• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sebagai suatu proses, maka pemberdayaan juga menyangkut kualitas. Kegiatan pemberdayaan mencapai tataran kualitas tertentu.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Sebagai suatu proses, maka pemberdayaan juga menyangkut kualitas. Kegiatan pemberdayaan mencapai tataran kualitas tertentu."

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Pemberdayaan

Pemberdayaan atau empowerment merupakan istilah yang akhir-akhir ini banyak didengar. Ini terkait dengan ketidak-puasan masyarakat terhadap model pembangunan yang bersifat top down dan centralized, sebagaimana yang telah dipraktekkan pada jaman Orde Baru. Dengan pendekatan tersebut, maka yang diuntungkan dalam pembangunan hanya sekelompok kecil masyarakat, dan diharapkan dari kelompok kecil tersebut akan muncul efek menetes ke bawah (trickle down effect). Akan tetapi, sampai dengan runtuhnya rezim Orde Baru, ternyata trickle down effect itu tidak pernah terjadi, bahkan yang muncul adalah kesenjangan ekonomi yang cukup besar antara sekelompok elit masyarakat dengan masyarakat kebanyakan. Selain itu, dengan kebijakan pembangunan yang bersifat centralized, maka roda ekonomi hanya cenderung bergerak di pusat, sementara daerah yang sebenarnya memiliki kekayaan alam yang melimpah, tetap saja miskin.

Sebagai reaksi atas kegagalan pembangunan yang dilakukan dengan pendekatan pertumbuhan tersebut, maka muncul tuntutan yang sangat keras agar pembangunan pada masa yang akan datang lebih bersifat bottom up, dengan memperhatikan aspirasi yang berkembang dalam masyarakat. Untuk menunjang pendekatan yang seperti itu maka pemberdayaan masyarakat harus dilakukan.

Nikijuluw (2002), menjelaskan bahwa pemberdayaan adalah suatu proses untuk berdaya, memiliki kekuatan, kemampuan dan tenaga untuk menguasai sesuatu. Sebagai suatu proses, maka pemberdayaan itu tidak habis-habisnya. Selagi ada masyarakat, maka pemberdayaan masyarakat tetap dilakukan. Bisa saja masyarakat sudah memiliki kekuatan atau sudah berdaya dalam suatu hal tertentu; tapi kemudian disadari bahwa masih ada aspek-aspek lain yang melekat dengan masyarakat yang perlu diberdayakan.

Sebagai suatu proses, maka pemberdayaan juga menyangkut kualitas. Kegiatan pemberdayaan mencapai tataran kualitas tertentu. Namun kemudian

▸ Baca selengkapnya: berdasarkan ilustrasi tersebut kegiatan evaluasi pemberdayaan berperan sebagai

(2)

tumbuh keinginan untuk meningkatkan kualitas, maka pemberdayaan pun terus dilakukan.

Pemberdayaan sosial ekonomi masyarakat adalah suatu proses untuk meraih atau mencapai tahapan dan kualitas kehidupan atau status sosial ekonomi yang lebih baik. Karena masyarakat biasanya tidak puas dengan status ekonomi yang sudah diraihnya, maka ketidakpuasan itu membuat pemberdayaan perlu terus dilaksanakan.

Menurut Haque (1996) , seorang ahli pembangunan desa dari Bangladesh, proses memberdayakan masyarakat adalah membangun mereka. Selanjutnya Haque mengemukakan bahwa pembangunan masyarakat itu adalah collective action yang berdampak pada individual welfare. Dengan kata lain, membangun adalah memberdayakan individu dalam masyarakat. Memberdayakan berarti bahwa keseluruhan personalitas seseorang −yang menyangkut kesejahteraan lahir dan batin masyarakat, ditingkatkan.

Merevisi berbagai pendekatan pembangunan perikanan yang dianggap belum memuaskan, Departemen Kelautan dan Perikanan melakukan perombakan total, yaitu berusaha menggunakan pendekatan berkelanjutan, holistik dan berbasis pada masyarakat (Dahuri, 2002). Pendekatan ini berusaha untuk semakin menyadari bahwa tanpa keberlanjutan suatu ekosistem, maka sesungguhnya tidak akan memakmurkan pada kehidupan saat ini maupun saat mendatang.

