida atau yang dikenal dengan elipsoida referensi.
-IM Anjasmara,
Elipsoida Referensi
Sebuah elipsoida dapat didefinisikan dalam 3 cara :
1 Dengan parameter sumbu panjang, a, dan penggepengannya, f .
2 Dengan parameter sumbu panjang , a, dan sumbu pendeknya, b.
f = (a − b)
a
3 Dengan parameter sumbu panjang,a, dan eksentrisitet kuadratnya e2.
e2 = a
2− b2
a2
Hubungan antara eksentritet kuadrat dan penggepengan dinyatakan dengan formula:
-IM Anjasmara,
2016-Elipsoida Referensi
Sebuah elipsoida dapat didefinisikan dalam 3 cara :
1 Dengan parameter sumbu panjang, a, dan penggepengannya, f .
2 Dengan parameter sumbu panjang , a, dan sumbu pendeknya, b.
f = (a − b)
a
3 Dengan parameter sumbu panjang,a, dan eksentrisitet kuadratnya e2.
e2 = a
2− b2
a2
Hubungan antara eksentritet kuadrat dan penggepengan dinyatakan dengan formula:
Elipsoida Referensi
Sebuah elipsoida dapat didefinisikan dalam 3 cara :
1 Dengan parameter sumbu panjang, a, dan penggepengannya, f .
2 Dengan parameter sumbu panjang , a, dan sumbu pendeknya, b.
f = (a − b)
a
3 Dengan parameter sumbu panjang,a, dan eksentrisitet kuadratnya e2.
e2 = a
2− b2
a2
Hubungan antara eksentritet kuadrat dan penggepengan dinyatakan dengan formula:
-IM Anjasmara,
2016-Elipsoida Referensi
Sebuah elipsoida dapat didefinisikan dalam 3 cara :
1 Dengan parameter sumbu panjang, a, dan penggepengannya, f .
2 Dengan parameter sumbu panjang , a, dan sumbu pendeknya, b.
f = (a − b)
a
3 Dengan parameter sumbu panjang,a, dan eksentrisitet kuadratnya e2.
e2 = a
2− b2
a2
Hubungan antara eksentritet kuadrat dan penggepengan dinyatakan dengan formula:
-IM Anjasmara,
2016-Tabel 1: Berbagai Elipsoida yang digunakan sebagai Referensi
Nama ER a [meter] b [meter] 1/f Negara yang
meng-gunakan
Airy 1830 6377563 6356257 299,325 Great Britain
Everest 1830 6377276 6356275 300,802 India,Pakistan,
Burma
Bessel 1841 63773976 6356279 299,153 Germany, Japan,
Indonesia, China, Netherland
Krassovsky 1948 6378245 6356836 298,300 Russia, Eastern
Countries
WGS 72 6378135 6356751 298,260 Satellite Geodesy
Elipsoida Referensi ER
Posisi ellipsoida dalam ruang ditentukan oleh posisi pusat elisoida terhadap pusat bumi yang dinyatakan dengan sistem koordinat kartesian tiga dimensi CTS (Conventional Terrestrial System).
Sedangkan orientasi elipsoida dalam ruang dinyatakan dari penyimpangan arah sumbu pendek ellipsoida (b) dari arah CTP (Conventional Terrestrial Pole) dan penyimpangan meredian nol elipsoida terhadap meredian nol dari CTS.
-IM Anjasmara,
2016-Elipsoida Referensi ER
Posisi pada ellipsoida referensi dapat dikaitkan dengan posisi astronomis. Apabila φ dan λ adalah lintang dan bujur hasil pengukuran astronomis, serta L dan B adalah lintang dan bujur geodetik, maka hubungan antar unsur tersebut adalah :
L = φ − ζ B = λ − η sec λ
dengan ζ dan η masing-masing adalah komponen defleksi vertikal pada arah utara selatan dan komponen defleksi vertikal pada arah barat timur.
Untuk tinggi suatu titik, berlaku hubungan sebagai berikut : h = H + N
dengan h adalah tinggi di atas elipsoida, H adalah tinggi diatas geoid (tinggi orthometrik), dan N adalah undulasi geoid
Elipsoida Referensi ER
Sedangkan hubungan azimut astronomis dan geodetik menurut rumus Laplace adalah sebagai berikut :
α = A − (λ − B) sin L
dengan α adalah azimut geodetik dan A adalah azimut astronomis.
