• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Peraturan Perundang-Undangan Kementrian Kelautan Perikanan RI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Peraturan Perundang-Undangan Kementrian Kelautan Perikanan RI"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Peraturan Perundang-Undangan Kementrian Kelautan Perikanan RI Nomor 2 Tahun 2015

2.1.1 Isi Permen/KP/No 2

Peraturan menteri kelautan dan perikanan RI nomor 2/Permen-KP/2015 tentang larangan penggunaan alat penangkapan ikan pukat hela (trawls) dan pukat tarik (seine nets) di wilayah pengelolaan perikanan negara republik Indonesia.

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1. Alat Penangkapan ikan adalah sarana dan perlengkapan atau benda-benda lainnya yang dipergunakan untuk menangkap ikan.

2. Setiap orang adalah orang perseorangan atau korporasi.

3. Korporasi adalah kumpulan orang perseorangan dan/atau kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum.

4. Surat Izin Penangkapan Ikan, yang selanjutnya disingkat SIPI, adalah izin tertulis yang harus dimiliki setiap kapal perikanan untuk melakukan penangkapan ikan yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Izin Usaha Perikanan.

(2)

Pasal 2

Setiap orang dilarang menggunakan alat penangkapan ikan pukat hela (trawls) dan alat penangkapan ikan pukat tarik (seine nets) di seluruh Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.

Pasal 3

(1) Alat penangkapan ikan pukat hela (trawls) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 terdiri dari:

a. Pukat hela dasar (bottom trawls);

b. Pukat hela pertengahan (midwater trawls);

c. Pukat hela kembar berpapan (otter twin trawls); dan d. Pukat dorong.

(2) Pukat hela dasar (bottom trawls) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri dari:

a. Pukat hela dasar berpalang (beam trawls); b. Pukat hela dasar berpapan (otter trawls); c. Pukat hela dasar dua kapal (pair trawls); d. Nephrops trawls; dan

e. Pukat hela dasar udang (shrimp trawls), berupa pukat udang.

(3) Pukat hela pertengahan (midwater trawls), sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri dari:

a. Pukat hela pertengahan berpapan (otter trawls), berupa pukat ikan; b. Pukat hela pertengahan dua kapal (pair trawls); dan

(3)

Pasal 4

(1) Alat penangkapan ikan pukat tarik (seine nets) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 terdiri dari:

a. Pukat tarik pantai (beach seines); dan b. Pukat tarik berkapal (boat or vessel seines).

(2) Pukat tarik berkapal (boat or vessel seines) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri dari:

a. Dogol (danish seines); b. Scottish seines; c. Pair seines; d. Payang; e. Cantrang; dan f. Lampara dasar. Pasal 5

Pengkodean dan gambar alat penangkapan ikan pukat hela (trawls) dan alat penangkapan ikan pukat tarik (seine nets) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 6

SIPI dengan alat penangkapan ikan pukat hela (trawls) dan alat penangkapan ikan pukat tarik (seine nets) yang telah diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, masih tetap berlaku sampai dengan habis masa

(4)

Pasal 7

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, ketentuan mengenai penggunaan alat penangkapan ikan pukat hela (trawls) dan alat penangkapan ikan pukat tarik (seine nets) sebagaimana diatur dalam Pasal 23, Pasal 24 dan Lampiran Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.02/MEN/2011 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 43), sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 42/PERMEN-KP/2014 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1466) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 8

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Jenis alat penangkapan ikan pukat hela, 03.0.0: 1. Pukat hela dasar (Bottom Trawls), TB, 03.1.0:

a) Pukat hela dasar berpalang (Beam trawls), TBB, 03.1.1

Gambar 1. Pukat hela dasar berpalang b) Pukat hela dasar berpapan (Otter trawls), OTB, 03.1.2

(5)

Gambar 2. Pukat hela dasar berpapan (Otter trawls) c) Pukat hela dasar dua kapal (pair trawls), PTB, 03.1.3

Gambar 3. Pukat hela dasar dua kapal (pair trawls) d) Nephrops trawl (Nephrops trawl), TBN, 03.1.4