Secara holistik Departemen Kelautan dan Perikanan berusaha menyempur-nakan pendekatan agribisnis yang berorientasi bisnis semata. Karena itu dilakukan pencermatan terhadap empat dimensi, yaitu: (1) dimensi ekologis, (2) dimensi sosial-ekonomi, (3) dimensi sosial politik, dan (4) dimensi hukum dan kelembagaan. Keempat dimensi itu di dalam implementasinya dilakukan dengan berbasis pada masyarakat, atau yang disebut sebagai inklusi sosial, yang merupakan perubahan paradigma pembangunan (Tabel 2).

Pemberdayaan masyarakat adalah suatu proses untuk membuat masyarakat menjadi berdaya. Pemberdayaan itu diperlukan terutama karena didasarkan pada asumsi bahwa suatu masyarakat sedang dalam kondisi tidak berdaya atau kurang berdaya. Adapun secara sosiologis keadaan kurang berdaya itu diidentikkan dengan

(3)

keadaan keterbelakangan. Dalam hal ini keterbelakangan itu bisa bermakna ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan berbagai aspek yang lain. Karena itu, istilah pemberdayaan menjadi identik dengan community development; sehingga berbicara tentang pemberdayaan tidak dapat dipisahkan dari diskusi tentang pembangunan itu sendiri.

Tabel 2. Paradigma Pembangunan Kelautan dan Perikanan

PARADIGMA LAMA BARU

Pendekatan Ekslusi Sosial Inklusi Sosial Orientasi

Pembangunan Pertumbuhan Ekonomi

Pemertaan Dan Kesejahteraan

Fungsi Pemerintah Provider Enabler/Facilitator Tata Pemerintahan Sentralisasi/Dekonsentrasi Desentralisasi

Pelayanan Birokrasi Normatif Responsif Fleksibel Pengambilan

Keputusan Top Down Bottom Up & Top Down Sumber: Dahuri (2002)

Secara umum pembangunan dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang mengarah pada suatu keadaan yang diharapkan dapat mempunyai nilai lebih, dan dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam hal ini, nilai lebih itu memiliki pengertian yang sangat luas, sehingga penafsirannya cenderung bersifat cultural specific, yaitu dipengaruhi oleh suatu kondisi lingkungan kebudayaan tertentu.

Dalam kaitannya dengan pemberdayaan, nilai lebih yang dimaksudkan tentunya cenderung mengarah pada suatu keadaan masyarakat yang lebih berdaya. Meskipun demikian, apa yang dimaksud dengan berdaya juga memiliki pengertian yang beraneka ragam. Bauer, (1973) mengartikan istilah berdaya semata-mata dalam kaitannya dengan aspek ekonomi, yaitu berupa kemampuan meningkatkan kondisi ekonomi dari yang lebih rendah ke keadaan yang lebih tinggi, sebagaimana yang dikemukakan:

(4)

“The central problem in the theory of economic growth is to understand the process by which a community is converted from being a five percent saver to a 12 percent saver with all the changes in attitudes and institutions and in techniques which accompany this conversion”.

Berbeda dengan Bauer, Brandt (1980) memberi pengertian nilai lebih dalam pemberdayaan bukan semata-mata dalam bidang ekonomi, melainkan juga dalam bidang sosial; walaupun diakui bahwa nilai lebih dalam aspek ekonomi merupakan yang utama. Todaro (1983) bahkan memberi pengertian pemberdayaan secara lebih luas, yaitu sebagai suatu proses multi dimensional, yang melibatkan reorganisasi dan reorientasi semua sistem ekonomi dan sosial. Termasuk dalam hal ini adalah perombakan dalam kelembagaan, struktur sosial, administrasi, sikap mental serta mengubah adat istiadat dan kepercayaan. Hal ini dipertegas lagi oleh Katz, yang menekankan bahwa pembangunan adalah suatu usaha dari suatu kondisi kemasyarakatan tertentu ke dalam suatu kondisi kemasyarakatan yang lebih bernilai (more valued) (Katz, 1970):

“Development as major societal change from one state of national being to another, more valued state. It involves a complex of mutually related economic, social, and political changes”.

