• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut Undang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 163 ayat 3 tentang kesehatan lingkungan, dikatakan bahwa lingkungan sehat adalah bebas dari unsur-unsur yang menimbulkan gangguan kesehatan, antara lain: a. limbah cair; b. limbah padat; c. limbah gas; d. sampah yang tidak diproses sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan pemerintah; e. binatang pembawa penyakit; f. zat kimia yang berbahaya; g. kebisingan yang melebihi ambang batas, h. radiasi sinar pengion dan non pengion; i. air yang tercemar; j. udara yang tercemar; dan k. makanan yang terkontaminasi (Depkes RI, 2009).

Air tidak seperti komoditas lainnya dalam arti bahwa penting untuk kehidupan manusia. Hal ini juga penting untuk pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan. Sekitar 18% dari populasi dunia tidak memiliki akses terhadap air bersih, menurut WHO, 1,6 juta kematian per tahun dapat dikaitkan dengan air yang tidak aman dan kurangnya sanitasi (Perard, 2007: 42 dalam Mwakila, 2008).

Target 7C Millenium Development Goals (MDGs) adalah menurunkan hingga setengahnya proporsi rumah tangga tanpa akses berkelanjutan terhadap air minum layak dan sanitasi layak tahun 2015. Berdasarkan laporan capaian tujuan pembangunan millennium di Indonesia, proporsi rumah tangga akses berkelanjutan terhadap sumber air minum layak pada tahun 1993 sebesar 37,73%, tahun 2014 sebesar 68,36% dan target tahun 2015 sebesar 68,87%. Namun jika dilihat untuk daerah perdesaan, proporsi rumah tangga akses berkelanjutan terhadap sumber air minum pada tahun 1993 sebesar 31,61%, tahun 2014 sebesar 56,09% dan target 2015 sebesar 68,81%. Hal ini masih jauh dari target, sehingga perlu perhatian khusus dari pihak terkait (BPS dan Susenas, 2015 dalam Bappenas, 2015).

(2)

Salah satu upaya untuk mengatasi masalah ketersediaan air bersih di perdesaan adalah dengan pelaksanaan pembangunan air minum. Pelaksanaan pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan, khususnya di perdesaan pada era 1970-2000, banyak yang mengalami kegagalan dalam pengoperasian dan pemeliharaannya (Bappenas, 2003). Pola pembangunan yang bersifat top-down dan kurang melibatkan peran serta masyarakat diduga menjadi penyebab kegagalan ini. Lenton dan Wright (2004) mengidentifikasi beberapa kendala keberhasilan penyediaan air bersih, yaitu faktor politis, finansial, institusional, dan teknis. Salah satu kendala yang penting adalah kemiskinan yang dialami oleh sebagian besar masyarakat ini mempunyai keterbatasan akses terhadap pemenuhan kebutuhan air bersih yang aman dan layak. Kemiskinan dan jenis proyek yang partisipatif merupakan faktor signifikan yang mempengaruhi kondisi sistem penyediaan air bersih (Masduqi, dkk, 2007).

Akses air di daerah perdesaan tidak cukup dan tidak memadai meskipun beberapa pendekatan manajemen yang diterapkan untuk meningkatkan akses, dan pendekatan saat ini diadopsi dengan melibatkan masyarakat. Departement for International Development (DFID) menunjukkan bahwa sepanjang sejarah manusia, sumber air telah menjadi sumber konflik. Hal ini karena permintaan air meningkat, sehingga potensi konflik juga meningkat. Banyak komentator Internasional berpendapat air yang akan menjadi penyebab meningkatnya sengketa di tahun-tahun mendatang. Hal ini mungkin lebih serius di daerah perdesaan (DFID, 2004 dalam Mwakila, 2008).

Sampai saat ini, upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam mencapai target MDGs di bidang air bersih dan sanitasi masih dilakukan melalui beberapa kebijakan diantaranya melalui (1) peningkatan cakupan pelayanan air minum; (2) peningkatan akses penduduk terhadap sanitasi yang layak, dan; (3) menyediakan perangkat peraturan di tingkat pusat dan/atau daerah untuk mendukung pelayanan air minum dan sanitasi yang layak (Bappenas, 2015). Namun untuk dapat meningkatkan akses masyarakat terhadap air bersih dan sanitasi yang layak, masih mengalami kendala dan tantangan hingga saat ini. Menurut Santono (2010) terdapat beberapa tantangan yang dihadapi pemerintah

(3)

dalam upaya peningkatan sarana air bersih dan sanitasi dasar yaitu : pertama, persoalan infrastruktur. Kedua, dengan memahami air bersih sebagai kebutuhan dasar persoalan sosial politik menjadi bagian yang tidak terpisahkan, misalnya tarif yang terjangkau, transparansi dan akuntabilitas. Ketiga adalah persoalan lingkungan dan kesehatan publik. Dengan demikian, penyediaan layanan air bersih dan sanitasi yang baik sangat tergantung pada baik tidaknya kebijakan pembiayaan pembangunan, kebijakan sosial dan kebijakan sumber daya alam.

