• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANTIBACTERIAL ACTIVITY OF TEMANGGUNG TOBACCO EXTRACT VARIETY GENJAH KEMLOKO ABSTRACT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANTIBACTERIAL ACTIVITY OF TEMANGGUNG TOBACCO EXTRACT VARIETY GENJAH KEMLOKO ABSTRACT"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK TEMBAKAU

TEMANGGUNG VARIETAS GENJAH KEMLOKO

SKRIPSI

PRATIWI EKA PUSPITA

F34063211

(2)

ANTIBACTERIAL ACTIVITY OF TEMANGGUNG TOBACCO EXTRACT

VARIETY GENJAH KEMLOKO

1)

Meika Syahbana Rusli,

2)

Suryani, and

1)

Pratiwi Eka Puspita

1)

Department of Agroindustrial Technology, Faculty of Agricultural Technology

2)

Department of Biochemistry, Faculty of Mathematic and Natural Science

Bogor Agricultural University, Dramaga Campus, PO BOX 220, Bogor, West Java

Indonesia

ABSTRACT

Utilization of tobacco extract as bactericide based on prediction of antibacterial

compound which would be found on tobacco leaves from Temanggung. The objective

of this research is to study the potential of antibacterial activity from Temanggung

local tobacco leaves extract. The raw materials in this research include upper and

middle leaves of tobacco and under leaves of tobacco. The tobacco extracts were

prepared by soxhletation method using ethanol. Then, the extracts were evaluated by

phytochemical analysis and antibacterial activity test.

The yield of tobacco leaves ethanol extract of upper and middle leaves of tobacco

was better (22.20%) compare with under leaves of tobacco (14.42%) in wet basis.

Those extracts yield were predicted higher than actual value because there are

moisture content on upper and middle leaves of tobacco (12.37%) and under leaves

of tobacco (10.69%).

Phytochemical test showed that tobacco leaves ethanol extract of upper and

middle leaves of tobacco contained of alkaloid, flavonoid, terpenoid, and steroid. It

is difference with tobacco leaves ethanol extract of under leaves of tobacco which

contained alkaloid, flavonoid, and terpenoid. Those compounds were predicted as

bioactive materials which have an antibacterial activity.

Antibacterial activity test has been done with extracts of upper and middle

leaves of tobacco. The result showed that extracts was better to inhibit E. coli than S.

aureus on concentration 80-100% (w/v). Beside that, upper and middle leaves of

tobacco have a similar activity antibacterial on concentration of 20-60% (w/v).

Meanwhile, activity antibacterial on concentration of 20% (w/v) were classified to

low activity and have a medium activity on concentration of 40-60% (w/v) to S.

aureus and E. coli.

(3)

PRATIWI EKA PUSPITA. F34063211. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Tembakau

Temanggung Varietas Genjah Kemloko. Di bawah bimbingan Meika Syahbana

Rusli dan Suryani. 2011.

RINGKASAN

Pemanfaatan ekstrak tembakau sebagai bakterisida telah lama dikembangkan. Hal

itu didasari adanya senyawa antibakteri yang terkandung dalam daun tembakau.

Penelitian ini bertujuan membuktikan potensi ekstrak tembakau varietas Genjah

Kemloko asal Temanggung sebagai senyawa sediaan antibakteri yang merupakan

pemanfaatan alternatif dari tembakau. Penelitian ini telah berlangsung sejak

September hingga Oktober tahun 2010 di Laboratorium Kimia Analitik dan Biokimia

IPB.

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun tembakau varietas

Genjah Kemloko yang telah dijemur di bawah sinar matahari selama 2 hari dan

dihaluskan hingga berukuran 60 mesh dalam kondisi kering. Daun tembakau tersebut

terdiri atas sampel daun yang dipetik di bagian atas, tengah, dan bawah pada batang

tanaman. Penelitian diawali dengan mengukur kadar air kedua sampel. Selanjutnya,

dilakukan ekstraksi tembakau menggunakan metode soxletasi dengan pelarut etanol.

Metode soxletasi dilakukan dengan cara melarutkan tembakau serbuk (TS) sebanyak

10 g dalam 100 ml pelarut dan dimasukkan dalam alat soxlet. Refluksi soxletasi

berlangsung hingga 6 kali siklus selama 90 menit. Setelah diperoleh ekstrak

tembakau kemudian dilakukan pengukuran rendemen dan uji fitokimia (alkaloid,

flavonoid, terpenoid, dan steroid).

Penelitian dilanjutkan dengan melakukan pengujian aktivitas antibakteri yang

diawali dengan kegiatan peremajaan bakteri. Peremajaan bakteri dilakukan dengan

meregenerasi bakteri S. aureus dan E. coli dalam media LB masing-masing 10 ml

dan diinkubasi bergoyang (shaker incubator) selama 24 jam pada suhu 37

o

C, 200

rpm. Remajaan kultur bakteri ditumbuhkan pada cawan Petri yang berisi media

nutrient agar (NA) dengan mengambil sebanyak 50 µL bila nilai kerapatan

optikalnya (OD)>1 dan 100 µL bila ODnya<1. Media didiamkan hingga memadat,

lalu dilubangi menggunakan gel puchner sebanyak 5 lubang.

Pengujian aktivitas antibakteri terhadap bakteri S. aureus dan E. coli dilakukan

dengan cara menumbuhkan remajaan bakteri dalam media NA sebanyak 50 µL bila

ODnya>1 dan 100 µL bila ODnya<1. Media didiamkan hingga padat. Media lalu

dilubangi menggunakan gel puchner sebanyak 7 lubang. Masing-masing lubang diisi

pengenceran ekstrak dengan berbagai konsentrasi (20% b/v, 40% b/v, 60% b/v, 80%

b/v, 100% b/v), kontrol negatif (DMSO) dan kontrol positif (tetrasiklin 10%).

(4)

Rendemen esktrak etanol daun tembakau campuran bagian atas dan tengah lebih

tinggi (22.20% (b/b)) dibandingkan dengan bagian bawah (14.42% (b/b)) yang

diperhitungkan dengan basis basah. Namun demikian, kemungkinan nilai rendemen

yang sebenarnya lebih rendah daripada nilai yang ditunjukkan pada hasil penelitian.

Tingginya rendemen ekstrak tembakau diduga dipengaruhi oleh adanya kadar air

pada rendemen ekstrak yang belum terpisahkan.

Sementara itu, hasil uji fitokimia secara kualitatif menunjukkan bahwa ekstrak

etanol daun tembakau campuran bagian atas dan tengah mengandung senyawa

flavonoid, alkaloid, terpenoid, dan steroid. Hal itu berbeda dengan ekstrak etanol

daun tembakau bagian bawah yang hanya mengandung senyawa flavonoid, alkaloid,

dan terpenoid. Di antara keseluruhan senyawa tersebut, alkaloid diduga terdapat

dalam jumlah besar sedangkan flavonoid dan terpenoid terdapat dalam jumlah sama

pada daun tembakau secara kualitatif. Dengan demikian, dapat diduga bahwa

alkaloid paling berperan sebagai komponen bioaktif yang memiliki aktivitas

antibakteri.

Uji aktivitas antibakteri hanya dilakukan terhadap ekstrak etanol daun tembakau

campuran bagian atas dan tengah, sedangkan pengujian aktivitas antibakteri oleh

ekstrak etanol daun tembakau bagian bawah tidak dilakukan. Hal itu berdasarkan

pertimbangan bahwa data yang diperoleh kurang layak untuk diuji lebih lanjut. Pada

pengujian daya hambat ekstrak terhadap bakteri, diketahui bahwa ekstrak etanol daun

tembakau campuran bagian atas dan tengah dengan konsentrasi 80% b/v dan 100%

b/v lebih baik aktivitasnya dalam menghambat pertumbuhan bakteri E. coli (diameter

daya hambatnya adalah 7 mm) dibandingkan S. aureus (diameter daya hambatnya

adalah 8 mm). Hal itu dikarenakan dinding sel bakteri S. aureus lebih tipis

dibandingkan E. coli sehingga mudah dirusak oleh ekstrak etanol daun tembakau

campuran bagian atas dan tengah.

Ekstrak etanol daun tembakau pada konsentrasi 20% b/v tergolong lemah dalam

hal kemampuannya menghambat S. aureus dan E. coli dan tergolong sedang pada

konsentrasi 40%-60% (b/v). Diameter zona hambat yang terbentuk pada berbagai

variasi konsentrasi 20% b/v, 40% b/v, 60% b/v, 80% b/v, dan 100% b/v terhadap S.

aureus dan E. coli secara berturut-turut adalah 4 mm, 6 mm, 6 mm, 7 mm, 7 mm dan

4 mm, 6 mm, 6 mm, 8 mm, 8 mm. Sementara itu, uji kontrol negatif menggunakan

DMSO menunjukkan tidak adanya penghambatan pertumbuhan bakteri dan uji

kontrol positif menggunakan tetrasiklin 10% menunjukkan daya hambat kuat (29

mm dan 37 mm) terhadap S. aureus dan E. coli.

Penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun tembakau campuran

bagian atas dan tengah tidak memiliki aktivitas antibakteri yang kuat terhadap S.

aureus dan E. coli. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai penentuan

senyawa bioaktif ekstrak daun tembakau asal Temanggung yang memiliki aktivitas

antibakteri paling optimum.