Sasaran akhir dari sebuah pemberdayaan adalah terciptanya suatu kesejahteraan yang dialami secara bersama oleh masyarakat. Dalam hal ini mengacu pada Undang-Undang Nomor 6/1974 tentang Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial, sebagaimana dikemukakan oleh Isbandi (2003), kesejahteraan itu dapat didefinisikan sebagai:

“...suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial materiil maupun spirituil yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketenteraman lahir dan batin, yang memungkinkan bagi setiap warga negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak asasi serta kewajiban manusia...”.

(5)

Pemberdayaan merupakan suatu upaya untuk meningkat kemampuan dan potensi masyarakat miskin agar dapat memecahkan masalahnya secara mandiri dan berkelanjutan. Upaya pencapaian tujuan pemberdayaan ini dapat terjadi apabila kesadaran masyarakat tentang implementasi nilai moral dan keswadayaan masyarakat pesisir, karena pada dasarnya tujuan akhir dari pemberdayaan adalah pembebasan diri dari ketergantungan materi

Lebih jauh, Simon (1990) dalam tulisannya tentang Rethinking Empowerment menyatakan bahwa pemberdayaan merupakan suatu aktifitas refleksi, suatu proses yang mampu diinisiasi dan dipertahankan hanya oleh agen atau subyek yang mencari kekuatan atau penentuan diri sendiri. Sementara proses lainnya hanya dengan memberikan iklim, hubungan, sumber-sumber dan alat-alat prosedural yang melaluinya masyarakat dapat meningkatkan kehidupannya. Pemberdayaan merupakan suatu sistem yang berinterasi dengan lingkungan sosial dan fisik.

2.2 Masyarakat Pesisir

Menurut Saad dan Basuki (2004), masyarakat pesisir didefinisikan sebagai kelompok orang yang tinggal di daerah pesisir dan sumber kehidupan perekonomiannya bergantung secara langsung pada pemanfaatan sumberdaya laut dan pesisir. Definisi inipun bisa juga dikembangkan lebih jauh karena pada dasarnya banyak orang yang hidupnya bergantung pada sumberdaya laut. Mereka terdiri dari nelayan pemilik, buruh nelayan, pembudidaya ikan dan organisme laut lainnya, pedagang ikan, pengolah ikan, pemasok faktor sarana produksi perikanan. Dalam bidang non-perikanan, masyarakat pesisir bisa terdiri dari penjual jasa pariwisata, penjual jasa transportasi, serta kelompok masyarakat lainnya yang memanfaatkan sumberdaya non-hayati laut dan pesisir untuk menyokong kehidupannya.

Namun untuk lebih operasional, Nikijuluw (2002) berpendapat, bahwa definisi masyarakat pesisir yang luas ini tidak seluruhnya diambil, tetapi hanya difokuskan pada kelompok nelayan dan pembudidaya ikan serta pedagang dan pengolah ikan. Kelompok ini secara langsung mengusahakan dan memanfaatkan sumberdaya ikan melalui kegiatan penangkapan dan budidaya. Kelompok ini pula

(6)

yang mendominasi pemukiman di wilayah pesisir di seluruh Indonesia, di pantai pulau-pulau besar dan kecil. Sebagian masyarakat nelayan pesisir ini adalah pengusaha skala kecil dan menengah. Namun lebih banyak dari mereka yang bersifat subsisten, menjalani usaha dan kegiatan ekonominya untuk menghidupi keluarga sendiri, dengan skala yang begitu kecil sehingga hasilnya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan jangka waktu sangat pendek.

Dari sisi skala usaha perikanan, kelompok masyarakat pesisir miskin di antaranya terdiri dari rumah tangga perikanan yang menangkap ikan tanpa menggunakan perahu, menggunakan perahu tanpa motor, dan perahu bermotor tempel. Dengan skala usaha ini, rumah tangga ini hanya mampu menangkap ikan di daerah dekat pantai. Dalam kasus tertentu, memang mereka dapat pergi jauh dari pantai dengan cara bekerjasama sebagai mitra perusahaan besar. Namun usaha dengan hubungan kemitraan seperti tidak begitu banyak dan berarti dibandingkan dengan jumlah rumah tangga yang begitu banyak.

