• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI KARAKTERISTIK GEOLOGI DALAM PERENCANAAN DAN PENENTUAN LOKASI BANGUNAN PELIMPAH DARURAT DI WADUK JATIGEDE, SUMEDANG, JAWA BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STUDI KARAKTERISTIK GEOLOGI DALAM PERENCANAAN DAN PENENTUAN LOKASI BANGUNAN PELIMPAH DARURAT DI WADUK JATIGEDE, SUMEDANG, JAWA BARAT"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

M1P-03

STUDI KARAKTERISTIK GEOLOGI DALAM PERENCANAAN DAN

PENENTUAN LOKASI BANGUNAN PELIMPAH DARURAT DI

WADUK JATIGEDE, SUMEDANG, JAWA BARAT

Gusti Warman1, I Gde Budi Indrawan1, Dwi Agus Kuncoro2

1

Jurusan Teknik Geologi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia

2

BBWS Cimanuk-Cisanggarung, Jawa Barat, Indonesia Diterima 21 Oktober 2014

Abstrak

Suatu konstruksi bendungan dikatakan baik apabila mampu dan stabil dalam menahan laju air kolam waduk, sehingga pada suatu kondisi tertentu yang mana laju air kolam waduk tersebut mencapai batas maksimal dibutuhkan suatu bangunan pelimpah cadangan (disamping adanya bangunan pelimpah utama) yang dapat difungsikan pada suatu waktu, yakni suatu bangunan pelimpah darurat atau yang lebih dikenal dengan emergency spillway. Terdapat dua alternatif utama lokasi pembangunan pelimpah darurat di Waduk Jatigede, yakni rencana pelimpah darurat kiri (sebelah barat bendungan utama) dan pelimpah darurat kanan (sebelah timur bendungan utama), dimana masing-masing pelimpah darurat alternatif memiliki karakterististik geologi tertentu. Lokasi perencanan pembangunan pelimpah darurat kedua alternatif secara umum berada pada areal dengan morfologi tinggian bergelombang lemah hingga sedang ke arah lembah menuju aliran Sungai Cimanuk. Litologi pada pelimpah darurat kiri didominasi oleh breksi tuff dan perselingan batupasir-batulempung tufan dari Formasi Breksi Terlipat, sedangkan pelimpah darurat kanan didominasi breksi vulkanik dari Formasi Halang Bawah. Kedua lokasi berada pada Zona Sesar Baru Jatigede yang melewati lembah alur Sungai Cimanuk. Sesar besar lain seperti halnya Sesar Eretan, Sesar Cipining, Sesar Cikandang, dan Sesar Pejagan juga mempengaruhi perencanaan konstruksi bangunan tersebut. Dari segi kerentanan tanah, pada zona pelimpah darurat kanan sangat rawan terjadi gerakan tanah sehingga banyak diperkuat dengan bronjong dan geogrid. Berdasarkan data morfologi, litologi, struktur geologi, dan tingkat kerentanan tanah, bangunan pelimpah darurat diusulkan untuk dibangun di sebelah kiri dari bendungan utama.

Kata kunci: Bangunan Pelimpah Darurat, Karakteristik Geologi.

Pendahuluan

Alam merupakan suatu siklus yang berproses, pada suatu kondisi tertentu sangat sulit untuk memperkirakan suatu peristiwa geologi terjadi, namun di sisi lain gejala tersebut masih dapat diprediksi dan ditanggulangi dengan solusi efektif yang telah dirancang dan dibangun sebelumnya.

Data Hidrologi dari Kementerian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Sumberdaya Air oleh PT. Indra Karya Consulting Engineer pada tahun 2013 menunjukkan bahwa fluktuasi debit air di Sungai Cimanuk yang tercatat di Bendung Rentang mencapai Qmax = 1.004 m3/det; Qmin = 4 m3/det, dengan Ratio = 251. Ini menunjukkan bahwa debit di sungai Cimanuk tersebut sangatlah besar dan dengan ratio yang cukup besar pula, sulit untuk memperkirakan terjadinya kelimpahan pada suatu waktu. Pada tingkat curah hujan juga menunjukkan angka yang sangat fluktuatif dan sulit untuk diprediksi, data curah hujan harian dapat mencapai mencapai 180,8 mm yang mana rerata perbulannya maksimal hanya 21,23 mm (Sinohydro, 2013).

