• Tidak ada hasil yang ditemukan

APLIKASI DOLOMIT, BAHAN ORGANIK DAN PUPUK NPK PADA TANAH DICEMARI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "APLIKASI DOLOMIT, BAHAN ORGANIK DAN PUPUK NPK PADA TANAH DICEMARI"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

APLIKASI DOLOMIT, BAHAN ORGANIK DAN PUPUK NPK

PADA TANAH DICEMARI Cu:

KETERKAITAN ANTARA SIFAT KIMIA TANAH DAN

KETERSEDIAAN Cu DENGAN BOBOT KERING TOMAT

Oleh:

TRIESNI WIDYASTUTY

A24101046

PROGRAM STUDI ILMU TANAH

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

TRIESNI WIDYASTUTY. Aplikasi Dolomit, Bahan Organik, dan Pupuk NPK pada Tanah Dicemari Cu: Keterkaitan antara Sifat Kimia Tanah dan Ketersediaan Cu dengan Bobot Kering Tomat (dibimbing oleh UNTUNG SUDADI dan ISKANDAR)

Lahan pertanian perkotaan di sekitar kawasan industri rentan terhadap pencemaran logam berat. Salah satu logam pencemar tersebut adalah tembaga (Cu). Teknik inaktivasi in situ merupakan salah satu metode remediasi tanah tercemar logam berat yang sesuai untuk lahan pertanian. Dalam teknik ini digunakan amelioran dan pupuk untuk mengubah fraksi atau bentuk kimia logam berat dalam tanah dari yang mudah diserap tanaman ke bentuk yang lebih stabil, sehingga mengurangi transfer logam berat dari tanah ke tanaman dan rantai makanan berikutnya.

Penelitian ini bertujuan mengevaluasi: (1) pengaruh perlakuan ameliorasi dan pemupukan pada empat seri pengkayaan kadar Cu-tanah terhadap sifat-sifat kimia tanah, kadar Cu-tersedia dan bobot kering tanaman uji dan (2) hubungan antara sifat-sifat kimia tanah dan kadar Cu-tersedia dengan bobot kering tanaman uji. Tanaman uji yang digunakan adalah tomat. Kadar Cu-tersedia diekstrak dengan NH4OAc-EDTA pH 4.65.

Percobaan dilakukan di rumah kaca menggunakan tanah lapisan 0-20 cm dari lahan produktif di kawasan industri Cileungsi dengan tiga taraf ameliorasi dan pemupukan (0, 50 dan 100% dosis rekomendasi) pada empat seri pengkayaan Cu-tanah [0, 250, 500 dan 1000 mg Cu/kg BKM tanah menggunakan CuSO4.7H2O)] dengan tiga ulangan dalam RAL. Dosis rekomendasi untuk tomat

komersial dataran rendah yang digunakan adalah: 4 ton/ha kapur Dolomit, 30 ton/ha bahan organik kotoran sapi, 150 kg N/ha (½ Urea + ½ ZA), 150 kg P2O5/ha

(SP-36) dan 100 kg K2O/ha (KCl).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan taraf ameliorasi dan pemupukan dari 0 hingga 100% dosis rekomendasi sangat nyata meningkatkan secara linier pH-H2O, C-organik, N-total, P-Bray#1, Mg-dd, K-dd dan Na-dd pada

keempat seri pengkayaan Cu-tanah, tetapi hanya pada seri 250 dan 500 mg Cu/kg untuk Ca-dd; nyata meningkatkan secara linier KTK pada seri 250 dan 1000 mg Cu/kg; berpengaruh nyata terhadap NH4OAc-EDTA-Cu secara kuadratik pada

seri 0 mg Cu/kg dan sangat nyata menurunkan secara linier pada seri 500 mg Cu/kg, tetapi tidak nyata pada seri 250 dan 1000 mg Cu/kg; nyata secara kuadratik terhadap bobot kering akar (BK-A) pada seri 0 dan 250 mg Cu/kg dan sangat nyata pada seri 1000 mg Cu/kg, serta sangat nyata terhadap bobot kering bagian atas tanaman (BK-BAT) secara kuadratik pada keempat seri pengkayaan Cu-tanah. Perubahan kadar NH4OAc-EDTA-Cu dan sifat kimia tanah selain K-dd,

Ca-dd, pH-H2O, C-organik dan Na-dd bukan merupakan faktor penentu bobot

kering tanaman uji. Pengkayaan Cu-tanah hingga 1000 mg Cu/kg menurunkan BK-A dan BK-BAT tomat masing-masing hanya sebesar 22 dan 8 %. Perlakuan ameliorasi dan pemupukan sebagai penerapan teknik inaktivasi in situ yang dicobakan dalam penelitian ini berpengaruh tidak konsisten terhadap kadar

(3)

Cu-tersedia, tetapi memperbaiki sifat-sifat kimia tanah sehingga meningkatkan bobot kering tanaman.

(4)

TRIESNI WIDYASTUTY. Application of Dolomite, Organic Matter, and NPK Fertilizers on Cu-Polluted Soil: Relationships between Soil Chemical Properties and Bioavailable-Cu with Dry Matter Yield of Tomato (under supervision of UNTUNG SUDADI and ISKANDAR)

Urban arable land located near industrial area are vulnerable to heavy metal pollution. One of these heavy metals of concerned is cooper (Cu). In situ inactivation is a prospective remediation methods to be applied on heavy metal polluted-soil of arable land. This technique refers to the use of ameliorants and fertilizers to alter the chemical forms of heavy metal pollutants in the environment, thereby decreasing their chemical and biological ability to cause harm.

This research was aimed at to evaluate: (1) the effects of amelioration and fertilization at 4 (four) soil Cu-enrichment series on soil chemical properties, the concentration of Cu-bioavailable fraction and dry matter yield of the test plant, and (2) the relationships between soil chemical properties, concentration of soil Cu-bioavailable fraction and dry matter yield of the test plant. The test plant used in this research was low altitude-dryland tomato. The concentration of soil Cu-bioavailable fraction was extracted with NH4OAc-EDTA pH 4.65.

A greenhouse experiment using bulk soil samples of the upper 0-20 cm layer taken from productive arable land in Cileungsi industrial area was conducted in a completely randomized design with 3 (three) rates of amelioration and fertilization treatment (0, 50 and 100 % of the recommended dosage for low altitude-dryland tomato) at 4 (four) series of soil Cu-enrichment (0, 250, 500 and 1000 mg Cu/kg dry matter soil using CuSO4.7H2O) with 3 (three) replications.

The recommended dosage for commercial tomato cultivation in low altitude dryland are: 4 ton/ha Dolomite, 30 ton/ha cow dung, 150 kg/ha N (½ Urea + ½ ZA), 150 kg/ha P2O5 (SP-36) and 100 kg/ha K2O (KCl).

The results of this research showed that the increasing rates of the amelioration and fertilization treatment from 0 to 100 % of the recommended dosage increased significantly and linearly soil pH-H2O, organic-C, total-N,

P-Bray#1, and exchangeable-Mg, -K, and -Na at all series of soil Cu-enrichment, but only at 250 and 500 mg Cu/kg series for exchangeable-Ca, and only at 250 and 1000 mg Cu/kg series for soil cation exchange capacity; significantly affected NH4OAc-EDTA-Cu at 0 mg Cu/kg series with quadratic response, and

very significantly and linearly increased NH4OAc-EDTA-Cu at 500 mg Cu/kg

series, but these effects were not clear at 250 and 1000 mg Cu/kg series; significantly affected roots dry matter yield with quadratic responses at 0, 250, and 1000 mg Cu/kg series and also affected very significantly shoots dry matter yield with quadratic responses at all series of soil Cu-enrichment. The changes in soil NH4OAc-EDTA-Cu concentration and other soil chemical properties except

exchangeable-K and -Ca, pH-H2O, organic-C and exchangeable-Na were not the

main factors affecting plant dry matter yield. Soil Cu-enrichment until 1000 mg Cu/kg only decreased tomato’s roots and shoots dry matter yields by 22 and 8 %,

(5)

respectively, as compared to those of the un-enriched ones. Amelioration and fertilization treatment as the implementation of the in situ inactivation technique studied in this research affected not consistently the concentration of the soil Cu-bioavailable fraction, but improved other soil chemical properties, thereby increased dry matter yield of the test plant.

(6)

KETERKAITAN ANTARA SIFAT KIMIA TANAH DAN

KETERSEDIAAN Cu DENGAN BOBOT KERING TOMAT

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pertanian

pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Oleh:

TRIESNI WIDYASTUTY

A24101046

PROGRAM STUDI ILMU TANAH

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

Judul Skripsi : Aplikasi Dolomit, Bahan Organik, dan Pupuk NPK pada Tanah Dicemari Cu: Keterkaitan antar Sifat Kimia Tanah, Ketersediaan Cu dan Produksi Bobot Kering Tomat

Nama Mahasiswa : Triesni Widyastuty Nomor Pokok : A24101046

Menyetujui :

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Ir. Untung Sudadi, M.Sc. Dr. Ir. Iskandar NIP. 131 846 874 NIP. 131 664 406

Mengetahui,

Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M.Agr. NIP. 130 422 698

(8)

Penulis dilahirkan pada tanggal 4 Juni 1983 di Jakarta, sebagai putri ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Iwan Aksa dan Ibu Zaleha.

Riwayat pendidikan formal dimulai saat penulis masuk TK Aisyah Bengkulu tahun 1988. Kemudian pada tahun 1995 penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SD Sint. Carolus Bengkulu selama 6 tahun. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan di SLTPN 1 Bengkulu dan menyelesaikannya pada tahun 1998 kemudian pada tahun 1998 melanjutkan pendidikan di SMUN 5 selama 3 tahun. Kemudian pada tahun 2001, penulis diterima di Program Studi Ilmu Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI.

Selama mengikuti kegiatan perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Dasar-dasar Ilmu Tanah. Penulis juga aktif di berbagai lembaga kemahasiswaan seperti Himpunan Mahasiswa Ilmu Tanah (periode 2002/2003), Dewan Perwakilan Mahasiswa (periode 2002/2003 dan 2003/2004) dan Himpunan Mahasiwa Islam (2002-2006).