Menurut Mubyarto et. al. (1984) masyarakat pesisir, khususnya nelayan secara umum, dikategorikan lebih miskin daripada keluarga petani atau pengrajin. Kemiskinan ini dicirikan oleh pendapatan yang berfluktuasi, pengeluaran yang konsumtif, tingkat pendidikan yang rendah, kelembagaan yang ada belum mendukung terjadinya pemerataan pendapatan, potensi tenaga kerja keluarga (istri dan anak) belum dapat dimanfaatkan dengan baik, serta akses terhadap permodalan rendah

Kusnadi (2006) mengemukakan berdasarkan aspek geografis, masyarakat pesisir merupakan masyarakat yang hidup, tumbuh dan berkembang dikawasan pesisir . Mereka menggantungkan kelangsungan hidupnya dari upaya mengelola sumber daya alam yang tersedia dilingkungannya, yakni di kawasan pesisir, perairan (laut). Secara umum, sumberdaya perikanan (tangkap dan budidaya) merupakan salah satu sumberdaya yang sangat penting untuk menunjang kelangsungan hidup masyarakat pesisir. Karena itu sumberdaya perikanan mengambil peranan yang besar sebagai pengerak dinamika ekonomi lokal didesa pesisir.

(7)

Dalam konteks tersebut Kusnadi (2006) menyatakan bahwa, masyarakat nelayan merupakan pelaku utama yang menentukan dinamika ekonomi lokal dan kondisi ini merupakan merupakan hasil kebijakan pembangunan sektor perikanan sejak awal tahun 1970-an yang bertumpu pada orientasi produktivitas yang melahirkan berbagai perubahan penting dibidang sosial, ekonomi dan ekologi di masyarakat pesisir.

Sementara itu Dahuri (2002) menyatakan bahwa kebudayaan pesisir yang outward looking , kosmopolit, egaliter dan demokratis, sebagaimana ciri masyarakat pesisir menjadi resesif dalam kebudayaan nasional. Nilai-nilai tersebut dimasa kini menjadi penting untuk digali kembali, ketika bangsa Indonesia mulai membangun demokrasi dan tatanan masyarakat madani (civil society). Sedangkan dari perspektif mata pencahariannya, masyarakat pesisir tersusun dari kelompok masyarakat yang beragam seperti nelayan, petambak, pedagang ikan, pemilik toko, pengolah hasil tangkapan serta pelaku industri kecil dan menengah. Keberagaman jenis pekerjaan penduduk diwilayah pesisir ditentukan oleh sumberdaya ekonomi lokal (Kusnadi, 2006).

Lebih jauh Kusnadi (2006) mengemukakan sebab-sebab pokok yang menimbulkan kemiskinan nelayan salah satunya adalah rendahnya tingkat pendapatan rumah tangga nelayan sehingga berdampak terhadap peningkatan skala usaha dan perbaikan kualitas kehidupan mereka. Untuk mengatasi diperlukan upaya sebagai berikut ;

1) Meningkatkan pemilikan lebih dari satu jenis alat tangkap, agar nelayan dapat menangkap ikan sepanjang waktu

2) Mengembangkan diversifikasi usaha berbasis sumberdaya lokal

3) Memperluas kesempatan kerja off fishing sehingga pendapatan rumah tangga nelayan tidak sepenuhnya bergantung pada pendapatan melaut.

pengalaman kerja, produksi dan biaya merupakan faktor yang berpengaruh nyata terhadap pendapatan dalam penelitian yang menganalisis faktor-faktor ekonomi yang mempengaruhi kemiskinan rumah tangga di tujuh desa tertinggal menyebutkan faktor-faktor yang menambah peluang kemiskinan rumah tangga responden yakni jumlah anggota keluarga, curahan waktu rumah tangga pada

(8)

sektor pertanian dan faktor jenis mata pencaharian utama. Sedangkan faktor yang mengurangi peluang kemiskinan rumah tangga adalah jumlah anggota rumah tangga yang termasuk tenaga kerja, luas sawah garapan setahun, luas sawah milik, total pendapatan dari kegiatan pertanian, total pendapatan dari kegiatan non pertanian dan curahan kerja rumah tangga pada sektor non pertanian.

2.3 Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir

Program PEMP adalah salah satu program pemerintah yang dirancang untuk mengatasi permasalahan kemiskinan di wilayah pesisir. Pelaksana program ini adalah Departemen Kelautan dan Perikanan. Pelaksanaan program ini diawali dengan Pilot Project yang dilaksanakan oleh BAPPENAS pada tahun 2000 di 26 Kabupaten (Kota), selanjutnya pada tahun 2001 hingga saat ini kegiatan tersebut dilaksanakan oleh Departemen Kelautan dan Perikanan.

