• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH STIMULASI CIDR TERHADAP PERKEMBANGAN FOLIKEL BOVINE OOSIT FOLIKEL JUVENILE YANG DIPEROLEH MELALUI LAPARATOMY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH STIMULASI CIDR TERHADAP PERKEMBANGAN FOLIKEL BOVINE OOSIT FOLIKEL JUVENILE YANG DIPEROLEH MELALUI LAPARATOMY"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH STIMULASI CIDR TERHADAP PERKEMBANGAN

FOLIKEL BOVINE OOSIT FOLIKEL JUVENILE YANG DIPEROLEH

MELALUI LAPARATOMY

(The Effect of CIDR Stimulation on Folicle Development of Bovine Juvenile

Follicular Oocytes Recovered by Laparatomy)

ADRIANA M. LUBIS, P. SITUMORANG, E. TRIWULANNINGSIH, danT. SUGIARTI Balai Penelitian Ternak, P.O. Box 221, Bogor16002

ABSTRACT

Twelve bovine juvenile 3-4 month old were used in this study. Based on body weight, the animals were randomly divided into two groups. Each group was further divided into three sub groups, consisting of two animals each. All animals were treated with different FSH regimes to stimulate folicle development and induction of in vivo oocyte maturation. The regimes of FSH ranged from 2,4 mg, 2,0 mg and 1,6 mg. Folicle Stimulating Hormone (FSH) was intramuscularly administered in 6 injection over 3 days period to animals in group I. Animals in group II were treated with CIDR over 5 days period, then they were treated as well as animals in group I in day 6 after CIDR was withdrawn. Oocytes were aspirated from follicular in >5 mm diameter laparatomically. The application of t-test in the study’s paired observation indicated that without CIDR treatment, the influence of FSH in different regimes was ineffective in stimulating folicle development. Sizes of ovaries in these animals were small and the numbers of folicle were very low. On the other hand, the combination of CIDR and FSH was more effective in stimulating foliclel development and oocyte cumulus cell expansion. The results indicate that folicle responses and oocyte recoveries of bovine juvenile ovaries to single FSH stimulation was different if FSH administered followed CIDR implantation.

Key words: Juvenile, FSH, folicle, laparatomy, oocyte, IVM, IVF

PENDAHULUAN

Sumber oocyte dari betina apkir yang dipotong rumah potong hewan hanya dapat digunakan untuk keperluan riset dasar saja (REICHENBACH at al, 1994), karena tidak diketahui kualitas reproduksinya. Untuk komersial diperlukan oocyte berkualitas, dan ini dapat diperoleh dari sapi juvenile yang masih hidup melalui aspirasi folikel secara berkali kali pada hewan sama dengan cara laparatomi tanpa mengganggu proses reproduksinya (STUBING at al., 1988; PIETERSE at al.,

1991; TERVIT, 1996). Perkembangan dari teknik

laparatomi pada ternak juvenile telah menunjukan hasil menakjubkan dalam bidang transfer embrio yang menggunakan embrio hasil in vitro (TERVIT, 1996).

Pada preliminari studi yang dilakukan di Balai Penelitian Ternak, menunjukkan pengambilan oocyte secara aspirasi folikel pada ternak sapi muda (juvenile) dengan cara laparatomi mudah dan ekonomis. Menurut LOHUIS (1993), produksi embrio hasil IVF dengan

oocyte yang diperoleh dari aspirasi folikel dapat meningkatkan mutu genetik ternak karena embrio yang dihasilkan belum dipengaruhi pertumbuhan reproduksi sapi betina dewasa. LOHUIS (1995) melaporkan lebih

lanjut bahwa pada program multiple ovulation embryo transfer yang dikombinasikan dengan progeny test dan

penggunaan embryo hasil in vitro dari sapi juvenile berumur 1 − 5 bulan meningkatkan mutu genetik sapi perah sebesar 22%.

