• Tidak ada hasil yang ditemukan

(STEAM PRESSURE AP SIFAT SEKOLAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "(STEAM PRESSURE AP SIFAT SEKOLAH"

Copied!
132
0
0

Teks penuh

(1)

K

KAJIAN P

P

PENGAR

PRESSURE

FISI

SE

INS

RUH PENG

E TREATM

IKOKIMI

SITI K

EKOLAH

STITUT P

GUKUSAN

TMENT) T

IA TEPUN

KHOMSA

H PASCAS

ERTANIA

BOGOR

2011

N BERTE

TERHADA

NG JAGUN

ATIN

SARJANA

AN BOGO

EKANAN

AP SIFAT

NG

A

OR

(STEAM

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul “Kajian Pengaruh Pengukusan Bertekanan (Steam Pressure Treatment) Terhadap Sifat Fisikokimia Tepung Jagung” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2011 Siti khomsatin NIM F251080051

(3)

ABSTRACT

SITI KHOMSATIN. Study of Effects of Steam Pressure Treatment on The Physicochemical Properties of Corn Flour. Supervised by SUGIYONO and BAMBANG HARYANTO

The objectives of this study were to study the effects of steam pressure treatments on physicochemical properties of corn flour and to apply corn flour for cookies production. The study was conducted in three stages. The first stage was production of corn flour through wet milling process. The second stage was the analysis of physicochemical properties of corn flours that were steam pressure treated for 10, 20, 30, 40, 50 and 60 minutes. The third stage was production of cookies using the pre-treated corn flour. The thermal properties showed that gelatinization transition temperatures (To, Tp, Tc) and gelatinization degrees increased but gelatinization enthalpy and temperature range decreased after steam pressure treatment when processing time increased. The decrease of the gelatinization enthalpy had been related to loss of crystallinity order within the flour granule. The rheological properties showed that maximum viscosity, hot paste viscosity, breakdown viscosity, cold paste viscosity and setback viscosity of pre-treated corn flour decreased after steam pressure treatment when processing time increased. The steam pressure treatment changed the gelatinization profile from B to C type. Correlation analyses showed that the maximum viscosity had positive correlation with swelling volume. The maximum viscosity, hot paste viscosity, breakdown viscosity, cold paste viscosity and setback viscosity had negative correlation with the gelatinization degrees. The swelling volume and water solubility of pre-treated corn flour were significantly affected by the steam pressure time. The swelling volume decreased but the water solubility increased. The steam pressure treatment did not give significant affects to water absorption capacity, amylose content, amilopectin content and moisture content of corn flour. The gelatinization degrees had positive correlation with the water solubility and the water absorption capacity but it had negative correlation with the swelling volume. The water solubility had negative correlation with the gelatinization enthalpy. Application of pre-treated corn flour for cookies production reduced sandiness of cookies. The sandiness of cookies had positive correlation with the gelatinization enthalpy but it had negative correlation with the gelatinization degrees.

Keywords: steam pressure treatment, corn flour, physicochemical properties, sandiness, cookies

(4)

RINGKASAN

SITI KHOMSATIN. Kajian Pengaruh Pengukusan Bertekanan (Steam Pressure Treatment) Terhadap Sifat Fisikokimia Tepung Jagung. Dibimbing oleh SUGIYONO dan BAMBANG HARYANTO

Jagung merupakan bahan pangan yang sangat potensial untuk dimanfaatkan menjadi berbagai produk olahan pangan. Jagung merupakan bahan pangan yang berperan penting dalam industri. Produksi jagung nasional lima tahun terakhir selalu mengalami peningkatan. Hal ini ditunjang dengan teknik budi daya jagung yang cukup mudah dan ketersediaan berbagai varietas unggul. Berbagai penelitian proses pembuatan tepung jagung dan modifikasi tepung jagung telah dilakukan. Hal ini bertujuan untuk menghasilkan karakteristik fisikokimia tepung jagung yang spesifik yang sesuai dengan karakteristik produk yang diinginkan. Salah satu cara modifikasi tepung jagung adalah pragelatinisasi. Beberapa manfaat tepung pragelatinisasi diantaranya tepung pragelatinisasi dapat digunakan sebagai pengental dan gelling agent, tepung pragelatinisasi memiliki indeks glikemik yang rendah sehingga cocok digunakan sebagai bahan baku pangan olahan untuk penderita diabetes, kelarutan tepung pragelatinisasi yang relatif tinggi dapat dimanfaatkan dalam proses pembuatan makanan pendamping ASI dan substitusi tepung jagung pragelatinisasi pada mi jagung dapat memperbaiki kekenyalan, kelengketan dan kekerasan mi jagung.

Tepung jagung dapat diolah menjadi produk bakery seperti biskuit dan cookies. Pemanfaatan tepung jagung menjadi biskuit dan cookies memiliki kendala dalam segi organoleptik khususnya tekstur. Produk tersebut seperti berpasir pada akhir rasa di mulut (sandiness). Karakteristik berpasir biskuit dan cookies diasumsikan karena tidak terjadi gelatinisasi tepung jagung yang sempurna. Penambahan air pada adonan dan peningkatan komposisi bahan seperti kuning telur dapat mengurangi karakteristik berpasir cookies tetapi penambahan air sampai 50 g dalam formulasi tepung 100 g menyebabkan adonan sulit dicetak. Karakteristik berpasir cookies juga ditemukan pada cookies hotong. Cara yang dilakukan untuk mengurangi karakteristik berpasir cookies hotong adalah dengan pengukusan bertekanan tepung hotong tanpa penambahan air menggunakan retort sebelum tepung hotong dibuat adonan. Berdasarkan kedua penelitian tersebut, dapat dikatakan bahwa gelatinisasi berpengaruh terhadap karakteristik berpasir biskuit dan cookies.

Dalam rangka meningkatkan pemanfaatan jagung pada berbagai produk pangan yang lebih luas maka diperlukan kajian sifat fisikokimia tepung jagung, khususnya tepung jagung pragelatinisasi. Aplikasi tepung jagung pragelatinisasi pada berbagai produk pangan olahan seperti cookies juga perlu diteliti karena untuk mengetahui pengaruh penggunaan tepung jagung pragelatinisasi dalam memperbaiki karakteristik cookies jagung yang dihasilkan khususnya karakteristik berpasir cookies jagung. Pada penelitian ini dilakukan proses pengukusan bertekanan menggunakan retort. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh proses pengukusan bertekanan terhadap sifat fisikokimia tepung jagung dan mengetahui pengaruh penggunaan tepung jagung pragelatinisasi terhadap karakteristik berpasir cookies. Penelitian dilakukan melalui tiga tahap yaitu

(5)

(1) Proses pembuatan tepung jagung dengan wet milling (2) Kajian pengaruh pengukusan bertekanan terhadap sifat fisikokimia tepung jagung. Proses pengukusan bertekanan dilakukan dengan retort pada suhu 121oC tekanan 1,3 bar selama 10, 20, 30, 40, 50, dan 60 menit (3) Aplikasi tepung jagung dalam pembuatan cookies. Pengukuran analisis gelatinisasi dilakukan dengan alat DSC (Differential Scanning Calorimetry) dan Brabender Amilograph.

Perlakuan pengukusan bertekanan yang diberikan pada tepung jagung NK 33 menghasilkan tepung jagung pragelatinisasi yang memiliki karakteristik gelatinisasi yang berbeda dengan tepung jagung kontrol. Suhu gelatinisasi (To, Tp, Tc) dan tingkat gelatinisasi (TG) meningkat sedangkan entalpi gelatinisasi (ΔH) dan range suhu gelatinisasi (R) menurun. Tepung jagung kontrol memiliki To 69,51oC, Tp 75,08oC, Tc 80,09oC sedangkan tepung jagung pragelatinisasi memiliki kisaran To 72,16-74,78oC, Tp 77,03-79,67oC, dan Tc 81,84-90,84oC. Entalpi gelatinisasi tepung jagung kontrol 5,18 J/g, sedangkan tepung jagung pragelatinisasi berkisar 4,45-4,24 J/g. Range suhu gelatinisasi tepung jagung kontrol 11,14 sedangkan tepung jagung pragelatinisasi berkisar 9,44-10,14. Tingkat gelatinisasi tepung jagung pragelatinisasi berkisar 14,09-18,15%. Suhu gelatinisasi dan tingkat gelatinisasi berkorelasi positif dengan kadar air tepung setelah pengukusan bertekanan sedangkan range suhu gelatinisasi dan entalpi gelatinisasi berkorelasi negatif dengan kadar air tepung setelah pengukusan bertekanan.

Perlakuan pengukusan bertekanan dalam retort mengakibatkan tipe profil gelatinisasi tepung jagung NK 33 bergeser dari tipe B menjadi tipe C, ditandai dengan tidak adanya viskositas puncak dan viskositas tidak mengalami penurunan bahkan meningkat selama pemanasan. Hal ini mengindikasikan bahwa tepung jagung pragelatinisasi lebih stabil terhadap proses pemanasan dibandingkan tepung jagung kontrol. Suhu awal gelatinisasi (SAG) tepung jagung pragelatinisasi meningkat sedangkan viskositas maksimum, viskositas pasta panas (VPP), viskositas breakdown (VB), viskositas pasta dingin (VPD) dan viskositas setback (VS) menurun. Suhu awal gelatinisasi tepung jagung kontrol 73,5oC sedangkan tepung jagung pragelatinisasi 75,0-77,7oC. Viskositas maksimum tepung jagung kontrol 571,0 BU sedangkan viskositas maksimum tepung jagung pragelatinisasi 174,0-95,0 BU. Viskositas pasta panas tepung jagung kontrol 494,0 BU sedangkan tepung jagung pragelatinisasi 132-233 BU. Viskositas breakdown tepung jagung kontrol 75 BU sedangkan tepung jagung pragelatinisasi 33-59 BU. Viskositas pasta dingin tepung jagung kontrol 1406 BU sedangkan tepung jagung pragelatinisasi 201-325 BU. Viskositas setback tepung jagung kontrol 900 BU sedangkan tepung jagung pragelatinisasi 60-106 BU. Suhu awal gelatinisasi berkorelasi positif dengan tingkat gelatinisasi. Viskositas maksimum berkorelasi positif dengan swelling volume. Tingkat gelatinisasi berkorelasi negatif dengan viskositas maksimum, viskositas pasta panas, viskositas breakdown, viskositas pasta dingin dan viskositas setback tepung jagung pragelatinisasi.