(9)

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ... iv DAFTAR GAMBAR ... v PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1 Tujuan Penelitian ... 2 TINJAUAN PUSTAKA Kontaminasi dan Pencemaran Logam Berat dalam Tanah ... 3

Sumber Logam Berat ... 4

Perilaku Logam Berat dalam Tanah ... 5

Serapan Logam Berat dalam Tanaman ... 6

Perilaku Tembaga dalam Tanah ... 7

Keberadaan Tembaga dalam Tanaman ... 8

Pengaruh Pengapuran, Aplikasi Bahan Organik dan Pemupukan NPK terhadap Kapasitas Retensi Logam Berat ... 8

Pengapuran ... 9

Bahan organik ... 9

Tomat ... 10

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu ... 11

Bahan ... 11

Pelaksanaan Penelitian ... 12

Percobaan Rumah Kaca ... 12

Pengambilan Contoh Tanah dan Tanaman Uji ... 13

Analisis Tanah ... 13

Analisis dan Evaluasi Data ... 13

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan terhadap Sifat Kimia Tanah dan NH4OAc-EDTA-Cu ... 15

(10)

Hubungan Sifat Kimia Tanah dengan Bobot Kering Tanaman ... 27

Indeks Toleransi ... 28

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 31

Saran ... 32

DAFTAR PUSTAKA ... 33

(11)

iv

DAFTAR TABEL

No Teks Halaman

1 Kisaran dan Rata-rata Kadar Beberapa Logam Berat

dalam Tanah di Negara Maju ... 4 2 Hasil Analisis Pendahuluan Tanah Percobaan ... 11 3 Taraf Ameliorasi dan Pemupukan untuk Tomat Dataran

Rendah ... 12 4 Hasil Analisis Ragam dan DMRT Pengaruh Perlakuan

Ameliorasi dan Pemupukan terhadap Sifat-sifat Kimia

dan NH4OAc-EDTA-Cu ... 16

5 Persamaan Regresi Hubungan Sifat Kimia Tanah dan NH4OAc-EDTA-Cu dengan Perlakuan Ameliorasi dan

Pemupukan ... 17 6 Hasil Analisis Ragam dan DMRT Pengaruh Perlakuan

Ameliorasi dan Pemupukan terhadap Bobot Kering

Tanaman ... 24 7 Persamaan Regresi Hubungan Bobot Kering Tanaman

dengan Perlakuan Ameliorasi dan Pemupukan ... 24 8 Nilai Indeks Toleransi berdasarkan Bobot Kering

Tanaman ... 29 9 Persentase Cu-tersedia terhadap Cu-total ... 30

Lampiran

1 Hasil Analisis Sifat Kimia Tanah, NH4OAc-EDTA-Cu dan

(12)

DAFTAR GAMBAR

No Teks Halaman

1 Respon Sifat-sifat Kimia Tanah dan NH4OAc-EDTA-Cu

terhadap Perlakuan Ameliorasi dan Pemupukan pada Seri

Pengkayaan Cu-Tanah 0 mg/kg ... 19 2 Respon Sifat-sifat Kimia Tanah terhadap Perlakuan

Ameliorasi dan Pemupukan pada Seri Pengkayaan

Cu-Tanah 250 mg/kg ... 20 3 Respon Sifat-sifat Kimia Tanah dan NH4OAc-EDTA-Cu

terhadap Perlakuan Ameliorasi dan Pemupukan pada Seri

Pengkayaan Cu-Tanah 500 mg/kg ... 21 4 Respon Sifat-sifat Kimia Tanah terhadap Perlakuan

Ameliorasi dan Pemupukan pada Seri Pengkayaan

Cu-Tanah 1000 mg/kg ... 22 5 Respon Bobot Kering Tanaman terhadap Perlakuan

Ameliorasi dan Pemupukan pada Seri Pengkayaan

Cu-Tanah 0 mg/kg ... 25 6 Respon Bobot Kering Tanaman terhadap Perlakuan

Ameliorasi dan Pemupukan pada Seri Pengkayaan

Cu-Tanah 250 mg/kg ... 25 7 Respon Bobot Kering Tanaman terhadap Perlakuan

Ameliorasi dan Pemupukan pada Seri Pengkayaan

Cu-Tanah 500 mg/kg ... 26 8 Respon Bobot Kering Tanaman terhadap Perlakuan

Ameliorasi dan Pemupukan pada Seri Pengkayaan

Cu-Tanah 1000 mg/kg... 26

Lampiran

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pencemaran tanah oleh logam berat dianggap sebagai masalah lingkungan serius di seluruh dunia, namun perhatian dan kepedulian terhadap permasalahan ini di Indonesia, khususnya yang terjadi di lahan pertanian, masih sangat rendah.

Logam berat didefinisikan sebagai unsur-unsur logam dengan kerapatan jenis > 6 kg.dm-3 (Lepp, 1981). Beberapa logam berat, pada kadar tertentu, merupakan bahan beracun dan berbahaya (B3) (Nurjaya et al., 2002), sehingga menjadi sumber pencemar lingkungan, antara lain As, Cd, Co, Cr, Cu, Fe, Hg, Mn, Ni, Pb, Se, Sn dan Zn (Jones dan Javis, 1981).

Secara alami, kadar logam berat dalam larutan tanah relatif rendah, terutama pada tanah alkalin atau tanah berkapur. Kadar logam berat yang tinggi, dan bersifat meracun bagi tanaman, biasanya terdapat pada tanah masam akibat tingginya kelarutan (Alloway, 1995; Lindsay, 1979). Namun dalam beberapa dekade terakhir, kadar logam berat dalam tanah di beberapa lokasi cenderung meningkat akibat berbagai masukan yang bersifat antropogenik (Alloway, 1995; McCalla et al., 1986 dalam Salam, 1995).

Selain areal di sekitar lokasi penambangan dan peleburan logam, lahan pertanian perkotaan di sekitar wilayah industri juga rentan terhadap pencemaran logam berat (Cairney, 1995). Sumber utama bahan pencemar logam berat adalah deposisi atmosferik dari sisa pembakaran bahan bakar fosil serta aktivitas penambangan dan peleburan logam, limbah padat dan cair dari proses produksi produk manufaktur, pelapisan logam, cat dan pelapis berbahan dasar logam berat, aplikasi lumpur limbah serta beberapa pestisida dan pupuk yang mengandung logam berat (Adriano, 1986; Alloway, 1995).

Berkaitan dengan situasi tersebut, bersamaan dengan upaya penegakan peraturan dan perundangan untuk menekan pencemaran logam berat dari sisi sumbernya, misalnya melalui penerapan teknologi “produksi bersih” dan kebijakan “nir limbah”, tindakan praktis yang efektif dan efisien untuk menekan

(14)

dampak pencemaran logam berat di lahan pertanian produktif di Indonesia harus diupayakan.

Metode remediasi yang diterapkan pada tanah tercemar logam berat umumnya mahal dan memerlukan ekskavasi tanah yang tercemar. Salah satu metode alternatif untuk meremediasi tanah tercemar logam berat yang lebih murah, ramah lingkungan dan memberikan perlindungan yang sama terhadap manusia dan lingkungan adalah teknik “inaktivasi in situ”. Teknik ini merujuk kepada penggunaan bahan-bahan penyehat tanah (soil amendments) dan tanaman untuk mengubah bentuk kimia logam berat yang sebelumnya mudah diserap tanaman menjadi bentuk kimia yang lebih stabil, sehingga ketersediaan dan toksisitasnya untuk tanaman menurun (Vangronsveld dan Cunningham, 1998).

Kapasitas tanah dalam meretensi, menjerap dan mengakumulasikan logam berat terutama ditentukan oleh kadar liat, kadar air, potensial redoks, pH, kadar bahan organik dan kapasitas tukar kation [KTK] (Bohn et al., 1979; Jones dan Jarvis, 1981; Lindsay, 1979; Stevenson, 1982). Kapasitas sangga tanah terhadap logam berat dapat ditingkatkan dengan meningkatkan pH, kadar bahan organik dan KTK tanah (Sudadi et al., 1996, 1997).

Berdasarkan latar belakang di atas, telah dilakukan percobaan rumah kaca penerapan teknik inaktivasi in situ menggunakan tanah dari lahan pertanian dengan perlakuan aplikasi amelioran serta pupuk pada beberapa seri pengkayaan kadar Cu-tanah.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi:

1. Pengaruh perlakuan ameliorasi dolomit dan bahan organik kotoran sapi serta pemupukan NPK pada empat seri pengkayaan kadar Cu tanah pada tanah pertanian perkotaan terhadap sifat-sifat kimia tanah, kadar Cu-tersedia dan produksi bobot kering tanaman uji tomat

2. Hubungan antara sifat-sifat kimia tanah dan kadar Cu-tanah dengan produksi bobot kering tanaman uji.

(15)

TINJAUAN PUSTAKA

Kontaminasi dan Pencemaran Logam Berat dalam Tanah

Tanah merupakan sistem kompleks yang heterogen dimana fenomena-fenomena fisik, kimia dan biologi di dalamnya selalu berkecenderungan untuk menuju kondisi keseimbangan yang dinamik. Sebagai akibat dari faktor-faktor alami dan aktivitas manusia, sistem tanah secara progresif akan selalu berubah, dimana perubahan ini dapat menguntungkan ataupun merugikan (Cottenie et al., 1982).

Kontaminasi atau pencemaran logam berat merupakan salah satu proses dan penyebab degradasi sumber daya tanah yang dapat mengakibatkan menurunnya mutu dan fungsi ekologis tanah (Blum et al., 1993). Secara alami, kontaminasi logam berat terjadi pada tanah-tanah yang berkembang dari batuan induk basa dan ultra basa akibat proses pelarutan dan erosi serta kegiatan vulkanis, sedangkan pencemaran logam berat terutama diakibatkan oleh sumber antropogenik.

Logam berat didefinisikan sebagai unsur-unsur yang memiliki berat jenis > 6 g/cm3 (Lepp, 1981). Sebagian dari logam-logam berat merupakan hara esensial mikro bagi tanaman dan hewan, di antaranya Zn, Cu dan Mn esensial bagi tumbuhan dan Co, Mn, Cu dan Zn essensial bagi hewan ternak (Alloway, 1995). Logam berat lainnya, seperti As, Cd, Cr, Hg, Ni, Pb, Ti dan U bukan merupakan hara esensial. Salah satu sifat logam berat yang umum di dalam tanah adalah jumlahnya yang sedikit, umumnya < 100 mg/kg dan tidak diperlukan atau hanya diperlukan dalam jumlah sedikit oleh tumbuhan, hewan dan manusia, sehingga akan bersifat meracun terhadap makhluk hidup bila kadarnya melewati batas–batas tertentu (Sposito, 1989 dalam Salam, 1995).

Menurut Lacatusu (1998), kontaminasi tanah merujuk pada kisaran kadar logam berat yang terukur di dalam tanah yang belum atau tidak akan segera memberikan efek negatif terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman dan komponen lingkungan lainnya. Pencemaran tanah merujuk pada kisaran kadar

(16)

logam berat yang telah memberikan efek negatif terhadap beberapa atau seluruh komponen lingkungan.