Dengan hubungan-hubungan di atas dapat dilakukan reduksi hasil ukuran terhadap bidang ellipsoida referensi sebagai bidang hitungan. Hal ini dapat dijelaskan dalam gambar berikut ini
-IM Anjasmara,
Datum Relatif/Lokal
Datum relatif ditetapkan dengan mengkaitkan sistem koordinat geodetik dan sistem koordinat astronomis.
Datum ini biasanya ditetapkan dengan ketentuan bahwa pada salah satu titik yang selanjutnya disebut titik datum ditetapkan :
Lintang geodetik (L) = Lintang astronomis (φ) Bujur geodetik (B) = Bujur astronomis (λ)
Koordinat geodetik mengacu pada suatu model ellipsoida, yang sumbu putar ellipsoida sejajar dengan sumbu putar relatif bumi (Conventional Iinternational Origin), dan bidang meredian nol geodetik sejajar dengan bidang meredian astranomis.
Dalam hal ini, titik pusat ellipsoida tidak terletak pada geocenter (pusat massa bumi).
-IM Anjasmara,
2016-Datum Relatif/Lokal
Pada titik datum, garis normal ellipsoida dengan garis vertikal geoid berhimpit, dengan demikian penyimpangan vertikal (ε) dan undulasi geoid (N) pada titik datum diasumsikan sama dengan nol.
Keuntungan dengan menggunakan datum relatif adalah kecocokan dengan geoid secara lokal menjadi lebih baik atau best fitting local geoid (Rais,1975)
Sebagai contoh datum relatif yaitu Datum Indonesia 1974 (ID74) menggunakan sferoid Nasional Indonesia (SNI) sebagai ellisoida referensi. Adapun parameter SNI tersebut diambil dari parameter ellipsoida GRS 1967. Sedangkan titik datum adalah stasiun Doppler di Padang.
Datum Relatif/Lokal
Parameter translasi untuk transformasi koordinat dari NWL-9D ke SNI ID-74 adalah (Rais, 1979) : ∆x = + 2,691 meter ∆y = - 14,757 meter ∆z = + 0,224 meter
-IM Anjasmara,
2016-Datum Global
Dengan kemajuan teknologi, dalam pendefinisian datum secara global, sistem koordinat yang mempunyai titk pusat sistem berhimpit dengan pusat massa bumi. Datum global ini bisa digunakan sebagai acuan untuk penentuan
parameter-parameter orbit satelit, sehingga dikenal juga sebagai datum satelit. Keuntungan menggunakan datum global antara lain adalah sangat cocok untuk digunakan secara luas berbagai aplikasi, misalkan dalam pendefinisian sistem koodinat satelit. Selain itu, datum global dapat dibuat konsisten dengan medan referensi gravitasi (Rais, 1975).
Datum Global: WGS 84
Salah satu contoh datum global, yaitu World Geodetic System 1984 (WGS84). Sistem Koordinat WGS 84 merupakan Conventional Terrestrial Reference System (CTRS) yang didefinisikan sebagai berikut (NIMA,1997) :
Merupakan datum geosentrik, dimana pusat massa didefinisikan untuk seluruh bumi termasuk lautan dan atmosfer.
Sumbu X adalah perpotongan bidang meredian yang ditetapkan yaitu IERS
Reference Meridian (IRM) dan bidang ekuator. IRM adalah sejajar dengan meredian nol BIH (epoch 1984.0) dengan ketidakpastian 0,005
Sumbu Z arah dari IERS Reference Pole ( IRP ). Arah ini sejajar dengan arah Conventional Terrestrial Pole (CTP) yang ditetapkan BIH, dengan ketidakpastian 0,005”
Sumbu Y merupakan tegak lurus dari sumbu X dan Z yang mengikuti kaidah tangan kanan.
-IM Anjasmara,
Datum Global : ITRF
Sebagai salah perwujudan dari sistem koordinat Conventional Terrestrial System (CTS), selain sistem World Geodetic System 1984 (WGS84) terdapat sistem lain yaitu International Terrestrial Reference System (ITRF).
ITRS pada prinsipnya adalah sistem CTS yang didefinisikan, direalisasikan dan dipantau oleh IERS ( International Earth Orientation System ).
Dalam sistem ITRS ini direalisasikan dengan koordinat dan kecepatan dari sejumlah titik yang tersebar di seluruh permukaan bumi. Pemantauan titik tersebut
menggunakan banyak metode yaitu dengan menggunakan metode pengamatan VLBI, LLR, GPS, dan DORIS.
Dari pengamatan ini direalisasikan dengan suatu kerangka yaitu International Terrestrial Reference Frame (ITRF). Kerangka ITRF ini terkait dengan keranga ICRF (International Celestial Reference System) melalui pengamatan VLBI.
