Betty Susanti
1dan Reini D. Wirahadikusumah
21
Mahasiswa Program Studi Doktor Teknik Sipil, Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha 10 Bandung Email: [email protected]
2
Staf Pengajar Program Studi Teknik Sipil, Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha 10 Bandung Email: [email protected]
ABSTRAK
Pemilihan metode kontrak pada proyek pekerjaan jalan bertujuan untuk mengatur dan memastikan kualitas pelayanan jalan yang dihasilkan. Terdapat berbagai metode kontrak yang umum digunakan pada proyek pekerjaan jalan, mulai dari kontrak yang mengatur input, output, sampai dengan outcome dari pekerjaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi metode kontrak pekerjaan jalan yang berpotensi meningkatkan kualitas pelayanan jalan. Pembahasan penelitian ini dilakukan terhadap ruas jalan Kabupaten/Kota dan jalan provinsi, dengan studi kasus dilakukan di Provinsi Jawa Barat. Tahap awal pelaksanaan penelitian ini adalah melakukan survey untuk mengidentifikasi kondisi pelayanan jalan serta metode kontrak pekerjaan jalan yang diterapkan saat ini. Selanjutnya dilakukan analisis terhadap hasil survey untuk memberikan deskripsi mengenai pengaruh pemilihan metode kontrak yang selama ini digunakan terhadap kualitas pelayanan jalan yang ada. Hasil survey awal yang dilakukan terhadap kondisi jalan menunjukkan bahwa sebanyak 5% ruas jalan Provinsi Jawa Barat, 23% ruas jalan Kota Bandung, serta 47,42% ruas jalan Kabupaten Bandung berada dalam kondisi pelayanan tidak mantap (kondisi jalan rusak ringan dan rusak berat). Survey terhadap pemilihan metode kontrak proyek pekerjaan jalan menunjukkan bahwa metode kontrak tradisional Design-Bid-Build untuk pekerjaan pembangunan, peningkatan, dan rehabilitasi jalan; serta sistem swakelola untuk pekerjaan pemeliharaan rutin jalan, selama ini selalu digunakan oleh pihak Bina Marga. Pembahasan penelitian dilakukan berdasarkan analisis perbandingan antara penerapan metode kontrak trandisional terhadap metode kontrak pekerjaan jalan lainnya untuk mengidentifikasi metode kontrak yang berpotensi meningkatkan kualitas pelayanan jalan menjadi lebih baik. Hasil kajian menunjukkan bahwa metode kontrak Design-Bid-Build dan Design-Build yang dikombinasikan dengan mekanisme kontrak garansi, dan metode Kontrak Berbasis Kinerja, merupakan beberapa pendekatan kontrak yang dapat diterapkan untuk mencapai kualitas jalan yang lebih baik pada pekerjaan penanganan jalan Kabupaten/Kota maupun jalan Provinsi di Jawa Barat.
Kata kunci: kontrak, kualitas, jalan 1. PENDAHULUAN
Jalan memiliki peran yang sangat besar dalam mendukung aksesibilitas dan mobilitas masyarakat. Kualitas jalan yang baik sebagai sarana transportasi mempunyai peran penting dalam mendukung peningkatan ekonomi, sosial dan budaya masyarakat. Dalam upaya mewujudkan kualitas jalan yang baik, pemerintah telah melakukan berbagai upaya penanganan terhadap semua ruas jalan yang ada untuk meningkatkan aksesibilitas dan mobilitas masyarakat, yang pada akhirnya akan berdampak pada peningkatan kualitas ekonomi, sosial dan budaya masyarakat.
Upaya pemerintah daerah Kabupaten/Kota Bandung dan Provinsi Jawa Barat dalam mewujudkan infrastruktur jalan yang handal dilaksanakan dalam bentuk pembangunan jalan, peningkatan jalan, rehabilitasi jalan, serta pemeliharaan jaringan jalan yang ada. Pemerintah juga menyediakan dana yang tidak sedikit untuk mewujudkan jalan yang berada dalam kondisi mantap. Namun kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa kualitas jalan yang ada terus mengalami penurunan, sehingga dibutuhkan upaya penanganan dan biaya yang besar setiap tahun. Hal ini berpotensi menimbulkan inefisiensi sumber daya bagi pihak pemerintah maupun masyarakat pengguna jalan, sehingga perlu dilakukan identifikasi terhadap berbagai permasalahan pada mekanisme penanganan jalan yang selama ini diterapkan.