Gambar 4. Nephrops trawl (Nephrops trawls) e) Pukat hela dasar udang (Shrimp trawls), TBS, 03.1.5

(6)

2.2 Pendapatan Usaha Nelayan Perahu

Pendapatan merupakan salah satu unsur yang paling utama dari pembentukan laporan laba rugi dalam suatu perusahaan. Banyak yang masih bingung dalam penggunaan istilah pendapatan. Hal ini disebabkan pendapatan dapat diartikan sebagai revenue dan dapat juga diartikan sebagai income. Menurut Pendapatan adalah penghasilan yang timbul dari aktivitas perusahaan yang dikenal dengan sebutan yang berbeda seperti penjualan, penghasilan jasa (fees), bunga, deviden, royalti dan sewa.” Definisi tersebut memberikan pengertian yang berbeda dimana income memberikan pengertian pendapatan yang lebih luas, income meliputi pendapatan yang berasal dari kegiatan operasi normal perusahaan maupun yang berasal dari luar operasi normalnya. Sedangkan revenue merupakan penghasil dari penjualan produk, barang dagangan, jasa dan perolehan dari setiap transaksi yang terjadi. Tinggi rendahnya pendapatan seseorang tergantung pada faktor-faktor seperti umur, jenis kelamin, kemampuan, pendidikan dan pengalaman.

Menurut ahli ekonomi klasik, pendapatan ditentukan oleh kemampuan faktor–faktor produksi dalam menghasilkan barang dan jasa. Semakin besar kemampuan faktor–faktor produksi menghasilkan barang dan jasa , semakin besar pula pendapatan yang diciptakan.

Pendapatan usaha nelayan adalah selisih antara peneriamaan (TR) dan semua biaya (TC). Jadi Pd = TR – TC. Penerimaan usaha nelayan (TR) adalah perkalian antara produksi yang diperoleh (Y) dengan harga jual (Py). Biaya usaha nelayan biasanya diklasifikasikan menjadi dua yaitu biaya tetap (fixed cost) dan

(7)

biaya tidak tetap (variable cost). Biaya tetap (FC) adalah biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Biaya variabel (VC) adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh, contoh biaya untuk tenaga kerja. Total biaya (TC) adalah jumlah dari biaya tetap (FC) dan biaya variabel (VC), maka TC = FC + VC (Soekartawi, 2002).

Mayers dalam terjemahan Sitohang (1996), memandang pendapatan dari sisi efektifitas penggunaannya untuk memenuhi kebutuhan adalah “Pendapatan adalah nilai barang atau jasa tertentu pada akhir jangka tertentu yang mempunyai indikasi bahwa makna pendapatan bisa saja bergeser seiring dengan tingkat pengeluaran konsumsi masyarakat”.

Menurut Sukirno (2006) pendapatan adalah jumlah penghasilan yang diterima oleh penduduk atas prestasi kerjanya selama satu periode tertentu, baik harian, mingguan, bulanan atau tahunan. Dan ada beberapa macam pendapatan yaitu:

a. Pertama, pendapatan pribadi yaitu semua jenis pendapatan yang diperoleh tanpa memberikan sesuatu kegiatan apapun yang diterima penduduk suatu negara.

b. Kedua, pendapatan disposibel yaitu pendapatan pribadi dikurangi pajak yang harus dibayarkan oleh para penerima pendapatan, sisa pendapatan yang siap dibelanjakan inilah yang dinamakan pendapatan disposibel.

(8)

c. Ketiga, pendapatan nasional yaitu nilai seluruh barang-barang jadi dan jasa-jasa yang diproduksi oleh suatu negara dalam satu tahun.

Menurut Sobri (1999) pendapatan disposibel adalah suatu jenis penghasilan yang diperoleh seseorang yang siap untuk dibelanjakan atau dikonsumsikan. Besarnya pendapatan disposibel yaitu pendapatan yang diterima dikurangi dengan pajak langsung (pajak perseorangan) seperti pajak penghasilan.