-IM Anjasmara,
2016-Datum Global : ITRF
Secara umum karateristik dari sistem ITRS adalah sebagai berikut
Sistem geosentrik, dimana pusat massanya didefinisikan untuk seluruh bumi, baik bumi fisik, lautan dan atmosfir.
Unit panjang yang digunakan adalah satuan meter
Sumbu Z mengarah ke kutub CTP (Conventional Terrestrial Pole) yang dinamakan IRP (IERS Reference Pole). Orientasi ini konsisten terhadap sistem BIH pada epoch 1984.0 yang mempunyai ketelitian 0,005 dan sesuai dengan resolusi IUGG (International Union of Geodesy and Geophysics) dan IUG (International
Astronomical Union)
Kutub CTP dari BIH didekatkan ke Conventional International Origin (CIO) pada tahun 1967 dan sejak itu dijaga kestabilannya secara independent sampai tahun 1987. Tingkat presisi ikatan antara IRP dan CIO adalah sekitar 0,03”
Datum Global : ITRF
Pada saat ini kerangka ITRF terdiri dari sekitar 300 titik di permukaan bumi, yang mempunyai koordinat dengan ketelitian sekitar 1-3 cm serta kecepatan dengan ketelitian sekitar 2-8 mm/tahun.
Titik-titik ITRF ini terdapat pada semua lempeng tektonik utama serta hampir semua lempeng-lempeng kecil.
Pada umumnya kerangka ITRF dirapatkan dengan jaringan jaringan GPS regional dengan menggunakan beberapa titik IGS (International GPS Service for
Geodynamics) sebagai titik tetapnya.
Pada saat ini, jaring kerangka ITRF dipublikasikan setiap tahunnya oleh IERS, dan pada umumnya diberi nama ITRF-yy, dimana yy menunjukkan tahun terakhir dari data yang digunakan untuk menentukan kerangka tersebut. Sebagai contoh, ITRF96 adalah kerangka koordinat dan kecepatan yang dihitung pada tahun 1997 dengan menggunakan semua data IERS sampai tahun 1996.
-IM Anjasmara,
Datum Indonesia 1974
Pada awalnya Indonesia akan mengimplementasikan program pemetaan sistematik seluruh wilayah Indonesia dengan skala 1 : 50000 untuk inventarisasi dan evaluasi sumberdaya alam.
Untuk hal ini dibutuhkan peta yang berdasarkan sistem koordinat yang tunggal yang dapat menyatukan jaring geodetik lebih dari 3000 pulau pada seluruh wilayah Indonesia.
Sementara itu, hanya beberapa pulau besar yang mempunyai jaring triangulasi seperti pulau jawa, sumatera, madura, bali dan sebagian nusa tenggara. Maka akan sangat menguntungkan dengan menggunakan teknologi satelit untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Diperlukan satu datum baru yang dapat menyatukan hitungan dari pulau-pulau yang mepunyai datum sendiri-sendiri. Selain itu datum baru tersebut dapat disesuaikan dengan standar internasional.
-IM Anjasmara,
2016-Datum Indonesia 1974
Pemerintah Indonesia mengadopsi parameter dari Geodetic Reference System 1967 (GRS-1967) sebagai spheroid nasional Indonesia (SNI).
Sebagai titik datum dipilih satu titik pengamatan Doppler di Padang. Koordinat geodetik dan koordinat kartesian titik datum yang diperoleh dari
pengamatan Doppler pada datum NWL-9D digunakan untuk menghitung koordinat ke dalam sistem ellpisoida GRS1967.
Dua set koordinat yang berbeda sistem memberikan translasi antara datum satelit dan datum geodetik, yang kemudian dikenal sebagai Indonesia datum 1974
Datum Indonesia 1974
Koordinat geodetik titik datum dalam sistem Indonesia datum 74 (ID-74) adalah :
Lintang : 0◦ 56’ 38,414” S
Bujur : 100◦ 22’ 08,804” E
Tinggi : 3,190 meter diatas spheroid; 14,0 meter diatas MSL
Parameter translasi untuk transformasi koordinat dari NWL-9D ke ID-74 adalah : DX = + 2.691 meter
DY = - 14.757 meter DZ = + 0.224 meter
-IM Anjasmara,
2016-Datum Geodesi Nasional 1995 (DGN95)
Penentuan posisi di atas permukaan bumi dengan pemanfaatan teknologi Global Positioning System (GPS) di Indonesia secara sistematis dan berkesinambungan dimulai pada tahun 1989 dalam rangka Global Positioning System for Geodynamic Project in Sumatera (GPS-GPS), untuk memonitoring gerak lempeng tektonik aktif pada patahan Sumatera.