Pada tahun 2012, pemerintah Kota Bandung dan Provinsi Jawa Barat masing – masing menganggarkan dana APBD sebesar Rp. 84.000.000.000,- dan Rp. 521.000.000.000,- hanya untuk melaksanakan pekerjaan rehabilitasi dan pemeliharaan jalan sepanjang 5% dari total panjang jalan Kota dan Provinsi yang ada. Berdasarkan pengalaman pada tahun – tahun sebelumnya, besarnya biaya yang dikeluarkan tidak menjamin kualitas dan kinerja jalan yang lebih baik. Masih sering terjadi kerusakan dini pada struktur perkerasan jalan
karena faktor cuaca, drainase di sepanjang sisi jalan tidak berfungsi dengan baik, serta tonnase yang berlebih. Selain itu, metode kontrak untuk proyek pekerjaan jalan yang digunakan selama ini juga masih belum berorientasi kepada kualitas dan kinerja jalan. Pemerintah masih menerapkan sistem kontrak Desain – Bid – Build (DBB) serta sistem swakelola untuk pekerjaan penanganan jalan. Kedua pendekatan tersebut memiliki kelemahan dalam aspek orientasi kerja, organisasi kontrak, pengaturan risiko, peran pihak pengguna jasa (owner), serta dukungan terhadap pengembangan inovasi, sehingga kualitas jalan yang dihasilkan tidak bertahan lama dan membutuhkan biaya penanganan yang makin besar pada tahun – tahun berikutnya. Untuk itu, perlu dilakukan evaluasi terhadap penerapan metode kontrak yang selama ini digunakan sehingga dapat diidentifikasi metode kontrak yang lebih berorientasi terhadap kualitas dan kinerja jalan yang lebih baik serta berpotensi menghasilkan efisiensi biaya bagi pihak pemerintah.
2. JENIS KONTRAK PROYEK PEKERJAAN JALAN
Terdapat berbagai metode kontrak konstruksi yang umum digunakan untuk proyek pekerjaan jalan, seperti metode kontrak Design-Bid-Build (DBB), kontrak Design-Build (DB), Kontrak Bergaransi (Warranty Type Contract), hingga Kontrak Berbasis Kinerja (KBK) atau Performance Based Contract (PBC). Selain berbagai pendekatan kontrak tersebut, sistem swakelola atau pelaksanaan menggunakan sumber daya sendiri juga umum diterapkan pada proyek pekerjaan jalan. Masing – masing metode kontrak tersebut memiliki karakteristik yang berbeda, sehingga berdampak pada orientasi terhadap kualitas jalan dan efisiensi biaya proyek juga berbeda.
Kontrak Design-Bid-Build (DBB) merupakan metode kontrak konstruksi konvensional yang paling sering dan telah lama digunakan oleh pemerintah pada berbagai proyek pekerjaan jalan. Pada metode kontak DBB, pekerjaan desain harus diselesaikan terlebih dahulu sebelum pekerjaan konstruksi dilaksanakan. Pekerjaan lelang dilakukan secara terpisah dan bertahap untuk menentukan pihak penyedia jasa yang akan melaksanakan pekerjaan desain, pekerjaan konstruksi dan pekerjaan pengawasan. Kontrak jenis ini mengatur input pekerjaan, seperti pemilihan material dan metode pelaksanaan konstruksi. Pemilihan penyedia jasa selalu didasarkan pada penawaran harga terendah. Pada umumnya sistem pembayaran kepada penyedia jasa didasarkan pada harga satuan (unit price).
Selain metode kontrak Design-Bid-Build, metode kontrak Design-Build (DB) juga dapat diterapkan untuk proyek pekerjaan jalan. Pada metode kontrak Design-Build, pekerjaan desain dan pelaksanaan konstruksi dikontrakkan kepada satu pihak penyedia jasa. Penyedia jasa dimaksud dapat berupa satu perusahaan tunggal, konsorsium, joint venture, atau bentuk organisasi lainnya. Pemerintah selaku owner hanya bertangung jawab terhadap pendanaan, operasional, serta pemeliharaan jalan. Pada umumnya, pekerjaan desain dan pelaksanaan konstruksi pada jenis kontrak ini dilakukan secara tumpang tindih.
Proyek pekerjaan jalan juga dapat menerapkan metode kontrak bergaransi (warranty type contract). Kontrak bergaransi ini pada dasarnya bertujuan untuk memberikan kepastian kepada pemerintah selaku owner bahwa hasil pekerjaan kontraktor akan mencapai usia layanan yang direncanakan dan menjamin jika terjadi kegagalan bangunan. Untuk itu, kontraktor diwajibkan untuk menyediakan Jaminan Kinerja atau
Performance Bond. Besarnya jaminan harus disesuaikan dengan tingkat tanggung jawab kontraktor terhadap kegagalan bangunan, serta harus mempertimbangkan peran kontraktor dalam penyusunan desain, konstruksi, dan pemeliharaan jangka panjang terhadap struktur perkerasan jalan selama berlakunya garansi. Jenis kontrak lain yang dapat digunakan untuk proyek pekerjaan jalan adalah Kontrak Berbasis Kinerja (KBK) atau Performance Based Contract (PBC). Jenis kontrak ini masih merupakan kontrak inovatif dan baru mulai diterapkan pada proyek konstruksi jalan nasional di Indonesia sejak tahun 2010. KBK merupakan jenis kontrak konstruksi yang memiliki karakteristik yang spesifik, dimana kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan pemeliharaan dilakukan secara terintegrasi oleh satu pihak penyedia jasa, dilaksanakan dalam tahun jamak, serta pembayaran dilakukan dengan sistem lumpsum (Balitbang Pusjatan, 2006). Penyedia jasa tidak lagi berorientasi kepada input pekerjaan, tetapi harus berorientasi kepada output dan outcome dari produk yang dihasilkan. Pembayaran kepada pihak penyedia jasa diukur berdasarkan output dan outcome dari pekerjaannya, serta mengenal mekanisme insentif dan penalty.