Pembangunan sarana dan prasarana air bersih dan penyehatan lingkungan untuk mencapai target MDGs tahun 2015 mulai dilakukan secara terpadu. Hal ini seiring dengan disusunnya kebijakan nasional air minum dan penyehatan lingkungan berbasis masyarakat. Kebijakan ini sebagai payung dalam meningkatkan kesadaran bagi pengambil keputusan (stakeholder) dan masyarakat terkait pentingnya isu-isu air bersih dan sanitasi. Fokus pembangunan mulai ditujukan pada kegiatan berbasis masyarakat, dengan kegiatan pembangunan fisik selalu diimbangi dengan partisipasi masyarakat pada pengelolaan air bersih dan kampanya perilaku hidup bersih dan sehat untuk meningkatkan kesadaran dan rasa memiliki yang tinggi dari masyarakat agar terjamin keberlangsungannya.

Penyusunan kebijakan pelaksanaan pengelolaan air minum mempunyai tiga pendekatan pengelolaan yaitu 1) pengelolaan berbasis lembaga (Tipe A), 2) kombinasi dari pengelolaan berbasis lembaga dan pengelolaan berbasis masyarakat (Tipe B) serta 3) pengelolaan berbasis masyarakat (Tipe C). Pendekatan Tipe C mendapatkan perhatian pemerintah setelah pemerintah meyakini bahwa pendekatan ini relatif lebih berkelanjutan dibandingkan dengan sistem yang dipakai selama ini. Sarana fisik yang tipikal dibangun dalam Tipe C antara lain prasarana dan sarana air minum tanpa saluran, misalnya sumur gali, pompa tangan, bak penampung air hujan, serta prasarana dan sarana perpipaan gravitasi sederhana (Bappenas, 2003).

Peran dan partisipasi aktif dari masyarakat dapat memaksimalkan tujuan pembangunan dan dapat mengarahkan pembangunan tepat sasaran serta menjadi kunci utama dari keberhasilan pembangunan. Kerjasama dan koordinasi serta

(4)

sinergitas dapat tercipta antara masyarakat dengan pemerintah secara baik, dengan melihat apakah masyarakat telah memiliki kemampuan berperan aktif dalam sebuah pembangunan, karena kemampuan berperan aktif merupakan hal yang sangat mendukung keberhasilan sebuah proses pembangunan (Simanullang & Suriadi, 2013).

Tanggung jawab masyarakat dalam proyek air adalah ikut serta menyediakan diperlukan, berkontribusi, rasa memiliki proyek, berpartisipasi dalam keamanan proyek, berpartisipasi dalam pelaksanaan kegiatan proyek, monitoring kegiatan proyek, menerima dan membahas laporan, dan menghadiri pertemuan dalam rangka memberikan saran dan ide-ide untuk meningkatkan kinerja proyek (Schouten and Moriarty, 2003).

Salah satu program yang melibatkan partisipasi masyarakat adalah program Rotary club Merapi. Program ini dirancang sebagai proses pembelajaran (learning) bagi masyarakat melalui proses kegiatan pengambilan keputusan yang demokrasi, baik dalam perencanaan, pelaksanaan dan pemeliharaan kegiatan. Program ini merupakan program untuk meningkatkan akses jumlah warga perdesaan mendapatkan pelayanan serta fasilitas air bersih menggunakan pendekatan partisipasi masyarakat.

Pada tahun 2015, Rotary melaksanakan program penyediaan sarana air bersih di Kabupaten Gunungkidul. Kabupaten Gunungkidul merupakan salah satu daerah di Indonesia yang tiap tahunnya mengalami masalah alam terutama untuk masalah kekurangan air bersih. Setiap tahunnya sekitar 5-10 kecamatan yang mengalami krisis kekurangan air bersih. Adapun kecamatan yang terdapat di Kabupaten Gunungkidul yang rawan mengalami kekurangan air bersih antara lain Kecamatan Paliyan, Kecamatan Panggang, Kecamatan Saptosari, Kecamatan Tanjungsari, Kecamatan Tepus, Kecamatan Purwosari, Kecamatan Girisubo, Kecamatan Rongkop, Kecamatan Patuk dan Kecamatan Gedangsari.

Langkah antisipatif merupakan hal nyata yang harus dilakukan untuk menanggulangi masalah tersebut. Masyarakat yang mengalami dan merasakan adanya siklus tahunan tersebut harus memahami dan memikirkan upaya untuk menanggulanginya, mulai dari pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan hingga

(5)

tanggap darurat. Upaya pencegahan yang dilakukan dapat berupa pengoptimalisasian sumberdaya air yang tersedia.

