• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KONSENTRASI ETEPHON TERHADAP EKSPRESI SEKS PEPAYA ( Carica papaya L. ) Oleh : MARICA EKA PUTRI A

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH KONSENTRASI ETEPHON TERHADAP EKSPRESI SEKS PEPAYA ( Carica papaya L. ) Oleh : MARICA EKA PUTRI A"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KONSENTRASI ETEPHON TERHADAP

EKSPRESI SEKS PEPAYA ( Carica papaya L. )

Oleh :

MARICA EKA PUTRI A34301043

PROGRAM STUDI HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2006

(2)

RINGKASAN

MARICA EKA PUTRI. Pengaruh Konsentrasi Etephon Terhadap Ekspresi Seks Pepaya (Carica papaya L.) (dibimbing oleh SRIANI SUJIPRIHATI dan DINY DINARTI)

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan konsentrasi yang sesuai dari zat pengatur tumbuh Etephon untuk menginduksi bunga hermaprodit pada pepaya genotipe IPB 1 dan genotipe IPB 2. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2004 sampai Mei 2005 di Kebun Percobaan IPB Tajur, Bogor, yang terletak pada ketinggian 250-300 m di atas permukaan laut (dpl).

Penelitian disusun dengan menggunakan Rancangan Petak Terpisah (Split Plot Design) RAK dengan dua faktor, yaitu genotipe yang ditempatkan sebagai petak utama dan konsentrasi Etephon sebagai anak petak. Faktor genotipe terdiri atas genotipe IPB 1 dan genotipe IPB 2. Faktor konsentrasi Etephon terdiri dari 4 taraf yaitu kontrol (E0), 50 ppm (E1), 75 ppm (E2), dan 100 ppm (E3). Setiap kombinasi perlakuan diulang sebanyak 3 kali dan setiap perlakuan terdiri dari 10 satuan percobaan, dengan masing-masing satuan percobaan terdiri dari 1 tanaman. Keseluruhan tanaman percobaan adalah 240 tanaman.

Penelitian diawali dengan melakukan penyemaian terlebih dahulu benih pepaya di polibag dengan media tanam berupa pupuk kandang dan tanah dengan perbandingan 1:1 di rumah plastik. Aplikasi zat pengatur tumbuh Etephon dilakukan pada saat tanaman berumur 4 Minggu Setelah Semai (MSS) dengan menyemprotkan Etephon ke seluruh bagian tanaman. Pindah tanam (transplanting) dilakukan pada saat tanaman berumur 1.5 bulan.

Pengamatan pada fase vegetatif dilakukan mulai 1 Minggu Setelah Tanam (MST) sampai munculnya bunga pertama terhadap tinggi tanaman, jumlah daun dan diameter batang. Pengamatan fase generatif dimulai sejak muncul bunga pertama sampai 5 Bulan Setelah Tanam (BST) terhadap kecepatan bunga pertama muncul, kecepatan bunga fertil muncul, tinggi kedudukan bunga fertil pertama, jumlah bunga, tinggi kedudukan buah pertama, jumlah buah serta persentase bunga hermaprodit dan betina.

Genotipe pepaya IPB 1 pada konsentrasi Etephon 75 dan 100 ppm memberikan nilai rata-rata pertambahan tinggi tanaman, diameter batang dan jumlah daun yang lebih besar dari kontrol dan konsentrasi Etephon 50 ppm. Genotipe pepaya IPB 2 pada konsentrasi Etephon 50 dan 75 ppm menghasilkan pertambahan tinggi tanaman dan diameter batang yang lebih besar dari kontrol dan konsentrasi Etephon 100 ppm.

Pada fase generatif, perlakuan secara umum menunjukkan pengaruh tidak nyata terhadap semua peubah, kecuali pada peubah jumlah buah, tinggi kedudukan bunga fertil dan tinggi kedudukan buah pertama. Genotipe pepaya IPB 1 pada konsentrasi Etephon 75 dan 100 ppm memiliki jumlah buah lebih banyak dari kontrol dan konsentrasi Etephon 50 ppm. Perlakuan konsentrasi Etephon 100 ppm meningkatkan persentase tanaman hermaprodit sebesar 75.83 % dengan tinggi kedudukan buah pertama yang pendek yaitu109.15 cm.

(3)

PENGARUH KONSENTRASI ETEPHON TERHADAP

EKSPRESI SEKS PEPAYA ( Carica papaya L. )

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh :

MARICA EKA PUTRI A34301043

PROGRAM STUDI HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2006

(4)

JUDUL : PENGARUH KONSENTRASI ETEPHON TERHADAP EKSPRESI SEKS PEPAYA (Carica papaya L. )

NAMA : MARICA EKA PUTRI NRP : A34301043

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. Ir. Sriani Sujiprihati, MS Ir. Diny Dinarti, MSi

NIP. 131 284 838 NIP. 131 999 963

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, MAgr. NIP. 130 422 698

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor, pada tanggal 1 Maret 1983, penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Suparno Pawiro Widjoyo dan Ibu Trimurtianty.

Pendidikan Sekolah Dasar diselesaikan di SD Negeri Ciluar IV tahun 1995 dan melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Pertama di SLTP Negeri 5 Bogor, selesai tahun 1998. Tahun 2001 penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menegah Umum di SMU Negeri 2 Bogor dan pada tahun yang sama diterima di Institut Pertanian Bogor melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Hortikultura, Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian IPB.

Pada liburan semester tahun 2002 Penulis berkesempatan mengikuti kegiatan magang di Kebun Raya Bogor dan tahun 2003 mengikuti kegiatan magang pada Kelompok Tani Paprika di desa Pasir Langu, Lembang, Bandung.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karuniaNya serta salawat dan salam penulis curahkan kepada junjungan nabi besar Muhammad SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul ”Pengaruh Konsentrasi Etephon Terhadap Ekspresi Seks Pepaya ( Carica

papaya L. )”. Penelitian dilaksanakan dengan biaya dari DUE LIKE dan bantuan

dari PKBT IPB. Skripsi ini disusun sebagai tugas akhir PS Hortikultura, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada :

1. Keluargaku di rumah (Mamah, Bapak, adikku Gita dan Yoga ) untuk doa dan kasih sayangnya.

2. Dr. Ir. Sriani Sujiprihati, MS dan Ir. Diny Dinarti, MS selaku dosen pembimbing skripsi atas bimbingan, arahan dan nasehat yang bijak serta kesabarannya yang begitu mulia sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan menyusun skripsi.

3. Prof. Dr. Ir. G. A. Wattimena, MSc selaku dosen penguji atas masukannya. 4. Dr. Ir Ni Made Armini Wiendi, MS selaku dosen pembimbing akademik yang

selalu memberi nasehat dan membantu penulis.

5. Bapak Palguno yang membantu penulis dalam pengolahan data. 6. Sahabat terbaikku (Mely, Nia, Ita) dan keluarganya.

7. Seluruh karyawan di kebun percobaan IPB Tajur. Terutama untuk pak Leman, Awang dan Ujang yang menjaga dan merawat kebun.

8. Semua anak hortie ’38 atas kebersamaannya selama 4 tahun. 9. Semua pihak yang tidak sempat disebutkan.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang memerlukan.

Bogor, Desember 2005

(7)

DAFTAR ISI

PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang ... 1 Tujuan ... 3 Hipotesa ... 3 TINJAUAN PUSTAKA ... 4 Taksonomi... 4 Botani ... 4 Genotipe Pepaya... 6 Syarat Tumbuh... 8

Zat Pengatur Tumbuh... 8

Etilen ... 9

Pengaruh Etephon terhadap Ekspresi Seks ... 10

BAHAN DAN METODE... 11

Waktu dan Tempat Penelitian ... 11

Bahan dan Alat... 11

Metode Penelitian ... 11

Pelaksanaan Penelitian ... 12

Pengamatan ... 13

HASIL DAN PEMBAHASAN... 14

Kondisi Umum Pertanaman... 14

Fase Vegetatif... 15

Pengaruh Genotipe... 15

Pengaruh Konsentrasi Etephon... 16

Pengaruh Interaksi... 18

Fase Generatif... 19

Pengaruh Genotipe... 19

Pengaruh Konsentrasi Etephon... 20

Pengaruh Interaksi... 21

Ekspresi Seks... ... 22

KESIMPULAN DAN SARAN... 24

DAFTAR PUSTAKA ... 25

(8)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Teks

1. Nilai Rata-rata Pertambahan Tinggi Tanaman, Diameter Batang

dan Jumlah Daun Pada Dua Genotipe Pepaya... 16 2. Nilai Rata-rata Pertambahan Tinggi Tanaman, Diameter Batang

dan Jumlah Daun Pada Beberapa Konsentrasi... 17 3. Nilai Rata-rata Pertambahan Tinggi Tanaman, Diameter Batang dan

Jumlah Daun Pada Interaksi Genotipe Pepaya dan

Konsentrasi Etephon... 18 4. Nilai Rata-rata Pertambahan Jumlah Bunga dan Jumlah Buah Pada

Dua Genotipe Pepaya... 19 5. Nilai Rata-rata Pertambahan Tinggi Kedudukan Bunga Fertil Pertama

dan Tinggi Kedudukan Buah Pertama Pada Beberapa Konsentrasi... 20 6. Nilai Rata-rata Pertambahan Jumlah Buah Pada Interaksi Genotipe