Kontrak Berbasis Kinerja merupakan salah satu pilihan yang dapat digunakan untuk berbagai proyek pekerjaan penanganan jaringan jalan. Melalui penerapan KBK, kualitas pelayanan jalan dapat lebih terjamin dan efisiensi biaya untuk kegiatan perbaikan jalan dapat ditingkatkan. Hal ini telah dibuktikan oleh berbagai praktek sukses penerapan KBK di berbagai negara, dimana terjadi peningkatan kualitas pelayanan atau kinerja jalan dan dihasilkan penghematan biaya yang cukup signifikan (Pakkala 2002, Segal et al 2003, Stakenvich et al 2005, Zietlow 2005). Data hasil penerapan KBK dari berbagai negara menunjukkan angka penghematan biaya proyek konstruksi jalan berkisar antara 10 % sampai dengan 40 % (Pakkala, 2005, dalam World Bank Transport Note No. TN-27).
Selain jenis kontrak diatas, pemerintah juga melakukan pekerjaan penanganan jalan dengan sistem swakelola. Pada sistem swakelola, pemerintah melakukan pekerjaan penanganan jalan menggunakan sumber dayanya sendiri. Pengadaan material dilaksanakan sesuai dengan ketentuan mengenai pengadaan barang dan jasa pemerintah, sedangkan untuk tenaga kerja dan peralatan menggunakan sumber daya dan berbagai unit peralatan yang tersedia di Dinas Bina Marga. Pemerintah selaku owner memiliki peran yang besar dalam menjalankan proyek, mulai dari menjalankan fungsi pelaksana hingga fungsi pengawasan. Saat ini sistem swakelola hanya diterapkan pada pekerjaan pemeliharaan rutin jalan.
Masing – masing pendekatan kontrak diatas memiliki karakteristik yang berbeda – beda. Untuk itu, pemilihan jenis kontrak yang tepat untuk jenis pekerjaan penanganan jalan tertentu akan sangat mempengaruhi kualitas jalan yang dihasilkan serta efisiensi biaya siklus hidup proyek jalan itu sendiri. 3. JENIS DAN MEKANISME PENANGANAN JALAN
Untuk mewujudkan infrastruktur jalan yang berada dalam kondisi mantap dan mampu memenuhi Kriteria Standar Pelayanan Minimal, pemerintah melalui Dinas Bina Marga Kabupaten/Kota dan Provinsi wajib menjalankan berbagai program pelayanan pengelolaan atau penanganan jalan. Adapun ruang lingkup dan jenis program penanganan jalan meliputi pekerjaan pembangunan jalan, peningkatan jalan, rehabilitasi jalan (pemeliharaan berkala), serta pemeliharaan rutin jalan. Pembangunan jalan merupakan upaya pelaksanaan pembangunan jalan pada lokasi baru dengan kemampan struktural mantap maupun tidak mantap (seperti jalan kerikil dan jalan tanah) dengan tujuan untuk memperluas jangkauan pelayanan jaringan jalan. Untuk jaringan jalan yang sudah tersedia, program penanganan jalan dapat berupa peningkatan jalan, rehabilitasi jalan, maupun pemeliharaan rutin jalan. Peningkatan jalan dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan struktural dan atau kapasitas jalan yang disesuaikan dengan perkembangan jumlah dan beban berulang lalu lintas. Untuk jalan yang sudah berada dalam kondisi mantap atau kondisi sedang, dilakukan pekerjaan perbaikan dan perawatan secara berkala atau rehabilitasi. Tujuan dilakukannya pemeliharaan berkala adalah untuk mengembalikan kondisi jalan ke kondisi baik agar lalu lintas dapat dilayani sesuai dengan lingkungan dalam batas repetisi beban standar maupun kemampuan struktur yang telah direncanakan. Sedangkan pemeliharaan rutin jalan merupakan pekerjaan perbaikan dan perawatan secara terus menerus terhadap jalan yang berada dalam kondisi mantap atau kondisi baik, agar lau lintas dapat dilayani sesuai dengan lingkungan dalam batas repetisi beban standar maupun kemampuan struktur yang telah direncanakan.
Penentuan jenis dan mekanisme penanganan jalan didasarkan pada kondisi atau kemantapan jalan, seperti ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Kriteria Kebutuhan Penanganan Jalan
Kondisi Jalan Tingkat Pelayanan Kebutuhan Pelayanan Mantap Tidak Mantap Kritis
Baik √ Pemeliharaan Rutin
Sedang √ Pemeliharaan Berkala
Rusak Ringan √ Rehabilitasi / Peningkatan
Rusak Berat √ Rekonstruksi
Kebutuhan penanganan jalan juga didasarkan pada penurunan kinerja pelayanan jalan. Model penurunan kinerja pelayanan jalan beserta kebutuhan penanganan jalan dapat digambarkan seperti pada Gambar 1.