Di sisi lain perubahan aliran hujan kadang kala di luar estimasi data yang tercatat, bahkan melebihi dugaan yang telah diperkirakan sebelumnya. Data yang telah dirangkum

(2)

oleh Kementerian Pekerjaan Umum tahun 2013 menunjukkan debit banjir pada bangunan pelimpah utama dengan 4 pintu pengeluaran mencapai 11.000 m3/detik, sangat sulit nantinya memastikan apakah 4 pintu tersebut bekerja secara maksimal pada saat terjadinya limpahan besar oleh karena perubahan aliran hujan. Oleh sebab itu dibutuhkan adanya suatu bangunan pelimpah tambahan untuk dapat mengantisipasi limpahan yang cukup besar pada suatu waktu dan untuk mengurangi risiko bencana yang ditimbulkannya.

Suatu konstruksi bendungan dikatakan baik apabila mampu dan stabil dalam menahan laju air kolam waduk, sehingga pada suatu kondisi tertentu yang mana laju air kolam waduk tersebut mencapai batas maksimal dibutuhkan suatu bangunan pelimpah cadangan (disamping adanya bangunan pelimpah utama) yang dapat difungsikan pada suatu waktu, yakni suatu bangunan pelimpah darurat atau yang lebih dikenal dengan emergency

spillway. Bangunan pelimpah darurat merupakan suatu bangunan pelimpah tambahan yang

beroperasi apabila terjadi banjir luar biasa sedangkan pintu air bangunan air pelimpah utama atau pintu air bangunan pengeluaran tidak dapat dibuka atau tidak dapat beroperasi secara penuh (Soedibyo, 2003).

Untuk menunjang pembangunan tersebut, diperlukan berbagai data dan informasi, salah satunya adalah data dan informasi geologi. Kondisi dan karakteristik geologi pada suatu lokasi merupakan aspek penting yang sangat mempengaruhi tingkat kestabilan suatu konstruksi. Data geologi nantinya dapat memberikan informasi mengenai kekuatan serta karakteristik lapisan tanah/batuan yang berguna di dalam perencanaan dan penataan ruang. Selain itu itu data geologi akan sangat membantu dalam pemeliharaan dan mengevaluasi suatu perencanaan konstruksi teknik terkhusunya untuk pembangunan pelimpah darurat (emergency spillway) pada Bendungan Jatigede, Sumedang, Jawa Barat.

Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian berada pada Daerah Aliran Sungai Cimanuk-Cisanggarung di areal pembangunan Waduk Jatigede (Gambar 1.) yang meliputi dua wilayah desa, yakni Desa Pajagan dan Desa Cijeungjing, Kecamatan Jatigede, Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat. Tepatnya berada sejauh 2 km kearah barat dan 2 km ke arah timur dari bendungan utama, tentunya dengan tujuan mengidentifikasi lokasi ideal pembangunan pelimpah darurat berdasararkan karakteristik geologinya.

Metodologi Penelitian

Metodologi penelitian yang digunakan yakni metode penelitian lapangan dengan mengidentifikasi sifat dan karakteristik geologi yang ada secara langsung pada lokasi pengamatan. Sifat dan karakteristik ini kemudian saling dihubungkan antara satu lokasi dengan lokasi lainnya sehingga nantinya dihasilkan kondisi yang cocok dan cukup ideal secara geologi untuk dibangunnnya bangunan pelimpah darurat (emergency spillway). Selain itu, untuk memperkuat hasil kajian awal dari lapangan ini juga disajikan pustaka dan peneliti terdahulu mengenai lokasi bendungan jatigede.

Geologi Regional

Geomorfologi regional

Menurut Van Bemmelem (1949) daerah Sumedang terletak pada zona Bogor bagian timur yang membentang dari barat ke timur, yaitu mulai dari Rangkasbitung, Bogor, Subang, Sumedang, dan berakhir di Bumiayu dengan panjang ±40 km. Zona Bogor merupakan daerah antiklinorium dengan arah sumbu lipatan barat-timur. Antiklinorium ini berbentuk cembung ke arah utara.