Menurut teori Milton Friedman bahwa pendapatan masyarakat dapat digolongkan menjadi dua, yaitu pendapatan permanen dan pendapatan sementara. Pendapatan permanen dapat diartikan yaitu:

a. Pertama, pendapatan yang selalu diterima pada periode tertentu dan dapat diperkirakan sebelumnya, sebagai contoh adalah pendapatan, upah, dan gaji. b. Kedua, pendapatan yang diperoleh dan hasil semua faktor yang menentukan

kekayaan seseorang.

Pendapatan menekan pada perwujudan balas jasa dari partisipasi seseorang dalam satu kegiatan produksi dimana tergambar pada sumbangan faktor-faktor produksi atas nilai tambah (value added) pada tingkat out put tertentu. Nilai tambah inilah yang merupakan pokok utama dari balas jasa yang selanjutnya disebut pendapatan. Pendapatan tersebut dipilih menurut jangka waktu tertentu sehingga arti praktisnya nampak, misalnya satu bulan, dan lain sebagainya.

Tingkat pendapatan rumah tangga tergantung kepada jenis-jenis kegiatan yang dilakukan. Jenis kegiatan yang mengikut serta kan modal atau keterampilan

(9)

mempunyai produktivitas tenaga kerja lebih tinggi, yang pada akhirnya mampu memberikan pendapatan yang lebih besar, (Winardi, 1988).

2.3 Produksi Nelayan

Suatu kegiatan yang dikerjakan untuk menambah nilai guna suatu benda atau menciptakan benda baru sehingga lebih bermanfaat dalam memenuhi kebutuhan. Kegiatan menambah daya guna suatu benda tanpa mengubah bentuknya dinamakan produksi jasa. Sedangkan kegiatan menambah daya guna suatu benda dengan mengubah sifat dan bentuknya dinamakan produksi barang.Produksi bertujuan untuk memenuhi kebutuhan manusia untuk mencapai kemakmuran. Kemakmuran dapat tercapai jika tersedia barang dan jasa dalam jumlah yang mencukupi. Orang atau perusahaan yang menjalankan suatu proses produksi disebut Produsen.

Teori produksi yang sederhana menggambarkan tentang hubungan di antara tingkat produksi suatu barang dengan jumlah tenaga kerja yang digunakan untuk menghasilkan berbagai tingkat produksi barang tersebut. Dalam analisis tersebut dimisalkan bahwa faktor-faktor produksi lainnya adalah tetap jumlahnya, yaitu modal dan tanah jumlahnya dianggap tidak mengalami perubahan. Juga teknologi dianggap tidak mengalami perubahan. Satu-satunya faktor produksi yang dapat diubah jumlahnya adalah tenaga kerja (Sukirno, 2004).

2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan

Masyarakat nelayan yang sampai saat ini masih merupakan tema yang sangat menarik untuk didiskusikan. Membicarakan nelayan hampir pasti isu yang

(10)

selalu muncul adalah masyarakat yang marjinal, miskin dan menjadi sasaran eksploitasi penguasa baik secara ekonomi maupun secara politik.

Nelayan orang yang melakukan penangkapan (budidaya) di laut dan di tempat yang masih dipengaruhi pasang surut (Tarigan, 2000). Jadi bila ada yang menangkap ikan di tempat budidaya ikan seperti tambak, kolam ikan, danau, sungai tidak termasuk nelayan. Selanjutnya, menurut Tarigan (2000), berdasarkan pendapatnya, nelayan dapat dibagi menjadi :

a. Nelayan tetap atau nelayan penuh, yakni nelayan yang pendapatan seluruhnya berasal dari perikanan.

b. Nelayan sambil utama, yakni nelayan yang sebagian besar pendapatannya berasal dari perikanan.

c. Nelayan sambilan tambahan, yakni nelayan yang sebagian kecil pendapatannya berasal dari perikanan.

d. Nelayan musiman, yakni orang yang dalam musim-musim tertentu saja aktif sebagai nelayan.