Program PEMP bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir melalui pemberdayaan ekonomi masyarakat. Kesejahteraan tidak hanya meliputi aspek ekonomi (lapangan kerja dan pendapatan) tetapi juga meliputi aspek sosial (pendidikan, kesehatan dan agama), lingkungan sumberdaya perikanan dan laut serta pemukiman dan infrastruktur. Pengembangan aspek ekonomi penting untuk mengembangkan lapangan kerja dan berusaha serta meningkatkan pendapatan, adapun aspek sosial penting untuk meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dan iman dan taqwa (IMTAQ) serta sikap dan perilaku kualitas sumberdaya manusia (SDM). Aspek lingkungan penting untuk pelestarian sumberdaya pesisir dan laut, serta perbaikan pemukiman. Aspek infrastruktur ini dibutuhkan untuk memperlancar mobilitas pelaksanaan kegiatan ekonomi dan sosial. Keempat aspek tersebut (sosial, ekonomi, lingkungan, dan infrastruktur) harus ditunjang oleh kelembagaan sosial ekonomi yang kuat dan dikembangkan secara seimbang agar kesejahteraan dapat ditingkatkan secara optimal.

Keberhasilan dalam peningkatkan pendapatan (ekonomi) akan dipengaruhi oleh kegiatan usaha yang bisa dikembangkan dan permodalan yang dapat disediakan serta kondisi pasar yang mendukungnya. Keberhasilan kegiatan usaha itu sendiri akan dipengaruhi oleh kondisi sumberdaya laut dan pesisir yang ada, teknologi

(9)

yang tersedia serta kualitas SDM yang akan mengelolanya. Kualitas sumberdaya manusia yang dicirikan oleh perilaku, IMTAQ serta wawasan IPTEK, kondisinya sangat dipengaruhi oleh lingkungan, tingkat pendidikan, kesehatan dan agama serta adat dan budaya. Hal tersebut penting untuk diperhatikan dan dikembangkan dalam rangka pengembangan ekonomi yang meliputi manajemen usaha, kemitraan dan kelembagaan yang dikelolanya. Peran perbankan sangat diperlukan dalam proses pemberdayaan masyarakat terutama membantu mereka terhadap akses permodalan (Ismawan, 2005).

Dalam pelaksanaannya, program PEMP telah mengalami berbagai pengembangan model, namun demikian evaluasi dan analisis dampaknya hingga saat ini belum pernah dilaksanakan, sehingga eksistensinya sebagai sebuah program unggulan Departemen Kelautan dan Perikanan belum teruji secara utuh.

2.4 Pembangunan Wilayah

Kebijakan atau model pembangunan yang bersifat terpadu merupakan pilihan ideal untuk membangun wilayah atau kawasan masyarakat pesisir yang sekaligus diharapkan berimplikasi pada keefektifan mengatasi kemiskinan masyarakat nelayan. Kegiatan ini berlangsung dalam rangka pengelolaan sumberdaya yang dimiliki oleh daerah yang bersangkutan. Hasil dari pembangunan tercermin dari pendapatan kesejahteraan penduduknya. Agar dicapai pembangunan daerah yang optimal maka pembangunan harus dilaksanakan sesuai dengan sumberdaya yang ada di daerah (Kusnadi,2006).

Kebijakan pembangunan perikanan harus dijalankan secara integral dengan memadukan konsep kebijakan, manajemen, operasional, konservasi dan isu ekologi (Cowx and Schramm, 2006).

Dalam pelaksanaan Program PEMP, salah satu parameter keberhasilan ditujukkan dengan adanya multiplier effect terhadap pembangunan yang terkait satu sama lain seperti adanya pembangunan infrastruktur kelautan dan perikanan (dermaga, jalan, saluran tambak listrik dan saran sosial lainnya). Sedangkan dampak ekonomi yang ditimbulkan program adalah seperti tumbuh dan

(10)

berkembangnya kegiatan ekonomi pendukung seperti perdagangan saprodi, jasa kelautan dan lain-lain.