Perlakuan pengukusan bertekanan meningkatkan kelarutan dan menurunkan swelling volume tepung jagung pragelatinisasi. Perlakuan pengukusan bertekanan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kapasitas penyerapan air, kandungan amilosa dan amilopektin tepung jagung pragelatinisasi serta kadar air tepung jagung setelah pengukusan bertekanan. Swelling volume tepung jagung

(6)

kontrol 8,77 ml/g bk sedangkan tepung jagung pragelatinisasi 3,90-5,56 ml/g bk. Kelarutan tepung jagung kontrol 11,20% sedangkan tepung jagung pragelatinisasi berkisar 19,50-23,87%. Kapasitas penyerapan air tepung jagung kontrol 1,25 g/g bk sedangkan tepung jagung pragelatinisasi 1,75-2,07 g/g bk. Kadar air tepung jagung kontrol 8,62% sedangkan kadar air tepung jagung setelah pengukusan bertekanan 11,42-12,73%. Amilosa tepung jagung kontrol 18,74% bk sedangkan tepung jagung pragelatinisasi 19,35-21,20% bk. Amilopektin tepung jagung kontrol 56,57% bk sedangkan tepung jagung pragelatinisasi 54,11-55,96% bk. Kapasitas penyerapan air dan kadar air setelah pengukusan bertekanan berkorelasi positif dengan tingkat gelatinisasi sedangkan swelling volume berkorelasi negatif dengan tingkat gelatinisasi. Kelarutan berkorelasi positif dengan tingkat gelatinisasi dan kadar air tepung setelah pengukusan bertekanan tetapi berkorelasi negatif dengan entalpi gelatinisasi.

Perlakuan pengukusan bertekanan meningkatkan tingkat gelatinisasi tepung jagung. Penggunaan tepung jagung pragelatinisasi dengan tingkat gelatinisasi yang semakin tinggi dalam pembuatan cookies dapat menurunkan karakteristik berpasir cookies. Cookies yang berbahan baku tepung jagung pragelatinisasi 10-60 menit memiliki kisaran skor 2,08-2,90 (berpasir hingga agak berpasir). Karakteristik berpasir cookies berkorelasi positif dengan entalpi gelatinisasi tetapi berkorelasi negatif dengan tingkat gelatinisasi dan kadar air tepung jagung setelah pengukusan bertekanan.

Kata kunci: tepung jagung, pengukusan bertekanan, sifat fisikokimia, karakteristik berpasir, cookies

(7)

© Hak Cipta milik IPB, Tahun 2010

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

(8)

KAJIAN PENGARUH PENGUKUSAN BERTEKANAN (STEAM

PRESSURE TREATMENT) TERHADAP SIFAT

FISIKOKIMIA TEPUNG JAGUNG

SITI KHOMSATIN

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

(9)
(10)

Judul Tesis : Kajian Pengaruh Pengukusan Bertekanan (Steam Pressure Treatment) Terhadap Sifat Fisikokimia Tepung Jagung

Nama : Siti Khomsatin

NIM : F251080051

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Sugiyono, M.App.Sc Dr. Ir. Bambang Haryanto, M.S

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Ilmu Pangan Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, M.Sc Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S

(11)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan karya ilmiah ini. Judul yang dipilih pada penelitian ini adalah Kajian Pengaruh Pengukusan Bertekanan (Steam Pressure Treatment) Terhadap Sifat Fisikokimia Tepung Jagung.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua (Bapak dan Ibu) atas kasih sayang, nasehat, doa dan semangat yang diberikan tiada henti pada penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Sugiyono, M.App.Sc dan Dr. Ir. Bambang Haryanto, MS atas bimbingan, arahan dan dorongan sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Semoga Allah SWT memberikan balasan yang terbaik atas curahan waktu, tenaga dan ilmu yang diberikan kepada penulis. Kepada Dr. Ir. Yadi Haryadi, MSc penulis mengucapkan terimakasih atas kesediannya menjadi penguji luar komisi. Masukan yang Bapak berikan sangat berarti untuk perbaikan karya ilmiah ini.

Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada BPPS Ditjen Dikti dan BPPT yang telah memberikan dana penelitian sehingga dapat memperlancar kegiatan penelitian ini. Terima kasih penulis sampaikan kepada kakak dan adik yang telah memberikan semangat dan doa yang tiada henti. Kepada suami dan putri tersayang Amira Ghaida Hanin, penulis mengucapkan terima kasih atas kasih sayang, pengertian dan pengorbanan yang diberikan selama penulis menjalani studi. Kepada Bapak dan Ibu teknisi di Laboratorium Pilot Plant, Bread Unit, Rekayasa Proses Pangan, Kimia Pangan, dan Evaluasi Sensori SEAFAST Center IPB serta Laboratorium Biokimia Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB, penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya. Kepada rekan mahasiswa program studi Ilmu Pangan angkatan 2007 dan 2008 serta rekan-rekan seperjuangan di laboratorium penulis mengucapkan terima kasih atas kerjasama dan kebersamaan yang terjalin selama ini. Akhirnya penulis berharap semoga karya kecil ini bermanfaat bagi penulis juga para pembaca umumnya.

Bogor, Januari 2011 Siti Khomsatin

(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Banyuwangi pada tanggal 3 Juni 1982 dari pasangan Bapak Samsudin dan Ibu Musripah. Penulis merupakan putri keenam dari tujuh bersaudara.

Tahun 2000 penulis lulus dari SMU N 1 Genteng dan pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswi Institut Pertanian Bogor pada program studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan melalui program USMI. Penulis dapat menyelesaikan pendidikan sarjana tahun 2004. Pada tahun 2008 penulis mendapat kesempatan melanjutkan S2 pada program studi Ilmu Pangan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Beasiswa pendidikan diperoleh dari Beasiswa Pendidikan Pascasarjana (BPPS) Ditjen Dikti, Depdiknas. Penulis bekerja sebagai staf pengajar pada Universitas PGRI Banyuwangi dari tahun 2005 hingga sekarang.

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

PENDAHULUAN …. ... 1 Latar Belakang ….. ... 1 Tujuan Penelitian ... 4 Manfaat Penelitian ... 4 Hipotesis ... 4 TINJAUAN PUSTAKA ….. ... 6 Jagung ... 6 Pati ... 9 Gelatinisasi Pati ... 11

Swelling Volume dan Kelarutan …. ... 16

Kapasitas Penyerapan Air ... 17

Differential Scanning Calorimetry (DSC) ... 18

Cookies . ... 19

Organoleptik ... 21

BAHAN DAN METODE ... 22

Waktu dan Tempat Penelitian ... 22

Bahan dan Alat ... 22

Metode Penelitian ... 23

Proses Pembuatan Tepung Jagung ... 23

Kajian Pengaruh Pengukusan Bertekanan Terhadap Sifat Fisikokimia Tepung Jagung ... 25

Aplikasi Tepung Jagung Dalam Pembuatan Cookies ... 26

Prosedur Analisis ... 28

Analisis Thermal Tepung ... 28

Sifat Amilografi Tepung ... 28

Swelling Volume dan Kelarutan ... 30

Kapasitas Penyerapan Air (KPA) ... 31

Kadar Pati ... 31

Kadar Amilosa, Metode IRRI ... 33

Rendemen ... 34

Kadar Air ... 34

Kadar Abu ... 35

Kadar Protein, Metode Mikro Kjeldahl ... 35

Kadar Lemak, Metode Soxhlet ... 36

Kadar Karbohidrat (by difference) ... 37

(14)

Rancangan Percobaan dan Analisis Data ... 37

Rancangan Percobaan ... 37

Analisis Data ... 38

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 39

Karakteristik Tepung Jagung NK 33 ... 39

Sifat Fisikokimia Tepung Jagung NK 33 Akibat Proses Pengukusan Bertekanan ... 44

Suhu Gelatinisasi (To, Tp dan Tc) ... 44

Entalpi Gelatinisasi (ΔH) ... 47

Tingkat Gelatinisasi (TG) ... 49

Range Suhu Gelatinisasi (R) ... 51

Tipe Profil Gelatinisasi Tepung Jagung NK 33 ... 54

Suhu Awal Gelatinisasi (SAG) dan Suhu Puncak Gelatinisasi (SPG) ... ... 55

Viskositas Puncak/maksimum (VP) Pasta Tepung Jagung ... 58

Viskositas Pasta Panas (VPP) dan Viskositas Breakdown (VB) . 62 Viskositas Pasta Dingin (VPD) dan Viskositas Setback (VS) ... 66

Swelling Volume ... 70

Kelarutan ……… ... 74

Kapasitas Penyerapan Air (KPA) ... 78

Kadar Air Tepung Jagung Pregelatinisasi Setelah Pengukusan Bertekanan ... 80

Amilosa dan Amilopektin ... 81

Karakteristik Berpasir (sandiness) Cookies ... 82

SIMPULAN DAN SARAN ... 89

Simpulan ... 89 Saran ... 90 DAFTAR PUSTAKA ... 91 LAMPIRAN ... 99

(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Bagian anatomi biji jagung ... 8

