• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. informasi adalah ketika salah satu partisipan di pasar memiliki informasi lebih tentang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. informasi adalah ketika salah satu partisipan di pasar memiliki informasi lebih tentang"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hadiah nobel bidang ekonomi tahun 2001 diberikan kepada Akerlof (1970), Spence (1973) dan Stiglitz (1976) atas prestasinya tentang implikasi asimetri informasi. Asimetri informasi adalah ketika salah satu partisipan di pasar memiliki informasi lebih tentang yang ditransaksikan daripada partisipan lain (Scott, 2006). Tiga pemenang hadiah nobel menunjukkan betapa pentingnya nilai ekonomi dari informasi dan asimerri informasi merupakan kunci utamanya.

Bank menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah bab 1 pasal 1 ayat 2 adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat. Pasal 23 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 menyebutkan bank syariah dan/atau unit usaha syariah harus mempunyai keyakinan atas kemauan dan kemampuan calon nasabah penerima fasilitas untuk melunasi seluruh kewajiban pada waktunya, sebelum bank syariah menyalurkan dana kepada nasabah penerima fasilitas. Untuk memperoleh keyakinan maka bank syariah wajib melakukan penilaian saksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha dari calon nasabah penerima fasilitas.

Sebelum melakukan penilaian calon nasabah pembiayaan maka bank syariah mengumpulkan informasi yang diperlukan. Pada transaksi pembiayaan terjadi asimetri informasi antara bank dengan nasabah pembiayaan. Nasabah pembiayaan memiliki

(2)

2 informasi yang lebih banyak tentang karakter, keahlian, prospek usaha yang dibiayai, serta jaminan daripada bank. Kahan (1985); Haque dan Mirakhor (1986); Aggarwal dan Tarik (1996); Dar dan Presley (2000); Bashir (2001); Al-Jahri (2004); Safieddine (2009); Nadeem (2010); Jouaber dan Mehri (2011) menyatakan bahwa masalah asimetri informasi terjadi pada pembiayaan bank syariah. Asimetri informasi yang dihadapi oleh bank syariah antara lain pada pembiayaan bagi hasil (Haque dan Mirakhor, 1986; Dar dan Presley, 2000; Aggarrwal dan Tarik, 1996; Jouaber dan Mehri, 2011).

Haque dan Mirakhor (1986) mengungkapkan bahwa sistem bagi hasil memerlukan biaya pengawasan karena nasabah memiliki perilaku ekonomis yang akan berusaha mengoptimalkan keuntungan pribadinya dan menyembunyikan informasi kepada bank. Haque dan Mirakhor (1986) menyatakan bahwa sistem bagi hasil dapat berjalan dengan baik bila sudah terdapat implementasi dan kerangka kerja hukum yang baik sehingga dapat menghasilkan kontrak bagi hasil yang optimal bagi bank dan nasabah. Saat ini masih banyak negara yang hukum syariah belum diterapkan sepenuhnya sehingga hukum belum dapat menjamin kontrak bagi hasil diterapkan dengan baik.

Pendapat yang serupa dikemukakan oleh Aggarwal dan Tarik (1996) yaitu bank syariah masih banyak beroperasi di negara-negara sedang berkembang yang pasar keuangannya memiliki ketidak sempurnaan informasi masih tinggi. Aggarwawl dan Tarik (1996) juga mengemukakan bahwa di negara sedang berkembang pengusahanya masih menyukai menggunakan modal asing (pinjaman atau kerjasama) daripada menggunakan modal sendiri. Pada kondisi negara sedang berkembang tersebut maka model kontrak hutang masih lebih tepat daripada kontrak kerjasama bagi hasil (Aggarwal dan Tarik, 1996). Pada sistem bagi hasil bank syariah masih bertindak sebagai sekutu pasif yang

(3)

3 tidak memiliki hak langsung untuk mengendalikan manajemen dan aktiva perusahaan yang dibiayainya sehingga bank syariah lebih memilih sistem pembiayaan bukan bagi hasil (Aggarwal dan Tarik, 1996).

Dar dan Presley (2000) mengungkapkan bahwa sistem bagi hasil mendominasi literatur bank syariah namun pada tataran praktik pembiayaan murabahah yang lebih banyak dilakukan bank syariah, hal ini terjadi karena beberapa hal antara lain sebagai berikut ini.

a. Kontrak bagi hasil menghadapi masalah keagenan asimetri informasi yaitu pengusaha akan berusaha untuk melaporkan laba yang lebih rendah dibandingkan bila pengusaha menggunakan modal sendiri agar pembagian ke bank syariah lebih rendah.

b. Bank syariah menghadapi persaingan dengan bank konvensional sehingga harus menawarkan produk yang risikonya lebih kecil bagi bank dan produk bank syariah bukan bagi hasil lebih dapat digunakan untuk hal ini.

c. Pada pembiayaan bagi hasil bank hanya bertindak sebagai sekutu pasif (sleeping partnership) sehingga bank tidak dapat berpartisipasi dalam pengambilan keputusan atau mengendalikan manajemen nasabah.

Untuk dapat lebih meningkatkan pada pembiayaan bagi hasil maka Dar dan Presley (2000) mengusulkan penataan hak bank syariah untuk dapat ikut mengendalikan manajemen dan mengendalikan sistem pengukuran kinerja usaha yang dibiayai dengan sistem bagi hasil. Febianto dan Kasri (2007) mengusulkan untuk menghadapi masalah asimetri informasi pada pembiayaan bank syariah dapat melalui manajemen risiko antara lain dengan mengatur struktur keuangan bank syariah. Pada sistem syariah menggunakan

(4)

4 sistem bagi hasil maka kerugian dari pembiayaan dapat terserap oleh deposan (Haque dan Mirakhor, 1986; Iqbal, 1997). Febiantor dan Kasri (2007) menyarankan pentingnya pengelolaan keuangan bank syariah melalui keseimbangan aktiva dan pasiva.

Jouaber dan Mehri (2011) menyebutkan bahwa masalah serius pada sistem bagi hasil adalah masalah keagenan yaitu asimetri informasi. Pada situasi adanya asimetri informasi maka bank menghadapi kesulitan terbatasnya informasi tentang kualitas dari nasabah dan usaha yang dibiayainya. Untuk itu Jouaber dan Mehri (2011) mengusulkan rumusan nisbah bagi hasil pada kondisi terdapat asimetri informasi tinggi akan berbeda dengan ketika terdapat asimetri informasi rendah.

Nadeem (2010) mengungkapkan bahwa bagi hasil sangat tepat untuk usaha mikro, kecil dan menengah karena dengan sistem bagi hasil mengutamakan kemajuan bersama. Kendala pada sistem bagi hasil adalah adanya asimetri informasi sehingga hal ini menjadi kendala dalam pengembangan bank syariah yang memiliki potensi besar karena masih banyak penduduk muslim di dunia yang belum menggunakan fasilitas bank. Bank syariah telah berupaya untuk mencari solusi atas masalah asimetri informasi yang dihadapi, upaya tersebut antara lain adalah sebagai berikut ini.