(3)

Stratigrafi regional

Berdasarkan Peta Geologi Regional Lembar Arjawinangun, Jawa (Djuri,1995) Skala 1 : 100.000 Edisi ke 2 (Gambar 2), urutan stratigrafi regional terdiri dari beberapa satuan batuan antara lain dari tua ke muda yakni, Formasi Cinambo yang terdiri dari Anggota Batupasir (Tomcl) dan Anggota Serpih (Tomcu) berumur Oligosen atas sampai Oligo-Miosen. Selanjutnya diendapkan secara tidak selaras Formasi Halang yang terdiri dari Anggota Breksi Volkanik (Tmhl) dan Anggota Batulempung (Tmhu) berumur Miosen bawah sampai Miosen atas. Selanjutnya secara tidak selaras pula diendapkan Formasi Breksi Terlipat, Breksi Gunung api bersifat Andesitis (Qob) berumur Quarter Bawah. Setelah itu diendapkan pula Formasi Batuan Volkanik Muda (Qvu) berumur Quarter Tengah. Dan paling akhir aktivitas geologi paling muda adalah endapan sekarang yaitu berupa Endapan Resen, yang terdiri dari Aluvial dan Talus deposit berumur Resen.

Struktur geologi regional

Berdasarkan Peta Geologi Regional Lembar Arjawinangun Skala 1 : 100.000 (Gambar 2), Batuan-batuan miosen dan pliosen dilipat dalam antiklinorium dengan arah barat-barat laut. Ini merupakan bagian dari struktur keseluruhan (regional) yang memanjang di Lembar Arjawinangun. Struktur yang lebih muda lebih bersifat setempat. Di baratdaya Majalengka sebuah lempeng struktur klastika kasar berumur pliosen terletak secara tidak selaras diatas tumpukan batuan Mio-pliosen yang terlipat.

Penelitian terkait struktur geologi yang dilakukan oleh Anwar Makmur, dkk (2011 dalam Anwar Makmur, 2013) di daerah lokasi bendungan Jatigede menyatakan bahwa lokasi penelitian merupakan daerah yang mempunyai sejarah tektonik cukup intensif. Daerah palung sungai Cimanuk di As bendungan jatigede terdapat sesar cukup besar yang berarah hampir utara – selatan. Arah tersebut memotong As bendungan dan tentunya berpengaruh terhadap konstruksi secara keseluruhan.

Pembahasan

Geomorfologi

Secara umum, lokasi pembangunan bendungan jatigede termasuk ke dalam bentang alam perbukitan struktural. Perbukitan struktural ini sangat jelas terlihat pada bentukan morfologi berupa triangulat facet dan gawir sesar di sepanjang perbukitan di bagian barat dari pembangunan bendungan jatigede. Tentunya lokasi pembangunan bendungan sendiri merupakan bagian dari bentang alam tersebut. Secara lebih detail, akan direncanakan pembangunan pelimpah darurat tentunya harus mengidentifikasi terlebih dahulu bagaimanan kondisi morfologi yang cukup ideal untuk lokasi pembangunannya. Di sekitar areal as bendungan jatigede merupakan suatu suatu perbukiatan yang dilalui oleh aliran sungai Cimanuk yang mengalir dari arah selatan menuju utara. Perbukitan ini cenderung memiliki relief bervariasi dari landai hingga dengan terjal. Pada lokasi di bagian barat dari bendungan utama sendiri memiliki ciri khas perbukitan bergelombang dengan tipikal relief lemah hingga landai sedang (50 – 150). Topografi ini sendiri dilihat dari arah kemenerusannya menuju sungai utama, yang mana nantinya menjadi jalan aliran limpahan air dari bangunan pelimpah itu sendiri. Dibandingkan dengan areal lokasi di bagian timur dari bendungan utama, morfologi perbukitannya cenderung memiliki memiliki relief sedang hingga terjal (100 - 300). Bentukan relief topografi yang relatif lebih besar ini tentunya sangat berpengaruh terhadap aktivitas erosi dari limpahan air nantinya. Namun pada bagian timur ini memiliki tingkat kelurusan menuju sungai utama yang relatif lurus dibandingkan dengan areal di bagian barat yang cenderung agak berkelok. Besarnya relief topografi dan tingkat kelurusan lembah memiliki pengaruh terhadap aktivitas erosi.

(4)

Semakin curam relief topografi semakin besar kemungkinan terjadinya erosi sehingga aliran air nantinya akan semakin cepat. Bangunan pelimpah darurat (emergency spillway) pada dasarnya dirancang pada topografi dengan relief berlereng lemah sampai dengan sedang dan juga dengan tingkat kelurusan lembah yang menuju hilir sungai utama dominan lurus (tidak berkelok).