(5)

AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK TEMBAKAU

TEMANGGUNG VARIETAS GENJAH KEMLOKO

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

PRATIWI EKA PUSPITA

F34063211

(6)

Judul Skripsi : Aktivitas Antibakteri Ekstrak Tembakau Temanggung Varietas

Genjah Kemloko

Nama

: Pratiwi Eka Puspita

NRP

: F34063211

Menyetujui,

Mengetahui :

Tanggal lulus :

Februari 2011

Pembimbing II

Dr. Suryani, SP, M.Sc

NIP. 19681031 200604 2 001

Ketua Departemen

Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti

NIP. 19621009 198903 2 001

Pembimbing I

Dr. Ir. Meika Syahbana Rusli, M.Sc. Agr

NIP. 19620505 198903 1 027

(7)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul:

Aktivitas Antibakteri Ekstrak Tembakau Temanggung Varietas Genjah

Kemloko adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing

Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi

manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan

maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan

dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Februari 2011

Yang membuat pernyataan

Nama : Pratiwi Eka Puspita

NRP : F34063211

(8)

BIODATA PENULIS

Pratiwi Eka Puspita. Lahir di Temanggung, 22 Februari 1989 dari ayah Yekti Toto Raharjo dan ibu Gati Nurhidayati, sebagai anak pertama dari empat bersaudara. Penulis menamatkan SMA pada tahun 2006 dari SMA Negeri 1 Temanggung dan pada tahun yang sama diterima di IPB melalui jalur Undangan Masuk IPB. Penulis memilih Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam berbagai kegiatan termasuk menjadi pengurus LDK Al-Hurriyah. Penulis melaksanakan Praktik Lapangan pada tahun 2009 di PT. Takasago Indonesia, Purwokerto, Jawa Tengah dengan judul “Teknologi Proses Redistilasi Minyak Nilam di PT. Takasago Indonesia dan Teknologi Penyulingan Industri Kecil Minyak Nilam di Purwokerto”.

(9)

KATA PENGANTAR

Segala puji teruntuk Allah swt yang telah melimpahkan segala rahmatNya sehingga penulisan skripsi yang berjudul “Aktivitas Antibakteri Ekstrak Tembakau Temanggung Varietas Genjah Kemloko” dapat terselesaikan dengan baik. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Analitik dan Biokimia, FMIPA IPB, sejak bulan September hingga Oktober 2010.

Dengan telah selesainya penelitian hingga tersusun skripsi ini, penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ayahanda, ibunda, adik-adik, dan keluarga besar yang telah banyak memberikan dukungan. 2. Dr. Ir. Meika Syahbana Rusli, M.Sc. Agr sebagai dosen pembimbing utama.

3. Dr. Suryani, M.Sc sebagai dosen pembimbing pendamping.

4. Pak Prayoga Suryadarma dan Pak Bambang yang telah banyak memberikan inspirasi selama di kampus.

5. Pak Abdullah, Mbak Farida, Mbak Hidayah, Mbak Mitha, Mbak Listya, dan Mbak Eli yang telah mengajarkan banyak hal.

6. Teman-teman kosan Wahdah Indah, Mbak Linda, Yanti, Mbak Eva, Olif, Sarah, Made, Irma, Nisa, Simaw, Eka, Icha, dan Oni.

7. Teman-teman kosan Pondok Dewi, Okta, Risti, Ida, Dian, Siti, Wahyu, Rini, Sarah, Iyong, Tiara, dan Erlin.

8. Tim Humairoh seluruh angkatan, termasuk Dian, Umul, Manik, Dina, Resti, dan Icha. 9. Spesial untuk teman-teman seperjuangan LDK Al-Hurriyah

10. Teman-teman TIN 43 IPB.

11. Adik-adik Aisyah 45, Reni, Rathi, Dila, Ayu, Siti, dan Alya.

12. Adik-adik asistensi PAI 46, Aktris, Jideng, Intan, Fatia, Sarah, Santi, April, Anggun, Tria, Rizka, dan Aya.

13. Teman-teman Forces dan Himalogin. 14. Teman-teman FIM dan FLP.

15. Tim dahsyat dalam tur perlombaan, Vika, Iqbal, Dhaniar, Riska, Rinda, dan Ahmad. 16. Kimura-sensei dan Rie-san atas apresiasinya.

17. Serta setiap pribadi yang telah banyak memberikan doa dan senyum kepada penulis.

Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, Februari 2011 Pratiwi Eka Puspita

(10)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...iii

DAFTAR ISI...iv

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ...vi

I. PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG ...1

B. TUJUAN ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ...3

A. BOTANI TEMBAKAU ...3

B. TEMBAKAU TEMANGGUNG... 5

C. EKSTRAKSI DAUN TEMBAKAU... 8

D. POTENSI ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN TEMBAKAU ...9

III. METODOLOGI ... 13

A. BAHAN DAN ALAT ... 13

B. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN ... 14

C. PROSEDUR PENELITIAN... 14

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN...17

A. EKSTRAK ETANOL DAUN TEMBAKAU ... 17

B. KOMPONEN FITOKIMIA EKSTRAK ETANOL DAUN TEMBAKAU ... 18

C. AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN TEMBAKAU TERHADAP BAKTERI S. aureus DAN E. coli... 21

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 25

A. SIMPULAN ... 25

B. SARAN ... 25

DAFTAR PUSTAKA ... 26

LAMPIRAN... 29 Halaman

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Komposisi senyawa pada daun Tembakau... 9 Tabel 2. Perbedaan bakteri Gram positif dan negatif ... 11 Tabel 3. Perbandingan diameter zona hambat (mm) aktivitas antibakteri oleh ekstrak dan

minyak atsiri daun tembakau jenis Prilep... 12 Tabel 4. Perbandingan diameter zona hambat (mm) aktivitas antibakteri oleh ekstrak dan

minyak atsiri daun tembakau jenis Oltja ... 12 Tabel 5. Hasil uji fitokimia ekstrak etanol daun tembakau sampel A dan B... 19 Tabel 6. Diameter zona hambat (mm) ekstrak etanol daun tembakau sampel A terhadap bakteri

S. aureus dan E. coli... 22 Halaman

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Sampel daun tembakau yang digunakan sebagai bahan pengujian aktivitas

antibakteri... 13

Gambar 2. Diagram alir penelitian ... 14

Gambar 3. Hasil uji alkaloid ... 19

Gambar 4. Hasil uji flavonoid ... 20

Gambar 5. Hasil uji steroid dan terpenoid... 21

Gambar 6. Zona hambat ekstrak etanol daun tembakau sampel A terhadap bakteri S. aureus dan E. coli... 23

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Prosedur pengukuran kadar air ... 30

Lampiran 2. Kadar air daun tembakau sampel A dan B... 30

Lampiran 3. Prosedur ekstraksi daun tembakau dengan metode soxletasi ...31

Lampiran 4. Rendemen hasil soxletasi daun tembakau sampel A dan B ... 31

Lampiran 5. Prosedur pengujian alkaloid... 32

Lampiran 6. Prosedur pengujian flavonoid ... 32

Lampiran 7. Prosedur pengujian steroid dan terpenoid ... 33

Lampiran 8. Prosedur pembuatan media NA ... 34

Lampiran 9. Prosedur pembuatan media LB ... 34

Lampiran 10. Prosedur peremajaan bakteri... 35

Lampiran 11. Prosedur uji aktivitas antibakteri ... 36

Lampiran 12. Diameter zona hambat (mm) ekstrak etanol daun tembakau sampel A terhadap bakteri S. aureus ... 37

Lampiran 13. Diameter zona hambat (mm) ekstrak etnol daun tembakau sampel A terhadap bakteri E. coli... 37

(14)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pemanfaatan tembakau secara umum digunakan sebagai bahan baku rokok yang selama ini menjadi kontroversi. Isu tersebut terkait dengan peranan tembakau yang merupakan komoditi perkebunan dengan nilai jual tinggi tetapi pemanfaatannya menimbulkan dampak yang negatif. Tidak hanya ditinjau dari segi kesehatan, industri rokok juga dianggap tidak mampu memberikan kesejahteraan yang cukup menjanjikan bagi para petani.

Oleh karena itu, perlu dilakukan konversi pemanfaatan tembakau menjadi produk lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi sehingga dapat dijadikan substitusi produk rokok. Sesungguhnya, pemanfaatan alternatif tembakau secara tradisional telah banyak diaplikasikan oleh masyarakat di antaranya adalah penggunaannya sebagai obat tanaman. Umumnya, oleh sebagian masyarakat, daun tembakau yang diekstrak untuk dijadikan obat tanaman adalah sisa-sisa daun yang tidak terpakai dalam produksi rokok. Hal itu dinilai lebih ekonomis karena harganya lebih rendah dibandingkan tembakau yang digunakan sebagai bahan baku rokok. Dalam penggunaannya, ekstrak tembakau tersebut ditambahkan dengan bahan lain seperti deterjen atau ekstrak cabe untuk membantu efektivitas pemanfaatannya. Campuran itu lalu digunakan untuk membasmi penyakit seperti, karat pada buncis dan gandum, kamur kentang, yang disebabkan oleh bakteri.

Pada penelitian ilmiah sebelumnya, telah diketahui bahwa daun tembakau dapat dimanfaatkan sebagai bakterisida nabati karena sifatnya yang dapat menghambat bakteri. Hal itu dibuktikan oleh Palic et al. (2002) yang menunjukkan adanya aktivitas antibakteri minyak atsiri daun tembakau jenis Prilep terhadap E. coli, S aureus, dan P. aeruginosa. Diketahui bahwa bakteri-bakteri tersebut merupakan flora normal pada manusia yang terkadang dapat menimbulkan penyakit bagi manusia. Misalnya saja, E. coli yang banyak terdapat pada kotoran-kotoran hewan dan bila berpindah ke manusia dapat menyebabkan gangguan saluran pencernaan (Andriani 2008). Sama halnya, S. aureus yang tergolong flora normal yang banyak dijumpai pada susu perahan sehingga dapat menimbulkan keracunan pangan pada manusia, dikenal dengan istilah enterotoksin. Bakteri ini juga menimbulkan penyakit pada hewan, yaitu mastitis (Purnomo et al. 2006). Adapun, P. aeruginosa merupakan bakteri patogen yang dapat menimbulkan beberapa infeksi. Di antaranya, infeksi pada luka yang menimbulkan nanah hijau kebiruan, infeksi pada saluran kemih, infeksi pada saluran napas yang mengakibatkan pneumonia dan disertai nekrosis, infeksi pada mata dan penyakit otitis eksterna ringan pada perenang (Evita 2006).