1. Bank syariah mengembangkan produk perbankan (Siddiqi, 2006) yaitu selain produk bagi hasil (musyarakah dan mudarabah) juga produk pembiayaan bukan bagi hasil. Bank Pembangunan Islam (Islamic Development Bank) yang beroperasi pada tahun 1975 memperkenalkan produk syariah selain bagi hasil antara lain akad Murabahah, Istishna, Salam,dan Ijarah. Demikian pula di Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 produk bank syariah selain dengan sistem bagi hasil juga dengan sistem bukan bagi hasil yang sesuai dengan aturan syariah. Pembiayaan bank

(5)

5 syariah saat ini terbesar pada pembiayaan bukan bagi hasil yaitu di Malaysia pembiayaan bukan bagi hasil sebesar 99,5% (Chong dan Ming, 2009), di Pakistan sebesar 98%, di negara-negara Teluk sebesar 89%, di negara-negara Asia Selatan sebesar 87% di Asia Tenggara sebesar 99% (Lewis, 2009). Pembiayaan bagi hasil dari perbankan syariah di dunia kurang dari 20% (Farooq, 2007). Di Indonesia menurut Statistik Bank Indonesia per 31 Desember 2013 total pembiayaan bank syariah sebesar Rp.184.122 milyar yang meliputi pembiayaan bukan bagi hasil sebesar Rp. 130.623 milyar atau 70,94%, sedangkan per 31 desember 2014 total pembiayaan bank syariah sebesar Rp.199.330 milyar yang terdiri dari pembiayaan bukan bagi hasil sebesar 135.589 milyar atau 68,02%.

2. Febianto dan Kasri (2007) mengemukakan bahwa masalah asimetri informasi pembiayaan bank syariah dapat dikurangi risikonya dengan manajemen risiko yang baik antara lain menjaga keseimbangan neraca bank syariah yaitu antara pembiayaan dengan simpanan dana masyarakat berupa tabungan dan deposito. Untuk mengurangi risiko maka bank memperbanyak simpanan dana masyarakat di bank berupa deposito mudarabah dan tabungan mudarabah. Saat ini di bank syariah simpanan dana masyarakat berupa deposito dan tabungan dengan sistem bagi hasil atau mudarabah di Malaysia lebih dari 70% (Chong dan Ming, 2009). Di Indonesia menurut Statistik Bank Indonesia per 31 Desember 2014 total simpanan tabungan dan deposito di bank syariah sebesar Rp.4.028.395 juta dan yang berupa tabungan dan deposito bagi hasil sebesar Rp.3.238.548 juta atau 80,39% dan per 31 Desember 2013 total simpanan tabungan dan deposito sebesar Rp.3.766.176 juta yang berupa deposito dan tabungan bagi hasil sebesar Rp.3.097.925 juta atau 82,26%.

(6)

6 3. Sosialisasi bahwa bank syariah adalah bank yang menjalankan usaha dengan memiliki nilai spiritual sehingga kejujuran, keadilan, kemajuan bersama dijunjung tinggi dan kesejahteraan sosial menjadi tujuan utama bukan hanya sekedar mencari laba. Pada agama islam kegiatan perdagangan atau usaha tidak dapat dipisahkan dari kegiatan agama (Chong dan Ming, 2009).

Nasabah bermitra dengan bank bukan hanya karena motivasi ekonomi saja juga karena danya motivasi ibadah sehingga bermitra dengan bank syariah memiliki nilai religi. Bagi umat islam religi adalah seberapa jauh pengetahuan, keyakinan dan pelaksanaan agama dalam kehidupan sehari-hari (Ancok dan Suroso, 2002). Jam et al. (2010) mengungkapkan bahwa konsep syariah menciptakan perekonomian dengan dasar kepercayaan, persaudaraan dan nilai spiritual yang dapat menyelesaikan masalah keagenan asimetri informasi. Dalam syariah manusia harus bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain sehingga kemajuan bersama lebih penting dari pada hanya untuk diri sendiri (Jam et al., 2010). Penelitian bank dunia menemukan bahwa nasabah bermitra dengan bank syariah karena alasan agama sebesar 30% (Timberg, 2012). Penelitian Haron et al. (1994) di Malaysia menemukan bahwa nasabah muslim 39% memilih bank Islam karena agama. Noresma (2004); Idris et al. (2011) yang melakukan penelitian di Malaysia juga menemukan bahwa faktor utama nasabah memilih bank syariah karena niat beribadah dan nilai agama menjadi faktor utama nasabah memilih bank syariah. Bank Indonesia yang bekerjasama dengan Lembaga Riset Universitas Andalas melakukan penelitian di Sumatra Barat menemukan bahwa nasabah memilih bermitra dengan bank syariah 55% karena alasan agama (Rivai et al., 2007). Demikian pula

(7)

7 nasabah di Pakistan memilih bank syariah karena alasan agama, reputasi bank dan tingkat kembalian (rate of return) (Intiaz et al.,2013).

1 Januari 2016 mulai berlakunya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yaitu terbukanya ekonomi Asia Tenggara. Berlakunya MEA maka persaingan usaha di Asia Tenggara semakin ketat dan bagi pengusaha di Indonesia harus semakin efisien. Salah satu masalah yang dihadapi pengusaha Indonesia adalah tingkat suku bunga bank di Indonesia yang lebih tinggi daripada di negara-negara di Asia Tenggara lainnya. Tingkat bunga kredit bank konvensional di Indonesia berkisar 12% per tahun dan untuk usaha mikro kecil dan menengah yaitu Kredit Usaha Rakyat sebesar 22% per tahun sedangkan di negara Asia Tenggara seperti Malaysia, Thailand dan Singapura tingkat suku bunga kredit berkisar 6% (Jawa Pos, 16 Januari 2016). Presiden Republik Indonesia Joko Widodo dalam pertemuan tahunan dengan Otoritas Jasa Keuangan dan Pimpinan Industri Jasa Keuangan di Istana Negara hari Jum’at 15 Januari 2016 mengemukakan akan menempuh sejumlah langkah untuk menurunkan suku bunga kredit bank menjadi berkisar antara 4% sampai dengan 6% seperti bunga bank di negara-negara Asia Tenggara lainnya dan kredit usaha rakyat sebesar 9% (Jawa Post, 16 Januari 2016). Bank syariah dapat menjadi solusi yang tepat atas masalah bunga bank di Indonesia karena bank syariah tidak menggunakan sistem bunga dan perbankan syariah tidak hanya melakukan usaha semata tetapi memiliki nilai spiritual yaitu memiliki tujuan peningkatan kesejahteraan sosial, keadilan dan mencari berkah Tuhan (Haniffa dan Hudaib, 2007).

Pada perspektif teori, bank syariah berbeda dengan bank konvensional karena secara normatif bank syariah berdasarkan pada Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah. Secara operasional bank syariah berdasar pada konstitusi, peraturan dan perundang-undangan.

(8)

8 Bank syariah melarang menggunakan sistem bunga karena bunga menurut fatwa Majelis Ulama Indonesia adalah riba. Al-Qur’an menyebutkan pelarangan riba antara lain berdasarkan surat Al-Baqarah ayat 275-279 sehingga bank syariah memiliki sistem bagi hasil (profit and loss sharing) (Haque dan Mirakhor, 1986; Dar dan Presley, 2000; Jouaber dan Mehri, 2011; Isretno, 2011) dan sistem jual beli serta sistem lainnya yang sesuai dengan aturan syariah. Sistem bagi hasil merupakan identitas bank syariah (Farooq, 2007). Penelitian Bank Indonesia yang bekerjasama dengan Institut Pertanian Bogor pada tahun 2004 menemukan bahwa 45,2% masyarakat berpendapat bahwa bank syariah adalah bank dengan sistem bagi hasil (Institut Pertanian Bogor, 2004).