Pepaya dan Konsentrasi Etephon... 21

Lampiran

1. Rekapitulasi Sidik Ragam... 28 2. Hasil Analisis Tanah Kebun Percobaan PKBT-IPB, Tajur

Bogor…….……….. 30 3. Data Suhu Udara, Kelembaban Udara, dan Suhu Tanah Bulan Februari

2005... 31 4. Data Suhu Udara, Kelembaban Udara, dan Suhu Tanah Bulan Maret

2005... 32 5. Data Suhu Udara, Kelembaban Udara, dan Suhu Tanah Bulan April

2005... 34 6. Data Suhu Udara, Kelembaban Udara, dan Suhu Tanah Bulan Mei

(9)

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Halaman Teks

1. Jenis Bunga Pepaya... 5

2. Buah Hermaprodit dan Betina Pepaya IPB 1... 7

3. Buah Hermaprodit dan Betina Pepaya IPB 2... 7

4. Struktur Etephon ... 9

5. Kondisi Persemaian dan Bibit Pepaya (IPB 1 dan IPB 2) Setelah Perlakuan ... 14

6. Nilai Rata-rata Pengaruh Konsentrasi Etephon Terhadap Ekspresi Seks Tanaman Pepaya... 22

Lampiran 1. Lay Out Percobaan Penelitian ... 38

2. Bunga Hermaprodit dan Betina pada Pepaya Genotipe IPB 1 dan IPB 2………. 39

3. Kondisi Tanaman Pepaya di Lahan Percobaan ... 39

(10)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pertumbuhan populasi penduduk dunia semakin meningkat. Sebagaimana teori Malthus pertambahan penduduk ini tidak berbanding lurus dengan peningkatan produksi pangan. Selaku manusia yang selalu ingin memenuhi kebutuhan akan pangan, mencoba alternatif lain yang dapat menyeimbangkan menu makanan yaitu dengan mengkonsumsi produk hortikultura seperti buah dan sayur. Selain terus mengembangkan bioteknologi untuk pemenuhan akan kebutuhan pokok.

Buah dikonsumsi karena enak dimakan dan menyehatkan, selain itu buah-buahan mengandung vitamin, mineral, serat, zat berkhasiat, dan sebagai sifat kesenangan. Karena sebagai sumber untuk memperoleh kesenangan, maka buah harus tersedia dalam keragaman jenis dan mutu yang baik. Tidak heran impor buah adalah hal yang wajar dilakukan setiap negara, apalagi yang pendapatan per kapitanya tinggi, maka dari itu buah menjadi produk yang fancy (Poerwanto, 2003).

Pepaya (Carica papaya L) sebagai buah meja memang sudah tidak asing lagi. Tanaman pepaya mempunyai manfaat yang cukup banyak mulai dari buah, daun dan bunga dapat dikonsumsi. Selain itu batang, buah muda dan daunnya ternyata mengandung enzim pemecah protein yang disebut papain yang banyak digunakan dalam industri farmasi dan makanan. Buah pepaya banyak mengandung vitamin terutama vitamin A dan C, yaitu 56 RE vitamin A, 0.30 mg vitamin B1, 0.04 mg vitamin B2, 74 mg vitamin C, 500 mg niacin, 34 mg Ca, 10 mg Mg, 204 mg K, 11 fosfor, dan 1 mg Fe. Kandungan vitamin dan mineral dihitung dalam 100 g buah- buahan (Wirakusumah, 1999 ).

Menurut Villegas (1997) sebagai buah tropis pepaya merupakan buah yang cukup banyak diproduksi dan diperdagangkan, tetapi dalam perdagangan mancanegara berada jauh di belakang pisang dan nenas karena sifat pepaya itu sendiri yang lembut dan mudah rusak. Selanjunya Poerwanto (2003) menyatakan bahwa nilai ekspor buah Indonesia masih rendah, dikarenakan permintaan buah dalam negeri yang tinggi dan mutu buah yang masih rendah. Walaupun demikian

(11)

menurut data FAO, produksi buah pepaya Indonesia tahun 2002 sebesar 491,389 ton mencapai urutan posisi ke 5 produksi pepaya dunia.

Berdasarkan laporan utama Rusnas Pusat Kajian Buah-Buahan Tropika untuk pengembangan pepaya unggulan Indonesia tahun 2000, usaha tani pepaya mengalami beberapa kendala antara lain produktivitas yang rendah, ukuran buah yang tidak sesuai untuk permintaan pasar dan keterbatasan kultivar. Kultivar yang diinginkan adalah kultivar yang berperawakan pendek, genjah, dan berbunga hermaprodit, tidak mengalami skip dan toleran terhadap ancaman biotik dan abiotik.

Buah hermaprodit adalah buah yang disenangi oleh konsumen dibandingkan dengan buah betina, karena buah hermaprodit berbentuk lonjong. Biasanya, untuk mendapatkan pohon hermaprodit petani menanam benih per lubang dalam jumlah banyak, kemudian setelah menjadi tanaman dijarangkan dan dipilih yang menghasilkan bunga hermaprodit.

Penampakan bunga atau ekspresi seks dikendalikan oleh faktor endogen dan eksogen tanaman. Faktor endogen yang berpengaruh yaitu gen dan zat pengatur tumbuh. Faktor eksogen yang terlibat dalam pembentukan bunga yaitu, suhu, konsentrasi nitrogen yang tersedia, dan fotoperiode. Zat pengatur tumbuh bertindak sebagai mediator antara gen dan faktor lingkungan atau eksogen (Metzger, 1995).

Hasil penelitian Singh dan Singh (1984) dalam More (1998) menunjukkan bahwa konsentrasi Etephon (50-100 ppm) berpengaruh dalam mengubah seks pada mentimun. Selanjutnya hasil penelitian Subhadrabandu (1986) menyatakan bahwa peningkatan bunga hermaprodit pada pepaya terjadi setelah dilakukan penyemprotan Etephon 100 ppm 21 hari setelah perkecambahan.

Hasil penelitian Nuryanah (2004) menunjukkan bahwa aplikasi perlakuan Etephon dan GA3 pada 4 MSS meningkatkan persentase tanaman hermaprodit sebesar 93,3 %. Perlakuan Etephon pada 4 MSS menghasilkan tanaman dengan tinggi buah pertama yang pendek yaitu 77.68 cm.

(12)

Berdasarkan hasil tersebut diketahui bahwa aplikasi zat pengatur tumbuh dalam hal ini Etephon dapat digunakan untuk mengubah ekspresi seks tanaman, dan kesesuaian konsentrasi sangat diperlukan untuk menginduksi bunga hermaprodit pada pepaya.

Tujuan

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan konsentrasi Etephon yang sesuai untuk menginduksi bunga hermaprodit pada pepaya genotipe IPB 1 dan genotipe IPB 2.

Hipotesis

Hipotesis yang digunakan pada penelitian ini adalah :

1. Terdapat konsentrasi Etephon yang sesuai terhadap rasio pohon hermaprodit dan betina.

2. Terdapat pengaruh perbedaan konsentrasi Etephon terhadap ekspresi seks pada genotipe pepaya IPB 1 dan IPB 2.

3. Terdapat pengaruh interaksi diantara kedua perlakuan terhadap ekspresi seks tanaman pepaya IPB 1 dan IPB 2.

(13)

TINJAUAN PUSTAKA

Taksonomi

Tanaman pepaya termasuk Divisi : Spermatophyta, Class : Angiospermae, Sub class : Dillinidae, Ordo : Viocales, Genus : Caricaceae. Sebagai tanaman dikotiledon pepaya mempunyai empat genus : tiga tersebar di Amerika tropik (Carica, Jarilla, Jacaratia) dan satu Cylicomorpha, berasal dari Afrika tropik. Genus Carica adalah genus yang banyak tersebar di daerah tropik lainnya seperti Asia tenggara dan Subtropik hangat yang ada di dunia (Villlegas, 1997).

Botani

Menurut Villegas (1997) pepaya (Carica papaya L) biasa disebut “pawpaw” atau “melon tree”. Merupakan tanaman perennial yang berperawakan terna (herbaceous) yang mirip pohon, tumbuhnya cepat, tingginya 2-10 m, dan umumnya tidak bercabang. Batang pepaya berbentuk silinder, mempunyai diameter 10-30 cm, berongga memiliki lampang (scar) daun yang jelas serta jaringan serat bunga karang.

Menurut Ashari (1995) daun pepaya terletak pada ujung tanaman (roset), daunya tersusun spiral melingkar batang, lembaran daun bercelah- celah menjari. Selanjutnya Villages (1997) menyatakan bahwa daun pepaya tersusun berkelompok dekat dengan ujung batang, tangkai daunnya mencapai panjang 1 m, berongga, berwarna kehijauan atau hijau lembayung, lembaran daun berbentuk bundar, berdiameter 25-75 cm, bercuping 7-11, menjari dalam, tidak berbulu, bervena menonjol, cuping- cupingnya bergerigi dalam dan lebar.

Bunga pepaya termasuk bunga majemuk yang tersusun pada sebuah tangkai atau poros bunga (pedunculus). Kelompok bunga majemuk tersebut disebut infloresensia yang duduk pada ketiak daun. Tanaman pepaya memiliki tiga jenis bunga , yaitu bunga jantan (masculus), bunga betina (femineus), dan bunga sempurna (hermaprodit). Bunga jantan adalah bunga yang memiliki benang sari saja, bunga betina adalah bunga yang memiliki putik saja sedangkan bunga hermaprodit adalah bunga sempurna yang memiliki dua kelamin jantan dan betina (Kalie, 2001) (Gambar 1).