Penelitian sebelumnya yang juga terkait dengan pengujian aktivitas antibakteri daun tembakau telah dilakukan oleh Pavia et al. (2000) yang menguji pengaruh nikotin daun tembakau terhadap E. coli, Klebsiella pneumoniae, Listeria monocytogenes, Viridans streptococci, Cryptococcus neoformans, Borrelia burgdorferi, S. aureus, Mycobacterium phlei, dan Candida albicans. Data hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya pengaruh positif nikotin dalam menghambat bakteri Gram positif dan negatif.

Berdasarkan beberapa penelitian sebelumnya, perlu dilakukan pengujian aktivitas antibakteri menggunakan ekstrak kasar daun tembakau lokal asal Temanggung. Hal itu sebagai upaya aplikasi produk alternatif tembakau lokal yang dapat langsung dimanfaatkan oleh masyarakat sehingga dapat menambah nilai ekonomis. Dengan demikian, diharapkan bahwa penelitian ini

(15)

dapat mendukung hipotesis yang mengungkapkan adanya kinerja positif bakterisida nabati daun tembakau. Kegiatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah mengekstrak daun tembakau asal Temanggung dan dilanjutkan dengan menguji komponen fitokimianya serta mengaitkan pengaruhnya terhadap daya aktivitas antibakteri ekstrak daun tembakau pada bakteri uji Gram positif (S. aureus) dan Gram negatif (E. coli).

B.

TUJUAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak tembakau asal Temanggung yang berpotensi digunakan sebagai antiseptik.

(16)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. BOTANI TEMBAKAU

Tembakau adalah tanaman musiman yang tergolong tanaman perkebunan. Tanaman tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut.

Familli : Solanaceae Subfamili : Nicotianae Genus : Nicotianae

Spesies : Nicotiana tabacum (Goodspread 1954)

1. Bagian-bagian tanaman tembakau (Cahyono 1998)

a. Akar

Tanaman tembakau berakar tunggang menembus ke dalam tanah sampai kedalaman 50-75 cm, sedangkan akar kecilnya menyebar ke samping. Tanaman tembakau juga memiliki bulu akar. Perakarannya dapat tumbuh dan berkembang baik dalam tanah yang gembur, mudah menyerap air, dan subur.

b. Batang

Batang tembakau agak bulat, lunak tetapi kuat, makin ke ujung makin kecil. Ruas batang mengalami penebalan yang ditumbuhi daun dan batang tanaman tidak bercabang atau sedikit bercabang. Pada setiap ruas batang selain ditumbuhi daun juga tumbuh tunas ketiak daun dengan diameter 5 cm. Fungsi dari batang adalah tempat tumbuh daun dan organ lainnya, tempat jalan pengangkutan zat hara dari akar ke daun, dan sebagai jalan menyalurkan zat hasil asimilasi ke seluruh bagian tanaman.

c. Daun

Bentuk daun tembakau adalah bulat lonjong, ujungnya meruncing, tulang daun yang menyirip, bagian tepi daun agak bergelombang dan licin. Daun bertangkai melekat pada batang, kedudukan daun mendatar atau tegak. Ukuran dan ketebalan daun tergantung varietasnya dan lingkungan tumbuhnya. Daun tembakau tersusun atas lapisan palisade parenchyma pada bagian atasnya dan spongy parenchyma pada bagian bawah. Jumlah daun dalam satu tanaman berkisar 28-32 helai, tumbuh berselang-seling mengelilingi batang.

Daun tembakau secara umum dapat diklasifikasikan menurut letaknya pada batang yang dimulai dari bawah ke atas, yaitu: daun pasir (zand blad/lugs), kaki (voet blad/cutters), tengah (midden blad/leaf), dan atas (top blad/tips). Bagian dari daun tembakau yang mempunyai nilai tertinggi adalah bawah dan tengah menyusul daun atas, sedang daun pasir dan pucuk hampir tidak bernilai kecuali untuk tembakau rajangan (Abdullah 1982).

d. Bunga

Bunga tembakau merupakan bunga majemuk yang terdiri dari beberapa tandan dan masing-masing berisi 15 bunga. Bunga berbentuk terompet dan panjang. Warna bunga merah jambu sampai merah tua pada bagian atasnya, sedangkan bagian lain berwarna putih. Kelopak memiliki 5 pancung, benang sari berjumlah 5 tetapi yang satu lebih pendek dan melekat pada mahkota bunga. Kepala putik atau tangkai putik terletak di

(17)

atas bakal buah di dalam tabung. Letak kepala putik dekat dengan benang sari dengan kedudukan sama tinggi.

e. Buah

Buah tembakau akan tumbuh setelah tiga minggu penyerbukan. Buah tembakau berbentuk lonjong dan berukuran kecil berisi biji yang sangat ringan. Biji dapat digunakan untuk perkembangbiakan tanaman.

2. Jenis-jenis tanaman tembakau (Susilowati 2006) a. Tembakau cerutu

Tembakau cerutu dikenal ada 3 macam sesuai dengan fungsinya pada pembuatan rokok cerutu, yaitu:

 Tembakau pengisi

Tembakau ini adalah jenis Vorstenland yang berdaun banyak, berwarna hijau, ketebalan daun tipis hingga sedang, daun terkulai sehingga kedudukannya tampak mendatar dan habitus piramidal.

 Tembakau pembalut

Tembakau ini adalah jenis Besuki yang ramping, ketinggiannya sedang hingga tinggi, daunnya oval, kedudukan daun pada batang agak tegak, jarak daun satu dengan lainnya agak berjauhan, luas daun sedang hingga lebar, habitus silindris, ketebalan daun tipis, daunnya lunak dan memiliki aroma yang khas.

 Tembakau pembungkus

Tembakau ini adalah jenis Deli dengan keadaan tanaman yang kokoh dan besar, ketinggian tanaman sedang, daunnya tipis dan elastis, bentuk daun bulat dan lebar, kedudukannya pada batang tampak mendatar, bermahkota tipe silindris, warna daun cerah.

b. Tembakau sigaret

Dalam industri rokok tembakau sigaret digunakan untuk bahan baku pembuatan rokok sigaret, baik sigaret putih maupun kretek.

 Tembakau Virginia

Tembakau ini bersosok ramping, ketinggian tanaman sedang sampai tinggi, daun berbentuk lonjong yang ujungnya meruncing, warna daun hijau kekuningan, daun bertangkai pendek, kedudukan daun pada batang tegak, jarak antara daun satu dengan yang lain cukup lebar, daya adaptasinya luas terhadap tanah dan iklim.  Tembakau Oriental/Turki

Tembakau ini unggul pada aromanya yang harum dan khas sehingga disebut juga aromatic tobacco. Tembakau Oriental digunakan oleh semua pabrik rokok sebagai campuran yang dapat meningkatkan mutu rokok sigaret.

 Tembakau Burley

Tembakau ini bercirikan warna daun hijau pucat, batang dan ibu tulang daun berwarna putih krem, dan tergolong ukuran besar (90-160 cm2), lebih banyak

(18)

c. Tembakau pipa

Tembakau pipa digunakan untuk pipa dan meliputi tembakau Lumajang. Tembakau Lumajang dibedakan menjadi tembakau Lumajang Na Oogst (NO)/sawah yang ditanam di sawah dan tembakau Lumajang Vor Oogst (VO)/tegal yang ditanam di tanah kering. Ciri-ciri tembakau Lumajang adalah tinggi, ramping, dan daun agak tegak.

d. Tembakau asepan

Tembakau ini diolah dengan cara pengasapan. Biasanya memiliki daun tebal, berat, kuat, berminyak, berwarna gelap.

e. Tembakau asli

Tembakau ini diusahakan oleh rakyat. Hasil panen diolah dengan dirajang dan dijemur matahari. Kegunaan tembakau rakyat adalah untuk bahan baku pembuatan rokok sigaret kretek.

B. TEMBAKAU TEMANGGUNG

Tembakau yang berkembang di masyarakat kab. Temanggung terdiri atas varietas Genjah Kemloko dan Genjah Kenongo. Tembakau Temanggung varietas Genjah Kemloko berasal dari desa Kemloko Kecamatan Tlogomulyo Kabupaten Temanggung yang menurut produsen rokok besar adalah tembakau terbaik di Temanggung bahkan di Indonesia. Varietas tersebut dikembangkan oleh Balai Penelitian Tembakau dan Tanaman Serat di Malang menjadi Kemloko 1, Kemloko 2, dan Kemloko 3. Tembakau jenis Kemloko 1 dan Kemloko 2 adalah jenis tanaman tembakau yang dibudidayakan pada dataran rendah sedangkan Kemloko 3 khusus untuk dataran tinggi. Tembakau varietas lainnya yang ada adalah Gober Togog, Genjah Kenanga, Crumpung, dan Genjah Mawar. Namun demikian, varietas tersebut tidak terlalu dikenal di Temanggung.

Berikut ini deskripsi beberapa galur Tembakau Temanggung varietas Kemoloko yang banyak dibudidayakan di daerah Temanggung (Deptan 2011).