Sistem bagi hasil memiliki beberapa kelebihan antara lain kerugian nasabah bank terserap oleh deposan (Haque dan Mirakhor, 1986; Iqbal, 1997), sistem bagi hasil memungkinkan bank memberikan pembiayaan dengan jangka waktu yang lebih lama dan tingkat risiko lebih tinggi (Chapra, 1992; Mills dan Presley, 1999), sistem bagi hasil akan menghasilkan kinerja yang lebih stabil untuk jangka panjang (Sugema et al., 2010), sistem bagi hasil meningkatkan motivasi kinerja dan efisiensi (Florkowski, 1987; Khan, 1986; Sugema et al., 2010), dan sistem bagi hasil menghindari terjadinya eksploitasi pihak yang lemah (Lewis, 2009). Sistem syariah juga sangat tepat untuk membantu pelaku usaha mikro, kecil dan menengah karena sistem syariah mengutamakan kemajuan bersama antara bank dengan nasabah (Hasan, 2009; Nadeem, 2010).

Bunga pada bank konvensional merupakan biaya dana atas uang yang digunakan oleh pengusaha sehingga bunga merupakan beban yang harus diperhitungkan dalam harga jual produk. Bunga bank yang tinggi akan membuat harga jual produk tinggi akibatnya produk yang dijual akan sulit bersaing. Bank syariah tidak menggunakan

(9)

9 sistem bunga sehingga tidak terdapat beban biaya dana dan harga jual produk dapat lebih bersaing.

Tingkat bunga bank konvensional yang tinggi antara lain disebabkan oleh tingkat asimetri informasi yang tinggi (Akerlof, 1970; Stiglitz dan Weiss, 1981; Moerman, 2010 Berger et al., 2001; Liu et al., 2009; Ivashina, 2009). Akerlof (1970) menjelaskan terjadinya asimetri informasi di pasar kredit yaitu di negara-negara sedang berkembang dengan contoh India yaitu nasabah dengan tingkat asimetri informasi rendah maka tingkat suku bunga 6% sampai dengan 15% sedangkan nasabah dengan tingkat asimetri informasi tinggi tingkat bunga 15% sampai dengan 50%. Stiglitz dan Weiss (1981) menjelaskan adanya korelasi positif antara tingkat asimetri informasi dengan tingkat bunga, pada tingkat asimetri informasi tinggi maka bunga bank juga akan tinggi sehingga nasabah yang bagus akan keluar dari pasar kredit untuk mencari pasar lain yang biaya dananya lebih murah.

Berger et al. (2001) meneliti di pasar kredit Argentina dan negara-negara Amerika Latin yaitu pada kredit sindikasi yang dilakukan oleh bank lokal dan bank asing. Bank lokal yang memiliki informasi tentang kondisi ekonomi dan kondisi nasabah lebih banyak daripada bank asing maka tingkat asimetri lebih rendah daripada bank asing sehingga tingkat bunga bank lokal lebih rendah daripada bank asing. Fungacova et al. (2009) melakukan penelitian yang sama yaitu menguji pengaruh asimetri informai pada kredit sindikasi antara bank asing dan bank lokal dengan sampel 528 kredit sindikasi di Rusia. Hasil penelitian Fungacova et al. (2009) berbeda dengan Berger et al. (2001) yaitu menemukan tidak ada perbedaan signifikan pengaruh asimetri informasi pada kredit sindikasi di Rusia. Ivashina (2009) meneliti asimetri informasi kredit sindikasi antara

(10)

10 bank pimpinan sindikasi dengan bank anggota sindikasi di Amerika menemukan bahwa tingkat asimetri informasi berpengaruh positif terhadap tingkat suku bunga.

Asimetri informasi adalah suatu keadaan yang mana salah satu pihak yang bertransaksi diuntungkan karena memiliki informasi yang lebih banyak daripada pihak lain yang bertransaksi. Asimetri informasi di pasar kredit perbankan terjadi antara bank dengan nasabah peminjam yaitu nasabah memiliki informasi yang lebih banyak daripada bank pemberi pinjaman tentang kondisi proyek yang dibiayai, karakter nasabah, keahlian nasabah dan jaminan (Gaul dan Stebunous (2008).

Akerlof (1970) menjelaskan asimetri informasi di pasar barang yaitu ketika penjual dan pembeli barang di pasar memiliki informasi yang tidak sama tentang produk yang dijual. Akerlof (1970) mencontohkan pada pasar mobil bekas karena informasi yang dimiliki penjual dan pembeli tidak sama maka pembeli yang hati-hati akan berusaha menawar dengan harga yang jauh lebih rendah daripada harga yang ditawarkan penjual. Spence (1973) menjelaskan asimetri informasi di pasar tenaga kerja yaitu terjadinya perbedaan informasi tentang keahlian pekerja yang dimiliki oleh pengusaha dan pekerja. Stiglitz dan Weiss (1981) menjelaskan asimetri informasi di pasar kredit yaitu informasi tentang nasabah dan proyek yang dibiayai yang dimiliki oleh bank lebih sedikit daripada yang dimiliki nasabah. Stiglitz dan Weiss (1981) menyatakan bahwa tingkat bunga sebagai alat seleksi atas asimetri informasi yaitu nasabah dengan asimetri informasi lebih tinggi maka tingkat bunga juga lebih tinggi daripada nasabah dengan tingkat asimetri informasi yang lebih rendah.

Asimetri informasi di pasar kredit selain dikemukakan oleh Akerlof (1970), Stiglitz dan Weiss (1981) juga ditemukan beberapa peneliti yaitu Arricia (1998); Kofford

(11)

11 dan Tschoegl (1997); Dowd (1999); Hahm dan Mishkin (2000); Berger et al. (2001); Gaul dan Stebounus (2008); Ivashina (2009). Gaul dan Stebunous (2008) menguji asimetri informasi di pasar kredit sindikasi dengan membuktikan bahwa nasabah memiliki informasi tentang kredit yang lebih banyak daripada bank. Pada kredit sindikasi asimetri informasi terjadi selain antara nasabah dengan bank pimpinan kredit sindikasi juga antara bank pimpinan sindikasi dengan bank anggota sindikasi. Pada kredit sindikasi nasabah memiliki informasi lebih banyak dari pada bank pimpinan sindikasi dan bank pimpinan sindikasi memiliki informasi lebih banyak daripada bank anggota kredit sindikasi (Gaul dan Stebunous, 2008; Ivashina, 2009). Liu et al. (2009) meneliti tentang tingkat asimetri informasi dan pengaruhnya terhadap tingkat kelancaran pengembalian nasabah bank di Amerika.