AMSTRONG at al. (1992) melaporkan bahwa penggunaan oocyte dari sapi juvenile yang disuntik hormon gonadotropin menyebabkan terjadinya ekspansi sel cumulus dan meotic maturation dari oocyte, adanya ekspansi sel cumulus ini menandakan indikasi terjadinya pematangan oocyte, dan lebih lanjut AMSTRONG at al. (1994) melaporkan bahwa oocyte

hasil aspirasi folikel dari sapi juvenile dengan perlakuan gonadotropin tidak perlu lagi melalui prosedur maturasi dapat langsung di fertilisasi secara in-vitro, sedangkan oocyte tanpa ekspansi sel cumulus harus dimaturasi lebih dulu sebelum difertilisasi secara in vitro. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan berbagai dosis optimum FSH yang dikombinasikan dengan pemasangan CIDR pada sapi juvenile guna menaikan jumlah folikel dan oocyte yang dihasilkan dan membuktikan bahwa oocyte dari sapi juvenile dapat dipakai untuk memproduksi embrio berkualitas secara in-vitro guna keperluan embrio transfer pada masa mendatang.

METODOLOGI

Dua belas sapi juvenile dengan umur rata-rata 4 bulan dibagi secara random menjadi 2 kelompok besar

(2)

berdasarkan berat badan rata-rata 50 kg, tiap kelompok berjumlah 6 ekor (Kelompok I dan II). Masing-masing kelompok I dibagi lagi menjadi 3 kelompok kecil (IA, IB, IC )yang berjumlah 2 ekor untuk mendapatkan perlakuan penyuntikan FSH sebanyak 6 kali dengan dosis berbeda sebesar 2,4 mg, 2,0 mg dan 1,6 mg selama 3 hari berturut-turut. Kelompok II dibagi juga dalam kelompok kecil (IID, IIE, IIF) yang berjumlah masing masing terdiri dari 2 ekor sapi juvenile tiap kelompok untuk perlakuan pemasangan CIDR selama 5 hari dan dilanjutkan dengan penyuntikan FSH dengan dosis dan perlakuan yang sama yang dilakukan pada ternak pada grup IA,IB dan IC. Operasi laparatomi dilakukan satu hari setelah penyuntikan FSH yang terakhir.

Ternak dan perlakuan Hormon Perlakuan I

Grup IA yang terdiri dari 2 ekor sapi juvenile dengan Berat Badan ±50 kg, dan berumur 4 bulan disuperovulasi dengan 2,4 mg Folicle Stimulating Hormone (FSH, Research Institute of Animal Science, Malianwa, Haidan, Beijing. China) yang diencerkan dalam larutan NaCl Physiologys (FSH buatan China ini 7,5 mg diencerkan dengan 7,5 NaCl. Physiologis. 7,5 mg FSH China equivalent dengan 50 mg FSH. USA) penyuntikan dilakukan 3 hari berturut-turut dengan dosis menurun dengan interval 12 jam. Suntikan pertama sebanyak 0,5 cc pada pagi hari dan 0,5 cc pada sore harinya, dilajutkan pada hari kedua, penyuntikan pagi hari sebanyak 0,4 cc dan sore hari 0,4 cc, pada hari ke 3, pagi hari disuntikan 0,3 cc dan pada sore harinya 0,3 cc FSH.

Grup IB yang terdiri dari 2 ekor sapi juvenile dengan Berat Badan ± 50 kg, berumur 4 bulan disuntik dengan 2 mg FSH yang diencerkan dalam larutan NaCl fisiologys. Penyuntikan dilakukan 3 hari berturut-turut dengan interval 12 jam. Suntikan pertama sebanyak 0,4 cc pada pagi hari dan 0,4 cc pada sore harinya, dilajutkan pada hari kedua, penyuntikan pagi hari sebanyak 0,3 cc dan sore hari 0,3 cc, pada hari ke 3, pagi hari disuntikan 0,3 cc dan pada sore harinya 0,3 cc FSH.

Grup IC yang terdiri dari 2 ekor sapi juvenile dengan Berat Badan ± 50 kg, berumur 4 bulan disuntik dengan 1,6 mg FSH yang diencerkan dalam larutan NaCl Physiologys. Penyuntikan dilakukan 3 hari berturut-turut dengan interval 12 jam. Suntikan pertama sebanyak 0,3 cc pada pagi hari dan 0,3 cc pada sore harinya, dilajutkan pada hari kedua, penyuntikan pagi hari sebanyak 0,3 dan sore hari 0,3 cc, pada hari ke 3, pagi hari disuntikan 0,2cc dan pada sore harinya 0,2 cc FSH.