Sumber Logam Berat dalam Tanah

Secara alami, umumnya logam-logam berat dijumpai dalam sistem tanah sebagai penyusun mineral dalam batuan induk. Menurut Mitchell (1964 dalam Alloway 1995), mineral umum penyusun batuan yang mengandung logam berat adalah olivin, hornblende, augit, biotit, apatit, anortit, andesin, oligoklas, albit, garnet, ortoklas, muskovit, ilmenit dan magnetit. Selain berasal dari pelapukan mineral dan batuan, menurut Alloway (1995), sumber lain logam berat dalam tanah adalah deposisi dari pertambangan dan peleburan bijih logam, bahan-bahan dari pertanian dan hortikultura (pestisida, sisa-sisa pengomposan, dll), lumpur limbah, pembakaran bahan bakar fosil, limbah dari industri-industri logam, industri elektronik dan industri bahan kimia, dll.

Pada Tabel 1 disajikan kisaran dan rata-rata kadar beberapa logam berat dalam tanah di negara maju.

Tabel 1. Kisaran dan Rata-rata Kadar Beberapa Logam Berat dalam Tanah di Negara Maju

Sumber: Lindsay (1979)

Kadar dalam tanah (mg/kg) Logam berat Berat Atom

Kisaran Rata-rata As 74.96 1-5 5 Cd 112.40 0.01-0.70 0.06 Co 58.93 1-40 8 Cr 52.00 1-1000 100 Cu 63.54 2-100 30 Mn 54.94 20-3000 600 Ni 58.71 5-500 40 Pb 207.19 2-200 10 Zn 65.37 10-300 50

(17)

5

Perilaku Logam Berat dalam Tanah

Dalam tanah, ion-ion logam dijumpai dalam berbagai bentuk kimia. Selain diretensi dalam bentuk kompleks dan presipitat pada fase padatan tanah, sebagian logam berat berada dalam bentuk kation dan anion bebas dalam larutan tanah, sebagai organo-mineral yang larut serta terjerap dalam koloid tanah (Cottenie dan Verloo, 1984). Menurut Verloo (1993), keseluruhan logam berat yang ada di dalam tanah dapat dipilahkan menjadi berbagai fraksi atau bentuk, yaitu: (1) larut air, berada dalam larutan tanah; (2) tertukarkan, terikat pada tapak-tapak jerapan (adsorbtion sites) pada koloid tanah dan dapat dibebaskan oleh reaksi pertukaran ion; (3) terikat secara organik, berasosiasi dengan senyawa humus yang tidak terlarutkan; (4) terjerat (occluded) di dalam oksida besi dan mangan; (5) pada senyawa-senyawa tertentu, seperti karbonat, fosfat, dan sulfida; serta (6) terikat secara struktural di dalam mineral silikat atau mineral primer.

Keberadaan logam berat dalam tanah dipengaruhi oleh pH tanah, kadar bahan organik, kapasitas tukar kation dan keadaan oksidasi-reduksi (Jones dan Jarvis, 1981). Ketersediaan kation-kation logam menurun dengan meningkatnya pH tanah. Dengan naiknya pH, bentuk kation logam berubah menjadi bentuk-bentuk hidroksida atau oksida (Soepardi, 1983). Secara umum kelarutan dan ketersediaan logam berat terhadap tanaman lebih rendah pada tanah dengan KTK tinggi (Alloway, 1995).

Beberapa logam berat, seperti Cu dan Zn, dapat membentuk komplek yang kuat dengan bahan organik. Kompleks-kompleks dapat larut ataupun tidak larut yang stabil tersebut dapat terbentuk akibat terikatnya logam-logam tersebut oleh grup-grup fungsional karboksil dan fenolik dalam bahan organik (Stevenson, 1982). Melalui reaksi oksidasi-reduksi, kapasitas tanah dalam meretensi logam berat dipengaruhi oleh kadar air. Misalnya, Cu dan Zn lebih larut dibandingkan Fe, Mn dan Al pada tanah yang aerob (Bohn et al., 1979).

(18)

Serapan Logam Berat oleh Tanaman

Setiap tanaman memiliki sifat yang berbeda dalam hal penyerapan logam berat dalam tanah. Kapasitas tanaman dalam mengakumulasikan logam berat bergantung kepada spesies, kultivar, bagian tanaman, umur dan fisiologisnya. Alloway (1995) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah logam berat yang dapat diserap tanaman adalah: (1) kadar logam berat dalam larutan tanah, (2) pergerakan ion logam berat dari bahan padatan tanah ke permukaan akar, (3) pergerakan ion logam berat dari permukaan akar ke bagian dalam akar tanaman, serta (4) pergerakan logam berat dari jaringan akar ke jaringan tanaman lainnya.

Proses-proses utama dalam pergerakan ion-ion logam dari larutan tanah ke akar tanaman adalah melalui (a) aliran massa, dengan larutan tanah sebagai penggeraknya ke akar, (b) difusi, melalui larutan tanah yang mengalami penurunan gradien konsentrasi yang disebabkan oleh serapan ion oleh akar tanaman, serta (c) intersepsi akar, yaitu pergerakan akar memasuki ruang yang sebelumnya ditempati oleh unsur-unsur yang dapat diserap oleh tanaman (Jones dan Jarvis, 1981; Leiwakabessy, 1988).

Penyerapan logam berat oleh akar tanaman dapat berlangsung secara aktif maupun pasif. Penyerapan secara pasif melalui difusi ion dari larutan tanah ke lapisan endodermis akar, sedangkan penyerapan logam berat secara aktif terjadi dengan melawan gradien konsentrasi sehingga dibutuhkan energi metabolisme. Penyerapan Pb berlangsung secara pasif, sedangkan Cu, Mo, dan Zn penyerapannya secara aktif ataupun kombinasi kedua cara tersebut (Alloway, 1995).

Pada umumnya, sebagian besar logam berat yang diserap tanaman diakumulasikan di bagian akar (Jones dan Jarvis, 1981). Berdasarkan hasil penelitian Notohadiprawiro (1995), kebanyakan tanaman dikotil menyerap logam berat lebih banyak dibandingkan tanaman monokotil. Tanaman cenderung menyerap Cd dan Zn lebih banyak di bagian vegetatifnya sedangkan Ni dan Cu lebih banyak di organ generatif.

(19)

7

Tembaga

Perilaku Tembaga dalam Tanah

Rata-rata kadar tembaga (Cu) kerak bumi adalah 50 ppm (Taylor, 1964

dalam Soepardi, 1983). Kisarannya di dalam tanah mulai dari 10 sampai 80 ppm

(Goldschmidt, 1954 dalam Soepardi, 1983). Di alam Cu umumnya terdapat dalam bentuk sulfida, walaupun ada juga bentuk-bentuk yang kurang stabil seperti silikat, karbonat dan sulfat. Bentuk sulfida yang paling banyak adalah

Chalcopyrite (CuFeS2) (Alloway, 1995). Bentuk-bentuk silikat, karbonat, sulfat,

klorida dan lain-lain merupakan mineral-mineral Cu (II) yang relatif lebih larut sehingga sukar dijumpai lagi di daerah-daerah yang sudah sangat tercuci (Leiwakabessy, 2004).

Bentuk-bentuk kimia Cu di dalam tanah banyak dipengaruhi oleh sifat-sifat penyusun tanah. Fraksionasi terhadap Cu di dalam tanah yang dilakukan oleh McLaren dan Crawford (1973) menunjukkan bahwa bentuk Cu dalam tanah adalah sebagai berikut: (1) Cu dalam larutan tanah dan bebas dipertukarkan; (2) Cu yang diikat dengan lemah oleh ikatan atau senyawa inorganik; (3) Cu yang diikat oleh senyawa organik; (4) Cu yang berikatan dengan oksida bebas; serta (5) residu Cu yang terikat pada kisi-kisi struktur liat.

Krauskopf (1972) menerangkan bahwa mineral liat mempunyai kapasitas jerapan yang berbeda terhadap logam berat. Tembaga dijerap oleh mineral liat menurut deret: montmorilonit > ilit > kaolinit, dan pada seluruh liat jerapan meningkat sebanding dengan peningkatan pH.

Tisdale dan Nelson (1975) menyebutkan bahwa perilaku Cu dalam tanah dipengaruhi oleh KTK, tekstur, bahan organik dan pH tanah. Makin halus tanah, maka makin banyak total Cu dalam tanah. Ketersediaan Cu yang rendah pada pH yang tinggi mencerminkan penurunan pembebasan Cu dari pelarutan mineral, peningkatan pengkompleksan Cu oleh bahan organik tanah, jerapan oleh permukaan komponen inorganik tanah dan pemampatan oleh hidroksida dan oksida tanah.

(20)

Keberadaan Tembaga dalam Tanaman

Tembaga merupakan salah satu hara esensial bagi tanaman. Pada umumnya kadar Cu dalam jaringan tanaman berkisar 5-25 ppm. Besarnya akumulasi Cu berbeda pada jenis tanaman dan kultivar yang berbeda (Alloway, 1995). Pada umumnya, sebagian logam berat yang diserap tanaman diakumulasikan pada bagian akar dibandingkan bagian tanaman lainnya (Jones dan Jarvis, 1981).

Fungsi Cu dalam tanaman berhubungan dengan enzim. Tembaga merupakan komponen beberapa enzim seperti ascorbic acid oxydase, phenol

oxydase, lactase dari diamine oxydase, citokrom oxydase dan plastocyanimine

(Leiwakabessy dan Sutandi, 2004).

Pada spesies tanaman tertentu, kadar Cu yang berlebihan dalam tanaman akan bersifat racun. Menurut Lepp (1981), kadar Cu yang tinggi dalam jaringan tanaman menyebabkan mitosis, peningkatan aktivitas enzim katalase dan IAA-oksidase, peningkatan aktivitas enzim perIAA-oksidase, penurunan asam nukleat, khususnya dalam embrio, mengurangi aktifitas amilase, dan RNA-ase, serta mengurangi aktifitas protease dalam endosperma.

Pengaruh Pengapuran dan Aplikasi Bahan Organik terhadap Sifat Kimia Tanah dan Ketersediaan Logam Berat

Faktor-faktor yang menentukan kapasitas tanah dalam meretensi, menjerap dan mengakumulasikan logam berat terutama adalah tekstur, kadar air, redoks, pH, kadar bahan organik, dan kapasitas tukar kation (KTK) (Bohn et al., 1979; Lindsay, 1979; Stevenson, 1994). Semakin tinggi KTK tanah, semakin tinggi pula jumlah logam berat yang dapat diretensi oleh tanah tersebut sehingga potensi terjadinya pencemaran berkurang.