Untuk upaya mitigasi salah satunya dengan membangun bak penampungan air hujan (PAH). Sarana PAH ini dibangun guna mengatasi kekurangan air terutama untuk masyarakat yang tinggal jauh dari jangkauan pelayanan air bersih. Sarana PAH dikenal sejak 30 tahun yang lalu dengan kecenderungan bentuk seperti tabung dengan diameter antara 1,5 meter hingga 3 meter sehingga pemakaiannya dapat digunakan untuk beberapa kepala keluarga.

Pelaksanaan proyek air bersih untuk Kabupaten Gunungkidul, khususnya Kecamatan Tepus berlokasi di Dusun Banjar. Ditetapkannya Dusun Banjar sebagai sasaran proyek pada dasarnya atas permintaan sekaligus persetujuan masyarakat setempat sesuai mekanisme proyek, dengan terlebih dahulu memberitahukan kontribusi masyarakat sebagai suatu persyaratan.

Masyarakat di Dusun Banjar pada kenyataannya mengalami kesulitan dalam memperoleh air bersih, karena tidak ada sumur pada lokasi pemukiman dan pelayanan PDAM yang kurang dengan kuantitas air yang masih kurang untuk menjangkau seluruh masyarakat di lokasi tersebut. Pada musim penghujan masyarakat menggunakan air hujan guna memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Berdasarkan wawancara singkat dengan tokoh masyarakat di Dusun Banjar diketahui bahwa pada musim kemarau, sumber air dari perpipaan mengalami kemacetan. Masyarakat harus melakukan antri menghidupkan kran di rumah pada malam hari untuk mendapatkan air bersih, yang pada akhirnya menyebabkan berkurangnya pasokan air bersih ke rumah-rumah masyarakat.

Guna merealisasikan ketentuan/mekanisme proyek, pihak proyek dan tokoh masyarakat setempat telah mengadakan sosialisasi kepada masyarakat. Hal tersebut berjalan tanpa hambatan dan mendapat sambutan yang baik oleh masyarakat setempat. Namun pada kenyataan di lapangan masih mengindikasikan bahwa peran serta masyarakat yang diharapkan diduga masih rendah dengan adanya pergantian penentuan titik lokasi, pemahaman yang keliru

(6)

tentang kepemilikan sarana air bersih yang diperuntukkan bagi kelompok masyarakat, bukan untuk individu atau satu keluarga.

Berdasarkan uraian di atas maka dilakukan penelitian tentang bagaimana partisipasi masyarakat dalam pengadaan sarana air bersih pada proyek Rotary di Kabupaten Gunungkidul khususnya di Dusun Banjar.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan serta judul yang diangkat, dapat dirumuskan pertanyaan untuk selanjutnya ditelusuri dalam penelitian ini yaitu : Bagaimana partisipasi masyarakat dalam pengadaan sarana air bersih pada proyek Rotary di Dusun Banjar Kecamatan Tepus Kabupaten Gunungkidul Yogyakarta.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dalam penelitian ini adalah mengetahui bagaimana kebijakan Bupati Kabupaten Gunungkidul dalam peningkatan akses air di Kabupaten Gunungkidul, bagaimana peran Dinas Kesehatan dalam proyek pengadaan sarana air bersih, bagaimana partisipasi masyarakat dalam proyek pengadaan sarana air bersih di Dusun Banjar Kecamatan Tepus Kabupaten Gunungkidul Yogyakarta.

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk mengetahui :

a. Kebijakan Bupati Kabupaten Gunungkidul terkait dengan peningkatan akses air di Gunungkidul

b. Peran Dinas Kesehatan dalam proyek pengadaan sarana air minum di Kabupaten Gunungkidul

c. Bentuk partisipasi masyarakat masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan proyek dan pemeliharaan

d. Tingkat partisipasi masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan proyek dan pemeliharaan

(7)

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan akan bermanfaat untuk :

1. Secara akademis, penelitian ini diharapkan akan memberikan sumbangan ilmiah bagi kajian pembangunan desa, khususnya kajian tentang partisipasi masyarakat desa dalam rangka mewujudkan otonomi desa yang semakin mandiri di masa mendatang yaitu melalui pengelolaan air minum bagi warga setempat yang berada di daerah rawan kekurangan air bersih.