Gambar 1. Model Penurunan Kinerja Pelayanan dan Kebutuhan Penanganan Jalan Sumber: Ditjen Bina Marga, 2011
4. STUDI KASUS: JENIS KONTRAK DAN MEKANISME PENANGANAN JALAN
Studi kasus penelitian ini dilakukan pada Dinas Bina Marga Kabupaten Bandung, Kota Bandung, serta Provinsi Jawa Barat. Pengamatan dilakukan terhadap jumlah dan kondisi jalan, jenis kegiatan penanganan jalan yang dilakukan, jenis kontrak yang digunakan untuk setiap jenis kegiatan penanganan jalan, serta struktur organisasi dari masing – masing instansi.
Kabupaten Bandung
Jumlah panjang jalan di Kabupaten Bandung sampai dengan awal tahun 2011 adalah sepanjang 1.134,43 km. Dari total panjang tersebut, sebanyak 32,62% atau 370,04 km berada dalam kondisi baik; 19,96% atau sepanjang 226,38 km berada dalam kondisi sedang; 27,26% atau 309,21 km berada dalam kondisi rusak ringan; serta 20,16% atau sepanjang 228,8 km berada dalam kondisi rusak berat. Sesuai dengan kondisi jalan, program penanganan jalan yang dilakukan oleh Dinas Bina Marga Kabupaten Bandung terdiri dari kegiatan pemeliharaan rutin, pemeliharaan berkala atau rehabilitasi jalan, serta peningkatan jalan. Untuk beberapa ruas jalan yang belum menghubungkan pusat kegiatan lokal, dilakukan pekerjaan pembangunan jalan dengan perkerasan kerikil atau perkerasan tanah.
Proyek pekerjaan pembangunan, peningkatan, serta rehabilitasi jalan menggunakan jenis kontrak Design-Bid-Build (DBB). Pemilihan penyedia jasa pelaksana desain, pelaksana konstruksi, serta pengawas konstruksi dilakukan melalui proses lelang, dan berdasarkan penilaian penawaran harga terendah. Pembayaran kepada penyedia jasa berdasarkan sistem harga satuan dan dilakukan dengan sistem termin, yang diukur berdasarkan volume pekerjaan yang dihasilkan oleh pihak penyedia jasa. Sedangkan untuk pekerjaan pemeliharaan rutin, dilakukan dengan mekanisme swakelola. Tenaga kerja dan peralatan untuk pelaksanaan pekerjaan berasal dari Dinas Bina Marga Kabupaten Bandung. Tenaga kerja untuk pelaksanaan pemeliharaan rutin terdiri dari dua kategori, yaitu pekerja yang melakukan pekerjaan fisik (dikontrak langsung oleh Dinas Bina Marga secara perseorangan) dan pekerja yang melakukan pengawasan di lapangan (karyawan tetap Dinas Bina Marga). Ketersediaan peralatan meliputi truck, dump truck, mesin gilas, excavator, wheel loader, dan unit pencampur aspal tipe continuous plant.
Proyek pekerjaan pembangunan, peningkatan, serta rehabilitasi jalan di Kabupaten Bandung ditentukan berdasarkan hasil Musrenbang serta Rencana Strategis Kabupaten. Musrenbang akan menghasilkan keputusan usulan ruas jalan yang membutuhkan penanganan kepada Bappeda Kabupaten. Sedangkan Rencana Strategis Kabupaten akan merekomendasikan kebutuhan penanganan jalan pada ruas – ruas jalan berdasarkan tingkat kebutuhan terhadap jalan, seperti status fungsi jalan, volume lalu lintas, dan pertimbangan pengembangan daerah. Selanjutnya pihak Bappeda dan Dinas Bina Marga Kabupaten Bandung akan menentukan jenis pekerjaan penanganan jalan dalam satu tahun anggaran, sesuai dengan kebutuhan dan Renstra Dinas Bina Marga Kabupaten. Kegiatan penanganan jalan di Kabupaten Bandung diprioritaskan untuk pekerjaan pemeliharaan jalan dan penanganan jalan pada kondisi yang paling buruk terlebih dahulu dan disesuaikan dengan ketersediaan anggaran. Pemeliharaan rutin dilakukan setiap tahun, sedangkan pemeliharaan berkala atau rehabilitasi jalan dilakukan setiap 4 (empat) tahun sekali pada ruas jalan yang sudah dilakukan pemeliharaan rutin selama 3 (tiga) tahun berturut – turut. Untuk kondisi jalan yang berada dalam kondisi rusak parah, dilakukan pekerjaan peningkatan jalan.