(14)

(a) (b) (c) Gambar 1. Jenis Bunga Pepaya

Keterangan : (a) = Bunga Pepaya Jantan (b) = Bunga Pepaya Hermaprodit (c) = Bunga Pepaya Betina

Bunga jantan mempunyai tangkai bunga panjang dan bercabang, dapat mencapai 2 m, mengandung beberapa kuntum anak bunga. Tanaman pepaya jantan dinamakan juga pepaya gantung (jawa), bunganya berbau harum, kelopaknya berbentuk cangkir dengan panjang 1mm, korolanya berbentuk terompet dengan panjang 2.5 cm, benang sarinya berjumlah 10 (lima panjang dan lima lainnya pendek), bunga jantan ini bersifat tidak produktif (Ashari, 1995).

Menurut Villegas (1997) bunga betina soliter atau beberapa kuntum berada pada suatu payung menggarpu, panjang bunganya 3.5-5 cm, daun kelopaknya berbentuk cawan dengan panjang 3-4 mm, memiliki lima gigi sempit dengan warna hijau kuning, mahkotanya tersusun atas lima daun mahkota yang hampir lepas-lepas, daun mahkotanya berbentuk lanset, melilit, berdaging berwarna kuning. Bakal buahnya bulat telur sampai lonjong dengan panjang 2-3 cm, memiliki rongga tengah berisi banyak sekali bakal biji, kepala putiknya lima berbentuk kipas tak bertangkai, bercelah lima yang mendalam. Tanpa adanya pohon jantan atau pohon hermaprodit, pohon betina ini tidak dapat menghasilkan buah.

Bunga hermaprodit mempunyai infloresensia yang terdiri dari beberapa bunga sempurna dan 1-4 bunga jantan. Berdasarkan bentuk bakal buah dan jumlah benang sarinya, bunga sempurna tersebut dibedakan menjadi bunga sempurna elongata, bunga sempurna pentandria, dan bunga sempurna intermedia. Hermaprodit elongata, mempunyai tangkai putik panjang dan berkembang

(15)

menjadi buah yang memanjang dengan 10 benang sari muncul pada bagian dalam mahkota bunga. Hermaprodit pentandria, mempunyai bakal buah lonjong dan berkembang menjadi lima sisi buah yang menonjol dengan lima benang sari terletak pada dasar bakal buah. Hermaprodit intermedia, beberapa benang sarinya (2 atau 10) telah berubah bentuk, sehingga menghasilkan buah yang tidak beraturan bentuknya (Ashari, 1995).

Menurut Nakasone dan Paul (1999) bunga pepaya yang muncul pada ketiak daun tergantung pada kelamin pohonnya. Sifat kelamin pohon ditentukan oleh hasil interaksi antara faktor endogen dan eksogen tanaman. Selanjutnya ditambahkan oleh Kalie (2001) bahwa sifat jenis kelamin pada pepaya ditentukan oleh suatu gen (faktor keturunan) tunggal, dimana genotipe alel pengendali bunga terdiri atas : M1 untuk kelamin jantan dengan sifat gen dominan, M2 untuk kelamin sempurna dengan sifat gen dominan, dan m untuk bunga betina dengan sifat gen resesif.

Persilangan antara betina dan jantan (mm x M1m) akan menghasilkan rasio perbandingan betina dan jantan 1:1, secara selfing bunga hermaprodit (M2m) menghasilkan rasio perbandingan hermaprodit dan betina 2:1, persilangan antara betina dengan hermaprodit (mm x M2m) menghasilkan rasio perbandingan betina dan hermaprodit 1:1, sedangkan persilangan antara hermaprodit dan jantan (M2m x M1m) menghasilkan rasio perbandingan betina, hermaprodit dan jantan 1:1:1.

Genotipe Pepaya

Berdasarkan Laporan Rusnas 2005, program pemuliaan tanaman pepaya di PKBT IPB saat ini telah menghasilkan genotipe IPB 1 dan IPB 2. Kedua genotipe tersebut diberi nama Arum Bogor dan Prima Bogor.

Pepaya IPB 1 (Arum Bogor) berukuran kecil dengan panjang buah ± 14 cm, diameter buah ± 10 cm. Buah hermaprodit berbentuk lonjong sedangkan buah betina berbentuk bulat. Bobot per buah ± 654 g dengan warna daging buah kemerahan atau jingga dan warna kulit buah hijau sedang. Rasa daging buah pepaya IPB 1 sangat manis(≥12°Brix), mengandung kadar air ± 88% dan kadar vitamin C ± 122 mg/100g (Gambar 2).

(16)

(a) (b) Gambar 2. Buah Hermaprodit dan Betina, Pepaya IPB 1

Keterangan : (a) = Buah Hermaprodit (b) = Buah Betina

Pepaya IPB 2 (Prima Bogor) berukuran buah sedang dengan panjang buah ± 29 cm dan diameter buah ± 12 cm. Buah hermaprodit berbentuk lonjong sedangkan buah betina berbentuk bulat. Bobot per buah ± 1543 g dengan warna daging buah kemerahan atau jingga dan warna kulit buah hijau tua. Rasa daging buah manis (10-11°Brix) dengan kadar air ± 90% dan kadar vitamin C ± 84 mg/100g (Gambar 3).

(a) (b) Gambar 3. Buah Hermaprodit dan Betina, Pepaya IPB 2

Keterangan : (a) = Buah Hermaprodit (b) = Buah Betina

(17)

Syarat Tumbuh

Tanaman pepaya dapat tumbuh di dataran rendah sampai ketinggian 700 m di atas permukaan laut dengan suhu udara optimum 22-26 º C dan curah hujan rata-rata 1000-2000 mm/tahun (Ashari, 1995). Selanjutnya Nakasone dan Paul (1999) menyatakan bahwa kebutuhan air bulanan ± 100 mm/bulan. Kekurangan air pada musim kemarau dapat berakibat terjadinya stress pada tanaman, meskipun buah yang dihasilkan pada musim kemarau memiliki rasa yang lebih manis dibandingkan buah yang dihasilkan pada musim penghujan.

Menurut Sunaryono (1998) tanah yang subur dengan porositas yang baik dan mempunyai pH 6-7 adalah yang paling disenangi oleh pepaya, sehingga pepaya dapat tumbuh subur pada semua jenis tanah. Ditambahkan oleh Kalie (2001) lahan yang lembab merupakan tempat yang cocok untuk tanaman pepaya, namun lahan jangan sampai tergenang air karena akar akan membusuk dan mati.

Zat Pengatur Tumbuh

Menurut Wattimena (1988) zat pengatur tumbuh adalah istilah yang digunakan untuk senyawa organik bukan nutrisi yang aktif dalam jumlah kecil (<1mM) yang disintesis pada bagian tertentu, pada umumnya ditranslokasikan ke bagian lain tanaman dimana senyawa tersebut menghasilkan suatu tanggapan secara biokimia, fisiologis, dan morfologis serta dapat mendorong, menghambat atau secara kualitatif mengubah pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Secara sederhana zat pengatur tumbuh dapat diartikan sebagai senyawa yang mempengaruhi proses fisiologis tanaman, pengaruhnya dapat mendorong dan menghambat proses fisiologi tanaman (Kusumo, 1990).

Zat pengatur tumbuh (ZPT) terbagi menjadi dua yaitu, zat pengatur tumbuh endogen dan eksogen yang dapat mengubah pertumbuhan tanaman. Untuk membedakan ZPT endogen disebut fitohormon yang dihasilkan sendiri oleh tanaman ,sedangkan eksogen disebut ZPT sintetik yang diproduksi secara buatan (kimia). Zat pengatur tumbuh terdiri atas : Auksin, giberelin, sitokinin, asam absisik, dan etilen dalam berbagai bentuk.

(18)

Etilen

Menurut Krishnamoorthy (1981) dalam Harryanto (1987) etilen merupakan senyawa larut dalam lemak yang mudah menembus jaringan. Gerakan etilen menembus jaringan bersifat pasif dan sistemik. Selanjutnya menurut Wattimena (1988) etilen merupakan suatu senyawa karbon sederhana yang tidak jenuh dalam bentuk gas. Dalam tanaman etilen bergerak secara difusi dan dapat mempengaruhi sifat fisiologi pada aspek pertumbuhan, perkembangan dan senesen tanaman serta merupakan hasil metabolisme, bekerja dalam jumlah kecil, bekerja sama atau antagonis dengan hormon lain.

Davies (1995) menyatakan bahwa etilen (C2H4) disintesis dari metionin

sebagai tanggapan terhadap stress pada jaringan, dan merupakan senyawa hidrokarbon yang berpengaruh nyata terhadap tanaman.

Menurut Abeles (1973) ethrel adalah penghasil etilen (Ethylene Realising Agent). Bahan aktif yang terkandung dalam ethrel adalah asam 2- kloroetil fosfonat atau disebut juga Etephon. Etephon adalah jenis etilen yang diperdagangkan dengan rumus bangun sebagai berikut :

O OH P ClCH2 CH2 OH

Gambar 4. Struktur Etephon

Menurut Davies (1995) etilen berpengaruh terhadap pembungaan antara lain: menginduksi pembungaan, anthesis, senesen bunga dan daun, kematangan buah, serta menginduksi bunga betina pada tanaman dioecious, Etephon mengubah ekspresi seks tanaman dioecious sebagai hasil induksi dari auksin.