Perlakuan II

Grup IID, IIE, IIF yang masing-masing terdiri dari 2 ekor sapi juvenile dengan berat badan rata-rata 50kg dan umur rata-rata 4 bulan, setiap ekor sapi juvenile mendapatkan perlakuan pemasangan EAZY-BREED

CIDR (Control Intravaginal Device Release) yang mengandung 0,3 g progesterone dalam inert silicone elastomer (Inter Ag., Hamilton. NZ, Autralia) selama 5 hari sebelum penyuntikan FSH. Pencabutan CIDR dilakukan pada hari ke 5. Kemudian disuperovulasi dengan FSH dengan dosis yang sama diberikan pada grup IA, IB dan IC terdahulu dimulai pada hari ke 6.

Laparatomi dan aspirasi oocyte

Sapi juvenile dipuasakan selama 12-24 jam sebelum laparatomi. Laparatomi dilakukan 24 jam setelah akhir penyuntikan FSH. Operasi dilakukan dalam pembiusan total dengan penyuntikan xylazine (Rompun, Bayer Leverkusen, Germany) dengan dosis 0,2 – 0,8 ml/45kg BB secara intramuscular. Penyayatan dilakukan sepanjang 12 cm mid-ventrally, 2 cm sinistra dari linea alba. Ovari kanan dan kiri diraba dan dikeluarkan berturut-turut, jumlah folikel berdiameter >5 mm diasumsikan preovulatori folikel dihitung. Preovulatori folikel diaspirasi menggunakan disposibel syring berukuran 20 ml dilengkapi jarum suntik ukuran 18 gauge (G), berisi larutan TL HEPES (Sigma Chemical Co. St. Louis. MO.63178. USA) dan 25 µl Heparin Sodium SaltUSP Grade (GIBCO, BRL, Grand Island, N.Y. 14072. USA)/50ml TL HEPES untuk menghindari coagulasi. Setelah flushing oocyte dari disposible syring ke conical vial temperatur dipertahankan pada 37° C. Luka sayatan dijahit kembali lapis demi lapis dengan menggunakan benang bedah Lyofil Catgut plain (Biodynamics,Wetterkreuz. Erlangen, Germany). In Vitro Maturation, In Vitro Fertilization

Oocyte sapi juvenile diaspirasi dan flushing dari folikel dengan menggunakan dispossible syring ukuran 20 ml, dan ukuran jarum suntik 18 G dalam larutan TL HEPES. Oocyte dibawa ke laboratorium dalam termos dengan suhu 37° C, oocyte dicuci beberapa kali dalam larutan media TL HEPES, diklasifikasikan dan dihitung dibawah mikroskop pembesaran 20 x. Oocyte dimaturasi secara in vitro. Media maturasi oocyte terdiri dari TCM-199 (Sigma, St. Louis, MO 6378. USA) yang mengandung 1,8 ml TCM-199 + 200 µl Fetal Calf Serum (FCS. GIBCO. BRL. Life Technologies, Grand Island, N.Y. 14072. USA) + 20 µl pyruvate + 20 µl FSH-P stock + 1µl Gentamycin dicampurkan dengan 25 µl Heparin/ml. Media difilter dan tambahkan 2µl Estradiol 17β. Media maturasi 250µl per drop ditempatkan dalam petri dish berdiameter 3 cm dan disimpan didalam incubator selama 2 jam agar terjadi equilibrium.

Fertilisasi In Vitro

Glukosa dihilangkan dari media maturasi oocyte dengan dicuci 2 kali dengan larutan TL HEPES.

(3)

Sepuluh oocyte di fertilisasi dalam 44µl drop media fertilisasi yang mengandung 5ml TL stock + 50 µl Na Pyruvate + 2,5 ml gentamycine dan BSA Fatty acid Free. Media Fertilisasi dibuat minimal 2 jam sebelum oocyte dimasukkan1 (12 − 18 drop per petri dish dengan diameter 5 cm dan ditutup dengan mineral oil). Simpan dalam CO2 incubator. Semen beku dicairkan kembali dalam air dengan temperatur 37° C. Evaluasi dan pemisahan spermatozoa dilakukan dengan metode Percoll gradient, 500 µl Percoll 90% dan 500 µl Percol 45%. Oocyte yang sudah dimaturasi difertilisasi dengan 2 µl sperma ditambah 2 µl Heparin dan 2 µl phe. Disimpan didalam CO2 inkubator.

