• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Asmara dan Artdiyasa, (2008) menganalisis tentang Analisis Daya Saing

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Asmara dan Artdiyasa, (2008) menganalisis tentang Analisis Daya Saing"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Asmara dan Artdiyasa, (2008) menganalisis tentang “Analisis Daya Saing Ekspor Komoditi Perkebunan Indonesia” menunjukkan angka rata – rata RCA dari komoditas perkebunan sebesar 10,47. Peringkat lima besar komoditas dengan tingkat daya saing tertinggi dimiliki oleh komoditi minyak sawit, kayu manis, lada, kapulaga-pala dan panili.

Indonesia memiliki tingkat daya saing tertinggi dalam ekspor perkebunan bila dibandingkan dengan 4 negara ASEAN (Malaysia, Phillipina, Singapura dan Thailand). Kemudian disusul Malaysia, Phillipina, Thailand dan Singapura. Namun jika dilihat per komoditi, tidak semua komoditi ekspor perkebunan Indonesia memiliki nilai RCA yang selalu lebih tinggi dari negara ASEAN lainnya. Malaysia unggul dalam komoditi minyak sawit dan tebu, Phillipina dalam tebu dan Thailand dalam ekspor karet alam.RCA Indonesia tidak memiliki korelasi dengan Malaysia, Thailand dan Phillipina. Hal ini berarti bahwa dalam ekspor perkebunan, Malaysia, Thailand dan Phillipina bukan merupakan pesaing yang kuat bagi Indonesia.

Suryana dan Fahmi, (2015) menganalisis tentang “ Analisis Daya Saing Karet Indonesia, Malaysia, dan Thailand ke Pasar Amerika Serikat periode 2005 – 2015” menjalaskan bahwa Indonesia memiliki daya saing karet di pasar Amerika Serikat. Malaysia dan Thailand memiliki daya saing yang rendah di dibandingkan dengan Indonesia pada tahun 2005 – 2015.

Nilai AR (Acceleration Ratio) menunjukan bahwa hanya ekspor komoditaskaret dari Indonesia yang mampu merebut pasar di Amerika Serikat

(2)

karena Indonesia memiliki nilai AR yang lebih besar dari nol (AR>0) yaitu 1,0004.Malaysia dan Thailand belum mampu merebut pasar karet di AmerikaSerikat karena nilai AR lebih kecil dari satu (AR<1) untuk Malaysia nilainya 0,99960 sementara Thailand nilainya 0,99963.

Sartyana dan Karmini, (2016) menganalisis tentang “Analisis Daya Saing Ekspor Teh ke Pasar Asean Periode 2004 - 2013” menjelaskan bahwa Rata-rata nilai RCA ekspor teh Indonesia dari tahun 2004-2013 menunjukkan nilai 2,184 ≥ 1 memiliki arti bahwa daya saing ekspor teh Indonesia ke pasar ASEAN periode tahun 2004-2013 kuat. Namun Vietnam memiliki daya saing lebih kuat dibandingkan negara pesaingnya yaitu 2,892. Analisis CMS yang dilakukan pada penelitian ini membuktikan bahwa efek daya saing memiliki pengaruh yang kuat terhadappertumbuhan ekspor teh Indonesia dan efek distribusi pasar menunjukkan ekspor teh Indonesia terdistribusi ke pasar-pasar yang pertumbuhan impornya cepat. Namun hasil efek komposisi komoditas pada analisis CMS teh Indonesia mendapati bahwa komoditi teh kurang diminati karena tidak konsistennya kualitas teh yang diekspor oleh Indonesia.

Secara garis besar produksi kopi Indonesia memang termasuk 4 terbesar di dunia, namun belum memiliki keunggulan kompetitif jika dibandingkan dengan ketiga negara lainnya. Penyebab utama rendahnya nilai ekspor yang diterima Indonesia tidak terlepas dari rendahnya kualitas kopi itu sendiri. Hal ini dapat disebabkan oleh sebagian besar kopi yang di ekspor Indonesia berupa bahan mentah yang belum proses dan penanganan pasca panen yang cenderung kurang tepat serta masih menggunakan alat tradisional. Selain itu pada sisi produksi sendiri, walaupun luas area kopi Indonesia merupakan terbesar setelah Brazil, produksinya masih

(3)

lebih rendah jika dibandingkan Kolombia dan Vietnam. Sedangkan dari segi market share, Jepang merupakan pasar potensial bagi Indonesia. Market share yang cenderung stabil pada 10 tahun terakhir ini merupakan sebuah potensial dalam upaya peningkatan pada tahun-tahun berikutnya (Purnamasari, Hanani, & Huang, 2014).