1. Kemloko 1

Nomor seleksi : 2258/2/1/1

Asal : Kemloko (lokal)

Habitus : Kerucut

Tinggi tanaman : 145,23 – 174,01

Panjang ruas (cm) : 4,69 – 6,81; makin keatas makin panjang

Warna batang : Hijau

Bulu batang : Berbulu

Jumlah daun : 19,63 – 24,49 lembar

Sudut daun : Tegak (35,25 – 56,75o)

Ujung daun : Runcing

Tepi daun* : Berombak, daun atas tidak menggulung daun bawah menggulung

Permukaan daun : Rata, agak bergelombang

Tebal daun* : Tipis

Warna daun : Hijau

Phylotaxy* : 3/8 putar ke kanan

Tangkai daun : Duduk, tidak bertangkai

Sayap : Sempit licin

Telinga : Sempit, memeluk batang

(19)

Lebar daun : 21,57 – 27,17 cm Bentuk daun* : Lonjong, lebar meruncing

Index daun : 0,482

Umur berbunga : 67,96 – 81,44 hst

Warna mahkota bunga : Merah muda sampai merah

Warna kepala sari : Krem

Bentuk buah : Bulat telur

Warna biji : Coklat

Umur panen : 98 – 122 hari

Potensi hasil : 787,82 – 1011,46 Kg/Ha

Indek mutu : 37,34 – 47,18

Kadar nikotin : 3,75 – 8,65%

Kadar gula : 3,89%

Ketahanan terhadap :

- Penyakit lanas : Tahan

- Penyakit nematoda : Tahan - Penyakit layu bakteri : Rentan

- Hama Aphis sp : Tahan

2. Kemloko 2

Asal : Persilangan : Sindoro 1 x Coker 51

Metode penulisan : Back Cross 3 kali

Habitus : Silindris

Tinggi tanaman (cm) : 137,77 – 149,57

Panjang ruas : Rapat

Warna batang : Hijau

Bulu batang : Berbulu

Jumlah daun (produksi) : 18,43 – 21,10 lembar

Sudut daun : Tegak

Ujung daun : Runcing

Tepi daun : Berombak

Permukaan daun : Rata

Tebal daun : Tipis

Warna daun : Hijau

Phylotaxi* : 2/5

Tangkai daun : Duduk

Sayap* : Sempit

Telinga : Lebar

Panjang daun : 47,52 – 51,77 cm

Lebar daun : 22,32 – 25,95 cm

(20)

Warna biji : Coklat

Umur panen : 120 – 140 hst

Potensi hasil : 704 ± 280 Kg/Ha

Indek mutu : 40,28 ± 5,42

Indek tanaman : 28,38 ± 12,81

Kadar nikotin (%) : 5,52 ± 3,46 % Kadar gula (%) : 2,96% (relatif sedang) Ketahanan terhadap penyakit :

- Bakteri P.solanacearum : Tahan

- Jamur P. Nicotianane :

-- Nematoda Meloidogyne ssp : Tahan

Keterangan : * Pembeda sifat antara Kemloko 1 dan Kemloko 2

3. Kemloko 3

Asal : Persilangan : Sindoro 1 x Coker 51

Metode penulisan : Back Cross 2 kali

Habitus : Silindris

Tinggi tanaman (cm) : 148,77 – 164,43

Panjang ruas : Rapat

Warna batang : Hijau

Bulu batang : Berbulu

Jumlah daun (produksi) : 18,90 – 21,97 lembar

Sudut daun : Tegak

Ujung daun : Runcing

Tepi daun : Berombak

Permukaan daun : Rata

Tebal daun : Tipis

Warna daun : Hijau

Phylotaxi* : 3/8

Tangkai daun : Duduk

Sayap* : Lebar

Telinga : Lebar

Panjang daun : 37,57 – 49,15 cm

Lebar daun : 20,99 – 24,96 cm

Bentuk daun : Lonjong

Index daun : 0,505 – 0,508

Umur berbunga : 89,33 – 99,33 hst

Warna mahkota bunga : Merah muda

Warna kepala sari : Krem

Bentuk buah : Bulat telur

Warna biji : Coklat

Umur panen : 119 – 139 hst

Potensi hasil : 695 ± 160 Kg/Ha

Indek mutu : 36,01 ± 7,01

Indek tanaman : 25,50 ± 9,49

(21)

Kadar gula (%) : 1,98% (relatif sedang) Ketahanan terhadap penyakit :

- Bakteri P.solanacearum : Sangat tahan

- Jamur P. Nicotianane :

-- Nematoda Meloidogyne ssp : Tahan

-Keterangan : * Pembeda sifat antara Kemloko 2 dan Kemloko 3

C. EKSTRAKSI DAUN TEMBAKAU

Ekstraksi daun tembakau menghasilkan ekstrak daun tembakau yang berupa senyawa volatil dan semi volatil yang menjadi penentu standar kualitas tembakau dengan kekhasan aroma yang dimilikinya. Jenis senyawa pada ekstrak tersebut beragam komposisinya di setiap hasil ekstrak, tergantung karakteristik perlakuan pendahuluan bahan yang dikenakan sebelumnya. Menurut Peng et al. (2004), adanya proses fermentasi daun tembakau berpengaruh terhadap hasil ekstrak yang dihasilkan.

Senyawa volatil dan semi volatil pada tembakau dapat diperoleh melalui metode ekstraksi pelarut (solvent extraction) dan distilasi (distillation) (Podlejski et al. 1983). Umumnya, digunakan pelarut etanol untuk mnghasilkan komponen bioaktif dari daun tembakau pada metode ekstraksi pelarut (Xin et al. 2006). Sementara itu, metode distilasi hanya menggunakan pelarut berupa air (Podlejski et al 1983). Namun demikian, adanya kombinasi kedua metode tersebut (steam distillation and extraction) merupakan metode terbaik yang paling umum digunakan (Peng et al. 2004). Steam distillation secara khusus tidak efektif digunakan karena memerlukan banyak pelarut dan kemungkinan terjadinya kehilangan (loss) pada produk juga besar (Blanch et al. 1993). Begitu pula metode headspace co-distillation yang tidak efektif karena rendemen akhirnya tidak optimal. Efektivitas penggunaan metode SDE (steam distillation and extraction) untuk ekstraksi tembakau dibandingkan metode SD (steam distillation) dan HCD (headspace co-distillation) dapat dilihat berdasarkan jumlah rendemen yang tinggi pada metode SDE yaitu 445.48 ml/100 g, 228.42/100 g ml, dan 315.72 ml/100 g (Peng et al. 2004).

Metode ekstraksi pelarut umumnya menggunakan kondisi suhu 50˚C dengan refluks hingga 4 kali berpelarut diklorometan selama 3 jam (Wu et al. 1992). Sementara itu metode SDE menggunakan suhu 60˚C selama 2.5 jam (Schultz et al. 1997). Dibandingkan kedua metode tersebut, metode HCD memerlukan suhu yang paling tinggi yaitu 130˚C selama 3 jam (Kim et al. 1982).

Sementara itu, metode SDE-2 tahap berperan penting dalam menangkap senyawa aromatik pada tembakau berupa solanon dibandingkan metode tradisional. Metode tersebut terdiri atas ekstraksi SDE selama 4 jam pada pH 5.5. Setelah itu ekstrak diasamkan hingga pH 2.5 dengan penambahan diklorometan (Yaqin et al. 2006).

Ekstraksi tembakau juga dapat dilakukan dengan cara hidrodistilasi dan superkritik CO2

(22)

alkaloid dan nitrat dengan bentuk nitrosamin dapat menimbulkan risiko karsinogenik (Brunnemann et al. 1991). Kandungan nikotin yang juga merupakan senyawa alkaloid pada tembakau yang digunakan sebagai rokok dikenal dapat memicu timbulnya penyakit kanker paru-paru, sesak nafas, gigi kuning, kerusakan jaringan, leukoplakia, resiko kanker mulut, dan penurunan kemampuan indra pengecap (DerMarderosian 2001). Secara sederhana, komposisi kimia ekstrak daun tembakau dapat dilihat pada Tabel 1.

Namun demikian, tembakau juga dikenal sebagai tanaman herbal yang bermanfaat. Hal itu dapat diperkuat dengan diketahuinya senyawa kimia pada tembakau yang bersifat antioksidan (Miller 1973) dan juga antibakteri (Khidyrovaet al. 2002). Senyawa antibakteri pada tembakau yang diketahui berdasarkan penelitian sebelumnya misalnya flavonoid (Machado et al. 2010) dan minyak atsiri (essential oil) (Palic et al. 2002).

Minyak atsiri tersebut dapat diperoleh melalui proses distilasi air selama 4 jam yang kemudian diekstrak menggunakan kloroform dan selanjutnya dikeringkan dengan anhidrat Na2SO4. Pelarut yang tersisa dapat dihilangkan dengan cara vakum distilasi. Total rendemen

minyak atsiri berdasarkan perlakuan itu dapat mencapai 0.13% untuk daun bagian atas dan 0.05% untuk daun bagian tengah (Stojanovic et al. 2000). Sementara itu, penelitian sebelumnya terkait rendemen ekstrak daun tembakau terhadap Tembakau Virginia, Burley, dan Turkish adalah 0.18 %, 0.40%, dan 0.08% disertai adanya aroma yang khas. Adanya aroma yang khas itu dipengaruhi oleh komposisi senyawa minyak atsiri yang terdiri atas neophytadien sebagai senyawa utama untuk daun tembakau bagian tengah dan atas (20.4% dan 20.7%).

Tabel 1. Komposisi senyawa pada daun Tembakau

Sumber: Podlejski & Olejniczak (1983)

D. POTENSI ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN TEMBAKAU

Senyawa kimia dalam tanaman dapat bersifat antibakteri yaitu mampu menghambat pertumbuhan bakteri (Pelczar & Chan 1998). Hal itu diuraikan oleh Pelczar et al. (1993) bahwa

Komponen Komposisi (% bk)

Total nitrogen 2,20

Protein nitrogen (protein) 1,58

Nikotin 0,67

Nitrogen dari asam α-amino 0,30

Air terlarut karbohidrat 25,9

Selulosa 12,3

Pektin 13,4

Polypentose 4,90

Minyak atsiri 0,13

Resin yang diektrak menggunakan benzena 7,42 Resin yang diektrak menggunakan petroleum eter 6,20

Polyphenol 4,39

Volatile karbonil (asetaldehid) 0,26

Asam organic 9,12

- Asam oxalic 2,18

- Asam citric 1,27

- Asam malat 4,57

- Asam volatile 1,12

pH dari air yang terekstrak 5,54

(23)

beberapa senyawa metabolit sekunder yang meliputi fenol dan senyawa fenolik, alkaloid, dan minyak atsiri (essential oil) memiliki sifat antibakteri.

Antibakteri digambarkan sebagai produk alami organik dengan berat molekul rendah dibentuk oleh mikroorganisme dan tumbuhan yang aktif melawan mikoroganisme lain pada konsentrasi rendah. Pengembangan aktivitas ini melalui jumlah terbatas dari mekanisme antibakteri yang dapat mempengaruhi sintesis dinding sel, integritas membran sel, sintesis protein, replikasi DNA dan repair, transkripsi, dan metabolit intermediate (Wax et al. 2008).