Asimetri informasi berpengaruh positif terhadap tingkat jaminan ditemukan Koford dan Tschoegl (1997); Hahm dan Mishkin (2000). Jaminan menurut SK Direksi Bank Indonesia nomor 23/69/KEP/DIR tahun 1991 adalah keyakinan bank atas kesanggupan nasabah untuk melunasi kewajiban sesuai dengan yang diperjanjikan. Dengan definisi jaminan dari SK Bank Indonesia tersebut jaminan utama dari pembiayaan atau kredit adalah proyek yang dibiayai oleh bank. Namun adanya asimetri informasi meningkatkan risiko sehingga perbankan pada umumnya meminta jaminan tambahan berupa benda bergerak atau tidak bergerak yang diserahkan oleh pemilik kepada bank untuk menjamin pelunasan dan diikat perjanjian secara khusus. Koford dan Tschoegl (1997) meneliti pengaruh asimetri informasi pada pasar kredit di perbankan negara Eropa Timur yaitu Bulgaria dan Hungaria yang sebelumnya merupakan negara sosialis yang sangat tertutup sehingga informasi tentang perusahaan, nasabah maupun

(12)

12 kondisi ekonomi masih terbatas, atas kondisi ini pihak bank dalam pemberian kredit lebih banyak mengandalkan pada jaminan kredit. Hahm dan Mishkin (2000) meneliti pasar kredit di Korea ketika terjadi krisis ekonomi tahun 1997/1998 yaitu dimana informasi tentang prospek usaha dan kondisi ekonomi Korea pada saat itu tidak menentu sehingga pihak bank dalam pemberian kredit banyak mengandalkan jaminan.

Jenis pembiayaan disesuaikan dengan penggunaan dan proyeksi arus kas sehingga dapat mengurangi risiko bagi bank. Pembiayaan bank bila dilihat dari penggunaan oleh Bank Indonesia dikelompokkan menjadi pembiayaan produktif yang terdiri dari pembiayaan modal kerja dan investasi serta pembiayaan konsumtif yaitu pembiayaan konsumsi. Rose (1998) mengelompokan kredit ke kredit bisnis (modal kerja dan investasi) dan kredit konsumsi. Pembiayaan modal kerja adalah pembiayaan yang digunakan untuk kegiatan operasional perusahaan atau untuk aktiva lancar seperti untuk pembelian barang dagangan, bahan baku, pihutang atau biaya overhead. Pembiayaan modal kerja berbentuk pemberian pagu pembiayaan yang pelunasannya dilakukan sekaligus pada saat jatuh tempo dan setiap bulan hanya membayar bagi hasil atau bunga pinjaman untuk bank konvensional. Jangka waktu pembiayaan modal kerja maskimal satu tahun dan pada waktu jatuh tempo dilunasi. Kredit modal kerja dapat diperpanjang pada saat jatuh tempo dengan membuat perjanjian/akad perpanjangan. Sumber pembayaran kewajiban pembiayaan modal kerja dari kinerja usaha atau proyek yang dibiayai bank. Analisis kemampuan untuk membayar kewajiban pembiayaan modal kerja harus benar-benar yakin bahwa kinerja usaha yang dibiayai baik dan nasabah memiliki kemampuan serta keahlian dibidang usaha yang dibiayai.

(13)

13 Pembiayaan investasi digunakan untuk pembelian atau pembuatan aktiva tetap untuk menunjang kegiatan usaha yang nilainya cukup besar. Pencairannya pembiayaan investasi dilakukan untuk pembelian atau pembuatan aktiva tetap tersebut sehingga oleh bank pencairan dilakukan dengan transfer ke penjual atau pembuat aktiva tetap tersebut.. Pembayaran atau pelunasan ke bank dilakukan dengan cara diangsur bulanan/triwulan atau semesteran selama jangka waktu tertentu yang biasanya lebih dari 1 tahun. Sumber pengembalian atau pembayaran kewajiban ke bank berasal dari hasil operasional aktiva tetap yang dibiayai dan dari sumber penghasilan lain.

Pembiayaan konsumsi adalah pembiayaan yang digunakan untuk pembelian barang atau jasa yang memberikan kepuasan bagi nasabah dan sumber pengembalian berasal dari penghasilan nasabah yang sudah tetap atau rutin diluar pembiayaan yang dibiayai. Pencairan dilakukan dengan cara ditransfer ke penjual atau pembuat barang atau jasa yang dibeli oleh nasabah. Pelunasan dengan cara diangsur setiap bulan.

Jenis pembiayaan yang cara pencairan, cara pembayaran kewajiban dan sumber pelunasan berbeda diduga memiliki asimetri informasi yang berbeda dan memiliki risiko yang berbeda. Pembiayaan bank syariah menurut statistik Bank Indonesia per 31 Desember 2013 sebesar Rp.184.122 milyar. Pembiayaan tahun 2013 yang menggunakan akad mudarabah dan musyarakah sebesar Rp.53.499 milyar atau 29,06%. Pembiayaan dengan akad mudarabah dan musyarakah digunakan untuk pembiayaan modal kerja dan investasi. Pembiayaan bermasalah di bank syariah per 31 Desember 2014 menurut statistik Bank Indonesia untuk pembiayaan modal kerja sebesar 4,74%, pembiayaan investasi 4,44% dan pembiayaan konsumsi 2.55%.

(14)

14 Akerlof (1970) menyebutkan bahwa asimetri informasi yang tinggi akan membuat penjual barang yang bagus akan keluar dari pasar dan mencari pasar lain dengan harga yang lebih baik. Demikian pula dengan Stiglitz dan Weiss (1976) menyatakan bahwa asimetri yang tinggi dan membuat tingkat suku bunga tinggi maka nasabah yang bagus akan keluar untuk mencari pasar yang lain dengan biaya lebih rendah. Kuang dan Moses (2009), Kelly dan Patricia (2010) melakukan penelitian eksperimen tentang sistem penggajian dengan sistem bagi hasil menemukan bahwa tingkat rasio bagi hasil mempengaruhi loyalitas karyawan yaitu keberlanjutan kerjasama. Kuang dan Moses (2009), Kelly dan Patricia (2010) menggunakan teori reciprocity atau teori balas budi yang menyebutkan bahwa manusia akan melakukan tindakan atas suatu tindakan yang diterima sebelumnya dan bila dia diperlakukan dengan baik maka akan membalas dengan kebaikan.

Selama dekade terakhir perkembangan bank syariah di dunia cukup pesat yaitu di atas 15% per tahun dan beroperasi di lebih dari 50 negara (Jouaber dan Mehri, 2011). Berdirinya bank syariah diawali pada tahun 1960an yaitu MitGhamr Saving Bank di Mesir, bank bebas bunga di Karachi dan Tabung Haji di Malaysia. (Siddiqi, 2006). Pada Tahun 1975 Bank Pembangunan Islam beroperasi dan memperkenalkan produk syariah selain bagi hasil, dan sejak itu bank syariah mulai berkembang di dunia (Siddiqi, 2006). Perbankan syariah saat ini tidak hanya terbatas beroperasi di negara Islam saja, tetapi juga di negara-negara non muslim. Pada bulan Agustus 2004 Islamic Bank of Britain diijinkan untuk beroperasi di Inggris dengan sistem syariah. Kemudian menyusul beberapa perbankan yang menggunakan sistem syariah seperti HSBC, University Bank dan Devon Bank. Di Iran, Pakistan dan Sudan bank yang beroperasi hanya bank berbasis

(15)

15 syariah. Di Bangladesh, Mesir, Indonesia, Jordan dan Malaysia bank syariah beroperasi bersama dengan bank konvensional.

Bank syariah beroperasi di Indonesia diawali dengan Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan yang mengijinkan bank beroperasi dengan sistem bagi hasil. Bank syariah yang pertama berdiri yaitu bank Muamalat Indonesia pada tahun 1992. Pada tahun 1998 keluar Undang Undang Nomor 10 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan yang melegitimasi dualisme sistem perbankan di Indonesia yaitu sistem konvensional dan sistem syariah. Tahun 2008 Undang-Undang Nomor 21 tentang Perbankan Syariah yang mengembangkan produk syariah selain produk bagi hasil juga terdapat produk syariah bukan bagi hasil. Sejak adanya Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 perbankan syariah di Indonesia berkembang pesat sehingga saat ini terdapat 11 bank umum syariah.