Litologi

Batupasir-batuserpih dari Formasi Cinambo (Tomcl dan Tomcu)

Secara umum Formasi Cinambo sendiri terdiri dari 2 (dua) Anggota, yaitu Anggota Batupasir (Greywacke, Batupasir gampingan, Tuf, Lempung, Lanau) dan Anggota Serpih (serpih dengan selingan batupasir dan batugamping, batupasir gampingan, batupasir tufaan) (Gambar 6a-b). Pada lokasi areal penelitian sendiri litologi yang umum dijumpai yakni berupa perlapisan batupasir gampingan berseling dengan serpih dan batupasir tufaaan. Di daerah Jatigede litologi ini tersingkap terutama di bagian upstream dari Bendungan. Kenampakan fisik batuan ini yakni memiliki perlapisan tebal berwarna abu-abu dengan sisipan serpih dan lempung tipis berwarna kehitam-hitaman. Batuan ini memiliki kenampakan yang rekah-rekah dan terdapat banyak retakan. Disamping itu batuan ini juga tergolong agak lapuk.

Breksi Volkanik dari Formasi Halang bawah (Tmhl)

Batuan ini tersingkap pada daerah lokasi bendungan utama. Breksi volkanik ini bersifat andesit dan basalt (Gambar 7a), selain itu juga ditemukan adanya sisipan tuff, lempung, beserta konglomerat khususnya pada bagian downstream dari bendungan. Kenampakan fisik dari batuan ini menunjukkan fragmen-fragmen kerikil hingga bongkah yang umumnya berupa andesit berwarna hitam dengan matriks batupasir berwarna abu-abu. Batuan ini sebagian besar telah retak-retak khususnya pada bagian hilir bendungan. Breksi volkanik pada dasarnya merupakan batuan yang kompak dan sulit untuk dihancurkan, namun apabila batuan ini telah mengalami tingkat pelapukan yang dominan dan sebagian besar permukaan batuannya mengalami retakan sehingga fragmen batuannya menjadi mudah lepas, tentunya ini menjadi pemicu ketidakstabilan pada batuan itu sendiri (longsor). Breksi volkanik ini lebih umum dijumpai pada tapak bendungan hingga bagian sebelah timur dari bendungan itu sendiri.

Batulempung dari Formasi Halang Bagian Atas (Tmhu)

Batuan ini hanya tersingkap setempat-setempat khusunya pada bagian downstream dari bendungan baik di timur ataupun barat dari aliran sungai Cimanuk. Kenampakan fisik batuan ini memiliki warna abu-abu, lunak, dan rekah-rekah (Gambar 7b). Pada umumnya batulempung (claystone) walaupun dalam kondisi batuan segar (fresh) dikatagorikan dalam batuan lunak (soft rock). Semua batulempung dalam berbagai kondisi (segar ataupun lapuk) mempunyai kecenderungan untuk membentuk rekahan (cracks) pada bidang permukaan yang kontak dengan udara dan air. Suatu siklus kering – basah – kering dalam skala waktu beberapa jam sampai dengan hari, batulempung akan segera terurai (disintegrated soon). Kandungan mineral batulempung seperti: kaolinite, montmorilonite dan illite, pada umumnya mempunyai sifat-sifat kembang susut, karena strukturnya mempunyai ikatan antar kisi-kisi sangat lemah, sehingga mudah sekali diputuskan oleh masuknya air. Bila air masuk, karena putus, maka antara satu kelompok dengan kelompok yang lain akan terjadi pergeseran, sehingga terjadi “pembengkakan/pembesaran”. Bila dipanaskan, maka akan menyusut kembali karena keluarnya air yang menguap kemudian mineral akan pecah-pecah (Dept. PU, 2013).

(5)

Batupasir tufan dan Breksi tuff dari Formasi Breksi Terlipat (Qob)

Terdiri dari Breksi Gunungapi bersifat andesit (Qob), breksi tufaan berlapis (Gambar 9), batupasir kasar tufan (Gambar 8b), lempung tufaan dan greywacke. Penyebaran satuan ini di daerah Jatigede pada umumnya terdapat pada bagian hilir bendungan, baik di kiri maupun di bagian kanan sungai Cimanuk. Namun breksi tuff lebih banyak dijumpai penyebaran di bagian kiri (timur) dari bendungan utama. Singkapan yang paling baik terdapat pada sekitar jembatan Eretan. Kenampakan fisik masing-masing batuan ini umumnya menunjukkan sifat lapuk dan kalaupun dijumpai batuan yang segar namun telah mengalami rekah-rekah dan retakan yang yang dominan.