Berdasarkan cara kerjanya, antibakteri dibedakan menjadi bakterisidal dan bakteriostatik. Bakteriostatik adalah zat yang bekerja menghambat pertumbuhan bakteri sedangkan bakterisidal adalah zat yang bekerja mematikan bakteri. Beberapa zat antibakteri bersifat bakteriostatik pada konsentrasi rendah dan bersifat bakterisidal pada konsentrasi tinggi (Chomnawang et al 2005). Mekanisme penghambatan mikroorganisme oleh senyawa antibakteri dapat disebabkan oleh beberapa cara, antara lain:

1. Menganggu pembentukan dinding sel

Mekanisme ini disebabkan karena adanya akumulasi komponen lipofilat yang terdapat pada dinding atau membran sel sehingga menyebabkan perubahan komposisi penyusun dinding sel. Terjadinya akumulasi senyawa antibakteri dipengaruhi oleh bentuk tak terdisosiasi. Pada konsentrasi rendah molekul-molekul phenol yang terdapat pada minyak thyme kebanyakan berbentuk tak terdisosiasi, lebih hidrofobik, dapat mengikat daerah hidrofobik membran protein, dan dapat melarut baik pada fase lipid dari membran bakteri. 2. Bereaksi dengan membran sel

Komponen bioaktif dapat mengganggu dan mempengaruhi integritas membran sitoplasma yang dapat mengakibatkan kebocoran materi intraseluler. Misalnya senyawa fenol dapat mengakibatkan lisis sel dan menyebabkan denaturasi protein, menghambat pembentukan protein sitoplasma dan asam nukleat, dan menghambat ikatan ATP-ase pada membran sel.

3. Menginaktivasi enzim

Mekanisme yang terjadi menunjukkan bahwa kerja enzim akan terganggu dalam mempertahankan kelangsungan aktivitas bakteri sehingga mengakibatkan enzim memerlukan energi dalam jumlah besar untuk mempertahankan kelangsungan aktivitasnya. Akibatnya energi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan menjadi berkurang sehingga aktivitas bakteri menjadi terhambat atau jika kondisi ini berlangsung lama akan mengakibatkan pertumbuhan bakteri terhenti (inaktif). Efek senyawa antibakteri dapat menghambat kerja enzim jika mempunyai spesifitas yang sama antara ikatan komplek yang menyusun struktur enzim dengan komponen senyawa antibakteri.

Metabolit sekunder akan memblok biosintesis dinding sel dengan menghambat kerja enzim dalam mensintesis komponen berbeda dari dinding sel. Jika metabolit ini dapat mempengaruhi integritas membran sel maka akan mengacaukan strukturnya atau menghambat fungsi dari membran bakteri tersebut. Antibakteri yang mempengaruhi sintesis protein bertindak sebagai perusak unit ribosom, mengikat pada unit 50S dan

(24)

intermediate dengan menghambat enzim dalam biosintesis dari substansi berbeda (Berdy 2005).

4. Menginaktivasi fungsi material genetik

Komponen bioaktif dapat mengganggu pembentukan asam nukleat (RNA dan DNA) dan menyebabkan terganggunya transfer informasi genetik yang selanjutnya akan menginaktivasi atau merusak materi genetik sehingga terganggunya proses pembelahan sel untuk pembiakan.

Kemampuan suatu zat antibakteri tersebut dipengaruhi oleh faktor antara lain: (1) konsentrasi zat antibakteri; (2) waktu penyimpanan; (3) suhu lingkungan; (4) sifat-sifat fisik dan kimia makanan termasuk kadar air, pH, jenis, dan jumlah senyawa di dalamnya (Fardiaz 1989). Mekanisme kerjanya secara umum adalah merusak dinding sel (seperti penisilin; sefalosporin; dan vankomisin), mengganggu permeabilitas sel (seperti penisilin, sefalosporin, vankomisin), dan menghambat sintesis protein dan asam nukleat (seperti kloramfenikol; rifampisin; dan asam) (Fardiaz et al. 1987). Pengujian aktivitas antibakteri dapat dilakukan dengan menggunakan bakteri uji S. aureus (Gram positif) dan E .coli (Gram negatif). Perbandingan sifat kedua jenis bakteri tersebut disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Perbedaan bakteri Gram positif dan negatif

Ciri-ciri Perbedaan

Gram positif Gram negatif Struktur dinding sel Tebal (5-80 nm) dan

berlapis tunggal (mono)

Tipis (10-15 nm) dan berlapis tiga (multi) Komposisi dinding sel Kandungan lipid

rendah (1-4%), peptidoglikan berlapis tunggal, dan komponen utama lebih besar dari 50% berat kering

Kandungan lipid tinggi (11-21%), peptidoglikan di dalam lapisan kaku, jumlah sedikit (10% berat kering) Kerentanan terhadap penisilin Lebih rentan Kurang rentan Resisten terhadap gangguan

fisik

Lebih resisten Kurang resisten

Sumber : Pelczar & Chan (1998) Staphylococcus aureus

S.aureus tergolong bakteri Gram positif, berbentuk kokus dengan diameter 0.7-0.9 µ m, pola penataan sel berbentuk bola berpasangan, dapat hidup secara aerob maupun anaerob fakultatif, bersifat non motil dan tidak membentuk spora. Bakteri ini sering ditemukan pada makanan berprotein tinggi. Koloni bakteri ini berwarna putih sampai kuning keemasan. Tumbuh optimum pada suhu 37ºC, pH 7.0-7.5, dan tumbuh dengan baik pada larutan NaCl 15% (Todar 2004). S. aureus dapat menyebabkan penyakit. Bakteri ini memiliki kemampuan melakukan pembelahan, dan menyebar luas ke dalam jaringan serta mampu memproduksi bahan ekstra

(25)

seluler seperti katalase, koagulase, eksotoksin, lekosidin, toksineksfoliatif, Toksin Syndroma Shock Toxic, dan enterotoksin (Brooks et al 2001).

Escherichia coli

E. coli merupakan mikroba dari famili Enterobactericeae yang normal terdapat di saluran pencernaan hewan dan manusia. Bakteri ini berbentuk batang berukuran 2-6 µm, bersifat anaerob fakultatif dan tergolong bakteri Gram negatif. Bakteri ini tumbuh optimum pada suhu 37ºC, dan pH 7.0-7.5 (Burcharan dan Ghibbons 2000). Beberapa strain E.coli bersifat patogen penyebab infeksi, antara lain infeksi saluran pencernaan, infeksi saluran kemih, dan meningitis (Todar 2004).

Penelitian oleh Palic et al. (2002) dan Stojanovic et al. (2000) menunjukkan adanya perbandingan aktivitas antibakteri ekstrak dan minyak atsiri dari tembakau Prilep dan Oltja seperti terlihat pada Tabel 3 dan Tabel 4. Pada tabel tersebut terlihat bahwa minyak atsiri memiliki kemampuan antibakteri yang lebih baik.

Tabel 3. Perbandingan diameter zona hambat (mm) aktivitas antibakteri oleh ekstrak dan minyak atsiri daun tembakau jenis Prilep

Bakteri

Minyak Atsiri Ekstrak Standar

Daun bagian tengah Daun bagian atas Daun bagian tengah (100 mg/ml)

Daun bagian atas (100 mg/ml) Thymol (10 mg/ml) E. coli S. aureus P. aeruginosa 15.0 15.2 15.2 14.0 14.8 14.8 14.4 13.8 -14.6 14.4 23.8 24.6 24.2 Sumber: Palic et al. (2002)

Tabel 4. Perbandingan diameter zona hambat (mm) aktivitas antibakteri oleh ekstrak dan minyak atsiri daun tembakau jenis Oltja

Bakteri

Minyak Atsiri Ekstrak Standar

Daun bagian tengah Daun bagian atas Daun bagian tengah (100 mg/ml)

Daun bagian atas (100 mg/ml) Thymol (10 mg/ml) E. coli S. aureus P. aeruginosa 15.0 15.4 15.4 20.0 24.4 20.2 -16.2 -14.4 -23.8 24.6 24.2 Sumber: Stojanovic et al. (2000)

(26)

III. METODOLOGI

A. BAHAN DAN ALAT

Bahan baku utama yang digunakan pada penelitian ini adalah daun tembakau Temanggung varietas Genjah Kemloko yang dipetik dari batangnya pada bagian atas dan tengah (sampel A) serta bagian bawah (sampel B) (Gambar 1). Sampel A merupakan daun tembakau yang sering digunakan dalam pembuatan rokok skala industri. Umumnya daun tersebut memiliki penampakan yang baik, ujung daunnya tidak menggulung, berwarna hijau, dan tebal. Sementara itu, sampel B merupakan daun sortiran yang oleh masyarakat Temanggung dikenal dengan istilah dendeng tembakau. Warna daunnya hijau kekuningan dan sedikit coklat yang mencirikan bahwa tanaman tersebut sulit mendapat sinar matahari karena terletak pada bagian bawah batang tanaman. Penggunaan kedua jenis kualitas tersebut adalah untuk membandingkan potensinya dalam hal aktivitas antibakteri. Hal itu diharapkan dapat memberikan informasi mengenai perbandingan aktivitas antibakteri daun tembakau yang bernilai ekonomi (sampel A) dan daun tembakau sortiran/dendeng tembakau (sampel B) yang bernilai jual rendah.

Kedua jenis sampel tersebut telah dikeringkan di bawah sinar matahari selama 2 hari. Selang waktu itu merupakan periode rata-rata penjemuran daun tembakau di Temanggung sebelum dijual kepada tengkulak tembakau. Setelah kering, daun tembakau dipisahkan dari batang daunnya dan dihaluskan hingga berukuran 60 mesh yang telah disesuaikan dengan metode yang digunakan oleh Yaqin et al. (2006). Hal itu bertujuan memperluas permukaan sampel untuk mengefisiensikan penggunaan pelarut dalam proses ekstraksi (Harborne 1993).

