• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. gramatikal. Struktur gramatikal itu memperlihatkan tentang bangun gramatika

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. gramatikal. Struktur gramatikal itu memperlihatkan tentang bangun gramatika"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

1

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Tata bahasa atau gramatika mempunyai beberapa komponen yaitu struktur gramatikal, sistem gramatikal, kategori gramatikal, fungsi gramatikal, dan peran gramatikal. Struktur gramatikal itu memperlihatkan tentang bangun gramatika suatu bahasa sehingga dapat dilihat konstruksi dan konstituensi dari unsur-unsur gramatikal, di samping hubungan sintagmatis dan paradigmatis di antaranya (Kridalaksana, 2005: 5). Sistem gramatika pada umumnya dibagi atas subsistem morfologi dan subsistem sintaksis. Subsistem sintaksis membicarakan penataan dan pengaturan kata-kata itu ke dalam satuan-satuan yang lebih besar, yang disebut satuan-satuan sintaksis, yakni kata, frase, klausa, kalimat, dan wacana (Chaer, 2009: 3).

Pada studi tentang kelas kata, konsep kata perlu dijelaskan. Kata dalam hierarki gramatikal harus dilihat sebagai satuan sintaksis, bukan sebagai satuan leksikal atau satuan semantis. Sebagai satuan sintaksis, kata hanyalah salah satu tataran dalam hierarki gramatikal. Menurut Harimurti Kridalaksana (2009: 110), kata sebagai satuan dasar dalam suatu kalimat yang dapat berdiri-sendiri, terdiri dari morfem tunggal atau gabungan morfem. Berdasarkan kategorinya, kata terbagi menjadi beberapa macam. Kategori sintaksis adalah jenis atau tipe kata atau frase yang menjadi pengisi fungsi-fungsi sintaksis. Kategori sintaksis berkenaan dengan istilah nomina (N), verba (V), ajektiva (A), adverbia (Adv), numeralia (Num), preposisi (Prep), konjungsi , dan pronomina (Pron). Dalam hal

(2)

commit to user

ini N, V, dan A merupakan kategori utama; sedangkan yang lain merupakan kategori tambahan. Pengisi fungsi sintaksis dapat berupa kata dapat pula berupa frase, sehingga di samping ada kata nomina ada pula frase nominal (FN), ada juga frase verbal (FV), frase ajektival (FA), frase adverbial (F Adv), frase numeral (F Num), dan frase preposisional (F Prop) (Chaer, 2009: 27-28).

Secara sintaksis sebuah satuan gramatikal dapat diketahui berkategori verba dari perilakunya dalam satuan yang lebih besar. Jadi, sebuah kata dapat dikatakan berkategori verba hanya dari perilakunya dalam frase (Kridalaksana, 2005: 50-52). Hal serupa juga dikemukakan oleh Chaer (2007: 219) bahwa dalam tataran morfologi, kata merupakan satuan terbesar (satuan terkecilnya adalah morfem). Pada tataran sintaksis kata merupakan satuan terkecil yang secara hierarkial menjadi komponen pembentuk satuan sintaksis yang lebih besar yaitu frase. Kata dibicarakan sebagai satuan terkecil dalam sintaksis yaitu dalam hubungannya dengan unsur-unsur pembentuk satuan sintaksis yang lebih besar, yaitu frase, klausa, dan kalimat. Kata berperan sebagai pengisi fungsi sintaksis, sebagai penanda kategori sintaksis, dan sebagai perangkai dalam penyatuan satuan-satuan atau bagian-bagian dari satuan sintaksis.

Verba dilihat dari banyaknya nomina yang mendampinginya, dapat dibedakan menjadi verba transitif dan verba intransitif. Transitif berarti verba yang bisa mempunyai atau harus mendampingi objek. Berdasarkan banyaknya objek, terdapat verba monotransitif, bitransitif, dan ditransitif. Verba monotransitif yaitu verba yang mempunyai satu objek; verba bitransitif yaitu verba yang mempunyai dua objek; dan verba ditransitif yaitu verba transitif yang objeknya tidak muncul (Kridalaksana, 2005: 51-52). Penelitian ini berhubungan

(3)

commit to user

dengan verba transitif karena verba valensi mengacu pada jumlah unsur-unsur yang di sekitarnya baik berupa objek maupun subjek.

Istilah valensi verba dalam bahasa Arab disepadankan dengan

ؤفاكتلا (

at-taka>fu’) (Baalbaki, 1990: 523). Valensi verba ini berhubungan dengan verba transitif yang menjadikan verba sebagai pusat dan penguasaan verba atas argumen-argumen yang berada di sekitarnya (Kridalaksana, 2009: 253). Pengertian argumen (argument) adalah nomina atau frase nominal yang bersama-sama predikator membentuk proposisi (Kridalaksana, 2009: 19). Argumen pada verba bervalensi berbeda-beda, ada yang bervalensi satu, bervalensi dua, dan bervalensi tiga. Peran-peran yang ditimbulkan oleh masing-masing verba valensi tersebut juga berbeda-beda.

Valensi verba dalam bahasa Arab merupakan beberapa unsur bahasa yang dibutuhkan oleh verba untuk kesempurnaan suatu kalimat. Suatu verba akan mempunyai valensi di sekitarnya, seperti pelaku atau subjek (fa>’il), objek langsung (maf’u>l bih al-muba>syir), objek tidak langsung (maf’u>l bih ghairul-muba>syir) (Baalbaki, 1990: 523). Hubungan verba bervalensi di atas terdapat dalam klausa verbal, yakni klausa dengan predikat berupa verba. Valensi verba itu terkait dengan ketransitifan verba. Klausa verbal dengan verba transitif (muta’addi>) mengharuskan adanya objek (maf’u>l bih). Verba transitif ada yang memiliki satu objek, dua objek, dan tiga objek. Adapun klausa verbal dengan verba intransitif (la>zim), tidak mengharuskan adanya objek (Ghulayainiy, 2007: 34,46).

Verba zhanna wa akhwa>tuha> termasuk dalam verba bervalensi tiga. Selain verba zhanna wa akhwa>tuha, terdapat juga verba yang mempunyai tiga valensi seperti,

ىطعأ

/a’tha>/ ‘memberikan’;

ل

و

نا

/na>wala/ ‘memberikan’;

ىدىأ

/ahda>/

(4)

commit to user

/a’thaitu ‘Aliyyan ad-dirhama/ ‘saya memberikan Ali uang’. Verba

ىطعأ

/a’tha>/ ‘memberikan’ termasuk verba bervalensi tiga karena memiliki tiga argumen di sekitar verbanya. Tiga argumen itu yakni, argumen pertama untuk menjawab pertanyaan (siapa yang memberi uang?) dhamir /tu/ „saya‟ sebagai subjek;

argumen kedua untuk menjawab pertanyaan (siapa yang diberi uang?)

ا

يلع

/„Aliyyan/ „Ali‟ sebagai objek pertama; argumen ketiga untuk menjawab

pertanyaan (apa yang saya berikan kepada Ali?)

مىردلا

/ad-dirhama/ „uang‟ dan

sebagai objek kedua.

Guna mengetahui verba /a’tha>/ mempunyai tiga argumen dapat diuji dengan melesapkan salah satu satuan lingual pada kalimat di atas. Jika kata /Aliyyan/ „ali‟ dilesapkan, kalimat menjadi /a‟thaitu ad-dirhama/ „saya memberikan uang‟. Hal ini menyebabkan kalimat menjadi kurang gramatikal dan menimbulkan pertanyaan (siapa yang diberi uang?). Berarti kata yang dilesapkan tersebut mempunyai kadar keintian yang mutlak diperlukan. Begitu juga jika kata /ad-dirhama/ ‘uang’ dilesapkan, kalimat menjadi /a‟thaitu „Aliyyan/ „saya memberikan Ali‟. Kalimat ini juga menimbulkan pertanyaan (apa yang diberikan kepada Ali?). Berarti kata yang dilesapkan tersebut mempunyai kadar keintian yang mutlak diperlukan.

Penelitian ini akan membahas tentang verba bervalensi tiga zhanna wa

akhwa>tuha> (zhanna dan saudara-saudaranya). Verba zhanna wa akhwa>tuha> terdiri

dari verba zhanna dan beberapa verba dalam bahasa Arab yang serupa dengan

zhanna. Verba zhanna wa akhwa>tuha> ini mempunyai tiga argumen yang mana peran dari dua argumen objektif berasal dari subjek (mubtada’) dan predikat (khabar) dalam klausa nominal (jumlah ismiyah). Verba zhanna wa akhwa>tuha> dapat mengubah kedudukan fungsi yang semula sebagai subjek (mubtada’) dan

(5)

commit to user

predikat (khabar) dalam klausa nominal menjadi objek (maf’u>l bih) dalam klausa verbal (jumlah fi’liyah).