(19)

Pengaruh Etephon Terhadap Ekspresi Seks

Menurut Harjadi (1989) ekspresi seks dapat dimodifikasi dengan pemberian zat pengatur tumbuh seperti pada famili Cucurbitaceae. Selanjutnya Metzger (1995) menyatakan bahwa pemberian ZPT berupa auksin, GA, dan etilen berpengaruh terhadap ekspresi seks pada tanaman dioecious.

Pemberian Etephon 100 ppm atau GA3 100 ppm pada tanaman pepaya 21 hari setelah perkecambahan meningkatkan ukuran dan jumlah bunga hermaprodit Subhadrabandu (1986). Ditambahkan oleh Sumiati dan Sumarni (1996) bahwa aplikasi NAA 100 ppm atau Etephon 40 PGR (360 ppm) pada tanaman mentimun mampu meningkatkan nisbah bunga betina dan bunga jantan. Pemberian Etephon (50-100 ppm) memberikan efek terhadap ekspresi seks pada timun (Singh and Singh, 1984 dalam More, 1998).

Hasil penelitian Nuryanah (2004) menunjukkan bahwa aplikasi perlakuan Etephon dan GA3 pada 4 MSS meningkatkan persentase tanaman hermaprodit sebesar 93.3%. Perlakuan Etephon pada 4 MSS menghasilkan persentase tanaman yang tinggi dengan tinggi buah pertama yang pendek yaitu 77.68 cm.

(20)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2004 sampai Mei 2005 di Kebun Percobaan IPB Tajur, Bogor. Tempat tersebut berada pada ketinggian 250-300 m di atas permukaan laut (dpl), dengan kisaran suhu 22-32º C.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan, yaitu pepaya genotipe IPB 1 dan genotipe IPB 2 hasil selfing, Etephon, pupuk kandang, pupuk Urea, KCl dan SP-36. Alat yang digunakan, yaitu polibag, hand sprayer, gelas ukur dan alat pertanian lainnya.

Metode Percobaan

Percobaan ini menggunakan Rancangan Petak Terpisah (Split Plot Design) RAK dengan dua faktor, yaitu genotipe yang ditempatkan sebagai petak utama dan konsentrasi Etephon sebagai anak petak. Faktor genotipe terdiri atas genotipe IPB 1 (G1) dan genotipe IPB 2 (G2). Faktor konsentrasi Etephon terdiri dari 4 taraf yaitu kontrol (E0), 50 ppm (E1), 75 ppm (E2), dan 100 ppm (E3). Setiap kombinasi perlakuan diulang sebanyak 3 kali dan setiap perlakuan terdiri dari 10 satuan percobaan, dengan masing-masing satuan percobaan terdiri dari 1 tanaman. Keseluruhan tanaman percobaan adalah 240 tanaman. Model rancangan yang digunakan adalah sebagai berikut:

Yijk = μ +αi + δik + βj + (αβ)ij + εijk

dimana :

Yijk = nilai pengamatan pada faktor A taraf ke-I faktor B taraf ke-j dan ulangan

ke-k

μ = komponen aditif dari rataan αI = pengaruh utama faktor A

βj = pengaruh utama faktor B

(21)

δik = komponen acak dari petak utama yang menyebar normal (0, σδ2)

εijk = pengaruh acak dari anak petak yang menyebar normal (0, σ2)

Analisis data yang digunakan yaitu : uji F, apabila perlakuan menunjukkan pengaruh yang nyata, maka dilakukan uji lanjut dengan Duncans Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%.

Pelaksanaan Penelitian

Percobaan yang dilaksanakan meliputi beberapa tahap yaitu persemaian, perlakuan, persiapan lahan, pemupukan, penanaman, pemeliharaan dan pengamatan. Sebelum disemai, benih direndam dengan air hangat selama ± 2 jam, selanjutnya benih ditanam dalam polibag ukuran 15x15 cm2 sebanyak 1-2 buah. Polibag tersebut terlebih dahulu diisi dengan media tanam berupa campuran tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1.

Perlakuan percobaan dilaksanakan pada saat tanaman di persemaian dengan menyemprotkan Etephon ke seluruh permukaan tanaman. Aplikasi ini dilakukan pada saat tanaman berumur 4 minggu setelah semai (MSS).

Persiapan lahan dimulai dengan pembersihan gulma yaitu disemprot dengan round up, kemudian pengolahan tanah dan membuat lubang tanam ukuran (50 x 50 x 50) cm3 dengan jarak tanam (1.8 x 1.5) m2. Tanah lapisan atas dan lapisan bawah dipisahkan saat pembuatan lubang tanam. Pupuk kandang terlebih dahulu diberikan ± 2 minggu sebelum penanaman.

Pindah tanam (transplanting) dilakukan pada saat tanaman umur 1.5 bulan dengan tinggi tanaman ± 15-20 cm. Pupuk dasar yang diberikan pada saat transplanting terdiri dari pupuk Urea 20 g, KCl 25 g, dan SP-36 350 g dicampur dengan tanah lapisan atas.

Kegiatan pemeliharaan terdiri atas pengairan, penyiangan gulma, pengendalian hama penyakit tanaman dan pemberian pupuk susulan sesuai standar PKBT. Pemupukan selanjutnya dilakukan pada umur 3 bulan setelah tanam (BST) dengan dosis Urea 45.5 g dan KCl 50 g. Pemupukan kedua dilakukan pada 6 BST dengan dosis Urea 90 g, SP-36 350 g, dan KCl 105 g.

(22)

Pengamatan

Pengamatan untuk fase vegetatif dilakukan mulai dari bibit di pindah ke lahan sampai muncul bunga pertama, sedangkan untuk fase generatif dimulai sejak muncul bunga pertama sampai 5 BST. Peubah yang diamati adalah :

1. Pertambahan tinggi tanaman (cm), diukur dari ruas pertama yang terdekat dengan permukaan tanah sampai titik tumbuh. Dimulai dari 1 MST sampai 10 MST

2. Pertambahan jumlah daun sempurna. Dimulai dari 1 sampai 10 MST 3. Pertambahan diameter batang (mm), yang dihitung pada minggu ke (2, 4,

6, 8 dan 10) MST

4. Kecepatan bunga pertama muncul (HST) 5. Kecepatan bunga fertil muncul(HST)

6. Tinggi Kedudukan bunga fertil pertama (cm)

7. Jumlah bunga total (hermaprodit dan betina). Mulai dari 11 sampai 19 MST

8. Tinggi kedudukan buah pertama (cm)

9. Jumlah buah total (hermaprodit dan betina). Mulai dari 14 sampai 19 MST 10. Persentase tanaman jantan, betina dan hermaprodit.

(23)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Pertanaman

Penelitian diawali dengan melakukan penyemaian benih pepaya IPB 1 dan IPB 2 di rumah plastik. Benih pepaya yang disemai menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik, benih mulai berkecambah pada umur 2 MSS. Tanaman dengan pertumbuhan yang relatif seragam dipilih untuk digunakan pada percobaan ini. Perlakuan dilakukan pada saat tanaman berumur 4 MSS dengan menyemprotkan Etephon keseluruh bagian tanaman. Kondisi pertumbuhan tanaman di persemaian cukup baik tanpa serangan hama penyakit (Gambar 5).

Error! (b) (a) (c)

Gambar 5. Kondisi Persemaian dan Bibit Pepaya (IPB 1 dan IPB 2) Setelah Perlakuan

Keterangan : (a) = Kondisi Persemaian (b) = Bibit Pepaya IPB 1 (c) = Bibit Pepaya IPB 2

(24)

Setelah bibit berumur 1.5 bulan dilakukan pindah tanam (transplanting) ke lahan. Berdasarkan analisis tanah, lahan tersebut mempunyai kandungan hara C 1.19%, N 0.09%, dan C/N 13% dengan tekstur pasir 8%, debu 26% dan liat 66% (Tabel Lampiran 2). Kondisi di lahan sangat mempengaruhi pertumbuhan bibit terutama pada awal pindah tanam, beberapa tanaman mati karena stress dan serangan hama penyakit. Penyakit yang terdapat pada tanaman adalah busuk akar dan pangkal batang disebabkan oleh cendawan.

Tanaman mulai diamati setelah 1 MST dengan mengamati fase vegetatif terlebih dahulu yaitu, tinggi tanaman, diameter batang dan jumlah daun. Tanaman memasuki fase generatif pada 7 MST yang ditandai dengan munculnya bunga. Bunga mekar (fertil) pertama muncul mulai 11 MST dan mulai membentuk buah pertama pada 14 MST. Pada awal pembungaan, bunga banyak yang mengalami kerontokan sehingga tidak langsung berkembang menjadi buah. Begitu pula pada awal pembuahan, buah pertama sebagian besar mengalami kerontokan.

Fase Vegetatif

Menurut Ashari (1995) fase pertumbuhan vegetatif mencakup pertumbuhan akar, batang dan daun. Dalam fase ini tanaman memerlukan banyak cadangan makanan (karbohidrat) yang akan dirombak menjadi energi untuk pertumbuhan. Pada fase pertumbuhan vegetatif ini ada tiga aspek penting yang perlu diketahui, yaitu pembelahan sel, pembesaran sel, dan diferensiasi sel. Pada saat pembelahan sel diperlukan banyak karbohidrat, saat pembesaran sel dibutuhkan hormon dan air yang cukup, selanjutnya saat diferensiasi sel juga diperlukan karbohidrat dalam jumlah banyak.