Ekspor mangga, manggis, dan jambu Indonesia memiliki daya saing kuat secara komparatif di dunia, sedangkan daya saing ekspor pisang, stroberi, nanas, dan melon serta semangka ke dunia memiliki daya saing yang rendah di dunia. Posisi pangsa pasar ekspor buah-buahan Indonesia di dunia yang meliputi mangga, manggis, jambu, nanas, stroberi, pisang, melon, dan semangka berada di posisi pasar yang paling ideal (rising star). Ekspor buah-buahan Indonesia ke negara tujuan memiliki daya saing secara komparatif dan kompetitif yang beragam.

Ekspor mangga, manggis, dan jambu memiliki daya saing kuat di Asia dan Timur Tengah, sedangkan di kawasan Eropa memiliki daya saing rendah. Ekspor pisang ke sebagian besar negara tujuan memiliki daya saing yang rendah, sedangkan di negara Iran dan Malaysia ekspor buah ini memiliki daya saing yang kuat. Ekspor stroberi Indonesia ke negara tujuan memiliki daya saing yang kuat di Brunei, Perancis, dan Thailand. Ekspor melon dan semangka Indonesia memiliki daya saing yang kuat di Malaysia dan Brunei, sedangkan ke negara tujuan Hongkong, Jepang, dan Singapura ekspor buah ini memiliki daya saing yang rendah. Ekspor nanas Indonesia ke sebagian besar negara tujuan memiliki daya saing yang masih rendah.

Faktor-faktor yang memengaruhi ekspor buah-buahan Indonesia ke negara tujuan secara keseluruhan meliputi jarak ekonomi, GDP riil Indonesia, GDP riil negara tujuan, GDP per kapita negara tujuan, interaksi GDP riil Indonesia dan negara tujuan, indeks harga konsumen Indonesia, nilai tukar mata uang Indonesia terhadap dollar Amerika, harga

(4)

ekspor buah-buahan Indonesia ke negara tujuan, populasi negara tujuan, dan krisis Eropa (Pradipta, 2015).

(5)

Tabel 1. Matriks Penelitian Terdahulu No Penelitian/Judul Penelitian Variabel Pengamat Metode Analisa Data Hasil 1 Asmara dan Artdiyasa (2008) “Analisis Daya Saing Ekspor Komoditi Perkebunan Indonesia” Nilai Ekspor komoditi perkebunan negara Indonesia, Malaysia, Philipina, Singapura dan Thailand, Nilai ekspor komoditi perkebunan dunia. RCA (Revealed Comparative Advantage), Spearman Rank Correlation.

1. Rata- rata RCA komoditi perkebunan Indonesia sebesar 10,47.

2. Lima besar peringkat komoditi perkebunan dengan daya saing tinggi adalah minyak sawit, kayu manis, lada, kapulaga-pala, dan panili.

2 Suryana dan Fahmi (2015)

“Analisis Daya Saing Ekspor Karet Indonesia, Malaysia dan Thailand ke Pasar Amerika Serikat Periode 2005 – 2015” Nilai Ekspor Karet Indonesia, Malaysia dan Thailand, Nilai impor karet Amerika Serikat, Nilai impor karet dunia. RCA (Revealed Comparative Advantage), Indeks Spesialisasi Perdagangan, AR (Acceleration Ratio).

1. Nilai RCA Karet Indonesia lebih tinggi dari Malaysia dan Thailand. 2. Nilai AR Karet Indonesia sebesar 1,0004, Malaysia sebesar 0,99960 dan Thailand 0,99963. 3. Karet Indonesia, Malaysia dan Thailand berhasil merebut pasar Amerika Serikat. 3 Satryana dan Karmini (2016) “Analisis Daya Saing Ekspor Teh Indonesia ke Pasar Asean periode 2004 – 2013” Nilai Ekspor Karet Indonesia. RCA (Revealed Comparative Advantage), CMSA (Constant Market Share Analysis).