Gambar 1. Sampel daun tembakau yang digunakan sebagai bahan pengujian aktivitas antibakteri

Pada proses ekstraksi daun tembakau digunakan pelarut etanol teknis 96% dan bahan pendukung berupa air dan es batu. Sementara itu, bahan penunjang lainnya dalam pengujian aktivitas antibakteri menggunakan aquades, nutrient agar, NaCl, alkohol 70%, tripton, yeast extract, bakteri uji (Staphlylococcus aureus dan Escherichia coli), tetrasiklin (kontrol positif uji antibakteri), dan dimetil sulfoksida (DMSO).

Pada persiapan awal bahan baku digunakan blender untuk menghasilkan tembakau serbuk. Selanjutnya, pada pengujian kadar air bahan baku digunakan oven dan cawan-cawan alumunium. Sementara itu, pada proses ekstraksi daun tembakau digunakan rangkaian alat soxlet, shaker, kertas saring, peralatan gelas, sudip, dan vacuum rotary evaporator.

Sampel A

(27)

Alat-alat lainnya yang digunakan pada pengujian aktivitas antibakteri meliputi cawan gelas, gel puchner dengan diameter 3 cm, ose, peralatan gelas, pipet mikro volume 20-200 µ L, gelas ukur, sudip, batang pengaduk (stirrer), oven, shaker incubator, oven inkubator, pembakar Bunsen, alumunium foil, plastik wrap, karet gelang, korek api, kain kasa, dan kapas.

B. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN

Waktu penelitian dimulai sejak September hingga Oktober tahun 2010. Penelitian dilakukan di laboratorium kimia analitik, Departemen Kimia, dan laboratorium Biokimia, Departemen Biokimia, FMIPA IPB.

C. PROSEDUR PENELITIAN

Penelitian ini terdiri atas analisis kadar air, ekstraksi daun tembakau dengan metode soxletasi, analisis fitokimia hasil ekstrak, dan uji aktivitas antibakteri dari ekstrak yang didapat. Diagram alir penelitian secara ringkas dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Diagram alir penelitian Tembakau serbuk

(sampel A dan B)

Analisis kadar air

Ekstraksi

(soxletasi dengan pelarut etanol)

Analisis fitokimia (alkaloid, flavonoid, terpenoid dan steroid) Ekstrak

Uji daya hambat ekstrak terhadap pertumbuhan bakteri (S.aureus, E. coli) (20%, 40%, 60%, 80%, 100%)

(28)

Kadar air = bobot sampel awal (b) – (bobot akhir (c)-bobot wadah (a)) (1) bobot sampel awal (b)

2. Proses Ekstraksi Daun Tembakau

Metode ekstraksi tembakau yang digunakan pada penelitian ini adalah metode soxletasi dengan pelarut etanol (alkohol teknis 96%). Proses ekstraksi tersebut menggunakan tembakau serbuk (TS) sampel A dan B sebanyak 10 g dilarutkan masing-masing dalam 100 ml pelarut dan dimasukkan dalam alat soxhlet. Soxletasi dilakukan selama 90 menit dengan suhu 85˚C dan dilanjutkan evaporasi pada suhu 50oC.

3. Perhitungan Rendemen Hasil Ekstrak

Hasil ekstraksi yang diperoleh dihitung rendemennya dengan persamaan (2).

Rendemen = (W/Wo) x 100% (w/w) (2)

Keterangan:

W = berat ekstrak (g)

Wo = berat bahan yang diekstrak (g) Ukuran sampel tembakau kering = 40 mesh

4. Analisis Fitokimia (Harborne 1987)

Alkaloid

Sebanyak 1 gram ekstrak sampel A dan B masing-masing dilarutkan dengan 5 ml kloroform dan beberapa tetes NH4OH dan disaring. Selanjutnya ditambahkan 10 tetes

H2SO4 2M yang akan membentuk lapisan asam pada bagian atasnya. Pada lapisan

tersebut diteteskan pereaksi Meyer hingga membentuk endapan putih, pereaksi Wagner hingga berwarna coklat, dan pereaksi Dragendrof hingga berwarna merah jingga. Flavonoid

Sebanyak 0.1 gram ekstrak sampel sampel A dan B masing-masing ditambahkan 1 mL metanol dan dididihkan selama 1 menit. Terbentuknya, warna merah pada filtrat

setelah penambahan 3 tetes H2SO4menunjukkan adanya flavonoid

Steroid dan terpenoid

Sebanyak 0.1 gram ekstrak sampel sampel A dan B masing-masing ditambahkan 5 mL etanol lalu dipanaskan pada suhu 50°C dan disaring. Filtratnya diuapkan lalu ditambah 5 tetes eter. Lapisan eter ditambah pereaksi Liebermen Buchard (3 tetes asam pekat lalu 1 tetes H2SO4pekat). Larutan dikocok perlahan lalu dibiarkan beberapa menit.

Warna merah atau ungu menunjukkan kandungan terpenoid pada sampel, sedangkan warna hijau menunjukkan kandungan steroid.

(29)

5. Uji Aktivitas Antibakteri (modifikasi metode Bloomfield 1991)

Pembuatan Media Media NA

Nutrient agar (NA) sebanyak 23 g dilarutkan dalam 1 L akuades dan dipanaskan. Larutan disterilisasi pada suhu 121oC selama 15 menit.

Media LB

Sebanyak 1,25 g yeast extract, 0,5 g NaCl, dan 0,5 g tripton dilarutkan dalam 1 L akuades dan dipanaskan. Larutan disterilisasi pada suhu 121oC selama 15 menit. Persiapan Ekstrak

Sediaan ekstrak yang digunakan sebagai sampel uji dalam penelitian ini terdiri atas ekstrak dengan konsentrasi 20% (b/v), 40% (b/v), 60% (b/v), 80% (b/v), dan 100% (b/v). Sebanyak 20 g, 40 g, 60 g, 80 g, dan 100 g ekstrak dilarutkan masing-masing dalam 100 ml pelarut DMSO sehingga diperoleh konsentrasi ekstrak sebesar 20% (b/v), 40% (b/v), 60% (b/v), 80% (b/v), dan 100% (b/v).

Uji Aktivitas Antibakteri

Peremajaan bakteri dilakukan terlebih dahulu untuk mempersiapkan bakteri yang akan digunakan dalam pengujian aktivitas antibakteri. Bakteri S. aureus dan E. coli diregenerasi dalam larutan LB masing-masing 10 ml dan diinkubasi bergoyang (shaker incubator) selama 18 jam pada suhu 37oC, 200 rpm. Remajaan kultur bakteri ditumbuhkan dalam media NA dengan mengambil sebanyak 50 µ L bila nilai kerapatan optikalnya (OD)>1 dan 100 µ L bila ODnya<1. Media didiamkan hingga memadat, lalu dilubangi menggunakan gel puchner sebanyak 5 lubang.

Remajaan bakteri ditumbuhkan dalam media NA sebanyak 50 µ L bila ODnya>1 dan 100 µ L bila ODnya<1. Media itu didiamkan hingga beku. Media lalu dilubangi menggunakan gel puchner sebanyak 7 lubang. Masing-masing lubang diisi oleh pengenceran ekstrak etanol daun tembakau sampel A masing-masing sebanyak 50 µ L dengan berbagai konsentrasi (20%, 40%, 60%, 80%, 100%), kontrol negatif (DMSO) dan kontrol positif (tetrasiklin 10%). Media tersebut kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam. Zona bening yang terbentuk diukur diameternya menggunakan alat pengukur jangka sorong dengan rataan 3 kali ulangan dan digunakan sebagai indikator aktivitas antibakteri.

(30)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. EKSTRAK ETANOL DAUN TEMBAKAU

Peng et al. (2004) menyatakan bahwa karakteristik sampel termasuk kadar air yang terkandung di dalamnya dapat mempengaruhi kualitas hasil ekstrak dan rendemen yang diperoleh. Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan pengujian kadar air terhadap sampel terlebih dahulu sebelum proses soxletasi untuk mengetahui keterkaitan karakteristik awal sampel dengan hasil rendemen yang akan di peroleh.

Pengukuran kadar air daun tembakau sampel A dan B menunjukkan nilai 12.37% dan 10.69%. Tingginya nilai kadar air tersebut akan berpengaruh terhadap jumlah rendemen yang dihasilkan pada proses ekstraksi sampel. Berdasarkan data diketahui bahwa kadar air daun tembakau sampel B lebih rendah dibandingkan pada sampel A. Hal itu disebabkan oleh adanya perbedaan karakteristik bahan bakunya sendiri. Daun tembakau sampel B merupakan bagian daun pada batang tembakau yang rusak dan sudah mengalami kekeringan pada sebagian daunnya sejak masih menyatu pada batang tanaman.

Pada penelitian, nilai kadar air yang lebih baik terdapat pada sampel B (10.69%) dibandingkan sampel A (12.37%). Hal itu dikarenakan rendahnya kadar air di dalam sampel B dapat meminimalkan peluang kontaminasi oleh mikroorganisme. Mikroorganisme seperti bakteri dan kapang dapat tumbuh pada kondisi yang berkadar air secara berturut-turut adalah 7.5% dan 8% (Winarno 2002). Adanya nilai kadar air yang tinggi berisiko menjadi peluang kontaminasi oleh kapang dan bakteri apabila sampel disimpan dalam jangka waktu yang lama sebagai stok bahan baku. Namun demikian, kadar air sampel yang tinggi pada penelitian ini tidak berpeluang menimbulkan kontaminan karena kedua sampel hanya mengalami penyimpanan selama dua hari.