Pengaruh Genotipe

Berdasarkan hasil pengamatan dan pengolahan data, pertumbuhan vegetatif antara genotipe pepaya IPB 1 dan IPB 2 menunjukkan perbedaan. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata diantara genotipe pada peubah tinggi tanaman dan jumlah daun, sedangkan pada peubah diameter batang tidak terdapat perbedaan yang nyata diantara genotipe (Tabel Lampiran 1).

(25)

Pada saat tanaman berumur 2 MST tidak terdapat perbedaan yang nyata antara genotipe pada peubah tinggi dan jumlah daun, sedangkan pada saat tanaman berumur 7 sampai 10 MST terdapat perbedaan yang nyata antara genotipe pada kedua peubah tersebut (Tabel 1).

Tabel 1. Nilai Rata-rata Pertambahan Tinggi Tanaman, Diameter Batang dan Jumlah Daun Pada Genotipe Pepaya IPB 1 dan IPB 2

Tinggi Tanaman (cm) θ Batang (cm) Jumlah Daun ...Pada Umur (MST)... Genotipe

2 7 10 6 2 7 10

IPB 1 4.5 57.8 a 91.2 a 1.2 1.9 14.1 a 25.1 a

IPB 2 2.1 48.2 b 76.6 b 1.0 1.5 12.5 b 22.3 b

Ket :- Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada DMRT 5%.

Dari hasil pengamatan, pepaya IPB 1 memiliki tinggi dan diameter batang yang lebih besar dari IPB 2. Hal ini berbeda dengan pernyataan Saryoko (2004) yang menyatakan bahwa pepaya IPB 1 memiliki karakter tinggi tanaman yang lebih tinggi dengan diameter batang yang lebih kecil dibandingkan IPB 2. Penyebab perbedaan ini diduga karena kondisi lingkungan pertumbuhan dan perlakuan ZPT Etephon memberikan respon yang berbeda pada kedua genotipe tersebut. Menurut Wattimena (1988) respon terhadap ZPT tergantung dari genetik dan tingkat pertumbuhan tanaman, pemberian ZPT tidak pada masa peka tanaman, maka tanaman tersebut tidak akan berespon terhadap ZPT yang diberikan.

Berdasarkan hasil pengamatan, jumlah daun pepaya IPB 1 lebih banyak dari pada IPB 2. Hal ini sesuai dengan pernyataan Gardner et al. (1991) bahwa jumlah dan ukuran daun dipengaruhi oleh genotipe dan lingkungan.

Pengaruh Konsentrasi Etephon

Pemberian Etephon mempengaruhi pertumbuhan vegetatif tanaman pepaya. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa konsentrasi Etephon memberikan pengaruh nyata pada peubah vegetatif tanaman (Tabel Lampiran 1). Berdasarkan hasil uji lanjut, konsentrasi Etephon 75 ppm memberikan hasil berbeda nyata

(26)

terhadap konsentrasi lainnya pada peubah tinggi tanaman (2-8 MST), diameter batang (6 MST) dan jumlah daun (5-9 MST) (Tabel 2).

Tabel 2. Nilai Rata-rata Pertambahan Tinggi Tanaman, Diameter Batang dan Jumlah Daun Pada Beberapa Konsentrasi Etephon

Tinggi Tanaman (cm) θ Batang(cm) Jumlah Daun

...Pada Umur (MST)... Konsentrasi Etephon 2 4 8 6 2 5 9 kontrol 4.1 ab 20.9 b 59.4 b 0.96 b 1.5 6.7 b 19.1 b 50 ppm 2.9 b 20.8 b 65.0 ab 1.10 b 1.4 6.6 b 20.3 ab 75 ppm 4.5 a 24.5 a 68.3 a 1.20 a 1.9 7.5 a 21.0 a 100 ppm 3.1 b 20.1 b 60.3 b 1.01 b 1.7 7.0 ab 20.1 ab Ket : - Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda

nyata pada DMRT 5%. - Kontrol = 0 ppm

Pemberian ZPT Etephon memberikan respon yang berbeda untuk tiap konsentrasi pada peubah fase vegetatif tanaman. Dari keempat taraf perlakuan konsentrasi, Etephon 75 ppm memberikan nilai rata-rata pertambahan tinggi tanaman (2-10 MST) dan diameter batang (4, 6, 8, 10 MST) tertinggi, sedangkan perlakuan kontrol memberikan nilai rata-rata pertambahan tinggi tanaman (6-10 MST) dan diameter batang (6, 8, 10 MST) terendah. Jika dibandingkan dengan konsentrasi Etephon 50 ppm dan 75 ppm, konsentrasi Etephon 100 ppm memiliki nilai rata-rata pertambahan tinggi dan diameter batang terendah (3-10 MST).

Pada peubah jumlah daun, untuk kontrol nilai rata-rata pertambahan jumlah daun mulai mengalami penurunan hingga mencapai nilai yang terendah pada (6-10 MST), lain halnya dengan konsentrasi Etephon 75 ppm memiliki nilai rata-rata pertambahan jumlah daun yang terbesar pada (2-10 MST).

Berdasarkan hasil pengamatan terlihat bahwa Etephon dapat mempengaruhi pertumbuhan vegetatif tanaman. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Wattimena (1988), yang menyatakan bahwa Etephon dapat mempengaruhi sifat fisiologis pada aspek pertumbuhan, perkembangan dan

(27)

senesen tanaman. Ditambahkan pula oleh Salisbury dan Ross (1995) dimana etilen dalam Etephon dapat mendorong terjadinya elongasi sehingga menghambat pemanjangan batang.

Pengaruh Interaksi

Berdasarkan hasil sidik ragam (Tabel Lampiran 1), interaksi antara konsentrasi Etephon dengan genotipe pepaya memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan vegetatif. Dari hasil uji lanjut, konsentrasi Etephon 75 ppm dan 100 ppm pada pepaya IPB 1 memberikan hasil berbeda nyata terhadap kontrol dan konsentrasi Etephon 50 ppm. Pada pepaya IPB 2, konsentrasi Etephon 50 ppm dan 75 ppm memberikan hasil berbeda nyata terhadap konsentrasi Etephon 100 ppm pada peubah tinggi tanaman dan diameter batang ( Tabel 3).

Tabel 3. Nilai Rata-rata Pertambahan Tinggi Tanaman, Diameter Batang dan Jumlah Daun Pada Interaksi Genotipe Pepaya dan Konsentrasi Etephon

Tinggi Tanaman (cm) θ Batang (cm) Jumlah Daun ...Pada Umur (MST)... Genotipe Konsentrasi Etephon 8 10 6 8 10 kontrol 64.4 b 83.8 b 1.0 b 16.8 b 23.6 b IPB 1 50 ppm 64.9 b 85.7 ab 1.0 b 16.9 b 23.8 b 75 ppm 77.1 a 100.2 a 1.3 a 19.1 a 26.5 a 100 ppm 73.9 a 95.0 a 1.2 a 18.8 a 26.3 a kontrol 56.1 ab 73.3 ab 1.0 b 15.1 ab 21.9 a IPB 2 50 ppm 65.1 a 85.0 a 1.1 a 15.1 ab 23.3 a 75 ppm 62.5 a 80.0 a 1.1 a 16.0 a 22.5 a 100 ppm 51.3 b 68.2 b 1.0 b 16.5 a 21.6 ab Ket : - Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda

nyata pada DMRT 5%. - kontrol = 0 ppm

Hasil pengamatan memperlihatkan interaksi antara genotipe pepaya IPB 1 dengan konsentrasi Etephon 75 ppm dan 100 ppm memberikan nilai rata-rata pertambahan tinggi tanaman, diameter batang dan jumlah daun yang lebih besar dari perlakuan kontrol dan konsentrasi Etephon 50 ppm. Interaksi antara genotipe pepaya IPB 2 dengan konsentrasi Etephon 50 ppm dan 75 ppm menghasilkan pertambahan tinggi tanaman dan diameter batang yang lebih besar dari perlakuan kontrol dan konsentrasi Etephon 100 ppm (Tabel 3).

(28)

Fase Generatif

Fase generatif atau reproduktif terjadi pada saat pembentukan dan perkembangan kuncup bunga, bunga, buah dan biji. Fase ini berhubungan dengan perkembangan sel, pembesaran dan pendewasaan jaringan dan pembentukan hormon yang perlu untuk perkembangan kuncup bunga (Harjadi, 1996). Masa generatif tanaman pepaya diawali dari munculnya kuncup bunga, bunga fertil, anthesis, sampai terbentuk buah.

Pengaruh Genotipe

Berdasarkan hasil sidik ragam, pengaruh genotipe pada perkembangan generatif secara umum tidak terdapat perbedaan yang nyata, hanya pada jumlah buah yang memberikan perbedaan yang nyata (Tabel Lampiran 1). Hasil uji lanjut pada jumlah buah saat tanaman berumur 17 MST, menunjukkan antara genotipe memberikan perbedaan yang nyata (Tabel 4).