1. Rata – rata nilai RCA Teh Indonesia pada 2003 – 2014 sebesar 2.184.

2. Komoditi teh kurang diminati karena tidak konsistennya kualitas teh.

4 Purnamasari, Hanani dan Huang (2014)

“Analisis Daya Saing Ekspor Kopi Indonesia di Pasar Dunia” Nilai Ekspor Kopi Indonesia. RCA (Revealed Comparative Advantage), CEP (Comparative Export Performance), MSI (Market Share Index). 1. Indonesia termasuk dalam 4 besar pengeskpor kopi terbesar di dunia 2. Jepang merupakan

pasar potensial bagi Indonesia.

5 Pradipta (2015) “Posisi Daya Saing dan Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Buah – Buahan Indonesia” Nilai Eskpor Buah – Buahan Indonesia, GDP riil perkapita. RCA (Revealed Comparative Advantage), EPD (Export Product Dynamic).

1. Ekspor buah – buahan memiliki daya saing kuat secara komparatif.

2. Faktor – faktor yang mempengrauhi adalah jarak ekonomi .

(6)

Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini terletak pada komoditas yan diteliti kemudian penelitian ini juga menganalisis apakah terdapat pengaruh antara produksi kakao di Indonesia, pendapatan perkapita di negara tujuan dan harga ekspor negara tujuan terhadap volume ekspor di negara tujuan.

2.2 Landasan Teori 2.2.1 Kakao

Kakao (Theobrema cacao L.) merupakan salah satu komoditas perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa negara. Disamping itu kakao juga berperan dalam mendorong pengembangan wilayah dan pengembangan agroindustri. Pada tahun 2002, perkebunan kakao telah menyediakan lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu kepala keluarga petani yang sebagian besar berada di Kawasan Timur Indonesia (KTI) serta memberikan sumbangan devisa terbesar ke tiga sub sektor perkebunan setelah karet dan kelapa sawit dengan nilai sebesar US $ 701 juta (Bappenas, 2017).

Dari segi kualitas, kakao Indonesia tidak kalah dengan kakao dunia dimana bila dilakukan fermentasi dengan baik dapat mencapai cita rasa setara dengan kakao yang berasal dari Ghana dan kakao Indonesia mempunyai kelebihan yaitu tidak mudah meleleh. Sejalan dengan keunggulan tersebut, peluang pasar kakao Indonesia cukup terbuka baik ekspor maupun kebutuhan dalam negeri. Dengan kata lain, potensi untuk menggunakan industri kakao sebagai salah satu pendorong pertumbuhan dan distribusi pendapatan cukup terbuka (Badan Pusat Statistik, 2018).

(7)

2.2.2 Produktivitas Kakao

Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan unggulan Indonesia, dengan volume produksi terbesar kelima setelah kelapa sawit, kelapa, karet, dan tebu. Menurut International Cocoa Organization [ICCO] (2012), pada tahun 2011 produksi kakao Indonesia mencapai 480.000 ton sehingga menempatkan Indonesia sebagai produsen kakao biji terbesar ketiga di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana.

Hingga tahun 2010 ekspor kakao masih didominasi dalam bentuk biji (80%). Pangsa pasar kakao biji Indonesia sebesar 15%, sedangkan pangsa pasar produk olahan kakao (pasta, butter, dan powder) kurang dari 6%. Berdasarkan Permenkeu No. 67/PMK.011/ 2010, mulai tahun 2010 Indonesia menerapkan kebijakan bea keluar ekspor kakao biji hingga 15%. Peraturan ini bertujuan menumbuhkan industri pengolahan kakao di dalam negeri yang akan meningkatkan ekspor produk olahan kakao berdaya saing (Suryana, Fariyanti, & Rifin, 2014).