Rendahnya kualitas sumber daya manusia masyarakat nelayan yang terefleksi dalam bentuk kemiskinan sangat erat kaitannya dengan faktor internal dan eksternal masyarakat. Faktor internal misalnya pertumbuhan penduduk yang cepat, kurang berani mengambil resiko, cepat puas dan kebiasaan lain yang tidak mengandung modernisasi. Selain itu kelemahan modal usaha dari nelayan sangat dipengaruhi oleh pola piker nelayan itu sendiri. Faktor eksternal yang mengakibatkan kemiskinan rumah tangga nelayan lapisan bawah antara lain proses produksi didominasi oleh toke pemilik perahu atau modal dan sifat

(11)

pemasaran produksi hanya dikuasai kelompok dalam bentuk pasar monopsoni (Kusnadi, 2003).

Ada 3 (tiga) faktor yang mempengaruhi peningkatan pendapatan nelayan dan diuraikan sebagai berikut :

1. Teknologi

Teknologi dan kendalanya. Peralatan yang digunakan oleh nelayan dalam penangkapan ikan (produksi) adalah perahu tanpa mesin atau perahu dengan mesin yang kecil (motorisasi), jaring dan pancing.

Peralatan/ modal nelayan adalah nilai daripada peralatan yang digunakan seperti :

a. Harga perahu, apakah mempergunakan mesin atau tidak yang dimiliki nelayan.

b. Harga dari peralatan penangkapan ikan misalnya jaring, pancing, dan lain-lain. c. Bahan makanan yang dibawa melaut dan yang ditinggalkan di rumah. Ini

semua adalah merupakan input bagi nelayan dalam melaut (menangkap ikan). Tenaga kerja, banyak atau sedikit tenaga kerja yang digunakan dalam melaut (menangkap ikan), digaji atau tidak tenaga tersebut atau bagi hasil, atau keluarga misalnya istri, anak (keluarga) sehingga tidak dibayar gajinya.

2. Sosial Ekonomi

a) Umur, seseorang yang telah berumur 15 tahun ke atas baru disebut nelayan, dibawah umur tersebut walaupun ia turut melaut tidak disebut sebagai nelayan.

(12)

b) Pendidikan, biasanya sebelum menjadi nelayan pada umumnya mereka telah menempuh pendidikan, misalnya : sampai tingkat SMA, SMP, SD atau tidak menempuh pendidikan sama sekali.

c) Pengalaman, apabila seseorang yang dianggap nelayan yang telah berumur 15 tahun sampai 30 tahun, diatas 30 tahun telah dianggap sebagai nelayan yang berpengalaman (pawing). Hal ini juga merupakan kategori atau klasifikasi untuk menentukan banyaknya jumlah tangkapan ikan dilaut.

d) Peralatan, apakah nelayan itu mempunyai peralatan sendiri dalam melaut dan menangkap ikan atau tidak, jadi apabila ia tidak memiliki peralatan sendiri dan hanya menerima gaji maka dikatakanlah ia buruh nelayan.

e) Anggota organisasi atau tidak anggota, apakah nelayan tersebut menjadi anggota organisasi atau tidak, dalam hal ini KUD (Koperasi Unit Desa), disini dimaksud KUD adalah KUD nelayan yang tujuannya adalah untuk kelompok nelayan dan menydiakan peralatan dan keperluan nelayan, sehingga apabila nelayan itu menjadi anggotanya maka nelayan itu memperoleh kemudahan dan kemurahan dalam melaksanakan usahanya yaitu nelayan.

f) Musim,musim sangat berpengaruh kepada keadaan kehidupan nelayan yaitu musim barat dan musim timur. Dalam 1 tahun ada 2 musim yaitu musim timur dari bulan Maret sampai awal Agustus keadaan pasang tidak terlampau tinggi, arus tidak terlampau deras, gelombang tidak terlampau besar jadi sedang-sedang saja. Pada musim inilah nelayan banyak mendapat ikan. Pada musim barat, biasanya dari akhir Agustus sampai awal Maret, umumnya gelombang besar, pasang tinggi, arus deras, curah hujan selalu terjadi, dipuncaknya apa