Tabel 4. Nilai Rata-rata Pertambahan Jumlah Bunga dan Jumlah Buah Pada Genotipe Pepaya IPB 1 dan IPB 2

Jumlah Bunga Jumlah Buah

………...Pada Umur (MST)…….…..……….. Genotipe

12 19 15 17 19

IPB 1 2.32 23.51 0.85 1.70 a 3.04

IPB 2 2.45 23.11 0.75 1.03 b 1.69

Ket : Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada DMRT 5%.

Sebelum menghasilkan buah, tanaman pepaya mengalami proses pembungaan terlebih dahulu. Bunga pepaya antara genotipe IPB 1 dan IPB 2 memiliki bentuk yang berbeda (Gambar Lampiran 2). Genotipe IPB 2 memiliki bentuk bunga baik hermaprodit dan betina yang lebih besar dibandingkan IPB 1.

Berdasarkan hasil pengamatan, jumlah bunga yang dihasilkan setiap minggu dari kedua genotipe cenderung sama. Pepaya IPB 2 memiliki kecepatan berbunga lebih awal tetapi cepat mengalami kerontokan, sehingga jumlah bunga yang menjadi buah rendah. Pada pepaya IPB 1, kecepatan munculnya bunga pertama lebih lambat tetapi jumlah bunga yang menjadi buah lebih banyak.

(29)

Rendahnya jumlah bunga yang menjadi buah pada pepaya IPB 2 diduga karena IPB 2 memberikan respon berbeda terhadap pengaruh lingkungan (suhu dan kelembaban). Berdasarkan data klimatologi, pada saat fase generatif sekitar bulan Maret –Mei suhu udara lebih meningkat (Tabel Lampiran 4, 5 dan 6). Hal ini sesuai dengan pernyataan Saryoko (2004), bahwa pada tanaman pepaya jumlah buah per tanaman sangat bergantung pada interaksi antara genotipe dengan lingkungan, karena karakter fruit set dan jumlah buah sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan. Selain karena pengaruh lingkungan dapat diduga pula karena perbedaan ukuran dan bobot buah yang dihasilkan, sehingga mengakibatkan bunga yang terdapat pada tangkai atau poros bunga terganggu dan mengalami kerontokan.

Pengaruh Konsentrasi Etephon

Berdasarkan hasil sidik ragam, pemberian Etephon tidak memberikan perbedaan yang nyata terhadap jumlah bunga, kecepatan bunga pertama muncul dan kecepatan bunga fertil muncul (Tabel Lampiran 1). Berdasarkan hasil uji lanjut, pemberian Etephon terhadap jumlah buah tidak memberikan perbedaan yang nyata. Pemberian Etephon menunjukkan perbedaan yang nyata hanya terhadap peubah tinggi kedudukan bunga fertil pertama dan tinggi kedudukan buah pertama (Tabel 5).

Tabel 5. Nilai Rata-rata Pertambahan Tinggi Kedudukan Bunga Fertil Pertama dan Tinggi Kedudukan Buah Pertama Pada Beberapa Konsentrasi Etephon

Konsentrasi Etephon

Tinggi Kedudukan Bunga

Fertil Pertama Tinggi Kedudukan Buah Pertama

………...…..…….…cm...…...………

kontrol 105.32 ab 113.88 b

50ppm 114.21 b 129.62 a

75ppm 104.23 b 113.03 b

100ppm 99.98 b 109.15 b

Ket : - Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada DMRT 5%.

(30)

Hasil pengamatan di lapang menunjukkan dimana perlakuan konsentrasi Etephon 100 ppm memiliki tinggi kedudukan buah pertama yang pendek yaitu 109.15 cm. Hal ini sesuai dengan penelitian Nuryanah (2004) yang menunjukkan bahwa konsentrasi Etephon 100 ppm dapat menghasilkan kedudukan buah pertama yang pendek yaitu 77.68 cm.

Perbedaan tinggi kedudukan buah pertama yang dihasilkan dengan tinggi kedudukan buah pertama hasil dari penelitian Nuryanah (2004) diduga karena perbedaan jarak tanam yang digunakan pada saat penanaman. Jarak tanam dapat mempengaruhi pertumbuhan tinggi tanaman. Jarak tanam yang terlalu rapat dapat mengakibatkan persaingan antar tanaman untuk mendapatkan cahaya matahari sehingga tanaman mengalami etiolasi dimana pertumbuhan tinggi tanaman menjadi lebih besar.

Pengaruh Interaksi

Berdasarkan hasil sidik ragam, interaksi antara genotipe dan konsentrasi Etephon berpengaruh nyata untuk peubah jumlah buah (Tabel Lampiran 1). Interaksi antara genotipe pepaya IPB 1 dan konsentrasi Etephon menunjukkan pengaruh nyata pada 16 sampai 19 MST, sedangkan pada genotipe IPB 2 berpengaruh nyata pada 19 MST (Tabel 6).

Tabel 6. Nilai Rata-rata Pertambahan Jumlah Buah Pada Interaksi Genotipe Pepaya dan Konsentrasi Etephon

Jumlah Buah

...Pada Umur (MST)... Genotipe Konsentrasi Etephon

16 17 19 kontrol 1.1 b 1.7 b 3 ab IPB 1 50 ppm 0.7 bc 1.1 bc 2.4 b 75 ppm 1.5 a 2.0 b 3.4 a 100 ppm 1.8 a 2.4 a 3.5 a kontrol 1.0 1.2 1.9 a IPB 2 50 ppm 1.0 1.1 2.0 a 75 ppm 0.9 1.0 1.7 a 100 ppm 0.7 0.8 1.3 ab

Ket : - Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada DMRT 5%.

(31)

Pada akhir pengamatan, genotipe pepaya IPB 1 pada konsentrasi Etephon 75 ppm dan 100 ppm memiliki jumlah buah lebih banyak dari perlakuan kontrol dan konsentrasi Etephon 50 ppm (Tabel 6). Pepaya IPB 2 memiliki jumlah buah yang lebih sedikit dari IPB 1, tetapi ukuran buah nya jauh lebih besar dari IPB 1.

Ekspresi Seks

Sifat jenis kelamin tanaman pepaya ditentukan oleh suatu gen (faktor keturunan) tunggal, dimana genotipe alel pengendali bunga terdiri atas : M1 untuk kelamin jantan dengan sifat gen dominan, M2 untuk kelamin sempurna dengan sifat gen dominan, dan m untuk bunga betina dengan sifat gen resesif. Jika terjadi persilangan dua bunga hermaprodit secara selfing maka akan menghasilkan rasio perbandingan hermaprodit dan betina 2:1 (Kalie, 2001).

Berdasarkan hasil sidik ragam (Tabel Lampiran 1), perbedaan genotipe dan pengaruh konsentrasi Etephon tidak memberikan perbedaan yang nyata terhadap perubahan ekspresi seks tanaman pepaya. Genotipe pepaya IPB 1 menghasilkan persentase pohon hermaprodit sebesar 73.62%, sedangkan IPB 2 sebesar 66.83%. Pada konsentrasi Etephon 50 ppm sebesar 68.73%, konsentrasi Etephon 75 ppm sebesar 70.11%, konsentrasi Etephon 100 ppm sebesar 75.83% dan kontrol sebesar 63.50% (Gambar 6). Hasil pengamatan perbandingan bunga hermaprodit dan bunga betina ini sesuai dengan teori segregasi pada tanaman pepaya yang terjadi secara selfing yaitu 2:1

0 10 20 30 40 50 60 70 80 0 50 75 100 Ko nsent r asi Et ep ho n ( p p m) Hermaprodit ( % ) Betina ( % )

Gambar 6. Nilai Rata-rata Pengaruh Konsentrasi Etephon Terhadap Ekspresi Seks Tanaman Pepaya.

(32)

Pemberian konsentrasi Etephon 100 ppm pada percobaan dapat meningkatkan persentase tanaman hermaprodit, walaupun peningkatan persentase tidak sebesar hasil penelitian Nuryanah (2004) yang menyatakan bahwa aplikasi perlakuan Etephon 100 ppm pada 4 MSS dapat meningkatkan persentase tanaman hermaprodit sebesar 93.3%. Hal ini diduga karena faktor eksogen dimana menurut Metzger (1995) selain faktor endogen yang berpengaruh terhadap penampakan bunga atau ekspresi seks, faktor eksogen atau faktor lingkungan juga dapat mempengaruhi ekspresi seks. Ditambahkan pula oleh Raveendranathan (1994) keadaan yang lembab dan suhu yang rendah mewujudkan kecenderungan bunga hermaprodit menjadi bunga betina dengan buah yang berkarpel.

(33)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Genotipe pepaya IPB 1 pada konsentrasi Etephon 75 dan 100 ppm memberikan nilai pertambahan tinggi tanaman, diameter batang dan jumlah daun yang lebih besar dari perlakuan kontrol dan konsentrasi Etephon 50 ppm. Genotipe pepaya IPB 2 pada konsentrasi Etephon 50 dan 75 ppm menghasilkan pertambahan tinggi tanaman dan diameter batang yang lebih besar dari perlakuan kontrol dan konsentrasi Etephon 100 ppm.

Pada fase generatif, perlakuan secara umum menunjukkan pengaruh tidak nyata terhadap semua peubah, kecuali pada peubah jumlah buah, tinggi kedudukan bunga fertil dan tinggi kedudukan buah pertama. Genotipe pepaya IPB 1 pada konsentrasi Etephon 75 dan 100 ppm memiliki jumlah buah lebih banyak dari perlakuan kontrol dan konsentrasi Etephon 50 ppm.