Verba zhanna wa akhwa>tuha> dapat mempunyai tiga valensi bukan hanya

verba yang menunjukkan kala lampau (fi’l ma>dhi>), tetapi beberapa turunan (tashri>f) dari verba tersebut, misal: verba yang menunjukkan kala sekarang dan akan datang atau verba imperfek (fi’l mudha>ri’), subjek (ism fa>’il), objek (ism maf’u>l bih), dan kata kerja yang dibendakan (mashdar) (Ibnu ‘Aqil, 1980: 44).

Adapun anggota verba zhanna wa akhwa>tuha> itu adalah ‘alima, ra’a>, wajada, dara>, ja’ala, ta’allam, zhanna, kha>la, chasiba, za’ama, ‘adda, chaja>, ja’ala, hab, shayyara, ittakhadza, takhidza, taraka, radda, dan wahaba. Semua verba tersebut mempunyai fungsi yang sama dengan zhanna, yaitu menjadikan mubtada’ dan khabar objek (ism maf’u>l) (Ibnu ‘Aqil, 2010: 270).

Penelitian ini akan mendeskripsikan mengenai verba bervalensi tiga zhanna wa akhwa>tuha> (kajian morfosintaksis). Penulis mengkaji tentang objek ini

dikarenakan zhanna apabila berada dalam suatu kalimat akan merubah seluruh

kedudukan dan fungsi dari kalimat tersebut. Kata yang pada mulanya menduduki fungsi mubtada’ dan khabar akan berubah kedudukannya setelah zhanna berada dalam suatu kalimat. Kata yang menduduki fungsi mubtada’ dan khabar tadi akan berubah menjadi objek kalimat (ism maf’u>l bi>h). Ketika verba zhanna berada dalam suatu kalimat, maka dapat berpengaruh pada valensi yang ada di sekitar verba tersebut. Zhanna mempunyai tiga valensi dalam suatu kalimat. Hal ini menarik untuk dikaji lebih lanjut terkait dengan bentuk, peran, dan kategori dari verba zhanna.

Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu mengembangkan teori linguistik khususnya bidang morfologi dan sintaksis,

(6)

commit to user

sebagai bahan acuan untuk penelitian lebih lanjut, serta memberikan pengetahuan tentang verba valensi zhanna wa akhwa>tuha>.

Berkaitan dengan penelitian verba valensi, terdapat beberapa penelitian terdahulu yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Penelitian yang dijadikan tinjauan pustaka antara lain:

(1) Skripsi tahun 2009 oleh Ratih Parananingsih dari Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret Surakarta yang berjudul “Verba Bervalensi Dua dalam Kalimat Bahasa Jawa (Kajian Struktur dan Makna)”. Tulisan dalam skripsi ini menjabarkan tentang bentuk, fungsi, dan peran verba bervalensi dua. Verba bervalensi dua merupakan jenis verba aktif transitif. Secara morfologi hanya terdapat satu bentuk verba bervalensi dua, yakni bentuk polimorfemis. Bentuk polimorfemis terdiri lebih dari satu morfem. Bentuk verba bervalensi dua polimorfemis yang ditemukan dalam penelitian ini yakni: bentuk D, bentuk

N-D-ake, bentuk N-D-ke, dan bentuk N-D-i. Adapun makna verba bervalensi dua

dalam kalimat Bahasa Jawa yaitu bermakna benefaktif,

pasientif-benefaktif/ duratif, pasientif-benefaktif/ kontinuatif, pasientif-benefaktif/

pluralitas, pasientif-benefaktif/ intensif.

(2) Skripsi tahun 2007 oleh Ari Edi Handayani dari Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Surabaya yang berjudul “Valensi Verba dalam Ame No

Hi Bunko 1”. Hasil penelitian dalam skripsi ini menunjukkan bahwa dalam

kumpulan cerita Ame no Hi Bunko 1 ditemukan ketiga jenis valensi verba dalam bahasa Jepang, yaitu: 1. Ikkou yang menyertai verba jidoushi dan berperan sebagai subjek kalimat. 2. Nikou yang menyertai verba tadoushi dan berperan sebagai subjek dan objek kalimat. 3. Sankou yang menyertai verba tadoushi dan berperan sebagai subjek, objek langsung, dan objek tak langsung dalam kalimat. Dari

(7)

commit to user

ketiga jenis valensi verba tersebut, valensi verba yang paling banyak digunakan adalah Nikou.

(3) Tesis tahun 2009 oleh Indah Kurnia Dewi dari Prodi Linguistik Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang berjudul “Verba

N-D-ake Bervalensi Tiga dalam Bahasa Jawa”. Tesis ini membahas masalah

argumen-argumen yang hadir di belakang verba N-D-ake, konstruksi/urutan argumen-argumen di belakang verba N-D-ake, dan mengidentifikasi peran-peran semantik argumen-argumen pada verba N-D-ake. Peran semantik yang ditemukan dalam tesis tersebut ada empat peran semantik, yakni peran-peran semantik argumen-argumen di belakang verba N-D-ake bitransitif yang berarti pasientif-benefaktif, contoh: Amir nagihake utang aku „Amir menagihkan hutang (untuk) saya‟, peran-peran semantik argumen-argumen di belakang verba N-D-ake bitransitif benefaktif-pasientif, contoh: Amir njawilake Budi bocah kuwi „Amir menyentuhkan Budi akan anak itu‟, peran-peran semantik argumen-argumen verba N-D-ake bitransitif yang berarti pasientif-benefaktif/ direktif, contoh: Amir

nggelarake klasa simbah ‟Amir menggelarkan nenek tikar‟, peran-peran semantik

argumen-argumen di belakang verba N-D-ake bitransitif yang berarti pasientif-direktif, contoh: Amir ngantemake tangane ing Ali ‟Amir memukulkan tangannya pada Ali‟.

(4) Skripsi tahun 2007 oleh Dina Permatasari dari Program Studi Sastra Belanda, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Belanda yang berjudul “Perubahan valensi sintaksis verba bahasa Belanda”. Penelitian ini bertujuan untuk mencari tabu jenis verba Belanda apa saja yang dapat mengalami perubahan valensi, gejala beserta proses perubahannya, dan peran semantis verba tersebut Hasil dari penelitian ini yaitu perubahan valensi banyak terjadi pada verba intransitif, transitif, ditransitif, kopula dan mandiri. Dari analisis tersebut

(8)

commit to user

didapatkan sepuluh gejala penyebab perubahan valensi verba, yang dikelompokkan ke dalam gejala penyebab pengurangan valensi dan perluasan valensi.

Bedasarkan uraian di atas, sejauh pengamatan penulis belum ada penelitian tentang verba bervalensi dalam bahasa Arab. Penelitian mengenai verba bervalensi tiga zhanna wa akhwa>tuha> (kajian morfosintaksis) dipandang perlu untuk dilakukan. Penelitian ini berbeda dengan beberapa penelitian di atas. Kebaruan terletak pada penelitian terhadap jumlah valensi yang dimiliki oleh zhanna wa akhwa>tuha> dan hubungan verba dengan valensi yang menyertainya

dan peran-peran pada verba zhanna wa akhwa>tuha>. Hal lain yang menarik dikaji

dalam penelitian ini, yakni kekhasan verba zhanna wa akhwa>tuha> yang

mempunyai pembagian khusus terkait dengan peran dalam valensinya yaitu af’a>lul-qulu>b dan af’a>lu’t-tahwi>l. Verba zhanna wa akhwa>tuha> merupakan verba transitif yang mewajibkan tiga nomina setelah verba tersebut. Jumlah argumen yang ada dalam verba zhanna wa akhwa>tuha> ada tiga, yakni dua argumen yang berasal dari mubtada’ dan khabar dan satu argument lainnya. Hal ini akan diteliti lebih lanjut guna mengetahui valensi verba tersebut.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana bentuk verba bervalensi tiga zhanna wa akhwa>tuha> ? 2. Bagaimana fungsi verba bervalensi tiga zhanna wa akhwa>tuha> dan

argumen-argumennya?

3. Bagaimana peran verba bervalensi tiga zhanna wa akhwa>tuha> dan argumen-argumennya?

(9)

commit to user

C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Mendeskripsikan bentuk verba bervalensi tiga zhanna wa akhwa>tuha> 2. Mendeskripsikan fungsi verba bervalensi tiga zhanna wa akhwa>tuha> dan

argumen-argumennya

3. Mendeskripsikan peran verba bervalensi tiga zhanna wa akhwa>tuha> dan argumen-argumennya

D. PEMBATASAN MASALAH

Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan mengingat bahan dan data seluruhnya diperoleh dari sumber-sumber tertulis yang berkaitan dengan objek yang diteliti. Sehubungan dengan luasnya permasalahan mengenai verba bervalensi, berdasar latar belakang di atas lingkup penelitian hanya terbatas pada bentuk, fungsi, dan peran verba bervalensi tiga zhanna wa akhwa>tuha> yang terdapat dalam suatu klausa atau kalimat. Kajian morfosintaksis yang diteliti terbatas pada lingkup perubahan bentuk kata zhanna wa akhwa>tuha> dan kajian struktur.