Kapasitas sangga tanah terhadap logam berat dapat ditingkatkan dengan meningkatkan pH, kadar bahan organik dan KTK tanah. Sudadi et al. (1996; 1997) menggunakan kapur pertanian, bahan organik dan zeolit untuk meningkatkan nilai ketiga karakteristik tanah tersebut pada tanah bertekstur lempung berpasir yang ditanamani jagung dalam rumah kaca untuk mempelajari status Cd, Cu, Pb, dan Zn dalam tanah dan tanaman uji. Hasilnya menunjukkan

(21)

9

peningkatan kapasitas sangga tanah terhadap logam-logam berat tersebut yang diindikasikan dari menurunnya kadar fraksi logam berat yang dapat diserap tanaman dalam tanah.

Pengapuran

Pengapuran merupakan salah satu usaha untuk memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Sifat kimia yang diperbaiki dengan adanya pengapuran adalah meningkatnya pH tanah, meningkatnya ketersediaan hara esensial, serta menurunnya aktivitas Al, Fe dan Mn yang bersifat racun bila berlebihan. Oleh sebab itu, perkembangan akar tanaman menjadi optimum akibat pengapuran (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004).

Menurut Tisdale et al. (1985), bila diberikan pada takaran yang tepat, pengapuran memberikan pengaruh yang positif, antara lain: (1) mengurangi aktivitas ion H pada tanah dengan pH < 4.5, sehingga pH dapat ditingkatkan; (2) peningkatan pH tanah selanjutnya diikuti oleh penurunan kelarutan logam-logam berat selain Mo; serta (3) meningkatkan muatan negatif tanah sehingga KTK tanah ditingkatkan. Dengan demikian, pengapuran dapat meningkatkan kapasitas retensi tanah terhadap logam berat.

Bahan kapur yang ada dan diperdagangkan di Indonesia bermacam-macam, namun yang umum digunakan adalah dari golongan karbonat, baik dalam bentuk dolomit maupun kalsit. Dolomit selain mengandung Ca juga mengandung Mg, sehingga dolomit akan berpengaruh baik bagi tanah yang memiliki kadar Mg yang rendah (Soepardi,1983).

Bahan Organik

Bahan organik merupakan sistem kompleks yang dinamis, berasal dari sisa tanaman dan binatang yang terdapat dalam tanah yang terus menerus mengalami perubahan bentuk karena dipengaruhi oleh faktor fisik, kimia dan biologi. Komponen-komponen yang menyusun bahan organik adalah karbohidrat, selulosa, protein, lignin, lemak, dan asam-asam organik, seperti asam humik, fulvik, serta alkohol dan aldehida (Kononova, 1966). Komponen-komponen organik dalam tanah merupakan agen-agen efektif untuk proses pengkelatan

(22)

logam berat dan kelarutan logam-logam tersebut bergantung kepada kekuatan mengikat dan mobilitas kelat yang terbentuk (Singh dan Steiness, 1990).

Singh dan Steiness (1990) menyatakan bahwa logam-logam berat dikelat oleh bahan bahan organik tanah dengan urutan Cu > Cd > Zn > Pb dan pengaruh ini sangat tergantung pada pH dan jenis mineral dalam tanah.

Senyawa organik memiliki kemampuan dalam mengkelat kation-kation logam polivalen. Diperkirakan bahan organik mampu mengkelat 98 - 99 % Cu, 75 % Zn dan 84 - 99 % Mn dengan stabilitas kelat yang tinggi (Hodgson et al., 1966; Geering et al., 1969; Stevenson, 1981 dalam Sudadi et at., 1996 ).

Tomat

Tomat (Lycopersicon esculentum) merupakan salah satu tanaman hortikultura yang termasuk dalam famili Solanaceae. Pertumbuhan dan perkembangan tanaman tomat sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor tumbuh yaitu tanah, air, temperatur, cahaya, kelembaban udara dan organisme pengganggu tanaman (OPT). Tanaman dapat tumbuh dengan baik bila tanahnya mengandung lempung dan beraerasi baik, selain itu kelembaban relatif yang tinggi (95%) akan merangsang pertumbuhan. Temperatur yang rendah di sekitar tanaman, lebih rendah dari 130C, akan menghambat penyerapan unsur hara nitrogen dan kalium (Sahat, 1989).

(23)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Rumah Kaca Cikabayan dan Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor sejak November 2004 hingga Oktober 2005.

Bahan

Untuk percobaan rumah kaca digunakan contoh tanah komposit lapisan 0-20 cm yang diambil dari lahan pertanian tadah hujan di desa Gunung Putri, Kecamatan Gunung Putri, Kabupaten Bogor yang merupakan bagian dari wilayah industri Cileungsi. Hasil analisis pendahuluan terhadap tekstur dan sifat kimia tanah disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Analisis Pendahuluan Tanah Percobaan

Sifat Tanah Nilai * Sifat Tanah Nilai *

pH H2O 1:1 6.30 AM KTK (me/100g) 9.53 R

pH KCl 1:1 5.65 - KB (%) 55.51 S

C-organik (Walkley&Black, %) 2.37 S Pasir (%) 9.03 N-total (Kjeldahl, %) 0.09 SR Debu (%) 38.52 P-tersedia (Bray#1, ppm) 118.2 ST Liat (%) 52.45

Liat N NH4OAc pH 7.0 (me/100g) Ca-dd Mg-dd K-dd Na-dd 3.87 0.65 0.20 0.57 R-S R R S

Total Logam (Aqua Regia) Cd (mg/kg) Cu (mg/kg) Pb (mg/kg) Zn (mg/kg) 2.54 59.36 60.37 98.43 - - - - c/p indeks (Lacatusu, 1998) Nilai Klasifikasi

Cd Cu Pb Zn Cd-Cu-Pb-Zn 3.93 1.73 0.68 0.73 7.08 Tercemar ringan Tercemar sangat ringan

Terkontaminasi berat Terkontaminasi berat Tercemar sangat berat * AM agak masam, SR sangat rendah, R rendah, S sedang, T tinggi, ST sangat tinggi (PPT, 1993)

Tanaman uji yang digunakan adalah tomat dataran rendah (Lycopersicon

(24)

Tanaman Sayuan (Balitsa), Lembang. Untuk perlakuan pengkayaan kadar Cu-tanah digunakan reagen dalam bentuk garam sulfat [CuSO4.7H2O; p.a. Merck],

sedangkan untuk perlakuan ameliorasi dan pemupukan digunakan kapur dolomit, bahan organik kotoran sapi, pupuk N (urea dan ZA), P (SP-36) dan K (KCl).

Pelaksanaan Penelitian

Percobaan Rumah Kaca

Percobaan dilakukan menurut RAL dengan 3 taraf perlakuan ameliorasi dan pemupukan yang dilakukan pada 4 seri pengkayaan kadar Cu-tanah, masing-masing dengan 3 ulangan (Tabel 3) sehingga diperoleh 36 satuan percobaan. Denah penyusunan pot-pot percobaan di rumah kaca disajikan pada Gambar Lampiran 1.

Tabel 3. Taraf Ameliorasi dan Pemupukan untuk Tomat Dataran Rendah

Seri Pengkayaan Kadar Cu (mg/kg BKM Tanah)

0 1 2 3 Taraf Ameliorasi dan

Pemupukan *

0 Cu 250 Cu 500 Cu 1000 Cu

0 % AP0 AP0-0 AP0-1 AP0-2 AP0-3

50 % AP1 AP1-0 AP1-1 AP1-2 AP1-3

100 % AP2 AP2-0 AP2-1 AP2-2 AP2-3

* Dosis rekomendasi (100%) ameliorasi dan pemupukan untuk budidaya tomat dataran rendah komersial: 4 ton/ha Dolomit, 30 ton/ha kotoran sapi, 150 kg/ha N (½ Urea + ½ ZA), 150 kg/ha P2O5 (SP-36) dan 100 kg/ha K2O (KCl) (Nurtika, 1992; Nurtika dan Sumarna, 1992; Nurtika

dan Sumarni, 1992; Nurtika dan Suwandi, 1992; Sahat, 1989).

Pada hari pertama, contoh tanah setara 5 kg BKM dicampur merata dengan dolomit (setara 0, 50 dan 100 % x 4 ton dolomit/ha), pupuk kandang kotoran sapi (setara 0, 50 dan 100 % x 30 ton kotoran sapi/ha) dan larutan Cu sesuai takaran pengkayaan (setara 0, 250, 500 dan 1000 mg Cu/kg BKM tanah), kemudian dipindahkan ke polybag dan dimasukkan ke pot percobaan, ditambahkan air bebas ion hingga kadar airnya mendekati kapasitas lapang dan diinkubasikan selama 4 minggu.

Setelah inkubasi, diberikan perlakuan pupuk P (setara 0, 50 dan 100 % x 150 kg P2O5/ha), ½ takaran pupuk N (setara 0, 50 dan 100 % x 150 kg N/ha, ½

(25)

13

dari Urea dan ½ dari ZA) dan ½ takaran pupuk K (setara 0, 50 dan 100 % x 100 kg K2O/ha), kemudian tanah diinkubasikan lagi selama 4 hari. Selanjutnya, bibit

tomat yang 3 minggu sebelumnya telah disemaikan dipindah-tanamkan ke dalam pot. Pada umur 30 hari setelah tanam, ½ takaran pupuk N dan K sisanya diaplikasikan. Selama pertumbuhan tanaman, kadar air tanah dipertahankan pada kapasitas lapang dengan cara menambahkan kekurangan air melalui penimbangan.

Pengambilan Contoh Tanah dan Pemanenan Tanaman Uji

Setelah tanaman berumur 100 hari, dilakukan pemotongan bagian atas tanaman (BAT) pada permukaan tanah. Akar dan BAT dioven 60oC, kemudian masing-masing ditimbang dan dicatat sebagai bobot kering tanaman.

Untuk analisis sifat kimia tanah dan kadar Cu-tersedia, contoh tanah diambil dari pot percobaan pada saat panen, dikering-udarakan, dihaluskan dan disaring lolos saringan 0.5 mm untuk analisis laboratorium. Kadar air contoh tanah ditetapkan dan nilainya digunakan untuk konversi nilai hasil semua analisis tanah ke kondisi berat kering mutlak.

Analisis Tanah

Analisis tanah dilakukan terhadap:

1. Fraksi Cu yang dapat diserap tanaman atau Cu-tersedia, menggunakan pengekstrak 0.5 M NH4OAc + 0.02 M EDTA pada pH 4.65 (Lakanen dan

Ervio, 1973 dalam Kiekens, 1995). Logam terekstrak ditetapkan dengan AAS.