Perbedaan genotipe dan pengaruh konsentrasi Etephon memberikan hasil tidak berbeda nyata terhadap persentase tanaman hermaprodit. Akan tetapi perlakuan konsentrasi Etephon 100 ppm dapat meningkatkan persentase tanaman hermaprodit sebesar 75.83 % dengan tinggi kedudukan buah pertama yang pendek yaitu 109.15 cm.

Saran

Pada penelitian selanjutnya disarankan untuk menggunakan Etephon dengan frekuensi pemberian lebih dari satu kali atau dengan meningkatkan konsentrasinya.

(34)

DAFTAR PUSTAKA

Abeles, Frederick B. 1973. Ethylene In Plant Biology. Academic Press. New York. 302 p.

Ashari, S. 1995. Hortikultura Aspek Budidaya. UI- Press. Jakarta. 468 hal.

Chan, Y.K., P. Raveendranathan, M. L. Raziah, and S. T. Choo. 1994. Penanaman Betik. 53 hal. MARDI. Malaysia. Kualalumpur.

Davies, P. J. 1995. The plant hormone : their nature occurrence and functions. p 1-38. In: Davies, P. J. Plant Hormone (ed). Kluwer Acad Publish. Netherlands.

Food and Agriculture Organization.2004. http: // www.fao.org. 30 september 2004.

Gardner, Franklin P., R. Brent Pearce, and Roger. L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. UI-Press. Jakarta. 1991. 428 hal

Harijanto. 1987. Pengaruh Ethrel dan NAA terhadap Nisbah Kelamin dan Hasil Panen Tanaman Ketimun ( Cucumber sativum L ). Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian, Faperta IPB. Bogor.43 hal.

Kalie, M. B. 2001. Bertanam Pepaya. Penebar Swadaya. Jakarta.120 hal

Kusumo, S. 1990. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. CV Yasaguna. Bogor. 75 hal Metzger, J. D. 1995. Hormones and plant reproductive development. p 617-748.

In: Davies P. J. (ed) Plant Hormone. Kluwer Acad Publish. Netherlands. More, T. A. 1998. Sex expression and sex modification. p 39-66. In : N. M. Nayar

and T. A. More. (eds). Cucurbits. Science Publishers. USA.

Nakasone, H. Y. and R. E. Paul. 1999. Tropical Fruits. CAB Internasional. New York. p 239-268

Nuryanah. 2004. Pengaruh NAA, GA3, dan Etephon Terhadap Ekspresi Seks Pepaya ( Carica papaya L ). Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian, Faperta IPB. Bogor. 38 hal.

Pusat Kajian Buah-buahan Tropika. 2000. Laporan Utama Riset Unggulan Strategi Nasional : Pengembangan Buah-buahan Unggulan Nasional Indonesia. Kantor Mentri Negara Riset dan Teknologi Republik Indonesia dengan PKBT-IPB. Bogor.hal 64-84.

(35)

Poerwanto, R. 2003. Budidaya Buah-Buahan. Bahan Ajar. Program Studi Hortikultura. Fakultas Pertanian Bogor.

Salisbury, F. B dan C. W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan, Jilid 3. Institut Teknologi Bandung. Bandung. 237 hal.

Saryoko, A. 2004. Karakterisasi Morfologi dan Evaluasi Daya Hasil 20 Genotipe Pepaya. Skripsi. Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Subhadrabandu, S. 1986. Studies plant growth regulator effect on tropical and sub tropical tree fruit of Thailand. www.actahort. Org/books/175/175 43.htm. Sumiati, S dan N. Sumarni. 1996. Peran zat pengatur tumbuh terhadap nisbah

bunga betina dan jantan serta produksi tanaman mentimun. J. Hort. 6(1) : 17-22.

Sunaryono, H. 1998. Prospek Berkebun Buah. Penebar Swadaya. Bogor. 127hal. Villegas, V. N. 1997. Carica Papaya. Hal 125-131. Dalam : Verheij, E. W. M.

Dan R. E. Cornelceds (eds). PROSEA : Sumber Daya Nabati Asia Tenggara 2 Buah-Buahan yang dapat Dimakan. Gramedia Pustaka. Jakarta.

Wattimena, G. A. 1988. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. PAU-IPB. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 144hal

Wirakusumah, E. S. 1999. Buah dan Sayur untuk Terapi. Penebar Swadaya. Bogor.

(36)
(37)

Tabel Lampiran 1. Rekapitulasi Sidik Ragam Perlakuan Pengamatan

Genotipe Etephon Genotipe x Etephon

KK(%) ………..…..Fase Vegetatif………..……… Tinggi Tanaman(cm) 2 MST tn * tn 24.66 3 MST tn * tn 15.13 4 MST tn * tn 8.76 5 MST tn * * 7.84 6 MST tn * * 7.49 7 MST * * * 7.82 8 MST ** * * 7.65 9 MST * tn * 7.66 10 MST * tn tn 7.9 Jumlah Daun 2 MST tn tn tn 27.82 3 MST tn tn tn 15.11 4 MST tn tn tn 8.3 5 MST tn * tn 7.57 6 MST tn * * 5.51 7 MST * * tn 5.39 8 MST tn tn * 4.59 9 MST * * * 4.32 10 MST * tn * 4.01 Diameter Batang (mm) 4 MST tn tn tn 8.77 6 MST tn ** ** 6.24 8 MST tn tn * 9.54 10 MST tn tn * 12.88 Jumlah Bunga 12 MST tn tn tn 19.34 13 MST tn tn tn 16.53 14 MST tn tn tn 16.03 15 MST tn tn tn 13.19 16 MST tn tn tn 10.83 17 MST tn tn tn 12.19 18 MST tn tn tn 10.42 19 MST tn tn tn 10.07 Jumlah Buah 15 MST tn tn tn 18.71 16 MST tn tn * 22.41 17 MST * * ** 17.851 18 MST tn tn * 20.451 19 MST tn tn * 14.211

(38)

Tabel Lampiran 1. Lanjutan

Keterangan :

** : Berbeda sangat nyata pada uji statistik (p<1%) * : Berbeda nyata pada uji statistik (p<5%) tn : Tidak nyata pada uji statistik (p>5%) (1) : Transformasi (SQRT + 0.5)

Perlakuan

Pengamatan Genotipe Etephon Genotipe x Etephon KK(%) ...Fase Generatif... Kecepatan Bunga tn tn tn 8.27 Pertama Muncul(HST) Kecepatan Bunga tn tn tn 6.7 Fertil Muncul(HST) Tinggi Kedudukan Bunga Fertil tn * tn 6.06 Pertama(cm) Tinggi Kedudukan tn * tn 7.66 Buah Pertama Persentase Tanaman tn tn tn 38.9 Hermaprodit Persentase Tanaman tn tn tn 17.03 Betina

(39)

Tabel Lampiran 2. Hasil Analisis Tanah Kebun Percobaan PKBT-IPB, Tajur Bogor Unsur Tanah Pasir (%) 8 Debu (%) 26 Liat (%) 66 PH 5.0 P2O5 Bray 1 (ppm) 6.6 K2O Morgan (ppm) 46.2 C-organik (%) 1.19 N (kjd) (%) 0.09 C/N 13

(40)

Tabel Lampiran 3. Data Suhu Udara, Kelembaban Udara, dan Suhu Tanah Bulan Februari 2005

Tgl. Suhu Udara (0C) Kelembaban Udara (%) Suhu Tanah (0C)

Pagi Siang Sore Pagi Siang Sore Pagi Siang Sore

Min Max Min Max Min Max

4 21 29 21 32 21 32 78 63 68 25 27 25 5 25 26 24 32 21 32 85 64 72 24 27 25 6 25 26 24 32 21 32 85 64 72 24 27 25 7 25 32 30 32 26 27 77 72 91 24 27 25 8 25 26 25 29 24 29 84 77 91 24 21 25 9 25 26 24 32 24 28 84 67 91 25 27 25 11 23 25 22 25 22 30 91 77 84 24 24 25 12 23 25 22 29 23 29 91 92 92 25 25 25 13 21 29 22 25 21 32 78 77 84 25 24 29 14 21 29 21 32 23 29 78 61 84 26 29 29 15 20 33 20 35 21 32 84 63 72 23 33 29 16 20 35 20 35 20 37 77 63 84 25 29 29 17 20 36 20 36 20 36 78 74 78 26 28 28 18 20 35 21 36 23 29 78 92 91 25 27 25 19 20 29 20 37 23 29 84 93 91 23 30 30 21 21 35 22 35 20 36 85 79 85 25 29 28 22 20 36 20 35 21 36 91 85 86 24 29 29 23 20 36 28 35 28 36 85 80 86 26 29 28 24 20 36 21 38 28 36 78 68 72 27 28 28 25 21 39 27 35 28 35 92 64 85 25 29 29 26 22 35 28 35 28 35 84 59 72 25 30 29 28 20 36 20 35 21 36 84 79 85 24 29 29

(41)

40

Tabel Lampiran 4. Data Suhu Udara, Kelembaban Udara, dan Suhu Tanah Bulan Maret 2005

Tgl. Suhu Udara (0C) Kelembaban Udara(%) Suhu Tanah (0C)