Anggaran dana untuk pelaksanaan proyek pekerjaan jalan di Kabupaten Bandung berasal dari APBD Kabupaten, ditambah bantuan APBD Provinsi dan bantuan APBN. Proyek pekerjaan jalan dapat
dilaksanakan jika angaran dana sudah tersedia dan disetujui. Proyek dimulai dengan kegiatan lelang untuk menentukan pihak penyedia jasa perencana. Setelah dokumen desain dan perencanaan selesai disusun, selanjutnya dilakukan proses lelang untuk menentukan pihak pelaksana dan pengawas konstruksi. Keseluruhan proses lelang biasanya membutuhkan waktu sekitar 4 (empat) sampai dengan 6 (enam) bulan. Hal ini berdampak terhadap semakin menurunnya kondisi jalan serta berkurangnya waktu untuk penyelesaian pekerjaan fisik, sehingga hasil pekerjaan penyedia jasa pelaksana konstruksi menjadi tidak bertahan lama.
Program penyelenggaraan dan penanganan jalan di Kabupaten Bandung dilaksanakan sesuai dengan struktur organisasi, seperti digambarkan pada Gambar 2.
Gambar 2. Struktur Organisasi Dinas Bina Marga Kabupaten Bandung
Kota Bandung
Panjang total jaringan jalan Kota Bandung sampai dengan tahun 2011 adalah 1.222 km. Dari total panjang tersebut, sebanyak 281 km atau hampi 23% berada dalam keadaan rusak, sedangkan 77% berada dalam kondisi mantap (kondisi jalan baik dan sedang). Pada tahun 2012, pemerintah Kota Bandung menganggarkan dana sebanyak Rp. 1.000.000.000.000,- untuk pendanaan proyek pekerjaan penanganan jalan. Penanganan jalan diprioritaskan pada ruas – ruas jalan yang mengalami rusak parah. Dari total anggaran yang ada, sebanyak Rp. 84.000.000.000,- dialokasikan khusus untuk pekerjaan rehabilitasi dan peningkatan beberapa ruas jalan yang berada dalam kondisi rusak. Dana tersebut akan diserap untuk penanganan sebanyak 62 km jalan dan terbagi atas 133 paket pengerjaan. Sedangkan sisa dana akan dialokasikan untuk pekerjaan pemeliharaan rutin jalan.
Pekerjaan pemeliharaan rutin jalan dilakukan menggunakan sistem swakelola. Dinas Bina Marga Kota Bandung melaksanakan pekerjaan pemeliharaan jalan menggunakan sumber dayanya sendiri, baik tenaga kerja maupun peralatan. Sedangkan proyek pekerjaan rehabilitasi dan peningkatan jalan dilakukan menggunakan metode kontrak Design-Bid-Build. Dinas Bina Marga selaku owner proyek pekerjaan jalan melakukan lelang untuk pemilihan penyedia jasa perencana. Pihak penyedia jasa yang dinyatakan sebagai pemenang lelang harus menyusun perencanaan dan desain proyek sampai batas waktu yang ditetapkan. Setelah dokumen perencanaan dan desain selesai disusun, pihak Bina Marga Kota Bandung selanjutnya melaksanakan lelang untuk memilih penyedia jasa pelaksana dan pengawas konstruksi. Waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan seluruh kegiatan lelang dapat mencapai selama 6 (enam) bulan. Penyedia jasa pelaksana dan pengawas konstruksi wajib melaksanakan pekerjaan sesuai dengan dokumen desain yang telah ditetapkan dan disetujui oleh owner. Pemilihan pihak penyedia jasa dilakukan berdasarkan penilaian harga penawaran terendah. Kontrak kepada penyedia jasa menerapkan sistem harga satuan dan pembayaran dilakukan menggunakan sistem termin, dimana pembayaran pada setiap termin disesuaikan dengan volume dari pekerjaan yang dihasilkan oleh pihak penyedia jasa.
Lamanya proses lelang pada proyek rehabilitasi dan peningkatan jalan Kota Bandung berdampak pada tertundanya dan singkatnya waktu pelaksanaan pekerjaan fisik jalan. Pihak penyedia jasa pelaksana bahkan berisiko melaksanakan pekerjaan proyek pada musim hujan. Selain itu, lamanya waktu lelang juga berdampak pada kondisi jalan yang semakin menurun, sehingga penanganan jalan yang dilaksanakan oleh pihak pelaksana konstruksi tidak dapat mencapai kinerja jalan yang diharapkan untuk jangka waktu yang lama. Akibatnya kualitas jalan yang dihasilkan tidak bertahan lama, bahkan berpotensi mengalami kerusakan dini.
Program penyelenggaraan dan penanganan jalan di Kota Bandung dilaksanakan sesuai dengan struktur organisasi berikut:
Gambar 3. Struktur Organisasi Dinas Bina Marga Kota Bandung Provinsi Jawa Barat
Kewenangan Dinas Bina Marga Provinsi dalam penyelenggaraan sistem jaringan jalan primer di Provinsi Jawa Barat sampai dengan tahun 2011 adalah sepanjang 2.191,29 km. Dari total panjang jaringan jalan yang ada, sebanyak 108 km atau 5% berada dalam kondisi rusak. Pemerintah mengganggarkan dana sebesar Rp. 521.000.000.000,-, yang dialokasikan untuk pekerjaan peningkatan dan rehabilitasi jalan yang mengalami kerusakan. Proyek pekerjaan peningkatan dan rehabilitasi jalan tersebut menggunakan metode kontrak Design-Bid-Build. Penyedia jasa yang melaksanakan pekerjaan desain, pelaksanaan konstruksi, dan pengawasan dipilih melalui proses lelang, berdasarkan penilaian penawaran harga terendah. Jumlah waktu rata - rata yang dibutuhkan untuk melaksanakan seluruh pekerjaan lelang adalah sekitar 4 (empat) bulan. Pembayaran kepada penyedia jasa berdasarkan harga satuan dan dilaksanakan berdasarkan termin.