(13)

yang disebut pasang Perdani, yaitu pasang paling besar/tinggi pada satu kali setahun. Keadaan ini pada umummnya nelayan sangat jarang ke laut karena takut bahaya, jadi produksi sedikit dan biasanya harga ikan akan tinggi. Disamping kedua musim dalam satu kali setahun tadi ada lagi pengaruh musim bulanan yaitu pada bulan purnama dan pada bulan gelap. Pada bulan purnama atau terang arus akan deras dan pasang akan tinggi. Sebaliknya pada bulan gelap, gelombang akan kecil, arus tidak bergerak yang disebut dengan istilah pasang mati. Pada kedua keadaan ini nelayan akan kurang mendapat ikan, dan harga ikan akan tinggi apalagi pada musim barat keadaan ini umumnya nelayan tidak akan turun melaut, kalaupun turun melaut hanya dipingir-pinggir saja. Oleh sebab itu nelayan yang turun kelaut dan mempunyai harapan penangkapan banyak yaitu pada keadaan laut yang normal yaitu pada waktu pasang tidak terlampau besar, arus tidak terlampau deras, jadi lebih kurang yaitu pada tanggal 7, 8, 9 selanjutnya 10, 11, 12, 13 sudah mulai kurang sampai tanggal 17 dan tanggal 18, 19, 20 dan tanggal 21 sudah mulai kurang sampai tanggal 22, 23, 24 dan tanggal 25 sampai tanggal 26, 27, 28 dan 29 sudah mulai kurang pasang mati. Jadi pada tanggal 15 pada bulan purnama tidak akan kelaut, demikian juga pada tanggal 30 bulan gelap, karena pasang mati, sedangkan pada tanggal 8 dan 22 pasang akan mati pada saat ini nelayan tidak akan melaut. Bulan dihitung tidak menurut matahari tetapi menurut perputaran bulan.

(14)

3. Tata Niaga

Ikan adalah komoditi yang mudah rusak dan busuk, jadi penyampaiannya dari produsen (nelayan) kepada konsumen harus cepat agar kualitasnya atau kondisinya tidak rusak atau busuk kalau ikan itu tidak diolah. Kondisi atau keadaan ikan ini sangat berpengaruh kepada harga ikan, demikian juga nilai gizinya. Jadi dalam hal ini dilihat nilai efisiensi dari penggunaan tata niaga perikanan tersebut, dari produsen ke konsumen berarti semakin baik dan semakin efisien tata niaganya dan kriterianya adalah sebagai berikut :

Panjang atau pendek saluran distribusi yang dilalui oleh hasil produksi dalam hal ini ikan (karena tangkapan) dari nelayan (produsen/ sampai ke konsumen akhir agar jangan sampai rusak).

Banyak atau sedikit dari jumlah pos-posyang terdapat padasaluran distribusi tersebut. Apabila banyak mengakibatkan panjangnya (jauhnya) jarak antara produsen dan konsumen sedangkan kalau pendek (dekat) jarak antara produsen dan konsumen akhir yang artinya makin efisien.

Menambah keuntungan atau tidak yaitu setiap pos saluran distribusi tersebut apakah menambah keuntungan atau tidakbagi nelayan. Dalam hal ini kita bandingkan dari kemungkinan-kemungkinan yang ada dan meneliti apakah ada korelasi antara hal-hal di atas, apakah ke tiga hal di atas tadi akan menambah atau memperbesar pendapatan nelayan. Meningkatnya tangkapan ikan nelayan berarti meningkatnya kesejahteraan nelayan tersebut. Demikian juga hal tersebut menunjang program pemerintah yaitu pengentasan kemiskinan

.

(15)

2.4.1 Biaya Produksi

Modal ada dua macam, yaitu modal tetap dan modal bergerak. Modal tetap diterjemahkan menjadi biaya produksi melalui deprecition cost dan bunga modal. Modal bergerak langsung menjadi biaya produksi dengan besarnya biaya itu sama dengan nilai modal yang bergerak.

Setiap produksi sub sektor perikanan dipengaruhi oleh faktor produksi modal kerja. Makin tinggi modal kerja per unit usaha yang digunakan maka diharapkan produksi ikan akan lebih baik, usaha tersebut dinamakan padat modal atau makin intensif.