2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan berguna untuk memberikan masukan bagi perencana dan pengelola program pembangunan desa untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi penerapan partisipasi masyarakat dalam meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat desa.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian dengan topik peran serta masyarakat adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Penelitian dengan Topik Partisipasi Masyarakat

No Judul

Peneliti (Tahun) Metode dan Sampel Hasil Perbedaan

1. Partisipasi masyarakat dalam program penyediaan air minum dan sanitasi berbasis masyarakat (Pamsimas) di Kabupaten Brebes Chaerunnissa (2015) Pendekatan deskriptif kualitatif dengan melakukan observasi dan wawancara Hasil penelitian menunjukkan bentuk partisipasi masyarakat pada perencanaan berupa sumbangan pikiran dalam bentuk usulan, saran dan kritik. Adapun faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat adalah faktor internal dan faktor eksternal

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Chaerunnisa (2015) terletak pada tujuan penelitian yaitu menjelaskan faktor-faktor yang dapat mendorong dan menghambat partisipasi masyarakat serta menganalisis dengan SWOT.

(8)

No

Judul

Peneliti (Tahun) Metode dan Sampel Hasil Perbedaan

2. Community participation and Sustainability of water supply program in Distric Faisalabad, Pakistan M.A. Haq, dkk (2014)

A survey was carried out from the heads of the households of two villages, District Faisalabad. A sample of 100 respondents was selected from the households selected through systematic random sampling. Chi-square test was used to check the association between variables and to test the proposed hypothesis.

The results supported the hypothesis that community participation was

significantly related with sustainability of water supply programs in rural areas of District

Faisalabad.

Penelitian Haq, Hassan, & Ahmad (2014) menggunakan desain penelitian kuantitatif yang bertujuan untuk menilai tingkat partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan dan pemeliharaan program air minum perdesaan, untuk menilai tingkat kepuasan pengguna akhir serta melihat hubungan partisipasi masyarakat dengan keberlanjutan program penyediaan air di perdesaan. 3. People participation in water supplying in North Coastal Regions (A Case Study in Sayung Subdistrict, Demak Regency) Akhmad (2008)

Pendekatan kualitatif dengan strategi studi kasus.

Partisipasi masyarakat sudah berjalan dengan baik karena dilatarbelakangi oleh kebutuhan bersama akan air minum.

Penelitian Akhmad (2008) berbeda dengan penelitian ini pada tempat penelitian dan tujuan penelitian. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Demak dengan tujuan

penelitian yaitu kendala yang dihadapi dalam pengadaan air minum dan usaha-usaha yang dilakukan untuk keberhasilan penerapan partisipasi masyarakat (Akhmad, 2008). 4. Sistem penyediaan air

bersih berbasis

masyarakat: studi kasus HIPPAM (Himpunan Penduduk Pemakai Air Minum) di DAS Berantas Bagian Hilir Masduqi, dkk (2008)

Penelitian dilakukan dengan pendekatan stusdi kasus dengan teknik observasi lapangan, wawancara dan pengisian kuesioner. Data dikumpulkan secara kualitatif dan kuantitatif dan dianalisis secara deskriptif.

Pengelolaan dan faktor sosial lebih besar sebagai penyebab keandalan sistem penyediaan air bersih perdesaan dibandingkan dengan faktor teknis. Faktor sosial yang pending adalah tanggap kebutuhan dan partisipasi masyarakat, sementara faktor teknis yang penting adalah kualitas air.

Penelitian Masduqi (2008) menggunakan analisis deskriptif yang menggambarkan kondisi sarana air bersih, partisipasi masyarakat, kepuasan pelanggan, kemauan membayar, dan kondisi institusi pengelola. Penelitian ini menggunakan data kuantitatif dan kualitatif.

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Sama halnya dengan ajaran Konfusianisme yang mengajarkan dalam bertarung kesiapan moral bagi seorang Samurai harus didasari dari pengenalan dari dalam dirinya.. Sehingga ia

Tidak menyebarluaskan informasi yang tidak baik dan belum tentu benar mengenai seorang dosen kepada dosen atau pihak lainnya, kecuali terhadap pelanggaran hukum dan

Berdasarkan eksperimen yang dilakukan, dapat ditunjukkan bahwa aplikasi yang dibangun dapat diaplikasikan pada penggunaan yang lebih luas, yaitu untuk memberikan edukasi

Hal tersebut berarti bahwa klon ubi jalar dalam grup I bentuk umbinya agak seragam, dengan keseragaman bentuk dan ukurannya agak baik, dan kualitas umbinya juga

berkonsentrasi dan lebih memperhatikan penjelasan yang diberikan pada saat belajar kelompok pada siklus berikutnya tentang materi yang dipelajari. Memberikan motivasi

Investasi pada modal bank, entitas keuangan dan asuransi diluar cakupan konsolidasi secara ketentuan, net posisi short yang diperkenankan, dimana Bank tidak memiliki lebih dari

1) Semakin tinggi profitabilitas maka semakin tinggi dividend payout ratio (kebijakan dividen). Perusahaan yang berhasil membukukan profit yang besar akan membagikan dividen