2. Sifat kimia tanah lainnya: pH-H2O (1:1, pH-meter), kadar C-organik

(Walkley&Black), kadar basa-basa dan KTK (N NH4OAc pH 7.0) serta

N-total (Kjeldahl) dan P-tersedia (Bray#1).

Analisis dan Evaluasi Data

Untuk mengevaluasi pengaruh perlakuan dilakukan analisis ragam pada taraf α 0.05 dan 0.01 dan uji berganda Duncan (Duncan Multiple Range Test, DMRT) pada taraf α 0.05 terhadap data sifat-sifat kimia dan kadar Cu-tersedia dalam tanah serta bobot kering tanaman. Selanjutnya dilakukan analisis regresi

(26)

hubungan antara taraf perlakuan ameliorasi dan pemupukan dengan sifat-sifat kimia tanah, kadar Cu-tersedia dan bobot kering tanaman yang secara nyata atau sangat nyata dipengaruhi oleh perlakuan. Dilakukan juga analisis regresi linier berganda antar data tanah (pH H2O, C-organik, N-total, P-Bray#1, Ca-dd, Mg-dd,

K-dd, Na-dd, KTK, NH4OAc-EDTA-Cu) sebagai peubah bebas (Xi; i = 1-10) dan

bobot kering tanaman uji sebagai peubah tak bebas (Y). Analisis data dilakukan menggunakan perangkat lunak SPSS versi 13.

(27)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil analisis sifat-sifat kimia tanah, kadar NH4OAc-EDTA-Cu

(Cu-tersedia) serta bobot kering akar dan bagian atas tanaman secara lengkap disajikan pada Tabel Lampiran 1. Hasil analisis ragam dan DMRT pengaruh perlakuan terhadap parameter-parameter tersebut disajikan pada Tabel 4.

Pengaruh Perlakuan terhadap Sifat Kimia Tanah & NH4OAc-EDTA-Cu

Hasil analisis ragam (Tabel 4) menunjukkan bahwa perlakuan ameliorasi dan pemupukan berpengaruh nyata (p<0.05) atau sangat nyata (p<0.01) terhadap pH-H2O, C-organik, N-total, P-Bray#1, Ca-dd, Mg-dd, K-dd, Na-dd, KTK dan

NH4OAc-EDTA-Cu.

Persamaan regresi hubungan sifat-sifat kimia tanah dan kadar NH4

OAc-EDTA-Cu tersebut dengan taraf perlakuan ameliorasi dan pemupukan disajikan pada Tabel 5.

Berdasarkan nilai koefisien regresi, persamaan-persamaan pada Tabel 5 menunjukkan bahwa pada seri pengkayaan 0 mg Cu/kg, peningkatan taraf perlakuan ameliorasi dan pemupukan dari 0 hingga 100% dosis rekomendasi untuk budidaya tomat komersial dataran rendah [yaitu 4 ton/ha Dolomit, 30 ton/ha kotoran sapi, 150 kg/ha N (½ Urea + ½ ZA), 150 kg/ha P2O5 (SP-36) dan 100

kg/ha K2O (KCl)] sangat nyata meningkatkan secara linier pH-H2O, C-organik,

N-total, P-Bray#1, Mg-dd, K-dd dan Na-dd serta berpengaruh nyata terhadap NH4OAc-EDTA-Cu secara kuadratik. Respon sifat-sifat kimia dan NH4

OAc-EDTA-Cu terhadap perlakuan ameliorasi dan pemupukan pada seri pengkayaan Cu-tanah 0 mg/kg disajikan pada Gambar 1.

Pada seri 250 mg Cu/kg, peningkatan taraf perlakuan ameliorasi dan pemupukan dari 0 hingga 100% dosis rekomendasi sangat nyata meningkatkan secara linier pH-H2O, C-organik, N-total, P-Bray#1, Ca-dd, Mg-dd, K-dd, Na-dd

dan KTK, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap NH4OAc-EDTA-Cu. Respon

sifat-sifat kimia tanah terhadap taraf perlakuan ameliorasi dan pemupukan pada seri pengkayaan Cu-tanah 250 mg/kg disajikan pada Gambar 2.

(28)

Tabel 4. Ringkasan Hasil Analisis Ragam dan DMRT Pengaruh Perlakuan Ameliorasi dan Pemupukan terhadap Sifat-sifat Kimia Tanah dan NH4OAc-EDTA-Cu

Dosis Seri Pengkayaan Cu (mg/kg) Dosis Seri Pengkayaan Cu (mg/kg)

Amelioran 0 250 500 1000 Amelioran 0 250 500 1000

dan Pupuk # pH H2O dan Pupuk # Mg-dd (me/100 g)

0% 6.32a## 6.63a 6.48a 6.43a

0% 1.61a 2.69a 2.85a 3.45a

50% 6.72b 7.08b 6.98b 6.52a 50% 3.66b 3.51b 3.49a 5.37b

100% 7.48c 7.70c 7.70c 7.50b 100% 4.56c 4.94c 5.82b 6.19b

p-Anova 0.000** 0.000** 0.000** 0.000** p-Anova 0.000** 0.000** 0.001** 0.010**

C-organik (%) K-dd (me/100 g)

0% 0.48a 0.51a 0.57a 0.61a 0% 0.27a 0.05a 0.05a 0.05a

50% 0.92b 0.70b 0.85b 1.03b 50% 0.76b 0.09a 0.09b 0.13b

100% 1.04c 0.98c 1.18c 1.30c 100% 1.13c 0.19b 0.25c 0.20c

p-Anova 0.000** 0.000** 0.000** 0.000** p-Anova 0.002** 0.003** 0.000** 0.000**

N-total (%) Na-dd (me/100 g)

0% 0.05a 0.03a 0.03a 0.05a 0% 0.26a 0.06a 0.06a 0.06a

50% 0.08b 0.04a 0.05b 0.06a 50% 0.35a 0.09a 0.08b 0.11b

100% 0.09b 0.07b 0.08c 0.09b 100% 0.98b 0.12b 0.14c 0.13c

p-Anova 0.000** 0.000** 0.000** 0.002** p-Anova 0.001** 0.002** 0.000** 0.000**

P-Bray#1 (ppm) KTK (me/100 g)

0% 2.80a 16.50a 17.59a 17.51a 0% 21.82a 16.60a 17.01a 15.02a 50% 10.57b 18.77a 21.09a 28.19b 50% 22.45a 18.09a 20.60a 22.58b

100% 21.65c 29.87b 30.58b 30.08b 100% 25.75a 22.47b 22.29a 25.32b

p-Anova 0.000** 0.008** 0.001** 0.001** p-Anova 0.513 0.003** 0.196 0.026*

Ca-dd (me/100 g) NH4OAc-EDTA-Cu (mg/kg)

0% 27.80a 24.35a 25.26a 27.02a 0% 3.01a 54.02a 108.60c 150.50b 50% 28.84a 25.76a 25.23a 26.96a 50% 3.40b 64.33a 89.04b 125.10ab

100% 29.15a 30.80b 33.37b 31.22b 100% 3.36b 49.44a 75.11a 102.11a

p-Anova 0.774 0.000** 0.001** 0.054 p-Anova 0.021* 0.170 0.001** 0.104

# lihat catatan kaki pada Tabel 3

## Angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf kecil yang sama tidak berbeda

nyata pada α 0.05

(29)

17

Tabel 5. Persamaan Regresi Hubungan Sifat Kimia Tanah dan NH4

OAc-EDTA-Cu dengan Perlakuan Ameliorasi dan Pemupukan

Taraf Perlakuan Ameliorasi dan Pemupukan (X) Sifat Kimia Tanah dan

NH4OAc-EDTA-Cu (Y) Persamaan R2 p-Anova

Pada seri 0 mg Cu/kg

pH-H20 Y = 0.0116 X + 6.26 0.93** 0.000** C-organik (%) Y = 0.0056 X + 0.54 0.88** 0.000** N-total (%) Y = 0.0004 X + 0.05 0.86** 0.000** P-Bray#1 (ppm) Y = 0.1885 X + 2.25 0.98** 0.000** Mg-dd (me/100 g) Y = 0.0295 X +1.80 0.93** 0.000** K-dd (me/100g) Y = 0.0086 X + 0.29 0.88** 0.002** Na-dd (me/100g) Y = 0.0072 X + 0.17 0.75** 0.001** NH4OAc-EDTA-Cu Y = 0.0120 X - 9E-05 X2 + 3.01 0.72* 0.021*

Pada seri 250 mg Cu/kg

pH-H20 Y = 0.0107 X + 6.61 0.99** 0.000** C-organik (%) Y = 0.0047 X + 0.49 0.93** 0.000** N-total (%) Y = 0.0004 X + 0.03 0.86** 0.000** P-Bray#1 (ppm) Y = 0.1337 X + 15.03 0.99** 0.008** Ca-dd (me/100g) Y = 0.0646 X + 23.74 0.86** 0.000** Mg-dd (me/100g) Y = 0.0225 X + 2.58 0.93** 0.000** K-dd (me/100g) Y = 0.0014 X + 0.04 0.85** 0.003** Na-dd (me/100g) Y = 0.0006 X + 0.06 0.85** 0.002** KTK (me/100g) Y = 0.0587 X + 16.12 0.79** 0.003**

Pada seri 500 mg Cu/kg

pH-H20 Y = 0.0122 X + 6.45 0.97** 0.000** C-organik (%) Y = 0.0062 X + 0.56 0.97** 0.000** N-total (%) Y = 0.0005 X + 0.03 0.94** 0.000** P-Bray#1 (ppm) Y = 0.1299 X + 16.59 0.86** 0.001** Ca-dd (me/100g) Y = 0.0811 X + 23.90 0.66** 0.001** Mg-dd (me/100g) Y = 0.0297 X + 2.57 0.82** 0.001** K-dd (me/100g) Y = 0.0020 X + 0.03 0.90** 0.000** Na-dd (me/100g) Y = 0.0008 X + 0.05 0.92** 0.000** NH4OAc-EDTA-Cu Y = - 0.3349 X + 107.66 0.91** 0.001**

(30)

Tabel 5. Lanjutan

Taraf Perlakuan Ameliorasi dan Pemupukan (X) Sifat Kimia Tanah dan

NH4OAc-EDTA-Cu (Y) Persamaan R2 p-Anova

Pada seri 1000 mg Cu/kg

pH-H20 Y = 0.0107 X + 6.28 0.79** 0.000** C-organik (%) Y = 0.0069 X + 0.63 0.96** 0.000** N-total (%) Y = 0.0004 X + 0.05 0.79** 0.002** P-Bray (ppm) Y = 0.1258 X + 18.97 0.77** 0.001** Mg-dd (me/100g) Y = 0.0274 X + 3.63 0.74** 0.010** K-dd (me/100g) Y = 0.0015 X + 0.05 0.97** 0.000** Na-dd (me/100g) Y = 0.0006 X + 0.06 0.91** 0.000** KTK (me/100g) Y = 0.1030 X + 15.83 0.66** 0.026*

* Perlakuan ameliorasi dan pemupukan berpengaruh nyata pada α = 0.05; ** sangat nyata pada α = 0.01

Pada seri 500 mg Cu/kg, peningkatan taraf perlakuan ameliorasi dan pemupukan dari 0 hingga 100% dosis rekomendasi sangat nyata meningkatkan secara linier pH H2O, C-organik, N-total, P-Bray#1, Ca-dd, Mg-dd, K-dd dan

Na-dd serta sangat nyata menurunkan secara linier NH4OAc-EDTA-Cu. Respon

sifat-sifat kimia tanah dan NH4OAc-EDTA-Cu terhadap taraf perlakuan

ameliorasi dan pemupukan pada seri pengkayaan Cu-tanah 500 mg/kg disajikan pada Gambar 3.