Pada periode tahun 1980–2017 (2017 adalah Angka Estimasi) secara umum pola perkembangan luas areal kakao di Indonesia cenderung meningkat. Pada tahun 1980, luas areal kakao di Indonesiasebesar 47.082 Ha, kemudian pada tahun 2017 (Angka Estimasi DitjenPerkebunan) menjadi 1.691.334 H. Dari hasil estimasi Ditjen Perkebunan,luas areal kakao tahun 2017 akan turun 0,59% dibandingkan tahun 2016 (ASEM). Secara umum rata-rata peningkatan luas areal kakao pada kurunwaktu 1980-2017 sebesar 11,12% per tahun. Pada periode ini luas areal terbesar terjadi pada tahun 2012 yaitu sebesar 1.774.463 ha. Sementara pada periode 1980-2012 rata-rata pertumbuhan luas areal kakao sebesar 13.01% per

(8)

tahun dan pada periode tahun 2013-2017 (lima tahun terakhir) luas areal kakao turun sebesar 0,95% pertahun (Bappenas, 2017).

2.2.3 Devisa Negara

Era global saat ini mendorong negara-negara ke dunia perdagangan internasional. Salah satu alat dan sumber pembiayaan yang sangat penting dalam perdagangan internasional adalah cadangan devisa. Cadangan devisa merupakan posisi bersih aktiva luar negeri pemerintah dan bank-bank devisa yang diperlukan untuk membiayai impor dan dikelola oleh Bank Indonesia. Karena pentingnya cadangan devisa untuk suatu negara, dimana cadangan devisa selalu berfluktuasi maka dilakukan pengujian terhadap beberapa faktor yang dapat mempengaruhi posisi cadangan devisa yaitu besarnya ekspor dan impor (Benny, 2013).

Besar kecilnya posisi cadangan devisa suatu negara tergantung pada berbagai macam faktor yang berpengaruh pada masing-masing unsur dalam neraca pembayaran Indonesia. Bagi negara berkembang seperti Indonesia ekspor memegang peranan penting dalam pembangunan nasional, valuta asing yang didapat dari kegiatan ekspor akan menambah cadangan devisa negara yang pada akhirnya dapat memperkuat fundamental perekonomian Indonesia. Salah satu upaya pemerintah untuk mendapatkan devisa dari luar negeri dengan jalan melakukan pinjaman ke negara lain dan mengekspor hasil-hasil sumber daya alam ke luar negeri. Dari hasil devisa ini maka dapat digunakan untuk menambah dana pembangunan negara (Sayoga & Tan, 2017).

2.2.4 Perdagangan Internasional

Teori konvensional tentang perdagangan internasional telah memperlihatkan bahwa perdagangan dunia yang bebas dapat meningkatkan

(9)

kesejahteraan negara-negara yang terlibat dalam perdagangan tersebut. Teori perdagangan dunia mempunyai thesis dasar yang mengatakan bahwa setiap negara mempunyai keunggulan komparatif absolut dan relatif dalam menghasilkan suatu komo- ditas dibandingkan negara lain. Berdasarkan keunggulan komparatif tersebut, maka suatu negara akan mengekspor komoditas yang mempunyai keunggulan komparatif yang lebih tinggi dan mengimpor komoditas yang mempunyai keunggulan komparatif yang lebih rendah. Perdagangan antar negara akan membawa dunia pada penggunaan sumber- daya langka secara lebih efisien dan setiap negara dapat melakukan perdagangan bebas yang menguntungkan dengan melakukan spesialisasi produksi sesuai dengan keung- gulan komparatif yang dimilikinya (Yusdja, 2016).

Perekonomian yang terjadi saat ini pada seluruh belahan dunia mengacu pada perekonomian terbuka, dimana setiap negara akan melakukan perdagangan antar negara atau perdagangan internasional. Suatu negara akan memanfaatkan keuntungan yang timbul dari adanya perdagangan internasional (gains from trade). Sehingga dengan demikian, negara yang melakukan perdagangan mengharapkan adanya peningkatan welfare atau kesejahteraan negara itu sendiri. Hal inilah menjadi tujuan dari suatu perdagangan internasional. Perdagangan internasional mendorong masing-masing Negara kearah spesialisasi dalam produksi barang di mana Negara tersebut memiliki keunggulan komperatifnya. Yang perlu diingat disini adalah spesialisasi itu sendiri tidak membawa manfaat kepada masyarakat kecuali apabila disertai kemungkinan menukarkan hasil produksinya dengan barang-barang lain yang dibutuhkan (Prasetia, 2012).