Breksi gunungapi dan lahar dari Formasi Batuan Volkanik Tua tak teruraikan (Qvu)

Terdiri dari Hasil Gunungapi tua tak teruraikan (Qvu), terdiri dari Breksi Gunungapi, lahar, lava bersifat andesit dan basal. Penyebaran satuan ini pada umumnya pada bagian atas perbukitan di sekitar downstream as bendungan bagian timur. Karena satuan ini cukup porous dan menumpang diatas batulempung Halang atas maka sering terjadi longsoran yang melibatkan satuan ini.

Endapan Resen, yang terdiri dari Aluvial dan Talus deposit

Terdiri dari satuan endapan sungai, bahan rombakan/Talus yang berupa endapan yang belum terkonsolidasi denga baik, bersifat urai/ lepas berukuran lempung, pasir sampai bongkah. Diendapkan terutama pada palung sungai, bantaran sungai dan endapan Talus terutama pada bagian bawah dari tebing bukit. Satuan ini merupakan endapan yang terbentuk pada masa sekarang sebagai produk erosi dan sedimentasi dari batuan yang lebih tua.

Struktur Geologi

Dari identifikasi geologi yang dilakukan, singkapan-singkapan batuan yang ditemukan pada lokasi penelitian terganggu kuat oleh sesar, patahan dan perlipatan, terutama disekitar area benduungan jatigede yang terlipat dan terpatahkan kompleks. Tentunya ini sangat mempengaruhi lokasi pembangunan bangunan pelimpah itu sendiri. Lokasi yang cukup ideal dan jauh dari pengaruh struktur geologi merupakan hal utama yang harus diperhatikan.

Banyak ditemukan bukti adanya beberapa sesar (faults) dan patahan (fracture) yang berkaitan dengan deformasi tektonik atau berkaitan dengan keruntuhan lereng bersekala besar (large scale slope failure). Pada bagian lembah sungai berbentuk V dengan kedalaman 60 m dan sempit, kemungkinan terdapat patahan sepanjang sungai dekat tebing sebelah kanan. Patahan ini diidentifikasi sebagai sesar geser sinistral jatigede. Banyak juga ditemukan sheared/crushed seams pada lapisan batulempung (marine claystone) yang sangat lunak, dalam berbagai arah. Disamping itu, juga teridentifikasi adanyaSesar Eretan, Sesar Cipining, Sesar Cikandang, dan Sesar Pejagan yang dominan berpengaruh di sekitar aliran sungai cimanuk khusunya pada hulu dan hilir di bagian timur dari bendungan. Sesar-sesar tersebut umumnya berupa sesar geser yang saling berpotongan antara satu dengan yang lain.

Letak dan arah-arah sesar mempunyai arti amat penting dalam hubungannya dengan rembesan di bawah bendungan. Sesar sering menjadi jalur rembesan utama. Jalur ini akan menyalurkan air rembesan dari waduk lewat pondasi bendungan dan selanjutnya muncul di hilir bendungan. Arah sesar yang hampir tegaklurus poros memanjang bendungan di bawah sungai, merupakan lintasan rembesan terpendek dengan tekanan air yang besar. Rembesan tak terkendali melalui jalur sesar, selain dapat menimbulkan rembesan di luar

(6)

perhitungan, juga dapat menimbulkan erosi internal (internal erosion) yang dapat berkembang menjadi pembuluhan (piping) yang sangat berbahaya bagi stabilitas bendungan.

Dalam peta geologi oleh Anderson (1963) teridentifikasi adanya beberapa sesar. Sesar normal terdapat di sandaran kanan, satu berarah timur - barat dan yang lain berarah baratlaut-tenggara. Sesar-sesar ini memotong arah timur – barat di posisi diversion tunnel sampai ke as bendungan, dan juga pada posisi crest spillway memotong melintang sumbu. Pada bagian spillway chute, juga terdapat patahan yang memotong struktur bangunan. Di samping itu terdapat sesar geser mendatar (strike slip fault) tereka di palung S. Cimanuk di tapak bendungan dengan arah utara-selatan. Arah geraknya mengiri (sinistral). Letak dan arah arah sesar mempunyai arti amat penting dalam hubungannya dengan rembesan di bawah bendungan. Sesar sering menjadi jalur rembesan utama. Tetapi adanya goncangan gempa yang memicu gerakan tanah dan selanjutnya menghasilkan bentuk topografi muda bukan berarti sesar-sesar di daerah itu bersifat aktif. Penyelidikan geologi terdahulu yang dilakukan SMEC maupun yang dilakukan oleh Tim Geologi Bendungan Jatigede pada tahun 2004 tidak menemukan bukti-bukti sesar aktif.