2 Syarat mutu tepung jagung berdasarkan Standar Nasional Indonesia ... 9

3 Karakteristik pelelehan kristal berbagai jenis pati ... 13

4 Sifat amilograf pati beberapa jenis jagung ... 14

5 Swelling volume dan kelarutan lima varietas jagung hibrida ... 17

6 Kapasitas penyerapan air lima varietas jagung hibrida ... 17

7 Syarat mutu biskuit menurut SNI 01-2973-1992 ... 19

8 Bahan-bahan pembuatan cookies per 100 g tepung ... 26

9 Penetapan gula menurut Luff Schrool ... 32

10 Sifat fisikokimia tepung jagung NK 33 ... 39

11 Suhu awal gelatinisasi (To), suhu puncak gelatinisasi (Tp) dan suhu akhir gelatinisasi (Tc) tepung jagung dengan lama pengukusan bertekanan yang berbeda ... 45

12 Entalpi gelatinisasi (ΔH) tepung jagung dengan perlakuan lama pengukusan bertekanan yang berbeda ... 47

13 Tingkat gelatinisasi (TG) tepung jagung pregelatinisasi dengan perlakuan lama pengukusan bertekanan yang berbeda ... 50

14 Range suhu gelatinisasi (R) tepung jagung dengan perlakuan lama pengukusan bertekanan yang berbeda . ... 52

15 Suhu awal gelatinisasi (SAG) dan suhu puncak gelatinisasi (SPG) tepung jagung dengan perlakuan lama pengukusan bertekanan yang berbeda .... 56

16 Viskositas maksimum tepung jagung dengan perlakuan lama pengukusan bertekanan yang berbeda ... 59

17 Viskositas pasta panas (VPP) dan viskositas breakdown tepung jagung dengan perlakuan lama pengukusan bertekanan yang berbeda .... 64

18 Viskositas pasta dingin (VPD) dan viskositas setback (VS) tepung jagung dengan perlakuan lama pengukusan bertekanan yang berbeda .... 67

19 Swelling volume tepung jagung dengan perlakuan lama pengukusan bertekanan yang berbeda ... 71

20 Kelarutan tepung jagung dengan perlakuan lama pengukusan bertekanan yang berbeda ... 75

21 Kapasitas penyerapan air tepung jagung dengan perlakuan lama pengukusan bertekanan yang berbeda ... 79

(16)

22 Kadar air tepung jagung pregelatinisasi setelah pengukusan bertekanan dengan perlakuan lama pengukusan bertekanan yang berbeda ... 81 23 Kadar amilosa dan amilopektin tepung jagung dengan perlakuan lama pengukusan bertekanan yang berbeda ... 82 24 Skor dan skala mutu cookies jagung dengan perlakuan lama

(17)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Jagung NK 33 ... 7

2 Anatomi biji jagung ... 8

3 Amilosa dan amilopektin ... 10

4 Mekanisme gelatinisasi pati ... 12

5 Tipe profil gelatinisasi ... 13

6 Proses pembuatan tepung jagung ... 24

7 Proses pembuatan tepung jagung pragelatinisasi ... 25

8 Proses pembuatan cookies ... 27

9 DSC-60 (kiri) dan Brabender Amilograph (kanan) ... 29

10 Profil gelatinisasi pati ... 29

11 Tepung jagung dengan perlakuan lama pengukusan bertekanan yang berbeda (a) 0 menit, (b) 10 menit, (c) 20 menit (d) 30 menit, (e) 40 menit (f) 50 menit, (g) 60 menit ... 44

12 Hubungan kadar air tepung jagung setelah pengukusan bertekanan dan To, Tp, Tc tepung jagung dengan perlakuan lama pengukusan bertekanan yang berbeda ... 46

13 Hubungan kadar air tepung jagung setelah pengukusan bertekanan dan entalpi gelatinisasi (ΔH) tepung jagung pragelatinisasi dengan perlakuan lama pengukusan bertekanan yang berbeda ... 48

14 Hubungan kadar air tepung setelah pengukusan bertekanan dan tingkat gelatinisasi tepung jagung pragelatinisasi dengan perlakuan lama pengukusan bertekanan yang berbeda ... 51

15 Hubungan kadar air tepung setelah pengukusan bertekanan dan range gelatinisasi (R) tepung jagung setelah pengukusan bertekanan dengan perlakuan lama pengukusan bertekanan yang berbeda ... 53

16 Thermogram tepung jagung kontrol dan tepung jagung dengan perlakuan lama pengukusan bertekanan yang berbeda ... 54

17 Viskoamilograph tepung jagung kontrol dan tepung jagung dengan perlakuan lama pengukusan bertekanan yang berbeda ... 54

18 Hubungan tingkat gelatinisasi dan suhu awal gelatinisasi (SAG) dengan perlakuan lama pengukusan bertekanan yang berbeda ... 57

19 Viskoamilograph tepung jagung pregelatinisasi (lama pengukusan bertekanan10-60 menit) ... 58

(18)

20 Hubungan swelling volume dan viskositas maksimum tepung jagung

dengan perlakuan lama pengukusan bertekanan yang berbeda ... 61 21 Hubungan tingkat gelatinisasi dan viskositas maksimum tepung jagung

dengan perlakuan lama pengukusan bertekanan yang berbeda ... 62 22 Hubungan tingkat gelatinisasi dan viskositas pasta panas (VPP) tepung

jagung dengan perlakuan lama pengukusan bertekanan yang berbeda ... 65 23 Hubungan tingkat gelatinisasi dan viskositas breakdown (VB) tepung

jagung dengan perlakuan lama pengukusan bertekanan yang berbeda ... 66 24 Hubungan tingkat gelatinisasi dan viskositas pasta dingin (VPD)

tepung jagung dengan perlakuan lama pengukusan bertekanan yang

berbeda ... 68 25 Hubungan tingkat gelatinisasi dan viskositas setback (VS) tepung

jagung dengan perlakuan lama pengukusan bertekanan yang berbeda ... 69 26 Hubungan kadar air setelah pengukusan bertekanan dan viskositas pasta

dingin (VPD) tepung jagung dengan perlakuan lama pengukusan

bertekanan yang berbeda ... 69 27 Hubungan kadar air setelah pengukusan bertekanan dan viskositas

setback (VS) tepung jagung dengan perlakuan lama pengukusan

bertekanan yang berbeda ... 70 28 Hubungan tingkat gelatinisasi dan swelling volume tepung jagung

dengan perlakuan lama pengukusan bertekanan yang berbeda ... 73 29 Hubungan kadar air setelah pengukusan bertekanan dan swelling volume

(SV) tepung jagung pragelatinisasi dengan perlakuan lama pengukusan bertekanan yang berbeda ... 74 30 Hubungan tingkat gelatinisasi dan kelarutan tepung jagung dengan

perlakuan lama pengukusan bertekanan yang berbeda ... 76 31 Hubungan entalpi gelatinisasi (ΔH) dan kelarutan tepung jagung

dengan perlakuan lama pengukusan bertekanan yang berbeda ... 77 32 Hubungan kadar air tepung jagung setelah pengukusan bertekanan dengan

kelarutan tepung jagung dengan perlakuan lama pengukusan bertekanan

yang berbeda ... 78 33 Hubungan tingkat gelatinisasi dan kapasitas penyerapan air (KPA)

tepung jagung dengan perlakuan lama pengukusan bertekanan yang

berbeda ... 80 34 Hubungan kadar air setelah pengukusan bertekanan dan kapasitas

penyerapan air (KPA) tepung jagungdengan perlakuan lama pengukusan bertekanan yang berbeda ... 80 35 Cookies jagung dengan lama pengukusan bertekanan tepung jagung

yang berbeda (a) 10 menit, (b) 20 menit, (c) 30 menit, (d) 40 menit,

(19)

36 Hubungan tingkat gelatinisasi dan skor mutu cookies jagung dengan

perlakuan lama pengukusan bertekanan tepung jagung yang berbeda ... 85 37 Hubungan kadar air tepung setelah pengukusan bertekanan dan skor mutu cookies jagung dengan lama pengukusan bertekanan tepung jagung yang

berbeda ... 87 38 Hubungan entalpi gelatinisasi dan skor mutu cookies jagung dengan

(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Format uji organoleptik ... 100 2 Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan suhu awal gelatinisasi (SAG)

tepung jagung dengan perlakuan lama pengukusan bertekanan yang

berbeda ... 100 3 Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan viskositas maksimum tepung

jagung dengan perlakuan lama pengukusan bertekanan yang berbeda .... 101 4 Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan viskositas pasta panas (VPP)

tepung jagung dengan perlakuan lama pengukusan bertekanan yang

berbeda ... 102 5 Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan viskositas breakdown (VB)

tepung jagung dengan perlakuan lama pengukusan bertekanan yang

berbeda ... 102 6 Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan viskositas pasta dingin