E. LANDASAN TEORI

Linguistik merupakan suatu kajian dengan objek bahasa. Guna memudahkan analisis, para ahli bahasa membuat tataran-tataran bahasa. Tataran-tataran ini menjadi subdisiplin tersendiri. Tataran tersebut yakni fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik. Fonologi yaitu ilmu yang mempelajari bunyi bahasa yang berfungsi dalam ujaran; morfologi yaitu ilmu yang mempelajari bentuk kata dan perubahan bentuk kata; sintaksis yaitu ilmu yang mempelajari tata kalimat; semantik yaitu ilmu yang mempelajari tentang makna (Pateda, 1988: 54).

(10)

commit to user 1. Morfologi

Menurut Kridalaksana (2009: 159), morfologi adalah bidang linguistik yang mempelajari morfem dan kombinasi-kombinasinya. Morfologi menjadi bagian dari struktur bahasa yang mencakup kata dan bagian-bagiannya. Sementara itu, Ramlan (1996: 16) menyebutkan bahwa morfologi adalah bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk-beluk kata serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata atau mempelajari seluk-beluk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata itu, fungsi gramatik maupun fungsi semantik. Berdasarkan dua pendapat di atas, penulis menyimpulkan bahwa morfologi merupakan salah satu dari cabang ilmu linguistik yang mempelajari dan menganalisis struktur, bentuk serta klasifikasi kata.

Istilah morfologi dalam bahasa Arab disepadankan dengan

فرصلا ملع

(‘ilmu

a’sh-sharf) yaitu cabang ilmu kaidah yang membahas tentang struktur kata dari

penambahan, penggabungan, penyisipan, dan pemendekan (Al-Khuli, 1982:

175). Secara etimologi, kata sharf berasal dari bahasa Arab

افر -فرصي- رص

ص

ف

/sharafa-yashrifu-sharafan/ yang berarti perubahan (Munawir, 1997: 775).

Adapun secara terminologi, pada kamus Al-Wasi>th (Dhaif, 2004: 513)

disebutkan arti sharf sebagai berikut:

وقاقتشا و ملاكلا ةينبأ وب فرعت ملع فرصلا

/A’sh-sharfu ‘ilmun tu’rafu bihi abniyatul-kala>mi wa isytiqa>quhu/

“Sharf dalam ilmu bahasa merupakan sebuah ilmu untuk mengetahui struktur kalam dan pembentukannya”.

Menurut al-Ghulayani (2007: 13), sharf berarti:

"

لوصأب ملع :فرصلا

تيلا الهاوحأ و ةيبرعلا تاملكلا غيص ابه فرعت

..انب ا و ارععب تتيل

وبو ،لادبإ و ماغدإ و للاعإ و فيرصت نم ول ضرعي ام ثيح نم ملكلا نع ثحبي ملع وهف

ةلملجا فى اهماظتنإ لبق ةملكلا ةينب ويلع نوكت نأ بيج ام فرعن

"

(11)

commit to user

/

A’sh-sharfu: ‘ilmun bi ushu>lin tu’rafu biha> shiyaghul-kalima>ti al-‘arabiyyati wa achwa>luha> allati> laisat bi i’ra>bin wa la> bina>in. Fa huwa ‘ilmun yabchatsu ‘anil-kalimi min chaitsu ma> yu’radhu lahu min tashri>fin wa i’la>lin wa idgha>min wa ibda>lin, wa bihi na’rifu ma yujabu an taku>na ‘alaihi bunyatul-kalimati qabla intizha>miha> fil-jumlati/

“Sharf adalah ilmu yang mempelajari tentang kaidah pembentukan kata-kata Arab dalam hal-hal yang berkaitan dengan huruf dan merupakan i’rab dan bina’. Sharf merupakan ilmu yang membahas tentang bentuk kata dari sisi perubahan yang terjadi di dalamnya, seperti mengenai bentuk turunannya, i’lal, idgham, dan ibdal. Dengan demikian, sharf memberikan aturan pemakaian dan pembentukan kata-kata sebelum digabung atau dirangkai dalam suatu kalimat”.

Berdasarkan pengertian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa morfologi menyelidiki struktur intern kata, membahas tentang dasar-dasar pembentukan kata, termasuk di dalamnya imbuhan. Sharf memberikan aturan pemakaian masing-masing kata dari segi bentuknya.

1.1. Pembentukan Kata Bahasa Arab

Morfem (morpheme) adalah satuan bahasa terkecil yang maknanya secara relatif stabil yang tidak dapat lagi dibagi atas bagian makna yang lebih kecil (Kridalaksana, 2009: 158). Proses Morfologis (morphological

process) adalah proses yang mengubah leksem menjadi kata. Dalam hal

ini, leksem adalah input dan kata merupakan output.

Melalui proses pembentukan kata diperoleh bentukan-bentukan yang mungkin hanya berubah bentuk dasar atau asalnya. Perubahan dapat terjadi pada identitas leksikalnya tanpa perubahan status kategorialnya atau berubah kedua-duanya baik identitas leksikal maupun status kategorialnya.

Menurut Verhaar (2004: 143), perubahan morfemis dengan

(12)

commit to user

dengan infleksi. Sedangkan perubahan morfemis yang menghasilkan kata dengan identitas morfemis lain disebut proses derivasi.

Bentuk adalah penampakan atau rupa satuan gramatikal atau leksikal dipandang secara fonis atau grafemis. satuan bahasa atau rupa atau wujud dari satuan gramatikal. Bentuk dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu: bentuk akrab, bentuk alego, bentuk antara, bentuk asal, bentuk asing, bentuk asterisk, bentuk bebas, bentuk dasar, bentuk kata, dan bentuk terikat (Kridalaksana, 2009: 32-33). Pada penelitian ini akan dibahas mengenai bentuk terikat dan bentuk bebas yang secara morfologis

digolongkan pada bentuk polimorfemis dan monomorfemis.

Monomorfemis (monomorphemic) terjadi dari satu morfem, sedangkan polimorfemis (polymorfemic) terjadi pada suatu kata yang terdiri lebih dari satu morfem (Kridalaksana, 2009: 157).

a. Infleksi

(فيرصتلا)

Infleksi atau inflection adalah perubahan bentuk kata yang menunjukkan pelbagai hubungan gramatikal yang mencakup deklinasi nomina, pronominal, ajektiva, dan konjungsi verba; unsur yang ditambahkan pada sebuah kata untuk menunjukkan suatu hubungan gramatikal. Misal : s dalam boys menunjukkan infleksi plural; s dalam

reads menunjukkan infleksi verba orang ketiga (Kridalaksana, 2009:

93).

Infleksi disepadankan dengan

فيرصت

/tashri>f/ yang maknanya

يريغت

/taghyi>r/ yaitu “perubahan” (Baalbaki 1990: 246, Al-Khuli 1982: 131). Menurut Al-Khuli (1982: 131), infleksi adalah:

"

اىاوتب اهتقلاعو ةلملجا في اهتفيظو ىلع ّلدتل ةملَكلا دئاوز ةفاضِإ :فيرصتلا

"

/A’t-tashrīfu idhāfatu zawāidi al-kalimati litadulla alā wazhifatihā fī -ljumlati wa ‘alāqatiha> bisiwāhā/

(13)

commit to user

“Infleksi adalah afiksasi pada suatu kata untuk menunjukkan fungsi gramatikal dalam suatu kalimat dan relasinya”.

Di bawah ini merupakan tabel yang menunjukkan perubahan kata (infleksi) pada fi’l (verba):

Tabel 1

Perubahan Kata (Infleksi) pada Fi’l (Verba)

رمأ لعف

عراضم لعف

يضام لع

ف

ير

مض

َ ي ْن

ص

ر

َر

َص

َن

ى َو

َ ي ْن

ص َ

ر

ِنا

را

َص َ

َن

َ ها

َ ي ْن

ص

ر ْو

َن

ر ْوا

َص

َن

ى ْم

َ ت ْن

ص

ر

ْت

ر

َص َ

َن

َى

ِى

َ ت ْن

ص َ

ر

ِنا

ر َتا

َص َ

َن

َ ها

َ ي ْن

ص ْ

ر َن

ر َن

َص ْ

َن

ى ن

ا ْن

ص

ْر

ر

ص

َ ت ْن

َت

ر

َص ْ

َن

َت

َأ ْن

ا ْن

ص َ

را

ِنا

ر

ص َ

َ ت ْن

ر َ تدا

َص ْ

َن

َما

َأ ْ ن ت

ا ْن

ص

ر ْوا

َن

ر ْو

ص

َ ت ْن

ر ْ ت

َص ْ

َن

ْم

َأ ْ ن ت

ا ْن

ص

ِر ْي

ِر ْي َن

ص

َ ت ْن

ِت

ر

َص ْ

َن

ِت

َأ ْن

ا ْن

ص َ

را

ِنا

ر

ص َ

َ ت ْن

ر َ تدا

َص ْ

َن

َما

َأ ْ ن ت

ا ْن

ص ْ

ر َن

ر َن

ص ْ

َ ت ْن

ن

ر ت

َص ْ

َن

ت

َأ ْ ن

َأ ْن

ص

ر

ت

ر

َص ْ

َن

َا َنا

َ ن ْن

ص

ر

ر َنا

َص ْ

َن

ن

َْن

(14)

commit to user

Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan contoh nomina (ism):