Setelah penentuan kadar air, dilakukan proses ekstrak daun tembakau untuk mendapatkan ekstrak etanol yang akan digunakan sebagai bahan uji penelitian. Proses ekstraksi sampel pada penelitian ini menggunakan metode soxletasi dengan pelarut etanol (alkohol teknis 96%) yang mengacu pada penelitian sebelumnya. Puspita et al. (2010) telah menggunakan 3 metode ekstraksi tembakau yang meliputi soxletasi, maserasi, dan ultrasonik dengan masing-masing menggunakan pelarut heksan pro analisis, kloroform pro analisis, dan alkohol teknis 96%. Data hasil ekstraksi sebelumnya menunjukkan rendemen terbaik ekstraksi dendeng tembakau menggunakan metode soxletasi dengan pelarut alkohol teknis 96% yaitu 14.56%. Hal itu didukung pula oleh penelitian (Stanisavljevic et al. 2009) yang mengemukakan bahwa proses ekstraksi benih tembakau dengan metode soxletasi menghasilkan rendemen tertinggi (31.1 g/100 g) dibandingkan dengan metode maserasi (19.9 g/100 g) dan ultrasonifikasi langsung (21.0 g/100 g). Dengan demikian, metode soxletasi merupakan rekomendasi pilihan terbaik untuk mengekstrak daun tembakau pada penelitian ini agar diperoleh rendemen yang optimum.

Prinsip kerja motode ekstraksi dengan soxletasi adalah adanya pemanasan dan perendaman sampel. Hal itu menyebabkan terjadinya pemecahan dinding dan membran sel akibat perbedaan tekanan antara di dalam dan di luar sel. Dengan demikian, metabolit sekunder yang ada di dalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut organik. Larutan itu kemudian menguap ke atas dan melewati pendingin udara yang akan mengembunkan uap tersebut menjadi tetesan yang akan terkumpul kembali. Bila larutan melewati batas lubang pipa samping soxlet akan terjadi sirkulasi. Sirkulasi yang berulang itulah yang menghasilkan ekstrak yang baik (Harborne 1987). Harborne (1987) menambahkan keuntungan metode soxletasi sebagai berikut: 1) cairan pelarut yang

(31)

diperlukan lebih sedikit dan secara langsung diperoleh hasil yang lebih pekat; 2) simplisisa disari oleh pelarut yang selalu baru sehingga dapat menarik zat aktif yang lebih banyak; 3) dan penyarian dapat diteruskan sesuai keperluan tanpa menambah volume pelarut. Sementara itu, kelemahannya adalah: 1) tidak baik untuk zat aktif yang tidak tahan panas, tetapi kondisi itu dapat diperbaiki dengan menambahkan peralatan untuk mengurangi tekanan udara; 2) adanya pendidihan pelarut terus-menerus sehingga mempengaruhi kualitas pelarut.

Rendemen ekstrak etanol daun tembakau sampel A dan B yang diperoleh pada penelitian ini adalah 22.20% (b/b) dan 14.42% (b/b) dalam satuan basis basah. Besar rendemen ekstrak etanol pada penelitian ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian Podlejski dan Olejniczak (1983) yang menyatakan bahwa ekstrak benzena dan petroleum eter daun tembakau secara berturut-turut adalah 7.42 % (b/b) dan 6.20 % (b/b) yang dinyatakan dalam satuan basis kering. Diduga bahwa rendemen sebenarnya yang seharusnya dihasilkan lebih kecil daripada nilai rendemen yang diketahui dari hasil penelitian. Tingginya hasil rendemen yang diperoleh pada ekstrak etanol daun tembakau Temanggung itu kemungkinan dipengaruhi oleh adanya kadar air dalam rendemen ekstrak yang belum dipisahkan. Kadar air pada sampel A (12.37%) yang lebih tinggi dibandingkan dengan sampel B (10.69%) memberikan pengaruh terhadap tingginya rendemen sampel A (22.20%) yang juga lebih tinggi dibandingkan dengan sampel B (14.42%). Dugaan terdapatnya kadar air pada ekstrak etanol daun tembakau juga dapat dilihat dari karakteristik fisik hasil ekstrak yang berbentuk pasta. Pasta merupakan sistem koloid dengan fase pendispersi berupa bahan cair dan fase terdispersi berupa bahan padatan. Fase cair dalam sistem koloid tersebut diduga mencakup di dalamnya kandungan air yang belum terpisahkan.

Berdasarkan data rendemen ekstrak etanol daun tembakau diketahui bahwa daun tembakau sampel A (22.20%) menghasilkan ekstrak yang lebih tinggi dibandingkan dengan sampel B (14.42%). Rendemen ekstrak tersebut diasumsikan hanya mengandung sisa pelarut yang tertinggal dalam jumlah kecil karena telah dilakukan pengeringan ekstrak. Pengeringan ekstrak etanol daun tembakau berlangsung selama 3 jam dengan suhu 40ºC hingga diperoleh tembakau serbuk yang kering. Perlakuan pengeringan bertujuan menguapkan sisa pelarut etanol. Berdasarkan kadar rendemen, terlihat bahwa daun tembakau sampel A lebih baik digunakan untuk kepentingan produksi karena besarnya rendemen yang dihasilkan.

Penggunaan etanol juga didasarkan oleh keunggulannya sebagai pelarut zat bioaktif. Pelarut etanol tidak bersifat toksik, tidak menyebabkan pembengkakan membran sel, dan mampu mengendapkan albumin serta menghambat kerja enzim. Etanol juga efektif menghasilkan bahan aktif yang optimal karena hanya terdapat sedikit kehilangan (loss) produk yang larut dalam pelarut (Voight 1995).

B.

KOMPONEN FITOKIMIA EKSTRAK ETANOL DAUN TEMBAKAU

Analisis fitokimia merupakan pengujian ekstrak etanol daun tembakau secara kualitatif yang bertujuan mengetahui jenis senyawa yang terkandung dalam ekstrak. Hasil uji fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun tembakau sampel A mengandung alkaloid, flavonoid, terpenoid, dan steroid. Sementara itu, ekstrak etanol daun tembakau sampel B mengandung

(32)

alkaloid merupakan salah satu senyawa kimia tumbuhan yang mendominasi daun tembakau. Sementara itu, secara kualitatif pula dapat dilihat bahwa sampel B mengandung alkaloid yang lebih tinggi dibandingkan sampel A dengan adanya perubahan warna pada pengujian kimia yang tampak lebih jelas (Gambar 3).

Tabel 5. Hasil uji fitokimia ekstrak etanol daun tembakau sampel A dan B

Pengujian Hasil Sampel A Sampel B Alkaloid - Meyer - Wagner - Dragendrof ++++ ++++ ++++ +++++ +++++ +++++ Flavonoid +++ +++ Terpenoid +++ +++ Steroid ++++

-Gambar 3. Hasil uji alkaloid

Senyawa alkaloid adalah senyawa alami amina yang bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen sebagai bagian dari sistem siklik (Harborne 1993). Menurut Andersen et al. (1991), senyawa alkaloid pada tembakau adalah penentu aroma yang terkait dengan kualitas tanaman tembakau. Senyawa tersebut didominasi oleh nikotin hingga 95% (Shen et al. 2006) yang bersifat karsinogenik. Senyawa alkaloid lainnya yang juga terkandung dalam tembakau adalah nornikotin dan anabasin yang dapat menimbulkan kecanduan apabila dikonsumsi (Nugroho et al. 2002).

Pada tembakau, nikotin yang terkandung di dalamnya digunakan sebagai zat pertahanan diri dari serangan lingkungan (Wink 1998). Oleh karena itu, produksi nikotin semakin meningkat saat tanaman mulai mengalami kerusakan. Produksi nikotin mencapai kondisi maksimum ketika selang waktu 9 hari setelah terjadi kerusakan awal (Baldwin 1989). Hal tersebut dibuktikan juga oleh penelitian Misuzaki et al. (1973) yang menyatakan bahwa pemangkasan daun tembakau menyebabkan peningkatan produksi nikotin oleh tembakau. Dengan demikian, kondisi tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa ekstrak sampel B memiliki kadar alkaloid yang lebih tinggi dibandingkan ekstrak sampel A. Telah diketahui bahwa sampel B merupakan daun tembakau dengan karakteristik fisik yang banyak mengalami luka akibat letaknya pada bagian bawah batang tanaman sehingga lebih rentan mengalami gangguan dari

Keterangan: + : sangat rendah ++ : rendah +++ : sedang ++++ : tinggi +++++ : sangat tinggi Sampel A

Meyer Wegner Dragendof

(33)

lingkungannya. Dengan demikian, diduga daun tersebut (sampel B) memproduksi nikotin yang tergolong alkaloid lebih banyak sebagai bentuk pertahanan diri terhadap lingkungannya.

Senyawa nikotin yang tergolong alkaloid tersebut telah diujikan kemampuan aktivitas antibakterinya terhadap beberapa strain bakteri oleh Pavia et al. (2000). Adanya nikotin dalam media cair yang di dalamnya ditumbuhkan bakteri S. aureus, E. coli, Mycobcterium phlei, dan Viridians streptococci dapat menghambat pertumbuhan bakteri secara berurutan pada konsentrasi minimum >10%, >10%, >0%, dan >0%. Kemampuan aktivitas antibakteri oleh ekstrak nikotin daun tembakau ditunjukkan dengan adanya penurunan total bakteri uji dalam media cair (cgu/ml).

Senyawa kimia lainnya yang terdapat pada tumbuhan adalah flavonoid. Flavonoid merupakan golongan terbesar dari fenol. Flavonoid umumnya terdapat dalam tumbuhan berbentuk aglikol maupun terikat pada gula sebagai glikosida (Middleton dan Chitan 1994).

Pada pengujian fitokimia senyawa flavonoid pada ekstrak etanol daun tembakau sampel A dan B, ditunjukkan terjadinya perubahan warna reaksi menjadi merah (Gambar 4). Hal itu menjadi dasar pendugaan adanya senyawa flavonoid pada daun tembakau yang kadarnya tergolong sedang untuk kedua jenis sampel. Dugaan tersebut sesuai dengan penelitian oleh Fathiazad et al. (2006) yang berhasil membuktikan adanya flavonid pada daun tembakau. Jenis flavonoid yang berhasil diisolasi tersebut adalah rutin. Rutin dapat berfungsi mengobati diabetes (Grinberg et al. 1994), meregenerasi sel, serta bersifat anti tumor (Sambantham 1985). Rutin juga dapat dipakai untuk pewarna makanan dan minuman (Evans 1996).