(VPD) tepung jagung dengan perlakuan lama pengukusan bertekanan

yang berbeda ... 103 7 Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan viskositas setback (VS)

tepung jagung dengan perlakuan lama pengukusan bertekanan yang

berbeda ... 104 8 Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan swelling volume tepung

jagung dengan perlakuan lama pengukusan bertekanan yang berbeda .... 104 9 Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan kelarutan tepung jagung

dengan perlakuan lama pengukusan bertekanan yang berbeda ... 105 10 Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan kapasitas penyerapan air

tepung jagung dengan perlakuan lama pengukusan bertekanan yang

berbeda ... 106 11 Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan kadar air tepung jagung

setelah pengukusan bertekanan dengan perlakuan lama

pengukusan bertekanan yang berbeda ... 106 12 Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan kadar amilosa tepung

jagung dengan perlakuan lama pengukusan bertekanan yang berbeda .... 107 13 Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan kadar amilopektin tepung

jagung dengan perlakuan lama pengukusan bertekanan yang berbeda .... 108 14 Hasil Uji Skoring cookies jagung dengan perlakuan lama pengukusan

bertekanan tepung jagung yang berbeda terhadap 50 panelis tidak

(21)

15 Hasil analisis uji Kruskal-Wallis H dan uji lanjut LSD (Least Square Differences) cookies jagung dengan perlakuan lama pengukusan

(22)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Jagung merupakan bahan pangan yang sangat potensial untuk dimanfaatkan menjadi berbagai produk olahan pangan. Jagung mempunyai peranan penting dalam industri dan menjadi makanan pokok di beberapa daerah di Indonesia. Produksi jagung terus meningkat empat tahun terakhir. Peningkatan produksi jagung dari tahun 2006 sampai tahun 2009 sebesar 52%. Angka ramalan III (Aram III) tahun 2010 produksi jagung sebesar 17,84 juta ton. Kenaikan produksi terjadi karena peningkatan luas panen dan produktivitas jagung (BPS 2010). Peningkatan produksi jagung juga ditunjang dengan teknik budi daya yang cukup mudah dan ketersediaan berbagai varietas unggul (Suarni 2009).

Proses pengolahan jagung menjadi tepung jagung merupakan langkah awal untuk meningkatkan nilai ekonomi jagung. Jagung dalam bentuk tepung lebih fleksibel, praktis, dapat difortifikasi dengan zat gizi tertentu, dan lebih cepat dimasak sesuai dengan tuntutan kehidupan modern yang serba praktis. Berbagai penelitian proses pembuatan tepung jagung dan modifikasi tepung jagung telah dilakukan. Hal ini bertujuan untuk menghasilkan karakteristik fisikokimia tepung jagung yang spesifik yang sesuai dengan karakteristik produk yang diinginkan.

Salah satu cara modifikasi tepung adalah pragelatinisasi. Berdasarkan studi sebelumnya, tepung pragelatinisasi dapat diperoleh dengan berbagai cara diantaranya menggunakan drum dryer (Vallous et al. 2002), ekstrusi (Barron et al. 2000, Brummer et al. 2002), pengukusan dalam retort atau autoklav (Pukkahuta et al. 2008), dimasak dalam air yang banyak (excess water) (Loisel et al. 2006), annealing (Tester et al. 2000) dan heat-moisture treatment (Gunaratne dan Hoover 2002, Lim 2001, Maache-Rezzoug et al. 2009). Beberapa manfaat tepung jagung pragelatinisasi diantaranya dapat digunakan sebagai pengental (thickener) dan gelling agent, tepung pragelatinisasi memiliki indeks glikemik yang rendah sehingga cocok digunakan sebagai bahan baku pangan olahan untuk penderita diabetes (Lestari 2009), tepung pragelatinisasi memiliki kelarutan yang relatif tinggi sehingga dapat digunakan sebagai bahan baku makanan pendamping ASI

(23)

dan makanan sapihan (Susanty 2002), substitusi tepung jagung pragelatinisasi pada mi jagung dapat memperbaiki kekenyalan, kelengketan dan kekerasan mi jagung (Kusnandar et al. 2008).

Modifikasi tepung pragelatinisasi terjadi dibawah pengaruh panas, sehingga berhubungan dengan gelatinisasi pati. Gelatinisasi pati merupakan fenomena yang umum terjadi dan menjadi prinsip utama pada berbagai cara pengolahan tepung dan pati. Gelatinisasi terjadi akibat penyerapan air oleh granula pati pada waktu dan suhu tertentu sehingga granula pati membengkak dan tidak dapat kembali pada kondisi semula (irreversible) (Fennema 1996). Gelatinisasi dapat menyebabkan terjadinya perubahan struktur granula pati sehingga berkaitan dengan perubahan tekstur bahan. Perubahan ini terjadi secara bertahap mulai dari pengembangan granula pati yang bersifat reversible sampai hilangnya sifat birefringence yang bersifat irreversible. Jumlah dan distribusi air yang terdapat dalam granula pati mempunyai peranan penting terhadap perubahan sifat fisik dan sifat kimia pati.

Pengolahan tepung jagung menjadi berbagai produk olahan juga erat hubungannya dengan sifat fisik dan sifat kimia pati. Beberapa penelitian tentang gelatinisasi pati dan aplikasinya terhadap produk diantaranya gelatinisasi tepung terigu untuk pengembangan makanan pendamping ASI dan makanan sapihan (Susanty 2002), karakteristik fisikokimia pragelatinisasi jagung muda instan (Limonu 2008), dan pemanfaatan tepung jagung pragelatinisasi sebagai bahan baku mi jagung kering (Lestari 2009).

Tepung jagung dapat diolah menjadi produk bakery seperti biskuit dan cookies. Kedua produk tersebut tidak memerlukan bahan yang volumenya dapat mengembang besar seperti tepung yang mengandung gluten tinggi (tepung terigu), sehingga dalam pembuatannya dapat memanfaatkan tepung jagung (Suarni 2009). Cookies merupakan salah satu jenis pangan olahan yang diminati masyarakat. Konsumsi rata-rata cookies di Indonesia adalah 0,40 kg/kapita/tahun (Rosmisari 2006). Substitusi tepung jagung terhadap tepung terigu dalam pembuatan biskuit dan cookies dapat dilakukan sampai 100% (Lopulalan 2008, Suarni 2009). Pengembangan cookies berbasis tepung jagung dapat mengurangi penggunaan terigu yang harganya makin mahal. Kelebihan tepung jagung sebagai bahan

(24)

pangan adalah kandungan serat pangannya lebih tinggi dibandingkan dengan terigu (Suarni 2009).

Pemanfaatan tepung jagung menjadi biskuit dan cookies secara organoleptik kurang baik. Kedua produk tersebut memiliki tekstur yang keras dan berpasir pada akhir rasa di mulut (sandiness). Berdasarkan penelitian Lopulalan (2008), cara yang dilakukan untuk mengurangi tekstur yang kasar atau berpasir pada biskuit adalah dengan cara penambahan air pada beberapa tingkatan volume dan peningkatan komposisi bahan. Penambahan air 40 g pada formulasi 80 g tepung jagung dan 20 gram tepung terigu menghasilkan cookies dengan tekstur berpasir yang berkurang. Penambahan air 50 g pada formulasi yang sama menghasilkan cookies dengan tekstur berpasir yang sangat berkurang tetapi adonan sangat lembek dan sangat sulit dicetak. Peningkatan komposisi bahan dalam adonan seperti penambahan jumlah kuning telur juga dapat mengurangi karakteristik berpasir biskuit yang dihasilkan, tetapi cara ini dinilai kurang ekonomis jika diterapkan.

Karakteristik berpasir juga ditemukan pada cookies yang berbahan baku tepung hotong. Cara yang dilakukan untuk mengurangi karakteristik berpasir cookies hotong adalah dengan pengukusan bertekanan (steam pressure treatment) pada tepung hotong tanpa penambahan air menggunakan retort sebelum tepung hotong dibuat adonan. Pengukusan selama 30 menit mengurangi karakteristik berpasir cookies, sedangkan pengukusan 60 menit sangat mengurangi karakteristik berpasir cookies. Proses pengukusan tepung menyebabkan peningkatan kadar air tepung (Pratiwi 2008). Berdasarkan penelitian Lopulalan (2008) dan Pratiwi (2008) dapat dikatakan bahwa gelatinisasi berpengaruh terhadap karakteristik berpasir biskuit dan cookies. Karakteristik berpasir pada biskuit dan cookies diasumsikan karena tidak terjadi gelatinisasi tepung jagung yang sempurna. Menurut Wirakartakusumah (1984), gelatinisasi dipengaruhi oleh jumlah air yang tersedia. Rasio pati dan air berpengaruh terhadap jumlah panas yang diperlukan untuk proses gelatinisasi.

Dalam rangka meningkatkan pemanfaatan jagung pada berbagai produk pangan yang lebih luas maka diperlukan kajian sifat fisikokimia tepung jagung, khususnya tepung jagung pragelatinisasi. Aplikasi tepung jagung pragelatinisasi

(25)

pada produk pangan olahan seperti cookies juga perlu diteliti untuk mengetahui pengaruh penggunaan tepung jagung pragelatinisasi dalam memperbaiki karakteristik cookies jagung yang dihasilkan khususnya karakteristik berpasir cookies. Mengacu penelitian sebelumnya, untuk memperbaiki karakteristik tepung jagung dan karakteristik berpasir cookies jagung yang dihasilkan, pada penelitian ini dilakukan proses pengukusan bertekanan (steam pressure treatment) pada tepung jagung menggunakan retort. Proses pengukusan bertekanan yang dilakukan menghasilkan tepung jagung dalam bentuk pragelatinisasi sehingga disebut tepung jagung pragelatinisasi.

Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui pengaruh proses pengukusan bertekanan terhadap sifat fisikokimia tepung jagung.

2. Mengetahui pengaruh penggunaan tepung jagung pragelatinisasi terhadap karakteristik berpasir cookies.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Memberikan informasi karakteristik tepung jagung yang telah mengalami proses pengukusan bertekanan, yang dapat digunakan untuk memperkirakan potensi penggunaannya pada berbagai produk pangan olahan.