Tabel 2 Contoh Nomina (ism)

b. Derivasi (

قاقتشا)

Derivasi atau derivation adalah pengimbuhan afiks non-inflektif pada dasar untuk membentuk kata (Kridalaksana, 2009: 47). Istilah

derivasi dalam bahasa Arab disepadankan dengan

قاقتشا

/isytiqa>q/

Baalbaki (1990: 142). Berikut definisi derivasi menurut Baalbaki:

ملاس ثنؤم عمج

ملاس ركذم عمج

ره

ئا

مض

نزو

ٌنِئاَص

دام

ركذم درفم

انا

َتنأ وى

ٌل

ِعا

َف

ِناَنِئاَص

ِنا

َم دا

ركذم

ةينثت

نن

،

امتنأ

،

اه

ِن

َلا

ِعا

َف

َص

َنْو نِئا

ْو َن

َم دا

ركذم

عجم

نن

،

متنأ

،

مى

َن

ل ْو

ِعا

َف

ٌنا و ص

ٌدا د م

يرثكت عجم

نن

،

متنأ

،

مى

ٌلا

ف ع

ٌن و ص

ٌد د م

يرثكت عجم

نن

،

متنأ

،

مى

ٌل

ف ع

ٌةَنَوَص

ٌةَدَدَم

يرثكت عجم

نن

،

متنأ

،

مى

ٌة

َ ف َع َل

ٌةَنِئاَص

ٌة دام

ثنؤم درفم

انا

،

ِتنأ

،

ىى

َل ٌة

ِعا

َف

ِناَتَنِئاَص

ِناَت دام

ثنؤم

ةينثت

نن

،

امتنأ

،

اه

ِنا

َل َت

ِعا

َف

ٌتاَنِئاَص

ٌت دام

ثنؤم

عجم

نن

،

ّتنأ

،

ّنى

ٌت

َلا

ِعا

َف

نِئاَوَص

ٌداَوَم

ىهتنم ةغيص

عوملجا

ّنى

،

ِتنأ

،

نن

ل

ِعا

َ ف َو

(15)

commit to user Derivation (gramm) =

قاقتشا

"

قاقتشا

:

وأ ,"َحََنَ" نم "حجان" :لاثم( ىرخأ نم ةملك دلوت

tension

نم

tense

وى و ,فيرصتلا نع هزييمام وى و , )

ىرخأ ةغيص لىإ ةملكلا ةغيص ليوتح

وأ , "حجان" نم نوحجان : لاثم(

eats

نم

eat

تد و .)

ت

خأ و ةيبرعلا زا

اتهاو

لا كلت ظافتحاب و ةقيرطلا هذبه تاملكلل اىدلوت يرثكب تاّيماتلا

ك

اىرذبج تامل

كترشلما

"

/Tawalludu kalimatin min ukhra> (matsalan: ‚

حجان

‛ min ‚

َحََنَ

au tension min tense), wa huwa ma> yumayyizuhu ‘an

a’t-tashri>fi, wa huwa tahcwi>lu shi>ghati al-kalimati ila shi>ghatin ukhra> (matsalan:

نوحجان

min ‚

حجان

‛, au eats min eat). Wa tamta>>zu al-‘arabiyyatu au akhawatuhaa a’s-sa>mmiyya>h bi katsi>ri tawalludiha> al-kalima>ti bi ha>dzhi a’th-thari>qati wa bi ichtifa>dzi tilka al-kalima>ti bijidzriha> al-musytarok/

“Derivasi adalah menghasilkan kata yang lain (misal:

حجان

/na>jichun/ „orang yang sukses‟ dari kata

َحََنَ

/najacha/ „sukses‟

atau kata tension berasal dari kata tense). Hal ini berbeda

dengan infleksi, yang berarti merubah bentuk suatu kata menjadi bentuk kata yang lain (misal:

نوحجان

/na>jichu>na/ „orang-orang yang sukses‟ berasal dari kata

حجان

/na>jichun/ „orang yang sukses‟ atau kata eats berasal dari kata eat). Kata dalam bahasa Arab dan bahasa yang serumpun (Semit) dicirikan dengan banyaknya pembentukan kata dengan cara derivasi ini yang menjaga kosakata itu dengan akar yang berasal dari kosakata yang sama.

Al-Khuli (1982: 70) mendefinisikan derivasi sebagai berikut :

"

قاقتشلإا

:

نيوكت

ال

كل

ةم

ىرخأ

دحّتت

اهعم

في

رذلجا

،

لثم

)بتاك(

ةقتشلما

نم

بتك(

و )

writer

نم ةقتشلما

.

write

نّوَكيو

قاقتشلأا

ةداع

ةفاضعب

ةدئاز

ةدحاو

وأ

رثكأ

لىِإ

رذلجا

وأ

قاّتلا

"

/isytiqāqu: takwīnul-kalimati ukhrā tattachida ma`ahā fī al-juzri, mitslu (kātibun) al-musytaqqatu min (kataba) wa writer al-musytaqqatu min write. Wa yukawwinu al-isytiqāqu `ādatan bi idhāfati zāidatin wāhidatin au aktsara ilā al-juzri au a‟s-sāqi/.

“Derivasi adalah pembentukan satu kata baru yang serupa

dengan kata sebelumnya ditinjau dari akar kata

pembentukannya, seperti kata (ka>tibun) dibentuk dari kata (kataba), sama halnya seperti kata writer yang dibentuk dari

(16)

commit to user

kata write. Biasanya pembentukan kata derivasi yaitu dengan menambahkan satu huruf tambahan atau lebih kepada akar kata aslinya”.

Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa derivasi adalah pembentukan kata satu kata baru yang serupa dengan akar kata pembentukannya. Kosakata bahasa Arab akan menghasilkan banyak kata-kata baru dengan akar pembentukan yang sama.

Derivasi menurut al-Ghulayaini (2007: 154) disepadankan tashri>f. Berikut definisi tashri>f :

"

فيرصّتلا

ًاحلاطصا

ةملكلا ةينب ماكحأب ملعلا وى

،

ةدايزو ةلاصأ نم اهفرحلأ ابمو

و لادبإ و للاعإو ةّحصو

كلذ وبش

"

/A’th-Tashri>f isthila>chan huwa al-‘ilmu bi achka>mi bunyatil-kalimati, wa bi ma> li achrufiha> min asha>latin wa ziya>datin wa i’la>lin wa ibda>lin wa syibhu dza>lika/

“Tashri>f adalah ilmu yang membahas tentang hukum-hukum suatu bentuk kata dan huruf-hurufnya, baik yang asli, tambahan, shahih, i’lal, ibdal (perubahan) dan yang serupa denganya”.

Dari definisi di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa derivasi merupakan sebuah proses pembentukan kata yang dapat menghasilkan beberapa kata. Kata yang dihasilkan tersebut memiliki makna yang serupa dengan makna kata dasarnya. Sebagai contoh: dari akar kata

/dharaba/ dapat dibentuk kata-kata berikut:

راض

/dha>ribun/ „pemukul‟;

ورضم

/madhru>bun/ „yang dipukul‟;

رضم

/midhrabun/ „alat untuk

memukul‟;

رضت

ا

/la> tadhrib/ „jangan pukul‟; dan seterusnya.

Meskipun bentuk kata di atas berbeda, namun antara satu kata dengan kata yang lain memiliki hubungan makna dan berasal dari akar kata

(17)

commit to user

Terdapat dua pendapat ulama mengenai isytiqa>q ini, yaitu ulama

dari madzhab Bashrah menyebutkan bahwa sumber isytiqa>q adalah

mashdar. Sedangkan ulama dari madzhab Kufah menyebutkan bahwa

sumber isytiqa>q adalah fi’l (kata kerja). Penulis lebih condong ke madzhab Kufah. Penulis menggunakan akar kata bahasa Arab dari fi’l ma>dhi (kata kerja). Hal ini sesuai dengan penggunaan dasar suatu kata di kamus-kamus yaitu fi’l ma>dhi>.

Menurut al-Ghulayaini (2007: 155), isytiqa>q dibagi menjadi tiga macam yaitu isytiqa>qul-kabi>r, isytiqa>qul-akbar, dan isytiqa>qu’sh-shagi>r. Pembahasan tentang derivasi pada penelitian ini termasuk dalam cakupan isytiqa>qu a’sh-shaghi>r, yaitu proses pembentukan beberapa kata dari sebuah kata dasar dengan tetap memperhatikan kesamaan urutan morfem tetap seperti yang terdapat pada kata dasarnya. Seperti

morfem

بتك

/kataba/ „menulis‟, urutan morfem tetapnya yaitu:

ك

/kaf/

adalah urutan pertama,

ت

/ta‟/ adalah urutan kedua, dan

/ba‟/ adalah

urutan ketiga.