Pada seri 1000 mg Cu/kg, peningkatan taraf perlakuan ameliorasi dan pemupukan dari 0 hingga 100% dosis rekomendasi sangat nyata meningkatkan secara linier pH H2O, C-organik, N-total, P-Bray#1, Mg-dd, K-dd, Na-dd dan

secara nyata terhadap KTK, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap NH4

OAc-EDTA-Cu. Respon sifat-sifat kimia tanah terhadap taraf perlakuan ameliorasi dan pemupukan pada seri pengkayaan Cu-tanah 1000 mg/kg disajikan pada Gambar 4.

(31)

19

Gambar 1. Respon Sifat-sifat Kimia Tanah dan NH4OAc-EDTA-Cu terhadap Perlakuan Ameliorasi dan Pemupukan pada Seri Pengkayaan Cu-Tanah 0 mg/kg [a) pH-H2O; b) C-organik; c)

N-total; d) P-Bray#1; e) Mg-dd; f) K-dd; g) Na-dd; h) NH4

OAc-EDTA-Cu] y = 0.1885x + 2.2489 R2 = 0.98 0 5 10 15 20 25 0 50 100

Dosis Ame lioran dan Pupuk (%)

P -B r ay #1 ( p p m ) y = 0.0295x + 1.8011 R2 = 0.93 0 1 2 3 4 5 0 50 100

Dosis Ame lioran dan Pupuk (%)

M g -d d ( m e /10 0 g) y = 0.0086x + 0.2867 R2 = 0.88 0 0.5 1 1.5 0 50 100

Dosis Ame lioran dan Pupuk (%)

K -d d ( m e/ 10 0 g ) y = 0.0072x + 0.17 R2 = 0.75 0 0.5 1 1.5 0 50 100

Dosis Ame lioran dan Pupuk (%)

N a -d d (m e /1 0 0 g ) y = -9E-05x 2 + 0.012x + 3.0133 R2 = 0.72 2.9 3 3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 0 50 100

Dosis Ame lioran dan Pupuk (%)

NH 4 O Ac -E DT A-C u (m g /k g ) y = 0.0116x + 6.2611 R2 = 0.93 6 6.5 7 7.5 8 0 50 100

Dosis Ame lioran dan Pupuk (%)

pH -H 2 O Ry = 0.0056x + 0.53612 = 0.88 0 0.5 1 1.5 0 50 100

Dosis Ame lioran dan Pupuk (%)

C -or ga n ik ( % ) y = 0.0004x + 0.05 R2 = 0.86 0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0 50 100

Dosis Ame lioran dan Pupuk (%)

N -to ta l (% ) g) f) e) c) h) a) d) b)

(32)

Gambar 2. Respon Sifat-sifat Kimia Tanah terhadap Perlakuan Ameliorasi dan Pemupukan pada Seri Pengkayaan Cu-Tanah 250 mg/kg [a) pH-H2O; b) C-organik; c) N-total; d) P-Bray#1; e) Ca-dd; f)

Mg-dd; g) K-Mg-dd; h) Na-Mg-dd; i) KTK] y = 0 . 0 0 14 x + 0 . 0 4 2 5 R2 = 0 . 8 5 0 0 . 0 5 0 . 1 0 . 15 0 . 2 0 . 2 5 0 5 0 10 0 D o s i s A me l i o ra n d a n P up uk ( me / 10 0 g ) y = 0 . 0 10 7 x + 6 . 6 0 5 6 R2 = 0 . 9 9 6 . 5 7 7 . 5 8 0 5 0 10 0 D o s i s A me l i o ra n d a n P up uk ( %) y = 0 . 0 0 4 8 x + 0 . 4 8 9 6 R2 = 0 . 9 3 0 0 . 2 0 . 4 0 . 6 0 . 8 1 1. 2 0 5 0 10 0 D o s i s A me l i o ra n d a n P up uk ( %) y = 0 . 0 0 0 4 x + 0 . 0 2 6 8 R2 = 0 . 8 6 0 0 . 0 2 0 . 0 4 0 . 0 6 0 . 0 8 0 5 0 10 0 D o s i s A me l i o ra n d a n P up uk ( %) y = 0.1337x + 15.029 R2 = 0.99 0 10 20 30 40 0 50 100

Dosis Ame lioran dan Pupuk (%)

P -B ray #1 ( p p m ) y = 0 . 0 6 4 6 x + 2 3 . 7 4 1 R2 = 0 . 8 6 0 10 2 0 3 0 4 0 0 5 0 10 0 D o s i s A me l i o ra n d a n P up uk ( %) y = 0 . 0 2 2 5 x + 2 . 5 8 5 3 R2 = 0 . 9 3 0 1 2 3 4 5 6 0 5 0 10 0 D o s i s A me l i o ra n d a n P up uk ( %) y = 0 . 0 0 0 5 x + 0 . 0 6 19 R2 = 0 . 8 5 0 0 . 0 5 0 . 1 0 . 15 0 5 0 10 0 D o s i s A me l i o ra n d a n P up uk ( %) y = 0 . 0 5 8 7 x + 16 . 118 R2 = 0 . 7 9 0 5 10 15 2 0 2 5 0 5 0 10 0 D o s i s A me l i o ra n d a n P up uk ( %) a) f) d) c) h) i) e) b) g)

(33)

21

Gambar 3. Respon Sifat-sifat Kimia Tanah dan NH4OAc-EDTA-Cu terhadap Perlakuan Ameliorasi dan Pemupukan pada Seri Pengkayaan Cu-Tanah 500 mg/kg [a) pH-H2O; b) C-organik; c)

N-total; d) P-Bray#1; e) Ca-dd; f) Mg-dd; g) K-dd; h) Na-dd; i) NH4OAc-EDTA-Cu] y = 0 . 0 0 2 x + 0 . 0 3 12 R2 = 0 . 9 0 0 0 . 0 5 0 . 1 0 . 15 0 . 2 0 . 2 5 0 . 3 0 5 0 10 0 D o s i s A me l i o ra n d a n P up uk ( %) y = -0.3349x + 107.66 R2 = 0.91 0 50 100 150 0 50 100

Dosis Ame lioran dan Pupuk (%)

NH 4 O Ac E D T A -Cu ( m g /k g ) y = 0.0811x + 23.897 R2 = 0.66 0 20 40 0 50 100

Dosis Ame lioran dan Pupuk (%)

C a -d d (m e /1 0 0 g ) y = 0.0297x + 2.5664 R2 = 0.82 0 2 4 6 8 0 50 100

Dosis ame lioran dan pupuk (%)

M g -d d ( m e /10 0 g) y = 0.1299x + 16.59 R2 = 0.86 0 10 20 30 40 0 50 100

Dosis Ame lioran dan Pupuk (%)

P -B r ay #1 ( p p m ) y = 0.0008x + 0.054 R2 = 0.92 0 0.05 0.1 0.15 0 50 100

Dosis Ame lioran dan Pupuk (%)

N a -d d ( m e /10 0 g) y = 0.0122x + 6.4472 R2 = 0.97 6 6.5 7 7.5 8 0 50 100

Dosis Ame lioran dan Pupuk (%)

pH -H 2 O y = 0.0061x + 0.5592 R2 = 0.97 0 0.5 1 1.5 0 50 100

Dosis Ame lioran dan Pupuk (%)

C -o r g a n ik ( % ) y = 0.0005x + 0.0291 R2 = 0.94 0 0.05 0.1 0 50 100

Dosis Ame lioran dan Pupuk (%)

N -to ta l (% ) f) c) g) e) d) a) i) h b)

(34)

Gambar 4. Respon Sifat-sifat Kimia Tanah terhadap Perlakuan

Ameliorasi dan Pemupukan pada Seri Pengkayaan Cu-Tanah 1000 mg/kg [a) pH-H2O; b) C-organik; c) N-total; d) P-Bray#1;

e) Mg-dd; f) K-dd; g) Na-dd;h) KTK]

Secara umum, peningkatan taraf perlakuan ameliorasi dan pemupukan diikuti oleh peningkatan nilai atau kadar sifat-sifat kimia tanah dan penurunan kadar NH4OAc-EDTA-Cu secara linier, kecuali pada seri 0 mg Cu/kg dimana

peningkatan taraf perlakuan ameliorasi dan pemupukan berespon kuadratik terhadap kadar NH4OAc-EDTA-Cu. Pemberian kapur sangat efektif

meningkatkan pH dan KTK tanah. Peningkatan KTK menunjukkan peningkatan jumlah muatan negatif pada permukaan koloid tanah. Dengan demikian, pemberian kapur juga berpengaruh terhadap meningkatnya kadar basa-basa dapat dipertukarkan khususnya Ca dan Mg, baik secara tidak langsung akibat meningkatnya pH dan KTK maupun akibat langsung dari penggunaan dolomit

a) g) h) e) f) d) c) b) y = 0 . 10 3 x + 15 . 8 2 7 R2 = 0 . 6 6 0 5 10 15 2 0 2 5 3 0 0 5 0 10 0 D o s i s A me l i o ra n d a n P up uk ( %) y = 0 . 0 0 6 9 x + 0 . 6 3 15 R2 = 0 . 9 6 0 0 . 5 1 1. 5 0 5 0 10 0 D o s i s A me l i o ra n d a n P up uk ( %) y = 0 . 0 10 7 x + 6 . 2 8 3 3 R2 = 0 . 7 9 6 6 . 5 7 7 . 5 8 0 5 0 10 0 D o s i s A me l i o ra n d a n P up uk ( %) y = 0 . 0 0 0 4 x + 0 . 0 4 7 R2 = 0 . 7 9 0 0 . 0 2 0 . 0 4 0 . 0 6 0 . 0 8 0 . 1 0 5 0 10 0 D o s i s A me l i o ra n d a n P up uk ( %) y = 0 . 12 5 7 x + 18 . 9 7 4 R2 = 0 . 7 7 0 10 2 0 3 0 4 0 0 5 0 10 0 D o s i s A me l i o ra n d a n P up uk ( %) y = 0 . 0 2 7 4 x + 3 . 6 3 16 R2 = 0 . 7 4 0 2 4 6 8 0 5 0 10 0 D o s i s A me l i o ra n d a n P up uk ( %) y = 0 . 0 0 15 x + 0 . 0 5 0 4 R2 = 0 . 9 7 0 0 . 0 5 0 . 1 0 . 15 0 . 2 0 . 2 5 0 5 0 10 0 D o s i s A me l i o ra n d a n P up uk ( %) y = 0 . 0 0 0 7 x + 0 . 0 6 16 R2 = 0 . 9 1 0 0 . 0 5 0 . 1 0 . 15 0 5 0 10 0 D o s i s A me l i o ra n d a n P up uk ( %)