Sebagian dari modal yang dimiliki oleh nelayan digunakan sebagai biaya produksi atau biaya operasi, yaitu penyediaan input produksi (sarana produksi), biaya operasi dan biaya-biaya lainnya dalam suatu usaha kegiatan nelayan. Biaya produksi atau biaya operasi nelayan biasanya diperoleh dari kelompok nelayan kaya ataupun pemiliki modal (toke), karena adanyahubungan pinjam meminjam uang sebagai modal kerja dimana pada musim panen, hasil tangkapan (produksi) ikan nelayan digunakan untuk membayar seluruh pinjaman utang, dan tingkat harga ikan biasanya ditentukan oleh pemilik modal.

Total biaya diklasifikasikan menjadi dua yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variabel cost). Biaya tetap (FC) adalah biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun hasil tangkapan ikan/ produksi yang diperoleh banyak atau sedikit.Biaya variabel (VC) adalahbiaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh hasil tangkapan ikan/ produksi yang diperoleh,

(16)

tetap (FC) dan biaya variabel (VC), maka TC = FC + VC (Rahardja, Manurung, 2006).

2.5 Modal Usaha

Tangkahan adalah pelabuhan perikanan yang dikelola swasta yang memberikan pelayanan yang lebih dibandingkan pelabuhan perikanan yang dikelola pemerintah. Hal tersebut dapat dilihat dari tangkahan yang terus beroperasi bahkan tangkahan yang ada di Kota Sibolga semakin lama semakin meningkat, dimana saat ini sudah terdapat 46 unit tangkahan (Zain, 2002).

Letak tangkahan ini sering berada di sekitar wilayah pengelolaan pelabuhan perikanan milik pemerintah, sehingga tangkahan ini diduga mengganggu kegiatan pengoperasian pelabuhan perikanan dan sekitarnya karena fasilitas yang ada di tangkahan hampir sama fungsinya dengan yang ada di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Sibolga (Zain, 2002).

Pemilik tangkahan membutuhkan tenaga kerja untukmenjalankan kegiatannya baik sebagai anak buah kapal (ABK), pembongkar hasil tangkapan, pengolah hasil tangkapan, penyedia kebutuhan melaut, maupun pendistribusi hasil tangkapan. Secara langsung tangkahan turut menyediakan lapangan kerja bagi penduduk di sekitarnya namun alokasi/pendistribusian tenaga kerja yang dibutuhkan belum diketahui secara jelas.

Dalam hal pengoperasian tangkahan, dibutuhkan pembiayaan pembiayaan agar kegiatan di tangkahan berjalan sesuai dengan keinginan pemiliknya. Biaya-biaya yang dikeluarkan ini berdasarkan penelitian awal diketahui sebagai upah

(17)

tenaga kerja, biaya perawatan fasilitas, pajak, retribusi kepada pemerintah karena ada bangunan dan aktivitas perikanan tangkap didalamnya dan biaya-biaya lain. Besarnya biaya dan tujuan pemanfaatan biaya ini belum diketahui secara pasti.

Pengusaha penangkapan pada tangkahan memiliki keunggulan sendiri bila dibandingkan dengan pengusaha perikanan yang beroperasi di pelabuhan perikanan. Pengusaha penangkapan di tangkahan mengatur dirinya sendiri tanpa terikat dengan peraturan-peraturan yang ada di pelabuhan perikanan. Kelemahannya yang paling mendasar adalah baik pemerintah pusat maupun daerah tidak mungkin mampu mengontrol tangkahan (Pane, 2009) .

2.6 Penelitian Terdahulu

Nanik (2015) dalam penelitiannya yang berjudul “Dampak Sosial dan Ekonomi Atas Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2/PERMEN-KP/2015 (Studi Kasus Kecamatan Juwana Kabupaten Pati )” menyatakan bahwa dengan diberlakukannya PERMEN KP No 2 berdampak : (1) sosial: pengangguran meningkat, kesejahteraan masyarakat nelayan menurun dan tingginya kejahatan, (2) ekonomi : penurunan hasil tangkap, penghasilan turun, dengan kondisi ekonomi nelayan : meliburkan diri(30%),beralih ke usaha lain(40%), dan serabutan pangkalan ikan (30%).