Dengan demikian, isytiqa>qu a’sh-shaghi>r, mencakup bentuk kata

sebagai berikut:

لاثم

نزو

تاقتشملا

ونم قتشم

َ ف َت

َح

َل

َ ف َع

ىضام لعف

َ ي ْف َت

ح

ل

َ ي ْف َع

عراضم لعف

ْ فا َت

ْح

ْل

ْ فا َع

رمأ لعف

َ ف ْت

ًحا

ًلا

َ ف ْع

ردصم

َم ْف َت

ًحا

َع ًلا

َم ْف

ميم ردصم

(18)

commit to user

Tabel 3

Cakupan Bentuk Kata Isytiqa>qu A’sh-Shaghi>r

1.2. Pembagian Verba dalam Bahasa Arab a. Verba Berdasarkan Zaman atau Kala

Pembagian verba dalam bahasa Arab dapat diklasifikasikan menjadi beberapa macam. Menurut Al-Ghulayaini (2007: 29-30), verba berdasarkan zaman atau kala dibagi menjadi tiga, yaitu: fi’l ma>dhi>, fi’l mudha>ri’, dan fi’l amr.

a) Fi’l ma>dhi> yaitu verba yang menunjukkan makna secara mandiri dan

menunjukkan kala lampau. Contoh:

.اج

/ja>a/

:

دهتجا

/ijtahada/;

مّلعت

/ta’allama/

b) Fi’l mudha>ri’ yaitu verba yang menunjukkan makna secara mandiri

dan menunjukkan kala sekarang dan yang akan datang. Contoh:

يج

/yaji>u/

;

دهت

يج

/yajtahidu/

; ي

مّلعت

/yata‟allamu/

c) Fi’l amr yaitu verba yang menunjukkan perintah (imperatif) dengan tanpa menggunakan lam amr. Contoh:

.

ْيِج

/ji>a/

;

ْدهَتْجا

/ijtahada/

;

ْم لَعَ ت

/ta‟allam/

b. Verba Berdasarkan Bunyi Asal atau Akar Kata

Menurut al-Ghulayaini (2007: 159, 161), verba berdasarkan bunyi asal atau akar kata dibagi menjadi dua, yaitu: fi’l mujarrad dan fi’l mazi>d.

َفا ِت

ٌح

ٌل

ِعا

َف

لعاف مسا

َم ْف ت

ْو ٌح

ٌل

ع ْو

َم ْف

لوعفم مسا

َم ْف َت

ٌح

/

ٌحَتْفِم

ٌلَعْفِم

/

َع ٌل

َم ْف

ناكم

/

نمز مسا

(19)

commit to user

a) Fi’l mujarrad yaitu verba yang masih asli dan belum mendapatkan imbuhan. Contoh:

بتك

/kataba/;

سلج /

jalasa/

;

حتف

/fatacha/;

b) Fi’l mazi>d yaitu verba yang sudah mendapatkan imbuhan. Contoh:

مركأ

/akrama/ kata berasal dari kata

مرك /

karama

/

kemudian mendapat

imbuhan huruf

أ /

alif

/

di awal kata;

حّرف /

farracha/ kata ini berasal dari

kata

حرف

/faracha/ kemudian mendapatkan imbuhan huruf

ر

/ra’/ di

tengah kata

;

قباس

/sa>baqa/ berasal dari kata

قبس

/sabaqa/ kemudian

mendapat imbuhan huruf

ا

/alif/ setelah huruf /sin/.

c. Verba Berdasarkan Huruf ‘Illat

Verba (kata kerja) dalam bahasa Arab menurut huruf ‘illat (alif, waw, dan ya‟) dibagi menjadi dua, yaitu shachi>h dan mu’ta>l (Al-Ghulayaini 2007: 43).

a) Fi’l shachi>h

Fi’l shachi>h yaitu kata kerja yang huruf-hurufnya bukan berupa

huruf illat. Fi’l shachi>h terbagi menjadi tiga macam yaitu : 1) sa>lim 2) mahmu>z dan 3) mudha>’af. Berikut keterangannya:

1. Sa>lim adalah kata kerja yang salah satu hurufnya bukan berupa huruf

illat, hamzah ataupun mudha>’af. Contoh:

بتك

kataba/;

بىذ

\ /dzahaba/;

ملع/

’alima

/

2. Mahmu>z adalah kata kerja yang salah satu hurufnya berupa huruf

hamzah. Kata kerja jenis ini terbagi lagi menjadi tiga macam, yaitu a) mahmu>z fa’ (hamzah berada di awal), contoh:

َذَخَأ

/akhadza/ b)

mahmu>z ‘ain (hamzah berada di tengah), contoh:

لأس

/sa’ala/ c)

mahmu>z lam (hamzah berada di akhir), contoh:

أرق

/qara’a/

3. Mudha>’af adalah kata kerja penyusun huruf aslinya berupa dua huruf

(20)

commit to user

menjadi dua macam, yaitu: a) mudha>’af tsula>tsi>, contoh:

دم /

madda

/;

رَم /

marra

/

dan b) mudha>’af ruba>’i>, contoh:

لَزْلَز /

zalzala

/;

مَدمد

/

damdama

/

.

b) Fi’l Mu’ta>l

Fi’il mu’ta>l yaitu kata kerja yang salah satu huruf aslinya berupa

huruf „illat. Contoh

دَعو /

wa’ada

/;

لاق /

qa>la

/;

ىَمر /

rama>

/

. Fi’l mu’ta>l ini terbagi menjadi empat macam yaitu 1) mitsa>l, 2) ajwaf, 3) na>qish, dan 4) lafi>f. Berikut definisinya :

1.

Mitsa>l adalah kata keja yang fa’ fi’l-nya berupa huruf „illat.

Contoh:

دعو /wa'ada/, رتي /yasara/

2. Ajwa>f adalah kata kerja yang ‘ain fi’l-nya berupa huruf „illat. Contoh:

لاق /

qa>la

/, عاب /

ba>’a

/

3. Na>qish adalah kata kerja yang lam f’il-nya berupa huruf „illat. Contoh:

َيِضر /

radhiya

/; ىَمَر /

rama>

/

4. Lafi>f adalah kata kerja yang dua huruf penyusunnya berupa hururf „illat asli. Kata kerja jenis ini terbagi menjadi dua jenis, yaitu :

4.1. Lafi>f maqrun adalah kata kerja yang dua huruf „illat penyusunnya terkumpul menjadi satu. Contoh:

ىَوَط /

thawa>/;

ىَوَ ن /

nawa>/

4.2. Lafi>f mafruq adalah kata kerja yang dua huruf „illat penyusunnya dipisah. Contoh:

َفىَو /

wafa>/;

ىَقَو /

waqa>

/

1.3. Pola Verba Bahasa Arab [Mawa>zinul-Af’a>l

)لاع

فلأا نزاوم(

]

Secara dominan verba dalam bahasa Arab terdiri dari tiga huruf,

لْعِف

يِثَلا ث

/fi’lun tsula>tsiyyun/ (trilateral verb). Al-Ghulayaini (2007: 158) menyebutkan bahwa pola kata dasar dalam penyusunannya dirumuskan

(21)

commit to user

dengan huruf

ف

/fa’/ (awal),

ع /

‘ain/ (tengah), dan

ل

/lam/ (akhir) menjadi

لعف

/fa’ala/. Disebutkan

ف

/fa’/ dalam wazan disebut

ةَم

ِلَكلا .اَف

/fa’ al-kalimah/

ع /

‘ain/ disebut

ةم

لكلا

ْيَع

/‘ain al-kalimah/ dan

ل

/lam/ disebut

ا

ِلَكلا م

ةَم

/la>m al-kalimah/ Seperti pada contoh: َبَتَك /kataba/ ‘menulis‟. ك

/kaf/ disebut

ةَم

ِلَكلا .اَف

; ت

/ta’/ disebut

ةم

لكلا

ْيَع

;

/ba’/ disebut

ةَم

ِلَك

لا

مَا

(Al-Ghulayaini, 2007: 159, 163).