(10)

2.2.5 Daya Saing

Daya saing ekspor suatu komoditas adalah kemampuan suatu komoditas untuk memasuki pasar luar negeri yang kemudian memiliki kemampuan untuk mempertahankan pasar tersebut. Daya saing suatu komoditas dapat diukur atas perbandingan pangsa pasar (market share) komoditi tersebut pada kondisi pasar yang tetap. Daya saing merupakan kemampuan suatu komoditas untuk memberikan keuntungan secara terus - menerus dan kemampuan memperbaiki pangsa pasar (market share). Oleh sebab itu pengukuran daya saing dapat dilakukan dengan pendekatan keuntungan dan pangsa pasar. Pengukuran daya saing dapat juga dilihat dari rasio orientasi ekspor bersih yaitu perbedaan ekspor dan impor industri tertentu, yang diekspresikan sebagai persentase rata-rata produksi dan konsumsi domestik. Tanda pengukuran tersebut menunjukkan apakah industri tersebut merupakan net - exportir atau net-importir, dan ukuran absolut tersebut mengindikasikan kepentingan perdagangan secara relatif (Hadi & Ermi Tety, 2012).

Strategi pemasaran adalah salah satu cara memenangkan keunggulan bersaing yang berkesinambungan baik itu untuk perusahaan yang memproduksi barang atau jasa. Strategi pemasaran dapat dipandang sebagai salah satu dasar yang dipakai dalam menyusun perencanaan perusahaan secara menyeluruh. Dipandang dari luasnya permasalahan yang ada dalam perusahaan, maka diperlukan adanya perencanaan yang menyeluruh untuk dijadikan pedoman bagi segmen perusahaan dalam menjalankan kegiatannya, alasan lain yang menunjukkan pentingnya strategi pemasaran adalah semakin kerasnya persaingan perusahaan pada umumnya (Wibowo, Arifin, & Sunarti, 2015).

(11)

Produksi biji kakao tahun 2010-2014 masih didominasi oleh negara Pantai Gading, Ghana, Indonesia, Nigeria, Kamerun dan Brazil Keenam negara tersebut memberikan kontribusi sebesar 85,37% terhadap total produksi kakao dunia. Pantai Gading merupakan penghasil kakao terbesar di dunia dengan rata-rata produksi sebesar 31,92 juta ton atau berkontribusi sebesar 31,92%. Ghana berada di peringkat kedua dengan rata-rata produksi sebesar 0,78 juta ton atau berkontribusi sebesar 17,36%. Negara berikutnya adalah Indonesia, Nigeria, Kamerun dan Brazil dengan rata-rata produksi sebesar 0,75 juta ton (16,65%), 0,36 juta ton (7,95%), 263,58 juta ton (5,86%) dan 0,25 juta ton (5,63%). Kontribusi dari negara-negara produsen kakao lainnya sebesar 14,63% (Bappenas, 2017).

2.2.6 Keunggulan Komparatif dan Kompetitif

Keunggulan Kompetitif adalah merujuk pada kemampuan sebuah organisasi untuk memformulasi kan strategi yang menempatkannya pada suatu posisi yang menguntungkan berkaitan dengan perusahaan lainnya. Keunggulan Kompetitif muncul bila pelanggan merasa bahwa mereka menerima nilai lebih dari transaksi yang dilakukan dengan sebuah organisasi pesaingnya. Keunggulan kompetitif adalah keunggulan yang dimiliki oleh organisasi, dimana keunggulannya dipergunakan untuk berkompetisi dan bersaing dengan organisasi lainnya, untuk mendapatkan sesuatu, Contoh, perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam bidang Perbankan, masing-masingnya bagaimana berusaha untuk menarik nasabah sebanyak-banyaknya dengan cara berkompetisi sesuai dengan keuanggulan yang dimilikinya (Anshary, 2012).