Ikbar (2015) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisa Peraturan Mentri Kelautan dan Perikanan Nomor 2 Tahun 2015” menyatakan bahwa terlihat 2 kepentingan yang saling bertubrukan, dimana pemerintah ingin melaksanakan pembangunan perikanan berkelanjutan dengan menjaga populasi ikan, disisi lain

(18)

banyak masyarakat nelayan yang bertumpu pada penggunaan alat cantrang dan ingin terus menggunakan alat tersebut untuk memenuhi kebutuhan ekonominya.

Baso (2015) dengan judul penelitiannya “Analisis Kebijakan Kepmen KKP Nomor 2 tahun 2015 Tentang Larangan Pemakaian Trawl dan Pukat Tarik di WPP Indonesia” menyatakan bahwa para nelayan mengakui bahwa hasil tangkapan dengan cantrang jonggrang memberi kontribusi yang cukup besar dan selama ini menjadi andalan nelayan. Jika peraturan ini diberlakukan sudah dipastikan penghasilan mereka para nelayan jauh sangat berkurang dari biasanya.( tvrijatim.com ). Kebijakan itu juga berpotensi melumpuhkan mata pencaharian 3 ribu nelayan, dan 500 pedagang ikan di Kota Probolinggo. Bahkan sekitar 180 unit kapal motor nelayan terancam mangkrak. Di sisi lain, kebijakan itu juga mengancam lapangan pekerjaan bagi 8 juta nelayan di 22 kota/kabupaten se-Jawa Timur. 2.9 Kerangka Konseptual Gambar 2.8.1 Kerangka konseptual Produksi (Y) Iklim (X4) Modal (X1) Tenaga Kerja (X2) Lama Melaut (X3) Sebelum Permen-KP No 2 Tahun 2015 Sesudah Permen-KP No 2 Tahun 2015

(19)

2.10 Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran konseptual diatas dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut :

1) Variabel modal, tenaga kerja, lama melaut dan iklim berdampak positif terhadap produksi dan pendapatan nelayan

2) Terdapat perbedaan hasil produksi dan pendapatan nelayan sebelum dan sesudah Permen-KP No 2 Tahun 2015

Gambar

Gambar 2. Pukat hela dasar berpapan (Otter trawls)  c)  Pukat hela dasar dua kapal (pair trawls), PTB, 03.1.3

Referensi

Dokumen terkait

(2001) adalah: (1) Mengadakan seminar sehari tentang antraks dan talk show di TVRI mengenai antraks dan dampaknya pada manusia dengan fasilitator Pusat

plutonium-239, uranium-233, uranium yang diperkaya dalam uranium-235 atau uranium- 233, zat yang mengandung satu atau lebih isotop tersebut di atas, bahan fisil

Arok sebagai seorang yang berstatus sosial rendah, sedangkan pada novelnya ia berperan sebagai seorang yang berstatus sosial tinggi. Berikut kutipan pada naskah drama

Pada intinya, perubahan sosial (mata pencaharian) menjadi barometer perubahan persepsi dan tinggi rendahnya tingkat partisipasi masyarakat untuk konservasi

Teknik pengambilan sampel penelitian dilakukan dengan cara purposive sampling. Subjek penelitian adalah Karyawan yang terkena PHK dan subjek tersebut mampu bangkit dari

Analisis nilai indikator pengganda model I-O jenis terbuka , diketahui sepuluh sektor-sektor ekonomi dengan pengganda output tertinggi, iaitu ke-1 sektor industri

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penerapan activity based costing dan target costing dalam meningkatkan laba dengan just in time sebagai variabel moderating pada

Pekerjaan Penanganan Longsoran Pada Jalan Tol Jakarta Cikampek Tahun 2017. Sehubungan dengan kegiatan E-Lelang Terbatas pekerjaan penanganan Longsoran