Pola kata kerja trilateral (tsula>tsi mujarrad) memiliki enam pola sebagai berikut:

Tabel 4

Pola Kata Kerja Trilateral (Tsula>tsi Mujarrad)

Pola kata kerja tsula>tsi mazi>d bicharfin memiliki pola sebagai berikut:

لاثم

رمأ لعف

عراضم لعف

ىضام لعف

مقر

َرَصَن

ر صْنَ ي

ْر صْن ا

ْل

ا ْ ف ع

ل ع

َ ي ْف

َلَع

َ ف

1

َ َرَض

ِرْضَي

ْ ِرْضِا

ْل

ا ْف ِع

لِع

َ ي ْف

َلَع

َ ف

2

َحَتَ ف

حَتْفَ ي

ْحَتْ فِا

ْل

ا ْ ف َع

لَع

َ ي ْف

َلَع

َ ف

3

َمِلَع

مَلْعَ ي

ْمَلْعِا

ْل

ا ْ ف َع

لَع

َ ي ْف

َلِع

َف

4

َن تَح

ن تَْيَ

ْن تْح ا

ْل

ْ فا ع

ل ع

َ ي ْف

َل ع

َ ف

5

َبِتَح

بِتَْيَ

ْبِتْحِا

ْلِع

ْفا

لِع

َ ي ْف

َلِع

َف

6

لاثم

رمأ لعف

عراضم لعف

ىضام لعف

مقر

َح رَ ف

حِّرَف ي

ْحِّرَ ف

ْلِّعَ ف

لِّعف

ي

َل عف

1

َلَتاَق

لِتاَق ي

اَق

ْلِت

ْلِع

َفا

لِع

َفيا

َلَع

َفا

2

(22)

commit to user

Tabel 5

Pola Kata Kerja Tsula>tsi Mazi>d Bicharfin

Pola kata kerja tsula>tsi mazi>d bicharfaini memiliki pola sebagai berikut:

Tabel 6

Pola Kata Kerja Tsula>tsi Mazi>d Bicharfaini

Pola kata kerja tsula>tsi mazi>d bi tsala>tsati achrufin memiliki pola sebagai berikut:

Tabel 7

Pola Kata Kerja Tsula>tsi Mazi>d bi Tsala>tsati Achrufin

َمَرْكَأ

مِرْك ي

ْمِرْكِا

ْلِعفا

لِعْف ي

َلَعفَأ

3

لاثم

رمأ لعف

عراضم لعف

ىضام لعف

م

قر

َدَعاَبَ ت

دَعاَبَتَ ي

ْدَعاَبَ ت

ْلَعاَفَ ت

لَعاَفَ تَ ي

َلَعاَفَ ت

1

َر تَكَت

ر تَكَتَ ي

ْر تَكَت

ْل عَفَ ت

ل عَفَ تَ ي

َل عَفَ ت

2

َعَمَتْجِا

عِمَتَْيج

ْعِمَتْجِا

ْلِعَتْ فِا

لِعَتْفَ ي

َلَع

َ ت

ِاف

3

َرَتَكْنِا

رِتَكْنَ ي

ِتَكْنِا

ْر

ْلِعَفْ نا

لِعَفْ نَ ي

َلَعَفْ نِا

4

رَْحِْا

َْيَ

رَم

رَْحِْا

لَعْ فا

لَعْفَ ي

لَعْ فِا

5

لاثم

رمأ لعف

عراضم لعف

ىضام لعف

مقر

َجَرْخَتْسا

جِرْخَتْتَي

ْجِرْخَتْسا

ْلِعْفَ ت

ْس

ِا

لِعْفَ ت

َي ْت

َلَعْفَ ت

ْس

ِا

1

َلىْوَلْحا

َْيَ

ِلىْوَل

ِلْوَلْحا

ْلِعْوَعْ فا

لِعْوَعْفَ ي

َلَعْوَعْ فِا

2

راَْحِْا

راَمَْيَ

راَْحِْا

لاَعْ فِا

لاَعْف

َ ي

لا

ْ فِا َع

3

ِا

َط وَلْع

َ ي

طِّوَلْع

ِا

ْطِّوَلْع

ْلِّوَعْ فِا

لِّوَعْفَ ي

و ل

َعْ فِا

4

(23)

commit to user

Selain bentuk fi’l yang terdiri dari tiga huruf (tsula>tsi>), terdapat fi’l yang terdiri dari empat huruf yang disebut dengan fi’l ru>ba>’i>. Fi’l ru>ba>’i> ini dibagi menjadi dua yaitu quadrilateral (ru>ba>’i> mujarrad) dan fi’l ru>ba>’i> mazi>d. Berikut pola kata kerja quadrilateral (ru>ba>’i> mujarrad) :

Tabel 8

Pola Kata Kerja Quadrilateral (Ru>ba>’i> Mujarrad) Pola kata kerja ru>ba>’i> mazi>d :

Tabel 9

Pola Kata Kerja Ru>ba>’i> Mazi>d

لاثم

رمأ لعف

عراض

م لعف

ىضام لعف

مقر

َجَرْحَد

جِرْحَد ي

ْجِرْحَد

ْلِلْعَ ف

لِلْعَف ي

َلَلْعَ ف

1

َلَقْوَح

لِقْوَ يَ

ْلِقْوَح

ْلِعْوَ ف

لِعْوَف ي

َلَعْوَ ف

2

َرَطْيَ ب

رِطْيَ ب ي

ْرِطْيَ ب

ْلِعْيَ ف

لِعْيَف ي

َلَعْ يَ ف

3

َرَوْهَج

رِوْهَ يج

ْرِوْهَج

ْل

ِوْعَ ف

لِوْعَف ي

َلَوْعَ ف

4

َفَيْرَش

َفِيْرَش ي

ْفِيْرَش

ْلِيْعَ ف

َلِيْعَف ي

َل

َ ف َيْع

5

ىَقْلَس

ىِقْلَت ي

ِقْلَس

ِلْعَ ف

ى

ِل

ي َف ْع

ى

ْعَ ف َل

6

َسَنْلَ ق

سِنْلَقٌ ي

ْسِنْلَ ق

ْلِنْعَ ف

َلِنْعَف ي

َلَنْعَ ف

7

لاثم

رمأ لعف

عراضم لعف

ىضام لعف

مقر

َجَرْحَدَت

جَرْحَدَتَ ي

ْجَرْحَدَت

ْلَلْعَفَ ت

لَلْعَفَ تَ ي

َلَلْعَفَ ت

1

َمَْنََرْحِا

مِْنََرَْيَ

ِا

ْمِْنََرْح

ْلِلْنَعْ فِا

لِلْن

َعْفَ ي

َلَلْ نَعْ فِا

2

َسَتْنَعْ قِا

سِتْنَعْقَ ي

ْسِتْنَعْ قِا

لِلَعْ فِا

لِلَعْفَ ي

لَلَعْ فِا

3

(24)

commit to user 2. Sintaksis

Sintaksis berasal dari kata Yunani (sun = „dengan‟ + tattein „menempatkan‟. Jadi, kata sintaksis secara etimologis berarti menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata-kata atau kalimat. Menurut Ramlan (1996: 21), sintaksis ialah bagian atau cabang dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk-beluk wacana, kalimat, klausa, dan frase, berbeda dengan morfologi yang membicarakan seluk-beluk kata dan morfem. Sedangkan Chaer (2008: 3) berpendapat bahwa subsistem sintaksis membicarakan penataan dan pengaturan kata-kata ke dalam satuan-satuan yang lebih besar, yang disebut satuan-satuan sintaksis, yakni kata, frase, klausa, kalimat, dan wacana.

Berdasarkan pengertian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa sintaksis merupakan cabang dari sistem gramatika yang membahas tentang hubungan antar kata dalam suatu tuturan, yakni kata, frase, klausa, kalimat, dan wacana.

Sintaksis dalam bahasa Arab disepadankan dengan a’n-nachwu (Al-Khuli, 1982: 278). Menurut Ni‟mah (1988: 17) nahwu adalah kaidah untuk mengetahui fungsi setiap kata dalam kalimat, mengetahui akhiran kata, dan mengetahui metode i’rab-nya. Sedangkan Al-Ghulayaini (2007: 13) menyebutkan bahwa ilmu nahwu merupakan ilmu yang membahas tentang susunan kata, perubahan fungsi akhir suatu kata dalam bahasa Arab dari segi (nominatif) rafa’, (akusatif) nashab, (genitif) jar, (imperatif) jazm, dan tetapnya bunyi akhir kata.

Penulis menyimpulkan bahwa nahwu merupakan bagian dari ilmu tata bahasa yang membahas tentang kata yang sudah masuk dalam tataran kalimat dengan memperhatikan perubahan akhir kata.

(25)

commit to user

Pada pembahasaan sintaksis ini, akan dijabarkan tentang kategori, fungsi, dan peran dalam bahasa Arab. Selanjutnya, akan dibahas mengenai teori valensi, dan zhanna wa akhwa>tuha>.

2.1. Kategori dalam Bahasa Arab

Menurut Veerhar (2006: 170) kategori sintaksis adalah apa yang sering disebut “kelas kata”, seperti nomina, verba, ajektiva, adverbia, adposisi (artinya, preposisi atau posposisi). Ada banyak perbedaan di antara bahasa-bahasa di dunia dalam hal jenis dan jumlah kelas kata atau kategori itu.