(35)

23

[CaMg(CO3)2]. Selain itu, peningkatan pH akibat pemberian kapur juga dapat

menurunkan kelarutan Cu-tanah karena terjadinya perubahan bentuk kation Cu menjadi senyawa yang mengendap.

Menurut Tisdale et al. (1985), bila diberikan pada takaran yang tepat, pengapuran memberikan pengaruh yang positif, antara lain: (1) mengurangi aktivitas ion H pada tanah dengan pH < 4.5, sehingga pH dapat ditingkatkan; (2) peningkatan pH tanah selanjutnya diikuti oleh penurunan kelarutan logam-logam berat selain Mo; serta (3) meningkatkan muatan negatif tanah sehingga KTK tanah ditingkatkan. Pengaruh menguntungkan pemberian kapur menurut Brady (1974) adalah: (1) menurunkan konsentrasi ion H; (2) meningkatkan konsentrasi ion OH; (3) menurunkan daya larut Al, Fe dan Mn; (4) meningkatkan ketersediaan P dan Mo; (5) meningkatkan ketersediaan kation Ca dan Mg; serta (6) meningkatkan kejenuhan basa. Dengan demikian, pengapuran dapat meningkatkan kapasitas retensi tanah terhadap logam berat.

Pemberian bahan organik secara langsung meningkatkan kadar C-organik tanah, sedangkan pemupukan NPK meningkatkan kadar N-total, P-Bray#1 dan K-dd. Secara tidak langsung, pemberian bahan organik kotoran sapi dan kapur dolomit juga meningkatkan kadar hara seperti N, S, P dan K serta menurunkan kadar NH4OAc-EDTA-Cu. Menurut Stevenson (1982), pengaruh bahan organik

di dalam tanah adalah sebagai berikut: (1) sebagai sumber hara bagi tanaman dan mikroorganisme; (2) sebagai penyangga (buffer) perubahan pH; (3) sebagai pengkelat logam berat, serta (4) meningkatkan KTK tanah.

Pengaruh Perlakuan terhadap Bobot Kering Tanaman

Hasil analisis ragam (Tabel 6) menunjukkan bahwa perlakuan ameliorasi dan pemupukan berpengaruh nyata dan sangat nyata terhadap bobot kering akar (BK-A) dan sangat nyata terhadap bobot kering bagian atas tanaman (BK-BAT).

Persamaan regresi hubungan antara bobot kering tanaman dengan taraf perlakuan ameliorasi dan pemupukan disajikan pada Tabel 7.

(36)

Tabel 6. Ringkasan Hasil Analisis Ragam dan DMRT Pengaruh Perlakuan Ameliorasi dan Pemupukan terhadap Bobot Kering Tanaman

Dosis Seri Pengkayaan Cu (mg/kg) Dosis Seri Pengkayaan Cu (mg/kg)

Amelioran 0 250 500 1000 Amelioran 0 250 500 1000

dan

Pupuk # Bobot Kering Akar (g/pot)

dan

Pupuk # Bobot Kering Bagian Atas Tanaman (g/pot)

0% 0.62a## 0.68a 1.25a 1.17a 0% 9.25a 10.01a 11.44a 11.05a 50% 4.50b 5.08b 5.16a 3.17c 50% 38.88b 45.47b 43.78c 35.76b

100% 3.26b 2.93ab 1.32a 2.17b 100% 38.62b 41.22b 29.16b 32.91b

p-Anova 0.011* 0.017* 0.089 0.003** p-Anova 0.001** 0.000** 0.005** 0.008**

# lihat catatan kaki pada Tabel 3

## Angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf kecil yang sama tidak berbeda

nyata pada α 0.05

p-Anova Hasil analisis ragam, * Nyata (p < 0.05) dan ** Sangat nyata (p < 0.01)

Tabel 7. Persamaan Regresi Hubungan Bobot Kering Tanaman dengan Perlakuan Ameliorasi dan Pemupukan

Taraf Perlakuan Ameliorasi dan Pemupukan (X) Bobot kering

Tanaman (Y) Persamaan R2 p-Anova

Pada Seri 0 mg Cu/kg

BK-A Y = 0.1288 X - 0.001 X2 + 0.62 0.78* 0.011* BK-BAT Y = 0.8914 X - 0.006 X2 + 9.25 0.90** 0.001** Pada Seri 250 mg Cu/kg

BK-A Y = 0.1535 X - 0.0013 X2 + 0.68 0.74* 0.017* BK-BAT Y = 1.1063 X - 0.0079 X2 + 10.01 0.93** 0.000** Pada Seri 500 mg Cu/kg

BK-BAT Y = 1.1163 X - 0.0094 X2 + 11.44 0.83** 0.005** Pada Seri 1000 mg Cu/kg

BK-A Y = 0.0702 X - 0.0006 X2 + 1.17 0.85** 0.003** BK-BAT Y = 0.7700 X - 0.0055 X2 +11.05 0.80** 0.008** * Perlakuan ameliorasi dan pemupukan berpengaruh nyata pada α = 0.05; ** sangat nyata pada

α = 0.01

Berdasarkan nilai koefisien regresi, persamaan-persamaan pada Tabel 7 menunjukkan bahwa pada seri pengkayaan 0 mg Cu/kg, peningkatan taraf ameliorasi dan pemupukan dari 0 hingga 100% dosis rekomendasi berpengaruh nyata terhadap BK-A dan sangat nyata terhadap BK-BAT secara kuadratik. Respon bobot kering tanaman terhadap perlakuan ameliorasi dan pemupukan pada seri pengkayaan Cu-tanah 0 mg/kg disajikan pada Gambar 5.

(37)

25

Gambar 5. Respon Bobot Kering Tanaman terhadap Perlakuan Ameliorasi dan Pemupukan pada Seri Pengkayaan Cu-Tanah 0 mg/kg [a) Bobot Kering Akar; b) Bobot Kering Bagian Atas

Tanaman]

Pada seri 250 mg Cu/kg, peningkatan taraf perlakuan ameliorasi dan pemupukan dari 0 hingga 100% dosis rekomendasi berpengaruh nyata terhadap BK-A dan sangat nyata terhadap BK-BAT juga secara kuadratik. Respon bobot kering tanaman terhadap perlakuan ameliorasi dan pemupukan pada seri pengkayaan Cu-tanah 250 mg/kg disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6. Respon Bobot Kering Tanaman terhadap Perlakuan Ameliorasi dan Pemupukan pada Seri Pengkayaan Cu-Tanah 250 mg/kg [a) Bobot Kering Akar; b) Bobot Kering Bagian Atas

Tanaman]

Pada seri 500 mg Cu/kg, peningkatan taraf perlakuan ameliorasi dan pemupukan dari 0 hingga 100% dosis rekomendasi berpengaruh sangat nyata terhadap BAT secara kuadratik, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap BK-A. Respon bobot kering bagian atas tanaman terhadap perlakuan ameliorasi dan pemupukan pada seri pengkayaan Cu-tanah 500 mg/kg disajikan pada Gambar 7.

y = -0.001x2 + 0.1288x + 0.6167 R2 = 0.78 0 1 2 3 4 5 0 50 100

Dosis Ame li oran dan Pupuk (%)

B o bo t K er ing A k a r (g /p o t) y = -0.006x2 + 0.8914x + 9.2467 R2 = 0.90 0 10 20 30 40 50 0 50 100

Dosis Ame lioran dan Pupuk (%)

B o bo t K e r ing B a gi an A tas T a na m a n ( g /p o t) y = -0.0013x2 + 0.1535x + 0.68 R2 = 0.74 0 2 4 6 0 50 100

Dosis Ame lioran dan Pupuk (%)

B o bo t K e r ing A k a r (g /p o t) y = -0.0079x2 + 1.1063x + 10.007 R2 = 0.93 0 20 40 60 0 50 100

Dosis Ame lioran dan Pupuk (%)

B o b o t K eri n g B agi an A tas T a na ma n ( g /p o t) b)

(38)

y = -0.0094x2 + 1.1163x + 11.44 R2 = 0.83 0 10 20 30 40 50 0 50 100

Dosis Ame lioran dan Pupuk (%)

B o bo t K e r ing B g ia n A tas T a n a m a n ( g /p ot ) i

Gambar 7. Respon Bobot Kering Bagian Atas Tanaman terhadap

Perlakuan Ameliorasi dan Pemupukan pada Seri Pengkayaan Cu-Tanah 500 mg/kg

Pada seri 1000 mg Cu/kg, peningkatan taraf perlakuan ameliorasi dan pemupukan dari 0 hingga 100% dosis rekomendasi berpengaruh sangat nyata terhadap BK-A dan BK-BAT secara kuadratik. Respon bobot kering tanaman terhadap perlakuan ameliorasi dan pemupukan pada seri pengkayaan Cu-tanah 1000 mg/kg disajikan pada Gambar 8.