Komparatif diartikan bersifat perbandingan atau menyatakan perbandingan. Jadi keunggulan komparatif adalah suatu keunggulan yang dimiliki oleh suatu

(12)

organisasi untuk dapat membandingkannya dengan yang lainnya. Dengan mengacu arti tersebut, kami berpendapat, bahwa keunggulan komparatif, adalah keunggulan-keunggulan yang dimiliki oleh organisasi seperti SDM, fasilitas, dan kekayaan lainnya, yang dimanfaatkan untuk mencapai tujuan organisasi atau perpaduan keuanggulan beberapa organisasi untuk mencapai tujuan bersama. Contoh, beberapa instansi / lembaga pemerintahan, dengan memanfaatkan segala keuanggulan yang dimilikinya, dan mereka mempunyai satu tujuan bersama, yakni untuk mewujudkan VISI dan MISI yang telah dibuatnya bersama-sama. Oleh sebab itu, jelaslah bahwa keunggulan komparatif, bagaimana untuk mencapai tujuan bersama dengan segala keunggulan yang dimiliki baik oleh organisasi maupun terhadap organisasi lainnya, sedangkan keunggulan kompetitif, bagaimana memanfaatkan keunggulan yang dimiliki oleh organisasi untuk bisa mendapatkan tujuan organisasi, dengan cara berkompetisi dengan organisasi lainnya (Anshary, 2012).

2.3 Kerangka Pemikiran

Analisis keunggulan komparatif dan kompetitif diperlukan untuk suatu komoditas untuk dapat bersaing dalam suatu pasar. Hal ini juga merupakan pertimbangan untuk para produsen (petani dan pengusaha) untuk menetukan kebijakan agar dapat mencapai tujuannya dengan baik. Peran pemerintah dalam mengimplementasikan kebijakan juga sangat berpengaruh, kebijakan seperti pajak, inflasi dan lain-lain. Kegiatan ekspor juga dapat dilakukan pemerintah jika dirasa suatu komoditas tersebut memiliki keunggulan kompetitif maupun komparatif. Untuk lebih jelasnya di sajikan tabel berikut,

(13)

Gambar 4. Kerangka Pemikiran Malaysia USA Singapura

Analisis Daya Saing Kakao

Ekspor

Faktor – faktor yang memengaruhi permintaan jumlah volume ekspor ke 3

negara tujuan RCA ISP 1) RCA > 1 Daya Saing Kuat 2) RCA < 1 Daya Saing Lemah 1) ISP bernilai positif, Negara cenderung sebagai eksportir 2) ISP bernilai negatif, Negara cenderung importir

- Produksi kakao di Indonesia (X1)

- Harga Ekspor (X2)

- Pendapatan Perkapita Negara Tujuan (X3) Analisis Jalur - Volume ekspor kakao ke negara tujuan (Y) Peningkatan Jumlah Ekspor kakao di negara tujuan

Gambar

Tabel 1. Matriks Penelitian Terdahulu  No  Penelitian/Judul  Penelitian  Variabel  Pengamat  Metode  Analisa Data                                   Hasil   1  Asmara  dan  Artdiyasa (2008)  “Analisis  Daya  Saing  Ekspor  Komoditi  Perkebunan  Indonesia”
Gambar 4. Kerangka Pemikiran

Referensi

Dokumen terkait

Sementara itu, tokoh masyarakat (termasuk tokoh adat) dapat mensosialisasikan HIV/AIDS serta narkoba dalam kelompok keluarga untuk mendorong keterlibatan mereka dalam

Lusi Fausia, M.Ec yang telah membimbing dan memberikan masukan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Kelayakan Usaha Penyulingan Minyak

Standar Grafis Manual merupakan buku yang berisi penjelasan mengenai logo, warna, tipografi, proporsi ukuran dan juga panduan dasar untuk dapat mengaplikasikan logo

Hasil simulasi AVSWAT 2000 pada DAS Beratan berdasarkan perubahan tata guna lahan tahun 2003 ke 2011 menunjukkan perubahan hasil berupa peningkatan nilai baik dari

Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil pengujian dan pengambilan data pada sistem pengendali otomatis kualitas kolam air ikan dengan RFM12-433S adalah sistem

[r]

Guru menjelaskan kompetensi yang harus dikuasai peserta didik setelah proses pembelajaran (seperti yang tercantum dalam indikator ketercapaian kompetensi) disertai

Voltmeter untuk mengukur tegangan antara dua titik, dalam hal ini adalah tegangan pada lampu 3, voltmeter harus dipasang secara paralel dengan beban yang hendak diukur, posisi