Kerentanan Gerakan Tanah

Berdasarkan Peta Zona Kerentanan Gerakan Tanah Jawa Bagian Barat, skala: 1: 100.000 oleh Sugalang dan Sugiyanto (Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, 1994) (Gambar 5) daerah Jatigede yang berada antara Sumedang dan Majalengka merupakan wilayah atau Zona kerentanan gerakan tanah menengah hingga tinggi. Wilayah yang memiliki tingkat kerentanan tinggi berupa gerakan tanah lama dan gerakan tanah baru yang masih aktif bergerak akibat curah hujan yang tinggi dan erosi yang kuat (dengan curah hujan tahunan antara 1900 – 4200 mm, dan koefisien run-off selama 22 tahun cenderung regresi naik dari 0.5 sampai 0.7 (Data Hidrologi dari Kementerian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Sumberdaya Air oleh PT. Indra Karya Consulting Engineer di bendung Eretan). Daerah hilir lokasi Bendungan Jatigede hingga ke arah Parakan Kondang (G. Paregreg) merupakan daerah yang termasuk dalam Zona kerentanan gerakan tanah menengah dan tinggi.

Indikasi potensi gerakan tanah di sekitar Bendungan Jatigede telah diselidiki oleh SMEC sejak 1978 pada tahapan Feasibility Study hingga tahapan Detail Desain 2004 oleh PT. Indra Karya & PT. Wiratman. Pada laporan Geologi dinyatakan bahwa terdapat daerah yang tidak stabil di sekitar Bendungan Jatigede, khususnya yang berada pada hilir punggung sandaran kanan dan hilir sandaran kiri.. Tanah yang berasal dari pelapukan batulempung seluruhnya memperlihatkan ketidakstabilan pada lereng lebih dari 10°. Beberapa longsoran terjadi pada lereng landai 5° sampai 8°, seperti yang terdapat dekat Desa Jatigede hilir dari punggung sandaran kanan. Dekat lokasi tubuh bendungan pada kedua tebing dijumpai longsoran dimana breksi gunungapi pliosen meluncur ke arah utara pada zona lemah di zona kontak dengan batulempung Formasi Halang Atas. Selama penyelidikan lapangan tahun 1975 sampai 1977, diamati gerakan pada longsoran permukaan di dalam daerah ini. Di hilir sandaran kiri ditemukan longsoran tangga dari bongkah batupasir tufaan dan membentuk tebing curam, dimana pada dasar gawir ini ditemukan singkapan batulempung. Dalam identifikasi lapangan yang dilakukan, proses penanganan terhadap longsoran yang terjadi telah dilakukan dengan pemasangan bronjong dan geogrid, namun hal tersebut harus terus dilakukan pemantauan dan pengecekan ulang guna antisipasi bencana di kemudian hari. Ini disebabkan zona kerentanan yang menyebar pada lokasi penelitian cenderung menunjukkan tingkat kerentanan yang tinggi.

(7)

Kesimpulan

Berdasarkan beberapa paramater geologi diantaranya morfologi, litologi, struktur geologi, dan tingkat kerentanan gerakan tanah yang diidentifikasi di lokasi penelitian dan kemudian dihubungkan dengan data-data sekunder oleh peneliti terdahulu, maka dihasilkan karakteristik masing-masing lokasi alternatif pembangunan pelimpah darurat, sesuai yang ditunjukkan oleh Tabel 1. Atas dasar karakterisasi geologi tersebut, sebagai rekomendasi awal diusulkan untuk lokasi ideal pembangunan pelimpah darurat dibangun di sebelah kiri dari bendungan utama. Namun, dibutuhkan penelitian lanjutan terkait analisa sifat keteknikan batuan dan tanah dari lokasi rencana pembangunan pelimpah darurat sehingga menghasilkan gambaran kondisi geologi yang lebih detail.

Daftar Pustaka

Anderson, R.J., Rudiman, I., 1963. Geological Map of Jatigede Dam Site, Kementerian Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, Balai Besar Wilayah Sungai Cimanuk-Cisanggarung, Sumedang.

Bemmelen, R.W.V., 1949. The Geology of Indonesia Vol. 1 A. Government Printing Office, The Hauge, Amsterdam.