2. Menghasilkan tepung jagung pragelatinisasi yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku produk pangan olahan kering contohnya cookies.

Hipotesis

Penelitian ini dilakukan berdasarkan hipotesis sebagai berikut:

1. Perbedaan proses pengukusan bertekanan menghasilkan tepung jagung pragelatinisasi dengan sifat fisikokimia yang berbeda.

(26)

2. Perbedaan tingkat gelatinisasi tepung jagung menghasilkan cookies dengan karakteristik sensori yang berbeda khususnya karakteristik berpasir (sandiness).

(27)

TINJAUAN PUSTAKA

Jagung

Jagung dalam sistematika tanaman termasuk dalam golongan Spermatophyta, kelas Monocotyledon, ordo Graminae, familia Graminaceae, genus Zea. Nama latin jagung adalah Zea mays L. Jagung merupakan tanaman penting kedua setelah padi dan hampir terdapat di seluruh kepulauan di Indonesia. Tanaman jagung relatif mudah dibudidayakan dan dapat tumbuh di semua jenis tanah kecuali tanah liat dan pasir. Berdasarkan warna bijinya, jagung dibedakan menjadi dua macam yaitu jagung kuning dan jagung putih. Kedua jagung ini mempunyai nilai gizi yang relatif sama (Anonim 2010).

Menurut Darrah et al. (2003), berdasarkan bentuk bijinya (kernel) jagung dibedakan menjadi enam jenis yaitu:

1. Flour corn atau soft corn yaitu jagung yang hampir seluruh endospermanya berisi pati yang lunak dan mudah dibuat tepung.

2. Flint corn yaitu jagung yang mempunyai biji dengan warna bersinar, tebal dan keras (horny starch). Zat tepung yang lunak sedikit dan letaknya di tengah. Jagung ini banyak digunakan untuk pakan ternak

3. Pop corn yaitu jagung yang memiliki kernel kecil dan keras seperti jenis flint dengan kandungan pati yang lebih sedikit.

4. Sweet corn yaitu jagung yang mengandung sedikit pati dengan endosperma berwarna bening, mempunyai kandungan gula yang tinggi sehingga terasa manis.

5. Pod corn yaitu jagung hias dengan kernel tertutup.

6. Dent corn yaitu jagung yang bijinya seperti gigi kuda terjadi akibat pengerutan lapisan bertepung saat biji mengering.

Jagung yang banyak ditanam di Indonesia adalah tipe mutiara (flint) dan semi mutiara (semiflint) (Suprapto dan Marzuki 2005). Menurut Muchtadi dan Sugiyono (1989) diacu dalam Juniawati (2008) jenis jagung semiflint (semi mutiara) lebih mudah dibuat tepung dibandingkan tepung mutiara. Hal ini disebabkan jagung semi mutiara mengandung endosperma lunak yang lebih

(28)

banyak dibandingkan endosperma kerasnya. Endosperma keras terdiri dari sel-sel yang lebih kecil dan tersusun rapat, sedangkan endosperma lunak susunan sel-selnya tidak serapat bagian keras. Jagung NK 33 merupakan jagung hibrida yang memiliki bentuk biji semi mutiara. Potensi hasil jagung NK 33 sebesar 12 ton per hektar jagung pipil kering. Warna biji oranye kuning (Gambar 1).

Gambar 1 Jagung NK 33

Biji jagung dapat dibagi menjadi empat bagian yaitu kulit (pericarp), endosperma, lembaga (germ), dan tudung pangkal (tip cap). Menurut Watson (2003), pericarp merupakan lapisan pembungkus biji jagung yang tersusun dari jaringan yang tebal. Ketebalan pericarp bervariasi dari 62-160 µm tergantung genotipnya. Endosperma merupakan bagian terbesar dari biji jagung sekitar 82-84% dari berat biji. Endosperma juga mengandung sekitar 86-89% pati sebagai cadangan energi. Lapisan terluar dari endosperma adalah aleuron yang menyelubungi bagian starchy endosperma dan lembaga. Bagian starchy endosperma terdiri dari endosperma keras (horny endosperma) dan endosperma lunak (floury endosperm). Bagian endosperma keras mengandung matriks protein yang lebih tebal dan lebih kuat dibandingkan endosperma lunak. Sedangkan endosperma lunak mengandung pati lebih banyak dan susunan pati tersebut tidak serapat seperti pada bagian yang keras. Jagung normal mengandung 10-12% lembaga dari berat biji. Lembaga tersusun dari dua bagian yaitu embrio dan skutelum. Adapun bagian terkecil pada biji jagung adalah tip cap atau tudung pangkal yang merupakan bekas tempat melekatnya biji jagung pada tongkol jagung. Persentase tiap bagian dari biji jagung tercantum dalam Tabel 1, sedangkan penampakan anatomi biji jagung tercantum dalam Gambar 2.

(29)

t m b l d t d m m ( p m m d Proses terdiri dari d milling). Sec biji jagung luarnya. Bi direndam da tepung meng di bawah 1 menepung ja Hasil menghasilka (tanpa pere penepungan memadai se menguntung dengan dem T B P E L Ti Su Gambar 2 s pembuatan dua metode cara umum pipilan ker la menggun alam air sel ggunakan m 1%. Penepu agung yang t penelitian an rendemen endaman). N dengan m ebagai baha gkan dari seg mikian metod abel 1 Bagi agian anatom Pericarp (bra ndosperma embaga (ger Tip cap umber: Wats 2 Anatomi b n tepung jag yaitu metod kedua meto ing disortas nakan meto lama 4 jam mesin penepu ungan denga telah disosoh menunjuk n tepung leb Namun, kan metode kerin an baku ku gi penyimpa de basah leb ian anatomi b mi an) rm) son (2003) biji jagung ( ung yang te de basah (we de ini diawa si kemudian ode basah, lalu dicuci, ung. Tepung an metode k h, artinya tan kkan, penep bih tinggi dib ndungan nu ng. Kandung ue kering. K anan karena

bih baik dib

biji jagung Jumlah 5,3 82,9 11,1 0,8 Subekti et a elah lama di et milling) d ali dengan p n disosoh un biji jagung , ditiriskan, g lalu dikerin kering dilaku npa perenda pungan den bandingkan utrisi tepun gan nutrisi Kadar lema tepung dapa bandingkan d (%) l. 2007) kenal oleh m dan metode k proses yang ntuk melepa g yang tela dan diprose ngkan hingg ukan dengan aman (Suarni ngan meto dengan met ng lebih tin tepung jagu ak yang ren at disimpan l dengan met masyarakat kering (dry sama yaitu askan kulit ah disosoh es menjadi ga kadar air n langsung i 2009). ode basah tode kering nggi pada ung cukup ndah akan lebih lama, ode kering

(30)

(Suarni 2009). Syarat mutu tepung jagung berdasarkan Standar Nasional Indonesia disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Syarat mutu tepung jagung berdasarkan Standar Nasional Indonesia

Kriteria uji Satuan Persyaratan

Bau - Normal

Rasa - Normal

Warna - Normal

Benda asing - Tidak boleh

Serangga - Tidak boleh

Pati lain selain jagung - Tidak boleh

Kehalusan

Lolos 80 mesh % Minimum 70

Lolos 60 mesh % Maksimum 99

Air % (b/b) Maksimum 10

Abu % (b/b) Maksimum 1,50

Silikat % (b/b) Maksimum 0,10

Serat kasar % (b/b) Maksimum 1,50

Derajat asam ml N NaOH/100 g Maksimum 4

Timbal mg/kg Maksimum 1

Tembaga mg/kg Maksimum 10

Seng mg/kg Maksimum 40

Raksa mg/kg Maksimum 0,05

Cemaran arsen mg/kg Maksimum 0,50

Angka lempeng total koloni/g Maksimum 5 x 106

E. coli APM/g Maksimum 10

Kapang koloni/g Maksimum 104

Sumber: Badan Standardisasi Nasional (1993) Pati

Pati merupakan senyawa polisakarida yang terdiri dari dua komponen utama yaitu amilosa dan amilopektin. Polimer linier dari D-glukosa membentuk amilosa dengan ikatan α-(1,4) glikosida, sedangkan polimer amilopektin terbentuk dari ikatan α-(1,4) glikosida dan membentuk cabang pada ikatan α-(1,6) glikosida. Amilosa mempunyai struktur lurus, lebih mudah larut dalam air karena banyak mengandung gugus hidroksil. Kumpulan amilosa dalam air sulit membentuk gel sehingga kurang kental jika dibandingkan amilopektin. Amilosa lebih mudah membentuk senyawa komplek dengan asam lemak dan molekul organik. Amilopektin mempunyai struktur bercabang, mempunyai sifat lebih mudah

(31)

m m g a h b l p b g 2 a w y a m ( a 2 mengemban memiliki 49 glukosa per amilopektin Pati j homogen ya besar berben lebih kecil a panas dan a berbagai uk gelatinisasi 2005). Pati ja ada juga v waxy/glutino yang tinggi amilopektin membentuk (firm) dan ge akan mengh 2003) ng dan mem 90 unit gluko molekul (R dapat diliha Gam agung mem aitu 1-7μm u ntuk oval p akan mempe air dibandin kuran gran yang lebih r agung terdiri varietas jagu ous corn dan i yaitu jeni pada suhu gel. Kandun elap (opaque hasilkan gel mbentuk kolo osa per mole Richana dan at pada Gamb mbar 3 Amil mpunyai uku untuk yang k polyhedral d erlihatkan k ng granula nula mempe rendah dari dari 73% am ung yang m n varietas jag is high-amy u rendah ak ngan amilosa e) sebalikny yang lembu oid dalam a ekul, sedang Suarni 200 bar 3. losa (atas), a uran granul kecil dan 15 dengan diam etahanan ya yang besar. erlihatkan n ukuran gran milopektin d mengandung gung yang m ylose corn. kan menuru a yang tingg ya jika kandu ut dan pasta p air (Mauro gkan amilop 07). Struktur amilopektin la yang cu -20 μm untu meter 6-30 μ ang lebih ke . Pengamata nilai entalp nula yang leb dan 27% ami g amilopekt mengandung Gabungan unkan ikatan gi akan memb ungan amilop pati yang tra

et al. 2003) ektin memil r molekul am (bawah) ukup besar uk yang besa μm. Granula cil terhadap an dengan pi dan kis bih besar (S ilosa. Namun tin 100% y amilosa dal polimer am n air dan bentuk gel y pektinnnya y ansparan (M ). Amilosa liki 22 unit milosa dan dan tidak ar. Granula a pati yang p perlakuan DSC pada aran suhu Singh et al. n demikian yaitu jenis lam jumlah milosa dan secepatnya yang kokoh yang tinggi Mauro et al.