Pada tahun 1992, bersamaan dengan pelaksanaan pengukuran GPS untuk
pengadaan Jaring Kontrol Geodesi (Horisontal) Nasional (JKHN) Orde Nol. Lokasi titik-titik JKHN ditempatkan pada lokasi yang mudah pencapaiannya dan beberapa titik pada pilar lama yang masih utuh (Triangulasi, Doppler, Tanda Tinggi Geodesi).
Datum Geodesi Nasional 1995 (DGN95)
Pilar-pilar lama yang diketahui koordinatnya dalam sistem ID74 dan NWL9D, kemudian diukur kembali dengan GPS dalam sistem WGS84. Pilar-pilar tersebut sebagai titik-titik sekutu (common points).
Pada pengukuran JKHN Orde Nol, peralatan yang digunakan adalah GPS dengan dual frequency receiver. Pengukuran dilakukan dengan metode penentuan posisi relatif statik, dibagi dalam beberapa sub-network yang dikur simultan, tiap sub-network diamati selama 4 hari pengamatan berturut-turut.
-IM Anjasmara,
2016-Datum Geodesi Nasional 1995 (DGN95)
Data pengukuran GPS dioleh dengan menggunakan perangkat lunak GPS yaitu GAMIT. Sesuai dengan rekomendasi yang diberikan oleh ”Special Study Group SSG5.123 of the International Association of Geodesy (IAG)” tentang realisasi IERS Terrestrial Reference Frame (ITRF) yang selanjutnya diadopsi oleh IUGG (International Union of Geodesy and Geophysics) pada General Assembly di Wina 11-24 Agustus 1991, bahwa ITRF adalah sebagai salah satu International
Terrestrial Reference System untuk berbagai kepentingan aktifitas geodesi, geodinamika dan oseanografi
Demikian pula data-data JKHN Orde Nol dihitung dalam sistem ITRF yaitu ITRF91, selakjutnya koordinat ITRF91 di transformasikan untuk mendapatkan koordinat WGS84.
Ketelitian relatif hasil hitungan jarak basis antar titik-titik pada JKHN Orde Nol
adalah 1x10−7 sampai 1x10−8 ppm, dengan simpangan baku dalam fraksi
Sistem Referensi Geodesi Nasional 2013 (SRGI 2013)
Sistem Referensi Geospasial Indonesia 2013 (SRGI 2013) diluncurkan pada 17 Oktober 2013.
SRGI 2013 merupakan sistem koordinat nasional yang konsisten dan kompatibel dengan sistem koordinat global.
SRGI mempertimbangkan perubahan koordinat berdasarkan fungsi waktu, karena adanya dinamika bumi.
Secara spesifik, SRGI 2013 adalah sistem koordinat kartesian 3-dimensi (X,Y,Z) yang geosentrik. Implementasi praktis di permukaan bumi dinyatakan dalam
koordinat Geodetik lintang, bujur, tinggi, skala, gayaberat, dan orientasinya beserta nilai laju kecepatan dalam koordinat planimetrik (toposentrik).
-IM Anjasmara,
2016-Sistem Referensi Geodesi Nasional 2013 (SRGI 2013)
Dalam realisasinya sistem referensi geospasial ini dinyatakan dalam bentuk Jaring Kontrol Geodesi Nasional dimana setiap titik kontrol geodesi akan memiliki nilai koordinat yang teliti baik nilai koordinat horisontal, vertikal maupun gayaberat. (Sumber: http://srgi.big.go.id/srgi/)
Gambar 6:Jaring Kontrol Geodesi Horisontal yang dipakai untuk mendefinisikan SRGI 2013 (http://srgi.big.go.id/srgi/)
-IM Anjasmara,
2016-Gambar 7:Jaring Kontrol Geodesi Vertikal yang dipakai untuk mendefinisikan SRGI 2013 (http://srgi.big.go.id/srgi/)
Tabel 2:Perbedaan antara DGN95 dengan SRGI 2013
Keterangan DGN1995 SRGI 2013
Sifat sistem referens Static Memperhitungkan perubahan
nilai koordinat sebagai fungsi waktu
Sistem referensi koordinat ITRS ITRS
Kerangka referensi koordi-nat
Jaring Kontrol Geodesi yang terikat pada ITRF2000
Jaring Kontrol Geodesi yang terikat pada ITRF2008
Datum Geodetik WGS 84 WGS 84
Sistem referensi geospasial vertikal
MSL Geoid
Sistem akses dan layanan Tertutup Terbuka dan self service