Pagi Siang Sore Pagi Siang Sore Pagi Siang Sore

Min Max Min Max Min Max

1 20 35 28 35 21 36 77 68 72 28 29 28 2 30 33 28 36 22 36 84 72 72 24 28 29 3 21 35 27 35 21 36 84 68 77 25 29 28 4 22 37 22 37 22 37 78 86 84 25 29 25 5 22 37 22 37 21 35 84 77 84 26 28 27 7 20 37 20 37 21 36 84 63 63 28 29 29 8 21 35 21 36 20 35 84 67 77 25 27 25 9 22 35 21 35 21 35 91 78 78 24 28 27 10 22 35 21 35 21 35 91 78 78 24 28 27 11 22 35 21 35 21 35 91 78 78 24 28 27 12 18 37 21 36 21 35 84 77 77 24 29 28 14 18 39 30 39 28 29 84 75 77 26 30 30 15 21 38 24 36 24 35 84 74 74 24 30 30 16 22 36 24 36 24 35 85 75 74 27 30 29 17 22 40 21 39 21 39 84 75 74 25 30 29 18 22 40 21 39 21 39 91 75 74 25 30 29 19 20 45 21 39 21 39 84 75 74 25 30 29 21 21 34 21 36 20 35 65 63 72 25 30 29 22 20 37 20 37 21 36 84 77 78 24 29 29 23 21 39 21 39 21 39 84 91 91 25 24 24 24 21 37 20 38 21 35 84 75 91 25 29 25 26 20 40 21 39 21 39 87 74 77 25 30 29 27 20 37 20 37 21 36 84 77 78 24 29 29

(42)

41

Tabel Lampiran 4. Lanjutan

Tgl. Suhu (0C) Kelembaban (%) Suhu Tanah (0C)

Pagi Siang Sore Pagi Siang Sore Pagi Siang Sore

Min Max Min Max Min Max

28 21 39 21 39 21 39 84 91 91 25 24 24

29 21 38 21 39 21 39 77 74 77 25 30 29

30 21 38 21 39 21 39 77 75 77 25 29 29

(43)

42

Tabel Lampiran 5. Data Suhu Udara, Kelembaban Udara, dan Suhu Tanah Bulan April 2005

Tgl. Suhu Udara (0C) Kelembaban Udara (%) Suhu Tanah (0C)

Pagi Siang Sore Pagi Siang Sore Pagi Siang Sore

Min Max Min Max Min Max

1 20 48 21 48 20 48 71 54 63 26 29 30 2 20 48 21 48 20 48 71 54 63 26 29 30 4 21 39 21 39 20 38 85 74 78 25 27 27 5 21 39 21 39 21 39 92 64 85 24 28 29 6 21 39 23 42 23 42 59 57 57 24 28 29 7 23 42 23 42 23 42 59 57 63 24 30 29 8 23 41 23 42 23 42 59 57 57 25 28 29 9 21 42 23 42 23 42 72 63 91 25 28 25 12 20 42 20 42 21 42 85 85 91 23 27 25 13 20 42 20 41 20 41 78 62 85 24 27 26 14 21 36 31 36 31 36 68 50 54 25 30 29 15 21 36 21 37 21 37 73 63 64 25 29 29 16 21 36 21 37 21 37 74 63 64 25 29 29 18 21 37 21 37 20 36 79 77 77 25 27 27 19 21 35 30 34 30 34 79 63 77 25 27 27 20 22 35 28 35 28 35 85 59 72 24 30 29 21 20 32 20 35 21 32 73 63 72 25 30 29 23 20 34 21 36 20 35 65 63 72 25 30 29 25 23 23 23 34 23 33 85 74 68 24 26 27 26 25 29 25 32 25 32 85 74 79 24 28 29

(44)

43

Tabel Lampiran 5. Lanjutan

Tgl. Suhu Udara (0C) Kelembaban Udara (%) Suhu Tanah (0C)

Pagi Siang Sore Pagi Siang Sore Pagi Siang Sore

Min Max Min Max Min Max

27 21 35 23 34 22 35 85 79 79 25 26 27

28 21 36 21 37 21 37 79 74 74 25 28 29

29 22 35 23 34 22 35 85 59 72 25 27 29

(45)

44

Tabel Lampiran 6. Data Suhu Udara, Kelembaban Udara, dan Suhu Tanah Bulan Mei 2005

Tgl. Suhu Udara (0C) Kelembaban Udara (%) Suhu Tanah (0C)

Pagi Siang Sore Pagi Siang Sore Pagi Siang Sore

Min Max Min Max Min Max

3 23 30 23 34 25 32 85 74 79 24 28 29 4 21 36 21 37 21 37 78 74 74 25 27 27 5 20 34 20 35 20 35 78 62 85 24 27 26 6 21 35 23 34 22 35 85 79 79 25 26 27 7 28 32 29 34 27 36 74 69 91 25 27 25 9 23 32 26 32 23 33 92 74 74 25 28 29 10 25 32 26 32 27 36 92 74 91 25 27 25 11 24 31 24 32 26 31 85 74 69 24 26 27 12 25 32 26 31 26 31 85 79 85 25 28 27 13 21 35 22 35 22 35 85 79 79 25 28 27 14 21 35 25 32 25 32 85 74 72 25 29 29 15 21 35 22 35 22 35 85 79 79 25 28 27 16 23 30 23 34 23 33 85 74 68 24 26 27 17 21 35 23 34 22 35 85 79 79 25 26 27 18 25 29 25 32 25 32 85 74 79 24 28 29 19 21 36 21 37 21 37 79 74 74 25 28 28 20 20 35 20 36 20 36 71 69 69 23 30 33 21 20 36 19 36 20 36 78 62 64 24 26 29 23 26 31 26 35 25 32 73 63 65 25 28 29 25 21 35 22 35 22 35 85 74 68 24 26 27

(46)

45

Tabel Lampiran 6. Lanjutan

Tgl Suhu(0C) Kelembaban (%) Suhu Tanah (0C)

Pagi Siang Sore Pagi Siang Sore Pagi Siang Sore

Min Max Min Max Min Max

26 21 36 21 37 21 37 78 74 74 25 27 29

27 20 35 20 36 20 36 85 74 79 25 27 29

28 20 36 20 36 20 36 78 74 74 25 28 29

30 23 30 23 34 23 33 85 79 79 25 27 29

(47)

Gambar Lampiran 1. Layout Percobaan

Ulangan 1 E0G2 E2G2 E1G2 E3G2

E3G1 E1G1 E2G1 E0G1

Ulangan 3

E3G1 E2G1 E1G1 E0G1

E0G2 E1G2 E2G2 E3G2

Ulangan 2 Keterangan : E0 : Kontrol E1 : Konsentrasi Etephon 100 ppm E2 : Konsentrasi Etephon 75 ppm E3 : Konsentrasi Etephon 50 ppm G1 : Pepaya IPB 1 G2 : Pepaya IPB 2 Utara

E2G2 E3G2 E0G2 E1G2

(48)

(a) (b)

Gambar Lampiran 2. Bunga Hermaprodit dan Betina pada Pepaya Genotipe IPB 1dan IPB 2

Keterangan : (a) = Pepaya IPB 2 (b) = Pepaya IPB 1

(49)

(a) (b)

Gambar Lampiran 4. Buah hermaprodit dan betina pada pepaya IPB 1

Keterangan : (a) = Buah Hermaprodit (b) = Buah Betina

Gambar Lampiran 5. Buah hermaprodit dan betina pada pepaya IPB 2

(50)

Gambar

Gambar 5.  Kondisi Persemaian dan Bibit Pepaya (IPB 1 dan IPB 2)  Setelah  Perlakuan
Tabel 1. Nilai Rata-rata Pertambahan Tinggi Tanaman, Diameter Batang dan  Jumlah Daun Pada Genotipe Pepaya IPB 1 dan IPB 2
Tabel 2. Nilai Rata-rata Pertambahan Tinggi Tanaman, Diameter Batang dan  Jumlah Daun  Pada Beberapa Konsentrasi Etephon
Tabel 3. Nilai Rata-rata  Pertambahan Tinggi Tanaman, Diameter Batang dan  Jumlah Daun Pada Interaksi Genotipe Pepaya dan Konsentrasi Etephon
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil kegiatan belajar mengajar yang dilakukan oleh guru dan siswa pada siklus I, dapat diketahui bahwa kemampuan metakognitif siswa yang masih kurang

Hal ini dapat dibuktikan dari hasil rata-rata nilai matematika siswa tahun ajaran 2014/2015 dalam materi perkalian, ada beberapa anak yang nilainya belum mencapai KKM

This article surveys the salient features of the regional forms and styles of the Ionian cities of Chios, Clazomenai, Lesbos, Miletus, and Samos (Figure 1), in the

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah dengan menerapkan strategi pembelajaran Reconnecting dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar akuntasi siswa

Dalam tahap ini, data – data yang diperlukan dalam proses penyelesaian tugas akhir ini merupakan data tanah yang didapat dari hasil penyelidikan tanah yang telah

Stasiun penerimaan, stasiun pemurnian dan stasiun puteran termasuk komponen agak kritis (ECR3) yang berarti seluruh komponen pendukung atau fasilitas lain yang

PRA RANCANGAN PABRIK BIODIESEL DARI BIJI JARAK DENGAN PROSES MULTI STAGE ESTERIFICATION DENGAN KAPASITAS..

Sistem pakar yang telah dirancang dan dibangun pada penelitian ini menggunakan metode backward chaining , karena dimulai dari sesuatu yang ingin dibuktikan yang