(32)

Menurut Singh et al. (2005), Jagung dapat digolongkan menjadi empat jenis berdasarkan sifat patinya. Jagung normal mengandung 15,3-25,1% amilosa, jagung jenis waxy hampir tidak beramilosa, jagung amilomize mengandung 42,6-67,8% amilosa, jagung manis mengandung 22,8% amilosa. Jagung manis mengandung sejumlah sukrosa di samping pati.

Proses penggilingan basah (wet milling) menghasilkan pati yang khas untuk jenis waxy dan amylomaize. Pati jagung waxy dan pati termodifikasi banyak dimanfaatkan karena sifat-sifatnya yang khas (viskositas, stabilitas panas, dan pH) setelah hidrasi. Pati jenis amylomaize digunakan dalam industri tekstil, permen gum, dan perekat papan (Richana dan Suarni 2007).

Gelatinisasi Pati

Gelatinisasi adalah peristiwa hilangnya sifat birefringence granula pati akibat penambahan air secara berlebihan dan pemanasan pada waktu dan suhu tertentu, sehingga granula pati membengkak dan tidak dapat kembali pada kondisi semula (irreversible) (Belitz dan Grosch 1999). Granula pati disuspensikan dalam air kemudian dipanaskan, granula akan menyerap air, jika dipanaskan secara kontinyu maka ikatan hidrogen granula akan melemah dan secara bertahap granula pati mulai mengembang. Pengembangan granula pati terjadi secara terus menerus sampai pecah sehingga terjadi perubahan yang tak dapat balik (irreversible). Granula pati kehilangan sifat-sifat yang dimilikinya dan terjadi proses gelatinisasi. Gelatinisasi granula pati diikuti perubahan sifat fisik pati seperti peningkatan kejernihan pasta, kehilangan sifat birefringence dan peningkatan secara cepat dan signifikan viskositasnya (Mauro et al. 2003).

Selama proses gelatinisasi, ukuran granula pati semakin besar dengan semakin meningkatnya suhu. Saat terjadi pembengkakan maksimum maka ukuran granula pati berada pada ukuran maksimum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pati jagung tinggi amilopektin, diameter awal granulanya adalah 15,6 µm berubah menjadi 39,6 µm pada saat terjadi pembengkakan (Ziegler et al. 1993).

Menurut McCready (1970), pada dasarnya proses gelatinisasi terjadi melalui tiga fase yaitu: (1) air secara perlahan-lahan dan bolak-balik berimbibisi ke dalam granula (2) ditandai dengan pengembangan granula dengan cepat karena

(33)

penyerapan air yang berlangsung cepat sehingga kehilangan sifat birefringence (3) jika suhu terus naik, maka molekul amilosa terdifusi keluar granula. Mekanisme gelatinisasi pati disajikan dalam Gambar 4.

Gambar 4 Mekanisme gelatinisasi pati (Harper 1981)

Profil gelatinisasi pati terbagi dalam empat tipe yaitu A, B, C dan D. Profil gelatinisasi tipe A memiliki kemampuan pengembangan yang besar yang ditunjukkan dengan tingginya viskositas puncak tetapi viskositas mengalami penurunan yang tajam selama pemanasan contoh pati sagu. Profil gelatinisasi tipe B memiliki kemampuan pengembangan sedang yang ditunjukkan dengan lebih rendahnya viskositas puncak dibanding tipe A dan viskositas mengalami penurunan yang tidak terlalu tajam selama pemanasan contoh pati jagung, pati beras, pati gandum, dan pati tapioka. Profil gelatinisasi tipe C memiliki kemampuan pengembangan terbatas yang ditunjukkan dengan tidak adanya viskositas puncak dan viskositas tidak mengalami penurunan bahkan meningkat selama pemanasan contoh pati kacang hijau. Profil gelatinisasi tipe D cenderung tidak memiliki kemampuan mengembang sehingga tidak dapat membentuk pasta ketika dipanaskan (Collado et al. 2001). Penampakan keempat tipe profil gelatinisasi disajikan pada Gambar 5.

(34)

Gambar 5 Tipe profil gelatinisasi

Suhu awal gelatinisasi adalah suhu pada saat pertama kali viskositas mulai naik. Kadar lemak atau protein yang tinggi mampu membentuk kompleks dengan amilosa, sehingga membentuk endapan yang tidak larut dan menghambat pengeluaran amilosa dari granula. Dengan demikian, diperlukan energi yang lebih besar untuk melepas amilosa sehingga suhu awal gelatinisasi yang dicapai akan lebih tinggi (Richana dan Suarni, 2007). Menurut Winarno (2004), suhu gelatinisasi adalah suhu dimana granula pati mulai pecah dan sifat birefringence mulai menghilang. Suhu gelatinisasi diakhiri tepat ketika granula pati telah kehilangan sifat kristalnya sehingga bersifat irreversible. Suhu gelatinisasi tidak sama pada berbagai jenis pati, sehingga hal ini termasuk sifat khas dari masing-masing pati. Karakteristik pelelehan kristal berbagai jenis pati disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Karakteristik pelelehan kristal berbagai jenis pati

Karakteristik thermal (DSC) Jagunga Kentangb Garutc

To (oC) 73,8 59,65-60,70* 30,22 Tp (oC) 79,7 63,10-64,60* 73,57 Tc (oC) 90,9 67,28-70,30* 79,72 H (J/g) 10,9 12,60-13,70* 13,40 a Collado et al. (2001) b Singh et al. (2002) c Singh et al. (2005)

* Kisaran karakteristik gelatinisasi dari lima varietas kentang yang berbeda 0 20 40 60 80 100 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100110120 Suhu (o C) V isk osi ta s (BU)

Waktu (menit)Tipe A

(35)

Suhu gelatinisasi dipengaruhi oleh ukuran amilosa dan amilopektin serta keadaan media pemanasan. Wirakartakusumah (1981) menyatakan keadaan pemanasan yang mempengaruhi proses gelatinisasi adalah rasio pati dan air, laju pemanasan, dan adanya komponen-komponen lain dalam media pemanasnya. Selain itu, suhu gelatinisasi juga dipengaruhi oleh associative force dalam granula pati. Semakin tinggi suhu gelatinisasi suatu jenis pati menunjukkan semakin tinggi gaya ikat dalam granula pati tersebut.

Jagung beramilopektin tinggi mempunyai rantai α-(1,4) glukosida yang lebih pendek dibanding jagung beramilosa tinggi. Hal ini berpengaruh terhadap suhu gelatinisasi. Kadar amilopektin yang tinggi (99%) akan meningkatkan suhu awal (70,8oC), maupun suhu puncak gelatinisasi, yang diikuti oleh peningkatan energi. Viskositas maksimum merupakan titik maksimum viskositas pasta yang dihasilkan selama proses pemanasan. Suhu viskositas maksimum disebut suhu akhir gelatinisasi. Pada suhu ini granula pati telah kehilangan sifat birefringence-nya dan granula sudah tidak mempubirefringence-nyai kristal lagi. Komponen yang menyebabkan sifat kristal dan birefringence adalah amilopektin. Dengan demikian, amilopektin sangat berpengaruh terhadap viskositas. Viskositas puncak pati waxy (1524 BU), lebih tinggi dibanding pati jagung normal (975 BU), sedangkan jagung manis mempunyai viskositas puncak yang sangat rendah (85,2 BU) (Singh et al. 2005). Sifat amilografi pati beberapa jenis jagung disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Sifat amilograf pati beberapa jenis jagung

Pati jagung Suhu awal Suhu puncak Entalpi Viskosias (BU) oC oC J/g Puncak T=50oC Balik Jagung normal 64,0-68,9 68,9-72,1 8,0-11,2 975 1030 380 Waxy 70,8 75,1 13,6 1524 1251 216 Jagung manis 66,5 72,8 7,5 85,2 96 28,8 Sumber: Singh et al. (2005)

Menurut Ansah et al. (1982), kandungan air minimal pati jagung agar terjadi gelatinisasi sempurna adalah 45-47%. Waktu awal gelatinisasi tepung jagung 29 menit dengan suhu awal gelatinisasi 74oC, sedangkan waktu gelatinisasi tepung jagung sampai viskositas puncak 42 menit dengan suhu gelatinisasi 93oC. Hasil

(36)

ini diperoleh dengan suhu awal pemanasan 30oC menggunakan alat Brabender Amilograph (Lopulalan 2008).