Dept. PU, Rencana Induk (1980/1985) Pengembangan Sumber Daya Air WS

Cimanuk-Cisanggarung Beserta Perkembangannya, Kementerian Pekerjaan Umum, Direktorat

Jenderal Sumber Daya Air, Balai Besar Wilayah Sungai Cimanuk-Cisanggarung, Cirebon, 2013.

Djuri, 1995. Peta Geologi Lembar Arjawinangun, Jawa Barat, Skala 1 : 100.000. Direktorat Geologi Bandung, Bandung.

Makmur, 2013. Pengaruh Struktur Geologi terhadap Batuan Pondasi Bendungan Jatigede,

SNVT Pembangunan Waduk Jatigede, Direktorat Jenderal Sumber Daya Air,

Kementerian Pekerjaan Umum, Sumedang.

PT. Indra Karya Consulting Engineer, 2013. Pemantauan dan Kajian Penggenangan

Waduk Jatigede (Paket 30). Laporan Triwulan: Kementerian Pekerjaan Umum,

Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, Balai Besar Wilayah Sungai Cimanuk-Cisanggarung, Sumedang.

SMEC, 1974. Geological Map of Jatigede Dam and Surrond, Kementerian Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, Balai Besar Wilayah Sungai Cimanuk-Cisanggarung, Sumedang.

Sinohydro, 2013. Curah Hujan Proyek Pembangunan Jatigede, Station Klimatologi Kantor Sinohydro, Sumedang.

Soedibyo, , 2003. Teknik Bendungan, PT. Pradnya Paramita, Jakarta.

Sugalang dan Sugiyanto, 1994. Peta Zona Kerentanan Gerakan Tanah Lembar

Arjawinangun, Jawa, Skala 1 : 100.000, Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana

Geologi, Bandung.

SWHI, 2010. Additional Exploration Map of Damsite, Kementerian Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, Balai Besar Wilayah Sungai Cimanuk-Cisanggarung, Sumedang.

(8)

Tabel 1. Karakteristik geologi dari masing-masing alternatif lokasi pembangunan pelimpah darurat No Parameter

Geologi

Lokasi Bagian Barat Bendungan

Lokasi Bagian Timur Bendungan

1 Morfologi Bagian dari Perbukitan Struktural dengan lereng bergelombang lemah landai hingga sedang (50 – 150). Alur lembah menunjukkan tingkat kelurusan yang agak berkelok menuju sungai utama.

Bagian dari perbukitan struktural dengan lereng bergelombang sedang hingga terjal (100– 300). Alur lembah menunjukkan tingkat kelurusan yang dominan lurus menuju sungai utama.

2 Litologi Batuan umumnya didominasi breksi tuff dan batupasir tufan yang tidak begitu fresh,

sebagian besar batuan dalam kondisi terlapukkan, baik lapuk sedang hingga lapuk sempurna menjadi soil. Umumnya batuan yang fresh hanya dijumpai pada beberapa tempat sedangkan sebagian besar di permukaan dijumpai batuan yang telah lapuk ataupun soil.

Litologi umumnya dijumpai berupa breksi gunungapi dan batulempung, breksi gunungapi ini umum bersifat lepas-lepas dan telah banyak mengalami rekahan. Untuk batulempung sendiri walaupun terlihat lebih fresh dari batuan disekitarnya namun pada permukaan terlihat kondisi batuan yang banyak rekahan (fracture).

3 Struktur Geologi Secara umum, sesar besar jatigede yang berupa sesar geser sinistral masih berpengaruh pada lokasi di bagian barat dari bendungan. Selain itu, struktur geologi lain seperti halnya kekar masih mendominasi pada lokasi penelitian.

Terdapat pengaruh struktur geologi utama pada arela lokasi bagian timur dari bendungan yakni sesar besar jatigede (sesar geser sinistral) dan sesar normal yang terdapat di sandaran kanan, satu berarah timur-barat dan yang lain berarah baratlaut-tenggara (Anderson, 1966).

4 Kerentanan Gerakan Tanah

Tingkat kerentanan gerakan tanah umumnya berkisar antara rendah hingga sedang, namun semakin ke arah sungai utama tingkat kerentanan gerakan tanahnya semakin tinggi.

Tingkat kerentanan gerakan tanahnya cenderung menunjukkan kisaran yang lebih besar, yakni sedang hingga tinggi, bahkan cenderung tinggi. Oleh sebab itu pada lokasi di bagian timur ini sering terjadi longsoran baik dalam skal kecil maupun besar yang juga diakibatkan struktur geologinya yang kompleks.