In vitro Culture

Setelah 24 jam zygote yang terbentuk dicuci dengan TL HEPES, kemudian dipindahkan ke petri dish kecil berisi TL HEPES. Zygote dipindahkan kedalam microcentrifuge tube yang berisi 50 µl TL HEPES, tutup dengan parafilm, vortex selama 3 menit untuk melepaskan cumulus oophorus. Isi tabung dibilas dengan TL HEPES dan dengan pipet Pasteur steril dipindahkan lagi kedalam petri dish. Dicuci 3 kali untuk membersihkan zygote dari sel cummulus. Zygote bersih ditempatkan dalam culture media CR1aa (20 zygote per 50 µl drop media). Pada hari ke 8 zygote yang sudah dikultur diberi FCS sebanyak 5 µl per drop.

Analisa statistik

Pengamatan yang dilakukan terhadap kedua kelompok ternak adalah pengamatan berpasangan (paired experiment atau paired observation). Uji statistik yanjg diterapkan adalah uji beda t-test (two-tailed t-test) untuk menggali kemungkinan perbedaan pengaruh dosis FSH terhadap jumlah folikel dan oocyte yang dihasilkan. Pengaruh pemberian dosis FSH terhadap jumlah folikel dan oocyte dalam tiap kelompok diuji dengan student t-test (SNEDECOR and COCHRAN, 1988).

Taraf nyata diterapkan pada tingkat p>0,01 dan p>0,05.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh dosis FSH terhadap jumlah folikel dan oocyte Kelompok sapi juvenile tanpa pemasangan CIDR:

Pemberian FSH dalam berbagai dosis cenderung mempengaruhi secara negatif jumlah folikel dan oocyte pada kelompok ternak yang tidak memakai CIDR. Semakin rendah dosis FSH, semakin sedikit jumlah folikel dan oocyte yang dihasilkan. Hal ini terlihat dari peningkatan jumlah folikel dari 2 menjadi 12 dan 11

pada pemberian FSH sebesar 2,4 mg; 2,0 mg dan 1,6 mg sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 1. Sedangkan peningkatan jumlah oocyte terjadi dari 0 ke 6 oocyte total.

Kedua kondisi ini disebabkan karena reaksi individu dari sapi juvenile yang berbeda dalam menerima hormone FSH, karena pada pengamatan saat dilakukan laparatomi pada sapi juvenile yang mendapatkan suntikan FSH dosis 2,4 mg, tidak memberikan respons yang berarti (ternak No. 0080 dan No.0081), dengan ditandai ovarium dan folikel kecil serta oocyte yang dihasilkan sedikit. Pada kelompok sapi juvenile lain terlihat jumlah folikel dan oocyte yang lebih besar dibandingkan dengan kelompok yang mendapat 2,4 mg FSH.

Kelompok yang mendapat perlakuan CIDR:

Pemasangan CIDR mempengaruhi reaksi ovarium sapi juvenile dalam menghasilkan folikel dan oocyte pada perlakuan pemberian dosis FSH yang berbeda. Pada kelompok ternak yang dipasang CIDR, pemberian FSH dalam berbagai dosis mempengaruhi secara positif jumlah folikel dan oocyte yang dihasilkan. Jumlah folikel dan oocyte yang dihasilkan berbanding lurus dengan dosis FSH yang diberikan. Jumlah total folikel yang dihasilkan menurun dari 100 ke 56 dan 53 sejalan dengan penurunan dosis FSH dari 2,4 mg ke 2,0 mg dan 1,6 mg. Hal serupa ditunjukkan oleh penurunan jumlah oocyte yang dihasilkan seperti ditunjukkan dalam Tabel 2.

Hal seperti ditunjukkan dalam Tabel. 2 pemasangan CIDR pada sapi juvenile yang dikombinasikan dengan penyuntikan FSH akan menstimulasi pertumbuhan folikel dan meningkatkan jumlah oocyte yang dihasilkan, hal ini sesuai dengan apa yang diperoleh peneliti terdahulu (AMSTRONG, 1993).