Ada dua pendekatan dalam mengidentifikasi kemiskinan yaitu, pertama menekankan pada pengertian subsistensi (subsistence poverty) dan kedua memahami kemiskinan dalam pengertian relatif (relative deprivation). Pengertian subsistensi adalah menganggap bahwa kemiskinan merupakan persoalan ketidakmampuan memperoleh tingkat penghasilan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pokok pangan, sandang dan beberapa kebutuhan pokok lainnya (Ismawan, 2003).

Kemiskinan relatif dapat ditunjukkan melalui indikator: (1) Deprivasi materiil (kurangnya pemenuhan kebutuhan dasar); (2) Isolasi dicerminkan oleh lokasi geografis maupun marjinalisasi rumah tangga miskin secara sosial politik; (3) alineasi, perasaan tidak punya identitas sehingga tidak ikut memanfaatkan program;, (4) Ketergantungan, yaitu kemerosotan kemampuan bargaining terhadap majikan; (5) Ketidak-mampuan karena tiadanya kebebasan memilih dalam produksi; (6) Kelangkaan aset; (7) Kerentanan terhadap guncangan eksternal dan internal; dan (8) Tidak adanya jaminan keamanan. Kemiskinan dapat menimbulkan masalah negatif yang dapat menimbulkan kerusakan peradapan seperti rasis, goncangan sistem kelas, sexism dan kriminalitas (Hall, 2006).

Menurut Direktorat Jenderal Kelautan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Departemen Kelautan dan Perikanan, tingkat pemanfaatan sumberdaya perikanan dan kelautan masih jauh dari tingkat optimal dan berkelanjutan. Terlebih lagi menurt Olsen (1993) sumberdaya pesisir yang bersifat open-access resurces mendorong setiap orang mengeksploitasi tanpa batas. Kondisi ini menyebabkan sumberdaya di wilayah pesisir mudah mengalami degradasi atau kerusakan. Fenomena kerusakan alam ini seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap sumberdaya di wilayah pesisir.

Untuk itu Departemen Kelautan dan Perikanan mengambil kebijakan maupun program pengamanan penyediaan bahan makanan bagi masyarakat dengan menyesuaikan terhadap kemampuan lingkungan secara optimal dan lestari. Salah satu Programnya adalah PEMP yang pelaksanaanya telah dimulai pada tahun 1999

(11)

sampai sekarang. Sasaran utama program ini adalah masyarakat pesisir yang miskin akibat dampak krisis ekonomi nasional yang berkepanjangan.

Selanjutnya Kusnadi (2006) menyatakan kebijakan atau model pembangunan yang bersifat terpadu merupakan pilihan ideal untuk membangun kawasan dan masyarakat pesisir yang sekaligus diharapkan berimplikasi pada keefektifan mengatasi kemiskinan disamping itu model pembangunan kawasan pesisir dan masyarakat nelayan secara terpadu yang melibatkan beberapa pelaku (multi stake holders)merupakan kebutuhan yang relevan untuk diterapkan

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini menunjukkan responden yang hipertensi memiliki kadar MDA yang lebih tinggi dibandingkan responden yang tidak hipertensi, dan diperoleh nilai p=0,200 (p>0,05)

Perbanyakan secara vegetatif dapat dilakukan dengan cara splitting (pemisahan anakan), pemotongan anak tanaman yang keluar dari batang (stek), dan pemotongan anak tanaman

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam

Populasi sasaran dalam penelitian ini adalah wanita usia reproduksi (15-49) yang memiliki anak di bawah usia lima tahun.. Unit pengamatan adalah seorang wanita usia reproduksi

Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Selatan sebelumnya bernama Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta II yang dibentuk berdasarkan Keputusan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kelompok wanita yang melakukan vaksinasi HPV sebanyak 76% memiliki pengetahuan tinggi, sedangkan pada kelompok wanita yang

Vokasi Kini: Masa Depan Dunia Film dan Penyiaran 10.30-11.00 Panduan Pembelajaran di TA 2020/2021 di Masa Pandemi COVID-19 (RR) Beranda Pak RT: PSBB dan Remaja Beranda Pak RT:

Parameter yang digunakan untuk membangkitkan suara gamelan full synthetic merupakan fitur-fitur sinyal antara lain: amplitudo, frekuensi dasar, frekuensi harmonisa,