Pertumbuhan bank syariah di Indonesia tinggi namun masih terdapat kendala seperti yang dikemukakan Alamsyah (2012) selaku Deputi Gubernur Bank Indonesia yaitu penentuan marjin bank syariah yang masih mengacu pada tingkat bunga bank konvensional dan selayaknya bank syariah memiliki acuan sendiri. Ifham (2015) juga mengemukakan bahwa dalam penentuan marjin bank syariah menggunakan referensi tingkat suku bunga bank konvensional sebagai Indirect Competitor’s Market Rate (ICMR). Arif (2010) yang melakukan penelitian di Indonesia juga menemukan tingkat suku bunga bank konvensional mempengaruhi marjin dan nisbah bagi hasil bank syariah. Chong dan Ming (2009) yang meneliti di Malaysia juga menemukan hal yang sama yaitu marjin bank syariah mengacu pada bunga bank konvensional. Pangsa pasar bank syariah

(16)

16 di Indonesia masih relatif kecil yaitu tahun 2010 sebesar 3 % (Sugema et al. (2010)) dan pada tahun 2013 sebesar 4,6 % (publikasi Bank Indonesia Tahun 2014).

Teori dan praktik seringkali masih terdapat jarak karena praktik mengacu pada standar atau kebijakan. Penyusunan standar atau kebijakan selain mengacu pada teori juga dipengaruhi oleh faktor politis dan faktor ekonomi (Wolk et al., 2008). Demikian pula dibidang keuangan syariah Siddiqi (2006) seorang profesor riset dibidang ekonomi syariah di Universitas King Abadulaziz menemukan adanya pengaruh faktor ekonomi pada praktik bank syariah sehingga terdapat jarak antara teori dan praktik. Perbankan syariah dalam praktik operasional belum menerapkan prinsip syariah sepenuhnya (Isretno, 2011; Rivai dan Usman, 2012; Ifham, 2015). Kendala yang dihadapi dalam pengembangan praktik syariah menurut Rivai dan Usman (2012) antara lain sebagai berikut ini.

1. Peraturan yang berlaku saat ini belum sepenuhnya mengakomodasi operasional secara syariah.

2. Pemahaman sebagian masyarakat tentang sistem dan prinsip bisnis syariah belum tepat. Hal ini terjadi karena operasional bisnis syariah relatif baru dibandingkan dengan sistem konvensional yang sudah ratusan tahun dan sudah mendarah daging di masyarakat.

3. Keengganan pengguna jasa bank konvensional untuk pindah ke bank syariah karena takut hilangnya kesempatan penghasilan tetap dari bunga. Deposan lebih memilih bank konvensional karena sistem bunga memberikan kepastian penerimaan dari depositonya.

(17)

17 4. Adanya kemalasan sebagian intelektual yang cenderung pragmatis sehingga sistem bunga yang berlaku saat ini sudah berjalan dianggap tidak bertentangan dengan ketentuan agama.

5. Sosialisasi tentang bisnis secara syariah kepada masyarakat belum dilakukan secara maksimal.

6. Piranti moneter yang ada pada saat ini masih mengacu pada sistem bunga. 7. Kendala sumber daya manusia yang masih terbatas.

8. Pelayanan, saat ini bank syariah bersaing dengan bank konvensional. Dari beberapa penelitian pelayanan mempengaruhi nasabah dalam memilih bank (Rivai et al. 2006; Noresma, 2004).

Bank dalam menganalisis kelayakan nasabah untuk memperoleh pembiayaan antara lain dianalisis dari laporan keuangan calon nasabah. Laporan keuangan merupakan produk akuntansi dan sebagai informasi laporan keuangan merupakan komoditas yang sangat penting (Scott, 2006; Wolk et al., 2008). Laba pada laporan keuangan dapat menjadi instrumen untuk evaluasi kinerja manajemen, yang mempengaruhi gaji dan bonus manajemen, serta laba juga dapat mempengaruhi harga saham. Laba dan rasio-rasio neraca dapat mempengaruhi penilaian kredit sehingga mempengaruhi biaya dana perusahaan (Wolk et al., 2008). Manajemen perusahaan yang menyusun laporan keuangan memiliki informasi yang lebih banyak tentang kondisi perusahaan dibandingkan dengan pembaca laporan keuangan.

Laporan keuangan dengan menggunakan metoda akuntansi, akrual dan klasifikasi sehingga memungkinkan manajer melakukan manajemen laba. Manajer pada dasarnya adalah manusia yang juga memiliki sifat egois yaitu berpikir dan bertindak dimotivasi

(18)

18 oleh kepentingan materi diri sendiri (Miller, 1999). Manajemen laba adalah suatu tindakan intervensi dalam proses penyusunan laporan keuangan dengan maksud untuk memperoleh keuntungan pribadi manajemen perusahaan (Schipper, 1989). Manajemen laba yang dilakukan oleh manajer perusahaan yaitu mempengaruhi laba antara lain untuk (a) memaksimalkan laba (b) meratakan laba atau (c) meminimalkan laba (Wolk et al. 2008).

Pada pembiayaan bank syariah sistem bagi hasil (profit and loss sharing) laporan keuangan digunakan untuk menentukan kinerja atau laba yang akan dibagi. Laporan keuangan juga digunakan sebagai alat analisis menilai kemampuan modal dan usaha nasabah serta sebagai dasar ukuran kinerja. Laporan keuangan menghadapi masalah fundamental berupa asimetri informasi (Haque dan Mirakhor, 1986; Dar dan Presley, 2000; Jouaber dan Mehri, 2010). Pembiayaan bagi hasil di bank syariah digunakan untuk membiayai modal kerja dan investasi. Pembiayaan modal kerja dan investasi memerlukan analisis modal saat ini dan prospek usaha yang akan datang untuk meyakinkan bahwa nasabah mampu melunasi kewajiban pada waktunya. Pembiayaan modal kerja memiliki risiko yang lebih tinggi karena sumber pembayaran kewajiban dan pengembalian pembiayaan berasal dari kinerja usaha yang dibiayai. Masalah pada penelitian ini menggunakan metoda analog yaitu menggunakan pengetahuan yang diperoleh dari hasil bidang tertentu untuk menentukan masalah pada penelitian bidang yang lain yang terkait (Indriantoro dan Supomo, 1999). Penelitian ini menggunakan hasil penelitian pengaruh asimetri informasi di bank konvensional untuk melakukan penelitian pengaruh asimetri informasi di bank syariah dengan pertimbangan sebagai berikut ini.

(19)

19 1. Penggunaan teori asimetri informasi untuk melakukan kajian atau penelitian syariah sudah dilakukan oleh beberapa pihak antara lain Haque dan Mirakhor (1986); Aggarawal dan Tarik (1996); Dar dan Presley (2000), yang menjelaskan tentang sedikitnya pembiayaan bagi hasil di bank syariah yang disebabkan oleh masalah asimetri informasi dan alternatif solusinya. Nadeem (2010) menjelaskan masalah asimetri informasi pada pembiayaan mudarabah di usaha mikro. Febianto dan Kasri (2007) menjelaskan masalah asimetri informasi pada bank syariah dan mengusulkan manajemen risiko sebagai alternatif solusi. Sugema et al. (2010) menjelaskan walaupun ada asimetri informasi namun hasil pengujian secara simulasi matematis sistem bagi hasil akan menghasilkan distribusi laba yang optimal untuk bank dan nasabah serta menghasilkan kinerja yang stabil dalam jangka panjang. Jouaber dan Mehri (2011) mengusulkan model kontrak nisbah bagi hasil untuk mengatasi masalah asimetri informasi dengan bentuk pola kerjasama ventura. Terdapat 3 kemungkiinan yaitu jika terdapat masalah adverse selection rendah, sedang dan tinggi sehingga masing-masing nisbah bagi hasilnya berbeda.