Uji beda pengaruh dosis FSH terhadap jumlah folikel

Pemberian FSH dalam berbagai dosis berpengaruh terhadap jumlah folikel dan oocyte itu sendiri. Pengaruh dosis FSH yang berbeda terhadap kedua kelompok ternak di atas (I/A,B, C dan II/D,E, F) diperjelas oleh uji statistik t dalam pengamatan berpasangan (paired observation) yang menunjukkan perbedaan yang nyata pengaruh dosis FSH terhadap jumlah folikel di kedua kelompok ternak yaitu kelompok ternak tanpa CIDR dan kelompok ternak yang dipasang CIDR (sangat nyata pada p>0,01). Secara rinci, hasil uji t pada Tabel 3 memberikan hasil sebagai berikut: 1. Pengaruh dosis FSH terhadap jumlah folikel pada

perlakuan tanpa CIDR dan kelompok ternak yang dipasang CIDR menunjukkan perbedaan sangat nyata pada taraf nyata p>0,01. Secara absolut rata-rata perbedaan jumlah folikel adalah 55,3 (Tabel 3).

(4)

2. Pemberian dosis FSH pada perlakuan dengan pasangan CIDR berbanding lurus dengan jumlah folikel yang dihasilkan. Makin rendah dosis FSH, makin rendah jumlah folikel yang dihasilkan.

3. Pemberian dosis FSH pada perlakuan Non-CIDR berbanding terbalik dengan jumlah folikel yang dihasilkan. Makin rendah dosis FSH, makin tinggi jumlah folikel yang dihasilkan.

Tabel 1. Pengaruh penyuntikan FSH terhadap pertumbuhan folikel dan jumlah oocyte

Jumlah folikel Jumlah oocyte Dosis FSH

Kanan Kiri Total Kanan Kiri Total FSH 2,4 mg: No. 0080 1 1 2 0 0 0 No. 0081 0 0 0 0 0 0 Sub-total 1 1 2 0 0 0 FSH 2,0 mg: No. 0032 3 3 6 3 0 3 No. 0027 3 3 6 0 0 0 Sub-total 6 6 12 3 0 3 FSH 1,6 mg: No. 0030 2 3 5 0 3 3 No. 0028 3 3 6 0 3 3 Sub-total 5 6 11 0 6 6

Tabel 2. Pengaruh pemasangan CIDR dan penyuntikan FSH terhadap pertumbuhan folikel dan jumlah oocyte Jumlah folikel Jumlah oocyte Dosis FSH

Kanan Kiri Total Kanan Kiri Total FSH 2,4 mg: No. 0026 25 30 55 13 7 20 No. 0029 25 20 45 5 6 11 Sub-total 50 50 100 18 13 31 FSH 2,0 mg: No. 0035 8 8 16 4 2 6 No. 0031 20 20 40 10 3 13 Sub-total 28 28 56 14 5 19 FSH 1,6 mg: No. 0001 20 18 38 4 6 10 No. 0033 8 7 15 2 1 3 Sub-total 28 25 53 6 7 13

Tabel 3. Perbedaan pengaruh dosis FSH terhadap jumlah folikel

Dosis FSH CIDR Non-CIDR Perbedaan

2,4 mg 100 2 88

2,0 mg 56 12 44

1,6 mg 45 11 34

Total 201 24 166

Rata-rata 67 8 55.3

(5)

Pengaruh pemasangan CIDR pada jumlah oocyte:

Pengujian terhadap jumlah oocyte pada kedua kelompok juga menunjukkan perbedaan sangat nyata (tcal.=2,645 pada derajat bebas n-1 dan sangat nyata pada taraf p>0,01). Hasil uji t pada pengamatan berpasangan terhadap jumlah oocyte yang dihasilkan adalah sebagai berikut:

1. Pengaruh dosis FSH terhadap jumlah oocyte yang dihasilkan pada kelompok ternak dengan perlakuan pemasangan CIDR dan pada kelompok ternak tanpa pemasangan CIDR sangat nyata (p>0,01). Angka absolut perbedaan jumlah oocyte yang dihasilkan adalah sebesar 18 seperti disajikan dalam Tabel 4.

2. Pemberian dosis FSH pada kelompok ternak dengan pemasangan CIDR berbanding lurus dengan jumlah oocyte yang dihasilkan. Makin tinggi dosis FSH, makin besar jumlah oocyte yang dihasilkan.

3. Pemberian dosis FSH pada ternak tanpa perlakuan CIDR berbanding terbalik dengan jumlah oocyte yang dihasilkan. Makin rendah dosis FSH, makin besar jumlah oocyte yang dihasilkan.