(9)

Gambar 1. Lokasi dan kesampaian daerah waduk jatigede (Dept. PU, 2013)

Gambar 2. Peta Geologi Regional Lembar Arjawinangun oleh Djuri (1995). (Tomcu,

Anggota Serpih Formasi Cinambo; Tmhl, Formasi Halang Bawah; Tmhu, Formasi Halang Atas; Qob, Formasi Breksi Terlipat; Qvu, Formasi Batuan Volkanik Muda).

Gambaran As Bendungan Batasan daerah penelitian

(10)

Gambar 3. Peta geologi bendungan jatigede (SMEC, 1974)

Gambar 4. Peta geologi bendungan jatigede (SWHI, 2010) Pliosen breccia

Claystone

Lower halang breccia formation Cinambo Formation-Claystone

(11)

Gambar 5. Peta Kerentanan Gerakan Tanah Kab. Sumedang, Jawa Barat Skala

1 : 100.000 (Sugalang dan Sugiyanto, 1994) Gambaran As bendungan jatigede Zona Kerentanan Gerakan Tanah Tinggi Zona Kerentanan Gerakan Tanah Sedang Zona Kerentanan Gerakan Tanah Rendah

Gambar 6. (a). Batupasir karbonatan dari Formasi Cinambo (Tomcl) yang telah banyak

mengalami rekahan (fracture). (b). Perselingan lapisan batupasir (tebal) dan serpih (tipis) dari Formasi Cinambo (Tomcu) yang dijumpai adanya struktur kekar dan sesar minor.

(12)

Gambar 7. (a). Singkapan breksi volkanik bersifat andesit dan basalt dari Formasi Halang

Bawah (Tmhl). (b). Batulempung dari Formasi Halang Atas (Tmhu)

Gambar 8. (a). Singkapan batulempung pada kondisi kering yang terlihat banyak

mengalami rekahan. (b). Singkapan batupasir tufan di lokasi sebelah barat dari bendungan.

Gambar 9. Breksi tuff dari Formasi Breksi Terlipat (Qob). (a). Material fragmen

berukuran kerikil hingga bongkah yang didominasi oleh litik tuff dan andesit. (b). Fragmen litik tuff berwarna abu-abu cerah yang sangat mudah hancur dan terkelupas.

b a b a b a

Gambar

Tabel 1. Karakteristik geologi dari masing-masing alternatif lokasi pembangunan pelimpah darurat No Parameter
Gambar 1. Lokasi dan kesampaian daerah waduk jatigede (Dept. PU, 2013)
Gambar 3. Peta geologi bendungan jatigede (SMEC, 1974)
Gambar 5. Peta Kerentanan Gerakan Tanah Kab. Sumedang, Jawa Barat Skala 1 : 100.000 (Sugalang dan Sugiyanto, 1994)
+2

Referensi

Dokumen terkait

Tan wenang makta (ngenahang) barang saha luwire sane ngeletehin ring karang paumahan, bilih-bilih yen kaletehannya ngelantur sinanggeh ngelimbak ngeletehin karang

MODEL INVESTIGASI KELOMPOK (GROUP INVESTIGATION) HERBERT THELEN JOHN DEWEY Mengembangkan keterampilan berpartisipasi dalam proses sosial yang demokratis melalui penekanan

Angket yang di gunakan yaitu angket validasi ahli untuk penilaian kelayakan produk dan angket siswa untuk melihat kepraktisan produk.Teknik analisis data

Kedua contoh perbuatan tersebut tidak sah menjadi objek transaksi ji'alah karena pihak yang menjanjikan upah pekerjaan tersebut telah mendapatkan manfaat dari

Prototipe dilengkapi dengan baling-baling yang cukup dicelup-celupkankan atau di tempatkan pada aliran air banjir yang mengalir untuk mendapatkan energi sebesar 10

tahap perencanaan yang dilakukan tidak berjalan sesuai dengan perencanaan yang ada, waktu yang dibutuhkan dalam menerapkan Model Question Student Have juga cukup lama,

1) Pembahasan Skenario Pemesanan: Perhitungan beberapa skenario pemesanan barang pada tahap sebelumnya menunjukkan bahwa skenario 5 merupakan pilihan terbaik dari

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan isolat bakteri yang memiliki potensi sebagai Anti Quorum Sensing (AQS) yang dapat menghambat faktor virulensi bakteri