2. Pasal 23 Undang-Undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah menyebutkan bahwa bank syariah atau unit usaha syariah harus mempunyai keyakinan atas kemauan dan kemampuan calon nasabah penerima fasilitas untuk melunasi seluruh kewajiban pada waktunya sebelum bank syariah menyalurkan pembiayaan. Bank syariah wajib melakukan penilaian secara seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha dari calon nasabah. Pada penjelasan Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 pasal 23 disebutkan bank syariah harus melakukan analisis keadaan pasar, baik di dalam maupun di luar negeri, baik

(20)

20 untuk masa yang telah lalu maupun yang akan datang sehingga dapat diketahui prospek pemasaran dari hasil proyek atau usaha calon nasabah. Informasi tentang watak, kemampuan, modal, agunan, prospek usaha dan keadaan pasar, calon nasabah memiliki informasi lebih banyak daripada bank syariah.

3. Motivasi nasabah bermitra dengan bank syariah selain karena faktor agama juga faktor ekonomi (Timberg, 2012; Haron et al., 2004; Rivai et al., 2006) Hal ini menunjukkan bahwa pada praktik nasabah bank syariah juga dipengaruhi oleh faktor ekonomi sehingga teori ekonomi informasi yaitu asimetri informasi juga masih relevan untuk digunakan pada penelitian bank syariah.

4. Peraturan tentang bank syariah di Indonesia dimulai dari aturan bank konvensional yaitu dengan Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan yang mengijinkan bank konvensional beroperasi dengan sistem bagi hasil. Kemudian disempurnakan dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 yang melegalkan bank beroperasi secara dualisme sistem yaitu sistem konvensional dan sistem syariah. Tahun 2008 keluar Undang-Undang Nomor 21 Tentang Perbankan Syariah. Bank Umum Syariah yang ada di Indonesia sebagian besar berasal dari unit syariah di bank konvensional. Dari 11 bank umum syariah hanya bank Muamalat yang sejak awal berdiri sudah dengan sistem syariah dengan demikian pengaruh bank konvensional masih terdapat pada praktik bank syariah (Ifham, 2015). Ifham (2015) menyebutkan bank syariah dan bank konvensional tidak sepenuhnya sama dan tidak sepenuhnya beda, yang sesuai dengan aturan syariah tetap digunakan dan yang tidak sesuai

(21)

21 syariah disesuaikan atau dibuat sesuai dengan ketentuan syariah dan yang tidak bisa dihalalkan maka tidak digunakan atau dihilangkan dalam praktik bank syariah.

Penelitian ini bertujuan untuk meneliti adanya asimetri informasi pada praktik pembiayaan bank syariah dan pengaruhnya. Asimetri informasi yang terjadi di perbankan syariah membuat pembiayaan bank syariah sebagian besar menggunakan akad bukan bagi hasil (Dar dan Presley, 2000; Febianto dan Kasri, 2007). Pembiayaan bagi hasil sebagian besar digunakan untuk pembiayaan modal kerja (Ifham, 2015). Pembiayaan investasi dengan menggunakan sistem bukan bagi hasil dan sistem bagi hasil. Pembiayaan konsumsi menggunakan sistem bukan bagi hasil karena sistem pembayaran dengan cara diangsur bulanan. Asimetri informasi mempengaruhi tingkat marjin atau nisbah bagi hasil sehingga diduga terjadi perbedaan marjin atau nisbah bagi hasil pada pembiayaan modal kerja, investasi dan konsumsi. Bank syariah merupakan solusi atas masalah bank konvensional (Rivai dan Usman, 2012) sehingga penelitian pengaruh asimetri informasi pada karakteristik pembiayaan bank syariah penting untuk kebijakan praktik bank syariah.

Perbankan syariah bukan hanya bisnis tetapi juga memiliki nilai spiritual sehingga motivasi nasabah bermitra dengan bank syariah bukan hanya motivasi ekonomi tetapi juga ada motivasi lain yaitu religi (Tmberg, 2012; Haron et al., 2004; Rivai et al., 2006). Asimetri informasi mempengaruhi pembiayaan bank syariah sehingga penelitian ini mengungkap motivasi religi nasabah pembiayaan modal kerja, investasi dan konsumsi untuk kebijakan pembiayaan bank syariah. Penelitian Rivai et al.(2006) di Sumatera Barat menemukan bahwa motivasi religi nasabah bank syariah lebih besar daripada motivasi ekonomi. Motivasi sangat penting untuk keberlanjutan kerjasama karena usaha

(22)

22 yang memiliki nilai spiritual memiliki keberlangsungan kerjasama yang lebih lama (Soenjoto, 2016). Adanya asimetri informasi maka mempengaruhi keberlanjutan nasabah bank sehingga pembiayaan modal kerja, investasi dan konsumsi memiliki tingkatan keberlanjutan kerjasama yang berbeda dan dengan pengungkapan tingkat loyalitas akan membantu kebijakan bank untuk mengembangkan pembiayaan.

1.2.Masalah Penelitian

Bank syariah di Indonesia berkembang cukup pesat dari segi jumlah bank maupun dari jumlah aset yang dikelola. Bank syariah aktivitasnya menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan ke masyarakat untuk meningkatkan taraf hidup rakyat. Dalam memberikan fasilitas pembiayaan bank syariah harus memiliki keyakinan atas kemauan dan kemampuan calon nasabah untuk melunasi kewajiban pada waktunya sehingga bank syariah harus mengumpulkan informasi dan melakukan analisis yang seksama terhadap karakter, keahlian dan kemampuan calon nasabah serta prospek usaha calon nasabah.

Produk pembiayaan di bank syariah terdapat produk bagi hasil (mudarabah dan musyarakah) dan produk bukan bagi hasil. Produk bagi hasil digunakan untuk membiayai usaha produktif yaitu modal kerja dan investasi. Masalah yang dihadapi pada pembiayaan bagi hasil antara lain adanya asimetri informasi (Haque dan Mirakhor, 1986; Dar dan Presley, 2000; Aggarwal dan Tarik, 1996; Jouaber dan Mehri, 2011; Nadeem, 2010). Pada perbankan syariah bisnis dilakukan dengan nilai spiritual yaitu mencari kesejahteraan sosial, keadilan dan berkah Tuhan (Haniffa dan Hudaib, 2007). Di Indonesia pembiayaan bank syariah per 31 Desember 2013 sebesar 29,06% menggunakan sistem bagi hasil. Motivasi nasabah memilih bank syariah sebagian karena

(23)

23 alasan agama sehingga masalah penelitian ini dapat dibagi menjadi beberapa bagian berikut ini.

a. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 pasal 23 mewajibkan bank syariah melakukan penilaian yang saksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha dari calon nasabah penerima pembiyaan. Untuk melakukan penilaian calon nasabah bank harus memiliki informasi yang yang memadai. Informasi yang dimiliki bank tentang karakter, kemampuan, modal, jaminan dan prospek usaha nasabah lebih sedikit daripada yang dimiliki nasabah. Pembiayaan bagi hasil dengan akad mudarabah dan musarakah jumlahnya lebih kecil daripada pembiayaan dengan sistem bukan bagi hasil. Pembiayaan bagi hasil digunakan untuk modal kerja dan investasi. Pembiayaan modal kerja dan investasi yang bermasalah di bank syariah lebih tinggi daripada pembiayaan konsumsi, maka apakah pembiayaan produktif untuk modal kerja dan investasi memiliki asimetri informasi lebih tinggi daripada pembiayaan konsumsi? Bank umum syariah yang ada di Indonesia sebagian besar berdiri setalah adanya setelah adanya UU Nomor 21 tahun 2008 sehingga keberadaannya masih relatif baru daripada bank konvensional yang sudah raturan tahun. Bank yang baru memasuki pasar akan menghadapi asimetri informasi lebih tinggi daripada bank yang sudah lama sehingga apakah tingkat asimetri informasi di Bank syariah lebih tinggi daripada bank konvensional?

b. Beberapa peneliti menemukan asimetri informasi berpengaruh positif terhadap tingkat suku bunga (Bergeret al., 2001; Ivashina, 2009; Moerman, 2010). Asimetri informasi mempengaruhi pembiayaan bank syariah (Kahan, 1985; Haque dan Mirakhor, 1986; Aggarwal dan Tarik, 1996; Dar dan Presley, 2001; Pfiefer, 2001; Nadeem, 2010;

(24)

24 Jouaber dan Mehri, 2011). Bank syariah di Indonesia sebagian besar dari unit usaha syariah di bank konvensional sehingga sumber dana bank syariah sebagian masih berasal dari pemiliknya yaitu bank konvensional. Asimetri informasi meningkatkan biaya pengawasan sehingga apakah tingkat asimetri informasi mempengaruhi tingkat marjin bank syariah? Pembiayaan produktif di bank syariah diduga memiliki tingkat asimetri informasi lebih tinggi sehingga apakah tingkat marjin pembiayaan produktif modal kerja dan investasi memiliki tingkat marjin lebih tinggi daripada pembiayaan konsumsi?

c. Asimetri informasi meningkatkan risiko bagi bank, untuk mengurangi risiko bank meminta agunan aktiva yang diikat secara khusus (Koford dan Tschoegl, 1997 dan Hahm dan Mishkin, 2000). Agunan menurut Undang-Undang nomor 21 Tahun 2008 adalah jaminan tambahan, baik berupa benda bergerak maupun benda tidak bergerak yang diserahkan oleh pemilik agunan kepada bank syariah dan/atau unit usaha syariah guna menjamin perlunasan kewajiban nasabah penerima fasilitas. Apakah tingkat rasio jaminan pembiayaan produktif lebih tinggi daripada pembiayaan konsumsi di bank syariah?

d. Pembiayaan produktif modal kerja di bank syariah sebagian mengunakan akad mudharabah, musyarakah juga dengan sistem bukan bagi hasil akad murabahah. Cukup banyaknya jenis akad untuk pembiayaan modal kerja di bank syariah maka apakah proporsi pembiayaan modal kerja dan investasi di bank syariah lebih tinggi dari pembiayaan modal kerja di bank konvensional?

e. Timberg, 2012; Haron et al,. 1994; Noresma, 2004; Idris et al., 2011; menemukan bahwa faktor yang mempengaruhi nasabah bermitra dengan bank syariah antara lain

(25)

25 religi, ekonomi, keluarga dan pelayanan. Bank syariah dalam melakukan aktivitasnya memiliki nilai spiritual. Penelitian Bank Indonesia bekerjasama dengan Lembaga Riset Universitas Andalas mengungkapkan motivasi religi nasabah bank syariah lebih tinggi daripada motivasi ekonomi (Rivai et al., 2006). Apakah nasabah memilih pembiayaan di bank syariah dengan alasan religi lebih banyak dibandingkan alasan ekonomi? Apakah nasabah pembiayaan dengan motivasi religi pada pembiayaan konsumsi lebih tinggi daripada pembiayaan modal kerja dan investasi?

f. Perusahaan yang menjalankan aktivitas tidak hanya berbisnis semata tetapi juga memiliki nilai spiritual adalah perusahaan yang akan memiliki kelangsungan hidup lebih lama (Soenjoto, 2016). Tujuan utama bank syariah adalah kesejahteraan sosial, keadilan dan mencari berkah Tuhan (Haniffa dan Hudaib, 2007). Dalam syariah dunia usaha tidak dapat dipisahkan dari kegiatan keagamaan (Chong dan Ming, 2009; Isretno, 2011). Tingkat pembiayaan bermasalah untuk pembiayaan konsumsi lebih rendah daripada pembiayaan produktif, pertumbuhan pembiayaan konsumsi lebih tinggi daripada pembiayaan produktif sehingga apakah loyalitas khususnya keberlanjutan kerjasama nasabah pembiayaan konsumsi lebih tinggi daripada pembiayaan produktif? Apakah keberlanjutan kerjasama nasabah syariah lebih tinggi dibandingkan nasabah bank konvensional?

1.3.Tujuan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metoda analog untuk permasalahan yaitu menggunakan teori asimetri informasi yang terjadi di bank konvensional untuk meneliti di bank syariah dengan tujuan penelitian sebagai berikut ini.

(26)

26 1. Untuk membuktikan tingkat asimetri pembiayaan modal kerja dan investasi lebih tinggi daripada pembiayaan konsumsi. Membuktikan asimetri pembiayaan syariah lebih tinggi daripada pembiayaan bank konvesional. .

2. Untuk membuktikan pengaruh asimetri informasi pada tingkat marjin di bank syariah. Membuktikan marjin pembiayaan modal kerja dan investasi lebih tinggi daripada pembiayaan konsumsi. Membuktikan marjin pembiayaan bank syariah lebih tinggi daripada bunga bank konvensional.

3. Untuk membuktikan rasio jaminan nasabah pembiayaan modal kerja dan investasi lebih tinggi daripada pembiayaan konsumsi di bank syariah.

4. Untuk membuktikan proporsi pembiayaan untuk modal kerja di bank syariah lebih tinggi daripada kredit modal kerja di bank konvesnional.

5. Membuktikan alasan nasabah memilih pembiayaan dari bank syariah dengan alasan religi lebih tinggi daripada alasan ekonomi. Nasabah konsumsi yang memilih bermitra dengan bank syariah dengan motivasi religi lebih tinggi daripada pembiayaan modal kerja dan investasi.

6. Membuktikan tingkat keberlanjutan kerjasama nasabah pembiayaan konsumsi lebih tinggi dari pada pembiayaan modal kerja dan investasi. Membuktikan tingkat keberlanjutan kerjasama nasabah pembiayaan bank syariah lebih tinggi daripada nasabah bank konvensional. .