Kategori sintaksis atau kelas kata dalam bahasa Arab disepadankan

dengan

تاملكلا

عون

/nau’ul-kalima>t/ kelas kata (word of class) terbagi menjadi

empat macam yaitu kelas kata ke-1 (word of class I) berupa /al-asma>u/ (noun), kelas kata ke-2 (word of class II) berupa /al-af’a>l/ (verb), kelas kata ke-3 (word of class III) berupa /a’n-nu’u>tu/ (adjective), kelas kata ke-4 (word

of class IV) berupa /a’zh-zhuru>f (adverb) (Al-Khuli,1982: 311).

Kata dalam bahasa Arab adalah lafazh yang menunjukkan suatu makna. Kata dibagi menjadi tiga bagian yaitu ism, fi’l, dan charf (Al-Ghulayaini, 2007: 14). Di bawah ini akan dijelaskan lebih detil tentang nomina (ism), verba (fi’l), dan partikel (charf).

a. Nomina (Ism)

Secara etimologi, ism berarti nama (Munawwir, 2007: 664). Sedangkan secara terminologi, ism adalah kata yang menunjukkan makna yang bebas yang dapat dipahami dan tanpa disertai dengan masa atau zaman, contoh:

ناتنا

/insa>nun/;

لنخ

/nakhlun/;

بىذ

/dzahabun/ (Nashif, 1988: 3). Al-Ghulayaini (2007: 14) mendefinisikan ism sebagai berikut:

(26)

commit to user

"

يرغ وتفن فى نىعم ىلع ّلد ام : مسا ا

م

نامزب نترق

"

/Al-ismu ma> dalla ‘ala> ma’nan fi> nafsihi> ghairi muqtaronin bi zama>nin/

“Ism adalah kata yang menunjukkan makna nomina tanpa disertai dengan kala”.

Contoh:

دلاخ

/kha>lidun/;

سرف

/farasun/;

روفصع

/‘ushfu>run/;

راد

/da>run/;

ةطنح

/chinthatun

/;

.ام /

ma>´un

/

b. Verba (Fi’l)

Secara bahasa, fi’l adalah kata kerja (Munawwir, 2007: 1064). Secara istilah, Al-Ghulayaini (2007: 16) mendefinisikan fi’l sebagai berikut:

"

وتفن فى نىعم ىلع ّلد ام لعفلا

نترقم

نامزب

"

/Al-fi‟lu ma> dalla ‘ala> ma’nan fi> nafsihi muqtarinin bizama>nin/.

“Fi’l adalah kata yang menunjukkan makna verba dengan disertai

oleh kala”.

Contoh:

.اج

/ja>´a/

;

ئييج

/yaji>´u/;

.يج

/ji>´a/

Ciri morfologis verba dilihat dari kondisi kata itu sendiri. Beberapa ciri morfologis yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi sebuah verba yaitu dapat bergabung dengan ta’ ta’ni>ts a’s-sa>kinah dan ta’ al-mutacharrikah pada verba lampau (fi’l ma>dhi>). Ta’ tani>ts a’s-sa>kinah menunjukkan orang ketiga tunggal untuk muanats, seperti:

ْتَرَصَن

/nasharat/;

ْتَحَتَ ف

/fatachat/. Adapun ta’ al-mutacharrikah adalah

ta‟ yang berharakat dan menunjukkan kata ganti subjek, contoh:

ت

ْرَصَن

(27)

commit to user

Menurut Al-Ghulayaini (2007: 30, 39), verba dilihat dari segi ada dan tidak adanya objek, dibagi menjadi dua yaitu verba transitif

(fi’l muta’adi>) dan verba intransitif (fi’l la>zim).

1) Verba transitif (fi’l muta’adi>) yaitu verba yang tidak hanya cukup memiliki pelaku (ism fa>’il), tetapi harus dilengkapi dengan objek

(ism maf’u>l bih). Contoh:

سلدنلأا قراطلا حتف

/fatacha a’th-tha>riqu

al-Andalasa/ „Thariq telah menaklukan Andalusia‟.

حتف

/fatacha/

‘menaklukan‟ sebagai predikat;

قراطلا

/a’th-tha>riqu/ „Thariq‟

sebagai subjek; dan

سلدنلأا

/al-andalasa/ „Andalusia‟ sebagai objek.

2) Verba intransitif (fi’l la>zim) adalah verba yang hanya memiliki pelaku (ism fa>’il), tetapi tidak memiliki objek (ism maf’u>l bih). Contoh:

ديعس بىذ

/dzahaba sa’i>dun/ ‘Sa’id pergi’. Kalimat ini

tidak memerlukan objek.

بىذ

/dzahaba/ ‘pergi’ sebagai

predikat;

ديعس /sa’i>dun/ ‘Sa’i>d’ sebagai subjek.

c. Partikel (Charf)

Secara bahasa, charf adalah huruf (Munawwir, 2007: 255). Secara istilah, Al-Ghulayaini (2007: 16-17) berpendapat sebagai berikut:

"

هيرغ فى نىعم ىلع ّلد ام فرلحا

"

/Al-Charfu ma> dalla ‘ala> ma’nan fi> ghairihi>/

“Charf adalah kata yang menunjukkan makna kata yang lain”. Contoh:

نم و ،نإ و ،ىلع و ،لم و

،لم و ،فى و ،لى

Charf terdiri atas tiga bagian: (1) charf yang khusus berpasangan

dengan ism, seperti charf jar, contoh: /min/, /ila>/, /‘an/, /‘ala>/, /fi>/, /rubba/, /bi/, /ka/, /li/, /mudz/, /mundzu/; (2) charf yang berfungsi

(28)

commit to user

menempatkan khabar pada kondisi nominatif (rafa’), seperti: inna wa

akhwa>tuha> [/inna/, /anna/, /ka´anna/, /lakinna/, /la’alla/, /laita/]; (3)

charf yang berpasangan dengan ism dan fi’l, seperti charf „athf

[/wawu/, /fa’/, /tsumma/, /au/, /am/, /la>/, /la>kin/, /bal/, /illa>/] dan charf istifha>m [/hal/, /ma>/, /hamzah/, /hal/, /man/, /mata>/, /ayya>na/, /kaifa/, /aina/, /kam/, dan /ayyu/].

2.2. Fungsi Sintaksis Bahasa Arab

Fungsi sintaksis adalah konstituen yang “formal” belaka – tidak terikat pada unsur semantis tertentu (asalkan menjadi salah satu peserta pada verba), tidak terikat juga pada unsur kategorial tertentu (asalkan nominal, bermarkah dengan preposisi atau bentuk kasus, atau tanpa pemarkahan tersebut) (Verhaar, 2004: 167). Secara umum fungsi itu dapat dibagankan sebagai berikut, meskipun dalam praktik berbahasa urutannya bisa tidak sama.

Dari bagan tersebut tampak bahwa secara formal fungsi S dan P harus selalu ada dalam setiap klausa karena keduanya saling “berkaitan”.

Guna mengetahui fungsi sintaksis dalam bahasa Arab, terlebih dahulu akan dijelaskan tentang kalimat sempurna yang di dalamnya terdapat kalimat nominal dan kalimat verbal dalam bahasa Arab.

Menurut Ni‟mah (1988: 19) kalimat sempurna (al-jumlah

al-mufi>dah) adalah kalimat yang tersusun atas dua kata atau lebih dan

(29)

commit to user

menghasilkan makna yang lengkap. Kalimat sempurna (al-jumlah

al-mufi>dah) dibagi menjadi dua:

a. Kalimat nominal (jumlah ismiyah) yaitu kalimat yang diawali

dengan nomina (ism) atau kata ganti (dhami>r), contoh:

رون ملعلا /

al-‘ilmu nu>run>/

;

نودىامج نن

/nachnu muja>hidu>n/ Kalimat

nominal

al-‘ilmu nu>run

Arti „ilmu itu‟ „cahaya‟

Fungsi S P

„Ilmu itu cahaya‟ Kalimat

nominal

nachnu muja>hidu>n

Arti „kami adalah‟ „orang-orang yang

bersungguh-sungguh‟

Fungsi S P

„kami adalah orang-orang yang bersungguh-sungguh‟

Tabel 10

Contoh Jumlah Ismiyah

Kalimat nominal (jumlah ismiyah) terdiri atas subjek

(mubtada’) dan predikat (khabar). Subjek (mubtada’) adalah setiap

nomina yang ada di permulaan kalimat, contoh:

رون ملعلا

[subjek

(mubtada’) kalimat ini adalah

ملعلا

], sedangkan khabar (predikat)

adalah kata yang menyusun makna mubtada’ yakni

رون

) (Ni‟mah,

1988: 27, 28).

b. Kalimat verbal (jumlah fi’liyah) yaitu kalimat yang diawali dengan verba (fi’l), contoh:

مْلِعْلا ر

ْ يِن ي

/yuni>ru al-‘ilmu/

;