Pati jagung normal lebih cepat mengalami retrogradasi dibandingkan dengan pati jagung lainnya, seperti ditunjukkan oleh viskositas dingin yang tinggi. Fenomena ini bisa terjadi karena pada waktu gelatinisasi, granula pati tidak mengembang secara maksimal. Akibatnya energi untuk memutus ikatan hidrogen intermolekul berkurang. Pada saat pendinginan terjadi, amilosa dapat bergabung dengan cepat membentuk kristal tidak larut. Sebaliknya, untuk jenis tepung yang lain, amilosa memiliki kemampuan bersatu yang rendah, karena energi untuk melepas ikatan hidrogennya juga rendah (Singh et al. 2005).

Tingkat atau derajat gelatinisasi adalah rasio antara pati yang tergelatinisasi dengan total pati (Wooten et al. 1971). Proses pengukusan (steaming) dilakukan agar terjadi proses gelatinisasi yaitu perubahan kimia dari tepung menjadi gel. Gelatinisasi pati dipengaruhi oleh bahan mentah yaitu ukuran granula, rasio antara amilosa dan amilopektin, serta komponen-komponen dalam bahan pangan seperti kadar air, gula, protein, lemak dan serat kasar.

Menurut Eliasson dan Gudmundsson (2006), suatu gel pati bukanlah merupakan sistem yang seimbang, namun akan berubah seiring dengan waktu. Struktur kristalin pati akan rusak pada saat gelatinisasi, namun akan muncul kembali saat penyimpanan. Kemampuan molekul pati untuk membentuk kristal setelah gelatinisasi disebut retrogradasi. Menurut Winarno (2004), retrogradasi adalah proses kristalisasi kembali pati yang telah mengalami gelatinisasi. Beberapa molekul pati khususnya amilosa yang dapat terdispersi dalam air panas, meningkatkan granula-granula yang membengkak dan masuk ke dalam cairan yang ada di sekitarnya. Molekul-molekul amilosa tersebut akan terus terdispersi, asalkan pati tersebut dalam kondisi panas. Dalam kondisi panas, pasta masih memiliki kemampuan mengalir secara fleksibel dan tidak kaku. Bila pasta pati tersebut kemudian mendingin, energi kinetik tidak lagi cukup tinggi untuk melawan kecenderungan molekul-molekul amilosa untuk bersatu kembali. Molekul-molekul amilosa berikatan kembali satu sama lain serta berikatan dengan cabang amilopektin pada pinggir-pinggir luar granula, dengan demikian mereka

(37)

menggabungkan butir-butir pati yang bengkak tersebut menjadi semacam jaring-jaring membentuk mikrokristal dan mengendap.

Sifat retrogradasi tepung secara tidak langsung dipengaruhi oleh susunan struktur rantai pati sampai tak berbentuk (amorphous) dan bagian kristal dari granula pati yang tidak tergelatinisasi. Bagian kristal mempengaruhi tingkat kerusakan granula selama penyimpanan dan interaksi yang terjadi diantara rantai pati selama penyimpanan gel (Perera dan Hoover 1999). Perbedaan kandungan amilosa tepung jagung mempengaruhi karaktersistik retrogradasi. Pati yang mengandung amilopektin tinggi retrogradasi yang terjadi lambat (Singh et al. 2002).

Swelling Volume dan Kelarutan

Swelling volume adalah kemampuan pati untuk mengembang jika dipanaskan pada suhu dan waktu tertentu. Collado et al. (2001) menyatakan swelling volume merupakan perbandingan volume pasta pati terhadap berat keringnya. Berdasarkan hal tersebut satuan swelling volume adalah ml/g bk.

Pati dengan profil gelatinisasi tipe A (pati sagu) biasanya memiliki swelling volume yang lebih besar dibandingkan pati dengan profil gelatinisasi tipe B contohnya pati gandum, pati jagung, pati beras dan pati tapioka (Wattanachant et al. 2002). Pati yang memiliki profil gelatinisasi tipe C contohnya pati kacang-kacangan memiliki swelling volume yang terbatas atau sangat rendah jika dibandingkan tipe A (Kim et al. 1996).

Mohamed et al. (2008) menyatakan pengembangan granula terjadi ketika granula dipanaskan bersama air dan ikatan hidrogen yang menstabilisasi struktur double heliks dalam kristal terputus dan digantikan oleh ikatan hidrogen dengan air. Adanya pengembangan tersebut akan menekan granula dari dalam sehingga granula akan pecah dan molekul pati terutama amilosa akan keluar. Semakin banyak molekul amilosa yang keluar dari pati maka kelarutan semakin tinggi. Oleh karena itu pati yang memiliki kadar amilosa tinggi biasanya memiliki kelarutan yang tinggi pula contohnya pati sagu yang mengandung amilosa 27-35%. Namun demikian, kandungan amilosa tidak selalu berbanding lurus dengan kelarutan. Keberadaan kompleks amilosa dan lipid seperti pada pati

(38)

kacang-kacangan mengurangi kelarutan (Kim et al. 1996). Swelling volume dan kelarutan beberapa jenis jagung hibrida tercantum dalam Tabel 5.

Tabel 5 Swelling volume dan kelarutan lima varietas jagung hibrida Varietas Swelling volume (ml/g bk) (92,5oC) (92,5Kelarutan (%) oC)

Nusantara 1 10,48 6,76 Jaya 9,47 7,46 Prima 9,18 9,44 NT 10 10,73 10,09 Bisi 16 9,05 10,26 Sumber: Ekafitri (2009) Kapasitas Penyerapan Air

Kapasitas penyerapan air (KPA) dari pati jagung perlu diketahui karena jumlah air yang ditambahkan pada pati mempengaruhi sifat pati. Granula pati utuh tidak larut dalam air dingin. Granula pati dapat menyerap air dan membengkak, tetapi tidak dapat kembali seperti semula (retrogradasi). Air yang terserap dalam molekul menyebabkan granula mengembang. Kapasitas penyerapan air lima varietas jagung hibrida disajikan dalam Tabel 6.

Tabel 6 Kapasitas penyerapan air lima varietas jagung hibrida Varietas KPA (g/g bk) Nusantara 1 1,44 Jaya 1,51 Prima 1,56 NT 10 1,59 Bisi 16 1,63 Sumber: Ekafitri (2009)

Pada proses gelatinisasi terjadi pengrusakan ikatan hidrogen intramolekuler. Ikatan hidrogen berperan mempertahankan struktur integritas granula. Terdapatnya gugus hidroksil bebas akan menyerap air, sehingga terjadi pembengkakan granula pati. Dengan demikian, semakin banyak jumlah gugus

(39)

hidroksil dari molekul pati semakin tinggi kemampuannya menyerap air. Oleh karena itu, absorbsi air sangat berpengaruh terhadap viskositas (Tester and Karkalas 1996). Kadar amilosa yang tinggi akan menurunkan kapasitas penyerapan air dan kelarutan. Pada amylomaize dengan kadar amilosa 42,6-67,8%, kapasitas penyerapan airnya sebesar 6,3 (g/g)(oC) dan kelarutannya sebesar 12,4%. Jika jumlah air dalam sistem dibatasi maka amilosa tidak dapat meninggalkan granula. Nisbah penyerapan air dan minyak juga dipengaruhi oleh serat yang mudah menyerap air (Richana dan Suarni 2007).

Differential Scanning Calorimetry (DSC)

Differential Scanning Calorimetry (DSC) adalah teknik analisis termal dimana perbedaan jumlah panas yang dibutuhkan untuk sampel dan referens diukur sebagai fungsi suhu. Baik sampel maupun referensi dipertahankan pada suhu yang sama. Secara umum, program suhu analisis DSC dirancang sedemikian rupa sehingga suhu sampel meningkat secara linier sebagai fungsi waktu. Sampel harus mempunyai referensi kapasitas panas yang jelas dalam rentang suhu untuk di-scan (Anonim 2010).

DSC dapat digunakan untuk analisis beberapa karakteristik sampel. Untuk analisis thermal pada sampel, suhu transisi gelatinisasi (thermal temperature) sampel didefinisikan sebagai To (onset temperature), Tp (peak suhu gelatinisasi), Tc (conclusion temperature) dan ΔHgel (entalpi untuk gelatinisasi). ΔH dihitung berdasarkan berat pati kering (%BK) dan pada alat DSC diukur secara automatis. Range suhu gelatinisasi (R) dihitung dengan rumus 2(Tp – To) (Sandhu dan Singh 2007).

Perbedaan jumlah air yang ditambahkan saat analisis termal akan berpengaruh terhadap hasil yang terukur dalam alat DSC. Hanya dengan kadar air minimal 30%, bagian amorphous pati mulai tergelatinisasi pada suhu 70oC. Tingkah laku pati terhadap pemanasan tergantung pada kadar air. Air yang terkandung dalam pati tidak stabil selama proses pemanasan, untuk itu diperlukan keseimbangan sampel. Sebelum dianalisis dengan alat DSC, pan yang sudah berisi sampel disimpan pada suhu ruang selama 24 jam supaya diperoleh kesimbangan sampel atau diperoleh sampel yang homogen. Distribusi air bisa

(40)

tidak merata (tidak homogen) jika sampel disimpan kurang dari 24 jam khususnya buat sampel yang mengandung air lebih sedikit. Pemilihan pan penting agar diperoleh hasil yang tepat. (Yu dan Christie 2001). Perbandingan pati dan air 1:3 puncak yang tajam muncul pada thermogram pada suhu 69,4oC untuk pati jagung, 76,2oC untuk pati beras dan 61,6oC untuk pati gandum (Jane et al. 1999). Perbandingan pati dan air 1:9 diperoleh puncak yang tajam pada suhu 71oC untuk pati jagung dan 65,1oC untuk pati beras (Li dan Yeeh 2001).