Gambar 4. Hasil uji flavonoid

Kelompok fenol yang mencakup senyawa flavonoid diketahui memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri S. aureus, E. coli, dan B. subtilis. Zona hambat yang terbentuk pada media tumbuh ketiga bakteri tersebut di media agar oleh polifenol dengan konsentrasi 1 mg /ml secara berurutan adalah 17.7 mm, 20.2 mm, dan 12.9 mm.

Steroid dan terpenoid juga ditemukan sebagai senyawa fitokimia dalam ekstrak etanol daun tembakau sampel A yang ditunjukkan dengan terbentuknya warna keunguan dan hijau pada pengujian fitokimia (Gambar 5). Sementara itu, pada ekstrak etanol daun tembakau sampel B tidak ditemukan adanya steroid. Adanya dugaan senyawa steroid dan terpenoid pada ekstrak etanol daun tembakau sampel A sesuai dengan karakteristik warna dan aromanya. Ekstrak etanol daun tembakau sampel A berwarna hijau, selaras dengan sifat steroid yang berwarna hijau

Sampel A

(34)

Gambar 5. Hasil uji steroid dan terpenoid

Kandungan terpenoid pada ekstrak etanol daun tembakau sampel A dan B tergolong sedang berdasarkan penilaian kualitatif, sedangkan steroid pada ekstrak etanol daun tembakau sampel A tergolong kuat. Hal itu menunjukkan bahwa steroid merupakan senyawa yang menyusun sebagian besar komponen terpenoid pada ekstrak etanol daun tembakau sampel A. Sementara itu, tidak adanya kandungan steroid pada ekstrak etanol daun tembakau sampel B pada pengujian fitokimia menunjukkan pula bahwa senyawa terpenoid dalam kandungan ekstrak tersebut diduga tersusun atas senyawa selain steroid.

Senyawa steroid dan terpenoid yang tergolong komponen minyak atsiri telah dibuktikan kemampuan antibakterinya terhadap S. aureus, E. coli, dan P. aeruginosa pada konsentrasi 1 mg/ml (Palic et al. 2002). Diameter zona hambat yang terbentuk pada konsentrasi tersebut terhadap bakteri uji secara berurutan adalah 15.2 mm, 15.0 mm, dan 15.2 mm.

C. AKTIVITAS

ANTIBAKTERI

EKSTRAK

DAUN

TEMBAKAU

TERHADAP BAKTERI S. aureus DAN E. coli

Pengujian aktivitas antibakteri oleh ekstrak daun tembakau dapat dilakukan dengan mengukur daya hambat pertumbuhan bakteri S. aureus dan E. coli. Hal itu dapat diketahui melalui pengukuran diameter zona bening yang terbentuk di sekitar sumur pada agar yang diisikan ekstrak sampel. Pengukuran itu bertujuan mengetahui potensi senyawa bioaktif pada ekstrak daun tembakau dalam menghambat pertumbuhan bakteri uji.

Hasil penelitian tentang parameter aktivitas antibakteri pada ekstrak etanol daun tembakau yang dapat disajikan hanya untuk sampel A (yaitu daun tembakau yang dipetik dari batang tembakau bagian atas dan tengah). Sementara itu, pengujian parameter daya aktivitas antibakteri terhadap ekstrak etanol daun tembakau sampel B pada tahap penelitian ini tidak diuji lanjut karena data yang diperoleh kurang layak sedangkan kendala waktu tidak memungkinkan untuk melakukan pengujian ulang.

Pengujian aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun tembakau sampel A dilakukan dengan mengukur diameter zona hambat pada berbagai konsentrasi ekstrak etanol (20% b/v, 40% b/v, 60% b/v, 80% b/v, dan 100% b/v) sehingga diperoleh nilai daya hambat tumbuh bakteri. Zona hambat tersebut berupa zona bening yang merupakan zona yang tidak ditumbuhi oleh bakteri. Selain itu digunakan pula kontrol positif (tetrasiklin) dan kontrol negatif (DMSO). Tetrasiklin yang digunakan dalam penelitian ini tergolong senyawa antibiotik yang menghambat bakteri dengan cara merusak mekanisme sintesis protein pada sel bakteri. Penggunaan tetrasiklin sebagai kontrol positif tersebut dikarenakan daya spektrum menghambatnya yang luas yaitu terhadap bakteri Gram negatif dan positif (Fardiaz et al. 1987). Sementara itu, pengunaan DMSO sebagai pelarut dan kontrol negatif didasarkan atas sifatnya yang dapat melarutkan senyawa hidrokarbon

Sampel B

Sampel A

(35)

(Merck 1986) seperti senyawa bioaktif dalam daun tembakau tanpa berpengaruh terhadap pengujian aktivitas antibakteri ekstrak sampel.

Perlakuan diberikan terhadap bakteri uji S. aureus (Gram positif) dan E. coli (Gram negatif). Kekuatan daya hambat terhadap bakteri tersebut dapat dinilai dari ukuran zona bening yang terbentuk yaitu daerah yang tidak ditumbuhi oleh bakteri (Kusumaningjati 2009). Penentuan sifat daya hambat bakteri pada penelitian ini didasarkan pada ketentuan Davis-Stout bahwa daya hambat bakteri tergolong sangat kuat bila bernilai >20 mm, kuat bila bernilai 10-20 mm, sedang bila bernilai 5-10 mm, dan tergolong lemah bila bernilai <5 mm. Tabel 6 menunjukkan kekuatan aktivitas antibakteri oleh ekstrak etanol daun tembakau sampel A berdasarkan pengukuran diameter zona hambat yang terbentuk pada pengujian daya hambat tumbuh bakteri.

Tabel 6. Diameter zona hambat (mm) ekstrak etanol daun tembakau sampel A terhadap bakteri S. aureus dan E. coli

Perlakuan S. aureus E. coli

Kontrol (+) / Tetrasiklin 10% 29.5 37 Kontrol (-) / DMSO 0 0 Konsentrasi ekstrak 20% (b/v) 4 4 Konsentrasi ekstrak 40% (b/v) 6 6 Konsentrasi ekstrak 60% (b/v) 6 6 Konsentrasi ekstrak 80% (b/v) 7 8 Konsentrasi ekstrak 100% (b/v) 7 8

Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa ekstrak etanol daun tembakau sampel A memiliki kemampuan antibakteri terhadap S. aureus dan E. coli dengan adanya zona hambat terbentuk (Gambar 6). Pada konsentrasi 20%, daya hambat ekstrak etanol daun tembakau sampel A terhadap S. aureus dan E. coli tergolong lemah (4 mm). Sementara itu, daya hambat ekstrak etanol daun tembakau sampel A terhadap S. aureus dan E. coli tergolong sedang pada konsentrasi 40%-100% b/v. Dengan demikian, ekstrak etanol daun tembakau pada rentang konsentrasi 20-100% b/v tidak memiliki aktivitas yang kuat dalam menghambat bakteri S. aureus maupun E. coli (5-10 mm).

Hal itu dimungkinkan karena rentang konsentrasi 20% b/v hingga 100% b/v tersebut terlalu rendah bagi senyawa antibakteri pada daun tembakau untuk bekerja optimal. Pada konsentrasi tersebut kemungkinan telah terbentuk kompleks protein dengan senyawa antibakteri melalui ikatan yang lemah dan segera mengalami peruraian. Akibatnya senyawa antibakteri belum mampu mengkoagulasi protein serta melisis sel bakteri. Dengan demikian, daun tembakau lokal asal Temanggung memiliki aktivitas antibakteri yang rendah, tidak sekuat daun tembakau jenis Prilep (Palic et al. 2002) dan Oltja (Stojanovic et al. 2000) dalam menghambat bakteri S. aureus (15.2 mm & 15.0 mm) maupun E. coli (15.4 mm & 15.0 mm).

Kemungkinan lainnya yang menjadi penyebab lemahnya daya hambat tumbuh bakteri S. aureus dan E. coli oleh ekstrak etanol tembakau adalah faktor kemurnian konsentrasi ekstrak

Gambar

Gambar 1. Sampel daun tembakau yang digunakan sebagai bahan pengujian aktivitas antibakteri
Gambar 2. Diagram alir penelitianTembakau serbuk
Gambar 5. Hasil uji steroid dan terpenoid
Gambar 6. Zona hambat ekstrak etanol daun tembakau sampel A terhadap bakteri S. aureus dan E

Referensi

Dokumen terkait

Sejalan dengan turunnya tutupan karang dan rekrutmen karang akibat pemutihan karang, kelimpahan dan biomassa ikan terumbu juga mengalami penurunan di TWP Gili

Menurut Soejtiningsih, (dalam Baniyah 2009:3) faktor yang mempengaruhi tingkat kemandirian anak pra sekolah terbagi menjadi dua faktor yaitu : Faktor internal merupakan

3,6 Terbatasnya kemampuan tuba fallopi untuk mengembang menyebabkan kehamilan ektopik mengalami ruptur tuba sehingga dapat timbul perdarahan ke dalam kavum

Organizational Citizenship Behavior (OCB) merupakan suatu perilaku positif individu dalam organisasi, yaitu suatu bentuk kedesiaan secara sadar dan sukarela untuk

Aplikasi sistem penerjemah gerakan sandi Semaphore virtual ini dirancang dengan menggunakan sistem boolean untuk menentukan hasil terjemahan dari gerakan

Poligami diharuskan dalam Islam. Pelaksanaannya memberikan manfaat bagi menjaga kemaslahatan hubungan kekeluargaan. Dari sudut yang lain, poligami boleh menimbulkan krisis

SKEMA SERTIFIKASI PENGARAH SENI DIGITAL (DIGITAL ART DIRECTOR) adalah sertifkasi okupasi yang dikembangkan oleh komite SKEMA LSP Politeknik Negeri Media Kreatif atas

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keterlaksanaan kurikulum 2013 pada mata pelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan (PJOK) di SMP dan MTs Negeri se-Kecamatan