ِملعلا َبلط

د

ِىا

َ نَ

/nuja>hidu thalabal-‘ilmi/

(30)

commit to user

Kalimat verbal

yuni>ru al-‘ilmu

Arti „bercahaya‟ „ilmu itu‟

Fungsi S P

„bercahaya ilmu itu‟ Kalimat

verbal

nuja>hidu thalabal-‘ilmi

Arti „kami bersungguh-sungguh‟ „menuntut ilmu‟

Fungsi P + S O

„kami bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu‟ Tabel 11

Contoh Jumlah Fi’liyah

Kalimat verbal (jumlah fi’liyah) di atas terdiri dari predikat (fi’l), subjek (ism fa>’il) dan objek (ism maf’u>l bih). Predikat (fi’l) adalah semua kata yang menunjukkan peristiwa pada waktu tertentu, contoh:

ْل م

ْلا ِع

رْ يِن ي

[Predikat (fi’l) kalimat ini adalah

رْ يِن ي

] (Ni‟mah, 1988: 18). Subjek (ism fa>’il) adalah nomina yang dibaca nominatif (rafa’) yang terletak setelah kata kerja yang membutuhkan objek (fi’l mabni> ma’lu>m) dan menunjukkan pekerjaan atau yang menyifati pekerjaan tersebut, contoh:

ْل م

ْلا ِع

رْ يِن ي

[subjek (ism fa>’il) kalimat ini adalah

ْل م

ْلا ِع

] (Ni‟mah, 1988: 43). Objek (ism maf’u>l bih) adalah sebuah nomina yang menunjukkan sasaran atau yang dikenai pekerjaan oleh subjek dan tidak berubah bentuk verbanya (Ni‟mah, 1988: 66), contoh:

د

ِىا

َ نَ

ِملعلا َبلط

[objek (ism maf’u>l bih) kalimat ini adalah

ِملعلا َبلط

].

2.3. Peran Sintaksis Bahasa Arab

Peran sintaksis adalah segi semantis dari peserta-peserta verba (Verhaar, 2004: 167). Chafe dalam (Chaer, 2008: 29) dan para pakar semantik generatif berpendapat bahwa verba atau kata kerja yang mengisi fungsi P merupakan pusat semantik dari sebuah klausa (istilah yang mereka gunakan proposisi). Oleh karena itu, verba ini

(31)

commit to user

menentukan hadir tidaknya fungsi-fungsi lain serta tipe atau jenis dari kategori yang mengisi fungsi-fungsi lain itu. Misalnya verba membaca akan menghadirkan fungsi S berkategori N atau FN yang berciri (+ manusia), dan sebuah fungsi O berkategori N atau FN yang berciri (+ bacaan). Sedangkan verba membacakan selain menghadirkan fungsi S berkategori N atau FN berciri (+ bacaan), yang kini berubah menjadi fungsi komp, juga menghadirkan sebuah fungsi O berkategori N atau FN dan berciri (+ manusia).

Peran menagacu pada makna pengisi unsur-unsur fungsional kalimat. Dalam pembentukan suatu konstruksi kalimat, tiap unsur memiliki andil dalam membentuk makna secara gramatikal masing-masing. Jenis peran ini ada banyak bentuk. Beberapa di antaranya antara lain pelaku (agentif), tujuan (objektif), penerima (benefaktif), penyebab (kausatif), alat (instrumental), waktu (temporal), tempat (lokatif), tindakan (aktif), sandangan (pasif), dan pemilikan (posesif) (Achmad H.P., 2012: 82).

Menurut Chaer, (2009: 30-32) peran-peran yang dimiliki oleh pengisi fungsi P dalam bahasa Indonesia, selain peran „tindakan‟, juga ada peran sebagai berikut:

a. Proses, seperti P dalam klausa “Padi menguning di sawah”. b. Kejadian, seperti P dalam klausa “Bukit itu longsor”.

c. Keadaan, seperti P dalam klausa “Jalan raya itu rusak berat”. d. Pemilikan, seperti P dalam klausa “Bang Ali punya uang 100 juta”. e. Identitas, seperti P dalam klausa “Suaminya sopir angkot”.

f. Kuantitas, seperti P dalam klausa “Hartanya melimpah”. Peran-peran yang ada pada S atau O, antara lain:

(32)

commit to user

a. Pelaku, yakni yang bertindak seperti terdapat pada klausa “Ali memegang senapan”.

Pelaku menurut (Alwi, 2003: 334) yaitu peserta yang melakukan perbuatan yang dinyatakan oleh verba predikat. Peserta umumnya manusia atau binatang. Akan tetapi, benda yang potensial juga dapat berfungsi sebagai pelaku. Peran pelaku ini merupakan peran semantis utama subjek kalimat aktif dan pelengkap kalimat pasif. b. Sasaran, yakni yang dikenai tindakan, seperti terdapat pada klausa

“Adi menunggu Tuti”.

Sasaran menurut (Alwi, 2003: 334) yaitu peserta yang dikenai perbuatan yang dinyatakan oleh verba predikat. Peran sasaran ini merupakan peran utama objek atau pelengkap.

c. Hasil, yakni benda yang dihasilkan akibat tindakan, seperti terdapat pada klausa “Ibu menanak nasi”.

d. Penganggap, yakni yang mengalami atau menginginkan, seperti terdapat pada klausa “Anak itu pandai sekali”.

Penganggap dalam (Alwi, 2003: 335) disebut sebagai pengalam yakni peserta yang mengalami keadaan atau peristiwa yang dinyatakan predikat. Peran pengalam merupakan peran unsur subjek yang predikatnya adjektiva atau verba taktransitif yang lebih menyatakan keadaan.

e. Pengguna, yakni yang mendapat keuntungan dari P, seperti terdapat pada klausa “Kakak membukakan ayah pintu”.

Peran pengguna dalam (Alwi, 2003: 335) disebut sebagai peruntung yakni peserta yang beruntung dan yang memperoleh manfaat dari keadaan, peristiwa, atau perbuatan yang dinyatakan

(33)

commit to user

oleh predikat. Partisipan peruntung biasanya berfungsi sebagai objek atau pelengkap, atau sebagai subjek verba jenis menerima atau mempunyai.

f. Penyerta, yakni yang mengikuti pelaku, seperti pada klausa “Dia pergi dengan teman-temannya”.

g. Sumber, yakni yang menyertakan pemilik semula, seperti terdapat pada klausa “Tante Ita memberi kita bunga”.

h. Jangkauan, yakni yang menyatakan ruang lingkup, seperti terdapat pada klausa “Jabodetabek meliputi Jakarta, Bogor, Tangerang, dan

Bekasi”.

i. Ukuran, yakni yang menyatakan banyaknya atau ukuran benda lain, seperti terdapat pada klausa “Tiang bendera itu tingginya 10

meter”.

Peran-peran yang ada pada fungsi keterangan, antara lain:

a. Alat, yakni yang dipakai oleh pelaku untuk menyelesaikan perbuatan, seperti terdapat pada klausa “Ibu memotong kue dengan

pisau”.

b. Tempat, yakni yang menyatakan di mana, ke mana, atau dari mana, seperti terdapat pada klausa “Kapal itu bertolak ke Medan”.

c. Waktu, yakni yang menyatakan kapan terjadinya P, seperti terdapat pada klausa “Minggu lalu dia datang”.

d. Asal, bahan terjadinya S, seperti terdapat pada klausa “Cincin ini terbuat dari perak”.

e. Kemungkinan atau keharusan, yakni yang menyatakan mungkin, harus, atau kepastian, seperti terdapat pada klausa “Barangkali hari akan hujan”.

Gambar

Tabel 2  Contoh Nomina (ism)
Tabel 11  Contoh Jumlah Fi’liyah

Referensi

Dokumen terkait

Dalam kedudukannya sebagai Pemilik Rekening (yang untuk selanjutnya disebut Pemilik Rekening ) dengan ini menyatakan tunduk pada ketentuan yang berlaku di PT

Program arduino yang di masukan diatas yaitu program untuk membaca kiriman data serial, untuk inisialisasi pin pada arduino lalu reaksi yang akan dilakukan ketika ada inputan data

[r]

- SAHAM SEBAGAIMANA DIMAKSUD HARUS DIMILIKI OLEH PALING SEDIKIT 300 PIHAK & MASING2 PIHAK HANYA BOLEH MEMILIKI SAHAM KURANG DARI 5% DARI SAHAM DISETOR SERTA HARUS DIPENUHI

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan bahasa Indonesia dalam publikasi tersebut belum memuaskan karena terdapat beberapa kesalahan, seperti kesalahan penulisan kata

Namun dalam proses membantu menyelesaikan perselisihan yang terjadi di Provinsi Aceh khususnya Kepolisian Resor Kota Banda Aceh memberikan warna baru dalam fungsi

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka akan dilakukan penelitian yang berjudul “Upaya meningkatkan minat dan hasil belajar matematika dengan model

Manajemen kegiatan ekstrakurikuler dalam pembinaan qiro’ah Al Qur`an di MI Miftahul Ulum sudah berjalan dengan lancar mulai dari proses perencanaan sampai pada pengawasan control