Cookies

Biskuit adalah sejenis makanan yang terbuat dari tepung terigu dengan penambahan bahan makanan lain, dengan proses pemanasan dan pencetakan. Biskuit terbagi menjadi biskuit keras, crackers, cookies dan wafer. Cookies adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan lunak, berkadar lemak tinggi, relatif renyah dan bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur kurang padat (Manley 1983). Berdasarkan hal tersebut syarat mutu cookies mengikuti syarat mutu biskuit SNI 01-2973-1992 (Tabel 7).

Tabel 7 Syarat mutu biskuit menurut SNI 01-2973-1992 Kriteria uji Syarat

Air (%) Maksimum 5 Protein (%) Minimum 9 Lemak (%) Minimum 9,5 Karbohidrat (%) Minimum 70 Abu (%) Maksimum 1,5 Logam berbahaya Negatif Serat kasar (%) Maksimum 0,5 Energi (kkal/100 g) Minimum 400

Bau dan rasa Normal dan tidak tengik

Warna Normal

Sumber: BSN (1992)

Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan cookies terbagi menjadi bahan pengikat dan bahan pelembut. Bahan yang berfungsi sebagai bahan pengikat adalah tepung, susu dan putih telur, sedangkan bahan yang berfungsi sebagai pelembut adalah gula, lemak, leavening agent dan kuning telur (Husain, 1993). Bahan lain yang biasa ditambahkan adalah garam dan flavor.

(41)

Tepung merupakan komponen dasar pada produk bakery. Tepung berfungsi sebagai pembentuk tekstur adonan, pengikat dan pendistribusi bahan-bahan lain serta berperan dalam pembentukan cita rasa (Matz dan Matz 1978). Perubahan komponen pati dan protein tepung akan menghasilkan perubahan struktur cookies. Penggunaan tepung dengan kadar protein tinggi akan menyebabkan struktur cookies menjadi keras dan penampakannya menjadi kasar (Matz 1984). Oleh karena itu, semakin tinggi kadar protein tepung yang digunakan maka semakin banyak pula dibutuhkan penambahan gula dan lemak.

Lemak berfungsi untuk memberikan efek shortening dan memberi flavor pada produk. Margarin sering digunakan sebagai sumber lemak karena memberikan rasa lembut dan halus, selain harganya yang murah. Gula berfungsi sebagai pemanis nutritif, pembentuk tekstur, pemberi warna dan pengontrol penyebaran cookies. Gula yang umumnya digunakan adalah gula pasir dan gula pasir halus (tepung gula). Besarnya partikel gula akan mempengaruhi penyebaran cookies, semakin besar partikel gula semakin lebar pula cookies yang terbentuk.

Leavening agent berfungsi untuk mengembangkan dan memperbaiki tekstur cookies. Leavening agent yang biasa digunakan adalah ammonium bikarbonat, natrium bikarbonat dan baking powder. Baking powder merupakan campuran dari natrium bikarbonat dengan pereaksi asam, dengan atau tanpa pati atau tepung. Pereaksi asam yang sering digunakan dalam baking powder adalah asam tartarat atau garamnya, garam dari asam fosfat, komponen aluminium, atau kombinasi dari berbagai asam tersebut (Matz dan Matz 1978).

Garam digunakan untuk membentuk efek rasa dan menguatkan flavor. Jumlah garam yang ditambahkan tergantung pada jenis tepung dan formula yang digunakan. Menurut Hanafi (1999), semakin lengkap formula yang digunakan semakin banyak pula jumlah garam yang harus ditambahkan. Sementara Matz dan Matz (1978) menyatakan sebagian besar formula cookies menggunakan garam 1% atau kurang.

Penambahan flavor pada cookies ditujukan untuk memberi rasa tertentu guna meningkatkan penerimaan produk oleh konsumen. Flavor relatif stabil pada suhu pemanggangan, tetapi dapat berubah drastis bila dibakar dengan api. Menurut Manley (1983), flavor dapat ditambahkan melalui tiga cara: (i)

(42)

ditambahkan sebelum adonan dipanggang, (ii) ditaburkan atau disemprot setelah dipanggang, dan (iii) flavor tidak ikut dipanggang seperti pada pelapisan cream-jam, icing atau mallow.

Organoleptik

Panel adalah satu atau sekelompok orang yang bertugas untuk menilai sifat atau mutu benda berdasarkan kesan subjektif. Orang yang menjadi anggota panel disebut panelis. Ada 5 macam panel yang biasa digunakan dalam penilaian organoleptik yaitu: (1) panel perseorangan (2) panel pencicip terbatas (3) panel terlatih (4) panel tidak terlatih dan (5) panel konsumen (Soekarto 1981).

Panel terlatih diperoleh dengan cara diseleksi dan dilatih sedangkan panel tidak terlatih tidak mengalami proses seleksi dan pelatihan. Panel terlatih berfungsi sebagai alat analisa dan pengujian-pengujian yang dilakukan biasanya terbatas pada kemampuan membedakan. Tugas penilaian dan tanggung jawabnya tidak sebesar panel pencicip terbatas. Seleksi panelis untuk menjadi panel terlatih meliputi 6 tahapan yaitu wawancara, tahap penyaringan, tahap pemilihan atau seleksi, instruksi, latihan, uji kemampuan (Soekarto 1981).

Uji skor atau uji skoring berfungsi untuk menilai suatu sifat organoleptik yang spesifik. Tujuan uji skoring adalah pemberian suatu nilai atau skor tertentu terhadap suatu karakteristik mutu. Pemberian skor dapat dikaitkan dengan skala hedonik yang jumlah skalanya tergantung pada tingkat kelas yang dikehendaki. Jumlah panelis yang digunakan 5-15 orang untuk panel terlatih dan 15-25 orang untuk panel tidak terlatih (Rahayu 1998).

(43)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan dari bulan Juni-Nopember 2010. Tempat penelitian di Pilot Plant, Bread Unit, Laboratorium Rekayasa Proses Pangan, Laboratorium Kimia Pangan, dan Laboratorium Evaluasi Sensori SEAFAST Center IPB serta Laboratorium Biokimia Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian IPB.

Bahan dan Alat

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah jagung NK 33 yang diperoleh dari kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Bahan lain yang digunakan adalah bahan untuk pembuatan cookies dan bahan kimia untuk analisis. Bahan pembuatan cookies yaitu tepung jagung, gula halus, margarin, susu skim, kuning telur, baking soda dan vanili. Bahan kimia untuk analisis amilosa murni, NaOH 1N, asam asetat 1N, larutan iod, HCl 0,02N, K2SO4, HgO, H2SO4 pekat, H3BO3, methylene red, methylene blue, dan NaOH-Na2S2O3,

Alat yang digunakan yaitu seperangkat alat pembuatan tepung jagung dan tepung jagung pragelatinisasi diantaranya hummer mill, disc mill, cabinet dryer (H.ORTH.GmbH D-6700, tipe ITHU, West Germany), pengayak 100 mesh, dan retort (Korimat tipe KA 120/1,6 Christian Wagner, Germany). Alat-alat analisis meliputi Differential Scanning Calorimetry (DSC-60, Shimadzu, Japan), Brabender Amilograph (Brabender® OHG Duisburg 1Amylograph, Kulturstraβe 51-55.D-4100, Germany), spektrofotometer (UV-Visible Recording Spectrophotometer, UV-160, Shimadzu, Japan), alat sentrifugasi (Hettich Zentrifugen D-7200 Tuttlingen, Hettich Universal), tabung setrifugasi, pipet mikro, tanur, oven (Thelco model 15, Precision Scietific Company, Chicago Illionis) , desikator, waterbath (GFL tipe 1008, Germany), cawan porselin, timbangan, dan alat alat gelas. Alat-alat yang digunakan untuk pembuatan cookies dan uji organoleptik diantaranya oven (Chung Hou model F0-201, Taiwan),

Gambar

Tabel 2  Syarat mutu tepung jagung berdasarkan Standar Nasional Indonesia
Gambar 4  Mekanisme gelatinisasi pati (Harper 1981)
Gambar 5 Tipe profil gelatinisasi
Tabel 4  Sifat amilograf pati beberapa jenis jagung
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis penelitian dan pembahasan yang dikaji atas dasar literatur yang mendukung diperoleh bahwa pembelajaran PEP berbasis asesmen

Masih rendahnya perilaku yang baik dalam memilih makanan jajanan pada siswa-siswi di SMP Negeri 14 Bandar Lampung disebabkan banyak faktor walaupun dapat dilihat

Kondisi Cuaca di Daops Dumai : Pagi Cerah, Siang Cerah, Sore Cerah 2 Jambi Jambi Laporan kegiatan harian:.. Gladi bersih APel Siaga Pengendalian Kebakaran Hutan dan

Tgl Diagnosa Keperawatan Evaluasi Keperawatan Praf 05.06.2017 1. ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan status srikulasi. Intolerasi aktivitas

Kinerja keuangan perusahaan adalah suatu usaha formal yang dilaksanakan perusahaan untuk mengevaluasi efisien dan efektivitas dari aktivitas perusahaan yang telah

Produk dan layanan yaitu seperti regular batas waktu pengiriman normal sesuai tujuan kota, Over Night Service (ONS) menggunakan moda transportasi udara yang tiba

Semoga bantuan penyelenggaraan pelatihan ini dapat meningkatkan kualitas pembinaan kepramukaan di Kwartir Daerah Gerakan Pramuka Provinsi Banten terutama di Kwartir Cabang

Sesungguhnya Allah Shubhanahu wa ta'ala mengutus nabi kita Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam sebagai rahmat bagi seluruh alam, dan juru selamat bagi siapa saja yang beriman