1.4. Motivasi Penelitian

Menurut Nadeem (2010) potensi bank syariah masih cukup besar, hampir 72% penduduk muslim di seluruh dunia atau lebih kurang berjumlah 1,2 milyar orang belum

(27)

27 menggunakan jasa keuangan secara formal. Penduduk muslim yang belum menggunakan jasa keuangan perbankan maupaun yang sudah merupakan potensi besar menjadi pasar bagi bank syariah. Pangsa pasar bank syariah terus berkembang selain di negara muslim juga berkembang di negara bukan muslim. Sementara, pangsa pasar bank syariah saat ini masih kecil yaitu di Malaysia baru 12%, di negara kawasan Teluk 17% (Standar & Poor’s 2008) dan di Indonesia pangsa pasar bank syariah pada tahun 2014 sebesar 4,89% dari seluruh bank dan tahun 2015 sebesar 4,87%, sehingga Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Firdaus Djaelani mengingatkan pelaku jasa keuangan syariah agar mampu membawa keuangan syariah keluar dari jebakan lima persen (Djaelani, 2016).

Bank syariah memberikan solusi atas masalah bunga yang dihadapi oleh bank konvensional (Rivai dan Usman, 2012). Tingkat suku bunga bank konvensional yang tinggi disebabkan adanya pengaruh masalah asimetri informasi. Bank syairah tidak menggunakan sistem bunga dan usaha bank syariah memiliki motivasi bisnis dan nilai spiritual islam, sehingga apakah asimetri juga mempengaruhi bank syariah. Bank sebelum memberikan pembiayaan harus memiliki keyakinan atas kemampuan dan kemauan nasabah untuk melunasi kewajiban pada waktunya sehingga bank harus memiliki informasi yang cukup tentang watak, kemampuan, modal, jaminan dan prospek usaha nasabah. Pembiayaan bagi hasil di bank syariah terdapat masalah asimetri informasi (Kahan, 1985; Haque dan Mirakhor, 1986; Aggarwal dan Tarik, 1996; Dar dan Presley, 2000; Nadeem, 2010; Jouaber dan Mehri, 2011). Pembiayaan bagi hasil digunakan sebagian besar untuk modal kerja. Pembiayaan investasi digunaan sistem bagi hasil dan bukan bagi hasil, pembiayaan konsumsi dengan menggunakan sistem bukan bagi hasil. Hal inilah yang memotivasi untuk melakukan penelitian apakah ada pengaruh

(28)

28 asimetri informasi pada pembiayaan perbankan syariah di Indonesia khususnya dilihat dari penggunaannya sehingga nasabah pembiayaan produktif modal kerja dan investasi memiliki karekateristik yang berbeda dengan pembiayaan konsumsi, serta memiliki motivasi dan loyalitas khususnya keberlanjutan kerjasama yang berbeda.

1.5. Kontribusi Penelitian

Perbankan konvensional dan pengusaha di Indonesia menghadapi masalah tingkat bunga yang tinggi dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia Tenggara. Masyarakat Ekonomi ASEAN membuat persaingan usaha di Indonesia dan Asia Tenggara semakin ketat, dan masalah tingkat bunga menjadi beban bagi pengusaha di Indonesia untuk bersaing. Bank syariah yang tidak menggunakan sistem bunga diharapkan dapat menjadi solusi atas beban tingkat bunga yang tinggi sehingga dari penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi kebijakan.

Penggunaan metoda analog dari masalah di bank konvensional ke bank syariah diharapkan dapat memperkaya dan memotivasi penelitian di bidang perbankan syariah. Kajian dan penelitian tentang masalah keagenan berupa asimetri informasi yang terjadi di bank syariah sudah cukup banyak. Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya penelitian tentang bank syariah dan memicu penelitian-penelitian lainnya.

1.6. Keaslian Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa perbedaan dengan penelitian terdahulu tentang pengaruh asimetri informasi pada perbankan sebagai berikut ini.

(29)

29 1. Penelitian tentang pengaruh asimetri informasi pada perbankan konvensional yang telah dilakukan menguji pengaruh asimetri informasi pada kredit sindikasi yaitu asimetri informasi antara bank lokal dan bank asing (Berger et al., 2001;Fungacova et al., 2009), asimetri informasi antara pimpinan sindikasi dengan anggota sindikasi (Gaul dan Stebunous, 2008; Ivashina, 2009;Apergis dan Alevizopoulou, 2013). Moerman (2010) pengaruh asiemtri informasi pada tingkat bunga dan jangka waktu kredit sindikasi. Farbood (2009) meneliti perbedaan kredit sindikasi bank konvensional dan bank syariah. Sedangkanpenelitian ini menguji pengaruh asimetri informasi di bank syariah dengan fokus pada asimetri informasi antara pembiayaan modal kerja, investasi dan konsumsi.

2. Penelitian tentang pengaruh asimetri informasi terhadap tingkat jaminan yang telah dilakukan oleh Koford dan Tschoegl (1997) hanya menggunakan kuesioner wawancara dengan para bankir dalam menganalisa kredit demikian pula yang dilakukan oleh Hahm dan Mishkin (2000). Penelitian ini menggunakan rasio jaminan yaitu perbandingan nilai jaminan dengan fasilitas pembiayaan yang diterima.

3. Penelitian tentang masalah keagenan dan kajian tentang asimetri informasi yang menghambat perkembangan pembiayaan bagi hasil (Dar dan Presley, 2000; Aggarwal dan Tarik, 2000). Penelitian tentang kontrak optimal untuk bagi hasil ketika ada masalah asimetri informasi (Haque dan Mirakhor, 1986; Jouaber dan Mehri, 2011). Penelitian tentang alternatif solusi peningkatan pembiayaan bagi hasil (Febianto dan Kasri, 2007).

(30)

30 4. Penelitian ini menguji asimetri informasi pada pembiayaan modal kerja, investasi dan konsumsi bank syariah, pengaruh asimetri informasi terhadap marjin modal kerja, investasi dan konsumsi, jaminan, penggunaan pembiayaan.

5. Penelitian ini mengungkap alasan nasabah memilih pembiayaan dari bank syariah yaitu proporsi alasan religi dan mengungkap tingkat keberlanjutan kerjasama pembiayaan di bank syariah.

Referensi

Dokumen terkait

pendidikan juga dapat dikembangkan kemampuan pribadi, daya pikir dan tingkah laku yang lebih baik. Kegiatan belajar mengajar merupakan tugas rutin seorang guru dalam

Hasil penelitian ini menunjukkan peningkatan rerata berat badan.Peningkatan berat badan ini dapat disebabkan karena terjadinya peningkatan nafsu makan sebagai efek

Menurut Mathis (2002:112), pembinaan adalah suatu proses dimana orang-orang mencapai kemampuan tertentu untuk membantu mencapai tujuan organisasi. Demikian halnya

ANALISIS PERKEMBANGAN DAN KONTRIBUSI PAJAK BUMI DAN BANGUNAN TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KABUPATEN KULON PROGO Studi Kasus di Badan Keuangan dan Aset Daerah BKAD Kabupaten

Parameter tinggi tanaman, jumlah cabang, diameter kanopi, diameter kelopak bunga, bobot kelopak bunga, bobot buah, jumlah kelopak bunga per tanaman dan umur panen

fasilitas umum pada setiap kecamatan di Kab. Aceh Besar yang dimiliki, maka dapat disusun wilayah agropolitan setiap kecamatan pada Tabel 6. Dari Tabel analisis potensi lahan

Hasil analisa bivariat menunjukkan dari kelima variabel yakni tingkat pendidikan, pekerjaan, status marital, riwayat keluarga, dan obesitas, terdapat tiga variabel yang

Di sektor pendidikan, sudah banyak industri di Indonesia yang telah mengembangkan Learning Management System (LMS) dari mulai yang berbayar hingga yang tidak berbayar untuk