Gambar 8. Respon Bobot Kering Tanaman terhadap Perlakuan Ameliorasi dan Pemupukan pada Seri Pengkayaan Cu-Tanah 1000 mg/kg [a) Bobot Kering Akar; b) Bobot Kering Bagian Atas

Tanaman]

Gambar 5 sampai 8 menunjukkan bahwa hingga taraf maksimum, perbaikan sifat-sifat kimia tanah akibat pemberian dolomit, bahan organik kotoran sapi dan pupuk NPK akan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan tanaman karena terciptanya kondisi tanah yang lebih baik untuk pertumbuhan tanaman sehingga produksi bobot kering meningkat. Selanjutnya, perlakuan yang melebihi taraf maksimum tersebut mengakibatkan penurunan produksi bobot kering tanaman. y = -0.0006x2 + 0.0702x + 1.17 R2 = 0.85 0 1 2 3 4 0 50 100

Dosis Ame lioran dan Pupuk (%)

B o bo t K e r ing A k a r (g /p t) y = -0.0055x2 + 0.77x + 11.047 R2 = 0.80 0 10 20 30 40 0 50 100

Dosis Ame lioran dan Pupuk (%)

B o b o t K e r in g B agi an a tas T a n a m a n ( g /p ot )

(39)

27

Taraf perlakuan ameliorasi dan pemupukan maksimum untuk bobot kering akar dan bagian atas tanaman pada seri 0 mg Cu/kg adalah 64.40 dan 74.28 % dari dosis rekomendasi yang memberikan produksi maksimum sebesar 4.77 g/pot untuk bobot kering akar dan sebesar 42.36 g/pot untuk bobot kering bagian atas tanaman. Pada seri 250 mg Cu/kg, taraf perlakuan ameliorasi dan pemupukan maksimum untuk bobot kering akar dan bagian atas tanaman adalah 59.04 dan 70.02 % dari dosis rekomendasi yang memberikan produksi maksimum sebesar 5.21 g/pot untuk bobot kering akar dan sebesar 48.74 g/pot untuk bobot kering bagian atas tanaman.

Pada seri 500 mg Cu/kg, taraf perlakuan ameliorasi dan pemupukan maksimum untuk bobot kering bagian atas tanaman adalah 59.38 % dari dosis rekomendasi yang memberikan produksi maksimum sebesar 44.58 g/pot. Pada seri 1000 mg Cu/kg, taraf perlakuan ameliorasi dan pemupukan maksimum untuk bobot kering akar dan bagian atas tanaman adalah 58.50 dan 70 % dari dosis rekomendasi yang memberikan produksi maksimum sebesar 3.22 g/pot untuk bobot kering akar dan sebesar 38 g/pot untuk bobot kering bagian atas tanaman.

Hubungan Sifat Kimia Tanah dengan Bobot Kering Tanaman

Bobot Kering Akar

Hasil analisis regresi linier berganda menggunakan seluruh (36) pasangan data dari keempat seri pengkayaan Cu-tanah menunjukkan bahwa bobot kering akar (BK-A) hanya dipengaruhi oleh K-dd (p=0.02*), Ca-dd (p=0.024*), pH-H2O

(p=0.047*) dan Na-dd (=0.048*) secara simultan menurut persamaan:

BK-A = – 0.01492 + 7.403 K – 0.334 Ca + 1.652 pH H2O – 7.662 Na (R2 = 0.25, p = 0.057)

Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan kadar K-dd dan nilai pH serta penurunan kadar Ca-dd dan Na-dd diikuti oleh peningkatan bobot kering akar. Persamaan tersebut juga menunjukkan bahwa perubahan kadar NH4

OAc-EDTA-Cu dan sifat kimia tanah lainnya (selain K-dd, Ca-dd, pH-H2O dan Na-dd) akibat

perlakuan bukan merupakan faktor penentu bobot kering akar.

Nilai koefisien determinasi sebesar 0.25 menunjukkan bahwa persamaan hanya dapat menjelaskan 25 % peningkatan atau penurunan bobot kering akar

(40)

akibat perubahan K-dd, Ca-dd, pH-H2O dan Na-dd. Dengan kata lain, 75 %

peningkatan atau penurunan bobot kering akar dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak termasuk dalam lingkup penelitian ini, seperti sifat kimia tanah lain, suhu, kelembaban, dll.

Bobot Kering Bagian Atas Tanaman

Hasil analisis regresi linier berganda menggunakan seluruh (36) pasangan data dari keempat seri pengkayaan Cu-tanah menunjukkan bahwa bobot kering bagian atas tanaman (BK-BAT) hanya dipengaruhi oleh Ca-dd (p=0.003**), pH-H2O (p=0.017*), C-organik (p=0.026*), K-dd (p=0.045*) dan Na-dd (p=0.091)

secara simultan menurut persamaan:

BK-BAT = – 21.041 – 2.771 Ca + 14.756 pH-H2O + 26.309 C-org + 38.811 K – 39.717 Na

(R2 = 0.551, p = 0.000)

Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan pH-H2O, kadar C-organik dan

K-dd serta penurunan kadar Ca-K-dd dan Na-K-dd diikuti oleh peningkatan bobot kering bagian atas tanaman. Persamaan tersebut juga menunjukkan bahwa perubahan kadar NH4OAc-EDTA-Cu dan sifat kimia tanah lainnya (selain Ca-dd, pH-H2O,

C-organik, K-dd, dan kadar Na-dd) akibat perlakuan bukan merupakan faktor penentu bobot kering bagian atas tanaman.

Nilai koefisien determinasi sebesar 0.55 menunjukkan bahwa persamaan dapat menjelaskan 55 % peningkatan atau penurunan bobot kering bagian atas tanaman akibat perubahan Ca-dd, pH-H2O, C-organik, K-dd dan Na-dd. Dengan

kata lain, 45 % peningkatan atau penurunan bobot kering akar dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak termasuk dalam lingkup penelitian ini.

Indeks Toleransi

Nilai indeks toleransi tanaman uji pada setiap seri pengkayaan kadar Cu-tanah berdasarkan data bobot kering tanaman disajikan pada Tabel 8. Indeks Toleransi (IT) didefinisikan sebagai nisbah antara faktor produksi tanaman pada

(41)

29

tanah yang diperkaya dengan bahan pencemar terhadap faktor produksi tanaman pada tanah kontrol (Verloo dan Willaert, 1986). Dalam penelitian ini, Indeks Toleransi dihitung dengan cara membagi rataan bobot kering tanaman pada setiap seri pengkayaan Cu-tanah (seri Cu1, Cu2 dan Cu3) dengan rataan bobot kering tanaman pada kontrol (Cu0). Nilai IT < 1 menunjukkan bahwa pengkayaan logam berat memberikan pengaruh negatif terhadap pertumbuhan tanaman, sedangkan nilai IT > 1 menunjukkan pengaruh yang sebaliknya.

Tabel 8. Nilai Indeks Toleransi berdasarkan Bobot Kering Tanaman

Akar Bagian Atas Tanaman

Seri Pengkayaan Cu-tanah (mg/kg) Bobot Kering (g/pot) TI Bobot Kering (g/pot) TI Cu0-0 2.79 1.00 28.92 1.00 Cu1-250 2.90 1.04 32.23 1.11 Cu2-500 2.57 0.92 28.12 0.97 Cu3-1000 2.17 0.78 26.57 0.92

Tabel 8 menunjukkan bahwa pengkayaan Cu sebesar 250 mg/kg meningkatkan bobot kering akar dan bobot kering bagian atas tanaman masing-masing sebesar 4 % dan 11 % dari kontrol. Nilai IT > 1 menunjukkan bahwa pada seri pengkayaan tersebut, pengkayaan Cu-tanah – yang merupakan hara esensial mikro bagi tanaman – masih memberikan pengaruh yang menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman.

Tembaga merupakan salah satu unsur hara esensial mikro bagi tanaman. Peranan Cu di dalam metabolisme tanaman sangat penting. Cu merupakan komponen beberapa enzim seperti ascorbic acid oxydase, phenol oxydase, lactase dari diamine oxydase, citokrom oxydase dan plastocyanimine (Leiwakabessy, 2004).

Salah satu sifat umum dari unsur mikro adalah diperlukan dalam jumlah sedikit dan bersifat meracun bila dijumpai dalam jumlah banyak (Soepardi, 1983). Akibat keracunan Cu terhadap pertumbuhan tanaman adalah terjadinya kerusakan sistem perakaran. Hal ini menyebabkan pertumbuhan akar terhambat.

Gambar

Tabel 4.  Ringkasan Hasil Analisis Ragam dan DMRT Pengaruh Perlakuan  Ameliorasi dan Pemupukan terhadap Sifat-sifat Kimia Tanah dan  NH 4 OAc-EDTA-Cu
Tabel 5.   Persamaan Regresi Hubungan Sifat Kimia Tanah dan NH 4 OAc-EDTA- OAc-EDTA-Cu dengan Perlakuan Ameliorasi dan Pemupukan
Tabel 5. Lanjutan
Gambar  1.   Respon Sifat-sifat Kimia Tanah dan NH4OAc-EDTA-Cu  terhadap Perlakuan Ameliorasi dan Pemupukan pada Seri  Pengkayaan Cu-Tanah 0 mg/kg [a) pH-H 2 O; b) C-organik; c)  N-total; d) P-Bray#1; e) Mg-dd; f) K-dd; g) Na-dd; h) NH 4  OAc-EDTA-Cu]  y =
+7

Referensi

Dokumen terkait

Karena itu selain akan memiliki trotoar yang luas dan gedung yang tanpa pagar, Ahok juga meminta pengelola gedung untuk memasang iklan melalui light emitting diode (LED) di

Registrasi Nama Tempat Tanggal Lahir Penguruan Tinggi No.. Registrasi Nama Tempat Tanggal Lahir Penguruan

Hasil pengkajian yang dilakukan pada keluarga Ny.M.R tanggal 12 juni 2019 di Wilayah Kerja Puskesmas Sikumana didapatkan: Ny.M.R jenis kelamin perempuan umur 63 tahun,

Menurut Handayani (2009) menyebutkan terdapat 4 (empat) unsur otonomi daerah, yaitu dengan memiliki perangkat pemerintah sendiri yang ditandai dengan adanya Kepala Daerah, DPRD,

Berikut adalah tabel kegiatan pelaksanan: melakukan pelatihan tata cara survey dan penggalian potensi bersama dengan instruktur yang dipandu oleh aparat desa Muaro

Menurut Undang – undang Nomor 8 tahun 1992 tentang Perfilman, yang dimaksud dengan Film adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa pandang –

Lokasi Alternatif III: Kecamatan Matan Hilir Selatan (Desa Pesaguan).. an memiliki persentase terbesar yaitu 51%, sedangkan kondisi meteorologi mendapat persentase sebesar

kawasan andalan dan kawasan budidaya lainnya, kota-kota dan pusat- pusat kegiatan di dalamnya, dengan kawasan-kawasan dan pusat- pusat pertumbuhan antar pulau di wilayah