Tabel 4. Perbedaan pengaruh dosis FSH terhadap jumlah oocyte Dosis FSH CIDR Non-CIDR Perbedaan 2,4 mg 31 0 31

19 3 16 1,6 mg 13 6 7

Total 53 9 54

Rata-rata 17.3 3 18 tcal.=2,645 (t.05=4.303; t.01=9.925) pada derajat bebas n-1

Pada perlakuan pada Grup I A,I B dan I C yang disuperovulasi dengan dosis FSH berbeda tidak terlihat perbedaan yang nyata pada jumlah folikel dan jumlah oocyte yang diperoleh. Hal ini tidak sependapat dengan apa yang telah dilaporkan oleh peneliti terdahulu (AMSTRONG, 1993), bahwa pemberian hormon gonadotropin berpengaruh pada pembentukan folikel dan perolehan jumlah oocyte, tapi hasil yang didapat dari penelitian ini diperoleh bahwa pemberian FSH pada sapi juvenile dapat memacu pertumbuhan folikel tapi tergantung dari reaksi individu and kondisi reproduksi sapi.

Terdapat perbedaan nyata pada perolehan jumlah folikel dan oocyte antara sapi juvenile dengan perlakuan I A, I B, dan I C dengan perlakuan yang diperoleh sapi juvenile dengan perlakuan II D, II E, dan II F. Penggunaan CIDR yang dikombinasikan dengan FSH sebelum sapi disuperovulasi memberikan hasil lebih baik dibandingkan tanpa CIDR. Hal ini sependapat dengan AMSTRONG (1993) yang melaporkan

pemberian kombinasi hormon progesteron dan gonadotropin menunjukkan hasil lebih baik dari pada hanya mendapatkan gonadotropin saja.

Pemberian FSH yang disertai dengan pemasangan CIDR menghasilkan rata-rata 67 folikel sapi juvenile, oocyte yang diperoleh dari aspirasi folikel rata-rata 17,3. Hal ini sependapat dengan KOTARAS et al. (1995) bahwa rata-rata sapi juvenile menghasilkan 22,8 oocyte. LEWIS et al. (1995) berhasil memproduksi 25 embrio

yang dapat dimanfaatkan melalui pengumpulan oocyte secara laparatomi. Sedangkan STUBBINGS (1993) melaporkan bahwa pemakaian CIDR dapat mengulangi aspirasi oocyte dalam waktu interval 3 minggu. Dosis FSH dengan pemasangan CIDR sangat berpengaruh pada jumlah folikel dan oocyte yang dipanen, 2,4 mg FSH merupakan dosis terbaik dalam penelitian ini. Dari total 62 oocyte dari kedua perlakuan hanya dihasilkan 38 (61%) stadium kompak morula, selanjutnya tidak berkembang lagi. Hasil ini sama dengan yang diperoleh PALMA (1994) bahwa oocyte berasal dari sapi juvenile jarang yang mencapai stadium blastocyst bahkan ada yang tidak berkembang sama sekali. Pendapat ini bertentangan dengan TERVIT et al. (1995) bahwa

21-25% oocyte muda berasal dari sapi juvenile, berkembang menjadi 5 − 6 trasferable embryos.

Penggunaan teknik laparatomi untuk memproduksi oocytes dan menjadi embrio hasil IVF dari juvenile merupakan usaha untuk meningkatkan mutu genetik ternak. Pemasangan CIDR selama 5 hari berturut-turut dengan kombinasi pemberian FSH menunjukan reaksi positif pada ovarium sapi juvenile. Tidak tercapainya stadium blastocyst pada penelitian ini belum dapat dilaporkan sehingga penelitian ini perlu dilanjutkan untuk mendapatkan hasil yang lebih memuaskan.

DAFTAR PUSTAKA

AMSTRONG, D.T., P. HOLM, B. IRVINE , B.A. PETERSEN, R.B. STUBBING, D. MCLEAN, G.F. STEVENS, and R.F. SEAMARK RF. 1992. Pregnancy and Livebirth from In Vitro Fertilization of Calf Oocytes Collected by Laparascopic Follicular Aspiration. Theriogenology 38: 667 − 678.

KOTARAS, P.J., C.R. EARL., J.M. KELLY., J.P. ROWE., T.M. de BARRO, and D.T. AMSTRONG. 1995. Pregnancies from in vitro matured and fertilized prepubertal calf oocytes. Serono int. Symp. On Superovulation and Oocyte Maturation, p.30.