Besarnya biaya yang dibutuhkan untuk pekerjaan penanganan jalan menyebabkan Dinas Bina Marga Provinsi harus melakukan prioritas penanganan jalan. Pekerjaan penanganan jalan diprioritaskan pada ruas – ruas jalan yang berada dalam kondisi rusak terlebih dahulu. Bahkan program penanganan pada beberapa ruas jalan hanya dapat dilakukan sebatas penyusunan dokumen perencanaan dan desain, karena belum tersedia anggaran yang mencukupi untuk pelaksanaan pekerjaan fisik jalan dimaksud. Terdapat beberapa dokumen perencanaan dan desain jalan provinsi yang dapat mencapai usia hingga 5 (lima) tahun hingga pekerjaan fisiknya dapat direalisasikan.
Program penanganan jalan juga dilaksanakan dalam bentuk pemeliharaan rutin jalan. Proyek pekerjaan pemeliharaan rutin dilaksanakan setiap tahun pada ruas – ruas jalan yang berada dalam kondisi baik dan dilaksanakan secara swakelola melalui Unit Pelaksana Teknis Daerah atau Balai Pengelolaan Jalan (BPJ). Tenaga kerja dan peralatan untuk pelaksanaan pekerjaan tersedia di Dinas Bina Marga dan Balai Pengelola Jalan. Terdapat 6 (enam) Balai Pengelola Jalan di Provinsi Jawa Barat yang bertugas menyelenggarakan sebagian fungsi Dinas Bina Marga di bidang pelayanan pengelolaan jalan. Pekerjaan pemeliharaan jalan
pada umumnya tidak membutuhkan dokumen desain dan perencanaan, sehingga hanya dilaksanakan sesuai dengan Prosedur Standar Operasional.
Program penyelenggaraan dan penanganan jalan di Provinsi Jawa Barat dilaksanakan sesuai dengan struktur organisasi, seperti digambarkan pada Gambar 4.
Gambar 4. Struktur Organisasi Dinas Bina Marga Provinsi Jawa Barat 5. PENGARUH PEMILIHAN METODE KONTRAK TERHADAP KUALITAS JALAN
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap pemilihan jenis kontrak serta mekanisme penanganan jalan yang dilakukan oleh Dinas Bina Marga Kabupaten/Kota serta Provinsi Jawa Barat, kontrak jenis Design-Bid-Build selalu digunakan untuk pekerjaan pembangunan, peningkatan, serta rehabilitasi jalan. Sedangkan sistem swakelola selalu digunakan untuk pekerjaan pemeliharaan rutin jalan.
Berdasarkan karakteristiknya, metode kontrak Design-Bid-Build memiliki kelemahan terkait dengan efisiensi waktu, biaya, dan kualitas hasil pekerjaan. Waktu yang dibutukan untuk pelaksanaan lelang lebih lama karena pelelangan penyedia jasa dilakukan secara terpisah. Terpisahnya paket pekerjaan desain dan konstruksi tidak memungkinkan dilakukannya tumpang tindih paket pekerjaan yang dikontrakkan, sehingga waktu pelaksanaan pekerjaan konstruksi sangat tergantung dari waktu penyelesaian desain dan bahkan dapat tertunda. Berbagai pengalaman praktek di Dinas Bina Marga yang ditinjau menunjukkan bahwa waktu mulai pelaksanaan pekerjaan konstruksi pada proyek yang menerapkan metode Design-Bid-Build seringkali tertunda, karena total waktu yang dibutuhkan untuk pelaksanaan lelang pada umumnya adalah selama 6 (enam) bulan.
Mekanisme desain dan pekerjaan konstruksi yang dilakukan secara terpisah dan dilaksanakan oleh penyedia jasa yang berbeda juga berdampak pada risiko yang berkaitan dengan kualitas bukan menjadi tanggung jawab kontraktor selaku pelaksana konstruksi, karena kontraktor tidak terlibat dalam penyusunan desain dan metode pelaksanaan konstruksi. Selain itu, mekanisme pada kontrak Design-Bid-Build mengatur mengenai input pekerjaan, sehingga tidak mendukung pengembangan inovasi bagi pihak penyedia jasa. Pendekatan Design-Bid-Build juga membutuhkan lebih banyak pekerja dari sisi pemerintah selaku owner pada proyek pekerjaan jalan, yaitu untuk menjalankan berbagai fungsi tugasnya, baik pada kegiatan penawaran, inspeksi, serta pemeliharaan jalan. Secara keseluruhan, pendekatan Design-Bid-Build mempunyai peluang yang rendah terhadap pencapaian efisiensi biaya siklus hidup (life cycle cost) dari proyek.