LEWIS, I., J. OWENS, and P. PRAMS. 1995. The Commercials Production of Offspring from two to five month old heifers and The Effects of Later Fertility. Proc. Aust. Soc. Reprod. Biol. 27: 29.

LOHUIS, M.M., J.C.M. DEKKERS, and C. SMITH. 1993. MOET Results from a Disperse Hybrid Nucleus Programme in Dairy Cattle. Anim. Prod 57: 369 − 378.

(6)

LOHUIS, M.M. 1995. Potential benefits of bovine embryo manipulation technologies to Genetic improvement programmes. Theriogenology 43: 3 − 12.

PALMA, G.A. 1994. Effects of FSH and Estradiol 17-β for Maturation of Calf Oocytes on The In Vitro Development to Blastocysts. Theriogenology 41: 267. PIETERSE, M.C., VOS PLAM, THAM. Kruip, Y.A.WIRTH, THH

VAN BENEDEN, A.A. WEILLEMSE, and M.A.M. TAVERNE. 1991. Trasnvaginal Ultrasound Guided Follicular Aspiration of Bovine Oocytes. Theriogenology 35: 19-24.

REICHENBACH, H.D., N.H. WIEBKE, H. WENIGERKIND, J. MODL, and G. BREM. 1994. Bovine Follicular Oocytes Collected by Laparascopic Guided Transvagina Aspiration. Theriogenology 41: 283.

SNEDEGOR, G.W. and W.G. COCHRAN. 1976. Statistical

Methods. 6th Ed. The Iowa State University Press.

Ames, Iowa, USA.

STUBBINGS, R.B., D.T. AMSTRONG, R.A. BERIALT, and P.K. BASRUS. 1988. A Method for Aspirating bovine Oocytes from Small Vesicular Folikels. Preliminary Results. Theriogenology 29: 312.

STUBBINGS, R.B., C. WOSIK, and D.T. AMSTRONG. 1993. Ovarian Respons in Calves to Multiple Versus a Single Subcutaneus Injection of Folltropin. Theriogenology, 39: 321.

TERVIT, H.R., W. MCMILLAN, L. MCGOWAN, J. SMITH, H. VOGES, P. LYNCH, J. LARSEN, and D. HALL. 1995. Follicle Development, Superovulation and In Vitro Embryo Production From Calves. Proc. Aust.Soc. Reprod.Biol. 27: 1.

TERVIT H.R. 1996. Laparascopy/Laparatomy Oocyte Recovery and Juvenile Breeding. Animal Reprod Science 42: 227 − 238.

Gambar

Tabel 1.  Pengaruh penyuntikan FSH terhadap pertumbuhan folikel dan jumlah oocyte
Tabel 4.  Perbedaan pengaruh dosis FSH terhadap jumlah oocyte  Dosis FSH  CIDR  Non-CIDR  Perbedaan

Referensi

Dokumen terkait

Birleşik üretim yapan işletmelerde, tam ve doğru olarak mamul maliyetlerinin tespiti ve işletme katkılarının net ve doğru bir şekilde karşılaştırılması için doğru

Pemberian pupuk kandang sapi 50 g/pot meningkatkan ketersediaan hara fosfor sebesar 14,25 ppm, pH tanah sebesar 5,24 dan karbon organik tanah sebesar 2,11

Waktu yang paling banyak yang dibutuhkan oleh kampas cakram untuk menghentikan laju kendaraan pada kondisi basah terjadi pada kampas cakram C dengan beban pengereman 2

dalam sebuah tradisi di masyarakat yang memliki keterkaitan terhadap filsafat yang dapat menjadi dasar penelitian sehingga penelitian ini dilakukan. Kedua, setelah langkah

Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan di atas maka Indeks Harga Saham Gabungan (^JKSE) dan Indeks Indeks Philippine Stock Exchange (^PSE) memiliki hubungan

Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis isi, yaitu dengan mengidentifikasi data, mengklasifikasi data, analisis datadan kontribusi hasil penelitian.Hasil

Sebutkan : ... 2) Dana dukungan yang berasal dari satu kelompok kegiatan yang digunakan untuk. mendukung kelompok/keluarga dalam lingkup

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbandingan tepung terigu dan tepung biji durian menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap warna roti tawar pada penilaian