Selalu digunakannya metode kontrak Design-Bid-Build pada proyek pekerjaan pembangunan, peningkatan, dan rehabilitasi jalan, dapat disebabkan oleh struktur organisasi Dinas Bina Marga yang memisahkan fungsi perencanaan, pembangunan, serta pemeliharaan jalan. Sebagai akibatnya, pelaksanaan masing – masing pekerjaan tersebut juga secara tidak langsung menjadi tanggung jawab pihak yang berbeda. Padahal terdapat mekanisme yang memungkinkan dicapainya efisiensi, seperti menggabungkan dua atau tiga kegiatan tersebut secara sekaligus kedalam satu divisi atau bagian dalam struktur organisasi, atau menerapkan kontrak yang menggabungkan beberapa pekerjaan tersebut dalam satu kontrak sekaligus, seperti pada metode kontrak Design-Build serta Kontrak Berbasis Kinerja.
Metode kontrak Design-Build merupakan salah satu jenis kontrak yang dapat diterapkan untuk melaksanakan pekerjaan pembangunan, peningkatan, dan rehabilitasi jalan. Penerapan metode kontrak Design-Build memiliki efisiensi dan efektifitas pada aspek waktu, biaya, dan kualitas jalan yang dihasilkan. Ditinjau dari aspek waktu, metode kontrak DB memberikan efisiensi yang cukup signifikan, karena pekerjaan desain dan konstruksi dapat dilakukan secara tumpang tinding, sehingga pekerjaan konstruksi sudah dapat dimulai meskipun pekerjaan desain dan perencanaan belum selesai disusun seluruhnya. Karena pekerjaan desain diserahkan kepada pihak penyedia jasa yang juga bertanggung jawab melaksanakan pekerjaan konstruksi, maka kualitas hasil pekerjaan menjadi risiko yang harus ditanggung oleh pihak penyedia jasa selama masa kontrak. Mekanisme ini juga dapat mengurangi konflik dan klaim akibat ketidaksesuaian desain dengan kondisi aktual di lapangan. Adanya keterlibatan kontraktor dalam penyusunan desain, akan lebih mendorong pengembangan inovasi, terutama terkait dengan pemilihan material dan metode pelaksanaan konstruksi.
Meskipun metode Design-Build berorientasi kepada efisiensi dan efektifitas waktu, biaya, dan kualitas pekerjaan, namun tidak semua proyek pekerjaan jalan tepat menggunakan metode ini. Metode kontrak ini direkomendasikan hanya untuk proyek pekerjaan jalan yang membutuhkan percepatan atau akselerasi, lingkup pekerjaan dan persyaratan kinerja yang sudah jelas, koordinasi dapat dilaksanakan dengan baik, serta risiko terkait dengan kondisi yang tidak dapat diduga (unforeseen condition) harus rendah.
Metode kontrak Design-Bid-Build maupun Design-Build pada umumnya hanya berlangsung untuk proyek yang bukan bersifat kontrak tahun jamak (multi years). Kedua metode kontrak tersebut hanya memberikan jaminan kualitas jalan selama masa kontrak yang singkat. Untuk mengatasi singkatnya masa jaminan atas kualitas hasil pekerjaan pihak penyedia jasa, penerapan kedua kontrak ini dapat dikombinasikan dengan kontrak bergaransi. Kombinasi antara kontrak Design-Bid-Build atau Design-Build dengan kontrak bergaransi akan mengarahkan pihak penyedia jasa untuk menghasilkan kualitas pekerjaan yang lebih baik, karena risiko yang terkait dengan kualitas hasil pekerjaan menjadi tanggung jawab penyedia jasa untuk jangka waktu yang lebih lama, sesuai dengan lamanya masa garansi.
Kontrak alternatif lain yang dapat diterapkan untuk pekerjaan penanganan jalan adalah Kontrak Berbasis Kinerja. Penerapan KBK pada proyek pekerjaan jalan di Indonesia merupakan hal yang relatif baru. Tinjauan terhadap aspek hukum, penganggaran, serta organisasi mendukung penerapan KBK untuk proyek pekerjaan jalan di Indonesia. Ditinjau dari aspek hukum, penerapan KBK sejalan dengan berbagai peraturan perundang-undangan di Indonesia, seperti UU No. 18/1999, tentang Jasa Konstruksi, pasal 16 ayat 3; Peraturan Presiden No. 70/2005 tentang perubahan ketiga atas Kepres No. 80/2003, tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang / Jasa Pemerintah, pasal 30 ayat 1 dan 5; serta UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara. Tinjauan pada aspek penganggaran memungkinkan Kontrak Berbasis Kinerja untuk diterapkan, karena kontrak tersebut diterapkan pada tahun jamak (multi years), maka terdapat kepastian ketersediaan pendanaan untuk kegiatan penanganan jalan hingga beberapa tahun kedepan. Sedangkan tinjauan pada aspek organisasi juga memungkinkan KBK untuk diterapkan pada berbagai tingkatan organisasi pengguna jasa. Semakin tinggi tingkat organisasi yang menerapkan KBK, maka penggunaan sumber daya akan semakin efisien dan mengurangi birokrasi pada proses pengambilan keputusan (Rosyadi, dkk, 1999).
Penerapan Kontrak Berbasis Kinerja memberikan potensi yang besar dalam menghasilkan kualitas atau kinerja jalan yang lebih baik diiringi dengan menurunnya biaya siklus hidup proyek. Terintegrasinya berbagai kegiatan proyek kontruksi dalam satu paket kontrak dan masa kontrak yang panjang (multi years) memungkinkan pihak penyedia jasa untuk lebih berinovasi dalam menghasilkan produk konstruksi dengan kinerja yang baik, sistem kerja yang efektif, efisien, dan optimal. Sistem pembayaran lumpsum yang diiringi dengan adanya ketentuan insentif dan penalty atas kinerjanya, akan lebih mendorong pihak penyedia jasa menghasilkan pekerjaan dengan kualitas yang baik dan memenuhi kriteria kinerja yang telah ditetapkan. Kontrak Berbasis Kinerja yang dapat diterapkan mulai dari pekerjaan desain hingga pemeliharaan jalan dengan masa kontrak yang panjang, dapat memberikan tingkat pelayanan jalan yang maksimal, dengan biaya rata – rata pemeliharaan yang lebih efisien dibandingkan dengan biaya rata – rata pemeliharaan jaringan jalan yang menggunakan sistem kontrak konvensional (Design-Bid-Build maupun swakelola).
6. KESIMPULAN
Masih lemahnya kondisi infrastruktur jalan di Kabupaten/Kota maupun Provinsi di Jawa Barat disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satu penyebabnya adalah mekanisme penanganan jalan yang diterapkan selama ini masih belum berorientasi terhadap kualitas dan kinerja jalan yang lebih baik untuk jangka panjang. Struktur organisasi pihak penyelenggara jalan yang memisahkan tanggung jawab untuk pekerjaan perencanaan, pembangunan, dan pemeliharaan jalan, berdampak pada pemilihan metode kontrak yang digunakan untuk proyek pekerjaan jalan juga memisahkan ketiga fungsi tersebut. Penerapan kontrak yang
memisahkan masing – masing pekerjaan kepada penyedia jasa yang berbeda – beda dengan masa kontrak yang relatif singkat, seperti pada kontrak Design-Bid-Build yang selama ini digunakan, menyebabkan kualitas jalan bukan menjadi tanggung jawab pihak penyedia jasa. Pada akhirnya pemerintah harus melakukan pekerjaan pemeliharaan jalan secara terus – menerus setiap tahunnya. Terdapat mekanisme kontrak yang dapat mengarahkan pihak penyedia jasa untuk menyediakan jalan dengan kualitas yang lebih baik untuk waktu yang lebih panjang, seperti penerapan kontrak Design-Bid-Build dan Design-Build yang dikombinasikan dengan mekanisme kontrak bergaransi, atau penerapan Kontrak Berbasis Kinerja yang mendorong penyedia jasa untuk menghasilkan kualitas dan kinerja jalan yang lebih baik untuk jangka panjang.
DAFTAR PUSTAKA (DAN PENULISAN PUSTAKA)
Balitbang Pusjatan (2006). “Kajian Penerapan Kontrak Berbasis Kinerja untuk Konstruksi diatas Tanah Lunak”.. Bandung.
Collier, Keith. (2001). “Construction Contracts-Third Edition”, Pretice Hall, New Jersey.
Pakkala, P. (2002). "Innovative Project Delivery Methods for Infrastructure – An International Perspective", http://www-esd.worldbank.org/pbc_resource_guide/Docs-latest%20edition/cases-and-pdfs/pakkalae5.pdf.
Peraturan Presiden No. 70/2005 tentang perubahan ketiga atas Kepres No. 80/2003, tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang / Jasa Pemerintah
Rosyadi, dkk. (1999). “Kajian Penerapan Performance Based Ccontract (PBC) di Jalur Pantura Jawa Barat”, Prosiding Simposium XII FSTPT, Surabaya.
Segal, G.F., Moore, A. T., and McCarthy, S. (2003). “Contracting for Road and Highway Maintenance”, http://www-esd.worldbank.org/pbc_resource_guide/Docs-latest%20edition/cases-and-pdfs/htg21.pdf. Stankevich, N., Qureshi, N. dan Queiroz, C. (2005). “Performance-based Contracting for Preservation and
Improvement of Road Assets”, http://www-esd.worldbank.org/pbc_resource_guide/Docs-latest%20edition/PBC/trn_27_PBC_Eng_final_2005.pdf.
UU No. 18/1999, tentang Jasa Konstruksi UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara
Zietlow (2005). “Cutting Costs and Improving Quality through Performance-Based Road Management and Maintenance Contracts - The Latin American and OECD Experiences”, http://www-esd.worldbank.org/pbc_resource_guide/Docs-latest%20edition/cases-and-pdfs/PBRMC-05.pdf.